heart of borneo, pembangunan hutan kalimantan yang berkelanjutan oleh indonesia, malaysia, dan...

17
Page | 1 MAKALAH AKHIR EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN INTERNASIONAL Heart of BorneoPembangunan Hutan Kalimantan yang Berkelanjutan oleh Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam Disusun oleh: Erika 0706291243 Jurusan Hubungan Internasional DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2009

Upload: erika-angelika

Post on 27-Jul-2015

1.067 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 1

MAKALAH AKHIR

EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN INTERNASIONAL

“Heart of Borneo”

Pembangunan Hutan Kalimantan yang Berkelanjutan oleh

Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

Disusun oleh:

Erika 0706291243

Jurusan Hubungan Internasional

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA 2009

Page 2: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi semakin pesat, telah terjadi

penurunan kualitas lingkungan bumi. Penurunan kualitas lingkungan bumi yang terjadi di berbagai

tempat ini tengah menjadi isu yang ramai dibicarakan oleh para ahli lingkungan, terutama terkait

ketersedian dan keberlanjutan sumber daya tersebut bagi generasi di masa mendatang. Masalah

ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya bagi generasi mendatang juga mengusik pikiran

pemerintah sebagai entitas yang bertugas melindungi warga negaranya. Dari sekian banyak masalah

penurunan kualitas lingkungan bumi yang berdampak pada menurunnya ketersediaan sumber daya

bagi generasi mendatang, kerusakan hutan termasuk isu yang mendapat perhatian dari banyak pakar.

Hal ini disebabkan karena hutan memiliki manfaat yang banyak bagi manusia. Hutan dapat

memberikan manfaat langsung pada pertumbuhan ekonomi. Sumber daya hutan, misalnya, dapat

dimanfaatkan untuk berbagai sumber penghasilan dan kebutuhan pangan. Dari sini dapat dilihat

bahwa sumber daya hutan berkontribusi penting bagi kesejahteraan manusia.

Pentingnya kontribusi hutan bagi kesejahteraan manusia tidak lantas menjadikan

pengelolaan hutan dilakukan secara bertanggung jawab; malah sebaliknya, sumber daya hutan

seringkali dieksploitasi demi kepentingan ekonomi. Tidak sedikit hutan yang telah mengalami

deforestasi,1 dan kini memiliki kondisi yang sangat memprihatinkan. Hutan Kalimantan termasuk

salah satu dari sekian banyak hutan dunia yang telah mengalami deforestasi. Terkait dengan

banyaknya deforestasi yang terjadi, WWF sebagai salah satu NGO lingkungan pun kemudian

mengajak pemerintah dari tiga negara yang memiliki wilayah di hutan Kalimantan yaitu pemerintah

Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk bergabung dalam suatu proyek bernama “Heart

of Borneo” yang bertujuan untuk memelihara dan melindungi hutan Kalimantan. Adapun proyek

“Heart of Borneo” ini merupakan proyek pertama yang menggabungkan koordinasi lintas batas

negara, sehingga proyek ini kemudian dilihat sebagai proyek yang sangat berpotensi mewujudkan

hutan Kalimantan yang lestari.

1 Deforestasi sendiri diartikan sebagai perubahan fungsi hutan yang disebabkan oleh konversi secara permanen, dari

hutan menjadi lahan pertanian atau hutan produksi, dengan cara penebangan kayu.

Page 3: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 3

1.2. Pertanyaan Permasalahan

Makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan berikut: Mengapa Indonesia, Malaysia,

dan Brunei Darussalam bersedia bekerja sama dengan WWF dalam Proyek “Heart of Borneo” di

Hutan Kalimantan?

1.3. Kerangka Konsep

Untuk menjawab pertanyaan mengenai alasan keterlibatan Indonesia, Malaysia, dan Brunei

Darussalam dalam proyek “Heart of Borneo” di hutan Kalimantan, makalah ini akan menggunakan

kerangka konsep mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan

berkelanjutan sendiri merupakan terminologi yang pertama lahir pada tahun 1980, ketika

International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources menyampaikan

mengenai World Conservation Strategy yang bertujuan untuk mencapai terciptanya sebuah

pembangunan berkelanjutan melalui usaha-usaha konservasi sumber daya yang hidup.2 Akan tetapi,

World Conservation Strategy membatasi pengertian pembangunan berkelanjutan pada usaha-usaha

menciptakan ekologis yang berkelanjutan. Gambaran lebih luas mengenai pembangunan

berkelanjutan kemudian digunakan oleh United Nations Environment Program (UNEP) dalam

Brundtland Report, yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang

memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengkompromisasikan kemampuan generasi masa depan

untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. 3 Dalam report ini, pembangunan berkelanjutan

diartikan tidak lain sebagai penggabungan antara proteksi lingkungan dan pembangunan ekonomi.

