hasil studi kelayakan kondisi kota bandung terkait dengan syarat kota layak anak

66
Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 1 2 0 0 9 1.1. Latar Belakang Aspek keberhasilan pembangunan Indonesia adalah pembangunan berbasis kebutuhan (need based approach) dan pembangunan berbasis hak (right based approarch). Kedua pendekatan ini harus mewarnai semua perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dari program/kegiatan kerja baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak lainnya. Dalam pendekatan berbasis kebutuhan, masyarakat lebih banyak berperan sebagai penerima manfaat dari hasil pembangunan dengan partisipasi yang harus tinggi. Untuk pembangunan berbasis hak menekankan penggabungan hak asasi manusia dan pembangunan manusia dalam aktivitas pembangunan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat ditempatkan sebagai pemegang hak (right holder), pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dan lembaga non pemerintah adalah pemangku kewajiban kedua setelah pemerintah (secondary bearer). Pendekatan pembangunan berbasis hak juga berlaku untuk anak sebagai bagian dari masyarakat. Pendekatan pembangunan berbasis hak anak menekankan bahwa pembangunan berbasis hak dengan menempatkan anak sebagai pusat dari seluruh kegiatan dalam pembangunan (child centered) dengan menggunakan instrument hukum yang memayungi anak, seperti Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Children) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1990 secara tegas menetapkan hal-hal penting tentang hak-hak yang melekat pada diri anak. KHA meminta kewajiban bagi pemerintah yang meratifikasi untuk membuat langkah- langkah implementasi dan kemudian melaporkannya ke Komite Hak Anak secara regular. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar tahun 1945 secara jelas juga mengatur tentang hak-hak anak, seperti yang tertuang dalam pasal 28B ayat 2, ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Berkaitan dengan itu, Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai Pelaksanaan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Selanjutnya ditetapkan pula Peraturan BAB 1 PENDAHULUAN

Upload: muhammad-taufik-rahmat

Post on 24-Jun-2015

1.904 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hasil studi ini menyimpulkan bahwasannya Kota Bandung belumlah layak menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak, seperti yang digembar gemborkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Bandung.

TRANSCRIPT

Page 1: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 1 2 0 0 9

1.1. Latar Belakang

Aspek keberhasilan pembangunan Indonesia adalah pembangunan berbasis kebutuhan

(need based approach) dan pembangunan berbasis hak (right based approarch). Kedua

pendekatan ini harus mewarnai semua perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dari

program/kegiatan kerja baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak lainnya. Dalam

pendekatan berbasis kebutuhan, masyarakat lebih banyak berperan sebagai penerima

manfaat dari hasil pembangunan dengan partisipasi yang harus tinggi. Untuk

pembangunan berbasis hak menekankan penggabungan hak asasi manusia dan

pembangunan manusia dalam aktivitas pembangunan masyarakat. Dengan demikian,

masyarakat ditempatkan sebagai pemegang hak (right holder), pemerintah sebagai

pemangku kewajiban (duty bearer) dan lembaga non pemerintah adalah pemangku

kewajiban kedua setelah pemerintah (secondary bearer).

Pendekatan pembangunan berbasis hak juga berlaku untuk anak sebagai bagian dari

masyarakat. Pendekatan pembangunan berbasis hak anak menekankan bahwa

pembangunan berbasis hak dengan menempatkan anak sebagai pusat dari seluruh

kegiatan dalam pembangunan (child centered) dengan menggunakan instrument hukum

yang memayungi anak, seperti Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the

Children) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia pada tahun 1990

secara tegas menetapkan hal-hal penting tentang hak-hak yang melekat pada diri anak.

KHA meminta kewajiban bagi pemerintah yang meratifikasi untuk membuat langkah-

langkah implementasi dan kemudian melaporkannya ke Komite Hak Anak secara

regular. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar tahun 1945 secara jelas juga mengatur

tentang hak-hak anak, seperti yang tertuang dalam pasal 28B ayat 2, ”Setiap anak

berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Berkaitan dengan itu, Indonesia telah

menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai

Pelaksanaan Konvensi PBB tentang Hak Anak. Selanjutnya ditetapkan pula Peraturan

BAB

1 PENDAHULUAN

Page 2: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 2 2 0 0 9

Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional 2004-2009. Melalui Perpres ini, pemerintah berupaya meningkatkan

kesejahteraan anak dan mewujudkan anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan

berakhlak mulia; serta melindungi anak terhadap berbagai bentuk kekerasan,

eksploitasi, dan diskriminasi.

Selain Konvensi Hak Anak terdapat kesepakatan internasional lainnya di bidang anak

yang juga telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia, yakni Deklarasi Dunia Yang

Layak Bagi Anak (World Fit For Children) tahun 2002. Kesepakatan tersebut dijabarkan

ke dalam Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015 yang kemudian menjadi

visi dan misi pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak dalam rangka

pemenuhan hak anak. PNBAI mencakup 4 (empat) bidang pokok yaitu : promosi hidup

sehat, penyediaan pendidikan yang berkualitas, perlindungan terhadap perlakuan salah,

eksploitasi dan kekerasan, serta memerangi HIV dan AIDS. Untuk mempercepat

terwujudnya visi dan misi pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui PNBAI 2015,

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama sektor

pemerintah terkait, organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat

mengembangkan model Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

Pengembangan model Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) didasari pada kenyataan

bahwa proporsi anak di Indonesia mencakup 33% dari total penduduk dengan

pertumbuhan sebesar 4,4%. Sementara itu kota-kota di Indonesia mengalami

pertumbuhan setiap tahun rata-rata 3,4%, yang disebabkan oleh angka pertumbuhan

penduduk tinggi dan migrasi penduduk desa kekota sehingga kota tidak mampu

menyerap bertambahnya penduduk. Data dari Unicef (2007) juga menunjukkan bahwa

43,24% anak Indonesia tinggal di perkotaan dan diperkirakan akan mencapai 60% pada

tahun 2025. Fakta lain menunjukkan bahwa anak belum merasa aman dan tenang di

rumah, belajar, bermain, berekreasi, belum adanya rute aman bagi anak serta belum

menjadi prioritasnya ruang bermain anak bagi pemerintah kabupaten/kota. Hal ini

disebabkan masih terbatasnya kebijakan pemerintah yang menyatukan isu hak anak ke

dalam perencanaan pembangunan kabupaten/kota serta belum terintegrasikannya hak

perlindungan anak ke dalam pembangunan kabupaten/kota.

Page 3: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 3 2 0 0 9

Hingga saat ini, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

telah merintis pengembangan model kota/kabupaten layak anak (KLA) di 15

kota/kabupaten di Indonesia, yakni kota Jambi, Surakarta, Padang, Malang, Pontianak,

Manado, Kupang serta kabupaten, Sidoarjo, Kutai Kartanegara, Gorontalo, Aceh Besar,

Ogan Komering Ilir, Lampung Selatan, Karawang dan kabupaten Sragen. Selain itu, KLA

telah dikembangkan pula secara mandiri oleh beberapa kota/kabupaten lainnya, yakni

Kota Bandung, Semarang, Kabupaten Boyolali, Kuningan dan Banjarnegara.

Pengembangan KLA di masing-masing kabupaten dan kota tersebut memiliki spesifikasi

yang berbeda sesuai dengan potensi dan kebutuhan setempat.

Untuk menjadikan KLA sebagai prioritas dalam pembangunan kesejahteraan dan

perlindungan anak di pemerintahan kabupaten/kota, serta untuk mengetahui peluang-

peluang dan hambatan-hambatan dalam pengembangan dan keberlanjutannya, maka

dipandang perlu adanya suatu kajian yang menyeluruh mengenai pelaksanaan konsep

KLA. Kajian ini akan memfokuskan pada 7 aspek indikator KLA yang terbagi ke dalam 2

indikator, yaitu indikator umum yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan,

perlindungan, infrastruktur serta lingkungan hidup/pariwisata yang terukur dan indikator

khusus yang meliputi bidang pembuatan kebijakan dan promosi pelaksanaan kebijakan

KLA. Dan untuk melihat kesiapan suatu kabupaten/kota untuk menuju perwujudan KLA,

dipandang perlu melihat situasi dan kondisi lingkungan yang kondusif bagi perwujudan

KLA ini.

1.2. Tujuan

Tujuan dilakukan kajian pengembangan KLA di Kota Bandung pada dasarnya adalah

untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai pelaksanaan bidang

kesejahteraan dan perlindungan anak melalui pengembangan kabupaten/kota layak

anak di Kota Bandung. Kajian ini juga akan melihat penyediaan informasi yang relevan

dengan kebijakan pengembangan KLA dan mendapatkan rekomendasi tentang

pelaksanaan kebijakan KLA di Kota Bandung.

1.3. Hasil yang Diharapkan

Serangkaian kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung dimaksudkan untuk menghasilkan

sebuah laporan yang mencakup beberapa hal, yaitu :

Page 4: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 4 2 0 0 9

1. Gambaran mengenai indikator KLA, baik itu indikator umum yang meliputi bidang

kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur serta lingkungan hidup/ pariwisata

maupun indikator khusus yang meliputi bidang pembuatan kebijakan dan promosi

pelaksanaan kebijakan KLA.

2. Gambaran mengenai 8 elemen lingkungan yang kondusif bagi KLA yang meliputi :

a. Governance commitment, yaitu apakah komitmen pemerintah telah ada dan

dilaksanakan;

b. Legislation, yaitu apakah peraturan perundang-undangan telah ada dan jalan;

c. Attitude, yaitu bagaimana sikap pemangku kepentingan terhadap KLA;

d. Open discussion, yaitu apakah masyarakat dan media massa mewacanakan KLA;

e. Children life skills, yaitu bagaimana perilaku anak sebagai pemegang hak dapat

menyatakannya;

f. Awareness of community, yaitu bagaimana kesadaran dan sikap masyarakat

terhadap KLA sudah menjadi kebutuhan mendasar;

g. Essential services and rehabilitation, yaitu apakah pelayanan-pelayanan dasar di

KLA telah dapat diakses; serta

h. Monitoring and reporting, yaitu apakah monitoring dan evaluasi dilakukan untuk

melihat hasil dan perencanaan.

3. Gambaran mengenai persepsi masyarakat dan anak tentang kebijakan KLA, yang

terutama meliputi pemahaman dan pandangan mereka tentang kebijakan KLA dan

implementasinya.

1.4. Manfaat

Manfaat dari kajian KLA di Kota Bandung baik secara langsung dan tidak langsung

adalah:

1. Untuk memperoleh gambaran terkini tentang upaya Kota Bandung dalam

mewujudkan KLA;

2. Sebagai bahan masukan untuk mempercepat terwujudnya KLA di Kota Bandung;

3. Sebagai bahan pelajaran untuk pengembangan KLA di daerah lainnya di Indonesia.

1.5. Lokasi

Penelitian dilaksanakan di Kota Bandung yang merupakan salah satu kota yang

mengembangkan KLA secara mandiri pada tahun 2007.

Page 5: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 5 2 0 0 9

2.1. Kerangka Pemikiran

Kota Layak Anak atau secara lengkap Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah sistem

pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan

sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara

menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak. Saat

ini pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,

telah mengeluarkan kebijakan khusus tentang KLA dalam bentuk Peraturan Menteri

(Permen), yakni Permen No. 2 Tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak

Anak, yang berisi tentang pedoman penyelenggaraan pembangunan Kabupaten/Kota

melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat, dan dunai

usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan untuk memenuhi hak anak.

Kebijakan KLA merupakan upaya yang perlu dikembangkan oleh pemerintah

kabupaten/kota mengingat bahwa anak merupakan potensi bangsa bagi pembangunan

nasional, sehingga pembinaan dan pengembangannya perlu dilakukan sedini mungkin

dengan menyusun kebijakan yang berpihak pada kepentingan anak. Kebijakan tentang

KLA juga merupakan konsekuensi dari ratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan

Presiden Nomor 36 Tahun 1990, dimana pemerintah berkewajiban membuat langkah-

langkah yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan anak dan pemenuhan hak-hak

anak. Salah satunya dengan ikut menandatangani Deklarasi Dunia yang Layak bagi Anak

(World Fit For Children), dimana di dalamnya perlu mengembangkan rencana aksi untuk

menjadikan kabupaten/kota yang layak anak sebagai bentuk pelaksanaan WFFC;

Penilaian kabupaten/kota dalam mewujudkan KLA dilakukan secara bertahap dengan

memberikan penilaian terutama yang berkaitan dengan adanya:

1. Kebijakan yang telah dibuat yang terkait dengan perlindungan anak di daerahnya;

2. Pengorganisasian;

3. Program dan kegiatan;

4. Keuangan; dan

5. Pelaporan.

BAB

2 METODOLOGI KAJIAN

Page 6: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 6 2 0 0 9

Jenis kebijakan meliputi adanya Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Walikota, Instruksi

Bupati/Walikota, Keputusan Bupati/ Walikota, Surat Edaran, dan Naskah Kesepahaman,

serta kebijakan lainnya terkait anak. Sedangkan pengorganisasian meliputi Gugus Tugas

KLA, Sekretaris Gugus Tugas KLA, sanggar anak, lembaga peduli anak dan organisasi

lainnya yang terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak. Untuk program dan

kegiatan meliputi kegiatan kabupaten/kota yang terkait dengan advokasi dan sosialisasi,

pemberdayaan ekonomi keluarga anak jalanan, taman bermain anak, rumah cerdas atau

rumah pintar, sekolah ramah anak, perpustakaan keliling, rapat koordinasi Gugus Tugas

KLA, seminar KLA dan komunikasi informasi dan edukasi tentang KLA dan lainnya terkait

anak.

Keuangan meliputi besarnya anggaran yang peduli terhadap anak yang ada di

kabupaten/kota baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

maupun dari donor internasional, donor swasta, stimulan perlindungan anak dan lainnya.

Untuk pelaporan meliputi adanya panduan kerja dan pelaporan, data dan analisa

masalah anak dan laporan laiinnya yang menginformasikan tentang anak.

2.2. Metode Kajian

Kajian yang dilakukan pada dasarnya untuk melihat upaya-upaya pembangunan di Kota

Bandung secara lintas sektoral bagi pemenuhan hak-hak anak, terutama yang

menyangkut peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.

