hiv anak referat

Upload: nobumblebee

Post on 03-Jun-2018

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    1/32

    1

    PENDAHULUAN

    Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan

    perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang

    dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan. Kasus HIV dan AIDS

    merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah orang yang dilaporkan jauh lebih sedikit

    dibandingkan dengan yang sebenarnya.

    Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang

    dewasa homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. Enam tahun kemudian (1989), AIDS

    sudah merupakan penyakit yang mengancam kesehatan anak di Amerika. Di seluruh dunia,

    AIDS menyebabkan kematian lebih dari 8000 orang setiap hari, yang berarti 1 orang setiap10 detik. Karena itu infeksi HIV diangggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu

    jenis agen infeksius.

    Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS telah mematikan >25 juta orang. Setiap tahun

    diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500000 diantaranya adalah anak dibawah

    umur 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di Negara

    terbelakang dan berkembang, 700.000 diantaranya terjadi pada anak-anak. Dengan angka

    transmisi sebesar ini maka dari 37.8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005,

    terdapat 2.1 juta anak-anak dibawah 15 tahun.

    Di Indonesia, berdasarkan estimasi Depkes dan KPAN, pada tahun 2006, Penularan

    HIV saat ini sudah terjadi lebih awal, dimana kelompok usia produktif (15-29 tahun) banyak

    dilaporkan telah terinfeksi dan menderita AIDS. Berdasarkan laporan Depkes, lebih dari 50%

    kasus AIDS dilaporkan pada usia 15-29 tahun sedangkan 2.35% kasus AIDS dilaporkan pada

    usia kurang dari 15 tahun.

    Jika dilihat cara penularannya, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual

    (baik heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu mencapai 60%.

    Sedangkan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan sisanya tertular melalui melalui ibu dan

    anak (kehamilan), transfusi darah dan melalui pajanan saat bekerja.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    2/32

    2

    Definisi

    HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat

    menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga

    dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari

    gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun1.

    AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh

    oleh virus yang disebut HIV. Menurut DEPKES 1997, AIDS disebut sebagai cacat kekebalan

    tubuh. Menurut Weber (1986) AIDS adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan

    parah dan tidak bisa diobati pada sistem imunitas sehingga mudah terjadi infeksi

    oportunistik2.

    Epidemiologi

    Kasus HIV dan AIDS merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah orang yang

    dilaporkan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang sebenarnya. Berdasarkan estimasi

    Depkes dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), pada tahun 2006, jumlah orang dengan

    HIV dan AIDS di Indonesia terdapat sebanyak 193,030 orang. Presentasi kumulatif kasus

    AIDS di Indonesia pada usia produktif di Indonesia mencapai 53.58%. Sedangkan presentasi

    kumulatif kasus AIDS di Indonesia pada kelompok usia di bawah 19 tahun sebanyak 5.43%

    dari seluruh populasi8.

    Jika dilihat cara penularannya, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual

    (baik heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu mencapai 60%.

    Sedangkan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan lainnya tertular melalui melalui ibu dan

    anak (kehamilan) serta transfusi darah.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    3/32

    3

    Tabel 1.1Persentase kumulatif Kasus AIDS di Indonesia berdasarkan kelompok

    umur s.d Maret 2009

    Sumber : laporan triwulan DEPKES.

    Meskipun jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan pada kelompok anak masih

    rendah, namun anak sangat rentan tertular HIV/AIDS. Penularan infeksi HIV dari Ibu ke

    Anak merupakan penyebab utama infeksi HIV pada anak usia di bawah 15 tahun. Sejak HIV

    menjadi pandemic di dunia, diperkirakan 5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Hampirsebagian besar penderita tersebut tertular melalui penularan dari ibu ke anak. Setiap tahun

    diperkirakan lebih dari 800.000 bayi menjadi terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke

    anak. Dan diikuti adanya sekitar 610.000 kematian anak karena virus tersebut.

    Di Indonesia menurut Ditjen PPM dan PL Departemen kesehatan tercatat 3568 kasus

    HIV/AIDS pada akhir bulan Desember 2002. Terdapat 20 anak dengan infeksi HIV yang

    tertular ibunya. Penelitian yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu dan Bagian kebidanan

    FKUI/RSCM selama tahun 1999-2001 melakukan pemeriksaan pada 558 ibu hamil di daerah

    miskin di Jakarta, menunjukkan hasil sebanyak 16 orang (2,86%) mengidap infeksi HIV.

    Wanita sering tertular infeksi HIV melalui hubungan heterosexual dengan pasangan

    yang terinfeksi atau melalui penggunaan obat-obatan, Meningkatnya infeksi HIV pada anak

    adalah karena akibat penularan selama perinatal (periode kehamilan, selama dan setelah

    persalinan). Lebih dari 90% AIDS pada anak yang dilaporkan tahun 1994 terjadi karena

    transmisi dari ibu hamil ke anak.. Penularan terhadap bayi bisa terjadi selama kehamilan,

    persalinan atau postnatal melalui ASI.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    4/32

    4

    Angka kejadian penularan dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 20% 30%.

    Penularan HIV dari ke janin bila tanpa dilakukan intervensi dilaporkan berkisar antara 15

    45%. Resiko penularan di negara berkembang sekitar 21% 43%, lebih tinggi dibandingkan

    resiko penularan di negara maju sekitar 14%-26%. Penularan dapat tejadi saat kehamilan,

    intrapartum, dan pasca persalinan. Resiko infeksi penularan terbanyak terjadi saat persalinan

    sebesar 18%, di dalam kandungan 6% dan pasca persalinan sebesar 4%.

    Etiologi, Penularan dan Faktor Resiko

    1. Human Immunodefiency VirusVirus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan namaHuman Immunodeficiency

    Virus merupakan suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamiliLentiviridae. Sampai

    sekarang baru dikenal 2 subtipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-2 yang juga disebut

    lymphadenopathy associated virus type-2 (LAV-2) yang sampai sekarang hanya dijumpai

    pada kasus AIDS atau orang sehat di Afrika3.

    Spektrum penyakit yang menimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1 sebagai

    penyebab Auto Immunodeficency Disease Syndrome (AIDS) yang tersering, dulu dikenal

    sebagai human T cell-lymphotrophic virus type III (HTLV-III) lymphadenopathy-associated

    virus (LAV) danAIDS-associated virus. Secara morfologik HIV-1 berbentuk bulat dan terdiri

    atas bagian inti (core) dan selubung (envelope)3.

    Inti dari virus sendiri terdiri dari suatu protein, sedang selubungnya terdiri dari suatu

    glikoprotein. Protein dari inti terdiri dari genom RNA dan enzim reverse transcriptase yang

    dapat mengubah RNA menjadi DNA pada waktu replikasi virus. Genom virus pada dasarnya

    terdiri dari gen, bertugas memberikan kode baik bagi pembentukan protein inti, enzim

    reverse transcriptase maupun glikoprotein dari selubung. Terdapat juga gen lain yang

    berfungsi mengatur sintesis, kemampuan infeksi (infeksisistas), replikasi dan fungsi yang lain

    dari virus seperti gen Tat, Rev, Env,Nef dan gen tambahan lainnya. Bagian envelope yang

    terdiri dari glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada terjadinya infeksioleh

    karena mempunyai afinitas yang bersar terhadap reseptor spesifik dari sel penjamu3.

    Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris

    dalam virion matur. Nukleoid yang berbentuk papan dan bersifat diagnostik dapat terlihat

    pada mikrograf elektron dalam partikel ekstraseluler yang terbelah pada sudut yang tepat3.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    5/32

    5

    .

    Gambar 1.1Struktur Virus HIV

    Sumber :http://stanleychien.tripod.com/hiv.html

    Cara Penularan

    Cara penularan HIV yang paling penting pada anak adalah dari ibu kandungnya yang

    sudah mengidap HIV baik saat sebelum dan sesudah kehamilan. Penularan lain yang juga

    penting adalah dari transfusi produk darah yang tercemar HIV, kontak seksual dini pada

    perlakuan salah seksual atau perkosaan anak oleh penderita HIV, prostitusi anak, dan sebab-

    sebab lain yang buktinya sangat sedikit.

    Meskipun HIV dapat ditemukan pada cairan tubuh pengidap HIV seperti air ludah

    (saliva) dan air mata serta urin, namun ciuman, berenang di kolam renang atau kontak sosial

    seperti pelukan dan berjabatan tangan, serta dengan barang yang dipergunakan sehari-hari

    http://stanleychien.tripod.com/hiv.htmlhttp://stanleychien.tripod.com/hiv.html
  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    6/32

    6

    bukanlah merupakan cara untuk penularan. Oleh karena itu, seorang anak yang terinfeksi

    HIV tetapi belum memberikan gejala AIDS tidak perlu dikucilkan dari sekolah atau

    pergaulan.

    2. Penularan dari Ibu ke AnakIbu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan virus tersebut ke bayi yang

    dikandungnya. Cara transmisi ini dinamakan juga transmisi secara vertikal. Transmisi dapat

    terjadi melalui plasenta (intrauterin) intrapartum, yaitu pada waktu bayi terpapar dengan

    darah ibu atau sekret genitalia yang mengandung HIVselama proses kelahiran, dan post

    partum melalui ASI. Transmisi dapat terjadi pada 20-50% kasus.

    Faktor prediktor penularan adalah stadium infeksi ibu, kadar Limfosit T CD4 dan jumlah

    virus pada tubuh ibu, penyakit koinfeksi hepatitis B, CMV atau penyakit menular seksual lain

    pada ibu, serta apakah ibu pengguna narkoba suntik sebelumnya dan tidak minum obat ARV

    selama hamil. Proses intrapartum yang sulit juga akan meningkatkan transmisi, yaitu lamanya

    ketuban pecah, persalinan per vaginam dan dilakukannya prosedur invasif pada bayi. Selain

    itu prematuritas akan meningkatkan angka transmisi HIV pada bayi.

    HIV dapat diisolasi dari ASI pada ibu yang mengandung HIV di dalam tubuhnya baik

    dari cairan ASI maupun sel-sel yang berada dalam cairan ASI (limfosit, epitel duktus

    laktiferus). Risiko untuk tertular HIV melalui ASI adalah 11-29%. Bayi yang lahir dari ibu

    HIV (+) dan mendapat ASI tidak semuanya tertular HIV, dan hingga kini belum didapatkan

    jawaban pasti; tetapi diduga IgA yang terlarut berperan dalam proses pengurangan antigen.

    WHO menganjurkan untuk negara dengan angka kematian bayi tinggi dan akses terhadap

    pengganti air susu ibu rendah, pemberian ASI eksklusif sebagai pilihan cara nutrisi bagi bayi

    yang lahir dari ibu HIV (+). Transmisi melalui perawatan ibu ke bayinya belum pernah

    dilaporkan.

    3. Transfusi DarahPenularan dapat terjadi melalui transfusi darah yang mengandung HIV atau produk darah

    yang berasal dari donor yang mengandung HIV. Dengan sudah dilakukannya skrining darah

    donor untuk HIV, maka transmisi melalui cara ini menjadi jauh berkurang.

    4. Penggunaan Obat SuntikanPenularan melalui cara ini terutama ditemukan pada penyalahguna obat intravena yang

    menggunakan jarum suntik bersama. Sekali tertulari, maka seorang pengguna akan dapat

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    7/32

    7

    menulari pasangannya melalui hubungan seksual. Untuk mengantisipasi tersebarnya aneka

    penyakit melalui cara ini, di banyak negara maju sudah dilakukan program harm reduction

    bagi pengguna narkoba dengan membagikan jarum suntik steril pada pemakai.

    Kasus penularan HIV melalui injeksi yang terkontaminasi dan transfusi darah yang tidak

    terdeteksi terjadi di Romania antara 1987 hingga 1991 dimana lebih dari 10.000 bayi dan

    anak-anak terinfeksi HIV akibat prosedur medis yang tidak aman. Di tahun 2006 2008

    penggunaan jarum suntik yang tidak steril mengakibatkan infeksi HIV pada 119 anakdi

    Kazakhstan dan 150 anak di Uzbekistan pada tahun 2007-20085.

    Meskipun statistik resmi menyatakan bahwa injeksi yang tidak aman beresiko

    menularkan HIV sebesar 2.5%, namun prevalensi penularan HIV pada anak-anak bisa 1-3

    kali lebih tinggi dibandingkan wanita di klinik antenatal dan pada satu penelitian sebanyak

    1/5 anak dengan HIV positif yang tidak aktif secara seksual memiliki orangtua yang HIV

    negatif, hal ini menunjukkan kemungkinan penularan lewat prosedur medis yang tidak aman5.

    5. Penularan Melalui Hubungan SeksualPenularan cara ini ditemukan pada anak remaja yang berganti-ganti pasangan seksual,

    atau korban perkosaan, atau prostitusi anak. Penderita AIDS yang berumur 20-an mendapat

    infeksi HIV pada masa remaja.

    Proporsi penularan melalui hubungan seksual pada anak-anak tidak tinggi, namun di

    beberapa negara anak-anak aktif secara seksual pada usia dini. Dari data yang dikumpulkan

    dr. Boyke Dian Nugraha, SpOG, ahli kebidanan dan penyakit kandungan pada RS Dharmais,

    menunjukkan 16 - 20% dari remaja yang berkonsultasi kepadanya telah melakukan hubungan

    seks pranikah. Dalam catatannya jumlah kasus itu cenderung naik; awal tahun 1980-an angka

    itu berkisar 5 - 10%5.

    Selain itu, eksploitasi anak untuk tujuan seksual komersial juga merupakan salah satu

    penyebab tingginya resiko penularan HIV. Walaupun belum ada data akurat berapa jumlah

    anak yang diekploitasi untuk tujuan seksual komersial, namun data yang terkumpul

    mengindikasikan bahwa sejumlah anak telah menjadi korban eksploitasi.

