ariel heryanto · kamboja). semua contoh ini menunjukkan bahwa kategori ... orang...

1
BAHASA INDONESIA PUNYA PEPATAH "MUSUH DALAM SELIMUr. KURANG LEBIH INI MENUNJUKKAN KESADARAN ORANG INDONESIA BAHWA musuh tidakselalu datang berbondong-bondong dari "Iuar" . la bisa menyelinap diam-diam, bukan saja ke dalam rumah atau kamar tidur kita. Yang lebih serius lag i, ia masuk ke dalam selimut yang kita pakai di saat kita paling lengah yakni tidur. Jadi musuh itu bersiasat seperti kutu . Tetapi pepatah itu belum memadai untuk menggambarkan apa yang ing in saya bahas di sini. Pepatah di atas tadi hanya mengingatkan adanya bahayayang dapat rnerongrong kita secara diam-diam. Semacam agen rahasia yang tidak secara "ksatria" melakukan perlawanan terbuka. Apayang ingin saya bahasadalah sejenis permusuhan yang terdapat dalam berbagai masyarakat di berbagai zaman . Yakni permusuhan dari dalam kelompok sendiri yang berkonfrontasi terbuka. Musuh in i tak membutuhkan selimut penutup. Kita punya istilah lain untuk ini, yakni konftik internal atau perpecahan dalam kubu sendiri. Sebelum bangkit - nya nasionalisme, be rbagai keraia- an besar di Eropa mau pun Asia me .. ngalami kerun- tuhan bukan kare- perang saudara para adi-kuasa yang sama-sama "Barar. Perang Dingin menggambarkan dua kubu yang seakan-akan saling berbeda: komunisl sosialistik versus kapitalis . Perbedaan ideologi besar j uga memungkinkan perang terbuka antar sesama bangsa: Jerman Timur/ Barat, Korea U taral Selatan, Viet Nam Utara/Selatan. Yang tak kalah penting dan serius adalah rangkaian peperangan sesama neger i sosialis/komun is. Mulai dari Uni Soviet lawan RRC, hi ngga banjir darah di sekitar Asia Tenggara (Viet Nam, Laos, Kamboja) . Semua contoh ini menunjukkan bahwa kategori kelompok " Iuar" dan "dalam" sa li ng tumpang-tindih, ti dak pernah terpisah oleh garis yang tegas. Bahkan perang yang seakan-akan antar dua negara dengan berbagai kontras seringkali tidak dapat d ilepaskan dari konflik intemal antar-elite di sebuah negeri adi-kuasa yang kantomya berseberangan j alan. Paling tidak begitulah sejumlah pengamat memahami agresi Amerika Serikat di Timur Tengah atau As ia Tengga r a. Juga galaknya ancaman RRC di Selat Tai wan . Di da l am negeri sendiri kita punya rekaman sejarah yang t rag is sejak tahun 1963 dan berpuncak pada tahun 1965. Traged i "perang- saudara" d i I ndonesia pada Permusuhan in- temal demikian dalam sejarah manusia ter- bukti leb ih sering ARIEL HERYANTO ter jadi dan serius akibatnya. Jauh lebih berbahaya daripada kutu atau sejenisnya yang bisa menyel inap di bawah sel imut. Mungkin karena per- musuhan semacam itu bisa sangat mengerikan, orang sulit memba- hasnya . Permusuhanyang terbuka hampir selalu dibahas sebagai sosok yang na pemberonta- kan rakyat ielata. Yang meruntuh - kan mereka iustru pertentangan antar bangsawan atau selama ning- rat. berada di luar dirilkelompok pembahasnya. Itu sebabnya kata-gant i orang "kamilkita"yang dipertentangkandengan "rnereka" menjadi bahasa yang dianggap sangat berguna untuk membicarakan permusuhan . I ni berlaku bukan saja untuk " kamilkita" dalam lingkup klik di kantor, keluarga da l am sebuah kampung, atau sebuah organisasi seperti partai pol i tik. lni juga berl aku untuk lingkup lebih besar, seperti bangsa/negara atau ras ("Asia " versus "Baran dan agama-agama besar di dunia. Tentu saja sejarah dunia punya beberapa kisah peperangan antar kelompokyang dalam banyakhal