2.2.1. Analisis Pemenuhan Indikator dan Elemen Pendukung KLA

Secara umum tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kondisi pemenuhan indikator

KLA yang sudah disusun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak, khususnya indikator umum yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan,

perlindungan, infrastruktur, dan lingkungan hidup. Indikator di setiap bidang tersebut

dikelompokkan ke dalam sejumlah jenis pelayanan dasar. Pemenuhan indikator yang

lebih spesifik lagi akan tercermin dari data-data statistik yang relevan dan tersedia di

pemerintah Kota Bandung.

Dari analisis ini paling tidak terdapat sejumlah pertanyaan yang akan dijawab, yakni:

1. Indikator apa saja yang tersedia datanya?

Page 7: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 7 2 0 0 9

2. Seberapa besar tingkat pemenuhan indikatornya ?

3. Permasalahan apa saja yang muncul dalam penyediaan data?

4. Adakah data statistik lain yang relevan yang dimiliki yang bisa menjadi pelengkap dari

indikator KLA?

5. Adakah data pendukung yang diperoleh dari penelitian dan monitoring kasus

2.2.2. Analisis Proses menuju KLA

Analisis proses ini secara umum bertujuan untuk melihat realisasi pemenuhan indikator

khusus dan 8 elemen pendukungnya. Dari analisis proses ini paling tidak juga terdapat

sejumlah pertanyaan yang akan dijawab, antara lain :

1. Bagaimana proses penyusunan kebijakan KLA dan bagaimana promosi pelaksanaan

kebijakannya?

2. Apakah komitmen pemerintah telah ada dan dilaksanakan?

3. Apakah peraturan perundang-undangan telah ada dan berjalan?

4. Bagaimana sikap pemangku kepentingan terhadap KLA

5. Apakah masyarakat dan media massa mewacanakan KLA?

6. Bagaimana perilaku anak sebagai pemegang hak dapat menyatakan?

7. Bagaimana kesadaran dan sikap masyarakat terhadap KLA sudah menjadi

kebutuhan mendasar?

8. Apakah pelayanan dasar di KLA telah dapat diakses?

9. Apakah monev dilakukan untuk melihat hasil dan perencanaan?

2.2.3. Analisis SWOT

SWOT adalah singkatan dari bahasa Inggris Strengths (Kekuatan), Weakness

(Kelemahan), Opportunities (Peluang) dan Threats (Ancaman). Dalam kajian ini, analisis

SWOT dipergunakan untuk menganalisis faktor-faktor di dalam instansi-instansi satuan

kerja pemerintah daerah (SKPD) yang memberikan andil terhadap implementasi

kebijakan kesejahteraan dan perlindungan anak pada umumnya atau implementasi

kebijakan KLA, maupun faktor-faktor eksternalnya.

Strengths atau kekuatan dalam hal ini diartikan sebagai faktor-faktor internal yang

mendukung kebijakan kota layak anak, seperti adanya komitmen pemerintah, kebijakan-

kebijakan dan program dan di bidang kesejahteraan dan perlindungan anak berikut

penganggarannya serta implementasinya yang berjalan baik di lapangan. Sedangkan

Page 8: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 8 2 0 0 9

weakness atau kelemahan adakah tidak ada atau lemahnya faktor-faktor pendukung

tersebut.

Tentang opportunities atau peluang, dalam hal ini diartikan sebagai faktor-faktor

eksternal yang mendukung terwujudnya KLA, seperti data-data statistik yang

mencerminkan kondisi ideal atau positif, kelembagaan di luar pemerintah di bidang

kesejahteraan dan perlindungan anak berikut aktivitasnya. Sedangkan threats atau

ancaman adalah data-data statistik yang tidak atau kurang mencerminkan kondisi yang

ideal atau positif serta permasalahan-permasalahan yang belum bisa teratasi yang

mengancam atau menghalangi terwujudnya sebuah kota layak anak.

Untuk menganalisisnya, kekuatan dan kelemahan dihubungkan dengan peluang dan

ancaman. Kombinasi di mana kekuatan bertemu dengan peluang adalah keadaan yang

paling positif dalam mewujudkan kota layak anak. Keadaan ini harus dipertahankan atau

dikembangkan agar bisa menjadi pembelajaran atau best practises bagi kota/kabupaten

lain yang hendak mengembangkan kota/kabupaten layak anak. Sebaliknya, kombinasi

antara kelemahan dan ancaman merupakan kondisi yang paling buruk dalam

mewujudkan kota layak anak. Kondisi ini merupakan peringatan atau bad practises yang

harus dirubah atau diperbaiki dalam mewujudkan kota layak anak.

2.2.4. Analisis Relevansi, Dampak dan Keberlanjutan

Analisis ini terdiri dari sejumlah standar atau kriteria untuk melakukan evaluasi. Analisis

ini akan dipergunakan untuk evaluasi suatu program dan bukan untuk evaluasi

kebijakan.

Analisis relevansi, diartikan sebagai kriteria untuk melihat apakah upaya-upaya yang

dilakukan pemerintah selama ini relevan dengan tujuan dari kebijakan KLA. Di sisi lain

juga harus dilihat apakah kebijakan KLA ini relevan dengan visi dan misi dari pemerintah

kota setempat.?

Analisis dampak, diartikan sebagai kriteria untuk melihat melihat efek yang lebih luas

dari kebijakan, program dan kegiatan di bidang KLA pada individu, masyarakat, dan

lembaga. Dampak dapat bersifat segera dan jangka panjang, yang dimaksudkan dan

Page 9: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 9 2 0 0 9

tidak disengaja, positif dan negatif, makro (sektor) dan mikro (rumah tangga). Apakah

ada perubahan yang tidak disengaja dan / atau perubahan negatif telah dihasilkan?

Analisis keberlanjutan, diartikan sebagai kriteria untuk melihat sejauh mana kebijakan

KLA ini bukan lagi hanya sebagai kebijakan milik dan dilakukan oleh pemerintah semata,

tetapi sudah menjadi milik masyarakat, sehingga masyarakat itu sendiri yang akan

mengawalnya.

2.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik, antara

lain:

1. Dokumentasi data sekunder, yakni mengumpulkan data-data statistik, laporan-

laporan, dan data serta informasi pendukung lainnya.

2. Review kebijakan, khususnya kebijakan terkait di tingkat daerah.

3. Focused Group Discussion.

4. Wawancara mendalam (indepth interview) dengan pertanyaan terbuka.

5. Penyebaran angket menggunakan kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

tertutup.

2.4. Subjek Kajian

Dalam kajian ini terdapat sejumlah pihak yang akan menjadi subyek penelitian atau

informan yang terdiri :

1. Unsur Eksekutif, yang meliputi :

a. Pejabat eselon 2, 3 dan 4 di kabupaten/kota

b. Bagian atau sub bagian yang menangani urusan anak

c. Bagian atau sub bagian yang menangani masalah sosial anak

d. Bidang pemerintah yang berhubungan dengan indikator KLA, seperti Bappeda,

Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertamanan, Dinas

Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, dan instansi lainnya yang terkait.

2. Unsur Legislatif, khususnya komisi yang menangani masalah social di DPRD serta

Partai Politik yang merupakan pemenang Pemilu 2009

3. Unsur Masyarakat, yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan,

tokoh pemuda, KPAID, LSM yang bekerja di bidang anak

4. Forum Anak/Organisasi Anak/OSIS

Page 10: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 10 2 0 0 9

2.5. Tahapan Kajian

Proses yang dilakukan dalam kajian ini, antara lain:

1. Menyusun instrumen

2. Melakukan uji coba instrumen

3. Merevisi instrumen

4. Melaksanakan kajian

5. Menginput data

6. Melakukan analisis data

7. Membuat laporan sementara

8. Mempresentasikan hasil

9. Merevisi laporan sekaligus menyusun laporan lengkap

10. Memberikan laporan kepada KPP dan PA

Page 11: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 11 2 0 0 9

3.1. Gambaran Umum

Sebelum memperoleh penghargaan atau predikat sebagai Kota Layak Anak, Kota

Bandung telah memiliki 6 fungsi kota yaitu sebagai :

Pusat Pemerintahan Jawa Barat

Kota Ekonomi dan Perdagangan

Kota Pendidikan

Kota Budaya dan Wisata

Kota Industri

Etalase Jawa Barat

Sedangkan secara administratif Kota Bandung berbatasan dengan daerah

kabupaten/kota lainnya yaitu :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Bandung Barat.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Cimahi.

3. Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung.

Batas-batas administratif tersebut terlihat dalam peta Kota Bandung berikut ini.

BAB

3 GAMBARAN WILAYAH KOTA BANDUNG

Page 12: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 12 2 0 0 9

3.1.1. Sejarah Kota Bandung

Menurut website resmi pemerintah kota Bandung (www.bandung.go.id), dalam

sejarahnya kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten

Bandung, tetapi dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung

berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 M, dengan

bupati pertama bernama Tumenggung Wiraangunangun, yang memerintah kabupaten

Bandung hingga tahun 1681. Semula Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak

(sekarang Dayeuhkolot) kira-kira 11 kilometer ke arah selatan dari pusat kota Bandung

sekarang. Ketika kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6, yakni R.A

Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki "Dalem Kaum I", kekuasaan di Nusantara

beralih dari Kompeni ke Pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal

pertama Herman Willem Daendels (1808-1811).

Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan

Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung

timur Jawa Timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat

pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing. Untuk kelancaran

pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi

kantor bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung

dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke

daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos.

Rupanya jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung sudah merencanakan untuk

memindahkan ibukota Kabupaten Bandung. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong

berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos

yang sedang dibangun (pusat kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu

antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi

selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan. Sekitar awal tahun

1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekali lahan bakal

ibukota baru. Dengan kata lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the

founding father) kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru

Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810.

Page 13: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 13 2 0 0 9

Setahap demi setahap, dimulailah pembangunan ibukota kabupaten baru. Perpindahan

rakyatnya pun dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan pengadaan perumahan

serta fasilitas lain yang tersedia. Seiring dengan perkembangan kota, maka jumlah

penduduk Bandung pun semakin bertambah sehingga pada tahun 1906 berjumlah

38.400 jiwa, dan tahun 1921 meningkat menjadi sekitar 102.227 jiwa. Mulai tahun

1906, Bandung dikelola burgemeester karena waktu itu Bandung baru mendapat status

gemeente Bandung, yang memungkinkan untuk mengelola kota secara otonom. Status

tersebut ditetapkan dengan ordonansi pada 21 Februari 1906 dan diundangkan pada 1

Maret 1906, serta berlaku efektif pada 1 April 1906.

Pada masa kolonial, pengembangan Kota Bandung mendapat perhatian besar dari

pemerintah Hindia Belanda, yang ingin membangun Bandung menjadi sebuah “kota

ideal”. Berbagai infrastuktur kota tersebut dibangun untuk menunjang kepentingan

sistem kolonial, serta kebutuhan pembangunan sebuah wilayah ekslusif orang Belanda

atau Eropa. Di samping itu, kota Bandung yang dibangun dengan nuansa Eropa

menyebabkan Bandung dijuluki sebagai “Kota Eropa di daerah tropis”. Hal ini tampak

dari terbaginya wilayah kota atas dasar penataan kependudukan Hindia Belanda yang

diskriminatif. Konsep pembangunan yang dipakai dalam membangun Kota Bandung

adalah:

membangun kota menjadi prototipe sebuah koloniaalstad (kota kolonial)

menata dan menghijaukan kota dalam upaya mewujudkan tuinstad (kota taman)

mempersiapkan Bandung sebagai ibu kota Hindia Belanda.

Konsep “kota kolonial” mengacu pada desain model arsitektur barat yang

mendominasikan Kota Bandung, sedangkan konsep “kota taman” tampak dari

banyaknya taman yang tersebar diseluruh Bandung. Untuk merealisasikan gagasan

tersebut, infrastuktur segera dibangun secara bertahap. Berdasarkan raadbesluit

(Keputusan Dewan Kotamadya) pada 18 Desember 1918, gemeente Bandung

menyediakan lahan seluas 27.000 m² untuk kompleks bangunan instansi pemerintah.

Seiring terjadinya gejolak politik pada masa periode 1945-1965 terjadi perubahan

drastis terhadap kondisi kota-kota di Indonesia termasuk Bandung. Peristiwa Bandung

Lautan Api maupun peristiwa politik lainnya di satu sisi telah melumpuhkan aktivitas dan

merusak tatanan kota Bandung. Euforia kemerdekaan telah mengakibatkan berubahnya

Page 14: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 14 2 0 0 9

fisik maupun aktivitas yang telah terbentuk sebelumnya. Arus migrasi ke Kota Bandung

mengalir tanpa dapat dicegah, akibatnya tumbuhnya kawasan-kawasan permukiman

secara tidak terkendali.

Baru pada tahun 1971 dengan disepakatinya (1) Master-Plan Kota Bandung, Kota

Bandung dikembangkan menjadi kota dengan fungsi sebagai berikut : Pusat

Pemerintahan, Pusat Perguruan Tinggi, Pusat Perdagangan, Pusat Industri, Pusat

Kebudayaan dan Pariwisata. Dengan fungsi tersebut, Kota Bandung berkembang dengan

pesat dan timbulah beberapa permasalahan, yaitu urbanisasi yang tinggi, transportasi,

disparitas kepadatan penduduk dan terkonsentrasinya/tercampurnya kegiatan komersial

pada satu kawasan dan sebagainya, sehingga keterbatasan lahan menjadi salah satu

persoalan. Kemudian ditetapkanlah (2) Rencana Induk Kota (RIK) Bandung 1971-1991

dan RIK 1985-2005. Dalam RIK ini fungsi-fungsi yang telah ditetapkan dalam Master-

Plan tersebut masih ditetapkan kembali sehingga memberikan peluang kegiatan yang

sangat luas.

3.1.2. Kondisi Geografis

Kota Bandung merupakan ibukota dari provinsi Jawa Barat, yang terletak di antara 107°

36” Bujur Timur, 6° - 55‟ Lintang Selatan. Ketinggian tanah mencapai ± 791 m di atas

permukaan laut, dengan titik terendah sekitar 675 m yang berada di sebelah selatan

dengan permukaan relatif datar dan titik tertinggi sekitar 1,050 m berada di sebelah

utara dengan kontur yang berbukit-bukit. Iklim asli Kota Bandung dipengaruhi oleh iklim

pegunungan yang sejuk tetapi beberapa tahun belakangan mengalami peningkatan suhu

yang disebabkan polusi dan meningkatnya suhu global akibat efek rumah kaca.