Kualitas lingkungan dan pembangunan ekonomi, karenanya, dilihat sebagai satu kesatuan yang

saling mempengaruhi dan saling memperkuat satu sama lain. The Brundtland Report juga

mengaitkan pencapaian pembangunan berkelanjutan dengan beberapa perubahan politik dan sosial,

seperti misalnya eliminasi eksploitasi dan kemiskinan, distribusi sumber daya global yang adil,

berakhirnya tren kenaikan anggaran militer negara-negara dunia, metode baru untuk memastikan

kontrol populasi yang tepat, perubahan gaya hidup, penggunaan teknologi yang sesuai, dan

perubahan institusional, termasuk di dalamnya, demokratisasi yang dicapai melalui partisipasi

2 Susan Baker, et.all. “Introduction”, in Susan Baker, et.all. (eds.), The Politics of Sustainable Development; Theory,

Policy, and Practice within the European Union. (London: Routledge, 1997), hal. 2. 3 Lorraine Elliot, The Global Politics of the Environment, (New York: New York University Press, 2004), hal. 158

Page 4: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 4

efektif warna negara pada proses pembuatan kebijakan.4

4 Susan Baker, loc.cit., hal. 3.

Page 5: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi “Heart of Borneo”

Heart of Borneo (HoB) merupakan suatu program yang diinisiasikan WWF yang bertujuan

untuk mempersatukan para pihak dari berbagai sektor yang beroperasi di kawasan HoB dengan satu

tujuan utama, yaitu mengupayakan pembangunan berkelanjutan pada wilayah Hutan Kalimantan

yang bersesuaian dengan konservasi alam. Adapun, dalam melaksanakan proyek ini, WWF

kemudian mengajak pemerintah dari tiga negara yang masing-masing memiliki hutan di hutan

Kalimantan, yaitu pemerintah Indonesia, pemerintah Kalimantan, dan pemerintah Brunei

Darussalam. Tidak hanya mengajak pemerintah ketiga negara tersebut, proyek HoB ini sebenarnya

juga bekerja sama dengan masyarakat lokal dan kalangan pengusaha, yang akan dijelaskan pada

subbab berikutnya. Salah satu prinsip fundamental dari program HoB ini adalah bahwa tiga negara

(Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam) yang bekerja bersama akan memperoleh hasil yang

lebih banyak untuk konservasi bagi kawasan hutan Kalimantan dibanding ketika masing-masing

dari tiga negara ini bekerja secara sendiri-sendiri; sehingga dalam proyek ini, kolaborasi lintas batas

menjadi hal yang krusial. Lebih lanjut lagi, dalam proyek HoB, penciptaan kawasan lindung yang

dikelola dengan baik merupakan inti program HoB.5 Dengan terbentuknya jaringan antara kawasan

lindung yang berfungsi sebagaimana mestinya dan kawasan budidaya yang dikelola secara

bertanggung jawab, HoB diharapkan akan mampu menjawab kebutuhan ekologi dan ekonomi

secara berimbang.6

2.1.1. Kronologis Pembentukan “Heart of Borneo”

Kronologis pembentukan “Heart of Borneo” (HoB) pertama kali dimulai pada April 2005

di sebuah workshop yang digelar oleh pemerintah Brunei Darussalam dan difasilitasi oleh WWF.

Pada event tersebut, hadir lebih dari 150 perwakilan dari organisasi pemerintah dan non-pemerintah

dari Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia di mana dalam event tersebut, dijelaskan

mengenai keuntungan pemikiran akan konservasi skala-besar, mengenai isu kerusakan hutan di

5 WWF, Solusi Potensial untuk Heart of Borneo. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/solutionhob/,

diakses pada 21 Desember 2009, pukul 04.12. 6 Ibid.

Page 6: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 6

Kalimantan, dan adanya urgensi untuk mengadakan kerjasama lintas batas (transboundary

partnership) yang efektif. Acara ini juga dihadiri oleh representatif dari UNESCO, ASEAN, IUCN,

ITTO, Wildlife Conservation Society, The Nature Conservancy, dan TRAFFIC. Dalam acara ini,

dihasilkan konsensus untuk membentuk Vision and Action Plan untuk mewujudkan deklarasi HoB

pada 2006.

Pertemuan di Brunei Darussalam itu kemudian berlanjut di Indonesia pada Desember 2005.

