heryanto, 2008

Upload: aloysius-dearga-purbo-waskita

Post on 13-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Barito Basin

TRANSCRIPT

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    238

    PALEOGEOGRAFI CEKUNGAN TERSIER BARITO, KALIMANTAN Oleh : R.Heryanto

    Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro 57, Bandung

    Sari Cekungan Tersier Barito terhampar mulai dari Kalimantan Tengah sampai ke Kalimantan Selatan. Di utara cekungan ini berbatasan dengan Cekungan Kutai Barat, di barat dengan Tinggian Schwaner, di timur dengan Tinggian Meratus, di selatan dengan Laut Jawa.

    Cekungan Barito terbentuk akibat dari pensesaran bongkah pada kala Paleosen pada batuan Pra-Tersier (batuan sedimen, gunungapi, beku, malihan, dan ultra mafik). Pada kala Eosen Akhir Cekungan Barito merupakan daratan yang mengendapakan bagian bawah Formasi Tanjung (konglomerat dan batupasir kasar), pada lingkungan fluvial, diikuti oleh bagian tengah (betulempung dan batubara) pada lingkungan dataran banjir dan rawa, kemudian bagian atas (batulumpur dan batupasir halus-kasar) pada lingkungan pasang-surut. Selanjutnya diikuti oleh pengendapan Anggota Lempung Formasi Tanjung pada lingkungan lagun.

    Pada Kala Oligo-Miosen, proses pensesaran bongkah dan transgresi berlanjut yang menyebabkan bagian barat dan utara menjadi lingkungan transisi yang mengendapkan Formasi Montalat (batulempung dengan sisipan batupasir, batubara dan lensa batugamping). Kemudian bagian tengah-timur merupakan laut yang mengendapkan batugamping Formasi Berai.

    Pada Kala Miosen proses regresi terjadi yang mengakibatkan Cekungan Barito menjadi transisi yaitu mulai dari dataran banjir, saluran limpahan, dan rawa yang mengendapkan Formasi Warukin (batulumpur dengan sisipan batupasir dan batubara).

    Pada kala Mio-Pliosen proses pensesaran bongkah sangat intensif yang mengakibatkan terangkatnya batuan Pra-Tersier ke Permukaan yang membentuk Tinggian Meratus dan menyebabkan Cekungan Barto menjadi daratan yang mengendapkan Formasi Dahor (konglomerat, batupasir dan batulumpur). Proses ini menyebabkan ketidakselarasan antara Formasi Dahor dengan Formasi di bawahnya.

    Kata kunci : Tersier, paleogeografi, Cekungan Barito, Kalimantan.

    Abstract The Tertiary Barito Basin lies from the Central Kalimantan to South Kalimantan Provinces. To the north is bounded by the West Kutai Basin, to the west by the Schwaner High, to the east by the Meratus High, and to the south by the Jawa Sea.

    The Barito Basin is formed by a block faulting process of the Pre-Tertiary rocks (sedimentary, volcanic, igneous, metamorphic, and ultramaphic rocks) in the Palaeocene time. On the Late Eocen the Barito Basin was a land, where the lower part of Tanjung Formation (conglomerate and coarse grained sandstone) was deposited in a fluvitil environment, and than is folowed by the middle part (mudstone and coal) in the flood plain and a swampy environment, and after that the upper part (mudstone and fine-medium grained sandstone) in a tidal environment. Further more the Claystone Member of the Tanjung Formation was deposited in a lagoon environment.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    239

    In the Oligo-Miocene time, the block faulting and transgresion proceses still continued, which caused the western and the northern parts of the Barito Basin become a transition environment, where the Montalat Formation (mudstone with some interbedded of sandstone, coal seam, and a lenses of limestone) was deposited. The middle and eastern parts of the basin changes into the marine environment where the Limestone Berai Formation was deposited.

    In the Miocene time, regresion process occurred which resulted in a transition environment and the Warukin Formation was deposited (mudstone with interbedded sandstone and coal seam) in the flood plain, crevasse splays, and swampy environments.

    In thePlio-Pleistocene time the block faulting process was very intensive, and it caused the Pre-Tertiary rocks uplifted into the surface and produced the Meratus High. The Barito Basin became land and the Dahor Formation was deposited (conglomerate, sandstone and mudstone). This process also resulted in an unconformty the Dahor Formation and the underneath formations.

    Keywoords : Tertiary, palaeogeogrphy, Barito Basin, Kalimantan.

    PENDAHULUAN Cekungan Barito sebagai salah satu cekungan tempat berakumulasinya sumber daya energi, memiliki sebaran mulai dari Kalimantan Tengah sampai dengan Kalimantan Selatan (Gambar 1). Di utara cekungan ini berbatasan dengan Cekungan Kutai Barat, di barat dengan Tinggian Schwaner, di timur dengan Tinggian Meratus, dan di selatan dengan Laut Jawa.

    Penelitian lapangan dilakukan pada tahun 2006 dan 2007, di tiga tempat yaitu di tepi barat di daerah Kualakurun, di utara di daerah Purukcahu dan di bagian tengah di daerah Belimbing, Binuang (Gambar 1). Cekungan Barito didasari oleh batuan Pra-Tersier yaitu batuan sedimen, gunungapi, beku, malihan, dan ultra mafik. Cekungan terisi oleh batuan silisiklastik dan karbonat berumur Tersier.

    Geologi Cekungan Barito telah dipelajari sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah Krol (1920 dan 1925), diikuti oleh Koohoven (1933 dan 1935), Van Bemmelen (1949), dan Mark (1956). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (Sekarang Pusat Survei Geologi) telah melakukan pemetaan geologi sistimatik

    skala 1 : 250.000 sejak tahun 1970an dan selesai dipublikasikan pada tahun 1994. Kemudian Supriatna drr. (1994) mengkompilasi dalam skala 1 : 1.000.000. Pemetaan Geologi skala 1 : 100.000, baru dilakukan di beberapa tempat diantaranya Heryanto drr. (1998). Penelitian khusus di antaranya Hartono drr. (2000), Sihombing drr. (2000) Suminto drr. (2002).

