hope-based intervention untuk menurunkan stres …

9
PENDAHULUANdat a dar i WHO (Wor l d Heal th Or ganizati on) dan Keberadaan penyaki t kr oni s semakin meningkat I DF (Int ernat i onal Di abet es Federati on), jumlah secar a global t i ap t ahunnya dan t elah di t et apkanpender it a Diabet es Mell it us mencapai 285 j ut a pada sebagai sal ah satu epidemi kesehat an di masyar akat.t ahun 2010 dan di perkirakan t erus meni ngkat hi ngga WHO menj abarkan bahwa penyakit kroni s merupakanmencapai 438 jut a pada t ahun 2030 ( Duggl eby, penyakit j angka panjang dan secara umum memi li ki dkk., 2010). kemajuan yang l ama, misalnya penyakit j antung, Preval ensi Diabet es Mell i t us di Indonesi a sendir i Stroke, kanker, penyaki t per napasan kronis, depresidi l apor kan t er us mengalami peni ngkatan sebanyak dan di abetes (WHO, 2015) . Diabetes Mellit ust iga kali li pat dalam 10 t ahun ter akhir ( Depkes, merupakan penyaki t kr oni s yang ser ing muncul 2014). Pender it a Diabetes Mell i t us di I ndonesia pada di sel ur uh duni a ( Saraf ino, 2002). Berdasarkantahun 2012 sebanyak 21, 3 juta orang dan menempati Jur nal Psikoi sl ami ka I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201555 HOPE- BASED I NTERVENTI ON UNTUK MENURUNKAN STRES SERTA MENI NGKATKAN HARAPAN DAN SUBJECTI VE WELL-BEING PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TI PE 2 Tiar a D. Sosial it a Hamidah Pr ogr am Magi ^^er Profesi Psi kologi Univer si t as Ai r l angga Sur abaya Ab^rak Penelit i an i ni bert ujuan untuk menguji efektivi t as hope-based i nt erventi on untuk menur unkan ^tr es ser t a meni ngkatkan harapan dan subj ect i ve well- being pada pender i ta di abet es mell it us t i pe 2 menggunakan desai n eksperi men pr et e^t poSt t eSt cont rol group desi gn pada 20 orang pender it a Diabet es Mellitus t i pe 2 ber usia 20-40 t ahun. Al at ukur yang digunakan ber upa skala ^^res adapt asi Perceived St r ess Scal e dar i Cohen (1988), skala har apan adapt asi Hope Scale dar i Snyder (2003) sert a skal a subject ive well -being yang mer upakan kombi nasi dan adapt asi dar i Sati sf acti on wit h Li f e Scal e oleh Di ener (1985) dan The Af fect Bal ance Scale ol eh Br adburn (1969). Hasi l anali sa dat a menunjukkan bahwa t er dapat per bedaan yang si gni fikan ant ara skor ^^r es pada kel ompok eksper i men dengan skor ^tres pada kelompok kontr ol set el ah adanya pember ian i nt ervensi ( p = 0, 038), sert a ada per bedaan yang si gnifi kan ant ar a skor har apan ( p = 0,011) dan skor subj ective well - being ( p = 0,000) pada kel ompok eksper i men dengan kel ompok kont r ol . Adapun nilai efekt ivitas dar i hope-based i nt er venti on t er gol ong sedang untuk var iabel ^^res ( ES = 0, 45) ser t a ter gol ong besar untuk var iabel har apan (ES = 1,83) dan subjective wel l -being ( ES = 3,87). Hal i ni menunjukkan bahwa hope-based i nt erventi on efekt if unt uk menur unkan ^tres ser t a meni ngkat kan har apan dan subjective wel l-being pada pender i ta Di abet es Melli t us t i pe 2. Kat a kunci : Hope- based i nt er venti on, St r es, Har apan, Subjective well-being, Di abetes mel lit us PSI KOI SLAMIKA. Jur nal Psi kol ogi Islam (JPI ) copyr ight © 2015 Pusat Peneli t an dan Layanan Psi kologi. Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANdata dari WHO (World Health Organization) danKeberadaan penyakit kronis semakin meningkatIDF (International Diabetes Federation), jumlah

secara global tiap tahunnya dan telah ditetapkanpenderita Diabetes Mellitus mencapai 285 juta padasebagai salah satu epidemi kesehatan di masyarakat.tahun 2010 dan diperkirakan terus meningkat hinggaWHO menjabarkan bahwa penyakit kronis merupakanmencapai 438 juta pada tahun 2030 (Duggleby,penyakit jangka panjang dan secara umum memilikidkk., 2010).kemajuan yang lama, misalnya penyakit jantung,Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia sendiriStroke, kanker, penyakit pernapasan kronis, depresidilaporkan terus mengalami peningkatan sebanyakdan diabetes (WHO, 2015). Diabetes Mellitustiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir (Depkes,merupakan penyakit kronis yang sering muncul2014). Penderita Diabetes Mellitus di Indonesia padadi seluruh dunia (Sarafino, 2002). Berdasarkantahun 2012 sebanyak 21,3 juta orang dan menempati

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201555

HOPE-BASED INTERVENTIONUNTUK MENURUNKAN STRES SERTA

MENINGKATKAN HARAPAN DANSUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS TIPE 2Tiara D. Sosialita