Luas wilayah Kota Bandung 16.729,65 ha yang terdiri dari dataran (145,52 km²),

perbukitan (0,82 km²) dan pesawahan (21,56 km²) dan sebanyak 8.791.35 (52.55%)

digunakan untuk daerah perumahan/pemukiman.

3.1.3. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2007 adalah 2.329.928 jiwa (BPS Kota Bandung

Tahun 2007) dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.188.312 jiwa atau 51.00%

dan penduduk perempuan sebesar 1.146.865 jiwa atau sebesar 49.00%. Selama 2003

Page 15: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 15 2 0 0 9

hingga 2007 telah terjadi kenaikan jumlah penduduk rata-rata sebesar 33.080 jiwa.

Pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor alami seperti kelahiran

dan kematian serta faktor migrasi atau perpindahan penduduk yang disebabkan karena

Bandung merupakan ibukota propinsi, juga merupakan kota jasa yang dikunjungi oleh

banyak pendatang dari luar Kota Bandung yang akhirnya bekerja dan menetap di Kota

Bandung.

Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan hampir sama banyaknya, yang membedakan

adalah komposisi umur. Komposisi penduduk Kota Bandung menurut kelompok umur

menunjukkan bahwa penduduk berusia muda yaitu 0 – 14 tahun 24.21%, usia produktif

15 – 64 tahun sebesar 71.75% dan usia tua = 65 tahun sebesar 3,72%. Pengelompokan

penduduk berdasarkan umur berguna bagi intervensi program kesehatan yang akan

dilakukan. Kelompok umur rentan seperti kelompok umur balita dan usia lanjut

merupakan sasaran program kesehatan karena resiko terhadap penyakitpenyakit

tertentu yang memerlukan penanganan khusus dalam bidang kesehatan.

Jumlah penduduk terbanyak tingkat kecamatan yaitu kecamatan Babakan Ciparay

(137.392 jiwa) dan paling sedikit di Kecamatan Bandung Wetan (31.714 jiwa). Bila

dilihat dari jumlah penduduk di Kota Bandung 2.329.928 jiwa maka rata-rata kepadatan

penduduk di Kota Bandung yaitu 13.196 jiwa/km². Walaupun Kecamatan Babakan

Ciparay memiliki jumlah penduduk terbanyak tetapi Kecamatan Bandung Kulon

merupakan kecamatan terpadat di Kota Bandung yaitu 37.991 jiwa/km². Hal ini

dikarenakan luas wilayah Kecamatan Bandung Kulon lebih sempit daripada Kecamatan

Babakan Ciparay. Kecamatan yang tingkat kepadatan penduduknya jarang adalah

kecamatan Astanaanyar (6.203 jiwa/km2). Kondisi ini menandakan bahwa persebaran

penduduk di Kota Bandung belum merata dan masih terpusat di tempat-tempat tertentu.

3.1.4. Kondisi Ekonomi

Kondisi perekonomian Kota Bandung dapat terlihat dari Indikator Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE) yang setiap tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut

berkaitan dengan penetapan salah satu target program prioritas yaitu LPE Kota Bandung

tahun 2008 adalah 11%. LPE Kota Bandung pada tahun 2007 mencapai 8.24% diatas

pencapaian LPE Propinsi Jawa Barat yang mencapai 5,31%. Faktor lain yang menjadi

salah satu ukuran kemajuan dalam proses pembangunan adalah Produk Domestik

Page 16: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 16 2 0 0 9

Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan produksi barang dan jasa masyarakat Kota

Bandung. Peningkatan PDRB ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap

tingkat kesehatan masyarakat di Kota Bandung.

3.1.5. Kondisi Sosial Budaya

Setidaknya ada dua karakteristik budaya yang perlu mendapat perhatian yaitu

kebudayaan Sunda dan kebudayaan perkotaan. Kota Bandung bermula dari sebuah kota

kolonial, namun sejak tahun 1950-an telah menjadi „Kota Sunda‟ dengan dominasi suku

bangsa Sunda yang merupakan penduduk asli yang mayoritas (E.M. Bruner 1974).

Secara stereotipik, Orang Sunda menganut nilai kemandirian sosial, dalam arti bahwa

setiap orang dewasa bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri, dan terkait dengan

pandangan ini adalah sikap „tidak mencampuri urusan orang lain‟. Di satu sisi, nilai ini

mendukung atau setidaknya sejajar dengan nilai demokrasi dan kesetaraan, namun di

sisi lain mengandung kelemahan pengendalian sosial.

Masyarakat Kota Bandung sejak awal merupakan masyarakat yang heterogen, dan

semakin lama semakin dibanjiri oleh pendatang yang menumpang hidup, dan turut

menghidupi. Studi Bruner tersebut menunjukkan bagaimana kebudayaan Sunda menjadi

pedoman pergaulan antar budaya di tempat-tempat umum. Menurutnya, acuan ke

kebudayaan setempat yang dominan ini menunjang integrasi antar golongan penduduk

yang beragam di kota. Meskipun studi itu tidak sampai memperlihatkan bagaimana

peranannya dalam pembangunan kota. Namun dewasa ini interaksi sosial di beberapa

jenis tempat umum tidak lagi berpedoman kepada kebudayaan Sunda, melainkan ke

kebudayaan nasional atau diwarnai oleh unsur-unsur kebudayaan para pelaku yang

dominan di bidang kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian peranan kebudayaan

Sunda (terutama bahasanya) sebagai sarana komunikasi umum di Kota Bandung, telah

melemah.

Namun studi lain oleh Parsudi Suparlan (1974) memperlihatkan penyerapan bahasa

Sunda oleh generasi kedua pendatang di Kota Bandung. Demikian pula, rasa turut

memiliki Kota Bandung juga menguat di kalangan para pendatang yang telah tinggal di

sini beberapa generasi. Bahkan beberapa tokoh yang terkemuka dalam upaya

pelestarian peninggalan sejarah Bandung dan tradisi budaya Sunda, adalah orang-orang

bukan-Sunda. Mereka ini juga menjadi semacam fasilitator antar golongan budaya,

Page 17: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 17 2 0 0 9

meski jumlahnya terlalu kecil. Sementara itu, kiranya juga dapat diterima bahwa di

kalangan pendatang yang tinggal sementara, atau belum lama, belum tumbuh sense of

belonging yang kuat untuk menumbuhkan sikap turut memelihara keadaan Kota

Bandung, juga tidak memiliki legitimasi sosial untuk turut mengendalikan keadaan kota

ini.

Perkumpulan para pendatang banyak, perkumpulan penduduk asli juga banyak, namun

belum terjalin. Di Kota Bandung belum tumbuh perasaan kewargaan yang kuat yang

mengikat baik orang Sunda maupun bukan-Sunda sebagai warga kota, meskipun ada

juga potensinya pada pertandingan-pertandingan olahraga tingkat tinggi dengan daerah

lain, seperti solidaritas yang kuat di kalangan „bobotoh Persib‟ yang anggotanya juga

meliputi warga Bandung yang bukan-Sunda.

3.1.6. Visi dan Misi

Pemerintah kota Bandung memiliki visi sebagai berikut :

”Terwujudnya kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat (bersih, makmur, taat

dan bersahabat)

Makna dari visi tersebut yaitu :

Pertama : Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus bersih dari sampah, dan bersih praktik

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ), penyakit masyarakat (judi, pelacuran, narkoba,

premanisme dan lainnya), dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya yang bertentangan

dengan moral dan agama dan budaya masyarakat atau bangsa;

Kedua : Kota Bandung sebagai Kota Jasa yang memberikan kemakmuran bagi warganya;

Ketiga : Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang taat terhadap

agama, hukum dan aturan - aturan yang ditetapkan untuk menjaga keamanan,

kenyamanan dan ketertiban kota .

Keempat : Kota Bandung sebagai Kota Jasa harus memiliki warga yang bersahabat,

santun, akrab dan dapat menyenangkan bagi orang yang berkunjung serta menjadikan

kota yang bersahabat dalam pemahaman kota yang ramah lingkungan.

Secara harfiah, Bermartabat diartikan sebagai harkat atau harga diri, yang menunjukkan

eksistensi masyarakat kota yang dapat dijadikan teladan karena kebersihan,

Page 18: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 18 2 0 0 9

kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan dan kedisiplinannya. Jadi kota jasa yang bermartabat

adalah kota yang menyediakan jasa pelayanan yang didukung dengan terwujudnya

kebersihan, kemakmuran, ketaatan, ketaqwaan, dan kedisiplinan masyarakatnya.

Berdasarkan pemahaman tersebut, sangatlah rasional pada kurun waktu lima tahun

kedepan diperlukan langkah dan tindakan pemantapan (revitalisasi, reaktualisasi,

reorientasi dan refungsionalisasi) yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung

beserta masyarakatnya serta didukung secara politis oleh pihak legislatif melalui upaya-

upaya yang lebih keras, cerdas dan terarah namun tetap ramah dalam meningkatkan

akselerasi pembangunan guna tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Sementara misi kota Bandung atau tugas yang diemban Pemerintah Kota Bandung

meliputi :

1. Mengembangkan sumber daya manusia yang handal yang religius, Yang mencakup

pendidikan, kesehatan dan moral keagamaan.

2. Mengembangkan perekonomian kota yang adil, yang mencakup peningkatan

perekonomian kota yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka

meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan

kesempatan berusaha.

3. Mengembangkan Sosial Budaya Kota yang ramah dan berkesadran tinggi, serta

berhati nurani, yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka

meningkatkan ketenagakerjaan, meningkatkan kesejahteraan sosial, keluarga,

pemuda dan olah raga serta kesetaraan gender.

4. Meningkatkan penataan Kota, yang mencakup pemeliharaan serta peningkatan

prasarana dan sarana kota agar sesuai dengan dinamika peningkatan kegiatan kota

dengan tetap memperhatikan tata ruang kota dan daya dukung lingkungan kota .

5. Meningkatkan kinerja pemerintah kota secara professional, efektif, efisien akuntabel

dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur pemerintah dan

masyarakat.

6. Mengembangkan sistem keuangan kota , mencakup sistem pembiayaan

pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta dan masyarakat.

Page 19: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 19 2 0 0 9

4.1. Pengantar

Kota Layak Anak (KLA) adalah sistem pembangunan kota yang mengintegrasikan

komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana

secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak dan

perlindungan anak. Sementara kondisi kesejahteraan dan perlindungan anak merupakan

salah satu parameter bagi suatu kota atau kabupaten untuk mencanangkan diri sebagai

kota atau kabupaten layak anak (KLA). Kondisi tersebut secara lebih sistematis

dituangkan dalam sejumlah indikator KLA.

Kondisi tersebut selain terekam dalam data kuantitatif yang berupa data-data statistik di

bidang anak, juga dalam data-data kualitatif yang merupakan pandangan dari para

pemangku kepentingan di bidang anak tentang kondisi anak yang ada. Data-data

tersebut juga merupakan cerminan dari permasalahan anak yang terjadi serta upaya-

upaya yang dilakukan baik dalam bentuk kebijakan pemerintah maupun dalam bentuk

program dan kegiatan yang dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat.

Namun demikian, tidaklah berarti bahwa suatu kota atau kabupaten harus menunggu

terlebih dulu kondisi yang ideal di bidang kesejahteraan dan perlindungan anak sebelum

mencanangkan diri sebagai KLA atau kota yang menuju KLA. Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sendiri juga tidak memberi batasan

kondisi anak yang seperti apa yang bisa menggambarkan sebuah kota atau kabupaten

layak anak. Yang lebih diperhatikan adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah

dan masyarakat dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak.

Berikut ini adalah gambaran dari upaya-upaya tersebut yang dijabarkan daalm

pelayanan-pelayanan dasar yang ditujukan untuk kelompok anak yang terdapat di kota

Bandung. Di dalamnya akan diuraikan tentang visi dan misi serta program dan kegiatann

dari SKPD terkait, sejauh informasinya tersedia, serta , data-data statistik terkait

termasuk gambaran permasalahan secara kualitatif. Pelayanan dasar yang diuraikan

BAB

4 KONDISI KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Page 20: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 20 2 0 0 9

meliputi bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosoail, infrastruktur dan

sebagainya.

4.2. Pelayanan Dasar Bidang Kesehatan

Untuk melihat pelayanan dasar yang disediakan pemerintah kota Bandung di bidang

kesehatan secara lebih komprehansif, maka akan diawali dengan dengan melihat visi

dan misi pemerintah Kota Bandung di bidang kesehatan, bagaimana strategi dalam

menjabarkan visi dan misi tersebut, fasilitas pelayanan yang disediakan, serta hasil-hasil

yang telah dicapai, termasuk gambaran permasalahan di bidang kesehatan anak.

4.2.1. Visi dan Misi

Visi Pemerintah Kota Bandung di bidang kesehatan tercakup dalam visi “Bandung Sehat

2007”, dimana diharapkan seluruh pelaku kesehatan bersama seluruh elemen

masyarakat Kota Bandung pada tahun 2007 :

1. hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat

2. memiliki kemampuan hidup sehat

3. memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara

adil,merata, dan

4. memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Visi pembangunan kesehatan tersebut mendukung terwujudnya Visi Kota Bandung

sebagai ”Kota Jasa yang Bermartabat” (Bersih Makmur, Taat dan Bersahabat) serta visi

pembangunan kesehatan Indonesia yaitu ”Indonesia Sehat 2010”.