    Untuk mengetahui paleogeografi Cekungan Barito dilakakungan penelitian lapangan yang terdiri atas pengukuran stratigrafi terukur dan analisis struktur, serta dilengkapi oleh analisis laboratorium yang terdiri atas petrografi dan paleontologi.

    TATAAN GEOLOGI Stratigrafi daerah tepian barat Cekungan Barito tersaji dalam Gambar 2. Batuan dasar dari cekungan ini adalah batuan malihan berumur Paleozikum yang diterobos oleh batuan granitan berumur Kapur. Di daerah ini Cekungan Barito ditempati oleh Formasi Tanjung (konglomerat dan batupasir kasar dengan sisipan batulempung dan batubara). Kemudian diikuti secara selaras oleh Formasi Montalat (batulempung dengan disipan batupasir dan lensa batugamping

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    240

    setempat sisipan batubara) yang berumur Oligo-Miosen. Di atasnya ditindih secara selaras oleh Formasi Warukin (batulempung dengan disipan batupasir dan batubara) berumur Miosen. Terakhir runtunan formasi tersebut dintindih secara tidak selaras oleh Formasi Dahor (Konglomerat, batupasir dan batulempung kurang kompak). Hasil analisis struktur (Kusumah, 2006), pola sesar di daerah Kualakurun-Tewah dengan arah umum yang didominasi oleh sesar berarah U065o-245oT, U055o-235oT, U045o-225oT, U025o-205oT dan U035o-215oT. Sesar tersebut merupakan sesar normal (normal-rigt slip fault), yang mungkin membentuk semacam pensesaran bongkah (block faulting) dan kemudian menjadi cekungan sedimentasi.

    Di sebelah utara, Cekungan Barito berbatasan dengan Cekungan Kutai Barat. Di daerah ini Cekungan Barito ditempati oleh Formasi Tanjung yang dapat dikorelasikan dengan Formasi Halok (konglomerat dan batupasir) dan Formasi Batuayau di Cekungan Kutai Barat. Kemudian diikuti oleh Formasi Montalat di Cekungan Barito yang dapat dikorelasikan dengan Formasi Purukcahu (batulempung sisipan batupasir dan lensa batugamping, setempat sisipan batubara) dan menjemari dengan Keramuan (batupasir tufaan) di Cekungan Kutai Barat, yang tertindih oleh Batupasir Warukin. Terakhir batuan-batuan tersebut tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Dahor (Gambar 2). Populasi sesar di daerah Muaratewe-Purukcahu dikelompokkan dengan arah umum, didominasi oleh sesar-sesar berarah U055o-235oT, U035o-215oT, U065o-245oT, U145o-325oT dan U045o-225oT (Kusumah, 2006). Sesar-sesar tersebut merupakan sesar normal.

    Geologi bagian tengah Cekungan Barito, merupakan inti Cekungan Barito yang tersingkap, terwakili di daerah Belimbing, Binuang (Gambar 3). Cekungan Barito di daerah ini dialasi

    oleh batuan Pra-Tersier yang terdiri atas batuan beku granit dan diorit berumur Kapur Awal yang menerobos batuan malihan berumur Jura. Di atas batuan tersebut terendapkan batulempung Formasi Paniungan dan batugamping Formasi Batununggal yang berumur akhir Kapur Awal. Tidak selaras di atasnya ditindih oleh batuan sedimen Kelompok Pitap (Formasi Pudak, Keramaian dan Manunggul) yang menjemari dengan batuan gunung api Kelompok Haruyan (Formasi Pitanak dan Paau). Kedua kelompok batuan tersebut berumur Kapur Akhir (Heryanto dan Hartono, 2003). Batuan sedimen Tersier tertua di daerah ini adalah Formasi Tanjung berumur Eosen Akhir yang terbagi menjadi bagian bawah, tengah, atas, dan Anggota Lempung. Formasi Tanjung tertindih secara selaras oleh Formasi Berai yang berumur Oligo-Miosen. Formasi Berai di Cekungan Barito bagian utara dan barat menjemari dengan Formasi Montalat. Formasi Warukin berumur Miosen Tengah menindih secara selaras Formasi Berai. Kemudian Formasi Warukin ditindih secara tidak selaras oleh Formasi Dahor yang berumur Plio-Plistosen (Gambar 2 dan 4). Sesar di daerah ini umumnya bersifat normal sampai dengan geser normal, membentuk sesar bongkah (block faulting). Pada blok bagian turun ditempati oleh endapan kelompok batuan Tersier, khususnya Formasi Tanjung (Kusumah, 2008; Gambar 3).

    FORMASI TANJUNG. Formasi Tanjung di Cekungan Barito bagian tengah tersingkap dalam tiga lajur yaitu lajur timur, tengah dan barat (Gambar 3), di mana satu sama lain dibatasi oleh sesar. Secara litostratigrafi Formasi Tanjung di bagian tengah Cekungan Barito, dari tua ke muda dapat dibagi menjadi bagian bawah, tengah, atas, dan Anggota Batulempung.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    241

    Litologi Runtunan batuan bagian bawah Formasi Tanjung yang masih lengkap, teramati di lajur timur di daerah Rantaunangka (Gambar 5). Bagian bawah Formasi Tanjung di daerah ini terdiri atas perselingan batupasir berbutir kasar, batupasir konglomeratan, dan konglomerat, dengan ketebalan berkisar antara 20 50 cm (Foto 1). Formasi ini memperlihatkan struktur sedimen planar cross beds dengan setting 50 cm, kemudian diikuti oleh batupasir berbutir kasar berlapis tebal sampai masif (Foto 2). Di beberapa tempat dalam perlapisan batupasir kasar dijumpai struktur sedimen silang-siur dan sejajar, juga sisipan batulumpur warna kelabu sampai kehitaman mengandung lapisan tipis batubara. Tebal keseluruhan bagian bawah dari Formasi Tanjung berkisar antara 25 30 m.