saling berbeda. Katakanlah permusuhan dari luar: antar suku yang berbeda, antar negara, atau antar geng anak muda. Tabu SARA merupakan sebuah ungkapan keprihatinan terhadap permusuhan-luar demikian yang dalam lingkup sebangsalsetanah- air. Tetapi tampaknya permusuhan semacam itu tidaklah sehebat yang bersifat internal dan terbuka. Perang dunia dapat dipahami sebagai puncak pertentangan antar manusia di era moderen. Di satu pi hak ini dapat digambarkan sebagai peperangan antar dua kelompok yang berbeda tegas, tetapi dalam banyak segi yang penting boleh juga di katakan sebagai sebentuk tiga bulan terakh ir tahun 1965 mungkin lebih dahsyat daripada seluruh kisah perj uangan menentang penguasa koleni al dari "I uar" yang konon berlangsung lebih dari 300 tahun . Dulu para sarj ana pernah percaya pada sebuah pandanganyang mengatakan bahwa pertentangan kelas merupakan bagian sesuatu yang ti dak terelakkan dan paling men entukan perubahan sejar ah duni a secara revol usioner. Kini banyak i lmuwan yang meragukan kebenaran hal itu. B erbag ai revolusi sosial tidakdisulut o leh pember ontakan kelas tertindas terhadap kel as penindas, tetapi konflik internal antar elit di kelas yang berkuasa . Tetapi k esimRJ.llan dan ramalan tenta ng pertentangan kelas sosia l terlanjut tenar. Banyak yang terk esan . Banyak pula yang merasa takut dan terancam ketenarannya. Akibatnya bisa sangat ironis, para mahasiswa indekosan yang serba kurus sering dituduh melakukan m akar dan dihukum berat semata- mata karena mengutip nama dan istilah ya ng serba seram. Bahk an wartawan dan redaks i Indonesia ikut-ikutan takut menyebut nama ini, karena seakan- akan ini nama bertuah . Sebelum bangkitnya nasionalisme, berbagai kerajaan besar di Eropa mau pun Asia men galami keruntuhan buk an karena pemberontakan rakyat jelata . Yang meruntuhkan mereka j ustru pertentangan antar bangsawan atau ses ama ni n grat. Bahkan tak jarang antara pangeran kerajaan yang masih saudara-sekandung . Kita mendengar bagai mana ayah-anak atau kakak-adik bisa saling membunuh demi harta, kuasa, dan gengsi . Itu sebabnya, kerukunan kelas el it merupak an sumber stabi litas dan k earnanan sebuah masyarakat. Ironisnya, demi membina kerukunan itu kadang-kadang dibutuhkan tumbal rakyat jelata sebagai kambing-hitam . Mereka sangat bermanfaat untuk dijadikan bantalan bila ter jadi konfl ik di antara sesama elit. Dengan logika yang sama kita dapat memaklumi mengapa keresahan di kalangan kelas menengah jauh lebih mencemaskan penguasa dalam seti ap rnasyarakat. Kelas menengah merupakan sumber legitirnasi atau penggugat legitimasi status- quo yang di tangan segelintir elit. Itu sebabnya kelas menengah menjadi target utama indoktrinasi, sensor, propaganda, serta iming- iming berbagai hak isti mewa y ang t idak tersedia bagi mi'voritas rakyat jelata. Membuat lecet kulit seorang kelas menengah yang kebetulantokoh hakasasi bisa berakibat lebih serius ketimbang membunuh seratus kaum jelata k arena kecerobohandalam pelayanan publik. Padahal Tuhan menciptak an manusia itu sama dan seder ajat! Penulis adalah seorang antropolo g, suka menuli s kolom di berbagai media. Pemah menjadi staf pengajar d i Uni versitas Kr isten Satya Wacana, Salatiga, sesudah terjadi ribut-rib ut soal pemilihan Rektor yang dianggap tak demokratis. Kini bekerja pada Southeast Asian Studies Programme, National University of Singapore. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: lytu

