hemofilia.doc

10
HEMOFILIA Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked resesive. Oleh karena itu kebanyakan penderitanya adalah laki – laki, sedangkan wanita merupakan karier atau pembawa sifat. Sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak mempunyai riwayat keluarga, hal ini terjadi akibat mutasi spontan. Dikenal 2 macam hemofilia yaitu hemofilia A yang disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor pembekuan VIII (F VIII), dan hemofilia B yang disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor IX (F IX). Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan yang dapat terjadi setelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah trauma bersifat “delayed bleeding’, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula – mula luka dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga sendi. Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan jiwa. Beratnya penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX. Hemofilia berat jika aktivitas FVIII atau IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika aktivitasnya 1 – 5% dan hemofilia ringan jika aktivitasnya 5 – 25%. Fungsi faktor VIII, faktor Von Willebrand dan faktor IX

Upload: syiva-sakinatun

Post on 05-Dec-2014

132 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: HEMOFILIA.doc

HEMOFILIA

Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-linked

resesive. Oleh karena itu kebanyakan penderitanya adalah laki – laki, sedangkan wanita

merupakan karier atau pembawa sifat. Sekitar 30% dari kasus hemofilia tidak mempunyai

riwayat keluarga, hal ini terjadi akibat mutasi spontan. Dikenal 2 macam hemofilia yaitu

hemofilia A yang disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor pembekuan VIII (F

VIII), dan hemofilia B yang disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor IX (F

IX).

Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan yang dapat terjadi

setelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah trauma bersifat “delayed bleeding’,

karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula – mula luka dapat ditutup oleh sumbat

trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka pembentukan fibrin terganggu

sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas adalah hematoma dan hemartrosis atau

perdarahan dalam rongga sendi. Perdarahan yang berulang – ulang pada rongga sendi dapat

mengakibatkan cacat yang menetap dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti

otak dapat membahayakan jiwa. Beratnya penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX.

Hemofilia berat jika aktivitas FVIII atau IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika

aktivitasnya 1 – 5% dan hemofilia ringan jika aktivitasnya 5 – 25%.

Fungsi faktor VIII, faktor Von Willebrand dan faktor IX

Faktor VIII adalah suatu glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi F

VIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. Di dalam sirkulasi F VIII akan

membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willebrand adalah protein

dengan berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya sebagai

protein pembawa F VIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di samping itu faktor

von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor VIII berfungsi pada jalur

intrinsik system koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F IXa dalam proses aktivasi F X

(lihar skema koagulasi). Pada orang normal aktivitas faktor VIII berkisar antara 50 – 150%.

Pada hemofilia A, aktivitas F VIII rendah. Faktor VIII termasuk protein fase akut yaitu

protein yang kadarnya meningkat jika terdapat kerusakkan jaringan, peradangan, dan infeksi.

Kadar F VIII yang tinggi merupakan faktor resiko trombosis.

Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati dan memerlukan vitamin K

Page 2: HEMOFILIA.doc

untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup vitamin K atau ada antagonis vitamin

K, maka yang terbentuk adalah protein yang mirip F IX tetapi tidak dapat berfungsi. Gen

yang mengatur sintesis F IX juga terletak pada kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur

intrinsik system koagulasi yaitu mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema koagulasi).

Nilai rujukan aktivitas F IX berkisar antara 50 – 150%. Aktivitas F IX yang rendah bisa

dijumpai pada hemofilia B, defisiensi vitamin K, pemberian antikoagulan oral dan penyakit

hati.

Diagnosis Hemofilia

Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan,

pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang

terdiri atas hitung trimbosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT (prothrombin time -

masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time – masa tromboplastin

parsial teraktivasi) dan TT (thrombin time – masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan

dijumpai pemanjangan APTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung

trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan TT dalam batas normal.

Pemanjangan APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalur

intrinsik sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga

defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT

yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.

Page 3: HEMOFILIA.doc

Diagnosis Banding Hemofilia A

Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana yang

kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan

diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing - masing

faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada

hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah.

Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari

penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII

yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi

faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang,

karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Di samping itu defisiensi

faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses

adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium

menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang dan

aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi

faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa

perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga normal.

FARMAKOLOGI

Hemofilia A

Pilihan preawatan praktis terbatas pada profilaksis dan kontrol perdarahan - dimana

terapi pengganti memainkan peran lebih besar. Farmakologi perawatan anti

perdarahan terdiri dari agen antifibrinolytic antihemorrhagic dan desmopressin (DDAVP),

yang digunakan ketika pendarahan yang terjadi adalah ringan :

Terapi pengganti: Pengobatan ini didasarkan pada administrasi faktor antihemophilic

konsentrat.  produk darah plasma manusia dapat digunakan untuk efek ini, atau alternatif

produk plasma diperoleh melalui rekombinan teknologi. Waktu pertengahan hidup FVIII

adalah sekitar 12 jam, yang pada gilirannya menentukan interval pemberian dosis.