HamidahProgram Magi^^er Profesi Psikologi

Universitas Airlangga Surabaya

Ab^rak Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas hope-based intervention untukmenurunkan ^tres serta meningkatkan harapan dan subjective well-being pada penderitadiabetes mellitus tipe 2 menggunakan desain eksperimen prete^t poStteSt control group designpada 20 orang penderita Diabetes Mellitus tipe 2 berusia 20-40 tahun. Alat ukur yang digunakanberupa skala ^^res adaptasi Perceived Stress Scale dari Cohen (1988), skala harapan adaptasiHope Scale dari Snyder (2003) serta skala subjective well-being yang merupakan kombinasi danadaptasi dari Satisfaction with Life Scale oleh Diener (1985) dan The Affect Balance Scale olehBradburn (1969). Hasil analisa data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikanantara skor ^^res pada kelompok eksperimen dengan skor ^tres pada kelompok kontrol setelahadanya pemberian intervensi (p = 0,038), serta ada perbedaan yang signifikan antara skorharapan (p = 0,011) dan skor subjective well-being (p = 0,000) pada kelompok eksperimendengan kelompok kontrol. Adapun nilai efektivitas dari hope-based intervention tergolongsedang untuk variabel ^^res (ES = 0,45) serta tergolong besar untuk variabel harapan (ES = 1,83)dan subjective well-being (ES = 3,87). Hal ini menunjukkan bahwa hope-based interventionefektif untuk menurunkan ^tres serta meningkatkan harapan dan subjective well-being padapenderita Diabetes Mellitus tipe 2.

Kata kunci : Hope-based intervention, Stres, Harapan, Subjective well-being, Diabetesmellitus

PSIKOISLAMIKA. Jurnal Psikologi Islam (JPI) copyright © 2015 Pusat Penelitan dan LayananPsikologi. Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201556

perubahan dalam segala aspek hidupnya. Hal tersebutdianggap sebagai datangnya kejadian tidak terdugadan yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan.Tuntutan dan keharusan untuk mengubah gaya hidupsehari-hari sebagai bagian dari penanganan penyakitDiabetes Mellitus juga menimbulkan beban bagipenderita. Situasi yang dihadapi penderita penyakitkronis rentan menimbulkan simptom-simptom ^^resbaik secara fisiologi maupun psikologis, fru^asidan kemarahan terutama bila penyakitnya diluarperkiraan, serta kekhawatiran akan pemenuhankebutuhan hidup di masa depan (Cohen,1983).

Penderita Diabetes Mellitus cenderung meresponkeadaan di luar dirinya dengan kurang baik sehinggamengakibatkan kondisi mental maupun emosionalmenjadi terganggu. Cohen (1988) mengungkapkanbahwa respon yang ditunjukkan tersebut akanmempengaruhi kesehatan fisik dimana ^tresdimanife^^asikan pada perubahan fisiologis, reaksikognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku.Penderita Diabetes Mellitus menjadi lebih mudahtersinggung, didominasi emosi-emosi negatif, tekanandarah meninggi, detak jantung naik, hingga ototmenjadi tegang. Secara umum penderita DiabetesMellitus mengalami ^^res karena mendapat informasibahwa penyakitnya sukar disembuhkan dan diharuskanuntuk mengubah gaya hidup dengan melakukan dietketat. Penderita merasa penderitaannya akibatpenyakit tersebut akan berlangsung selamanya danterbayang masa depan yang suram.

Perubahan dalam kehidupan, pola hidup,serta tuntutan yang harus dilakukan oleh penderitaDiabetes Mellitus dapat membuat penderita pesimis,dan mengembangkan emosi-emosi negatif. Hal inididukung pula oleh penelitian dari We^^burg danGuindon (2004) bahwa penyakit kronis berdampakpada kesehatan emosi dan psikologis individu dimanapenderita menjadi kurang memiliki harapan dalammenatap hidupnya. Penderita Diabetes Mellitusdilaporkan cenderung memiliki diposisi negatifyang lebih kuat daripada atribut positif, dimana haltersebut berhubungan dengan rendahnya tingkatharapan yang dimiliki (Vieth, 2012). Kurangnyaharapan yang dimiliki membuat penderita DiabetesMellitus kurang memiliki optimisme ke depan,mengembangkan emosi-emosi negatif, serta kurangmenikmati hidupnya. Adanya penurunan pada beberapaaspek kehidupan tersebut, yaitu aspek kesehatanfisik, aspek psikologis dan aspek sosial tersebutmengakibatkan kebahagian, kepuasan serta kualitashidup penderita juga menurun ketika penderita tidakmampu menyikapi secara baik (Lyubomirsky, dkk.,

urutan ke-4 penderita Diabetes Mellitus terbanyakdi dunia setelah Amerika Serikat, China dan India(Cox & Gonder-Frederick, 2012). Survei nasionalyang dilakukan pada tahun 2011/2012 di ibukotaseluruh propinsi Indonesia menunjukkan bahwaprevalensi penderita Diabetes Mellitus mencapai14,7 % di daerah perkotaan dan 7,2 % di daerahpedesaan dari seluruh penduduk Indonesia (Depkes,2014). Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional(SUSENAS) tahun 2013-2014, 8,1% penduduk laki-laki dewasa (> 18 tahun) menderita sakit kronisdan 10,5% penduduk wanita dewasa menderita