Post on 18-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

BAHASA INDONESIA PUNYA PEPATAH "MUSUH DALAM SELIMUr. KURANG LEBIH INI MENUNJUKKAN KESADARAN

ORANG INDONESIA BAHWA musuh tidakselalu datang berbondong-bondong

dari "Iuar". la bisa menyelinap diam-diam, bukan saja ke dalam rumah atau kamar tidur kita. Yang lebih serius lagi,

ia masuk ke dalam selimut yang kita pakai di saat kita paling lengah yakni

tidur. Jadi musuh itu bersiasat seperti kutu. Tetapi pepatah itu belum memadai untuk menggambarkan apa

yang ingin saya bahas di sini. Pepatah di atas tadi hanya mengingatkan

adanya bahayayang dapat rnerongrong kita secara diam-diam. Semacam agen rahasia yang tidak secara "ksatria" melakukan perlawanan terbuka.

Apayang ingin saya bahasadalah sejenis permusuhan yang terdapat dalam berbagai masyarakat di berbagai zaman. Yakni permusuhan

dari dalam kelompok sendiri yang berkonfrontasi terbuka. Musuh ini tak membutuhkan selimut penutup. Kita punya istilah lain untuk ini, yakni konftik internal atau perpecahan dalam kubu sendiri.

Sebelum bangkit­nya nasionalisme, berbagai keraia­an besar di Eropa mau pun Asia me .. ngalami kerun­tuhan bukan kare-

perang saudara para adi-kuasa yang sama-sama "Barar. Perang Dingin menggambarkan dua kubu yang seakan-akan saling berbeda: komunisl

sosialistik versus kapitalis. Perbedaan ideologi besar juga memungkinkan perang terbuka antar sesama bangsa: Jerman Timur/Barat, Korea Utaral

Selatan, Viet Nam Utara/Selatan. Yang tak kalah penting dan serius adalah rangkaian peperangan sesama negeri sosialis/komunis. Mulai dari Uni Soviet

lawan RRC, hingga banjir darah di sekitar Asia Tenggara (Viet Nam, Laos, Kamboja). Semua contoh ini menunjukkan bahwa kategori kelompok "Iuar" dan "dalam" saling tumpang-tindih, ti dak pernah terpisah oleh garis yang

tegas. Bahkan perang yang seakan-akan antar dua negara dengan berbagai

kontras seringkali tidak dapat dilepaskan dari konflik intemal antar-elite di

sebuah negeri adi-kuasa yang kantomya berseberangan jalan. Paling tidak begitulah sejumlah pengamat memahami agresi Amerika Serikat di Timur

Tengah atau Asia Tenggara. Juga galaknya ancaman RRC

di Selat Taiwan. Di dalam negeri sendiri

kita punya rekaman sejarah yang tragis sejak tahun 1963 dan berpuncak pada tahun 1965. Traged i "perang­saudara" di Indonesia pada

Permusuhan in­temal demikian dalam sejarah manusia ter­bukti lebih sering

ARIEL HERYANTO terjadi dan serius akibatnya. Jauh lebih berbahaya daripada kutu atau

sejenisnya yang bisa menyel inap di bawah sel imut. Mungkin karena per­musuhan semacam itu bisa sangat mengerikan, orang sulit memba­hasnya.

Permusuhanyang terbuka hampir selalu dibahas sebagai sosok yang

na pemberonta­kan rakyat ielata. Yang meruntuh­kan mereka iustru pertentangan antar bangsawan atau selama ning­rat.