Ketika itu, Departemen Kehutanan Indonesia mengadakan National Workshop on the HoB yang

dihadiri lebih dari 100 peserta yang berasal dari 8 Departemen pemerintah dan 10 distrik di

Kalimantan. Hasil dari Seminar ini adalah sebuah draft deklarasi HoB, sebuah perjanjian untuk

mewujudkan HoB dalam implikasi nyata berupa kerjasama antara pemerintah Indonesia,

pemerintah Malaysia, dan pemerintah Brunei Darussalam di masa depan. Di Malaysia juga terjadi

pertemuan untuk membahas kelanjutan HoB, yaitu pada pertemuan antara organisasi pemerintah

dan para pengambil kebijakan baik pada tingkat daerah maupun pada tingkat pusat, yang diadakan

di Sabah dan Sarawak. Respon dari pertemuan tersebut cukup positif. Pada Maret 2005, pemerintah

Malaysia menyatakan kesiapannya mendukung proyek HoB. Menteri Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Malaysia pun mengadakan berbagai persiapan untuk menyiapkan pertemuan trilateral

HoB yang akan diadakan pada Juli 2006 di Indonesia. respon positif juga datang dari pemerintah

Brunei Darussalam, yang mengadakan seminar National HoB Planning Workshop pada Mei 2006

dengan bekerja sama dengan WWF, untuk menunjukkan dukungan pada proyek HoB tersebut. Hasil

dari seminar ini adalah, area HoB mengalami peningkatan dari 11% wilayah hutan Brunei menjadi

59%, termasuk di dalamnya wilayah hutan produksi dan hutan lindung.7 Keputusan untuk terlibat

dalam HoB kemudian juga disampaikan Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam

ASEAN Summit, sebagai bukti keseriusan pemerintah ketiga negara untuk mengadopsi proyek

WWF ini.

2.1.2. Perkembangan Proyek “Heart of Borneo”

Selepas bergabungnya pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam

proyek HoB, berbagai perkembangan telah terjadi, antara lain pada tahun 2007 ketika lahirnya

komitmen dari pemerintah ketiga negara untuk melindungi, mengatur, dan mengembalikan 220.000

7

WWF, Transboundary Collaboration. http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_

rainforest_conservation/transboundary_collaboration/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 04.52.

Page 7: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 7

km2 wilayah di hutan Kalimantan

8 melalui penandatanganan Deklarasi HoB. Deklarasi ini juga

ditandatangani oleh berbagai organisasi regional dan internasional lainnya, seperti Association of

Southeast Asian Nations (ASEAN), Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines East Asia Growth

Area (BIMP-EAGA), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan United Nations Convention

on Biological Diversity (UNCBD). Sejak itu, berbagai pertemuan untuk membahas pelaksanaan

HoB telah digelar. Pada 9 Oktober 2009 lalu, diadakan pertemuan tingkat negara yang ketiga (3rd

HoB Trilateral Meeting) yang berlangsung di kota Kinabalu, Malaysia pada tanggal 5-6 Oktober

2009. Pada pertemuan ini, masing-masing negara memberikan update perkembangan program HoB

dan membicarakan beberapa isu penting, di antaranya adalah wacana pembentukan Institutional

Arrangement and Modalities, sebuah mekanisme pendanaan berkelanjutan untuk program HoB,

pembentukan sistem informasi geografis, serta logo HoB. Pertemuan yang dihadiri oleh para

delegasi negara dari Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia ini dibuka secara resmi oleh Yang

Berhormat Tan Sri Datuk Seri Panglima Joseph Kurup, Deputi Menteri Sumberdaya dan

Lingkungan Malaysia.

Para perwakilan negara kemudian menyampaikan perkembangan program HoB di negara

masing-masing pada hari pertama pertemuan tersebut. Brunei telah membentuk Dewan Nasional

HoB (Brunei Darussalam HoB National Council) dan HoB Center. Indonesia telah memiliki draft

final Rencana Aksi Strategis Nasional sebagai landasan implementasi program HoB di Indonesia

dan bahwa kawasan HoB oleh pemerintah telah diadopsi sebagai kawasan strategis nasional

(KSN).9 Sementara dari sisi Malaysia, perkembangan yang telah terjadi adalah bahwa program

HoB di kawasan Sabah dan Sarawak telah dimasukkan dalam Ninth Malaysia Plan.

Bagian esensial dari pertemuan ini adalah pembahasan mengenai Institutional

Arrangements and Modalities yang merupakan pilar penting dalam implementasi program HoB.

Draft dokumen yang menjadi bahan diskusi bersama ketiga negara khusus untuk isu ini

dipersiapkan oleh Malaysia. Dalam pertemuan kemudian disepakati perlunya pendalaman lebih

lanjut terhadap masalah Institutional Arrangements dan Modalities. Setelah pertemuan trilateral di

Kinabalu ini, pemerintah ketiga negara sepakat untuk segera membentuk Kelompok Kecil yang

8

WWF, Borneo. http://www.wwf.org.uk/what_we_do/safeguarding_the_natural_worldforests/forest_work/borneo_

forest/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 06.13. 9 Nancy Ariaini, Denyutnya Heart of Borneo pada Pertemuan Trilateral Ketiga. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/

upaya_kami/hob/?11220/Denyutnya-Heart-of-Borneo-pada-Pertemuan-Trilateral-Ketiga, diakses pada 21 Desember

2009, pukul 03.13.