    Secara umum bagian tengah Formasi Tanjung dikuasai oleh batulempung berwarna kelabu berselingan dengan lapisan batubara, setempat dijumpai sisipan batupasir (Gambar 5; Foto 3). Batulempung kelabu, setempat sampai kehitaman, mengandung sisipan tipis (1-3 cm) batupasir halus, kelabu kompak. Setempat dijumpai sisipan (100-300 cm) batupasir berbutir sedang kasar, kelabu terang, setempat menunjukan struktur sedimen silang-siur. Batubara warna hitam, mengkilap (bright-bright banded), gores warna hitam, dengan pecahan konkoidal, dan ringan. Batubara ini dijumpai sebagai sisipan dengan ketebalan antara 50 sampai 450 cm. Di beberapa tempat dijumpai perselingan batulanau dengan batupasir berbutir halus (1-3 cm), dengan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy-lenticular bedding dan flaser. Tebal keseluruhan bagian tengah Formasi Tanjung tidak kurang dari 50 meter. Bagian Atas Formasi Tanjung (Gambar 5) dikuasai oleh perselingan tipis

    batulanau dan batupasir halus yang memperlihatkan struktur sedimen wavy dan lenticullar bedding, dan juga flaser. Selain itu dijumpai sisipan batupasir berbutir halus berlapis tipis dengan ketebalan 2 sampai 5 cm dengan struktur sedimen laminasi sejajar. Selain itu juga dijumpai sisipan batupasir berbutir kasar dengan ketebalan berkisar antara 1 sampai 5 meter (Foto 4). Tebal keseluruhan bagian atas Formasi Tanjung minimum 42 meter. Anggota Batulempung Formasi Tanjung terdiri atas batulempung kelabu kehijauan, setempat dijumpai batulanau-batupasir halus mengandung oksida besi dan juga gampingan baik sebagai sisipsn ataupun sebagai lensis dengan tebal 5 sampai 10 cm (Foto 5). Batulempung ini tersingkap dengan baik di lajur timur di daerah Rantaunangka pada lokasi 07KS12 dengan tebal satuan batulempung ini adalah 55 m (Gambar 5). Bagian bawah dari Anggota Batulempung ini tidak gampingan tetapi makin keatas secara gradasi berubah menjadi gampingan. Lingkungan Pengendapan dan Umur Batuan Bagian bawah dari Formasi Tanjung tersusun oleh batupasir berbutir kasar konglomeratan dan batupasir berbutir kasar berlapis tebal, dijumpai struktur sedimen lapisan silang-siur, lapisan sejajar dan lapisan butiran tersusun. Keadaan tersebut menunjukan bahwa batuan tersebut merupakan endapan saluran (channel). Dengan demikian lingkungan pengendapan yang paling cocok untuk bagian bawah Formasi Tanjung adalah lingkungan sungai atau fluvial. Bagian tengah dari Formasi Tanjung terdiri atas batulumpur dengan batubara. Di beberapa berasosiasi dengan batupasir halus dengan struktur sedimen laminasi sejajar, wavy,

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    242

    lenticular, dan flaser bedding. Dijumpainya lapisan batubara menunjukan bahwa lingkungan rawa ikut mempengaruhi lingkungan pengendapan bagian tengah dari Formasi Tanjung. Sementara itu, dijumpainya batulumpur dengan struktur sedimen laminasi menunjukan bahwa lingkungan dataran banjir juga ikut mempengaruhi lingkungan pengendapan bagian tengah Formasi Tanjung. Adapun dijumpainya perselingan batulumpur dengan batupasir halus dengan struktur sedimen wavy, lenticular, dan flaser bedding, menunjukan bahwa lingkungan pasang-surut juga mempengaruhi pengendapan bagian tengah Formasi Tanjung. Dengan demikian lingkungan yang cocok untuk bagian tengah Formasi Tanjung adalah linkungan rawa dan dataran banjir yang berasosiasi dengan lingkungan pasang-surut. Bagian atas dari Formasi Tanjung tersusun oleh perselingan antara batulumpur, batupasir berbutir halus, dan batupasir berbutir sedang sampai kasar berlapis tebal. Perselingan batulumpur dengan batupasir halus memperlihatkan struktur sedimen lenticular, dan flaser bedding, menunjukan bahwa pengendapan bagian atas Formasi Tanjung dipengaruhi oleh lingkungan pasang-surut. Sementara itu dijumpainya sisipan batupasir berbutir kasar berlapis tebal yang merupakan endapan saluran menunjukan adanya saluran limpahan (crevasse splays). Dengan demikian lingkungan yang paling cocok untuk pengendapan bagian atas Formasi Tanjung adalah pasang-surut yang berasosiasi dengan saluran limpahan (tidal channel), atau dikenal sebagai lingkungan deltaik. Dijumpainya dominasi batulempung pada Anggota Batulempung menunjukan bahwa satuan ini diendapkan dalam lingkungan yang tenang, sedangkan adanya sifat

    gampingan dalam satuan ini menunjukan bahwa lingkungan laut sangat mempengaruhi pengendapan ini. Adanya sisipan tipis dari batupasir berbutir halus menunjukan ada influks dari daratan atau pantai yang membawa butiran pasir. Dengan demikian lingkungan Anggota Batulempung ini adalah lagun. Hadirnya kandungan polen pada batulempung karbonan yaitu Dicoidites borneensis, Florschuetzia trilobata, Palmaepollenites kutchensis, Proxapertites cursus/operculatus, Spinizonocolpites baculatus, Meyeripollis naharkotensis, Acrostichum aureum, Palaquium, Bombax sp, Retistephanocolpites williamsii, Durio dan Verrucatosporites usmensis mencerminkan umur percontoh ini Eosen Akhir dan lingkungan backmangrove sampai Fresh Water Swamp. Sedangkan berdasarkan analisis nanofosil pada batulempung dari Aggota Batulempung Formasi Tanjung, yang mennujukan umur Eosen Akhir pada zona Np18-Np19 (Martini, 1971). FORMASI BERAI Formasi Berai di bagian tengah Cekungan Barito dijumpai di lajur tengah dan lajur barat (Gambar 3). Lajur tengah dijumpai mulai di daerah selatan yaitu mulai dari muara Sungai Mengkaok di hilir Sungai Riamkiwa menyebar ke arah timur laut sampai di daerah Pagat di utara . Singkapan terbaik dijumpai di daerah Pagat dan di batuhapu Litologi Runtunan batugamping Formasi Berai teramati di daerah Pagat (Gambar 6). Bagian bawah terdiri dari perselingan mudstone dan grainstone, dengan ketebalan perlapisan 20 sampai 50 cm. Ke arah atas litologi berubah menjadi perselingan antara packstone, grainstone dan rudstone dengan tebal