sakit kronis (Depkes, 2014).Fenomena meningkatnya prevalensi penyakit

Diabetes Mellitus membuat dampak yang ditimbulkanpada penderita pun perlu menjadi perhatian.Diabetes Mellitus diasosiasikan dengan penurunansementara atau permanen dalam hal fisik, vokasionaldan aktivitas sosial (Delamater, 2009). Stres jugaditemukan muncul pada kebanyakan penderitaDiabetes Mellitus, terutama berkaitan denganperubahan gaya hidup yang meliputi tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi, seperti pantanganuntuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, menjagaaktivitas olahraga serta cek gula darah teratur(Diabetes Control & Complications Trial ResearchGroup, 2011). Perubahan-perubahan yang terjaditidak hanya meliputi penderita Diabetes Mellitus,namun juga berdampak pada lingkungan misalnyapendapatan yang menurun, terbatasnya interaksidengan keluarga, serta ftres secara fisiologis maupunpsikologis. Perubahan yang dialami oleh penderitaDiabetes Mellitus dapat berasal dari lingkungansosial, misalnya keterpisahan dari keluarga, temandan pihak lain yang merupakan sumber kepuasanbagi dirinya (Delamater, 2009). Penderita DiabetesMellitus juga kehilangan peran penting yang selamaini disandangnya, berkurangnya autonomi sertakontrol terhadap diri sendiri karena penyakit yangdiderita (Cox & Gonder-Frederick, 2012). Perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita tersebutmenyebabkan memburuknya persepsi terhadapdiri sendiri, munculnya emosi-emosi di^tressseperti kecemasan, depresi, ketidakberdayaan dan

kemarahan (Delamater, 2009).Berdasarkan teori ^^res dari Cohen (1988),

diketahui bahwa ^tres timbul sebagai akibat dariadanya kejadian tidak terduga, tidak dapat dikontrolatau dikendalika, serta kelebihan beban dalamhidup. Penderita Diabetes Mellitus yang didiagnosamenderita penyakit ini sebelumnya tidak menyangkabahwa ia akan menderita penyakit yang menuntut

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

2010; Redlich, dkk., 2010; Pattison a Lee, 2011;Koehn, dkk., 2012). Penelitian tersebut membuktikanbahwa perubahan tingkat harapan yang dimilikiindividu dapat mempengaruhi konStruk psikologislainnya, dimana peningkatan harapan diasosiasikandengan perilaku adaptif baik secara kognitif, afektifmaupun perilaku serta kepuasan hidup yang baik,dimana komponen tersebut merupakan domain darisubjective well-being, serta mampu menurunkandi^^res psikologis.

Melihat paparan tersebut, penulis menemukanterdapat masalah pada penderita penyakit kronis,khususnya Diabetes Mellitus tipe 2. Penderitamenunjukkan simptom-simptom Stres, harapanrendah, serta adanya afek negatif yang lebihdominan daripada afek positif dan persepsi akankehidupan yang pesimis sehingga penderita cenderungmerespon situasi dengan negatif dan akhirnyaberdampak pada kesehatan fisik dan psikologispenderita sendiri. Penulis meneliti efektivitaspemberian intervensi berbasis harapan [hope-basedintervention) sebagai salah satu ^^rategi yang dapatmemunculkan harapan pada penderita DiabetesMellitus tipe 2 dan diharapkan dengan munculnyaharapan tersebut membuat penderita DiabetesMellitus memiliki subjective well-being yang lebihbaik serta menurunkan simptom-simptom ^tresyang dirasakan.

METODEPenelitian menggunakan kuasi eksperimen

dengan non-randomized preteSt-poStteSt controlgroup design pada 20 orang partisipan yang menderitaDiabetes Mellitus tipe 2 dengan GDS > 150 di wilayahkerja Puskesmas Medokan Ayu Surabaya (sebanyak55 % partisipan telah mengidap Diabetes Mellitustipe 2 selama 3 - 5 tahun, 30 % partisipan telahmengidap Diabetes Mellitus tipe 2 selama 1 -2 tahun,10 % partisipan telah mengidap Diabetes Mellitustipe 2 selama 6-10 tahun dan sebanyak 5 % subjekpenelitian telah mengidap Diabetes Mellitus tipe 2selama lebih dari 10 tahun), usia 20-40 tahun (35%partisipan berada pada rentang usia 20-30 tahun,sedangkan 65% partisipan berusia antara 31-40tahun), pendidikan minimal SA^ (60 % partisipanberpendidikan terakhir SAAA dan sebanyak 40 %partisipan berpendidikan SMK), memiliki skor^tres

kategori ringan hingga tinggi, serta memiliki skorharapan dan subjective well-being kategori sedanghingga rendah. Penetapan sampel dari populasidilakukan dengan melakukan pemasangan padamasing-masing kelompok eksperimen dan kelompok

2005). Aspek kebahagiaan, kepuasan, emosi-emosidan kualitas hidup tersebut mempengaruhi kondisisubjective welt-being individu (Healey-Ogden ftAu^^in, 2011). Hal tersebut sesuai pula denganpenelitian Tkach dan Lyubomirsky (2006) yangmenyatakan bahwa Diabetes Mellitus memberikandampak negatif pada subjective welt-being penderitadan cenderung kurang mengembangkan afek positif,dimana adanya afek positif merupakan ciri utamadari subjective well-being.

Sehubungan dengan kondisi yang dialami olehpenderita Diabetes Mellitus tipe 2 dimana banyakdari mereka merasakan penurunan dan gangguanpada berbagai domain fungsional (fisik, emosi,kognitif dan sosial) selama periode waktu (Scioli,dkk., 2013), maka sebuah intervensi tepat perludilakukan untuk membantu penderita mengatasipsikopatologis dan meningkatkan well-being.Intervensi yang tepat diperlukan agar individudapat beradaptasi dengan tuntutan situasi yangpenuh tekanan, sehingga mereka tidak mudahmerasa ^tres, depresi dan cemas terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya (Snyder, 2003). Beberapapenelitian mengungkapkan bahwa adanya harapanmerupakan suatu hal yang penting bagi pasienpenyakit kronis dan memiliki pengaruh signifikanterhadap kesehatan fisik dan mental pasien secarakeseluruhan (Ho, dkk., 2012).