berada di luar dirilkelompok pembahasnya. Itu sebabnya kata-ganti orang "kamilkita"yang dipertentangkandengan "rnereka" menjadi bahasa yang dianggap sangat berguna untuk membicarakan permusuhan. Ini berlaku bukan saja untuk "kamilkita" dalam lingkup klik di kantor, keluarga dalam sebuah kampung, atau sebuah organisasi seperti partai pol itik. lni

juga berlaku untuk lingkup lebih besar, seperti bangsa/negara atau ras

("Asia" versus "Baran dan agama-agama besar di dunia. Tentu saja sejarah dunia punya beberapa kisah peperangan antar

kelompokyang dalam banyakhal saling berbeda. Katakanlah permusuhan dari luar: antar suku yang berbeda, antar negara, atau antar geng anak muda. Tabu SARA merupakan sebuah ungkapan keprihatinan terhadap permusuhan-luar demikian yang te~ad i dalam lingkup sebangsalsetanah­air. Tetapi tampaknya permusuhan semacam itu tidaklah sehebat yang

bersifat internal dan terbuka. Perang dunia dapat dipahami sebagai puncak pertentangan antar

manusia di era moderen. Di satu pihak ini dapat digambarkan sebagai peperangan antar dua kelompok yang berbeda tegas, tetapi dalam banyak segi yang penting boleh juga dikatakan sebagai sebentuk

tiga bulan terakhir tahun 1965 mungkin lebih dahsyat

daripada seluruh kisah perj uangan menentang penguasa kolenial dari "Iuar" yang konon berlangsung lebih dari 300 tahun.

Dulu para sarjana pernah percaya pada sebuah pandanganyang mengatakan bahwa pertentangan kelas merupakan bagian sesuatu yang tidak terelakkan dan paling menentukan perubahan sejarah dunia secara revolusioner. Kini banyak ilmuwan yang meragukan kebenaran hal itu. Berbagai revolusi sosial tidakdisulutoleh pemberontakan kelas tertindas terhadap kelas penindas, tetapi konflik internal antar elit di

kelas yang berkuasa. Tetapi kesimRJ.llan dan ramalan tentang pertentangan kelas sosial terlanjut

tenar. Banyak yang terkesan. Banyak pula yang merasa takut dan terancam ketenarannya. Akibatnya bisa sangat ironis, para mahasiswa indekosan yang serba kurus sering dituduh melakukan makar dan dihukum berat semata­mata karena mengutip nama dan istilah yang serba seram. Bahkan wartawan dan redaksi Indonesia ikut-ikutan takut menyebut nama ini, karena seakan­

akan ini nama bertuah. Sebelum bangkitnya nasionalisme, berbagai kerajaan besar di Eropa

mau pun Asia mengalami keruntuhan bukan karena pemberontakan rakyat

jelata. Yang meruntuhkan mereka j ustru pertentangan antar bangsawan atau sesama ningrat. Bahkan tak jarang antara pangeran kerajaan yang masih saudara-sekandung. Kita mendengar bagaimana ayah-anak atau kakak-adik

bisa saling membunuh demi harta, kuasa, dan gengsi. Itu sebabnya, kerukunan kelas el it merupakan sumber stabi litas dan

kearnanan sebuah masyarakat. Ironisnya, demi membina kerukunan itu kadang-kadang dibutuhkan tumbal rakyat jelata sebagai kambing-hitam. Mereka sangat bermanfaat untuk dijadikan bantalan bila terjadi konfl ik di antara sesama elit.

Dengan logika yang sama kita dapat memaklumi

mengapa keresahan di kalangan kelas menengah jauh lebih mencemaskan penguasa dalam setiap rnasyarakat. Kelas menengah merupakan sumber legitirnasi atau penggugat legitimasi status-quo yang di tangan segelintir elit.

Itu sebabnya kelas menengah menjadi target utama indoktrinasi, sensor,

propaganda, serta iming-iming

berbagai hak istimewa yang tidak tersedia bagi mi'voritas rakyat jelata. Membuat lecet kulit seorang kelas menengah yang kebetulantokoh hakasasi bisa berakibat lebih serius ketimbang membunuh seratus kaum jelata karena kecerobohandalam pelayanan publik. Padahal Tuhan menciptakan manusia itu sama dan sederajat! •

Penulis adalah seorang antropolog, suka menulis kolom d i

berbagai media. Pemah menjadi staf pengajar d i Universitas

Kristen Satya Wacana, Salatiga, sesudah terjadi ribut-ribut soal

pemilihan Rektor yang dianggap tak demokratis. Kini bekerja pada

Southeast Asian Studies Programme, National University of Singapore.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>