    Patogenesis

    Untuk dapat terjadi infeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel penjamu yaitu

    molekul CD4. Molekul CD4 memiliki afinitas yang besar terhadap HIV, teruatma terhadap

    molekul glikoprotein 120 (gp120) dari selubung virus. Di antara sel tubuh yang memiliki

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    8/32

    8

    molekul CD4, sel limfosit-T memiliki molekul CD4 paling banyak. Oleh karena itu, infeksi

    HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit T. setelah penempelan, terjadi

    dikontinyuitas dari membran sel limfosit-T sehingga seluruh komponen virus harus masuk ke

    dalam sitoplasma limfosit-T kecuali selubungnya9.

    Gambar 2. Siklus Replikasi HIV

    Sumber :http://www.aegis.org/topics/basics/replicationCycleHIV.jpg

    Selanjutnya, RNA dari virus mengalami transkripsi menjadi seuntai DNA dengan

    bantuan reverse transcriptase. Akibat aktivitas enzim RNA-ase H, RNA yang asli

    dihancurkan sedang seuntai DNA yang terbentuk mengalami polimerasi menjadi dua untai

    dNA dengan bantuan enzim polimerase. DNA yang terbentuk ini kemudian pindah dari

    sitoplasma ke dalam inti sel limfosit-T dan menyisip ke dalam DNA sel penjamu dengan

    bantuan enzim integrase, disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam

    keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantung kepada aktivitas

    dan deferensiasi sel penjamu (T-CD4) yang diinfeksinya, sempai kelak terjadi suatu stimulasi

    yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan kecepatan yang tinggi9.

    Stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi (atau ekspresi virus,

    yaitu pembentukan protein atau mRNA virus yang utuh) yang cepat ini masih belum jelas,

    walaupun umumnya diduga dapat terjadi oleh karena bahan mitogen atau antigen yang

    mungkin bekerja melalui sitokin, baik yang terdapat sebelum maupun sesudah terjadinya

    infeksi HIV. Tidak semua sitokin dapat memacu replikasi virus oleh karena sebagian sitokin

    malah dapat menghambat replikasi. Sitokin yang dapat memacu adalah sitokin yang

    umumnya ikut serta mengatur respons imun, seperti misalnya interleukin (IL) 1, 3, 6, tumor

    http://www.aegis.org/topics/basics/replicationCycleHIV.jpghttp://www.aegis.org/topics/basics/replicationCycleHIV.jpg
  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    9/32

    9

    necrosis factor dan , interferon gamma, granulocyte-macrophage colony-stimulating

    factor dan macrophage colony-stimulating factor. Yang bersifat menghambat adalah

    interleukin-4, transforming growth factor dan interferon dan 9.

    Hal lain yang dapat memacu replikasi HIV adalah adanya ko-faktor yang terdiri dari

    infeksi oleh virus DNA seperti virus Epstein-Barr, cytomgalovirus, virus hepatitis B, virus

    herpes simplex, human herpesvirus 6 dan human T-cell lymphotrophic virus tipe 1 atau oleh

    kuman seperti mikoplasma. Oleh karena sitokin dapat dibentuk dan bekerja lokal di dalam

    jaringan tanpa masuk ke dalam sirkulasi, maka konsentrasinya di dalam serum tidak harus

    meningkat untuk dapat menimbulkan pengaruh pada replikasi atau ekspresi HIV di dalam

    jaringan. Oleh karena itu, pada keadaan adanya gangguan imunologik-pun di dalam jaringan

    (terutama di dalam kelenjar limfe) tetap dapat terjadi replikasi atau ekspresi virus. Pada

    penelitian dengan hibridasi in situ dan polymerasi chain reaction (PCR), organ limfoid

    (kelenjar limfe, adenoid dan tonsil), tampaknya memang merupakan tempat hidup dan

    berkembang (reservoir) HIV yang terpenting, baik pada periode akut maupun periode laten

    yang panjang9.

    Hipotesis yang berkembang hingga saat ini sehubungan dengan peran organ limfoid

    dapat dipaparkan sebagai berikut : setelah HIV masuk ke dalam tubuh baik melalui sirkulasi

    atau melalui mukosa, HIV pertama-tama dibawa ke dalam kelenjar limfe regional. Disini

    terjadi replikasi virus yang kemudian menimbulkan viremia dan infeksi jaringan limfoid yang

    lain (multipel) yang dapat menimbulkan limfadenopati subklinis9.

    Sementara itu, sel limfosit-B yang terdapat di dalam stratum germinativum jaringan

    limfoid juga memberikan respons imun yang spesifik terhadap HIV. Hal ini yang

    mengakibatkan terjadinya limfadenopati yang nyata akibat hiperplasia atau proliferasi

    folikular yang ditandai oleh meningkatnya sel dendrit folikular di dalam sentrum

    germinativum dan sel limfosit T-CD4. Akumulasi sel limfosit T-CD4 yang meningkat di

    dalam jaringan limfoid ini selain akibat proliferasi in situ tersebut juga berasal dari migrasi

    limfosit dari luar. Migrasi sel T-CD4 dari luar inilah yang mengakibatkan penurunan sel T-

    CD4 dalam sirkulasi secara tiba-tiba yang merupakan gejala yang khas dari sindrom infeksi

    HIV akut. Di samping itu, sel limfosit-B menghasilkan berbagai sitokin yang dapat

    mengaktifkan dan sekaligus memudahkan infeksi sel T-CD49.

    Pada fase awal dan tengah penyakit, ikatan partikel HIV, antibodi dan komplemen

    terkumpul di dalam jaring-jaring sel dendritik folikular. Sel dendritik folikular ini, pada

    respons imun yang normal berfungsi menjerat antigen yang terdapat di lingkungan sentrum

    germinativum dan menyajikannya kepada sel imun yang kompeten yaitu sel T-CD4 yang

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    10/32

    10

    akhirnya mengalami aktivasi dan infeksi. Seperti telah dikemukakan, HIV di dalam sel T-

    CD4 dapat tinggal laten untuk waktu yang panjang sebelum kemudian mengalami replikasi

    kembali akibat berbagai stimulasi9.

    Pada fase yang lebih lanjut, dengan demikian tidak lagi ditemukan partikel HIV yang

    bebas oleh karena semuanya terdapat di dalam sel. Hal lain yang dapat diamati adalah dengan

    progresivitas penyakit terjadilah degenerasi sel dendrit folikular sehingga hilanglah

    kemampuan organ limfoid untuk menjerat partikel HIV yang berakibat meningkatnya HIV di

    dalam sirkulasi. Hal ini sudah tentu meningkatkan penyebaran HIV ke dalam berbagai organ

    tubuh9.

    Infeksi HIV pada sel limfosit T-CD4 tidak saja berakhir dengan replikasi virus tetapi

    juga berakibat perubahan fungsi sel T-CD4 dan sitolisis, hingga populasinya berkurang.