Page 8: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 8

bertugas membahas dan menyelesaikan isu-isu tersebut. Brunei Darussalam bersedia memfasilitasi

pertemuan Kelompok Kecil ini dan sekaligus menjadi tuan rumah untuk pelaksanaan pertemuan

trilateral keempat yang secara tentatif akan diadakan pada bulan April 2010.10

Pada pertemuan ini,

Indonesia juga mengusulkan pembahasan isu pendanaan berkelanjutan untuk program HoB,

termasuk di dalamnya mengenai pertimbangan pentingnya mempromosikan HoB sebagai kawasan

prioritas REDD (Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation–Mengurangi

Emisi Karbon akibat Deforestasi dan Degradasi Hutan). Ketiga negara sepakati bahwa hal ini harus

dibicarakan lebih lanjut dalam pertemuan trilateral mendatang dengan mempertimbangkan

kepentingan masing-masing negara. Dalam pertemuan ini, pemerintah ketiga negara juga

membicarakan peluang untuk mendemonstrasikan inisiatif ini dalam sebuah “side-event” pada

Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen tahun ini.11

2.1.3. Program-Program “Heart of Borneo”

Program-program HoB yang hingga kini paling mendapat perhatian dan paling gencar

dipromosikan adalah mengenai pengadaan Pasar Baru untuk Jasa Lingkungan (Payment for

Environmental Services/PES). Adapun, PES merupakan langkah untuk memberikan insentif bagi

masyarakat lokal untuk melindungi, sekaligus mendapat keuntungan dari upaya perlindungan yang

telah mereka lakukan pada sumber daya di wilayah yang termasuk dalam proyek HoB. Adapun

program PES ini berangkat dari pemikiran bahwa mereka yang melindungi lingkungan seharusnya

mendapat insentif dari upaya perlindungan tersebut. Mekanisme yang diterapkan kemudian adalah

memberikan rewards dari pihak yang diuntungkan dari kelestarian lingkungan terhadap pihak yang

mengusahakan kelestarian lingkungan tersebut.12

Program ini sendiri dilaksanakan melalui kerja

sama dengan CARE, sebuah NGO yang bekerja untuk membela kaum miskin dan marjinal, serta

dengan International Institute for the Environment and Development (IIED). Sejauh ini, program

FES ini sedang diupayakan untuk dilaksanakan di wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan dengan

menerapkan sistem reward payment dari pihak yang memanfaatkan kelestarian sungai Kapuas Hulu

(seperti misalnya perusahaan air, dan industri-industri lainnya) pada penduduk sekitar Kapuas Hulu

10

Nancy Ariaini, loc.cit. 11

Heart of Borneo Organizing Committee, Denyut Jantung Borneo Masih Kuat pada Pertemuan Tiga Negara.

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/?11221/Denyut-Jantung-Borneo-masih--kuat-pada-pertemuan-t

iga-negara, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 14.31. 12

WWF, New Market for Nature’s Services. http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/

borneo_rainforest_conservation/economic_tools/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 10.29.

Page 9: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 9

yang menjaga kelestarian sungai.

Program kedua yang juga sedang sangat dipromosikan dan tengah berjalan dalam HoB

adalah program pengadaan Kabupaten Konservasi. Di Kalimantan sendiri, terdapat dua kabupaten

konservasi yang termasuk dalam kawasan HoB yaitu Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan Barat

yang dideklarasikan pada tanggal 1 Oktober 2003, serta Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur

yang dideklarasikan pada tanggal 5 Juli 2005. Kabupaten Konservasi merupakan unit administrasi

yang berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan: perlindungan sistem penyangga kehidupan,

pengawetan keanekaragaman hayati, pemanfaatan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat; kabupaten konservasi merupakan perangkat konservasi inovatif yang menempatkan

aspek pembangunan berkelanjutan di ranah pemerintah daerah.13

Program Kabupaten Konservasi

ini dipandang sebagai sebuah upaya pembangunan logis untuk menghindari terkorbankannya

habitat alami akibat pembangunan ekonomi yang tidak terencana. Adapun, perencanaan kabupaten

konservasi dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Namun demikian sebagai pengelola, institusi

akademis/penelitian dan LSM juga ikut terlibat dan membantu pemerintah daerah dalam upaya

membangun kabupaten konservasi. Pada tingkat yang lebih tinggi pemerintah daerah pun

membutuhkan kerja sama dengan pemerintah pusat untuk mempersiapkan perencanaan

pembangunan jangka panjang yang selaras dengan rencana pembangunan nasional.14

2.2. Kerusakan Hutan di Kalimantan: Urgensi Dilakukannya “Heart of Borneo”

Pembahasan mengenai HoB dan program-program HoB itu sendiri memunculkan

pertanyaan, mengapa pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam setuju untuk ikut

bekerja sama dengan WWF dalam proyek HoB ini? Ternyata alasan keterlibatan pemerintah ketiga

negara tersebut tidak lain tidak bukan adalah karena hutan Kalimantan kini telah mengalami

kerusakan hutan yang sangat parah. Jika tadinya, Kalimantan memiliki area hutan seluas 51.400.000

hektar pada tahun 195015

, dalam perkembangannya, luas wilayah hutan di Kalimantan ini

mengalami penurunan disaat negara tersebut memasuki era Orde Baru yaitu pada tahun 1970-an.16

Pada masa ini, Presiden Soeharto, Presiden Indonesia kala itu, mempunyai kebijakan yang terfokus

13

WWF, Solusi Potensial untuk Heart of Borneo. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/solutionhob/,

diakses pada 21 Desember 2009, pukul 10.42. 14

Ibid. 15

Institut Studi Arus Informasi, Potret Buram Hutan Indonesia. http://www.isai.or.id/?q=node/10, diakses pada 9

Oktober 2009 pukul 16.34. 16

Ibid.