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    243

    perlapisan antara 50 sampai 300 m (Foto 6). Beberapa lapisan merupakan batugamping bioklastik dengan kandungan foraminifera besar yang sangat banyak. Selain itu terdapat juga sedikit fragmen ekinoid (plates, spines), ganggang merah gampingan (calcareous red coralline algae), dan sedikit moluska (bivalvia). Tebal terukur di daerah Pagat adalah 77 m (Gambar 6). Lingkungan Pengendapan dan Umur Batuan Dari contoh batugamping Formasi Berai terkandung foram besar yang terdiri atas : Amphistegina sp., Austrotrillina striata Todd and Post, Borelis sp., Borelis pygmaeus Hanzawa, Cycloclypeus eidae Tan Sin Hok, Elphidium sp., Gypsina vesicularis (Parker & Jones), Heterostegina sp., Heterostegina borneensis van der Vlerk, Lepidocyclina sp., Lepidocyclina (Nephrolepidina) sp., Lepidocyclina (Nephrolepidina) parva Oppenoorth, Lepidocyclina (Nephrolepidina) isolepidinoides van der Vlerk, Lepidocyclina ephippioides (Jones and Chapman), Miogypsinoides complanatus (Schlumberger), Operculina spp., Sphaeogypsina globulus (Reuss) Spiroclypeus sp., Spiroclypeus orbitoideus Douville, Sorites sp., dan Textulariids. Selain foram besar juga dijumpai sedikit fragmen ekinoid (plates, spines), ganggang merah gampingan (calcareous red coralline algae), dan sedikit moluska (bivalvia) dan fragmen ekinoid. Berdasarkan kandungan foram seperti tersebut di atas umur batugamping tersebut adalah Oligosen Akhir (T e bawah, : Adams, 1970). Sementara itu lingkungan pengendapan dari batugamping ini adalah terumbu depan, antar terumbu belakang, sublitoral

    pinggir (inner sublittoral), laut dangkal, dan lagoon. Peneliti terdahulu (Suminto drr., 2002), menunjukan bahwa contoh batugamping di daerah Tungkap Kabupanten Banjar mengandung foram besar yang terdiri atas Spiroclypeus spp., Austrotrillinia cf. Striata Todd & Post, Gypsina vesicularis (Reuss), Operculina sp, dan Lepidocyclina sp yang menunjukan umur Oligosen Akhir Miosen Awal (Te1-5, Adams, 1970). FORMASI WARUKIN Formasi Warukin di daerah penelitian tersingkap hanya di lajur barat yaitu mulai dari selatan di daerah Kecamatan Simpangempat Kabupaten Banjar menyebar ke arah timur laut sampai dengan daerah Pagat Kabupaten Hulusungai Tengah di utara (Gambar 3). Litologi Formasi Warukin tersusun oleh batulempung warna kelabu sampai kehitaman dengan sisipan batupasir dan batubara. Bagian bawah dari runtunan batuan ini terdiri atas dominasi batulempung warna kelabu sampai kehitaman dengan sisipan batupasir berbutir halus - sedang, dengan struktur sedimen paralel laminasi dari material karbon, flaser dan burrow. Sisipan batubara dijumpai dengan ketebalan 0,3 1,5 m. Lapisan batupasir dengan ketebalan berkisar anatar 0,5 sampai dengan 5 m. Batupasir berbutir halus sampai sedang berlapis baik, memperlihatkan struktur sedimen berupa perlapisan sejajar dan silang-siur yang menunjukan endapan saluran (Gambar 7). Di bagian atas lapisan batubara makin berkembang dengan ketabalan mencapai 3 sampai 8 m (Gambar 7). Ketebalan terukur di bagian bawah formasi ini adalah berkisar antara 52 sampai 72 m, sedangkan di bagian atas antara 36 sampai 95 m.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    244

    Lingkungan Pengendapan dan Umur Batuan Kenampakan lapangan menunjukan bahwa batuannya terendapkan di daerah paparan banjir yang beasosiasi dengan lingkungan rawa yang secara setempat dipengaruhi oleh saluran limpahan (crevasse splay) dan lingkungan pasang surut (tidal flat). Hal ini dicirikan oleh perulangan batulempung/batulumpur dengan lapisan batubara yang cukup tebal. Dijumpainya kandungan resin yang cukup banyak dan ditunjang dengan dijumpainya struktur kayu pada batubara menunjukan bahwa bahan organik yang menyusun batubara tersebut berasal daru pepohonan besar. Dengan demikian lingkungan rawa tempat pengendapan batubara ini berada di lingkungan hutan hujan (rain forest) atau rawa airtawar (fluvial swamp). Dijumpainya struktur sedimen silang-siur dan flaser menunjukan adanya pengaruh saluran limpahan dan lingkungan pasang surut. Batulempung karbonan dari Formasi Warukin mengandung polen penunjuk umur antara lain Austrobuxus nitidus, Florschuetzia levipoli, Callophyllum, Camptostemon, Discoidites borneensis, Palmaepollenites dan Verrucatosporites usmensis, yang mencerminkan umur percontoh ini Miosen. Hadirnya Acrostichum aureum, Discoidites borneensis, Florschuetzia levipoli, Zonocostites ramonae, Camptostemon, Discoidites borneensis, Verrucatosporites usmensis dan Spinizonocostites echinatus mencerminkan lingkungan back mangrove sampai Fresh Water Swamp. FORMASI DAHOR Litologi Runtunan Formasi Dahor terdiri atas batulempung , kelabu-terang, mudah diremas (friable) mengandung sisipan/lensa tipis batupasir dengan tebal 5-10 cm, bintal-bintal oksidabesi

