hiv dengan komplikasi

Upload: myra-miera

Post on 14-Oct-2015

77 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Komplikasi neurologis terhadap pasien HIV

TRANSCRIPT

I. PendahuluanAcquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kondisi yang muncul pada kebanyakan infeksi HIV-1 (Human Immunodeficiency Virus 1) stadium paling lanjut. Hal ini memerlukan waktu bertahun-tahun sejak terinfeksi HIV sampai menjadi AIDS. Walaupun kelainan utamanya terjadi pada sistem kekebalan tubuh, AIDS juga berdampak pada sistem saraf dan dapat mengakibatkan serangkaian besar kelainan saraf yang berat.(1)Virus tidak menyerang sel saraf secara langsung tetapi membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Peradangan yang diakibatkannya dapat merusakanjaringan otak dan saraf-saraf di tulang belakang dan menyebabkan berbagai gejala seperti kebingungan dan pelupa, perubahan perilaku, sakit kepala berat, kelemahan yang berkepanjangan, mati rasa pada lengan dan kaki, dan stroke. Umumnya HIV-1 juga merusak motor kognitif dan saraf perifer. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi HIV-1 secara bermakna dapat mengubah struktur otak tertentu yang terlibat dalam proses pembelajaran dan pengelolaan informasi. Komplikasi sistem saraf yang lain muncul akibat penyakit atau penggunaan obat untuk mengobatinya termasuk nyeri, kejang, ruam, masalah saraf tulang belakang, kurang koordinasi, sulit atau nyeri saat menelan, cemas berlebihan, depresi, demam, kehilangan penglihatan, kelainan pola berjalan, kerusakan jaringan otak dan koma. Gejala ini mungkin ringan pada stadium awal AIDS tetapi dapat berkembang menjadi berat.(1)Meskipun manifestasi utama infeksi dari HIV-1 adalah imunosupresi yang berkembang menjadi AIDS keterlibatan multisistem termasuk semua tingkat saraf juga merupakan bagian dari proses penyakit. Penyakit neurologis terkait HIV-1 yang paling umum pada tahap akhir dari infeksi dengan lebih dari 95 % dari individu yang terinfeksi menunjukkan beberapa keterlibatan neurologis pada saat kematian. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, interval antara timbulnya AIDS dan infeksi awal adalah sekitar 10 tahun. Perkembangan klinis terhadap AIDS disertai dengan peningkatan jumlah viral dan penurunan CD4 + dan limfosit dalam darah. Infeksi oportunistik seperti Pneumocystis pneumoniae, sistem saraf pusat (SSP) toksoplasmosis , atau tumor seperti sarkoma Kaposi atau limfoma SSP biasanya menyebabkan kematian. Semua HIV - 1 berhubungan dengan penyakit neurologis sementara HIV-2, yang terkait erat dengan Simian Immunodeficiency Virus (SIV), tampaknya mengurangi kekebalannya dan mematikan neuron.(2)II. EpidemiologiPara ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. (1,2)Di Amerika Serikat, komplikasi saraf terlihat pada lebih dari 40% pasien AIDS dewasa. Komplikasi ini dapat muncul pada semua usia tetapi cenderung berkembang secara lebih cepat pada anak-anak. Sekitar 62% anak dengan AIDS adalah orang hitam.Di Amerika Serikat, anak dari kelompok minoritas paling terpengaruh oleh AIDS.Infeksi HIV adalah penyebab utama 7 sampai 10 kematian pada anak-anak kulit hitam dan Hispanik di usia remaja. (1,2)Di Asia Tenggara Thailand yang pertama kali melaporkan AIDS pada anak tahun 1988. Meskipun saat ini tingkat prevalens HIV masih tergolong rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensnya saat ini paling tinggi sedunia.Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial. Negara dengan tingkat infeksi tertinggi adalah India, Thailand, Myanmar dan Indonesia.(1,2)Di RSCM hingga tahun 2006 terdapat 150 pasien terinfeksi HIV/AIDS pada anak < 15 tahun, dan 100 anak yang terpapar HIV tetapi tidak tertulari. Pada orang dewasa sampai September 2005 sudah terdapat 8,169 pengidap infeksi HIV. Penderita pria lebih banyak 3 kali lipat dari wanita. Sebagian besar pengidap usia dewasa ini adalah pada usia subur. Dengan kemampuan reproduksi penderita dewasa, akan lahir anak-anak yang mungkin tertular HIV. Bila tidak dilakukan intervensi, dari setiap 100 wanita dewasa pengidap HIV yang hamil dan melahirkan, sebanyak 40-45 anak-anak ini akan tertulari. (1,2)III. EtiologiAgen etiologi dari AIDS, retrovirus, diisolasi pada tahun 1983. Setelah agen diidentifikasi, studi mengkonfirmasikan adanya HIV dengan nama human immunodeficiency virus (HIV) pada tahun 1986 menggunakan serum yang telah dikumpulkan di Afrika Tengah pada tahun 1959 dan Amerika Serikat pada tahun 1968. Namun, tidak sampai awal 1980-an, infeksi HIV-1 mulai mencapai proporsi epidemik. Sejak saat itu, epidemi telah berkembang tanpa henti. Dari awal sampai dengan Desember 2001, diperkirakan 66 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi HIV 1.(3)