    Mekanisme disfungsi (perubahan fungsi dan penurunan jumlah) sel limfosit T-CD4 ini

    diduga berlangsung sebagai yang tertera sebagai berikut9.

    1. Pengaruh sitopatik langsungKematian sel inang dapat disebabkan oleh terjadinya akumulasi DNA virus yang tidak

    mengalami integrasi, atau oleh karena sintesis protein sel inang mengalami hambatan. Virus

    HIV, dengan cara yang sama, tidak saja dapat melisiskan sel limfosit T-CD4 yang matang,

    tetapi juga sel-sel yang merupakan T-CD4 cadangan. Virus HIV juga dapat menginduksi sel

    CD4 tertentu sehingga menghasilkan bahan yang bersifat toksik untuk sel limfosit T-CD49.

    2. Pembentukan sinsitiumAdanya molekul gp120 virus pada permukaan sel T-CD4 dapat menyebabkan sel

    tersebut dapat menyatu dengan sel T-CD4 yang sehat dengan membentuk sinsitium sehingga

    terbentuk sel datia dan kemudian menyebabkan kematian sel. Keadaan ini jarang dijumpai in

    vivo. Keadaan in vivo ini mungkin terjadi akibat pengaruh molekul LFA-1 (lymphocyte-

    fucntion-associated antigen-1) yang mempengaruhi adesi leukosit, yang dihasilkan oleh

    limfosit T-CD4 yang terinfeksi HIV9.

    3. Respons imun yang spesifikPenurunan populasi sel T-CD4 dapat pula terjadi akibat respons imun yang spesifik

    terhadap bagian tertentu dari selubung virus. Molekul gp120 dari selubung virus yang bebas

    misalnya, dapat terikat pada sel T-CD4 dan menimbulkan zat imun yang dapat menyebabkan

    sitotoksisitas atau kematian sel T-CD4 setelah berikatan dengan sel pembunuh alami (natural

    killer cells). Pada fase awal, proses ini tampaknya dapat membantu mengatasi bahkan

    mengeliminasi infeksi HIV (protektif), akan tetapi pada fase yang lanjut eliminasi sel yang

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    11/32

    11

    terinfeksi HIV ini (sel T-CD4, sel dendrit folikular dan sel makrofag) malah dapat

    menyebabkan gangguan sistem imun yang makin berat9.

    4. ApoptosisYang dimaksud apoptosis adalah terjadinya kematian sel T-CD4, sebagai reaksi

    terhadap adanya aktivasi sel T-CD4 oleh suatu antigen atau superantigen9.

    5. Mekanisme AutoimunMolekul kelas-II dari MHC (Major Histocompatibility Complex) dari sel penyaji

    antigen ternyata memiliki strutktur yang homolog dengan protein terselubung HIV (gp120

    dan gp41) hingga zat imun terhadap protein terselubung HIv ini dapat berkaitan dengan

    molekul kelas-II dari MHC hingga menghalangi fungsi sel penyaji antigen maupun sel T-

    CD49.

    6. AnergiMolekul CD4 dari sel T-CD4, apabila telah berikatan dengan molekul protein gp120

    dari virus atau dengan kompleks gp120 anti gp120, akan menyebabkan sel T-CD4 tidak dapat

    diaktifkan atau tidak dapat melaksanakan fungsinya lagi (menjadi refrakter) melalui molekul

    CD3 dengan anti CD3. Keadaan refrakter atau anergi ini juga dapat terjadi pada sel

    mononuklar yang terdapat dalam darah perifer yang terinfeksi HIV. Keadaan ini diduga

    terjadi sebagai akibat adanya signal negatif yang diberikan pada sel T-CD4 setelah molekul

    CD4-nya terikat9.

    7. SuperantigenSuperantigen yang berasal dari kuman atau virus (baik dari golongan retrovirus atau

    bukan) yang hanya berikatan dengan rantai beta dari reseptor antigen sel limfosit-T. ikatan ini

    akan mengakibatkan stimulasi yang berlebihan (masif) yang diikuti oleh anergi dari sel-sel

    yang memiliki rantai beta, termasuk sel limfosit T-CD4. Oleh karena itu, bila terdapat

    superantigen, infeksi HIV dapat terjadi lebih mudah. Aktivasi pertama sel T-CD4 terjadi

    akibat terjadinya ikatan molekul CD4 dengan gp120 dari virus atau dengan kompleks gp120-

    anti gp120. Aktivasi kedua yang akhirnya menyebabkan kematian sel T-CD4 adalah sebagai

    akibat reseptor antigen sel T-CD4 berikatan dengan klas-II MHC dari sel penyaji antigen

    yang telah mengikat antigen atau superantigen9.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    12/32

    12

    Gejala Klinis

    HIV tidak langsung memberikan gejala setelah terjadi infeksi karena diperlukan

    waktu untuk terjadinya replikasi virus yang kemudian memegang peran dalam timbulnya

    berbagai gejala klinis dan laboratorium. Masa inkubasi HIV berbeda-beda, tergantung dosis

    infeksi dan daya tahan tubuh inang. Menurut Apradi dan Caspe (1990), pada infeksi yang

    terjadi vertikal lebih dari 50% masa inkubasinya sekitar 1 tahun, 78% sekitar 2 tahun. Pada

    anak-anak lebih besar, masa inkubasi ini umumnya lebih panjang, walaupun lebih pendek

    jika dibandingkan dengan masa inkubas pada orang dewasa. Pada 5% kasus dijumpai masa

    inkubasi yang lebih dari 6-9 tahun. Setelah masa inkubasi timbul gejala prodromal yang

    bersifat non spesifik setelah suatu selang waktu yang berbeda-beda9.

    Gejala Non Spesifik (prodromal) Infeksi HIV9

    Demam Gangguan pertumbuhan Kehilangan berat badan (10% atau lebih) Hepatomegali Limfadenopati (diameter lebih dari 0.5 cm pada 2 tempat atau lebih) Splenomegali Parotitis Diare

    Gejala Spesifik Infeksi HIV9

    Gangguan tumbuh kembang dan fungsi intelek Gangguan pertumbuhan otak Defisit motoris yang progresif yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala berikut : paresis,

    tonus otot yang abnormal, refleks patologis, ataksi atau gangguan melangkah.