Page 10: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 10

pada pembangunan, sebuah kebijakan yang sangat mengarah pada bidang ekonomi. Keberadaan

kayu yang begitu banyak di negara tersebut menjadikannya satu hal yang sangat menggiurkan. Hal

inilah yang menjadi awal di mana pembalakan hutan begitu intens terjadi. Selain itu, merebaknya

perusahaan kayu pada masa tersebut menjadi faktor pendukung lainnya.17

Menurut survei pada

tahun 1999, laju deforestrasi rata-rata dari tahun 1985–1997 mencapai 1,7 juta hektar. Selama

periode tersebut, Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan mengalami deforestrasi terbesar. Secara

keseluruhan daerah-daerah ini kehilangan lebih dari 20 persen tutupan hutannya. Para ahli pun

sepakat, bila kondisinya masih begitu terus, hutan dataran rendah non rawa akan lenyap dari

Kalimantan setelah 2010.18

Bila dilihat dari data-data tersebut, kerusakan hutan di Kalimantan

merupakan kerusakan yang cukup parah. Dalam data penelitian, pada tahun 1985, dari seluruh luas

wilayah Kalimantan, lebih dari 70 persennya adalah hutan; sementara kini luas hutan di Kalimantan

tinggal 50,4 persennya.19

Suatu penurunan yang tentunya sangat memprihatinkan. Pemetaan proses

perkembangan kerusakan hutan di Kalimantan dapat dilihat dalam gambar 1 tentang realisasi dan

kerusakan hutan di Kalimantan 1900-2020.

Gambar Realisasi dan Proyeksi Kerusakan Hutan Kalimantan 1900-2020

17

Institut Studi Arus Informasi, loc.cit. 18

Ibid. 19

Lihat Hutan di Kalimantan Cuma Tersisa Separo . http://www.hulusungaitengahkab.go.id/versi3/index.php?option=

com_content&view=article&id=432:awas-luas-hutan-di-kalimantan-cuma-tersisa-separo&catid=18:pariwisata&Ite

mid=64, diakses pada 9 oktober 2009, pukul 16.31.

Page 11: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 11

Save Our Borneo (SOB) memaparkan, berdasarkan prediksi tren 10 tahunan, dari luas

Kalimantan yang mencapai 59 juta hektar, laju kerusakan hutan (deforestasi) akan mencapai 864

ribu hektare per tahun atau 2,16 persen.20

2.3. “Heart of Borneo” sebagai Jawaban Masalah Kerusakan Hutan di Hutan Kalimantan

Kerusakan hutan yang parah yang terjadi pada hutan Kalimantan kemudian memaksa

dilakukannya suatu upaya untuk melestarikan hutan Kalimantan, sebelum hutan Kalimantan

benar-benar punah. Adapun proyek HoB dinilai sebagai proyek yang tepat untuk mengatasi masalah

kerusakan hutan di Kalimantan. Hal ini karena proyek HoB merupakan proyek lingkungan di hutan

Kalimantan pertama yang menggabungkan koordinasi lintas batas antara pemerintah Indonesia,

Malaysia, dan Brunei Darussalam; di mana proyek-proyek yang ada sebelumnya biasa hanya

melibatkan LSM dan pemerintah lokal yang dominan di Hutan Kalimantan, yaitu pemerintah

Indonesia. Adanya koordinasi lintas batas ini dipandang sebagai hal yang dapat mempermudah

upaya perlindungan hutan Kalimantan, karena selama ini upaya perlindungan selalu terbentur

masalah-masalah batas negara sehingga upaya yang ada hingga kini belum maksimal.

Sebagai proyek yang baru berjalan, tentunya banyak pihak yang meragukan proyek HoB

dapat mengatasi masalah kerusakan hutan di hutan Kalimantan. Akan tetapi berbagai perkembangan

positif yang terjadi, misalnya dari antusiasme pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei

Darussalam dalam setiap pertemuan trilateral HoB melahirkan harapan, hutan Kalimantan masih

dapat diselamatkan. Salah satu program HoB, pengadaan kabupaten konservasi, juga dilihat sebagai

upaya positif untuk menjamin kelestarian wilayah hutan Kalimantan, karena program tersebut

menerapkan berbagai prinsip pembangunan berkelanjutan seperti telah disebutkan pada subbab

sebelumnya. Tingginya antusiasme masyarakat lokal dalam menyukseskan program HoB ini juga

sudah barang tentu merupakan perkembangan positif bagi upaya penciptaan hutan Kalimantan yang

lestari. Sehubungan dengan berbagai perkembangan positif ini, Carter Roberts, pemimpin sekaligus

CEO dari WWF mengatakan bahwa proyek ini adalah “kesuksesan monumental bagi konservasi

dan bagi jutaan jiwa yang bergantung pada sumber daya Borneo bagi kehidupan mereka.