Gambar 1: Gambar skematik virion HIV. (4)IV. NeuropatogenesisHuman Immunodeficincy Virus 1 (HIV-1) memiiki genus lentiviral dari keluarga Retroviridae. Lentivirus didefinisikan sebagai penyakit yang relatif lambat. Keragaman molekul virus yang luas selama infeksi HIV-1 memiliki implikasi signifikan karena menghasilkan banyak tipevirus yang berbeda atau spesies dengan berbeda sifat dan patogenisitas. Infeksi HIV-1 pada otak terutama pada sel dari garis keturunan mononuklear fagosit, termasuk makrofag otak, mikroglia, dan sel-sel raksasa berinti banyak. Beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa produk virus dan / atau seluler yang dihasilkan dari makrofag HIV-1-terinfeksi melukai neuron dan menginduksi proliferasi glial selama menginfeksi sistem saraf pusat (SSP).(2,3)Seperti semua virus menginfeksi SSP, neuropatogenesis dari HIV-1 dapat didiskusikan dalam hal (1) neuroinvasi, atau kemampuan untuk memasuki SSP, (2) neurotropisme, atau kemampuan untuk menginfeksi sel-sel otak, (3) neurovirulensi, atau kemampuan untuk menyebabkan penyakit, dan (4) neurosuseptibilitas, atau kerentanan host individu untuk penyakit saraf berdasarkan usia dan latar belakang genetik. Neuropatogenesis HIV-1 sebagian besar merupakan konsekuensi dari imunitas bawaan yang ditingkatkan oleh kegagalan adaptif sel makrofag dan microglia yang disertai disregulasi imun (Gambar 2).(3, 4)Menurut Power, makrofag dan limfosit CD4+ yang terinfeksi HIV-1 mengekspresikan CCR5 atau CXCR4 dan kemudian melintasi sawar darah otak. Setelah memasuki sistem saraf, sel-sel lain dari garis keturunan makrofag atau mikroglia yang terinfeksi atau yang diinduksi melepaskan neurotoksin potensial termasuk sitokin, kemokin, matriks metaloproteinase, asam quinolinic, glutamat, dan nitrat oksida. Sampai batas tertentu astrosit terinfeksi yang juga mempengaruhi kelangsungan hidup neuron melepaskan neurotoksin potensial.Neurotoksin yang dilepaskan akan menyebabkan kematian neuron.(2,3,4)