    Lymphoid interstisial pneumonitis (LIP)Infeksi sekunder yang terdiri dari :

    a) Infeksi oportunistik seperti : pneumonia oleh pneumocytis carinii, kandidasis,infeksi cryptococcus, infeksi mikobakteria yang atipik.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    13/32

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    14/32

    14

    Subklas Dpenyakit infeksi sekunder Subklas Ekeganasan sekunder Subklas Fpenyakit lain yang mungkin oleh karena infeksi HIV

    Stadium Klinis

    Klasifikasi WHO mengenai penyakit yang berhubungan dengan HIV

    Stadium klinis infeksi HIV menurut WHO ditetapkan sebagai berikut9:

    Stadium klinis 1

    Asimtomatik Limfadenopati generalisata persisten

    Stadium klinis 2

    Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan Erupsi pruritik popular Infeksi virus wart luas Angular cheilitis Moluskum kontagiosum luas Ulserasi oral berulang Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan Eritema ginggival lineal Herpes zoster Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, ,sinusitis,

    tonsillitis )

    Infeksi kuku oleh fungusStadium klinis 3

    Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuatterhadap terapi standar

    Klasifikasi Stadium klinis WHO

    Asimtomatik 1

    Ringan 2Sedang 3

    Berat 4

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    15/32

    15

    Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5 oC intermiten atau

    konstan, > 1 bulan)

    Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pertama kehidupan)

    Oral hairy leukoplakia Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut TB kelenjar TB Paru Pneumonia bakterial yang berat dan berulang Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik termasuk bronkiektasis Anemia yang tidak dapat dijelaskan (

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    16/32

    16

    Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral

    Diagnosis

    Seperti penyakit lain, diagnosis HIV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

    klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis yang mendukung kemungkinan infeksi

    HIV misalnya9:

    Lahir dari ibu dengan resiko tinggi Lahir dari ibu dengan pasangan resiko tinggi

    Penerima transfusi darah atau komponennya, lebih-lebih berulang dan tanpa uji tapisHIV

    Penggunaan obat parenteral atau intravena dengan keliru (biasanya pecandunarkotika)

    Kebiasaan seksual yang keliru

    Gejala klinis yang mendukung misalnya infeksi oportunistik, penyakit yang menular

    secara seksual, infeksi yang berulang atau berat, terdapat gagal tumbuh, adanya

    ensefalopati yang menetap atau progresif, penyakit paru interstisial, keganasan sekunder,

    kardio-miopati dan lain-lainnya9.

    Pemeriksaan laboratorium dimulai dengan menentukan adanya antibodi anti-HIV

    misalnya dengan ELISA (enzyme linked immunosorbant assay) sebagai uji tapis. Prinsip

    kerja ELISA adalah menguji ada tidaknya antibodi HIV dalam tubuh dengan melihat

    ikatan antibodi dengan substrat penguji yang akan berubah warna apabila hasilnya positif.

    Pada uji ELISA nilai cut off direndahkan untuk meningkatkan sensitivitas test. Hal ini

    menyebabkan meningkatnya kemungkinan reaksi positif palsu9.

    Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena 74% dan

    96% bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil antibodi negatif pada usia

    tersebut10.

    Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV menggunakan ELISA atau

    rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap infeksi HIV apabila dalam

    6 minggu terakhir tidak mendapat ASI. Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan

    antibodi HIV positif, uji antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menyingkirkan

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    17/32

    17

    kemungkinan menetapnya antibodi maternal. Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif,

    maka bayi tidak mengidap HIV asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir

    sebelum tes. Untuk anak > 18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test10.

    Uji Western blot assay lebih spesifik dari uji ELISA, karena menentukan

    adanya bagian-bagian protein yang dikandung oleh HIV yaitu p24, gp41 dan

    gp120/160. Dikatakan positif apabila ditemukan 2 atau 3 protein yang ditentukan

    ini11.

    Gambar 2.1Contoh uji Western Blott Assaypada HIV

    Pada anak lebih baik dilakukan uji ELISA sebagai uji tapis dan uji Western

    blot sebagai pemasti. Pada bayi dan anak usia muda, oleh karena adanya IgG dari ibu,

    diagnosis infeksi HIV menjadi lebih sulit. Untuk mengatasinya perlu dilakukan uji

    ELISA dan Western blot beberapa kali berturut-turut. Apabila uji menjadi negatif,

    berarti antibodi berasal dari ibu. Serokonversi ini terjadi 12-15 bulan setelah lahir.

    Oleh karena itu untuk bayi dan anak usia di bawah 15 bulan, bila kemungkinan

    adanya antibodi dari ibu tidak mungkin disingkirkan, diagnosis dapat dilakukan

    dengan menunjukkan adanya defisiensi imun selular atau humoral seperti

    imunoglobulin meningkat, menurunnya sel limfosit T-CD4 (T helper), menurunnya

    rasio sel limfosit T-CD4 terhadap sel T-CD8 (T supresor) atau limfopedia yang

    absolut. Dalam hal terdapat kesulitan, bayi atau anak yang di bawah 15 tahun ini

    sebaiknya dimasukkan ke kelas P-O (infeksi belum jelas) dan diperlakukan sebagai

    penderita infeksi HIV walaupun tidak perlu mendapat pengobatan10.

    Uji PCR untuk infeksi HIV digunakan untuk mengukur banyaknya virus

    dalam darah. Tes ini dapat mendeteksi adanya virus HIV satu minggu setelah

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    18/32

    18

    terinfeksi. PCR digunakan oleh peneliti dan pemberi pelayanan medis untuk

    mengidentifikasi infeksi pada saat window period. Walau demikian, uji PCR masih

    dapat menimbulkan hasil positif palsu11.

    Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV

    baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu10.

    Penatalaksanaan

    Tata laksana anak dengan infeksi HIV meliputi9:

    1. Tindakan suportif : Memperhatikan bila ada reaksi ikutan/toksik akibat pemberian obat,

    khususnya trimetropim-sulfametosazol.

    Alimentasi intravena jika perlu untuk menangani masalah nutrisi, terutamabagi pasien dengan diare berulang atau menetap.

    Pemberian transfusi darah/kandungannya perlu diperhatikan agar tidakmenimbulkan reaksi ikutan atau mengandung sitomegalovirus yang menjadi

    penyulit.

    Dukungan emosional, memberi pengertian serta kewaspadaan pasien, keluargadan masyarakat; serta bantuan pengobatan pasien dan lain-lainnya.

    2. Pemberian Anti RetroviralRisiko kematian tertinggi terjadi pada anak dengan stadium klinis 3 atau 4, sehingga

    harus segera dimulai ART. Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya

    pulmonal dan kelenjar serta lymphoid-interstitial pneumonitis (LIP), kadar CD4+ harus

    diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART10.

    Bila mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut. Nilai CD4+

    dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang dideritanya. Bila mungkin harus

    ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas sebelum ART dimulai. Bila belum ada indikasi

    untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+ setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih

    sering pada anak dan bayi yang lebih muda. Pemantauan TLC tidak diperlukan. Bila

    terdapat > 2 gejala yang memenuhi stadium 2 WHO dan pemeriksaan CD4+ tidak

    tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART10.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    19/32

    19

    Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namun setelah ART

    dimulai, obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap hari. Ketidakpatuhan berobat

    merupakan alasan utama kegagalan pengobatan.10

    Rejimen lini pertama yang direkomendasikan adalah2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non-nucleoside Reverse

    Transcriptase Inhibitor (NNRTI)10,12

    a) NRTI yang dipilih biasanya LamivudinNeonatus/bayi < 1 bulan : 2 mg/kgBB per oral 2 x11 bulan16 tahun : 4 mg/kgBB per oral (tidak lebih dair 150 mg/dosis)Usia > 16 tahun, berat badan < 50 kg 4mg/kgBb per oral per 12 jam, tidak

    lebih dari 150 mg/dosis

    Usia > 16 tahun, > berat badan > 50 kg 300 mg per roal atau 150 mg peroral 2 x 1

    b) Lamivudin kemudian dikombinasikan dengan : Zidovudin :