Pelaksanaan praktik pembangunan berkelanjutan di wilayah ini akan memastikan perlindungan

20

Ibid.

Page 12: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 12

lingkungan bagi generasi di masa depan”.21

2.4. “Heart of Borneo” sebagai Jawaban terhadap Masalah Non-Lingkungan Seputar Hutan

Kalimantan

Selain merupakan jawaban terhadap permasalahan lingkungan di Hutan Kalimantan,

proyek HoB ternyata juga mendatangkan keuntungan pada sektor non-lingkungan, yaitu pada sektor

ekonomi dan sektor sosial.

2.4.1. “Heart of Borneo” dalam Menjawab Permasalahan Ekonomi

Selain bekerja sama dengan pemerintah negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei

Darussalam, proyek HoB ini juga dijalankan WWF dengan mengajak para pengusaha-pengusaha

kayu untuk bekerja sama. Adapun, para pengusaha kayu yang bekerja sama dengan WWF untuk

proyek HoB tergabung dalam Global Forest and Trade Network (GFTN). Kerja sama antara WWF

dengan GFTN terjadi sejak Jakarta Conference, di mana pada acara tersebut, WWF menjalin kerja

sama dengan GFTN seputar pembelian kayu bersertifikat di wilayah HoB.22

GFTN sendiri

merupakan jaringan gabungan dari negara, perusahaan, dan berbagai organisasi yang terlibat dalam

usaha pemasaran dan pembelian produk kayu bersertifikasi. Adapun produk kayu bersertifikasi

adalah produk kayu yang didapatkan melalui proses legal, dengan memperhatikan unsur

pembangunan berkelanjutan. GFTN ini sendiri telah berkembang di lebih dari 30 negara di dunia;23

,

antara lain (1) Afrika: negara-negara di Afrika Tengah dan Ghana; (2) Asia Pasifik: Australia, Cina,

Indonesia, Jepang, Malaysia, dan Vietnam; (3) Eropa: Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Inggris,

Jerman, Perancis, Portugal, Rumania, Rusia, Spanyol, Swedia, dan Swiss; (4) Amerika Latin dan

Karibia: Bolivia, Brasil, Peru, dan negara-negara Amerika Tengah dan Karibia (Belize, El Salvador,

Guatemala, Honduras, Kosta Rika, Nikaragua, Panama, Puerto Riko, dan Republik Dominika); dan

(5) Amerika Utara. Melalui kerja sama GFTN dengan HoB ini, para pengusaha dan organisasi yang

tergabung dalam GFTN ini memperoleh keuntungan ekonomi berupa penjualan produk kayu

bersertifikat, sekaligus tetap bertanggung jawab atas produk kayu tersebut karena produk kayu

21

Tom Lalley, Third of Borneo to Be Conserved, New Declaration Passed. http://www.worldwildlife.org/

who/media/press/2007/WWFPresitem917.html, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 15.32. 22

WWF, Pencapaian Utama GFTN Indonesia: Jakarta Conference. http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/

upaya_kami/kehutanan_spesies/whatwedo/gftnindonesia/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 16.31. 23

WWF, GFTN Worldwide. http://gftn.panda.org/gftn_worldwide/, diakses pada 11 Oktober 2009, pukul 18.40.

Page 13: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 13

bersertifikat merupakan produk kayu yang diproduksi dengan memperhatikan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan.

2.4.2. “Heart of Borneo” dalam Menjawab Permasalahan Sosial dan Budaya

Selain mampu memberikan keuntungan ekonomi bagi para pengusaha kayu melalui kerja

samanya dengan GFTN, proyek HoB ini juga ternyata mampu memberikan berbagai dampak sosial

dan budaya yang positif bagi masyarakat lokal di Kalimantan. Seperti misalnya melalui program

Payment for Environmental Services (PES) yang memberikan insentif berupa reward payment bagi

masyarakat lokal yang terlibat aktif dalam memelihara kesejahteraan lingkungan yang tercakup

dalam wilayah HoB. Walaupun program ini belum sampai pada tahap pelaksanaan, akan tetapi

program ini menunjukkan perkembangan yang positif. Bila program ini berhasil dilaksanakan,

tentulah akan memberikan dampak sosial yang sangat baik bagi masyarakat lokal wilayah HoB.