Gambar 2: Mekanisme yang mungkin untuk HIV-1 memasuki sistem saraf dan menyebabkan cedera saraf. Inset menunjukkan jalur sinyal potensial dalam makrofag / mikroglia yang melibatkan HIV gp120 induksi gen inflamasi melalui keterlibatan CCR5 dan aktivasi berikutnya dan translokasi nuklir faktor transkripsi, STAT-1.(2)V.DiagnosaMasalah pada sistem saraf terkait infeksi kerap dihadapi oleh dokter beberapa tahun belakangan ini. Maka dibutuhkan suatu program untuk mendiagnosa sekaligus mengedukasi pasien tentang komplikasi dari HIV. Suatu tes HIV yaitu Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan program yang dilalui oleh seseorang yang akan menjalani tes HIV. VCT dikerjakan di klinik yang khusus dibuat untuk melayani VCT.Program ini dirancang agar klien, secara sukarela meminta tes bagi dirinya setelah mendapat informasi yang cukup. Konseling yang dilakukan minimal dua kali, yaitu sebelum tes (pre-test counseling) dan konseling setelah hasil tes diperoleh (post-test counseling).(5)Konseling pra tes mendiskusikan secara mendalam berbagai hal tentang infeksi HIV, faktor risiko dan perjalanan alamiah infeksi HIV. Tanda infeksi oportunistik dan dampak anti retroviral yang dapat merubah perjalanan infeksi HIV dengan menurunkan angka kesakitan dan kematian. Setelah hasil tes keluar, maka klien atau pasien akan mendapatkan konseling pasca tes.(5)Konseling pasca tes mencakup berbagai hal diantaranya, informasi tentang diagnosis klinis lainnya yang ada. Perjalanan penyakit HIV dan terapi anti retroviral (ARV), cara menggunakan ARV beserta efek sampingnya, panduan pola hidup sehat dan pencegahan penularan HIV. Pasien yang menunjukkan hasil tes negative juga harus menjalani konseling paska tes, pada keadaan ini disampaikan tentang bagaimana mencegah infeksi HIV. Bila terdapat faktor risiko infeksi HIV didiskusikan bagaimana merubah perilaku atau mengurangi dampak buruk perilaku tersebut (harm reduction).(5)Berdasarkan hasil rekam medis pasien dan pemerikaan fisik secara umum, dokter akan melakukan pemeriksaan saraf secara menyeluruh untuk menilai berbagai fungsi saraf: kemampuan motorik dan sensorik, fungsi saraf, pendengaran dan berbicara, penglihatan, koordinasi dan keseimbangan, status kejiwaan,perubahan perilaku atau suasana hati.(1)Dokter mungkin meminta tes laboratorium dan satu atau lebih tindakan di bawah ini untuk membantu diagnosis kerumitan neurologi terkait HIV. Banyak tes skrining yang sekarang tersedia untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV. Kebanyakan dari mereka didasarkan pada immunoassay enzim-linked (ELISA atau EIA), yang telah terbukti sangat sensitif. Namun, ada kejadian kecil reaksi positif palsu, terutama ketika tes ini digunakan untuk menyaring orang-orang yang berisiko rendah terhadap infeksi HIV. Tes EIA yang semuanya positif harus diulang. Tes Western Blot yang mengidentifikasi antibodi spesifik untuk protein virus, lebih spesifik daripada tes EIA dan digunakan untuk mengkonfirmasi tes skrining positif. Tes Western blot harus diulang bulanan untuk beberapa bulan untuk mendeteksi konsentrasi peningkatan antibodi. Tes baru menggunakan antigen yang telah dimurnikan, sedang dikembangkan dan harus lebih spesifik daripada yang saat ini tersedia.(1)Pemetaan dibantu computer dapat mengungkap tanda peradangan otak, tumor dan limfoma SSP, kerusakan saraf, perdarahan dalam, sumsum otak yang tidak biasa, dan kelainan otak lain. Beberapa tindakan pemetaan yang tidak menyakitkan dipakai untuk membantu diagnosis komplikasi neurologi terkait HIV.(6) Computed tomography (juga disebut CT scan) memakai sinar X dan komputer untuk menghasilkan gambar tulang dan jaringan, termasuk peradangan, kista dan tumor otak tertentu, kerusakan otak karena cedera kepala, dan kelainan lain. CT scan menyediakan hasil yang lebih rinci dibandingkan rontgen saja.(6) Magnetic resonance imaging(MRI) memakai komputer, gelombang radio dan bidang magnetik yang kuat untuk menghasilkan gambar tiga dimensi secara rinci atau potongan struktur tubuh dua dimensi, termasuk jaringan, organ, tulang dan saraf. Tes ini tidak memakai radiasi ionisasi (serupa dengan rontgen) dan memberi tampilan jaringan dekat tulang yang lebih baik.(6) Functional MRI (fMRI) memakai unsur magnetik darah untuk menentukan wilayah otak yang aktif dan untuk mencatat berapa lama wilayah tersebut tetap aktif. Tes ini dapat menilai kerusakan otak dari cedera kepala atau kelainan degeneratif contohnya penyakit Alzheimer, dan dapat menentukan serta memantau kelainan neurologi lain, termasuk demensia kompleks terkait AIDS.(6) Magnetic resonance spectroscopy (MRS) memakai medan magnet yang kuat untuk meneliti komposisi biokimia dan konsentrasi molekul berbasis hidrogen yang beberapa di antaranya sangat khusus terhadap sel saraf di berbagai wilayah otak. MRS dipakai sebagai percobaan untuk menentukan lesi otak pada pasien AIDS.(6) Elektromiografi atau EMG, dipakai untuk mendiagnosis kerusakan saraf dan otot (misalnya neuropatidan kerusakan serat saraf yang disebabkan oleh HIV) dan penyakit saraf tulang belakang. Tes inimencatat kegiatan otot secara spontan dan kegiatan otot yang digerakkan oleh saraf perifer.(6) Biopsi adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan tubuh. Biopsi otak, yang melibatkan pengangkatan sebagian kecil otak atau tumor dengan bedah, dipakai untuk menentukan kelainan dalam tengkorak dan tipe tumor. Berbeda dengan kebanyakan biopsi lain, biopsi otak memerlukan rawat inap.(6) Biopsi otot atau komplikasi saraf terkait AIDS saraf dapat membantu mendiagnosis masalah saraf otot, sementara biopsi otak dapat membantumendiagnosis tumor, peradangan dan kelainan lain. Analisis cairan sumsum tulang belakang dapat mendeteksi segala perdarahan atau hemoragi otak, infeksi otak atau tulang belakang (misalnya neurosifilis), dan penumpukan cairan yang berbahaya. Contoh cairan diambil dengan jarum suntik dengan bius lokal dan diteliti untuk mendeteksi kelainan.(6)