Intervensi berbasis model teoritis harapandirekomendasikan sebagai salah satu cara untukmengurangi di^tres psikologis, mengatasi permasalahanyang timbul berkenaan dengan penyakit ataukehilangan, maupun meningkatkan kehidupanindividu ke arah yang lebih baik. Strategi-^trategimemperkuat harapan tersebut dapat meningkatkanpemikiran penuh harap, serta diasosiasikan juga denganpeningkatan subjective well-being dan penurunansimptom-simptom ^^res (Weis 6t Sperikados, 2011).Sejalan dengan hasil tersebut, sebuah penelitiandari Klausner (2008) juga mengungkapkan bahwaintervensi berbasis harapan [hope-based intervention)terbukti efektif memperkuat harapan sehinggamemperkuat kepuasan hidup dan kesehatan mentalpenderita penyakit kronis. Berbagai penelitian denganmelakukan intervensi harapan [hope intervention)ataupun ^trategi-ftrategi meningkatkan harapan[hope enhancement Strategies) menunjukkan hasil

bahwa individu dengan harapan kuat lebih seringsukses menghadapi Stressor dan kesuksesan yangdiperoleh tersebut memberikan feedback yang bergunauntuk semakin menguatkan harapan mereka (Thio& Elliot, 2005; Parenteau, dkk., 2006; Rosenberg,

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201558

Gain score SWB KelompokeksperimenKelompok kontrol'

Berdasarkan tabel hasil uji beda, diketahui bahwanilai signifikansi pada gain score Stres sebesar 0,038< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapatperbedaan yang signifikan antara gain score Strespada kelompok eksperimen dan kelompok kontrolsetelah adanya pemberian perlakuan berupa hope-based intervention. Nilai signifikansi pada gain scoreharapan sebesar 0,011 < 0,05, sehingga terlihatbahwa terdapat perbedaan yang signifikan antaragain score harapan pada kelompok eksperimendan kelompok kontrol setelah adanya pemberianperlakuan berupa hope-based intervention. Nilaisignifikansi gain score subjective well-being sebesar0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwaterdapat perbedaan yang signifikan antara gain scoresubjective well-being pada kelompok eksperimendan kelompok kontrol setelah adanya pemberianperlakuan berupa hope-based intervention.Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan antarakelompok eksperimen dan kelompok kontrol padamasing-masing gain score Stres, gain score harapandan gain score subjective well-being dimana padakelompokeksperimen diberikan perlakuan berupahope-based intervention sedangkan kelompok kontroltidak diberikan hope-based intervention.

Gain score Kelompokeksperimen SWBKelompok kontrol'

Gain score Kelompokeksperimen „ ,.ftresKelompok kontrol'

Gain score Kelompokeksperimen ^ . .harapanKelompok kontrol'

Sig.2 tailedKelompok

Diener dkk (1984) untuk mengukur evaluasi kognitifyaitu nilai kepuasan hidup individu secara globaldan the affect balance scale oleh Bradburn (1969)untuk mengukur evaluasi afeksi individu. Skalasubjective well being terdiri dari 2 indikator yaituindikator kognitif dan afeksi yang meliputi aspeksatisfaction, positive affect dan negative affect.

Hasil dan PembahasanHasil Uji Beda Antara Kelompok Eksperimen

dan Kelompok KontrolIndependent sample t-teft

kontrol sesuai dengan karakteriStik yang telahditetapkan. Pembentukan kelompokeksperimen dankelompok kontrol kemudian dilakukan berdasarkanmatching variabel harapan dengan tingkat sedang

hingga rendah.Pengumpulan Data

Skala StresPenulis menggunakan Perceived Stress Scale

dari Cohen (1988) sebagai inStrumen untuk mengukurpersepsi Stres. Item-item didesain untuk mengetahuibagaimana respon Stres individu ketika dihadapkanpada situasi yang tidak terprediksi, tidak dapatdikontrol maupun kejadian ^tressful. Pertanyaandalam PSS seputar perasaan dan pikiran yangdirasakan selama sebulan terakhir. Item-itemdalam PSS juga berkorelasi dengan ^tatus kesehatansehingga sesuai dengan penelitian yang akandilakukan oleh penulis. PSS menunjukkan korelasidengan: Stress Measures, Self-Reported Healthand Health Services Measures, Health BehaviorMeasures, Smoking Status, Help Seeking Behavior.Selain itu, PSS juga menunjukkan korelasi denganStres yang ditimbulkan oleh kejadian sehari-hari,kejadian luar biasa dalam hidup, dan perubahan

dalam Strategi coping.

Skala HarapanPenulis menggunakan Hope Scale (Snyder, 1991)

yang ditujukan untuk mengukur tingkat harapanyang dimiliki individu. Hope Scale mengukur duadimensi dari harapan yang saling berinteraksi. Skalaharapan tersebut berisi 12 pernyataan: 4 pernyataanmengukur agency (misal, "Saya mencapai tujuanyang telah Saya tetapkan sendiri"), 4 pernyataanmengukur pathways (misalnya, "Ada banyak carayang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalahapapun"), dan 4 pernyataan lainnya merupakandiStraktor. Penilaian skala didasarkan pada totalskor pada subskala agency dan pathways untukmenentukan keseluruhan skor harapan (Snyder,

2003).

Skala Subjective Weil-BeingSkala subjective well-being pada penelitian ini

menggunakan kombinasi dan adaptasi dari Satisfactionwith Life Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh

59Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

dkk. (2010) menyebutkan bahwa Arategi-Arategiintervensi yang berbasis peningkatan harapan,efektif dalam meningkatkan harapan dan well-being partisipan namun memiliki hubungan yangkurang kuat dengan penurunan Ares partisipan.Hal ini terjadi karena dalam proses pelaksanaanhope-based intervention, Arategi-Arategi danaktivitas berfokus pada peningkatan harapan danimprovisasi individu ke arah yang lebih positif. Haltersebut juga terjadi dalam pelaksanaan hope-based intervention dalam penelitian ini, dimanaproses pemberian intervensi kepada partisipanmemang lebih banyak aktivitas dan tugas yangberhubungan dengan harapan sebagai penderitaDiabetes Mellitus tipe 2.