Dampak sosial dari proyek HoB juga dilaksanakan melalui pembukaan lapangan pekerjaan

untuk mengontrol berbagai upaya penebangan yang dilakukan dengan memperhatikan

prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk kepentingan pengawasan, tentunya proyek HoB

ini membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Pengawasan ini dilakukan dengan

memberdayakan masyarakat lokal, yang sekaligus bertujuan untuk memberikan pemasukan lebih

bagi masyarakat lokal agar mereka tidak membabat habis hutan Kalimantan hanya karena mereka

tidak memiliki penghasilan.24

Proyek HoB ini tidak hanya mendatangkan dampak lingkungan yang

positif, tapi juga dampak sosial yang positif.

Sementara dari sisi budaya, wilayah HoB sebagian besar merupakan wilayah yang masih

asri dan bebas dari peradaban kota. Suku Dayak merupakan suku yang banyak menghuni wilayah

hutan Kalimantan, seperti misalnya di wilayah Gunung Lumut yang termasuk wilayah sakral bagi

suku Dayak yang memeluk agama Hindu Kaharingan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah

lokal melalui HoB telah mengajukan aplikasi pada UNESCO untuk menjadikan daerah sekitar

Gunung Lumut tersebut sebagai World Heritage Site.25

Wilayah yang juga diajukan oleh HoB pada

UNESCO adalah wilayah Gunung Muller yang secara ekologis memenuhi kriteria untuk dijadikan

World Heritage Site, dan untuk dikelola sebagai Taman Nasional atau bentuk pengaturan lainnya

24

WWF, The Heart of Borneo. http://www.wwf.org.uk/what_we_do/safeguarding_the_natural_world/

forests/forest_work/borneo_forest/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 13.46. 25

WWF, Protected Areas. http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_

conservation/protected_areas/, diakses pada 21 Desember 2009, pukul 17.46.

Page 14: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 14

yang ditujukan bukan untuk produksi.26

2.5. Analisa “Heart of Borneo” sebagai Upaya Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam

untuk Mewujudkan Pembangunan Hutan Kalimantan yang Berkelanjutan

Bergabungnya pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam dalam proyek

“Heart of Borneo” yang diusung oleh WWF merupakan perkembangan positif dalam proyek HoB

yang membawa proyek ini ke arah yang berbeda. Keterlibatan pemerintah dalam upaya

perlindungan hutan Kalimantan merupakan hal yang positif dan sangat membantu kelancaran

program HoB karena bagaimanapun pemerintah sebagai entitas legal memiliki ijin untuk mengelola

wilayah hutan Kalimantan tersebut. Adapun keterlibatan pemerintah Indonesia, Malaysia, dan

Brunei Darussalam dalam proyek HoB ini didasarkan pada tiga alasan, yaitu alasan lingkungan,

alasan ekonomi, dan alasan sosial budaya. Alasan pertama, alasan lingkungan, merupakan alasan

yang mendasari seluruh proyek HoB. Berangkat dari parahnya tingkat kerusakan hutan di hutan

Kalimantan, WWF serta Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam terdorong untuk melakukan

berbagai upaya untuk menyelamatkan hutan Kalimantan sebab bila tidak diselamatkan secepatnya,

dikhawatirkan wilayah hutan Kalimantan lama-kelamaan akan hilang. Alasan kedua, alasan

ekonomi. Walaupun pemerintah ketiga negara menyadari bahwa kerusakan hutan Kalimantan sudah

sedemikian parahnya, akan tetapi tidak dapat dipungkiri, hutan Kalimantan merupakan salah satu

sumber penghasilan bagi perekonomian ketiga negara. Hutan Kalimantan merupakan sumber dari

berbagai jenis kayu, rotan, dan berbagai jenis sumber daya lain yang tentunya dapat menjadi

komoditas strategis bagi Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Karena itu, pemerintah

ketiga negara tetap mengupayakan agar berbagai sumber daya itu dapat dikelola dengan cara yang

tetap sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan. Alasan ketiga, alasan sosial dan budaya.

Terlepas dari masalah kerusakan lingkungan dan kebutuhan ekonomi, hutan Kalimantan merupakan

tempat tinggal berbagai suku yang hidup terpisah dari peradaban. Keberadaan berbagai suku ini

membutuhkan perlindungan dari pemerintah, agar jangan sampai penebangan kayu yang terjadi

malah merusak dan mencemari lingkungan tempat mereka tinggal. Karena itu dibutuhkan tindakan

pemerintah untuk mengawasi berbagai penebangan yang ada agar jangan sampai penebangan

tersebut merusak tempat tinggal mereka. Selain itu, proyek HoB ini juga dapat menyediakan

26

Ibid.

Page 15: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 15

berbagai lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal di wilayah hutan Kalimantan, yang sebagian

besar merupakan masyarakat yang hidupnya belum sejahtera, sehingga keberadaan proyek HoB ini

dapat mengurangi masalah sosial di wilayah hutan Kalimantan. Akumulasi dari tiga alasan tersebut

menghasilkan urgensi dan kepentingan yang melatarbelakangi alasan mengapa pemerintah

Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam mau terlibat dalam proyek HoB.