    banyak terdapat dalam runtunan batulempung pasiran ini. Di atasnya batupasir konglomeratan dengan komponen kuarsa dan sebagian fragmen batuan, kekerasan batupasir mudah diremas-getas kemas terbuka, pilahan menengah, membundar tanggung, terdapat bintal-bintal oksidabesi. Dijumpai struktur sedimen butiran tersusun (gradded bedding). Selanjutnya ditindih oleh batupasir, kelabu kemerahan, komponen kuarsa berbutir kasar-menengah, terdapat banyak bintal bintal oksidabesi kemerahan tertanam dalam matrik batulempung. Dijumpai struktur laminasi sejajar dan silangsiur. Lingkungan Pengendapan Dijumpainya batu pasir berbutir kasar sampai konglomeratan dengan struktur sedimen lapisan butiran tersusun (gradded bedding), laminasi sejajar dan silangsiur, menunjukan bahwa lingkungan pengendapan batuan ini sangat dipengaruhi oleh saluran. Dijumpainya lapisan batulemung menunjukan endapan dataran banjir (flood plain) atau overbank. Dengan demikian lingkungan pengendapan yang cocok untuk Formasi Dahor adalah lingkungan fluviatil. Formasi Dahor diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Warukin yang berumur Miosen , oleh karena itu umur Formasi Dahor lebih muda dari Miosen, yaitu Plio-Plistosen. PALEOGEOGRAFI CEKUNGAN BARITO Paleogeografi Cekungan Barito dimulai sejak Paleosen Awal, di mana Cekungan Barito mulai terbentuk akibat dari pensesaran bongkah pada batuan Pra-Tersier. Hal tersebut didukung oleh hasil analisis struktur pada batuan Pra Tersier (Kusumah, 2006), di daerah Kualakurun-Tewah (tepi barat cekungan) dengan arah umum yang didominasi oleh sesar berarah U065o-245oT, U055o-235oT, U045o-225oT,

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    245

    U025o-205oT dan U035o-215oT. Sesar tersebut merupakan sesar normal (normal-rigt slip fault), yang mungkin membentuk semacam pensesaran bongkah (block faulting) dan kemudian berkembang menjadi cekungan sedimeni. Hal yang sama juga dijumpai di bagian tengah cekungan (Gambar 3), sesar (patahan) di daerah ini umumnya bersifat normal (sesar normal) sampai dengan geser normal, membentuk pensesaran bongkah (block faulting). Pada blok bagian turun ditempati oleh batuan Tersier, khususnya Formasi Tanjung (Kusumah, 2008).

    Pada kala Eosen Akhir Cekungan Barito merupakan lingkungan darat sampai pasang-surut. Pada kala itu bagian bawah dari Formasi Tanjung diendapkan di lingkungan fluvial berupa endapan saluran, kemudian dilanjutkan dengan pengendapan bagian tengah dalam lingkungan dataran banjir yang berasosiasi dengan lingkungan rawa dan setempat dipengaruhi lingkungan pasangsurut. Selanjutnya, pengendapan bagian atas Formasi Tanjung dalam lingkungan pasang-surut, di beberapa tempat berasosiasi endapan saluran limpahan (crevasse splays). Pengendapan diakhiri pada lingkungan lagun dengan diendapkannya Anggota Lempung Formasi Tanjung. Paleogeografi ini menerus ke utara yang mengendapkan Formasi Halok dan Batuayau di Cekungan Kutai Barat (Gambar 8). Selama pengendapan batuan sedimen Eosen Akhir pensesaran bongkah pada batuan alas masih terus berlangsung sehingga pada kala Oligo-Miosen paleogeografi Cekungan Barito merupakan lingkungan transisi di bagian barat dan lingkungan laut di bagian tengah dan timur (Gambar 9). Di tepi barat dan utara Cekungan Barito terendapkan Formasi Montalat yang tersusun oleh batulempung dengan disipan batupasir dan lensa batugamping setempat sisipan batubara. Lingkungan transisi ini berlanjut ke Cekungan Kutai Barat yang

    mengendapkan Formasi Purukcahu (Gambar 2). Sedangkan di bagian tengah dan timur terendapakan batugamping Formasi Berai (Gambar 3). Pada kala Miosen terjadi proses regresi atau susut laut, merubah paleogeografi Cekungan Barito menjadi lingkungan transisi yang mengendapkan Formasi Warukin pada lingkungan dataran banjir yang berasosiasi dengan lingkungan rawa dan juga dipengaruhi oleh lingkungan pasangsurut dan saluran limpahan (Gambar 10). Pada kala Plio-Plistosen deformasi terjadi di daerah ini yang mengakibatkan terbentuknya horst dan graben yang juga melipatkan batuan sedimen Tersier (Gambar 3). Deformasi ini juga mengikibatkan terbentuknya Tinggian Meratus sebagai produk pengangkatan dan memisahkan Cekungan Asam-Asam dan Cekungan Pasir dengan Cekungan Barito. Paleogeografi Cekungan Barito pada kala Plio-Plistosen ini adalah lingkungan darat yang mengendapkan Formasi Dahor dalam lingkungan fluvial yaitu saluran dan dtaran banjir (Gambar 11). KESIMPULAN Pembentukan Cekungan Barito diawali dari pensesaran bongkah pada kala Paleosen pada batuan Pra-Tersier (batuan sedimen, gunungapi, beku, malihan, dan ultra mafik). Pensesasaran bongkah tersebut pada kala Eosen Akhir membentuk Cekungan Barito menjadi daratan yang mengendapakan bagian bawah Formasi Tanjung (konglomerat dan batupasir kasar), pada lingkungan fluvial, diikuti oleh bagian tengah (betulempung dan batubara) pada lingkungan dataran banjir dan rawa, kemudian bagian atas (batulumpur dan batupasir halus-kasar) pada lingkungan pasang-surut dan saluran limpahan. Selanjutnya diukuti oleh pengendapan

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    246

    Anggota lempung Formasi Tanjung pada lingkungan lagun.