Untuk merealisasikan visi Bandung Sehat 2007, maka ditetapkan “Misi Pembangunan

Kesehatan” sebagai berikut :

1. Menggerakkan pembangunan Kota Bandung berwawasan kesehatan,

2. Memelihara serta meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat serta

lingkungannya sehingga mandiri untuk hidup sehat,

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan

terjangkau,

4. Mengembangkan sumber daya manusia kesehatan yang berkualitas dan

professional,

Page 21: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 21 2 0 0 9

5. Meningkatkan dan mengembangkan pembiayaan kesehatan.

Strategi operasional yang digunakan pemerintah kota Bandung dalam mewujudkan

“Bandung Sehat 2007” adalah sebagai berikut :

1. Menggerakkan semua potensi dalam pembangunan kesehatan berwawasan

kesehatan,

2. Membentuk kemitraan dalam usaha bersama untuk mewujudkan Bandung Sehat

2007,

3. Meningkatkan kualitas kegiatan promosi kesehatan,

4. Memahami dan melaksanakan berbagai kewenangan bidang kesehatan,

5. Meningkatkan manajemen kualitas pelayanan kesehatan,

6. Memperluas kerjasama bidang kesehatan dalam meningkatkan kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) kesehatan,

7. Mengoptimalkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK),

8. Meningkatkan Advokasi bidang kesehatan dalam peningkatan proporsi anggaran

bidang kesehatan,

9. Meningkatkan pembiayaan kesehatan bersumber daya masyarakat.

Untuk menjalankan misinya di bidang kesehatan, Pemerintah Kota Bandung

mengeluarkan kebijakan sebagai berikut:

1. Mengupayakan pembangunan kelurahan dan kecamatan yang berwawasan

kesehatan,

2. Menggerakan semua potensi masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan

dan mewujudkan lingkungan sehat perkotaan,

3. Mengupayakan peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan baik promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat,

4. Mengupayakan peningkatan sumber daya manusia kesehatan,

5. Mengupayakan peningkatan sumber dan proporsi pembiayaan kesehatan melalui

advokasi dan pemberdayaan masyarakat.

Penjabaran kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota Bandung pada pelaksanaan

pembangunan kesehatan dirumuskan dalam 3 program pokok sebagai berikut:

1. Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat dan Pemberdayaan masyarakat,

2. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan,

Page 22: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 22 2 0 0 9

3. Program Pengawasan Obat, Makanan, Minuman dan Bahan Berbahaya.

Program tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang menjangkau semua

sasaran yang telah ditetapkan sebagai berikut :

1. Peningkatan jenis–jenis pelayanan kesehatan dan pengembangan puskesmas

keliling,

2. Pemenuhan obat dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin,

3. Peningkatan sarana kesehatan,

4. Sosialisasi pentingnya hidup sehat di kalangan masyarakat,

5. Optimalisasi pelayanan kesehatan,

6. Pengawasan obat dan makanan,

7. Peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga keperawatan,

8. Pemberantasan penyalahgunaan napza dan rehabilitasi korban penyalahgunaan

napza.

4.2.2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, Kota Bandung sebagai kota

metropolitan sampai dengan tahun 2008 memiliki sarana-sarana kesehatan sebagai

berikut :

1. Puskesmas sebanyak 71 buah, 5 di antaranya adalah puskesmas dengan tempat

perawatan untuk persalinan, 16 puskesmas di antaranya memiliki kemampuan

gawat darurat serta 13 puskesmas keliling,

2. Rumah Sakit 31 buah, tiga di antaranya adalah RS Ibu dan Anak, yakni RSIA Hermina,

RSIA Melinda, dan RSIA Teja.

3. Praktek Dokter Umum : 1.567 orang,

4. Praktek Dokter Gigi : 583 orang,

5. Praktek Dokter Spesialis : 137 orang,

6. Praktek Bidan : 811 orang,

7. Balai Pengobatan Swasta : 512 buah,

8. Laboratorium Klinik : 88 buah,

9. Apotek sebanyak : 493 buah, dan

10. Rumah bersalin sebanyak : 51 buah.

Page 23: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 23 2 0 0 9

Dengan rincian seperti itu, kondisi fasilitas kesehatan di Kota Bandung secara umum

sudah mencukupi walaupun ada beberapa jenis tenaga yang masih kurang. Selain itu

yang perlu diperhatikan adalah persebaran dari fasilitas tersebut yang masih kurang

merata. Dari sisi penyediaan anggarannya sendiri, Alokasi anggaran kesehatan dalam

APBD Kota Bandung tahun 2007 adalah sebesar 8,14%, meningkat dibandingkan

dengan tahun 2006.

Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan, selain kebijakan dan program yang sudah

tersusun secara sektoral, pemerintah kota Bandung juga mempunyai program khusus,

yang berupa Bantuan Walikota Khusus atau Bawaku Sehat, yang merupakan bagian dari

trilogi Bawaku, yakni Bawaku Cerdas (untuk bidang pendidikan), Bawaku Sehat (untuk

bidang kesehatan) dan Bawaku Makmur (untuk bidang ekonomi).

Dengan visi, misi, kebijakan, program dan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

yang cukup komprehensif, tidaklah berarti semua permasalahan kesehatan bisa diatasi

dan data-data statistik kesehatan selalu positif. Namun paling tidak pemerintah kota

Bandung bisa berbangga dengan sejumlah prestasi atau catatan positif yang berhasil

diraihnya, seperti Angka harapan hidup (AHH) Kota Bandung yang pada tahun 2008

telah mencapai 73,39 tahun. Capaian ini dipengaruhi oleh menurunnya Angka Kematian

Bayi (AKB) yang pada tahun 2007 berjumlah 186 kasus turun menjadi 181 anak kasus

pada tahun 2008. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2007 untuk Kota Bandung meski

belum dapat dihitung tetapi terjadi kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya dari 8

orang menjadi 20 orang.

Data lain menunjukkan, jumlah balita yang menderita gizi buruk tahun 2006 adalah

1.141 balita (0.74%). Terjadi penurunan dibandingkan tahun 2005. Tahun ini juga

ditemukan 3 kecamatan rawan gizi di Kota Bandung. Di Bandung, jumlah anak-anak

kurang gizi ternyata kebanyakan berasal dari keluarga yang secara ekonomi mampu.

Menurut Kasubdin Kesehatan Keluarga Dinkes Kota Bandung, jumlah kasus masalah

gizi di Bandung per Februari 2007 mencapai 16.171 anak balita. Sebanyak 1.286 anak

dinyatakan gizi buruk. Jumlah anak balita di Bandung sendiri sekitar 154 ribu. Kasubdin

Kesehatan Keluarga menyatakan,

Page 24: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 24 2 0 0 9

"Kami menemukan fakta bahwa ternyata dari setengah kasus kurang gizi justru

menimpa anak-anak dari kalangan mampu yang ternyata salah mendapatkan

asupan gizi dari orang tua mereka. Biasanya itu didorong oleh gaya hidup,"

Dari 16.171 anak balita yang mengalami masalah gizi, sebanyak 12.368 anak dari

kalangan mampu yang terserang masalah gizi. Sedangkan dari kalangan tidak mampu

secara ekonomi hanya sekitar 3.400-an anak. Berdasarkan penelitian di pos-pos

pelayanan terpadu, petugas kesehatan menemukan asupan gizi yang diberikan orangtua

dari kalangan mampu tidak terkontrol dengan baik, karena menyerahkan persoalan

pemenuhan kebutuhan anak kepada pembantu rumah tangga yang kebanyakan minim

pengetahuan soal gizi. Sementara untuk kalangan kurang mampu justru termotivasi

untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mereka. Contoh konkret tentang pemeriksaan gizi

yang dilakukan di 26 kecamatan di Bandung menunjukan pemukiman kalangan

menengah ke atas seperti Gumuruh, Batununggal, sebagai kawasan yang terbanyak

ditemukan kasus gizi buruk.

Dilihat dari aspek kinerja kesehatan, data yang ada menunjukkan adanya peningkatan

Angka Harapan Hidup dan Cakupan Air Bersih masing-masing 0,19% dan 10,31%, yang

didukung dengan penurunan Status Gizi Buruk pada anak balita. Khusus ketersediaan

air bersih untuk rumahtangga, bila dibandingkan dengan tingkat provinsi kota Bandung

berada pada peringkat ketiga setelah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung.

Pencapaian indikator-indikator tersebut didukung oleh peningkatan cakupan kunjungan

ibu hamil sebesar 0,17%, peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

sebesar 5,54%, peningkatan cakupan tempat-tempat umum memenuhi syarat hyigiene

sebesar 3,37%, peningkatan cakupan rumah tangga sehat 5,6%, peningkatan cakupan

Posyandu Purnama Mandiri sebesar 4,98% dan peningkatan cakupan penyediaan obat

dan perbekalan kesehatan sampai dengan 100%.

Data lain tentang keadaan kesehatan lingkungan menunjukkan bahwa persentase

Rumah Sehat di Kota Bandung tahun 2006 adalah 41.28%, masih jauh dari target SPM

sebesar 80% serta mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005. Sementara

persentase tempat-tempat umum sehat tahun 2006 adalah sebesar 82.29% sedangkan

untuk Tempat Pengelolaan Makanan sebesar 80.75%. Di bidang perilaku sehat

masyarakat, terlihat bahwa Rumah Tangga Ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk

Page 25: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 25 2 0 0 9

tahun 2006 adalah sebesar 15.12% dan persentase Posyandu Purnama di Kota

Bandung tahun 2006 adalah sebesar 30.05%, sedangkan Posyandu Mandiri sebesar

3.14%. Terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2005.

Di bidang Pelayanan Kesehatan, data yang ada menunjukkan :

1. Persentase Persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2006 adalah sebesar

83.68% sedangkan target SPM adalah sebesar 85.17%.

2. Persentase Desa yang mencapai “Universal Child Immunization” (UCI) adalah sebesar

70.50%. Turun dibandingkan tahun 2005. Sedangkan target tahun 2006 adalah

sebesar 77.19%.

3. Persentase Desa Terkena Kejadian Luar Biasa (KLB) ditangani adalah 100%. Dari 6

jenis kasus KLB yang terjadi. Tidak ada kasus kematian yang ditemukan dari KLB

pada tahun 2006 ini.

4. Persentase Ibu Hamil yang mendapat tablet Fe1 yang ditangani tahun 2006 ini

sebesar 82.16% sedangkan Fe3 sebesar 72.75%. Sedangkan target SPM adalah

sebesar 83.88%.

5. Persentase Bayi yang mendapat ASI Eksklusif tahu 2006 adalah sebesar 106.88%.

Melebihi target SPM Kota Bandung yaitu 83.33%.

6. Murid sekolah dasar yang diperiksa gigi tahun 2006 ini adalah sebesar 46.76% dan

yang mendapat perawatan sebesar 37.98%.

7. Pelayanan Keluarga Miskin tahun 2006 baru 31.63%. Belum mencapai target yang

diinginkan sebesar 100%.

4.3. Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan

Seperti halnya pada bidang kesehatan, pelayanan dasar di bidang pendidikan

merupakan penjabaran dari visi dan misi kota Bandung, terutama dalam rangka

menciptakan sumberdaya manusia yang handal dan religius. Pembangunan pendidikan

di kota Bandung ini juga dalam rangka meningkatkan angka Indeks Pembangunan

Manusia., yang meskipun sudah relatif tinggi tapi tetap ingin ditingkatkan.

4.3.1. Visi dan Misi

Dalam bidang pendidikan pemerintah kota Bandung memiliki visi, yang dituangkan

dalam visi Bandung Cerdas 2008, yang terdiri dari sejumlah target sebagai berikut :

Page 26: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 26 2 0 0 9

1. Tercapainya rata-rata lama sekolah (RLS) menjadi 12 tahun.

2. Angka melek huruf = 100 %

3. Angka partisipasi murni (apm) untuk sd 100 %, apm smp = 97 %, dan apm sma/smk

= 70 %

4. Angka melanjutkan=95 %

5. Angka drop out < 1 %

6. Memberi kontribusi dari indeks pendidikan sebesar 92,5 % untuk mencapai indeks

pembangunan manusia (ipm) sebesar 80,7

7. Memberikan layanan pendidikan gratis bagi 80 % anak usia sekolah (7-18 tahun)

yang tidak mampu

8. Mewujudkan proporsi anggaran pendidikan sebesar 20 % terhadap apbd kota secara

bertahap

Tujuan pembangunan pendidikan di kota Bandung sendiri adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan dan memantapkan indeks Pendidikan Kota Bandung dalam rangka

menuju Bandung Cerdas 2008.

2. Meningkatkan dan memantapkan APK dan APM penduduk Kota Bandung pada

jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah

3. Membantu masyarakat kurang mampu agar tetap dapat menyekolahkan anaknya

sekurang-kurangnya mencapai jenjang Pendidikan Menengah

Untuk mencapai tujuan pembangunan pendidikan tersebut, Dinas Pendidikan

melakukan sejumlah upaya peningkatan dan akselerasi pembangunan pendidikan, yakni

melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Inisiasi dan Sosialisasi, melalui Sinergitas, Koordinasi dan Sosialisasi Program.

Strategi yang ditetapkan dalam tahap ini antara lain: (a) Inisiasi program dan

pembentukan Tim Akselerasi (b) Penyusunan Program (c) Koordinasi

Dinas/Balai/Lembaga (DIBALE) terkait (d) Sosialisasi dan asistensi penyusunan

Rencana Aksi Daerah (RAD), Rencana Aksi Kecamatan (RAK) dan Rencana Aksi

Kelurahan (RAL)

2. Tahap Institusionalisasi dan penjaringan data untuk tersusunnya data-base

pendidikan. Strategi yang ditetapkan adalah: (a) Semiloka petugas pendataan tingkat

Kota, Kecamatan;(b) Pelaksanaan pendataan (c) Kompilasi dan tabulasi data Kartu

Page 27: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 27 2 0 0 9

Kendali Sekolah Anak (KKSA) ; (d) Verifikasi dan penerbitan Kartu Bebas Biaya

Sekolah (KBBS).

3. Tahap Penguatan Manajemen dan Pengembangan Sistem. Strategi yang ditetapkan

adalah: (a) Penguatan manajemen berbasis sekolah (MBS); (b) Pengorganisasian dan

revitalisasi penyelenggaraan satuan pendidikan (regrouping, pengembangan sekolah

baru, pelaksanaan double skip.dll); (c) Peningkatan monitoring, supervisi dan evaluasi

melalui Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Berbasis Teknologi.

4. Pengembangan dan Penguatan Sistem Kelembagaan, dengan staretgi : (a) Bantuan

biaya pendidikan; (b) Peningkatan Kemitraan dengan stakeholders pendidikan dan

dunia usaha/industri; (c) Peningkatan aksesibilitas dan daya tampung; (d)

Pengembangan dan peningkatan kualitas tenaga kependidikan.