Munculnya inhibitor yang menonaktifkan fungsi faktor diganti adalah salah satu komplikasi

yang paling serius dalam pengobatan hemofilia. Tiga puluh persen dari semua pasien dengan

hemofilia berat mengalami masalah ini.

Page 4: HEMOFILIA.doc

Desmopressin (DDAVP). Merupakan vasopresin sintetis analog yang merangsang

FVIII dan FvW untuk dihasilkan dari sel endotel dan juga meningkatkan adhesi

trombosit. Pasien yang terdeteksi tingkat FVIII menunjukkan respon terhadap DDAVP lebih

diprediksi, sementara mereka dengan tingkat factor yang tidak terdeteksi gagal untuk

merespon. Penggunaan DDAVP biasanya melalui rute intravena, dosis subkutan atau

meskipun jalur inhalatory (memberikan respon yang lebih rendah) juga dapat

digunakan. Dosis diberikan adalah 0,3-0,4 mg / kg berat badan sebagai infus intravena selama

30 menit, atau sebagai subkutan injeksi. Ketika jalur inhalatory dipilih, dosis yang dianjurkan

adalah 300 mg pada orang dewasa dan 150 mg dalam anak. Keuntungan adalah menghindari

penggunaan plasma konsentrat.

Agen antifibrinolitik. Dua yang paling banyak digunakan obat asam ε-aminokaproat

(EACA, Caproamin ®) dan traneksamat asam (AMCHA, Amchafibrin ®). Obat ini mengikat

ke sisi ikatan plasminogen , sehingga menghambat terjadinya fibrinolisis. Jalur oral atau

topikal, intravena dapat digunakan, dengan dosis berikut: EACA 300 mg / kg / hari dalam

pecahan setiap 4-6 jam; AMCHA 30 mg / kg / hari dalam 2-3 dosis harian.

Terapi gen. Kemajuan terbaru dalam terapi gen diterapkan untuk hemofilia bertujuan

untuk memperbaiki cacat molekul dalam mutan gen. Saat ini, penelitian sedang dilakukan

untuk menambah normal gen yang meng kode FVIII (atau FIX di hemofilia

B), berdasarkan teknologi rekombinan.

Prognosis. Dengan pilihan manajemen yang tersedia saat ini, harapan untuk pasien

dengan hemofilia berat telah berubah. Orang-orang ini sekarang dapat menjalani hidup

normal dengan beberapa keterbatasan. Di sisi lain, Terapi gen menawarkan kemungkinan

penyembuhan baik pada hewan yang mengalami penyakit tersebut - meskipun aplikasi untuk

manusia belum mungkinkan.

Pertimbangan perawatan dental

Pertimbangan dalam perawatan gigi. Pada tingkat oral, paling sering manifestasi

hemofilia berkepanjangan, perdarahan gingival (spontan atau sebagai respon terhadap

trauma). Hemarthrosis dari sendi temporomandibular jarang terjadi. Pertimbangan dalam

perawatan gigi harus memusatkan perhatian pada pencegahan (tindakan kebersihan, fluor,

diet dan kontrol teratur) untuk mengurangi kebutuhan perawatan gigi geligi. Namun, jika

pencegahan tidak mungkin dan pengobatan dibutuhkan, dokter gigi harus menghubungi

hematologi untuk mengetahui karakteristik spesifik dari penyakit pada setiap pasien, serta

diperlukan faktor pengganti rejimen berdasarkan program pengobatan dental. Pada pasien

dengan hemofilia ringan sampai sedang, perawatan gigi non-invasif dapat dilakukan di bawah

Page 5: HEMOFILIA.doc

cakupan antifibrinolitik, sementara lprosedur pembersihan gigi geligi (scaling) dan bentuk-

bentuk tertentu dari operasi kecil dapat dilakukan dengan DDAVP. Pada hemofilia berat,

penggantian faktor diperlukan, dengan pertimbangan rumah sakit masuk. Keputusan ini harus

diambil dalam koordinasi dengan yang hematologi. Penggunaan anestesi lokal merupakan

salah satu sumber utama keprihatinan, karena risiko dari hematoma, obstruksi saluran

napas dan kematian. obat bius suntikan intramuskular memblokir atau tidak pernah dilakukan

pada keberadaan tingkat FVIII kurang dari 50% nilai referensi normal, dan dalam semua

kasus mereka harus didahului oleh pengganti terapi Infiltrasi pericemental dan intrabony

suntikan lebih disukai.