VI. KomplikasiGangguan terkait AIDS dari sistem saraf dapat disebabkan langsung oleh virus HIV (demensia HIV dan neuropati sensorik HIV) dan infeksi oportunistik tertentu yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus lain yang tidak akan berdampak pada orang dengan sistem kekebalan yang sehat (toksoplasmosis otak, meningitis tuberkulosis, dan meningitis kriptokokkus), atau efek toksik dari obat yang digunakan untuk mengobati gejala. Gangguan saraf lain terkait AIDS yang tidak diketahui asalnya mungkin dipengaruhi oleh tetapi tidak disebabkan langsung oleh virus.(7)Infeksi primer (serokonversi) dapat hadir sebagai penyakit neurologis. Hanya 1-4 persen dari pasien akan mendapat penyakit saraf akut saat ini tetapi penemuan gejala penyakit ini sangat penting untuk disesuaikan dengan follow-up dan pengobatan. Investigasi dan pengobatan yang identik dilakukan terkait dengan penyakit non-HIV. Secara umum, patologi terkait HIV bermanifestasi sebagai kronis dan progresif lambat ketika kombinasi terapi antiretroviral terbatas atau tidak ada efek dan di mana faktor-faktor tambahan, termasuk co-morbiditas pada usia memainkan peran.(7)A. Toksoplasmosis otakEnsefalitis toksoplasma, juga disebut toksoplasmosis otak, muncul pada sekitar 10 persen pasien AIDS yang tidak diobati dan sekitar 80 persen pada manusia sehat bersifat asimtomatis. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii yang merupakan parasit intraselular dibawa oleh kucing, burung, dan hewan lain dan dapat ditemukan di tanah yang terkontaminasi oleh kotoran kucing dan kadang-kadang dalam daging mentah atau setengah matang. Perjalanan penyakit toksoplasmosis otak biasanya berlangsung subakut pada pasien HIV stadium lanjut atau memiliki jumlah sel CD4 < 200 sel/UL. Keluhan dan gejala klinis termasuk penurunan kesedaran, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi pengobatan, defisit neurologis fokal seperti kelemahan pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah dengan berbicara dan berjalan, muntah, dan perubahan kepribadian berkembang progresif dalam kurun waktu 1-4 minggu. Dapat juga ditemukan awitan akut pada sepertiga kasus.(5,7,8)Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodens pada CT-scan atau hipointens pada MRI. Lesi ini bersifat menyangat kontras berbentuk cincin dan disertai edema dan efek massa pada jaringan otak di sekitarnya. Biasanya dapat dijumpai lesi yang multipel walaupun demikian lesi tunggal atau lesi yang tidak menyangat kontras juga dapat dijumpai (Gambar 3). (5)