    Pensesaran bongkah pada batuan Para-Tersier masih terus berlangsung sampai kala Oligo-Miosen, disertai dengan proses transgresi. Keadaan tesebut menyebabkan bagian barat dan utara menjadi lingkungan transisi yang mengendapkan Formasi Montalat (batulempung dengan sisipan batupasir, batubara dan lensa batugamping). Kemudian bagian tengah-timur merupakan laut yang mengendapkan batugamping Formasi Berai.

    Proses regresi terjadi pada kala Miosen yang mengakibatkan Cekungan Barito menjadi transisi yang mengendapkan Formasi Warukin (batulumpur, batupasir dan batubara), pada lingkungan dataran banjir, saluran limpahan, dan rawa yang dipengaruhi lingkungan pasang surut.

    Pensesaran bongkah sangat intensif (deformasi), terjadi pada kala Plio-Plistosen yang mengakibatkan terangkatnya batuan Pra-Tersier ke permukaan dan membentuk Tinggian Meratus yang memisahkan Cekungan Barito dengan Cekungan Pasir dan Asam-asam. Cekungan Barto menjadi daratan yang mengendapkan Formasi Dahor (konglomerat, batupasir dan batulumpur). Proses ini menyebabkan ketidak selarasan antara Formasi Dahor dengan Formasi dibawahnya.

    Ucapan Terima kasih Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Kepala Pusat Survei Geologi yang telah memberikan dukungan mulai dari penelitian lapangan sampai dengan penulisan makalah ini. Selain itu ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada rekan sejawat yang telah mendukung penelitian ini serta

    memberikan kritik, saran dan diskusi mengenai makalah ini. ACUAN Adams, C.G., 1970. A Reconsideration

    of the East Indian Letter Classification of the Tertiary. Bulletin of British Museum (Natural History), Geology, London, pp. 87-137.

    Hall, R., and Niichols, G., 2002.

    Cenozoic sedimentation and tectonics in Borneo : climatic influences in orogenesis. In : Jones, S.J., and Frostick, I., (Eds). Sediment Flux to Basin : Causes, Control and Consequences. Geological Society, London, Special Publication, 191, 5-22, Geological Society of London 2002.

    Hartono, U., Sukamto, R., Surono, dan

    Panggabean, H., 2000. Evolusi Magm,atik Kalimantan selatan, Publikasi Khusus, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, No 23, Desember 2000.

    Heryanto, R. dan P. Sanyoto, 1994.

    Peta Geologi Lembar Amuntai, Kalimantan Selatan, sekala 1 : 250.000., Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

    Heryanto, R., Sutrisno, Sukardi dan

    Agustianto, D., 1998. Peta Geologi Lembar Belimbing, Kalimantan Selatan Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

    Heryanto, R., dan Hartono, U., 2003,

    Stratigraphy the Meratus Mountains, South Kalimantan.,

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    247

    Jurn. Geol. Dan Sumb. Min., No 133, Voo. XIII, Januari 2003,p 2-24.

    Koohoven, W.C.B., 1933. Het primaire diamant - vookomen in Zuider - Borneo (Voorloopige medeeling). De Mijiningenieur, XIV, 138 - 144.

    Koolhoven, W.C.B., 1935. Het primarire voorkomen van den Zuid Borneo diamant : Minjuw Genoosch, Kolonien Nederland Geol. Verh. Geol. Ser., 11, 189-232.

    Krol, L.H., 1920. Over de geologie van een gedeelte van de Zuideren Oosterafdeeling van Borneo, Jaarb. Mijnt. Nederl. Oost-Indie, verh., 47, 1918 deel.

    Krol, L.H., 1925. Eenige cijfers uit de 3

    etages van het Eocen en uit het jong Tersier van Martapoera. Geol. Mijnb. Gen. Verb. Geol. Seria 8. 342-366

    Kusumah, K.D., 2006. Laporan

    Penelitian Struktur dan Tektonika Cekungan Barito Bagian Barat. (Tidak dipublikasikan)

    Kusumah, K.D., 2008. Pengaruh

    tektonik terhadap pola deformasi batuan berumur Kapur Akhir dan Tersier (Eosen-Miosen) di daerah Belimbing Kalimantan Selatan. Thesis S-2, Fakultas Geologi, Universitas Padjadjaran Bandung.

    Martini, E., 1971. Standard Tertiary and

    Quarternary Calcareous Nannoplankton Zonation, in Farinacci, A. (ed.) Proceeding of the Second Planktonic Conference, v. 2, pp. 739-875.

    Sihombing, T., Polhaupessy, A.A.,

    Sudijono, Maryanto, S., Suyoko, Purnamaningsih, dan Kawoco, P., 2000. Pengkajian Geologi Paleogen Daerah Kalimantan Selatan : Dengan cuan khusus palinologi batubara. Laporan Kegiatan Teknis, Daftar IsianKegiatan Suplemen (DIKS), Tahun Anggaran 2000.

    Sikumbang, N. dan Heryanto, R., 1994.

    Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan sekala 1 : 250.000., Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

    Sumartadipura, A. dan U. Margono,

    1996, Peta Geologi Lembar Tewah (Kualakurun), Kalimantan Tengah, Sekala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

    Suminto, Sudijono, Hasibuan, F.,

    Polhaupessy, A.A., Purnamaningsih, dan Limbong, A., 2002., Palinologi Batubara Formasi Tajung di Cekungan Barito, Kalimantan Selatan. Laporan Kegiatan Teknis, Daftar IsianKegiatan Suplemen (DIKS), Tahun Anggaran 2002.