Peningkatan Harapan dan Subjective Weil-Being

Peningkatan subjective well-being ini dapatterjadi karena dalam pelaksanaan hope-basedintervention terdapat aktivitas-aktivitas danArategi-Arategi untuk meningkatkan harapan bagipenderita (Weis & Sperikados, 2011). Aktivitas danArategi peningkatan harapan tersebut berguna dalammenggali tujuan-tujuan terkait kesehatan penderitadan menumbuhkan motivasi untuk mencapainyadengan usaha internal maupun ekAernal.

Sejalan dengan temuan tersebut, penelitian

yang dilakukan oleh Scioli (2013) menunjukkan hasilbahwa hope-based intervention yang menggunakanArategi-Arategi memperkuat harapan, secarasignifikan mampu meningkatkan harapan dan kepuasanhidup serta menurunkan diAres psikologis. Strategi-Arategi tersebut didasarkan pada teori harapanyang kemudian direkomendasikan sebagai salahsatu cara mengurangi diAres psikologis, mengatasipermasalahan yang timbul akibat penyakit, sertameningkatkan well-being. Pemberian hope-basedintervention kepada partisipan penelitian ini punberpedoman pada teori harapan yang disesuaikandengan kondisi penderita Diabetes Mellitus tipe2.

Berdasarkan tabel uji efektivitas, diketahuibahwa nilai efektivitas hope-based interventionuntuk ^res adalah 0,45 berada di rentang 0,5 >x i 0,7, sehingga dapat dikatakan hope-basedintervention memiliki efektivitas yang sedang untukmenurunkan Ares pada kelompok eksperimen. Nilaiefektivitas hope-based intervention untuk harapanadalah 1,83 > 0,8 sehingga dapat dikatakan bahwahope-based intervention memiliki efektivitasyang besar untuk meningkatkan harapan padakelompok eksperimen. Nilai efektivitas hope-basedintervention untuk subjective well-being adalah3,87 2 0,8 sehingga dapat dikatakan bahwa hope-based intervention memiliki efektivitas yang besaruntuk meningkatkan subjective well-being padakelompok eksperimen.

Efektivitas Hope-Based InterventionHasil penelitian menunjukkan bahwa hope-

based intervention efektif menurunkan Ares sertameningkatkan harapan dan subjective welt-beingpenderita Diabetes Mellitus tipe 2. Hal ini berartihope-based intervention berpengaruh secarasignifikan terfiadap penurunan Ares serta peningkatanharapan dan subjective well-being pada penderitaDiabetes Mellitus tipe 2. Hal ini serupa dengan hasilpenelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Weis& Sperikados (2011) dimana penelitian tersebutmenghasilkan kesimpulan bahwa hope-basedintervention efektif untuk meningkatkan harapandan subjective well-being pada penderita penyakitkronis yang mengalami Ares. Berdasarkan uraiantersebut, dapat disimpulkan bahwa hope-basedintervention memiliki efek yang signifikan padahampir seluruh anggota kelompok eksperimen.

Penurunan StresHasil dari penelitian ini yang menunjukkan bahwa

penurunan Ares partisipan memiliki e/jfect size yangtergolong sedang, namun efektivitas peningkatanharapan dan subjective welt-being yang tergolongbesar juga sejalan dengan penelitian terdahulu.Penelitian yang telah dilakukan oleh Duggleby,

EfektivitasBesar

EfektivitasBesar

EfektivitasSedang

Kategori

3,87

1,83

0,45

Nilai ES

4,000

3,742

2,994

SDPoftteft

22,7

25,1

17,2

Mean PoStteSt

3,406

3,281

2,847

SD PreteSt

17

20,5

20,7

Mean Pretest

Eksperimen

Eksperimen

Eksperimen

Kelompok

SWB

Harapan

Stres

Efektivitas Hope-Based Intervention

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201560

mengungkapkan pentingnya intervensi berbasisharapan (hope-based intervention) bagi penderitapenyakit kronis ataupun pasien paliatif, akan tetapipenelitian-penelitian yang melakukan intervensiberbasis harapan pada penderita Diabetes Mellitustipe 2 sangat sulit penulis jumpai sejauh ini. Intervensibagi penderita Diabetes Mellitus kebanyakanterkait kesehatan fisik penderita, padahal banyakjurnal penelitian yang mengungkapkan bahwaaspek psikologis khususnya harapan merupakankomponen vital dalam menentukan kesembuhan.Pembahasan mengenai intervensi berbasis harapanpada penderita penyakit kronis, termasuk DiabetesMellitus juga lebih sering ditemukan melalui jurnal-jurnal penelitian, buku, atau ab^traksi dari luarnegeri khususnya wilayah negara barat, meskipunbanyak dari intervensi tersebut ditujukan padapasien paliatif. Penelitian ini bertujuan untukmelihat efektivitas hope-based intervention dalammenurunkan ^^res serta meningkatkan harapan dansubjective well-being pada penderita Diabetes

Mellitus tipe 2.Pelaksanaan hope-based intervention yang

dilakukan secara kelompok dapat membuat masing-masing partisipan dalam kelompok bercerita danberbagi pengalaman mengenai kondisi sakit yangdialami. Kegiatan kelompok untuk berbagi ceritaatau pengalaman dan diskusi di setiap sesinyamampu membuat para partisipan terbuka danmenyadari kondisi yang saling dialami. Intervensidilakukan dalam setting kelompok karena secarateori, hopeful thinking merefleksikan sebuah prosestransaksional (Snyder, 2003). Hal tersebut membuatmasing-masing partisipan dapat bertukar pengalamandan saling memberikan masukan dalam menghadapipermasalahan yang dihadapi. Partisipan menjadimemiliki dukungan sekaligus cara berpikir baruuntuk menyelesaikan masalah sehari-hari terkaitdengan Diabetes Mellitus yang dialami.