Gambar 3: Lesi pada toksoplamosis otak.(7)

Diagnosis definif toksoplasmosis dibuat berdasarkan pemeriksaan patologi anatomis melalui biopsi otak. Dalam klinis sebagian besar diagnosis toksoplasmosis otak merupakan diagnosis presumtif. Diagnosis presumtif dibuat pada pasien yang mendapat terapi empiris antitoksoplasma dan menunjukkan perbaikan klinis dan neuroimaging.(5)

B. Meningitis Tuberkulosis (MTB)Di Indonesia hamper 50 persen pasien dalam stadium AIDS menderita tuberkulosis. Karena itu MTB selalu ada dalam diagnosis diferensial pasien AIDS dengan simtom susunan saraf pusat. Pada pasien HIV dengan lesi fokal otak, selain toksoplasmosis otak maka MTB merupakan diagnosis diferensial yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Diagnosis sama dengan Tuberkulosis pada umumnya.(4)Pada mereka dengan neuro-tuberkulosis, hidrosefalus residual adalah umum dan infark terjadi pada lebih dari 50 persen pasien HIV. Beberapa manifestasi MTB termasuk meningitis, tuberkuloma, abses otak, ensefalitis, miloradikulopati, abses tulang belakangdan TB tulang belakang.(8)Dua jenis infeksi mikobakteri cenderung mempersulit tuberkulosis AIDS yaitu Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium avium-intracellulare. Penyalahgunaan narkoba dan pasien AIDS di negara-negara mundur lebih tinggi proporsi individu imunosupresi yang mengembang menjadi MTB. Infeksi mikobakteri atipikal biasanya terkait dengan lesi serebral dan respon yang buruk terhadap terapi.(2)C. Meningitis KriptokokusMeningitis kriptokokus (MK) terlihat pada sekitar 10 persen dari individu yang tidak diobati dengan AIDS dan pada orang lain dengan sistem kekebalannya sangat tertekan oleh penyakit atau obat-obatan. Hal ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans yang umum ditemukan pada tanah dan tinja burung. Gejala klinis seringkali tidak jelas atau samar-samar. Biasanya dijumpai gejala prodromal selama 2-4 minggu. Gejala awal berupa demam dan sakit kepala. Jamur pertama-tama menyerang paru-paru dan menyebar ke menutupi otak dan sumsum tulang belakang menyebabkan peradangan. Tanda peningkatan tekanan intrakranial brupa sakit kepala berat dan persisten seringkali merupakan gambaran klinis yang menonjol. Tanda klasik meningitis berupa kaku kuduk tidak selalu dijumpai. Ada juga pasien datang dengan keluhan kognitif dan kelemahan umum. Jika tidak diobati, pasien dengan meningitis kriptokokus dapat jatuh dalam koma dan meninggal.(2,5,8)Neuroimaging tidak banyak membantu dalam diagnosis MK. Diagnosis MK melalui pemeriksaan cairan serebrospinal, yaitu dengan pewarnaan tinta India dan kultur. (5)D. Demensia HIVDementia HIV atau enselopati HIV adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan gangguan kognitif dan motorik yang menyebabkan hambatan menjalankan aktivitas hidup sehari-hari. Selain itu juga dijumpai bentuk klinis yang lebih ringan walaupun penderita masih dapat menjalankan aktivitas sehari-harian yang disebut sebagai HIV-associated minor cognitive / motor disorder (MCMD) atau keluhan kognitif ringan yang umum dan disebut HIV-terkait gangguan neurokognitif (HAND). Pengujian neuropsikologis dapat mengungkapkan defisit halus bahkan tanpa adanya gejala.(2,5,8)Manifestasi awal gangguan kognitif atau demensia terkait HIV (HAD) sangat samar, seringkali disalahartikan sebagai depresi, pengaruh alkohol, narkoba atau manifestasi penyakit opurtunistik. Gejalanya dimulai dengan gangguan memori dan kelambatan psikomotor. Keluhan pada tahap dini yang sering dijumpai adalah mudah lupa, sukar berkonsentrasi, apatis, hilangnya libido dan menarik diri dari kehidupan sosial. Seringkali dijumpai masalah dalam memahami alur suatu percakapan, sulit memahami cerita baik saat membaca atau menonton film. Timbul kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari yang bersifat kompleks. Lupa terhadap perjanjian yang sudah dibuat, lupa waktu minum obat dan lain sebagainya. (2,5,7,8)Demensia kompleks terkait AIDS (ADC) merupakan keluhan motorik yang dapat dijumpai pada tahap awal adalah kelambanan motorik, kesukaran menulis dan gangguan berjalan. Gangguan gait merupakan manifestasi awal motorik yang paling sering dijumpai, namun sering luput dari pengamatan. Bila tidak diobati, ADC dapat berakibat fatal. (2,3,5,8)Diagnosis demensia pada HIV tidak mudah untuk dibuat karena banyaknya kemungkinan etiologi lain yang dapat menimbulkan manifestasi gangguan kognitif, perilaku dan motorik pada penderita HIV. Petunjuk gejala klinis pada seperti dibawah dapat digunakan dalam membantu diagnosis demensia HIV. (5)