    Bayi prematur :- 1.5 mg/kgBB IV atau 2 mg/kgBB oral per 12 jam- Saat usia 2 minggu diberikan per 8 jam

    Bayi normal (usia < 6 minggu)- 2 mg/kgBB per oral per 6 jam- 1.5 mg/kgBB IV per 6 jam, kecepatan infus > 60 menit

    Usia 6 minggu18 tahun :- Berat badan 49 kg : 12 mg/kgBB per oral 2x1- Berat badan 930 kg : 9 mg/kgBB per oral 2x1- Berat badan > 30 kg : 300 mg per oral 2x1

    Stavudin : Lahir13 hari : 0.5 mg/kgBB per oral per 12 jam Berat badan < 30 kg, usia > 14 hari : 1 mg/kgBB per oral per

    12 jam

    Berat badan 3060 kg : 30 mg per oral 2x1 Berat badan > 60 kg : 40 mg per oral 2x1

    Abacavir : 16 tahun 300 mg/hari

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    20/32

    20

    Anak-anak 3 bulan16 tahun : 8 mg/kgBB 2x1 tidak lebih dair300 mg apabila dikombinasikan dengan obat ARV lain

    c) Pilihan untuk NNRTI adalah : Nevirapin :

    Usia 2 minggu8 tahun : 200 mg/luas permukaan tubuh dalamM2/dosis 4x1 tidak melebihi 200 mg/dosis. Bila tidak didapati

    efek samping maka menjadi 200 mg/luas permukaan tubuh

    dalam M2/dosis 2x1

    Usia > 8 tahun : 120 150 mg/luas permukaan tubuh dalamM2/dosis per oral 4x1 selama 14 hari apabila tidak didapati efek

    samping maka menjadi 120 150 mg/luas permukaan tubuh

    dalam M2/dosis 2x1

    Remaja : 200 mg per oral 4x1 apabila tidak didapati efeksamping maka menjadi 200 mg per oral 2 x 1

    Mencegah penularan maternal-fetal :- 2 mg/kg pada usia 2 3 hari apabila ibu menerima

    pengobatan intrapartum

    - 2 mg/kg pada kelahiran apabila ibu tidak menerimapengobatan intrapartum

    - Dianjurkan untuk dikombinasi dengan Zidovudine selama 6minggu

    Efavirenz Berat badan 1015 kg : 100 mg per oral 4 x1 Berat badan 1520 kg : 250 mg per oral 4 x 1 Berat badan 2025 kg : 300 mg per oral 4 x1 Berat badan 2532.5 kg : 350 mg per oral 4 x1 Berat badan 32.540 kg : 400 mg per oral 4 x 1 Berat badan 40 kg : 600 mg per oral 4 x 1

    Rejimen yang direkomendasikan untuk anak dengan terapi TBC denganRifampisin adalah :

    o 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + Evafirenz : Zidovudin atau Stavudin + Lamivudin + Abacavir

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    21/32

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    22/32

    22

    Kondisi klinis harus selalu dihubungkand engan respon imun dan

    virologik terhadap pemberian ARV. Pada pasien yang parameter imun dan

    virologiknya stabil, terdapatnya gejala simtomatik HIV yang baru tidak berarti

    ARV perlu diganti. Tetapi bila timbul pada infeksi oportunistik baru pada

    kasus imunosupresi berat pada awal pemberian terapi ARV, maka hal tersebut

    menunjukkan disfungsi imun presisten meskipun jumlah virus sudah

    berkurang. Kemungkinan sindrom pulih imun juga harus dipikirkan sebelum

    satu infeksi oportunistik baru dikategorikan sebagai kegagalan klinis.

    Kegagalan klinis juga harus dipikirkan bila tidak ada perbaikan perkembangan

    neurologik meskipun terapi adekuat sudah diberikan.

    Kadang-kadang timbul ketidaksinambungan antara keberhasilan klinis

    dan imunologis pada kasus yang tidak memiliki efek supresi virologik yang

    diharapkan. Di negara maju, bila ditemukan kondisi ini maka uji resistensi

    terhadap golongan ARV tertentu perlu dilakukan.

    Penggantian ke lini kedua

    Bila terdapat kondisi yang mengarah ke kegagalan terapi ARV lini

    pertama, maka diperlukan evaluasi ke arah kepatuhan berobat, dosis dan

    infeksi oportunistik yang belum berhasil diatasi. Setelah dilakukan evaluasi

    menyeluruh dan diputuskan untuk melakukan penggantian obat, maka opsi

    pilihan lini kedua dipertimbangkan.

    Faktor yang harus diperhatikan adalah bahwa resistensi silang dalam

    kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi

    (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV terus

    berproliferasi meskipun dalam pengobatan ART. Jika kegagalan terapi terjadi

    dengan rejimen NNRTI atau 3TC (lihat pengkoean obat), hampir pasti terjadi

    resistensi terhadap seluruh NNRTI dan 3TC. Memilih meneruskan NNRTI

    pada kondisi ini tidak ada gunanya, tetapi meneruskan pemberian 3TC

    mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV.AZT dan d4T hampir selalu

    bereaksi silang dan mempunyai pola resistensi yang sama, sehingga tidak

    dianjurkan mengganti satu dengan yang lainnya.

    Prinsip pemilihan rejimen lini kedua adalah pilih kelas obat ARV

    sebanyak mungkin. Bila kelas yang sama akan digunakan, pilih obat yang

    sama sekali belum dipakai sebelumnya. Tujuan pemberian rejimen lini kedua

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    23/32

    23

    adalah untuk mencapai respons klinis dan imunologis (CD4+), tetapi

    responsnya tidak sebaik pada rejimen lini pertama karena sudah terjadi

    resistensi silang di antara obat ARV.

    Sebelum pindah ke rejimen lini kedua, kepatuhan berobat harus benar-

    benar dinilai. Anak yang dengan rejimen lini kedua pun gagal, terapi

    penyelamatan yang efektif masih sulit dilakukan. Konsultasi dengan panel ahli

    diperlukan. Untuk rejimen berbasis ritonavir-boosted PI, pemeriksaan lipid

    (trigliserida dan kolesterol, jika mungkin LDL dan HDL) dilakukan setiap 6-

    12 bulan.