    Supriyatna, S; A. Sumartadipura & H.Z.

    Abidin, 1995, Peta Geologi Lembar Muaratewe, Kalimantan Tengah, Sekala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

    Van Bemmelen, R.W, 1949. The

    geology of Indonesia, IA. The Hague, Netherlands, Govt. Printing Office, 732p

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    248

    Gambar 1. Peta Geologi Kalimantan (Hall & Nichols, 2002) yang menunjukan

    daerah penelitian.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    249

    Tmw

    TmwED-11ED-12

    ED-14

    UM-20

    113 30o 113 40o

    St-29/gr

    St-31/gr

    Tomm

    ERA PERIOD EPOCH

    Holosen

    Plistosen

    Pliosen

    Miosen

    Oligosen

    Eosen

    Palaeosen

    KUAR

    TER

    TERS

    IER

    KAPU

    RJU

    RA

    K E

    N O

    Z O

    I K

    U M

    ME

    SO

    ZOIK

    UM

    Qa

    TRIA

    S

    PALE

    OZO

    IK

    UM

    Alluvial

    Fm.Dahor

    Fm.Warukin

    Fm.Montalat

    Fm.Tanjung

    Klg

    Pm

    TanToml

    Fm.Malasan

    Qa

    Qtd

    Tmw

    Tomm

    Tet

    TomTomm

    QaAlluvial

    Fm.Dahor

    Fm.Warukin

    Fm.Montalat

    Fm.Tanjung

    TanToml

    Qa

    Qtd

    Tmw

    Tomm

    Tet

    Karamuan

    Fm. Halok (Te h)

    Prkcahu

    Fm.Batuayau(Tea)

    TomkTomc

    Fm.MalasanTom

    Tomm

    QaAlluvial

    Fm.Dahor

    Fm.Warukin

    Fm.Berai

    Fm.Tanjung

    Qa

    Qtd

    Tmw

    Tomb

    Tet

    K p mK h p

    K h p iK p k

    Kb KpMgr Mdi

    Pm

    Jm Ju

    KUTAIBARAT

    CEKUNGAN BARITOutara barat tengah-timur

    K p p

    Gambar 2. Korelasi satuan batuan di Cekungan Barito (Modifikasi dari Sumartadipura, A. & U.

    Margono, 1996; Supriyatna, S; A. Sumartadipura & H.Z. Abidin, 1995; Heryanto dan Hartono, 2003 )

    3 20 (S)o

    115

    00(E

    )o

    '

    3 20 (S)o

    115

    2(E

    )o

    0

    115

    00(E

    )o

    '

    3 0 (S)o 0

    115

    2(E

    )o

    0

    3 0 (S)o 0

    15

    10

    05

    15

    10

    05

    05 10 15

    05 10 15

    0 5 10 km

    Qa

    QTd

    Tmw

    Tomb

    Tet

    Tetl

    Kpm

    AluviumFormasi DahorFormasi WarukinFormasi BeraiFormasi TanjungAnggota BatulempungFormasi TanjungFormasi Manunggul,Kelompok Pitap

    Kpk Formasi Keramaian,Kelompok Pitap

    Qa

    QTd

    Tmw

    Tomb

    TetlTet

    KpmKhp

    KhpiKpk

    Kb Kp

    Mgr

    KALA ZAMAN MASA

    HOLOSEN

    PLISTOSEN

    PLIOSEN

    MIOSEN

    OLIGOSEN

    EOSEN

    PALEOSEN

    AKHIR

    AWAL

    K A

    P U

    RT

    E R

    S I

    E R

    KU

    ART

    ER

    K E

    N O

    Z O

    I K

    U M

    M E

    S O

    Z O

    I K

    U M

    Batuan Sedimen dan Vulkanik

    Batuan Beku

    Mdi

    Khp

    Khpi

    Kb

    Kp

    Mgr

    Formasi Paau, Kelompok HaruyanFormasi Pitanak,Kelompok HaruyanFormasi BatununggalFormasi PaniunganGranit

    Mdi Diorit

    Sesar mendatar(garis putus - putus : sesar diperkirakan)

    Sesar normal

    Antiklin dan sinklin

    Jurus/kemiringan lapisanbatuan

    Sungai

    Penampang A - B

    Jalan

    Bidang Erosi

    A

    B

    F.Tanjung

    F.KeramaianB

    F.TanjungF.KeramaianF.Berai

    Kpk Kpk

    F.PitanakA

    TombTetl

    Penampang A - BTetF. Paniungan?

    F.PitanakKhpi

    KhpiKhpi

    KhpiTetl

    Tet

    Gambar 3. Peta geologi daerah Belimbing dan sekitarnya, Kalimantan Selatan (Modifikasi dari

    Heryanto, drr., 1998; Kusumah, 2008).

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    250

    0m

    5

    10

    15

    20

    0 m

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    0 m

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    0 m

    2 0

    3 0

    1 0

    4 0

    5 0

    Gamping

    Serpih kelabu kehijauangampingan

    Serpih kelabu kehijauandengan sisipan tipis batupasirhalus

    Serpih kelabu kehijauan

    Serpih kelabu kehijauandengan sisipan tipis batupasirhalus

    Serpih karbonan

    Serpih karbonan

    Serpih karbonan

    Batulempung kelabu

    Batulempung kelabu

    Batulempung kelabu bersisipandengan serpih karbonan

    Batubara

    Batupasir halus-sedang

    Batulanau batupasir halus, parallel laminasi, dan flasersisipan batupasir sedang-kasar.

    wavy bedding ,

    Batubara

    Batubara

    Batulanau batupasir halus, parallel laminasi, dan flaserwavy bedding

    Batulanau batupasir halus, parallel

    Batupasir halus-sedang

    Batulempung warnakelabu dengansisipan batubara

    Batulempung warnakelabu dengansisipan batubara

    ANGGOTA BATULEMPUNG Lokasi : 07KS12

    BAGIAN ATAS Lokasi : 07RH01

    BAGIAN TENGAH Lokasi : 07YO07

    BAGIAN BAWAH Lokasi : 07KS1-3

    Batupasir berbutir kasarmasif

    Batupasir berbutir kasarkonglomeratan, silang-siur.