1. Serologi HIV positif.2. Terdapat gangguan yang bersifat progresif: kognitif, perilaku, memori dan perlambatan mental.3. Pemeriksaan neurologis: gambaran gejala neurologis yang bersifat difus, perlambatan rapid eye movement dan motorik ekstremitas, hiperrefleksia, hipertonia dan dijumpai release sign.4. Pemeriksaan neuropsikologi: impairment pada dua jenis pemeriksaan yaitu fungsi lobus frontal, kecepatan motorik dan memori non-verbal.5. Cairan otak: tidak dijumpai bukti infeksi.6. Pemeriksaan neuroimaging: perlu memastikan tidak ada lesi fokal yang menimbulkan efek massa, biasanya terlihat otak yang atrofi.7. Tidak dijumpai penyakit psikiatri mayor dan intoksikasi.8. Tidak dijumpai gangguan metabolic; hipoksemia, sepsis dan lain-lain.9. Tidak dijumpai penyakit opurtunistik otak yang aktif.E. Neuropati sensorik HIVOrang dengan AIDS mungkin menderita berbagai bentuk neuropati namun neuropati sensorik merupakan gangguan saraf perifer yang paling banyak ditemukan pada pasien AIDS. Neuropati sensorik perifer menggambarkan kerusakan pada saraf perifer, jaringan komunikasi yang luas yang mengantar informasi antara otak dan sumsum tulang belakang ke setiap bagian lain dari tubuh. Saraf perifer juga mengirim informasi sensorik kembali ke otak dan sumsum tulang belakang. HIV merusak serat saraf yang membantu melakukan sinyal dan dapat menyebabkan neuropati sensorik. Sensori distal polineuropati menyebabkan rasa baal, parastesia atau dysesthesia sampai terbakar yang menyakitkan atau kesemutan yang biasanya mulai pada telapak kaki. Sensasi ini mungkin sangat kuat di malam hari dan dapat menyebar ke tangan. Orang yang terkena dampak memiliki kepekaan yang meningkat terhadap nyeri, sentuhan atau rangsangan lain. (2,5,8)Diagnosa neuropati sensorik HIV bisa ditegakkan apabila adanya rasa baal, nyeri, dysthesia dan paresthesia pada kaki. Refleks tendon achiles menurun atau tidak timbul serta adanya sensasi vibrasi yang diperiksa dengan garpu tala pada maleolus medial berkurang atau tidak timbul. Pada pemeriksaan EMG didapatkan gambaran neuropati sensorik tipe axonal.(5)VII. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan tunggal yang dapat menyembuhkan komplikasi neurologi terkait AIDS melainkan diberikan obat anti retroviral. Beberapa kelainan membutuhkan terapi secara agresif, sementara lainnya diobati sesuai gejala (Tabel 1).(1,2,4,7,8,9)Tabel 1 : Komplikasi yang dialami serta pengobatan terkait sesuai gejala. (1,2,4,7,8,9)Komplikasi Dari HIVTerapi