    Rekomendasi bila lini pertama adalah 2 NRTI + 1 NNRTI = 2 NRTI baru + 1 PI

    o Pilihan obatNRTI lini kedua adalah : Didianosine :

    Usia 2 minggu sampai 3 bulan : 50 mg/luaspermukaan tubuh dalam M2per oral tiap 12 jam

    Usia 3 8 bulan : 100 mg/luas permukaan tubuhdalam M2/ per oral 2x1

    Usia > 8 bulan : 120 mg/luas permukaan tubuhdalam M

    2 (90 150 mg/luas permukaan tubuh

    dalam M2) 2 x 1

    Usia 618 tahun :o Berat badan 20 25 kg : 200 mg per oral 4

    x1

    o Berat badan 2560 kg : 250 mg per oral 4 x1

    o Berat badan > 60 kg : 400 mg per oral 4 x1 Abavavir Zidovudine

    o Pilihan obatProtease Inhibitor adalah : Lopinavir/Ritonavir :

    Usia 2 minggu6 bulan :

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    24/32

    24

    o Lauran oral 300 mg/75 mg/luas tubuh dalamM2

    o Pada usia < 6 bulan jangan dikombinasikandengan Efavirenz, Nevirapine,

    Fosamprenavir atau Nelfinafir

    Usia 6 bulan18 tahun :o 230 mg/5.75 mg/luas tubuh dalam M22 x 1

    maksimal 400 mg/dosis atau menurut berat

    badan.

    o Berat badan 715 kg : 12 mg/dosis 2 x1o Berat badan 15- 40 kg : 10 mg/dosis 2x1

    tidak melebihi 400 mg/100 mg per oral 2 x1

    o > 40 kg : 400 mg/100 mg per oral 2 x1 Sediaan tablet oral usia 6 bulan 18 tahun (tidak

    bersamaan dengan Efavirenz, Nevirapine,

    Fosamprenavir atau Nelfinavir) :

    o Berat badan 15 20 kg : 200 mg/50 mg (2tablet) per oral 2 x 1

    o Berat badan 20 30 kg : 300 mg/75 mg (3tablet) per oral 2 x1

    o Berat badan 3045 kg : 400 mg/100 mg peroral 2 x1

    o Berat badan > 45 kg : 400 600 mg/100 150 mg per oral 2 x1

    Sediaan tablet oral usia 6 bulan 18 tahun(bersamaan dengan Efavirenz, Nevirapine,

    Fosamprenavir atau Nelfinavir) :

    o 300mg/75 mg/luas permukaan tubuh dalamM2tidak melebihi 400 mg/dosis lopinavir

    Saquinavir : Usia < 2 tahun : tidak direkomendasikan

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    25/32

    25

    Usia > 2 tahun, berat badan 515 kg : 50 mg/kg +3 mg/kgBB Ritonavir per oral 2x1

    Usia > 2 tahun., berat badan 15 40 kg : 50 mg/kg+ 2.5 mg/kgBB Ritonavir per oral 2 x1

    Usia > 2 tahun, beat badan 40 kg : 50 mg/kgBB +Ritonavir 100 mg per oral 2 x 1

    Ritonavir : Usia < 1 bulan : dosis aman tidak ditentukan Usia 1 tahun : 250 mg/luas permukaan tubuh

    dalam M2 2-3 x/hari 350-450mg/luas permukaan

    tubuh dalam M22x1 tidak melebihi 600 mg 2x1

    Remaja : dosis dewasa, 300 mg per oral 2 x 1dinaikkan per 100 mg 2x1 600 mg 2x1 setelah 5

    hari

    Nelfinavir : Usia < 2 tahun : dosis aman tidak ditentukan Usia 213 tahun : 4555 mg/kg per oral atau 25

    35 mg/kg per oral 3 x1

    Remaja : dosis dewasa yaitu 1.250 mg per oral 2 x 1atau 750 mg per oral 3 x 1

    Bila pengobatan lini pertama1 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

    (NRTI) + 1 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) + 1

    Protease Inhibitor :

    o Bila regimen pengobatan lini pertama Zidovudine + Lamivudin +Abavavir, maka pengobatan lini kedua adalah : Didianosine +

    Efavirenz + 1 Protease inhibitor (Lopinavir/Ritonavir atau

    o Saquinavir, alternatif lain Nelfinavir)

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    26/32

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    27/32

    27

    c. Kriptokokosis10o Terapi induksi : Amfoterisin B (0.7 1.5 mg/kg/hari) ditambah

    Flusitosin (25 mg/kgBB/dosis 4x1 hari) selama 2 minggu10.

    o Terapi konsolidasi : Flukonazol 5 6 mg/kgBB/dosis 2x/hariselama 8 minggu10.

    o Terapi pemeliharaan : Flukonazol 36 mg/kgBB/hari10.

    d. Herpes Simplex10o HSV gingivostomatitis : asiklovir oral 20 mg/kgBB/dosis 3x1 atau

    Asiklovir intravena 5 10 mg/kgBB/dosis 3x1 selama 7 13

    hari10.

    o HSV diseminata atau ensefalitis : Asiklovir intravena 10mg/kgBB/dosis atau 500 mg/luas permukaan tubuh dalam M2/dosis

    3x1 selama 21 hari10.

    e. Herpes Zostero Infeksi varisela primer : Asiklovir intravena 10 mg/kgBB/dosis

    atau 500 mg/luas permukaan tubuh dalam M2/dosis 3 x 1 selama 7

    hari pada anak imunosupresi berat. formulasi oral hanya digunakan

    pada imunosupresi ringan10.

    o Herpes zoster : Asiklovir oral 20 mg/kgBB/dosis 4x1 (maksimum800 mg/dosis) selama 7 hari10.

    f. Infeksi CMVo Gansiklovir intravena 5mg/kgBb/dosis 2x1 selama 14 21 hari

    diikuti dengan terapi pemeliharaan seumur hidup10.

    g. Kriptosporidiosiso ART yang efektif merupakan satu-satunya terapi yang mengontrol

    kriptosporidiosis persisten10.

    o Terapi suportif meliputi hidrasi, koreksi abnormalitas elektrolit dansuplementasi nutrisi. Nitazoxanid disetujui untuk terapi (usia 1 3

    tahun 100 mg 2 x1; usia 46 tahun 200 mg 2x1)10.

    4. Pengobatan LIP (Lymphocytic interstitial pneumonitis)

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    28/32

    28

    Untuk lymphocytic interstitial pneumonitis tidak terdapat obat yang khusus.

    Untuk yang progresif yang disertai hipoksemia, dapat diberikan kortikosteroid.

    Dalam hal ini yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan terjadinya infeksi sekunder

    oleh bakteri atau virus atau yang lebih jarang infeksi pneumosistis10.

    Pencegahan

    1. Pencegahan Penularan VertikalUntuk mencegah penularan vertikal, perlu dilakukan berbagai usaha yang tidak selalu

    mudah dilaksanakan, yang menghindarkan ibu dari infeksi HIV, seperti pemeriksaan atau

    uji tapis bagi wanita yang mempunyai risiko tinggi, penyuluhan dan bimbingan untuk

    mencegah penggunaan jarum suntik bersama, untuk menggunakan proteksi pada waktu

    melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang beresiko tinggi dan kalau perlu

    mencegah kehamilan. Anggapan bahwa penularan HIV melalui plasenta umumnya

    minimal menganjurkan pembersihan jalan lahir dengan seksama dan memandikan bayi

    dengan segera setelah lahir dengan baik. Oleh karena penularan melalui air susu ibu

    sangat jarang walaupun dapat terjadi, adanya anjuran pengehentian air susu ibu sama

    sekali.