Adanya proses diskusi yang dilakukan pada setiapsesinya membuat para partisipan menemukan harapanbaru untuk dapat menjaga dan mempertahankankondisi optimal bagi penderita Diabetes Mellitustipe 2. Adamya dukungan kelompok juga terlihatdi setiap sesinya. Partisipan yang aktif mampumemberikan pengaruh yang positif bagi anggotayang lain. Adanya dukungan ini dapat meningkatkankesadaran diri dan permasalahannya sehingga anggotakelompok mendapatkan insight untuk menyiapkandiri menghadapi setiap permasalahan yanga ada(Lyubomirsky, dkk., 2005). Hal tersebut juga sesuaidengan pelaksanaan hope-based intervention yang

Faktor yang Mempengaruhi Stres, Harapandan Subjective Weil-Being Penderita

Temuan lain adalah telah diketahui bahwa lamatnengidap Diabetes Mellitus dan frekuensi kontrolkesehatan berpengaruh terhadap ketegorisasi ^^respenderita, dimana kemudian hal tersebut jugaberpengaruh terhadap harapan dan subjective well-being. Penderita yang mengalami ^^res ringan adalahpenderita yang mengidap Diabetes Mellitus antara1-2 tahun dan masih tergolong rutin melakukankontrol kesehatan di Puskesmas. Penderita yang telahmengidap Diabetes Mellitus selama 3 tahun ataulebih dan tergolong tidak rutin melakukan kontrolkesehatan, lebih banyak masuk dalam kategori Stressedang-tinggi. Hal ini dapat disebabkan karenaadanya keoptimisan dan harapan pada penderitayang baru 1-2 tahun mengidap Diabetes Mellitus,meskipun mereka juga harus mengalami perubahangaya hidup dan aktivitas sehari-hari. Banyak daripartisipan, yang telah mengidap Diabetes Mellitusselama 3-5 tahun atau lebih merasa telah pasrahdengan keadaannya sehingga enggan mengembangkanharapan dan putus asa.

Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitiandari Stanton, dkk. (2002) yang mendukung temuanbahwa harapan merupakan salah satu bentukmekanisme coping yang positif pada penderitapenyakit kronis yang mengalami Stres terkait denganperjalanan penyakitnya maupun dengan terapiyang dijalani. Adanya harapan membuat penderitapenyakit kronis lebih kuat dalam menghadapiStressor yang dialami sehari-hari, selain itu membuatpenderita memiliki motivasi untuk mencapai kondisiyang lebih sehat. Hal tersebut juga berpengaruhterhadap perilaku menjaga kesehatan, aktivitasterapi, serta kesediaan menjalankan berbagaisaran dari dokter.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vieth,dkk. (2012) mengungkapkan bahwa peningkatanharapan yang dihasilkan dari pelaksanaan hope-basedintervention juga efektif meningkatkan disposisiafek positif dan mengurangi afek negatif. Haltersebut membuat partisipan dapat berfungsi secaraoptimal dalam menghadapi kondisi sakit DiabetesMellitus tipe 2 yang dialami. Adanya pemberianintervensi berbasis harapan terbukti efektif untukmenurunkan afek negatif dan meningkatkan harapanyang dikaitkan juga dengan peningkatan welt-beingpada penderita Diabetes Mellitus.

DISKUSIBanyak penelitian yang penulis temukan

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 2015

Coulehan, J. (2011). Deep hope: A song withoutwords. Theory of Medical BiotechnologyJournal, 32, 143-160.

Cox, D.J., a Gonder-Frederick, L. (2012). Majordevelopments in behavioral diabetes research.Journal of Consulting and Clinical Psychology,60, 628-638.

Cutcliffe, J.R., a Herth, K. (2012). The concept ofhope in nursing 1: Its origins, background,and nature. British Journal of Nursing, 11,832-840.

Delamater, A.M. (2009). Insulin-dependent diabetesmellitus. The Clinical Psychologi^t, 46,198-205.

Diabetes Control and Complications Trial ResearchGroup. (2011). The effect of intensivetreatment of diabetes on the developmentand progression of long-term complicationsin insulin-dependent diabetes mellitus.New England Journal of Medicine, 329,

977-986.

Diabetes mellitus dapat dicegah. (2014, Juni).Depkes [on-line]. Diakses pada tanggal 11Pebruari 2015 dari www.depkes.go.id.

DAFTAR PUSTAKAArgyle, M. (1999). Causes and correlates of

happiness. Well-being: The foundations ofhedonic psychology. New York: Russell SageFoundation.

Azwar, S. (2007). Penyusunan skala psikologi.Yogyakarta: PuAaka Pelajar.

Barnum, D.D., Snyder, C.R., Rapoff, M.A., Mani,

M.M., ft Thompson, R. (1998). Hope andsocial support in psychological adjusmmentof children who have survived burn injuriesand their matched controls. Child HealthCare, 27, 15-30.

Benzein, E., Norberg, A., a Britt-lnger, S. (2010).

The meaning of the lived experience of hopein patients with cancer in palliative homecare. Palliative Medicine, 15, 117-126.