Toksoplasmosis otak1. Pirimetamin 50-75 miligram / hari2. Sulfadiazine 2-4 gram / hari

Meningitis Tuberkulosis (MTB)1. INH: 10 miligram / kilogram BB / hari (maksimum 300 miligram) selama 69 bulan2. Rifampisin: 15-20 miligram /kilogram BB / hari (maksimum 600 mg) selama 6-9 bulan3. Pirazinamid: 35 miligram /kilogram BB / hari (maksimum 2000 miligram) selama 2 bulan pertama4. Etambutol: 15-25 miligram /kilogram BB / hari (maksimum 2500 mg) atau5. Streptomisin: 30-50 miligram /kilogram BB / hari (maksimum 1 gram) selama 2 bulan6. Prednison 12 miligram /kilogram BB / hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24 minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 23 minggu

Meningitis Kriptokokus1. Amphotericin B 0.7-1 miligram / kilogram / hari untuk 2 minggu2. Flucytosine 100 miligram /kilogram / hari dibagi dalam 4 dosis, kemudian diikuti dengan3. Fluconazole 400 mg/hari untuk minimal 8-10 minggu

Demensia HIV1. Haldol (haloperidol) untuk mengurangi gejala dari demensia HIV2. Ritalin (methylphenidate) umengurangi gejala apati, kurang energi, konsentasi, dan nafsu makan3. Thorazine (chlorpromazine) dan Mellaril (thioridazine) untuk mengontrol agitasi4. Ativan (lorazepam) and Valium (diazepam) untuk mengontrol kecemasan.

Neuropati sensorik HIV1. Antikonvulsan (gabapentin atau pregabalin)2. Antidepresan (selective serotonin-norepinephrine reuptake inhibitors, SNRI seperti duloxetine atau venlafaxine serta trisiklik antidepresan, TCA).3. Agen topikal (capsaicin atau krim atau patch lidocaine) 4. NSAIDs atau asetaminofen5. Opioid