Hemofilia B

Peraturan perawatan seperti pada hemofilia A, dan juga dari terapi untuk memperbaiki

FIX. Waktu paruh obat ini adalah 24 jam dimana interval pemberian dosis lebih panjang dari

hemofilia A, walaupun dosis yang dibutuhkan adalah 25-50% lebih besar berdasarakan

penelitian tentang hemofilia belakangan ini. DDAVP tidak berguna untuk pasien hemofilia B.

Generasi dari faktor inhibitor yang ditemukan kurang dari 5% dari jumlah kasus yang ada.

Pertimbangan dental. Pedoman-pedoman dari perawatan gigi hampir sama pada

hemofilia A.

Pertimbangan untuk Pengobatan Gigi pada Pasien dengan Kelainan Faktor Koagulasi

Tujuan yang paling penting adalah pencegahan komplikasi. Prinsip-prinsip yang

berlaku adalah sebagai berikut ini:

1.  Identifikasi pasien berdasarkan sejarah klinis secara menyeluruh : penyakit

pendahuluan, eksplorasi dan tes laboratorium untuk identifikasi selektif.

2.  Konseling pasien dan keluarga mereka untuk meningkatkan kesadaran akan

pentingnya kebersihan mulut yang baik dalam rangka menghindari kebutuhan perawatan gigi

invasif dan mengurangi jumlah kunjungan ke dokter gigi.

3.  Konsultasi dengan pihak spesialis untuk menentukan jenis gangguan kongenital

yang terlibat, perlu atau tidak dilakukan penggantian terapi dan kemungkinan munculnya

inhibitor, atau untuk mendapatkan informasi tentang tingkat antikoagulan dari pasien yang

mengalami terapi antikoagulan, dan ada atau tidaknya kebutuhan untuk pengurangan dosis

dalam memastikan hemostasia yang cukup.

Page 6: HEMOFILIA.doc

4.  Penggantian terapi pada kasus yang diperlukan. Penggantiannya dapat dilakukan

pada faktor-faktor koagulasi (hemofilia A dan B, dan penyakit vW) atau vitamin K

(kurangnya asupan maupun penyerapan yang sedikit dan penyakit hati.

5.  Menghindari tindakan yang kasar selama pengobatan gigi, dalam rangka

mencegah kerusakan mukosa rongga mulut yang dapat menimbulkan masalah perdarahan

pasca operasi.

6.  Evaluasi kelayakan untuk masuk rumah sakit ketika suatu tindakan operasi yang

kompleks diperlukan. Pada kasus hemophilia, pendekatan yang ideal akan terintegrasi oleh

tim yang sedang mengawasi pasien dalam memberikan perawatan gigi pada kasus hemofilia

khusus yaitu oleh ahli bedah gigi.

7.  Aspirin dan turunannya harus dihindari untuk mengobati nyeri. Dalam

pengertian ini, parasetamol merupakan alternatif yang aman. Dalam kasus pemberian

coumarin, kemungkinan dari beberapa interaksi dengan obat lain harus diperhitungkan untuk

menghasilkan peningkatan efek antikoagulan (dengan risiko perdarahan yang berlebihan),

atau pengurangan efek coumarin (dengan risiko tromboemboli peristiwa). Beberapa dari obat

ini sering diresepkan pada praktek gigi, termasuk antibiotik (amoksisilin dan amoksisilin

ditambah klavulanat, ampisilin, azithromycin, eritromisin, rifampisin, penisilin G,

sefalosporin, sulfonamida, metronidazol, kloramfenikol), antijamur (azoles dan griseofulvin),

analgesik (aspirin dan nonsteroidal), obat anti inflamasi seperti parasetamol lebih dapat

meningkatkan efek warfarin), dan obat-obatan psikoaktif (antihistamin, diazepam)

8.  Jahitan  Reabsorbable  direkomendasikan,  untuk menghindari risiko perdarahan

yang berhubungan dengan pengangkatan jahitan.

9.  Penderita hemofilia yang diobati dari turunan plasma manusia dapat menjadi

pembawa virus hepatitis B atau C, HIV, parvovirus atau tertular spongiform encephalopathy.

10. Tindakan hemostatik lokal dianjurkan: mekanik (jahitan, kompresi, splint untuk

melindungi bekuan darah), agen kimia  (trombin) atau produk hemostatik reabsorbable

(selulosa yang teroksidasi dan regenerasi, kolagen mikrofibrilar, spons fibrin atau  gelatin

plugs).