4.3.2. Fasilitas Pelayanan Pendidikan

Dari sisi penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan, sampai dengan 2008, Kota Bandung

memiliki 602 TK/RA, 998 SD/MI, 250 SMP/MTs dan 245 SMA/SMK/MA yang tersebar di

30 Kecamatan. Selain itu sebagai pusat pendidikan, Kota Bandung juga memiliki cukup

banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang telah

memiliki reputasi cukup baik pada skala internasional maupun regional. Jumlah

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebanyak 8 buah yang terdiri dari : 2 universitas, 1 institut,

3 sekolah tinggi dan 2 politeknik. Sementara untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS)

sebanyak 78 yang terdiri dari : 14 universitas, 2 institut, 33 sekolah tinggi, 16 akademi,

13 politeknik. (Sumber Bandung Dalam Angka Tahun 2007).

Akan tetapi penyebaran lembaga pendidikan tersebut tidak merata baik dari sisi

kuantitas maupun kualitas, sarana prasarana pendidikan, maupun ketenagaan

pendidikan, dimana hal ini akan mempengaruhi kualitas penyelenggaraan pendidikan di

Kota Bandung, dengan munculnya sekolah favorit dan sekolah yang kurang peminatnya

sehingga harus merger.

Dalam hal ketenagaan pendidikan, Kota Bandung memiliki guru sebanyak 26.049 orang,

dengan proporsi terbanyak adalah guru SD dan guru SLTA. Rasio guru per sekolah

semakin meningkat bila jenjang pendidikan semakin tinggi, karena kebutuhan bidang

Page 28: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 28 2 0 0 9

ilmu yang semakin spesifik. Rasio guru per sekolah tingkat SLTA adalah sebanyak 33

orang.

Dalam hal bantuan pendidikan, perkembangan jumlah bantuan bagi siswa miskin dari

tahun ke tahun dapat dilihat pada angka berikut :

Tahun 2004 : 12.000 anak

Tahun 2005 : 14.000 anak

Tahun 2006 : 22.000 anak

Tahun 2007 : 68.835 anak

Melalui Bawaku Cerdas, Pemerintah kota Bandung juga telah membantu sejumlah

67.000 siswa rentan DO dan menggratiskan 244 SD/MI, 51 SMP/MTs dan 30

SMA/SMK (67.756 Siswa) Kota Bandung adalah perintis vokasi Jawa Barat dengan SMK

Bertaraf Internasional dan berstandar SMM ISO 9001:2000 (SMKN7, SMKN 13 dan

SMKN 3).

4.3.3. Hasil Yang Dicapai

Dengan visi Bandung Cerdas 2008, hingga tahun 2008 hasil yang dicapai adalah

sebagai berikut :

Untuk kondisi sarana dan prasarana pendidikan dipandang belum memadai. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Rekapitulasi Kondisi Sarana Prasarana Pendidikan Tahun 2008

Jenjang

Pendidikan

Jumlah

Ruang

Kelas

Kondisi Ruang Kelas Kebutuhan

RKB Rusak

Ringan

Rusak

Sedang

Rusak

Berat

Rusak

Total

TK/RA 1.014 - - - - 5

SD/MI 5.730 1.157 241 268 30 597

SMP/MTs 2.531 243 28 29 17 143

SMA/SMK/MA 2.801 224 18 6 2 43

Sumber: Disdik Kota Bandung-2008 (data diolah)

Page 29: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 29 2 0 0 9

Dalam aspek pelayanan pendidikan, yang dilihat dari rasio siswa per kelas, terlihat

bahwa pada tingkat taman kanak-kanak, rasio siswa per kelas sebanyak 35 orang, SD

sebanyak 40 orang, SLTP sebanyak 47 orang, SLTA sebanyak 37 orang. Pada tingkat

SLTP jumlah anak yang bersekolah relatif banyak bila dibandingkan dengan daya

tampung sehingga rasio per kelas melebihi 40 siswa. Pada tingkat SLTA, rasio ini

semakin menurun, karena relatif banyak yang tidak melanjutkan studi.

Dari target capaian IPM (Indeks Pembangunan Manusia), yang dilihat dari Angka Melek

Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), hasilnya adalah Angka Melek Huruf di

Kota Bandung pada tahun 2008 sebesar 99,50 %, meningkat 0,06 % dari tahun 2007,

dengan demikian keberadaan buta aksara masih tersisa sebanyak 849 orang laki-laki

dan 1.913 orang perempuan, dan hal ini akan dituntaskan pada tahun 2009 melalui

Program Keaksaraan Fungsional kerjasama Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan

Pemerintah Kota Bandung. Sedangkan capaian Rata-Rata Lama Sekolah pada tahun

2008 baru mencapai 10,52 tahun, hal ini sangat jauh dari target capaian semula yaitu

12 tahun, sehingga Pemerintah Kota Bandung perlu merevisi kembali target capaian

rata-rata lama sekolah sampai dengan tahun 2013.

Banyak faktor yang jadi penyebab dari ketidaktercapaiannya rata-rata lama sekolah 12

tahun sampai tahun 2008. Jika dilihat dari penduduk usia 16 sampai 18 tahun, dimana

capaian angka partisipasi murni tahun 2008 baru mencapai 75,91 %, antara lain

disebabkan oleh persepsi masyarakat tentang pendidikan, yang dianggap belum

menjanjikan karena tidak relevannya kompetensi atau kecakapan lulusan dengan

kebutuhan dunia kerja, sehingga masyarakat kurang terdorong untuk menyekolahkan

anaknya ke jenjang pendidikan menengah, sementara anggapan lainnya adalah

pendidikan masih dianggap mahal, sehingga masyarakat menjadi apatis untuk

berpartisipasi dalam pendidikan.

Jika dilihat dari keberhasilan penyelenggaraan wajib belajar Sembilan tahun, Kota

Bandung telah beberapa kali mendapat penghargaan. Dilihat dari angka partisipasi kasar

maupun angka partisipasi murni telah melebihi target, karena sesuai dengan fungsinya

sebagai kota pendidikan, banyak siswa usia pendidikan dasar dari daerah sekitar

bersekolah di Kota Bandung

Page 30: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 30 2 0 0 9

Capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2008 pada jenjang Sekolah Dasar dan

sederajat adalah 131,65 % meningkat 1,60 % dari tahun 2007. APK jenjang Sekolah

Menengah Pertama dan yang sederajat telah mencapai 116,16 % meningkat 12,11 %

dari tahun 2007, sedangkan APK pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) baru mencapai

98,51 % meningkat 6,58 % dari tahun 2007. Sedangkan capaian Angka Partisipasi Murni

(APM) tahun 2008 pada jenjang Sekolah Dasar dan sederajat adalah 123,13 %

meningkat 1,80 % dari tahun 2007. APM jenjang Sekolah Menengah Pertama dan yang

sederajat telah mencapai 99,44 % meningkat 7,13 % dari tahun 2007, sedangkan APK

pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) baru mencapai 75,91 % meningkat 4,3 % dari

tahun 2007.

Meskipun hasil dari pembangunan pendidikan dengan visi Bandung Cerdas 2008

menunjukkan hasil yang relatif positif, namun mengingat kompleksitas

permasalahannya, pendidikan di kota Bandung masih menyimpan sejumlah

permasalahan, yakni sebagai berikut :

1. Keterbatasan daya tampung dan aksesibilitas pendidikan, terutama bagi masyarakat

kurang mampu;

2. Kerusakan infrastruktur sekolah, terutama di sekolah dasar;

3. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru dan belum optimalnya pengembangan

kompetensi dan profesionalisme guru;

4. Belum optimalnya kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industri;

5. Pengembangan pendidikan belum berbasis pada potensi daerah;

6. Kinerja pelayanan pendidikan masih rendah;

7. Kualitas dan distribusi buku pelajaran masih rendah;

8. Pengembangan lifeskill pada peserta didik belum optimal;

9. Proses pembelajaran masih konvensional serta beratnya beban kurikulum sekolah;

10. Biaya pendidikan dirasakan mahal dan belum efisien;

11. Belum optimalnya kualitas manajemen sekolah.

4.4. Pelayanan Dasar Bidang Perlindungan Anak

4.4.1. Visi dan Misi

Bidang perlindungan anak, secara nomenklatur diurus oleh Badan Perlindungan

Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB), namun dalam implementasinya memiliki

Page 31: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 31 2 0 0 9

ruang gerak yang sangat terbatas. Instansi atau SKPD lain yang turut mengurusi

masalah perlindungan anak dan juga memiliki kelompok sasaran anak jalanan yang

memang menjadi masalah kota Bandung adalah Kantor Sosial. Dalam menjalankan

tugas pokok dan fungsinya, Dinas Sosial memiliki visi sebagai berikut :

Terciptanya kesetiakawanan sosial yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang layak

normatif diliputi suasana kehidupan yang bermartabat

Sedangkan misi yang diembannya adalah :

1. Mengembangkan sosial budaya kota yang ramah dan berkesadaran tinggi

bermartabat serta berhati nurani yang mencakup peningkatan partisipasi masyarakat

dalam rangka kesejahteraan sosial keluarga, pemuda dan olah raga serta kesetaraan

gender.

2. Mewujudkan pemanfaatan sumber kesejahteraan yang diarahkan dan

didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan daya mampu serta daya jangkau

penanggulangan masalah sosial.

3. Mewujudkan upaya kerja sosial sebagai suatu sistem melembaga dalam rangka

pembangunan seutuhnya.

4. Meningkatkan kualitas dan jangkauan upaya / usaha untuk mewujudkan,

memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial yang

dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat.

Sasaran Kegiatan secara umum adalah semua elemen masyarakat, termasuk di

dalamnya adalah kelompok anak, yang masuk dalam kategori :

Fakir miskin, Karang Taruna, Penyandang cacat, Gelandangan dan Pengemis (Gepeng),

WTS, Purnalapas, ANKN, Anak Terlantar & Anak Panti dan Anak Jalanan

Tugas pokok dari Dinas Sosial adalah melaksanakan kewenangan daerah di bidang

sosial. Sedangkan fungsinya adalah :

1. Pelaksanaan kebijakan teknis bidang sosial,

2. Pelaksanaan tugas teknis operasional bidang sosial yang meliputi bina sosial,

pelayanan sosial, rehabilitasi sosial, dan keluarga sejahtera, dan

3. Pelaksanaan pelayanan teknis ketatausahaan kantor.

Keberadaan dari Dinas Sosial ini bertujuan untuk :

Page 32: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 32 2 0 0 9

1. Meningkatkan usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang melembaga di

masyarakat ;

2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan masalah sosial ;

3. Meningkatkan mutu dan jumlah pelayanan sosial kepada masyarakat ;

4. Meningkatkan pemberdayaan dan kerjasama dengan Lembaga-lembaga sosial yang

ada ;

5. Meningkatkan potensi-potensi masyarakat dalam rangka penanggulangan masalah

sosial ;

6. Meningkatkan suasana yang kondusif ditengah-tengah masyarakat yang terbebas

dari masakah-masalah sosial

7. Meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

Dilihat dari misinya, khususnya pada misi yang pertama, yakni mengembangkan sosial

budaya kota yang ramah dan berkesadaran tinggi, bermartabat, ....dst, terlihat adanya

harapan dari pemerintah kota Bandung akan terwujudnya suasana kota yang ramah,

secara sosial dan budaya. Hal ini relevan sekali dengan ciri kota layak anak. Namun dari

sisi lain, menurut salah seorang narasumber dari penelitian ini, sifat ramah dari

masyarakat kota Bandung ini yang menjadi daya tarik penduduk dari kota lain untuk

datang atau tinggal menetap di kota Bandung, sehingga menimbulkan berbagai masalah

sosial dan lingkungan.

4.4.2. Permasalahan Sosial Anak dan Penanganannya

Berbagai masalah sosial yang berkembang di masyarakat pada tahun 2008 menurut

catatan Dinas Sosial pemerintah kota Bandung adalah seperti terlihat dalam tabel

berikut.

Tabel Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ( PMKS ) Tahun 2008

No Jenis PMKS Satuan Jumlah

1. Balita Terlantar Orang 360

2 Anak Terlantar Orang 6,643

3 Anak Korban Tindak Kekerasan Orang 19

4 Anak Jalanan Orang 4,821

5 Anak Nakal Orang 239

6 Anak Cacat Orang 484

7 Wanita Rawan Sosial Ekonomi ( WRSE ) Orang 5,868

8 Wanita Korban Tindak Kekerasan Orang 40

Page 33: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 33 2 0 0 9

9 Lanjut Usia Terlantar Orang 2,429

10 Lanjut Usia Korban Tindak Kekerasan Orang 62

11 Penyandang Cacat Orang 10,200

12 Pentyandang Cacat Eks Penyakit Kronis Orang 1,344

13 Tuna Susila Orang 116

14 Pengemis Orang 4,126

15 Gelandangan Orang 948

16 Eks Narapidana Orang 298

17 Korban Penyalahgunaan Napza Orang 363

18 Keluarga Fakir Miskin KK 84,288

19 Keluarga Berumah Tidak Layak Huni KK 27,041

20 Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis KK 2,967

21 Komunitas Adat Terpencil Orang

22 Masyarakat Yang Tinggal Didaerah Rawan Bencana Orang 4,386

23 Korban Bencana Alam Jiwa 1,161

24 Korban Bencana Sosial Jiwa 423

25 Pekerjaan Migran Orang 1,277

26 Korban HIV/AIDS Orang 1,268

27 Keluarga Rentan Orang 358

Jumlah 161,527 Sumber : Dinas Sosial 2008.

Dari kelompok penyandang masalah sosial tersebut, yang dipandang paling menonjol

adalah masalah anak jalanan. Meskipun dalam tabel disebutkan jumlahnya hanya 4.821

anak, namun dalam perkiraan BPPKB jumlahnya hampir 8000. Dari jumlah tersebut

sekitar 90% bukan warga kota Bandung.

Pendekatan penanganan anak jalanan yang dilakukan masih mengandalkan razia dan

pembinaan di panti, dengan menggunakan payung hukum Perda tentang K3 (Ketertiban,

Keamanan dan Keindahan). Perda ini dipandang merugikan kelompok anak jalanan

karena mereka sering memperoleh tindak kekerasan dari aparat. Kendalanya adalah

mereka yang tertangkap razia hanya dikenakan denda sebesar Rp 10.000,- hingga Rp

50.000,-. Sebagian dari PMKS tersebut ada yang dipulangkan ke daerag asalnya, tapi

kemudian mereka kembali lagi ke kota Bandung. Sedangkan untuk anak-anak dan

pekerja seks komersial (PSK) yang tertangkap kemudian ke dinas sosial untuk

dimasukkan ke panti. Akan tetapi kapasitas panti dan anggaran yang disediakan dalam

hal ini hanya untuk 60 orang pertahun.