Nyeri neuropatik seringkali sulit untuk dikontrol. Beragam obat dari analgesik yang dijual sampai obat antiepilepsi dan beberapa golongan antidepresan. Jaringan yang meradang dapat menekan saraf, menyebabkan rasa sakit. Kondisi inflamasi dan autoimun yang menyebabkan neuropati mungkin dapat diobati dengan kortikosteroid, dan tindakan misalnya plasmaferesis atau pertukaran plasma yaitu membersihkan darah dari zat-zat berbahaya yang menyebabkan peradangan dapat dilakukan.(7)Pilihan pengobatan untuk AIDS dan gangguan neuropsikiatri atau psikotik terkait HIV termasuk antidepresan dan antikejang. Psikostimulan mungkin juga memperbaiki gejala depresi dan melawan kelesuan. Obat antidemensia mungkin menghilangkan kebingungan dan memperlambat penurunan mental, dan benzodiazepin dapat diresepkan untuk mengobati kecemasan. Psikoterapi juga dapat membantu beberapa individu.(1,9)Anti Retroviral Therapy (ART) agresif digunakan untuk mengobati demensia kompleks terkait AIDS, miopati vakuolar, PML progresif, dan ensefalitis cytomegalovirus. ART yang sangat aktif, menggabungkan setidaknya tiga obat untuk mengurangi jumlah virus yang beredar dalam darah dan mungkin juga menunda permulaan beberapa infeksi.(1,2,8,9)Pilihan pengobatan lainnya untuk AIDS termasuk terapi fisik dan rehabilitasi, terapi radiasi dan / atau kemoterapi untuk membunuh atau mengecilkan tumor otak kanker yang mungkin disebabkan oleh virus HIV, obat antijamur atau antimalaria untuk melawan infeksi bakteri tertentu yang terkait dengan gangguan tersebut, dan penisilin untuk mengobati neurosifilis.(4, 5)VIII. Prognosis Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis seperti usia, sisa pilihan pengobatan antivirus, respons infeksi oportunistik terhadap terapi, perkembangan komplikasi diobati, status fungsional, status gizi, jumlah CD4+, dan jumlah virus HIV.Dalam era pra-ART kelangsungan hidup rata-rata untuk orang dengan jumlah CD4 < 50 sel/mm3 berkisar antara 12-27 bulan, dan pasien dengan jumlah CD4 < 20 sel/mm3 memiliki hidup rata-rata 11 bulan. Rentang ini terlalu berlaku untuk pasien kontemporer off ART karena kurangnya akses, efek samping, masalah kepatuhan, atau resistensi multidrug. Meskipun individu dapat memiliki perbaikan klinis yang dramatis dan prognosis yang lebih menguntungkan jika mereka melanjutkan ART atau obat-obatan baru dan efektif menjadi tersedia.(6)

REFERENSI1.Ropper AH, Brown RH. Viral Infections of the nervous system, chronic meningitis, prion disease. In: Ropper AH, Brown RH, editors. Adam & Victor's Principle of Neurology. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 645-8.

2.Power C, Marle Gv. The neuroimmunology of HIV infection. In: Antel J, Bimbaum G, Hartung H-P, Vincent A, editors. Clinical Neuroimmunology. 2nd ed: Oxford University Press; 2005.

3.Boisse L, Gill MJ, Power C. HIV Infection of the Central Nervous System: Clinical Features and Neuropathogenesis. Elsevier Saunders Neurologic Clinics. 2008;26:799-819.

4.Belman AL, Maletic-Savatic M. Human Immunodeficiency Virus and Acquired Immunodeficiency Syndrome. In: Goetz CG, editor. Textbook of Clinical Neurology. 3rd ed. Chicago: Saunders Elsevier; 2007.

5.Imran D. Neuro-AIDS. In: Sudewi AR, Sugianto P, Ritarwan K, editors. Infeksi pada sistem saraf. 1st ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2011.

6.Post MJD, Tate LG, Quencer RM, Hansley GT, Berger JR, Sheremata WA, Maul G. CT,MR and Pathology in HIV encephalitis and meningitis. American Roetgen Ray Society. 1988:AJR:151, 373-80

7.Hogan C, Wilkins E. Neurological complications in HIV. Clinical Medicine. 2011;11(6):571-5.

8.Robertson K, Kopnisky K, Mielke J, Appia K, Hall C, Price R, et al. Assessment of neuroAIDS in Africa. Journal of NeuroVirology. 2005;11(1):7-16.

9.Luetkemeyer AF, Havlir DV, Currier JS. CROI 2013: Complications of HIV Disease, Viral Hepatitis,and Antiretroviral Therapy. IASUSA Topics in Antiviral Medicine. 2013;21(2).

10.Oppenheim S. Prognosis in HIV and AIDS. Medical College of Winconsin. 2009;213.

13