Berbagai alasan tersebut, mulai dari alasan lingkungan, ekonomi, hingga alasan sosial dan

budaya, menunjukkan upaya pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk

mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam unsur „penggabungan antara proteksi

lingkungan dan pembangunan ekonomi‟, jelas bahwa proyek HoB ini memenuhi kedua kriteria

tersebut: melindungi dan melestarikan hutan Kalimantan, sekaligus mendatangkan pemasukan bagi

setiap negara Indonesia, Malaysia, dan Kalimantan, serta mewujudkan lapangan pekerjaan dan

kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat lokal di wilayah hutan Kalimantan. Adanya perbaikan

hutan Kalimantan juga merupakan upaya yang bertujuan untuk melestarikan hutan Kalimantan agar

tetap tersedia untuk generasi mendatang, mengingat perbaikan itu sangat diperlukan karena jika

tidak, hutan Kalimantan diramalkan akan punah, yang akan mengancam kelangsungan generasi

mendatang. Berbagai alasan yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei

Darussalam untuk menyukseskan proyek HoB ini, karenanya, jelas menggambarkan tujuan

pemerintah setiap negara tersebut untuk mewujudkan sebuah pembangunan hutan Kalimantan yang

berkelanjutan.

Page 16: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 16

BAB III

KESIMPULAN

Upaya pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam bersama-sama dengan

WWF untuk melaksanakan proyek “Heart of Borneo” berangkat dari kondisi kerusakan hutan

Kalimantan yang semakin lama semakin parah. Pembalakan liar yang terjadi, deforestasi

besar-besaran untuk kepentingan industri, serta berbagai faktor lain seakan mempersulit upaya

menciptakan hutan Kalimantan yang lestari. Adapun pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei

Darussalam setuju untuk bergabung dalam proyek “Heart of Borneo” ini karena didasari tiga

kepentingan. Pertama, kepentingan lingkungan, yaitu untuk memastikan kelestarian hutan

Kalimantan demi keseimbangan ekosistem dan demi tersedianya hutan Kalimantan bagi generasi

mendatang. Kedua, kepentingan ekonomi, yaitu agar pemerintah ketiga negara tetap dapat

memperoleh keuntungan ekonomi dari hasil penjualan sumber daya hutan Kalimantan yang

diperoleh dengan cara yang tidak mengancam kelestarian hutan. Ketiga, kepentingan sosial dan

budaya, yaitu proyek “Heart of Borneo” dilihat sebagai proyek yang dapat menyediakan lapangan

pekerjaan bagi masyarakat lokal Kalimantan dan karenanya dapat mensejahterakan masyarakat dari

sisi sosial, dan melalui proyek ini, pengawasan terhadap praktik penebangan kayu dapat dilakukan,

sehingga akan ada jaminan bahwa penebangan yang ada tidak akan mencemari lingkungan tempat

tinggal masyarakat adat di hutan Kalimantan dari sisi budaya. Akumulasi dari ketiga kepentingan

tersebut menggambarkan bahwa pada akhirnya proyek “Heart of Borneo” merupakan upaya

pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk mewujudkan pembangunan hutan

Kalimantan yang berkelanjutan.

Page 17: Heart of Borneo, Pembangunan Hutan Kalimantan Yang Berkelanjutan Oleh Indonesia, Malaysia, Dan Brunei Darussalam

Page | 17

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Baker, Susan, et.al. 1997. “Introduction”, in Susan Baker, et.al. (eds.), The Politics of Sustainable

Development; Theory, Policy, and Practice within the European Union. London: Routledge.

Elliot, Lorraine. 2004. The Global Politics of the Environment. New York: New York University

Press.

Sumber Internet:

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/solutionhob/

http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conservatio

n/transboundary_collaboration/

http://www.wwf.org.uk/what_we_do/safeguarding_the_natural_worldforests/forest_work/borneo_

forest/

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/?11220/Denyutnya-Heart-of-Borneo-pada-Pert

emuan-Trilateral-Ketiga

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/?11221/Denyut-Jantung-Borneo-masih--kuat-p

ada-pertemuan-tiga-negara

http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/

borneo_rainforest_conservation/economic_tools/

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/hob/solutionhob/

http://www.isai.or.id/?q=node/10

http://www.hulusungaitengahkab.go.id/versi3/index.php?option=com_content&view=article&id=4

32:awas-luas-hutan-di-kalimantan-cuma-tersisa-separo&catid=18:pariwisata&Itemid=64

http://www.worldwildlife.org/who/media/press/2007/WWFPresitem917.html

http://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/kehutanan_spesies/whatwedo/gftnindonesia/

http://gftn.panda.org/gftn_worldwide/

http://www.wwf.org.uk/what_we_do/safeguarding_the_natural_world/

forests/forest_work/borneo_forest/

http://www.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conservatio

n/protected_areas/