Menurut pandangan KPAID Kota Bandung, penanganan anak jalanan saat ini masih

belum maksimal, komprehensif, menyeluruh dan terpadu. Penanganan anak jalanan

Page 34: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 34 2 0 0 9

dipandang masih parsial, terbukti dari apa yang selama ini dilakukan oleh SKPD terkait.

Misalnya Dinas Kesehatan dalam upaya pemenuhan kartu berobat gratis bagi anak

jalanan, masih terbatas peruntukannya. Dinas pendidikan dalam upaya pengadaan

mobile school belum optimal karena kurang sosialisasi ke masyarakat. Dinas Sosial

dalam upaya pembinaan anak jalanan terbatas pada petugas dan dana. Disamping itu

pemerintah Kota Bandung belum memiliki panti sosial. Selama ini gelandangan,

pengemis, anak jalanan dan PSK dibawa ke panti sosial keterampilan Wanita Silih Asih

Palimanan, Kabupaten Cirebon dan Panti Rehabilitasi Sosial Margarahayu, Cibadak Kab.

Sukabumi.

Dalam rencana ke depan, dinas sosial sebetulnya sudah mempersiapkan pendekatan

baru yang masih berbasis panti yakni dengan membangun Pusat Kesejahteraan Sosial

(Puskesos). Lokasi sudah disediakan seluas 5 ha yang akan dibangun gedung 5 lantai

pada tahun 2010. keberadaan panti ini sudah memperoleh persetujuan dari Menteri

Sosial KIB 1. Bachtiar Chamsyah dan dijanjikan akan dibantu pembangunanannya.

Belum diperoleh kejelasan tentang realisasi bantuan tersebut dari menteri sosial yang

baru.

Pusat pelayanan yang sudah dimiliki pemerintah kota Bandung saat ini adalah Pusat

Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), yang didirikan pada

tahun 2009. Lembaga ini bersifat lintas sektoral yang bertugas untuk menangani atau

mendampingi perempuan dan anak yang mengalami kasus-kasus kekerasan dan

eksploitasi.

Data lain tentang anak-anak yang memperoleh perlindungan khusus, adalah anak

korban eksploitasi. Dari catatan Bagian PP Pemkot Bandung, 2006, terdapat

buruh/pekerja anak sebanyak 7.244 orang. Mereka pada umumnya adalah anak-anak

yang bekerja pada industri pembuatan sepatu, tas dan dompet serta Boneka Kain.

Sebagian dari mereka juga bekerja di toko meubel, Pabrik Roti, Sapu Lidi, Aquarium,

Konfeksi, Sablon, Penjual Koran dan Cleaning Service. Sedangkan anak yang

dieksploitasi secara ekonomi yang komunitasnya pada dua tahun terakhir sangat tinggi

adalah anak-anak pedagang coet (cobek).

Page 35: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 35 2 0 0 9

Untuk kasus eksploitasi seksual, trafiking atau perdagangan anak dan perempuan,

hingga sekarang masih terus berlangsung. Meskipun data pasti tidak diketahui, karena

sifatnya illegal, namun pada tahun 2006 menurut catatan Sumber Yayasan Bahtera di

Kota Bandung terdapat 16 kasus trafiking, dengan korban anak-anak asal Kota Bandung

sendiri. Sedangkan menurut catatan Bagian PP Kota Bandung, pada tahun 2006 jumlah

anak korban trafiking adalah 301 orang.

Sedangkan permasalahan pemenuhan hak sipil anak khususnya akta kelahiran dan

wadah partisipasi anak, data yang ada menunjukkan bahwa hingga tahun 2007 cakupan

kepemilikan akta kelahiran pada kelompok anak sudah mencapai sekitar 68%. Meskipun

angkanya sudah di atas angka rata-rata nasional akan tetapi masih dianggap rendah

sehingga harus ditingkatkan. Untuk itu pemerintah kota Bandung sudah menggratiskan

biaya pengurusan akta kelahiran melalui Perda Penyelenggaraan Administrasi

Kependudukan di tahun 2009, akan tetapi secara formal masih harus menunggu

perubahan Perda tentang Retribusi yang masih mewajibkan retribusi bagi pengurusan

akta kelahiran.

Untuk masalah partisipasi anak, di kota Bandung saat ini sudah terbentuk Forum

Komunikasi Anak Bandung (FOKAB) yang merupakan wadah partisipasi anak di kota

Bandung, bahkan pada tahun 2006 lalu salah seorang anggota FOKAB menjadi wakil

anak Indonesia untuk menghadiri acara Unicef di New York. Keberadaan FOKAB ini

melengkapi keberadaan kelompok-kelompok anak yang sudah ada sebelumnya seperti

OSIS dan Karang Taruna.

Tentang pelibatan kelompok anak dalam penyusunan kebijakan, memang sudah mulai

dirintis oleh pemerintah kota Bandung, namun belum optimal dan belum diatur secara

khusus. Praktek mengundang kelompok anak dalam pertemuan yang membahas

kebijakan pemerintah paling tidak pernah dilakukan ketika diadakan musyawarah

perencanaan pembangunan (Musrenbang), dimana kelompok anak sekolah dilibatkan

dalam pertemuan tersebut. Selain itu kelompok anak, khususnya anak penyandang

cacat juga diundang dalam pembahasan Perda tentang Penyandang Cacat.

Permasalahan lain yang tak kalah memprihatinkannya adalah anak-anak yang berkonflik

dengan hukum (ABH) yang akhir-akhir ini meningkat tinggi. Jika pada tahun 2006 jumlah

Page 36: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 36 2 0 0 9

ABH hanya sebanyak 75 orang anak, maka pada tahun 2007 menjadi sebanyak 93 anak

dan meningkat lagi pada tahun 2008 menjadi 115 anak. Kasus yang paling banyak

dilakukan anak-anak adalah kasus pencurian, sedangkan kasus yang paling banyak

melibatkan anak-anak terjadi pada kasus melanggar ketertiban umum (tawuran, geng

motor, dsb). Presentase angka penahanan terhadap AKH pada tahun 2007 (Januari-

Oktober) di wilayah hukum Pengadilan Negeri Bandung mencapai 95%. Hal ini meningkat

jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 85%.

Sejumlah permasalahan masih menghinggapi anak yang berkonflik dengan hukum,

diantaranya adalah:

1. Kota Bandung belum memiliki LP Anak sendiri, sehingga mereka masih dititipkan di

Rutan Kebonlawu Klas I Bandung. Para ABH ini hanya menempati satu blok khusus

dengan kapasitas 20 – 30 orang yang harus di huni 50 hingga 70 orang anak. Rutan

ini tidak hanya menampung ABH yang melakukan tindak pidana di wilayah hukum PN

Bandung saja, tetapi juga titipan dari PN Bale Bandung yang mewilayahi Kabupaten

Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi.

2. Dalam proses peradilan, hakim juga menemui kendala dalam pengambilan putusan

berupa tindakan (pasal 24 ayat 1 huruf b dan c UU no. 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak) karena LP Anak dan Panti Sosial yang dapat memberikan

pendidikan, pembinaan dan latihan kerja bagi AKH belum ada di Kota Bandung,

sehingga putusan pembinaan saja yang lebih banyak diterapkan.

3. ABH jarang didampingi oleh Penasihat Hukum, padahal anak berhak untuk mendapat

bantuan hukum.

Namun dalam masalah penanganan ABH ini, kota Bandung memiliki catatan positif,

karena PN Bandung telah memiliki Ruang Sidang Ramah Anak (RSRA). Keberadaan

RSRA ini sebetulnya bukan merupakan prestasi pemerintah kota Bandung karena

seharusnya menurut Surat Edaran Mahkamah Agusng, RSRA ini ada di setiap pengadilan

negeri. PN Bandung sendiri juga bukan organ dari pemerintah kota Bandung, karena

kekuasaan kehakiman merupakan salah satu urusan yang tidak didelegasikan ke daerah

dalam otonomi daerah, sehingga secara struktural masih merupakan bagian dari

kementerian kehakiman.

Page 37: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 37 2 0 0 9

RSRA selain bangunan atau ruangannya terpisah dari ruang sidang biasa, dengan ukuran

yang tidak terlalu luas dan didesain tidak terlalu kaku sehingga anak tidak merasa

menjadi terasing. Para penegak hukum juga tidak menggunakan baju seragam penegak

hukum, tetapi bebas. Hakim yang memimpin sidang pun bukan sembarang hakim, tapi

hakim yang memang ditunjuk khusus untuk sidang kasus anak yang sudah

mendapatkan pelatihan.

Sidang kasus anak biasanya berlangsung secara tertutup untuk mengurangi beban

psikologis pelaku anak. Selama persidangan juga diharapkan kehadiran orangtua

pelaku, meskipun terkadang tidak bisa terpenuhi. Begitu juga lamanya persidangan juga

lebih singkat, karena hakim diminta untuk mempercepat proses persidangan kasus-

kasus yang menjadikan anak sebagai tersangka. Namun proses yang cepat inipun juga

seringkali tidak terpenuhi karena jaksa mengalami kesulitan menghadirkan saksi.

4.5. Pelayanan Dasar Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup

Pelayanan dasar bidang infrastruktur, terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup

yang dilakukan oleh pemerintah kota Bandung, meskipun tidak dalam kerangka Kota

Layak Anak (KLA), namun sangat mendukung terealisasikannya keberadaan KLA

terutama secara fisik. Suhu udara yang sejuk memberikan kontribusi bagi kesehatan

anak. Demikian pula dengan keberadaan taman-taman atau ruang terbuka hijau menjadi

wahana anak-anak untuk memanfaatkan waktu luangnya untuk bersosialisasi.

Kondisi yang berlangsung saat ini di kota Bandung dalam hal ini adalah terjadinya kejar

mengejar antara perkembangan kualitas lingkungan yang semakin memburuk dengan

upaya-upaya pemerintah kota untuk memperlambat perkembangan negatif tersebut.

Hasilnya pemerintah kota merasa kewalahan, sehingga tak mengherankan sebuah studi

menyimpulkan bahwa selama setahun hanya sekitar 55 hari kota Bandung memiliki

kualitas udara yang bersih. Hal ini tentu saja tidak menjadikan lingkungan yang kondusif

bagi keberadaan KLA.

Kota Bandung dalam perkembangannya sejak awal sudah memperhatikan pentingnya

pengelolaan lingkungan hidup perkotaan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian

penting dari ekosistem perkotaan. RTH adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang

lebih luas baik dalam bentuk area / kawasan maupun dalam bentuk area

Page 38: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 38 2 0 0 9

memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka (tanpa

bangunan). RTH meliputi taman kota, taman wisata alam, taman rekreasi, taman

lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran dan gedung

komersial, taman hutan raya, hutan kota, hutan lindung, benteng alam, cagar alam,

kebun raya, kebun binatang, pemakaman umum, lapangan olahraga, lapangan upacara,

parkir terbuka, lahan pertanian perkotaan, jalur di bawah listrik tegangan tinggi,

sempadan sungai, pantai, bangunan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan

pedestrian, kawasan jalur hijau dan taman atap (roof garden).

Predikat membanggakan yang selama ini disandang Kota Bandung adalah Paris van

Java, karena kota ini dikenal memiliki desain kota yang indah dan memiliki banyak

taman atau ruang terbuka hijau. Namun demikian, saat ini Kota Bandung memiliki beban

berat untuk mengembalikan kebanggaan tersebut. Pada bebarapa tahun terakhir terus

digalakkan optimalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam bentuk taman kota.

Perkembangan luas RTH Kota Bandung pada tahun 2006 seluas 1.314,20 ha (7,85%)

menjadi 1.466,13 ha (8,76%) di tahun 2007. Perkembangan luas RTH di Kota Bandung

tampak pada tabel berikut.

Tabel Perkembangan Ruang Terbuka Tahun 2006-2007

JENIS 2006 2007

Luas % Luas %

Taman 120.95 0.72 129.45 0.77

Kebun bibit 1.69 0.01 1.69 0.01

Pemakaman 141.06 0.84 145.50 0.87

RTH Lahan Kritis 1,050.51 6.28 1,189.50 7.11

Jumlah 1,314.20 7.86 1,466.13 8.76

Sumber : Dinas Pertamanan

Sesuai dengan RTRW Kota Bandung (Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2006) pada

tahun 2013 Kota Bandung diharapkan memiliki luas RTH sebesar 10%, dan sesuai

dengan RPJPD Kota Bandung (Peraturan Daerah Nomor 08 tahun 2008) luas RTH Kota

Bandung pada tahun 2025 mencapai 30%, yang terdiri dari 20% RTH Publik dan 10%

RTH Privat.

Page 39: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 39 2 0 0 9

Berdasarkan definisi ruang terbuka hijau tersebut, relatif masih ada peluang untuk

mewujudkan RTH di Kota Bandung. Tidak kurang dari 16 jenis, yang menjadi potensi RTH

Kota Bandung yaitu : Taman Kota, Taman Rekreasi, Taman Lingkungan Perumahan dan

Pemukiman, Taman Lingkungan Perkantoran dan Gedung Komersial, Hutan Kota, Kebun

Binatang, Pemakaman Umum, Lapangan Olah Raga, Lapangan Upacara, Parkir Terbuka,

Lahan Pertanian Perkotaan, Jalur dibawah Tegangan Tinggi (SUTT dan SUTET),

Sempadan Sungai dan Sempadan Bangunan, Jalur Pengaman Jalan, Median Jalan, Rel

Kereta Api dan Pedestrian, Kawasan dan Jalur Hijau, Daerah Penyangga (Buffer Zone)

Lapangan Udara Husein Sastranegara dan Taman Atap (Roof Garden).

Iklim asli kota Bandung dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya, dengan

temperatur udara rata-rata 23ºC. Namun beberapa tahun terakhir mengalami

peningkatan suhu, yang disebabkan polusi dan meningkatnya suhu global. Temperatur

maksimum di kota Bandung pada tahun 2008 mencapai 30.7ºC. Hal ini

mengindikasikan bahwa sebenarnya terdapat kenaikan temperatur di Kota

Bandung. Semakin sedikitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), serta meningkatnya

pencemaran udara berkontribusi dalam meningkatkan iklim mikro di Kota Bandung.

Berikut adalah temperatur rata-rata kota Bandung delapan tahun terakhir.