    2. Pencegahan Penularan HorisontalDi antara upaya untuk mencegah penularan horisontal yang perlu dilakukan adalah uji

    tapis serologik bagi darah donor dan pengawasan yang lebih ketat bagi bahan-bahan yang

    berasal dari darah, terutama yang akan diberikan untuk anak yang perlu mendapat

    transfusi atau pemberian bahan yang berasal dari darah berulang-ulang, lebih-lebih di

    daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Untuk anak dan remaja lebih-lebih yang

    memiliki aktivitas seksual berlebihan atau kelainan atau yang terlibat penyalahgunaan

    obat perlu dilakukan penyuluhan serta pembinaan yang terus-menerus agar memahami

    cara dan resiko penularan HIV9.

    Untuk dapat mencapai keberhasilan yang maksimal perlu dilakukan penelitian tentang

    spektrum infeksi HIV pada anak termasuk penelitian tentang sifat epidemiologik dari

    anak yang tertular, bentuk penularannya, riwayat alami dari penyakit pada infeksi

    kongenital dan seroprevalens pada neonatus. Di samping itu perlu pula penyebarluasan

    pengetahuan tentang sifat HIV, cara penyebaranya, cara perawatan dan cara

    penanggulangannya termasuk tentang pengetahuan dan obat-obat yang baru. Dengan

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    29/32

    29

    semua upaya ini diharapkan infeksi HIV dapat ditanggulangi paling tidak dibatasi

    penyebaran dan akibat yang dapat ditimbulkannya9.

    Prognosis

    Infeksi HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara yang

    efektif untuk menanggulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan progresif hingga

    prognosis pada umumnya buruk9.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    30/32

    30

    KESIMPULAN

    Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan

    perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila dilihat jumlah kasus AIDS yang

    dilaporkan setiap tahunnya sangat meningkat secara signifikan. Kasus HIV dan AIDS

    merupakan fenomena gunung es, dimana jumlah orang yang dilaporkan jauh lebih sedikit

    dibandingkan dengan yang sebenarnya. AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit akibat

    menurunnya system kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV. HIV adalah singkatan dari

    Human Immunodeficiency Virusyang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel

    darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia

    yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat

    ringan sekalipun.

    Penularan virus HIV pada anak terjadi secara vertikal (dari ibu ke anak) dan secara

    horizontal (melalui hubungan seksual, transfusi darah atau penggunaan obat suntikan/alat

    medis). Infeksi HIV dimulai dengan penempelan virus pada limfosit T. setelah penempelan,

    terjadi dikontinyuitas dari membran sel limfosit-T sehingga seluruh komponen virus harus

    masuk ke dalam sitoplasma limfosit-T kecuali selubungnya. Virus kemudian akan memasuki

    masa laten untuk waktu yang panjang sebelum kemudian mengalami replikasi kembali akibat

    berbagai stimulasi.

    Diagnosis HIV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan

    pemeriksaan laboratorium. Tata laksana HIV meliputi tindakan suportif, pemberian

    antiretroviral, penanganan infeksi oportunistik dan pengobatan lymphocytic interstitial

    pneumonitis. Sampai saat ini belum ada vaksin yang bisa mencegah infeksi HIV, pencegahan

    yang dapat dilakukan adalah mencegah HIV tertular secara vertikal dan horizontal. Infeksi

    HIV pada umumnya berjalan progresif akibat belum ditemukannya cara yang efektif untuk

    menanggulanginya, maka pada umumnya penyakit berjalan progresif hingga prognosis pada

    umumnya buruk.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    31/32

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous . Pengertian, Definisi dan Cara Penularan / Penyebaran Virus HIV

    AIDS - Info / Informasi Penyakit Menular Seksual / PMS. Organisasi.org Komunitas

    dan Perpustakaan Online Indonesia. 2006.

    http://organisasi.org/pengertian_definisi_dan_cara_penularan_penyebaran_virus_hiv

    _aids_info_informasi_penyakit_menular_seksual_pms. Diakses tanggal 30 juli 2012.

    Jayanti, Evi. Deskripsi Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status HIV Pada

    Pengguna Klinik-klinik Layanan Tes HIV di Jakarta dan Bali Tahun 2007.

    Perpustakaan Universitas Indonesia. 2008.

    www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi. Diakses tanggal 30

    juli 2012.

    Brooks, Geo. Et. Al. Mikrobiologi Kedokteran. 2005. Jakarta : Salemba Medika.

    Gustia, Irna. Ingat-ingat! Ini Cara Penularan HIV AIDS. Detik Health. 2010.

    http://www.detikhealth.coam/read/2010/12/06/102216/1509687/763/ingat-ingat-ini-

    cara-penularan-hiv-aids. Diakses tanggal 30 juli 2012.

    Avert. Mother to Child Transmission. Avert. 2010.

    http://www.avert.org/children.htm. Diakses tanggal 30 juli 2012.

    Bappenas. Program Nasional Bagi Anak Indonesia. Bappenas.

    2008.http://www.bappenas.go.id/node/64/101/program-nasional-bagi-anak-

    indonesia-pnbai-2015-/. Diakses tanggal 29 juli 2012.

    Randeezt. Salah Kaprah Tentang Seks di Masa Remaja. Blogger. 2011.

    http://randeezt.wordpress.com/2011/09/04/salah-kaprah-tentang-seks-di-mata-

    remaja/. Diakses tanggal 31 juli 2012.

    Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia. Situasi HIV & Aids di Indonesia.

    Jabarprov.go.id.2009. http://www.icaap9.org/uploads/200907281232220.OUTLINE-

    Analisis%20Situasi%20HIV%20dan%20AIDS%20di%20Indonesia.pdf.Diakses

    tanggal 30 juli 2012.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.

    2012. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Tata Laksana Infeksi HIV Pada Anak &

    Terapi. WHO Indonesia. 2006.

    xa.yimg.com/kq/.../pedoman+tatalaksana+infeksi+HIV+pada+anak.pdf. Diakses

    tanggal 30 juli 2012.

  • 8/12/2019 Hiv Anak Referat

    32/32

    Nanyang Polytechnic in the course Molecular Biotechnology. Laboratory Work.

    Wordpress. 2008. http://worldofviruses.wordpress.com/laboratory-work/. Diakses

    tanggal 30 juli 2012.

    Rivera, Delia M. et al. Pediatric HIV Infection Medication. Medscape. 2011.

    http://emedicine.medscape.com/article/965086-medication#showall. Diakses tanggal

    29 juli 2012.

    Setiawan, I Made. Tatalaksana Pencegahan Penularan Vertikal dari Ibu Terinfeksi

    HIV ke Bayi yang Dilahirkan. Health Science Journals A Digital Portal of Health

    Science Journals in Indonesia. 2009.

    indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/690/690. Diakses

    tanggal 30 juli 2012.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar alergi-imunologi anak. Edisi Kedua.

    2010. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.