Bernheim, J.L., Theuns, P., Mazaheri, M., Hofmans,

J., Fliege, H., a Rose, M. (2006). The potentialof anamneAic comparative self-assessment

(ACSA) to reduce bias in the measurement ofsubjective well-being. Journal of HappinessStudies, 7, 227-250.

Carr, A. (2004). Positive psychology. New York:Brunner-Routledge.

dapat melakukan pengembangan dari penelitian inidengan menggunakan intervensi yang sama namunpada sampel yang berbeda. Hal ini diharapkanmampu memberikan bukti bagi efektivitas hope-based intervention untuk menurunkan Ares sertameningkatkan harapan dan subjective well-being.

Selain itu, simpulan dari penelitian inimenunjukkan bahwa hope-based intervention efektifuntuk menurunkan ^res serta meningkatkan harapandan subjective well-being pada penderita DiabetesMellitus tipe 2, meskipun efektivitasnya tergolongsedang pada penurunan Ares partisipan. Hal inimenjadi masukan bagi penelitian selanjutnya yangjuga tertarik menggunakan hope-based interventionuntuk menurunkan Ares serta meningkatkan harapandan subjective well-being, untuk mempertimbangkanadanya pemberian tugas, aktivitas ataupun materiyang lebih berfokus pada Ares karena modul hope-based intervention yang diadaptasi dalam penelitianini kurang memiliki tugas, aktivitas maupun materimengenai Ares.

dilakukan dalam setting kelompok dengan pertimbanganbahwa proses terapeutik akan lebih berjalan optimaldengan adanya suatu kondisi interaksional dalamsatu kelompok (Snyder, 2003).

Proses terapeutik kelompok dalam hope-basedintervention menjalin terbentuknya rasa persamaankondisi dan kebersamaan diantara masing-masinganggota kelompok. Partisipan mampu belajarmemandang atau menelaah suatu permasalahandari berbagai sudut pandang yang berbeda. Adanyapersamaan kondisi sakit Diabetes Mellitus yangdialami mampu memotivasi masing-masing partisipanuntuk mencapai tujuan dan impian yang dimiliki,bertahan dengan kondisi dan permasalahan sakityang dialami, meningkatkan kepuasan terhadap diridan keadaan, serta mendorong partisipan untukbefokus pada potensi tanpa berkutat dalam afeksinegatif. Hal ini serupa dengan pendapat Snyder(2003) bahwa hope-based intervention dapatmemberikan kesempatan untuk dapat meningkatkanharapan, membangun kekuatan dan pengalamanhidup yang lebih baik.

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik denganpemberian hope-based intervention diharapkan

Jurnal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahun 201562

older adult outpatients, physical illness anddepression in older adults: A handbook oftheory, research, and practice. New York:Plenum.

Latipun. (2008). Psikologi eksperimen. Malang:

UMM Press.Lopez, S.J., Floyd, R.K., Ulven, J.C., a Snyder,

C.R. (2003). Hope therapy: Helping clientsbuild a house of hope: Theory, measures, andapplications. San Diego: Academic.

Lyubomirsky, S., King, L., a Diener, E. (2005). TheBenefits of frequent positive affect: Doeshappiness lead to success?. PsychologicalBulletin, 6, 803-855. ACSU [on-line]. Diaksespada tanggal 26 Maret 2015 dari http://www.acsu.buffalo.edu./happiness.

Madan, S., a Pakenham, K.I. (2014). The Stress-buffering effects of hope on adjustment tomultiple sclerosis. International Journal ofBehavioral a Medical,21, 877-890.

Mahat, G., Scoloveno, M.A., a Whalen, C. (2002).Positive health practices of urban minorityadolescents. The Journal of School Nursing,18, 163-169.

Marques, Susana C, Lopez, Shane J., a Pais-Ribeiro,J.L. (2009). Building hope for the future: Aprogram to foSter Strengths in middle-schoolStudents. Journal of Happiness Study, 12,139-152.

Parenteau, S.C., Gallant, S. Sarosiek, I., aMcCallum,

R. W. (2006). The role of hope in the psychologicaladjustment of gaStropareutic patients receivingthe gaStric pacemaker: A longitudinal Study.Journal of Clinical Psychology in MedicalSetting, 13, 49-56.

Pattison, N.A., a Lee, C. (2011). Hope againSthope in cancer at the end of life. Journalof Religious Health, 50, 731-742.

Priyatno, D. (2009). Lima jam belajar olah datadengan SPSS 17 for windows. Yogyakarta:Andi Offset.

Redlich, D., Hadas-Lidor, N., Weiss, P., a Amirav,

I. (2010). Mediated learning experienceintervention increases hope of family memberscoping with a relative with severe mentalillness. Community a Mental Health Journal,46, 409-415.

Rosenberg, L. (2010). Hope for people with mentalillness and substance use disorders. Journalof Behavioral Health Service a Research,

Diener, E. (2000). Subjective well-beins: Thescience of happiness and a proposal foe anation index. Washington, DC: AmericanPsychological Association.

Duggleby, W., Holtslander, L, Kylma, J., Hammond,C, a Williams, A. (2010). Metasynthesis ofthe hope experience of family caregivers ofpersons with chronic illmess. QualitativeHealth Research, 20, 148-158. Nice Journal[on-line]. Diakses pada tanggal 15 Pebruari2015 http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/MHAOPEExecutiveSummarv

Eddington, N., a Shuman, R. (2005, AguStus).Subjective Well-being (happiness). Texcpe[on-line]. Diakses pada tanggal 23 Maret2015 dari http://www.texcpe.com/cpe/PDF/cahappiness.pdf.