Temperatur Rata-rata di Kota Bandung

Tahun 2000 – 2008

Tahun Temperatur (

⁰C)

Rata-rata Maksimum Minimum

2000 23,1 28,6 19,2

2001 23,1 28,3 19,6

2002 23,6 29,3 19,4

2003 23,6 29,2 18,8

2004 23,5 29,3 19,0

2005 23,4 28,7 19,8

2006 23,5 28,7 19,8

2007 23,5 28,9 19,4

2008 23,1 28,6 19,4

Sumber: BMG Tahun 2008

Pelaksanaan program Langit Biru di Kota Bandung yang bertujuan untuk mengurangi

pencemaran udara sudah berjalan sekitar 10 tahun, namun hasil pengukuran

kualitas udara ambien (SO2, CO, NOx, O3, HC, Pb dan debu) di beberapa tempat

menunjukkan masih terdapat parameter yang mendekati dan bahkan melebihi

Page 40: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 40 2 0 0 9

Baku Mutu (BM). Dari 15 tempat yang dipantau oleh Badan Pengelola Lingkungan

Hidup (BPLH) Kota Bandung Tahun 2004-2008, kualitas udara yang melebihi di atas

ambang batas adalah di terminal Cicaheum, Ledeng, Leuwipanjang dan pada

beberapa jalan utama seperti Jalan Diponegoro, Soekarno-Hatta, Wastukancana,

Ahmad Yani, Buahbatu dan Jalan Siliwangi, terutama dilihat dari kadar HC, debu dan

Pb. Khusus untuk HC di semua lokasi melebihi baku mutu, hal ini nampaknya

terkait dengan pertumbuhan kendaraan yang pesat.

Jumlah pertumbuhan kendaraan di Kota Bandung berdasarkan hasil penelitian

Japan International (JICA) tahun 1997, mencapai 12 % pertahun. Berdasarkan Data

Dinas Perhubungan pada tahun 2001 total kendaraan bermotor 501.885 unit, tahun

2007 meningkat menjadi 839.278 unit. Peningkatan terbesar terjadi pada sepeda

motor dari 283.936 unit pada tahun 2001 menjadi 594.362 unit pada tahun 2007.

Meningkatnya pencemaran udara di Kota Bandung juga dipicu adanya kemudahan

akses memasuki Kota Bandung, khususnya dari Jakarta.

Hasil penelitian Departemen Teknik Lingkungan ITB Desember 2006, menunjukkan

bahwa keberadaan tol Cipularang telah berimplikasi terhadap kualitas udara. Di titik

masuk Kota Bandung seperti gerbang tol Pasteur dan jembatan Cikapayang,

kandungan CO rata-rata pada hari Jumat dan Sabtu meningkat sekitar 38% (di hari

normal sekitar 1800 menjadi 2.500 kg/hari pada Jumat dan Sabtu), sedangkan NO x

meningkat 59% dan HC meningkat 50 %. Meningkatnya pencemaran udara di Kota

Bandung juga dipengaruhi oleh tidak terawatnya mesin kendaraan. Data BPLH Kota

Bandung, menunjukan bahwa berdasarkan hasil uji emisi gas buang kendaraan

bermotor Tahun 2002-2007, lebih dari 60% kendaraan berbahan bakar solar tidak

memenuhi baku mutu emisi, sementara untuk yang berbahan bakar bensin

berfluktuasi dari sekitar 10 % hingga 52%. Sementara Dinas Perhubungan Kota

Bandung mengemukakan bahwa angkutan kota adalah penyumbang polusi udara

yang paling besar.

Perkembangan kualitas lingkungan hidup di kota Bandung seperti diuraikan di muka

menjadi tantangan tersendiri bagi keberadaan KLA, khususnya dilihat dari indikator

lingkungan hidup

Page 41: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 41 2 0 0 9

4.6. Pelayanan di Bidang Budaya dan Pariwisata

Salah satu predikat yang disandang Kota Bandung adalah Kota Seni dan Kota

Pariwisata, karena berkembangnya kesenian tradisional dan modern dan tersedianya

tempat-tempat pariwisata, baik itu wisata alam, wisata pendidikan, wisata belanja dan

wisata kuliner. Selain itu juga terlihat dari meningkatnya secara pesat kunjungan

wisatawan ke kota Bandung. Dari sisi kesejahteraan dan perlindungan anak, pemenuhan

hak dan kebutuhan anak untuk berkesenian selain untuk mengembangkan bakat di

bidang seni juga mengasah kepekaan emosional anak yang berguna bagi perkembangan

kepribadiannya. Selain itu tersedianya obyek pariwisata juga merupakan pemenuhan

anak untuk memanfaatkan waktu luang dan rekreasi.

Sejumlah fasilitas publik di bidang budaya dan pariwisata telah tersedia sejak lama di

kota Bandung, yakni lapangan terbuka yang menjadi pilihan untuk kegiatan seni skala

besar, misalnya Lapangan Gazibu dan Tegallega. Selain itu juga terdapat sejumlah

gedung-gedung seni yang dapat dimanfaatkan, baik milik pemerintah maupun swasta.

Galeri-galeri seni pribadi juga banyak terdapat di Kota Bandung. Sarana seni di Kota

Bandung di antaranya adalah museum (6 unit), gedung pertunjukan (12 unit), galeri (28

unit), gedung bersejarah (637 unit). Sarana olahraga di Kota Bandung terdiri dari

lapangan indoor dan outdoor, yaitu kolam renang (13 unit), pusat bilyar (49 unit), bowling

(4 unit), stadion (6 unit), pusat kebugaran (9 unit) dan lapangan golf serta lapangan

umum yang dapat digunakan oleh masyarakat.

Sedangkan sarana pariwisata dan rekreasi di Kota Bandung ragamnya sangat besar,

baik obyek wisata alam, sejarah, buatan, modern, basis kreatifitas dan lain sebagainya.

Seluruh obyek dan sarana tersebut sebaiknya menjadi paket wisata menarik yang dan

menjadi obyek yang utuh, sehingga setiap sisi Bandung dapat menjadi obyek wisata yang

menarik. Perkembangan pariwisata Kota Bandung didukung keberadaan hotel (170

unit), restoran (123 unit), rumah makan (440 unit), biro perjalanan wisata (116 unit),

agen wisata (12 unit), penyelenggara wisata (4 unit), lembaga pendidikan wisata (16

unit), hiburan lingkung seni dan budaya (367 unit), galeri (25 unit) dan bioskop (9 unit).

Page 42: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 42 2 0 0 9

Pada bab V ini akan diuraikan tentang dua hal utama yakni gambaran tentang indikator

khusus serta gambara tentang delapan (8) elemen pendukung Kota Layak Anak. Kedua

hal tersebut dalam penggambarannya banyak yang memiliki data dan informasi yang

kurang lebih sama, sehingga tidak bisa dihindari munculnya kesan pengulangan uraian.

Selain itu, terdapat perubahan asumsi yang digunakan dalam penelitian atau kajian Kota

Layak Anak (KLA) ini, yakni asumsi tentang kebijakan KLA ini dimana awalnya

diasumsikan bahwa kebijakan KLA merupakan kebijakan yang spesifik, yang bersifat

lintas sektoral dan harus dijadikan acuan bagi setiap instansi atau SKPD terkait dalam

mengembangkan kebijakan dan program-programnya. Dalam kenyataannya, asumsi

tersebut tidak tepat karena yang terjadi adalah implementasi tentang apapun kebijakan

dan program di masing-masing SKPD terkait yang mempunyai kaitan dengan masalah

kesejahteraan dan perlindungan anak.

Terlebih lagi, penetapan kota Bandung sebagai kota yang menuju Kota Layak Anak

dilakukan secara mandiri dalam arti tidak melalui proses dan tahapan pengembangan

seperti yang terjadi pada kota-kota lain yang diinisiasi, diadvokasi dan difasilitasi oleh

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA). Predikat

Kota Layak Anak kepada kota Bandung diberikan oleh Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) pada tahun 2006 dengan sejumlah pertimbangan yang kemudian

diapresiasi oleh KPP dan PA sebagai model KLA Mandiri, yang bisa menjadi alternative

bagi kota dan kabupaten lain yang tertarik untuk mencanangkan diri sebagai KLA yang

mandiri.

5.1. Gambaran Indikator Khusus

Gambaran tentang indikator khusus ini mencakup Pembuatan Kebijakan dan Promosi

Pelaksanaan Kebijakan, di mana akan digali mengenai bagaimana proses pembuatan

kebijakan KLA di kota Bandung, serta bagaimana upaya promosi pelaksanaan kebijakan

tersebut. Dalam rangka pemenuhan indikator khusus ini, selain upaya pembuatan

kebijakan dan promosi pelaksanaan kebijakannya, juga masih terdapat beberapa upaya

BAB

5 GAMBARAN PEMENUHAN INDIKATOR KHUSUS DAN ELEMEN PENDUKUNG KLA

Page 43: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 43 2 0 0 9

lain, yakni fasilitasi, advokasi, sosialisasi, bimbingan teknis, komunikasi informasi dan

edukasi (KIE), penggalangan sumberdaya pembangunan, penelitian dan pengembangan,

pengembangan model/pilot project dan pelatihan hak anak. Upaya-upaya tersebut

mengacu pada standar pengembangan KLA yang dikeluarkan oleh KPP dan PA. Standar

dari KPP dan PA ini hanya menjadi referensi saja mengingat proses pengembangan KLA

di kota Bandung tidak mengikuti standar tersebut.

Penetapan Bandung sebagai KLA, seperti telah diuraikan, secara formal merupakan

penghargaan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2006, yang

kemudian diapresiasi oleh KPP dan PA sebagi model pengambangan KLA secara mandiri.

Namun demikian sebelum itu, pemerintah kota Bandung sendiri beserta para pemangku

kepentingan di bidang telah lebih dulu menggagas konsep Kota Ramah Anak. Pada

tahun 2004, LPA Jabar melakukan sosialisasi tentang Kota Ramah Anak yang dihadiri

oleh walikota serta berbagai unsur dinas instansi maupun dari tokoh masyarakat.

Acara seminar Kota Ramah Anak itu sendiri sebenarnya inisiatif dari salah seorang

pengurus LPA Jabar, yakni Prof. Sambas yang pada tahun 2002 mengikuti Worls Summit

for Children di New York, yang melahirkan gagasan World Fit for Children (Dunia yang

Layak bagi Anak). Gagasan tersebut selain telah dijadikan referensi utama bagi

perumusan Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI), oleh Prof. Sambas juga

ditawarkan kepada walikota Bandung untuk diaplikasikan di Jawa Barat atau Bandung

pada tahun 2004 dan disambut positif melalui penyelenggaraan seminar Kota Ramah

Anak. Menurut Prof. Sambas, setelah seminar tersebut juga pernah beberapa kali

dilakukan sosialisasi tentang Kota Ramah Anak (KRA). Namun demikian, setelah itu tidak

ada langkah konkrit dari pihak walikota meski sudah didesak LPA beberapa kali.

Ketika komitmen tentang KRA tidak ditindaklanjuti, Pemerintah kota Bandung malah

tertarik untuk merespons keinginan KPAI untuk membentuk KPAID di tingkat provinsi dan

kota/kabupaten, sehingga pada tahun 2005 pemerintah kota Bandung mempersiapkan

pembentukan KPAID melalui panitia seleksi calon anggota KPAID Kota Bandung, yang

kemudian baru dilantik pada tahun 2006. Mendahului pembentukan KPAID, pemerintah

kota Bandung juga membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan

Annak (P2TP2A). Dua upaya terakhir inilah yang terutama mendorong KPAI memberikan

penghargaan Kota Layak Anak kepada kota Bandung.

Page 44: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 44 2 0 0 9

Penghargaan sebagai KLA tidak lantas membuat pemerintah kota Bandung membuat

suatu kebijakan khusus tentang KLA di Bandung, seperti Keputusan Walikota Tentang

Pembentukan Gugus Tugas KLA seperti yang terjadi di kota dan kabupaten lain. Begitu

juga dalam aspek promosi pelaksanaan kebijakan, mengingat tidak adanya kebijakan

spesifik tentang KLA maka sosialisasi tentang KLA pun juga tidak dilakukan. Namun

menurut pihak BPPKB, kegiatan-kegiatan di bidang anak senantiasa diarahkan bahwa

kegiatan tersebut berkaitan dengan KLA.

5.2. Gambaran 8 Elemen Lingkungan yang Kondusif bagi KLA

5.2.1. Komitmen Pemerintah

Jika melihat visi misi, rencana strategis serta program pokoknya, sangat terlihat bahwa

Pemerintah kota Bandung pada dasarnya memiliki komitmen yang tinggi dalam urusan

kesejahteraan dan perlindungan anak. Komitmen tersebut meski tidak secara spesifik

terbungkus dalam konteks kebijakan kota layak anak, tetapi mempunyai sumbangsih

yang sangat besar dalam pemenuhan hak anak terutama dalam bidang pendidikan dan

kesehatan.

Komitmen pemerintah kota Bandung terhadap permasalahan kesejahteraan dan

perlindungan anak terutama terlihat dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Selain

terlihat dari program-program yang terdapat dalam SKPD Dinas Pendidikan dan Dinas

Kesehatan, komitmen itu juga terlihat dalam program bantuan walikota khusus

(bawaku), yang meliputi sejumlah sektor, termasuk di antaranya sektor pendidikan,

dengan nama bawaku cerdas dan sektor kesehatan dengan nama bawaku sehat. Secara

tidak langsung juga terdapat bawaku makmur untuk sektor ekonomi yang ditujukan bagi

warga miskin.

Di bidang pendidikan, komitmen pemerintah kota Bandung yang kuat juga tercermin

dalam alokasi anggaran pendidikan yang cukup besar. Pada tahun 2009 pemkot

mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan pendidikan SD - SMU, tidak terkecuali

sekolah swasta. Alokasi anggaran untuk bidang pendidikan sendiri tahun 2009 telah

mencapai 52% (Rp 1,1 trilyun) dari APBD, yang sebesar Rp 2,1 trilyun lebih. Namun

diakui bahwa persentase untuk sektor pendidikannya sendiri hanya sekitar 15% dari

Page 45: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 45 2 0 0 9

APBD. Selebihnya, lebih banyak dihabiskan untuk pembayaran gaji tenaga kependidikan

dan PNS pendukungnya.

Komitmen lain yang ditunjukkan Pemkot Bandung adalah dengan meningkatkan derajat

kelembagaan SKPD yang mengurusi bidang perlindungan anak, meski belum optimal.