    Gambar 5. Penampang terukur bagian bawah, tengah, atas, dan Anggota Batulempung

    Formasi Tanjung.

    0 m

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    50

    55

    60

    65

    70

    75

    Serpih kelabu masif

    Perselingan antara batugamping rudstone,grainstonewakestone, setempat dengan sisipan mudstone.

    Rudstone banyak mengandung fragmen koral.

    Grainstone, setempat berelombang dan mengandungfrgamen koral dan foram

    wackstone setempat mengandung foram dan bergelombang

    mudstone memperlihatkan laminasi bergelombang

    Gambar 6. Penampang terukur Formasi Berai di daerah Pagat Lokasi 07AM35-36.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    251

    3 5

    4 0

    4 5

    5 0

    5 5

    6 0

    6 5

    7 0

    0 m

    5

    1 0

    1 5

    2 0

    2 5

    3 0M e t e r

    0 m

    5

    1 0

    1 5

    2 0

    2 5

    3 0

    3 5

    Batubara

    Batubara

    Batubara

    Batulumpur warna putih kecoklatan, lunak

    Batulumpur warna putih kecoklatan, lunakdengan sisipan batubara

    Batulumpur warna putih kecoklatan, lunakdengan sisipan batubara dan batupasir halus

    Batulempung kelabu kehitaman dengan sisipan batupasir halusdan batubara

    Batulanau warna kelabu kehitaman berlapis tipis karbonan

    Batupasir berbutir sedang,berwarna kelabu terang, silang siurkarbonan.

    Perselingan batupasir halus dengan batubara

    Batulempung warna kelabu kehitaman

    Batulempung warna kelabu kehitaman

    Batulempung warna kelabu kehitaman

    Batulempung warna kelabu kehitaman

    Batulempung warna kelabu kehitaman

    Batupasir berbutir halus,berwarna kelabu, mengandung lapisan tipis karbon denganstruktur sedimen dan flaser.cross laminatio n

    BAGIAN BAWAH (07YO35) BAGIAN ATAS (07RH18)

    Gambar 7. Penampang terukur bagian bawah dan atas Formasi Warukin.

    DARAT PASANG-SURUT

    CEKUNGAN BARITO

    Schwaner

    Darat Pasang-surut

    SCHWANER

    Batuan Pra-Tersier

    CEKUNGAN KUTAI BARAT

    0 35Km

    U

    Gambar 8. Paleogegrafi Cekungan Barito pada kala Eosen Akhir.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    252

    TRANSISI

    LAUT

    CEKUNGAN BARITO

    Schwaner

    Transisi Laut

    SCHWANER

    Batuan Pra-Tersier Formasi Tanjung

    CEKUNGAN KUTAI BARAT

    0 35Km

    U

    Gambar 9. Paleogegrafi Cekungan Barito pada kala Oligo-Miosen.

    TRANSISI

    CEKUNGAN BARITO

    Schwaner

    Transisi

    SCHWANER

    Batuan Pra-Tersier Formasi Tanjung Formasi Berai/Montalat

    0 35Km

    U

    CEKUNGAN KUTAI BARAT

    Gambar 10. Paleogeografi Cekungan Barito pada kala Miosen.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    253

    DARAT

    CEKUNGAN BARITO

    Schwaner

    Mer

    atus

    MERATUSSCHWANER

    Darat

    Batuan Pra-Tersier Formasi Tanjung Formasi Berai/Montalat Formasi Warukin

    CEKUNGAN ASAM-ASAM

    CEKUNGAN PASIR

    CEKUNGAN KUTAI BARAT

    0 35Km

    U

    Gambar 11. Paleogeografi Cekungan Barito pada kala Plio-Plistosen

    Foto 1. Perselingan batupasir berbutir kasar, batupasir konglomeratan, dan konglomerat.

    Memperlihatkan struktur sedimen planar cross beds dengan dengan setting 50 cm. Merupakan bagian bawah Fm. Tanjung yang tersingkap pada lokasi 07KS01.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    254

    Foto 2. Singkapan batupasir berbutir kasar berlapis tebal sampai masif, merupakan bagian

    bawah dari Fm. Tanjung yang tersingkap pada lokasi 07KS02.

    Foto 3. Singkapan endapan rawa pantai (coastal mars) terdiri dari coally shale dan batubara

    berwarna hitam, berasosiasi dengan dataran pasang surut (tidal flat) terdiri dari batu lempung, batulanau dan batupasir halus berwarna kelabu, dan saluran pasang surut (tidal chanel) terdiri

    perlapisan batupasir kuarsa berwarna putih kecoklat pada lokasi 07AM02

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    255

    Foto 4. Singkapan batupasir berbitir kasar, merupakan bagian dari satuan perselingan atulanau

    dan batupasir halus bagian atas dari Fm. Tanjung. Tersingkap di lokasi 07RH01.

    Foto 5. Singkapan batulempung warna kelabu kehijauan, mengandung konkresi oksida

    besi, termasuk ke dalam Anggota Batulempung Fm. Tanjung. Tersingkap di lokasi 07KS12.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    256

    Foto 6. Perlapisan tegak batugamping di Sungai Barabai, Kawasan Kars Pagat Kecamatan

    Batubenawa Kabupaten Hulu Sungai Utara

    Foto 7. Singkapan batulempung warna kelabu sampai kehitaman dengan sisipan batubara, dan batupasir tidak kompak, termasuk Formasi Warukin. Tersingkap di lokasi

    07DI09.

  • PROSIDING PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN IAGI KE-37

    HOTEL HORISON BANDUNG, AGUSTUS 2008

    257

    Foto 8. Singkapan batupasir konglomeratan Formasi Dahor di daerah Bihara

    pada lokasi 07KS310.