Feldman, D.B., a Snyder, C. R. (2005). Hope andthe meaningful life: Theoretical and empiricalassociations between goal-directed thinkingand life meaning. Journal of Social and ClinicalPs^chology, 24,401-421.

Healey-Odgen, M.J,. a AuStin, W.J. (2011). Uncoveringthe lived experience of well-being. QualitativeHealth Research, 21, 85-96.

Hellman, CM., Pittman, M.K., aMunoz, R.T. (2013).

The firSt twenty years of the will and the ways:An examination of score reliability di^tributionon Snyder's dispositional hope scale. Journalof Happiness Study, 14, 723-729.

Herth, K. (2009). Fostering hope in terminally illpeople. Journal of Advanced Nursing, 15,1250-1259.

Ho, S.M., Ho, J.W., Pau, B.K., Hui, B.P., Wong, R.S.,

a Chu, A.T. (2012). Hope-based interventionfor individuals susceptible to colorectal cancer:A pilot Study. Familial Cancer Journal, 11,

545-551.

Hurtock, E.B. (5*. ed.). (1997). Psikolgiperkembangan:Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.Jakarta: Erlangga.

Kerlinger, F.N. (2004). (eds.). Asas-AsasPenelitianBehavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.

Koehn, C, O'neill, L, a Sherry, J. (2012). Hope-

focused intervention in substance abusecounselling. International Journal of MentalHealth a Addiction, 10, 441-452.

Klausner, E., Snyder, C. R., a Cheavens, J. (2008).

A hope-based group treatment for depressed

63Jumal Psikoislamika I Volume 12 Nomor 1 Tahuri7015

(2002). The firSt year after breaSt cancerdiagnosis: Hope and coping Strategies aspredictors of adjustment. Psychooncology,11,93-102.

Sugiyono. (2001). Statiftik nonparametrik untukpenelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). StatiStika untuk penelitian.Bandung: Alfabeta.

Taylor, S. (2nd. ed.). (1991). Health psychology.USA: McGraw-Hill.

Thio, I.M., a Elliot, T.R. (2005). Hope, social support,and poStpartum depression: Disentanglingthe mediating effects of negative affectivity.Journal of Clinical Psychology in MedicalSetting, 12, 293-299.

Tkach, C., a Lyubomirsky, S. (2006). How do peoplepursue happiness?: Relating personality,happiness-increasing Strategies, and well-being. Journal of Happiness Studies, 7,183-225.

Vieth, A.Z., Hagglund, K.J., Clay, D.L., Frank,

R.G., Thayer, J.F, Johnson, J.C., a Goldstein,

D.E. (2012). The contribution of hope andaffectivity to diabetes-related disability:An exploratory Study. Journal of ClinicalPsychology in Medical Setting, 4, 65-77.

Weis, R., a Speridakos, E.C. (2011). Psychologyof well-being: A meta-analysis of hopeenhancement Strategies in clinical andcommunity settings. Theory, Research andPractice, 5, 34-44.

WeStburg, N.G., a Guindon, M.H. (2004). Hope,attitudes, emotions, and expectations inhealthcare providers of services to patientsinfected with HIV. AIDS ft Behavioral Journal,8, 158-169.

WHO. (2015, Januari). Chronic ilness task force.WHO [on-line]. Diakses pada tanggal 08Pebruari 2015 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311 /en/.

WHO. (2015, Januari). Diabetes mellitus. WHO[on-line]. Diakses pada tanggal 08 Februari2015 dari http://www.who.int/topics/diabetes/en/

37, 135-146.

Sarwono, S.W.. (2004). Psikologi kesehatan. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Scioli, A., Chamberlin, CM., Samor, CM., LaPointe,

A.B., Campbell, T., a Macleod, A.R. (2013). Aprospective Study of hope, optmism, and health.Psychological Reports, 81, 723-733.

Shorey, H.S., Snyder, C.R., Yang, X., a Lewin, M.R.

(2010). The role of hope as a mediator inrecollected parenting, adult attachment,and mental health. Journal of Social andClinical Psychology, 22, 685-715.

Snyder, C.R., Sympson, S.C., Ybasco, F.C., Borders,

T.R, Babyak, M.A., a Higgins, R.L (1996).Development and validation of the Statehope scale. Journal Personality, Social, andPsychology, 70, 321-335.

Snyder, C.R., Feldman, D.B., Taylor, J.D., Schroeder,

L.L., a Adams, V. (2000). The roles of hopefulthinking in preventing problems and enhancingStrengths. Applied and Preventive Psychology,15, 262-295.

Snyder, C.R., llardi, S.S., Cheavens, J., Michael,

S.T., Yamhure, L, a Sympson, S. (2000). Therole of hope in cognitive-behavior therapies.Cognitive Therapy & Research Journal, 24,747-762.

Snyder, C.R., Harris, C, Anderson, J.R., Holleran,

S.A., Irving, L.M., Sigmon, S.T., dkk. (2005).

The will and the ways: Development andvalidation of an individual-differences measureof hope. Journal of Personality and SocialPsychology, 60, 570-585.

Snyder, C.R., LaPointe, A.B., Crowson, J.J., Jr., a

Early, S. (2003). Preferences of high-hope andlow-hope people for self-referential input.Cognition and Emotion, 12, 807-823.

Snyder, C.R., a Lopez, S.J. (2003). Positivepsychological assessment: A handbook ofmodels and measures.Washington, DC:American Psychological Association.

Snyder, C.R., a Lopez, S.J. (2007). Positivepsychology: The scientific and practicalexplorations of human ^trengths. California:Sage Publications, Inc.

Stanton, A.L., Danoff-Burg, S., a Huggins, M.E.