Sebelumnya urusan anak secara spesifik ditangani oleh Bagian Pemberdayaan

Perempuan, namun sekarang sudah ditangani Badan Pemberdayan Perempuan dan

Keluarga Berencana. Meskipun demikian untuk program dan kegiatan di bidang

perlindungan anak belum bisa berdiri sendiri, melainkan masih menempel pada bidang

pemberdayaan perempuan dan bidang keluarga berencana, karena di kedua bidang

tersebut juga terdapat kelompok sasaran anak-anaknya. Dengan kondisi yang seperti,

komitmen yang tinggi lebih ditunjukkan oleh para pejabat di BPPKB sendiri, bagaimana

agar urusan perlindungan anak tetap bisa dikelola dengan baik, meskipun tidak ada pos

anggaran khusus untuk bidang perlindungan anak. Alokasi anggaran untuk BPPKB

sendiri sangat kecil, hanya sekitar 1 – 2% dari APBD.

5.2.2. Kebijakan/Legislasi

Dari sisi kebijakan atau peraturan di tingkat kota Bandung, seperti sudah disinggung,

belum ada kebijakan atau peraturan khusus tentang KLA, mengingat memang belum ada

tindak lanjut dari pemerintah kota Bandung pasca pemberian penghargaan sebagai kota

layak anak. Namun demikian, pasca pemberian penghargaan tersebut sudah ada

kebijakan baru berupa peraturan daerah yang dibuat yang mempunyai dampak

mendasar pada hak anak. Kebijakan tersebut tertuang dalam Perda No. 7/2008

tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan yang menggratiskan biaya

pengurusan surat administrasi kependudukan, seperti KTP, akta kelahiran dan akta

kematian. Dengan penggratisan akta kelahiran, pemenuhan hak sipil anak berupa

identitas dan kewarganeraan semakin mudah dipenuhi.

Kendala yang masih dihadapi adalah penerapan kebijakan tersebut masih harus

menunggu keluarnya Perda Retribusi yang baru, karena selama ini biaya pengurusan

akta kependudukan diatur secara khusus dalam Perda Retribusi. Dengan demikian

penggratisan biaya pengurusan akta kelahiran yang dilakukan selama ini masih bersifat

terbatas dan lebih merupakan kebijaksanaan yang dikeluarkan pada momen-momen

tertentu, seperti dalam rangka menyambut peringatan Hari Anak Nasional.

Page 46: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 46 2 0 0 9

Setelah dikeluarkannya Perda No. 7/2008, Pemkot Bandung sendiri sudah mempunyai

rencana untuk membuat Perda tentang Perlindungan Anak, yang diharapkan sudah bisa

mulai diproses tahun 2010. Dalam Raperda Perlindungan Anak tersebut, direncanakan

materi atau pasal tentang Kota Layak Anak akan dimasukkan. Keberadaan Gugus Tugas

KLA kemungkinan juga akan diintegrasikan ke dalam Gugus Tugas Perlindungan Anak.

5.2.3. Sikap Pemangku Kepentingan

Berdasarkan pengalaman, setiap kebijakan dan program di bidang kesejahteraan dan

perlindungan anak di Bandung senantiasa mendapatkan dukungan dari berbagai pihak

pemangku kepentingan. Dukungan tersebut bukan hanya dalam bentuk persetujuan

akan tetapi juga kritik dan masukan kritis terhadap program yang dilaksanakan agar

tidak terjadi penyimpangan.

Dukungan sebetulnya sudah terlihat pada saat pertama kali pemerintah kota

menyelenggarakan Seminar Kota Ramah Anak tahun 2004. Bahkan salah seorang

penggagas tersebut, yakni Prof. Sambas dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa

Barat, ikut terlibat dalam perumusan konsep Kota Layak Anak. Dukungan serupa juga

terlihat dari hasil focus group discussion (FGD). Para peserta FGD, yakni para pemangku

kepentingan yang terdiri dari perwakilan tokoh agama dan masyarakat, KPAID, kalangan

pendidikan dan lembaga swadaya masyarat siap mendukung kebijakan dan program KLA

dari pemerintah kota Bandung.

Salah satu dukungan tersebut seperti yang diungkapkan berikut.

....saya sangat setuju kalau Bandung nanti layak anak. Saya setuju.., saya ingin

sebagai warga Bandung mencapai seperti itu, hanya mungkin tidak bisa hanya

ngobrol saja.... perlu adanya satu kebersamaan antara pamerintah dengan

masyarakat atau pemerintah dengan lembaga-lembaga yang ada, yang

sebenarnya mitra pemerintah adalah masyarakat yang komit terhadap rencana

pemerintah itu, ya kan?......

Mereka juga berharap dan mendukung adanya payung hukum bagi kota layak anak di

Bandung. Mereka juga berharap masyarakat diajak dalam pembuatan payung hukum

tersebut maupun pada saat pelaksanaannya nanti.

Page 47: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 47 2 0 0 9

5.2.4. Wacana Publik

Sosialisasi tentang KLA yang dilakukan pemerintah kota Bandung masih sangat terbatas,

belum banyak masyarakat yang mengetahui apa itu Kota Layak Anak. Bahkan di tingkat

aparat SKPD sendiri masih banyak yang belum pernah mendengar tentang KLA.

Kenyataan yang sama juga terjadi di masyarakat serta di kelompok anak-anak sendiri.

Meskipun demikian, ketika dilacak dari media, pernah ada satu artikel tentang Bandung

dan Kota Ramah Anak.

Masih terbatasnya pemahaman masyarakat tentang KLA tentu saja tidak mendukung

bagi munculnya wacana publik tentang KLA yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan

diskusi atau mengkritisi terhadap berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka

pengembangan Bandung sebagai KLA. Media massa belum tergerak untuk mengangkat

isu KLA di hadapan pembacanya, tetapi hanya sekedar memberitakan kegiatan

sosialisasi atau acara pemberian penghargaan kepada kota Bandung sebagai KLA.

5.2.5. Wadah Partisipasi Anak

Partisipasi anak dalam arti memberi ruang bagi anak untuk menyampaikan pendapatnya

dan atau terlibat dalam suatu kegiatan bukan barang baru di Bandung. Secara

kelembagaan beberapa tahun sebelumnya di Bandung sudah berdiri wadah partisipasi

anak yang bernama Forum Anak Daerah (FAD) Jawa Barat yang bertempat di Bandung.

Di tingkat kota Bandung sendiri juga sudah dibentuk Forum Komunikasi Anak Bandung

(FOKAB). Di kedua lembaga ini anak-anak sudah dibiasakan menyampaikan aspirasinya,

terutama ketika memperingati Hari Anak Nasional maupun dalam berbagai pertemuan

yang mengundang mereka. Namun demikian, keberadaan FAD dan FOKAB ternyata

belum banyak diketahui oleh para anak-anak itu sendiri. Jauh sebelumnya juga sudah

ada organisasi di tingkat anak dan remaja seperti OSIS di sekolah dan Karang Taruna

(KT) di masyarakat, meskipun sebagian anggota KT sudah bukan anak-anak lagi.

Meskipun secara kelembagaan sudah ada wadah partisipasi anak, namun pelibatan

mereka dalam pengambilan keputusan atau kebijakan masih sangat terbatas dan belum

melembaga dengan baik. Untuk menggali pandangan anak, pemerintah kota pernah

mengundang perwakilan dari OSIS dalam pertemuan Musyawarah Perencanaan

Page 48: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 48 2 0 0 9

Pembangunan (Musrenbang). Selain itu ketika hendak menyusun Perda tentang

Penyandang Cacat, pemerintah kota juga mengundang anak-anak penyandang cacat.

5.2.6. Kesadaran dan Sikap Masyarakat

Meskipun tidak secara eksplisit ditujukan terhadap kebijakan dan program Kota Layak

Anak, masyarakat secara diam-diam mengamati berbagai perubahan yang terjadi di

masyarakat yang dampaknya dirasakan anak-anak dan mereka menunjukkan

kerisauannya namun tidak bisa berbuat banyak. Setelah memperoleh gambaran tentang

KLA mereka pun berharap agar kerisauannya tersebut memperoleh tanggapan.

Beberapa orang peserta FGD dari Kelompok Orang Dewasa mengamati adanya kondisi di

lapangan yang tidak hanya mengganggu kesehatan anak, tetapi mengganggu aspek

sosial, mental dan moral anak. Seperti yang dialami setiap hari di jalanan dimana

kendaraan umum menyebabkan polusi yang mengganggu kesehatan anak. Mereka juga

melihat gorong-gorong jalan yang terbuka yang bisa membahayakan anak pejalan kaki.

Jalur khusus bagi anak yang naik sepeda, sehingga keselamatan anak juga terganggu.

Dari sisi ketersediaan dan pemanfaatan lahan terbuka, mereka juga merasakan

bagaimana anak-anak sekarang semakin terbatas ruang bermainnya karena lahan-lahan

terbuka yang dulu bisa digunakan anak untuk bermain sekarang sudah dipakai untuk

bangunan gedung. Dari sisi keindahan kota, mereka juga merasa terganggu dengan

billboard yang gambarnya belum layak dikonsumsi oleh anak, sehingga mental dan moral

anak pun bisa terganggu.

Kondisi-kondisi di lapangan tersebut merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi

keberadaan kota layak anak dan berharap hal itu bisa diperhatikan. Salah seorang

peserta FGD juga menyatakan kegembiraannya terhadap apa yang dilakukan oleh

walikota dengan mengembalikan fungsi-fungsi taman yang selama ini berubah

peruntukannya.

Terhadap kebijakan dan program Kota Layak Anak di kota Bandung, masyarakat

mendukung sepenuhnya. Dengan menjadikan Bandung sebagai kota layak anak,

masyarakat berharap agar kasus-kasus atau masalah-masalah anak, seperti anak

jalanan, putus sekolah, kenakalan remaja maupun masalah lingkungan dan infrastruktur

Page 49: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 49 2 0 0 9

kota dan lain-lain bisa diatasi dengan baik. Mereka juga siap untuk dilibatkan dalam

implementasi kebijakan KLA di lapangan.

5.2.7. Pelayanan Dasar dan Rehabilitasi

Program-program pelayanan dasar yang disediakan pemerintah kota Bandung pada

umumnya mudah diakses. Di samping karena kota Bandung sudah merupakan kota

besar yang sudah sangat mudah akses komunikasi dan transportasinya serta lengkap

fasilitas dasarnya juga karena komitmen dan dukungan anggaran yang disediakan

pemerintah kota. Program pelayanan dasar dan rehabilitas ini selain dibiayai melalui

anggaran sektoral kepada instansi atau SKPD terkait, juga melalui dana hibah walikota

melalui program bawaku (bantuan walikota khusus).

Dalam bidang pendidikan terdapat program wajib belajar sembilan tahun dan pendidikan

gratis hingga SMA. Kepada anak-anak putus sekolah juga terdapat program Kelompok

Belajar Paket A-C yang bebas biaya juga. Dengan program Bawaku Cerdas, anak-anak

yang mengalami permasalahan dalam pendidikan bisa memperoleh bantuan. Kerusakan

bangunan sekolah juga bisa dibantu perbaikannya.

Sedangkan di bidang kesehatan, pelayanan posyandu dan puskesmas juga menjangkau

setiap kelurahan dan sistem rujukan perawatan ke rumah sakit yang lebih lengkap

fasilitasnya bagi warga kurang mampu juga sudah dibangun dan diterapkan. Berbagai

fasilitas kesehatan (RS, RSB, RSIA, Klinik, Balai Pengobatan) dan tenaga kesehatan

(dokter dan bidan praktek swasta) juga mudah ditemui. Bagi keluarga kurang mampu

juga sudah disediakan program Jamkesmas dan Bawaku Sehat.

Namun demikian, pelayanan dasar melalui program bawaku ini hanyalah ditujukan bagi

warga kota Bandung, sehingga anak jalanan atau gepeng (gelandangan dan pengemis)

yang pada umumnya tidak memiliki KTP Bandung dan berasal dari luar daerah

mengalami kesulitan untuk bisa mengakses program bawaku ini.

Pelayanan dasar lainnya, adalah penggratisan layanan pengurusan akta kelahiran yang

awalnya hanya diberikan pada momen-momen tertentu, seperti HAN atau Hari Ulang

Tahun Kota Bandung, pada tahun 2009 ini sudah dibuatkan dasar hukumnya, meskipun

masih harus menunggu perubahan Perda tentang Retribusi yang masih membolehkan

penarikan retribusi bagi pengurusan akta catatan sipil.

Page 50: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 50 2 0 0 9

Untuk anak-anak yang mengalami kasus-kasus kekerasan, di Bandung juga telah

dibentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang

sudah berjalan. Untuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum, pengadilan negeri

Bandung juga sudah menerapkan system restorative justice untuk kasus-kasus pidana

ringan serta fasilitas pengadilan ramah anak. Namun demikian untuk anak-anak yang

menjalani hukuman pidana juga belum disediakan Lapas Khusus Anak, sehingga

penahanan mereka masih disatukan dengan narapidana dewasa, meskipun berada

dalam blok yang terpisah.

5.2.8. Monitoring dan Pelaporan

Jika diartikan secara spesifik yang dikaitkan langsung dengan tahapan pelaksanaan

kebijakan KLA, maka monitoring dan pelaporan tentang kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dalam rangka pengembangan KLA di kota Bandung, belum bisa terlaksana..

Hal ini mengingat belum adanya upaya khusus pasca pencangan Bandung sebagai kota

yang menuju KLA. Akan tetapi secara umum, pemerintah kota Bandung setiap tahun

menyusun Rencana Pembangunan Jangka Pendek Daerah (RPJPD) yang jangka

waktunya satu tahun.

Jika disimak dalam RPJPD Kota Bandung ini fungsi monitoring dan pelaporan untuk

setiap sektor dijalankan, tidak terbatas pada sektor yang berkaitan dengan masalah

anak. Sebelum disusun rencana program dan kegiatan tahun berikutnya dari setiap

bidang atau sektor, terlebih dahulu dilakukan review terhadap apa yang sudah dilakukan

pada tahun sebelumnya.

5.3. Gambaran Mengenai Persepsi Masyarakat dan Anak tentang Kebijakan KLA

Menengok hasil yang diperoleh dari focused group discussion (FGD) baik yang dilakukan

terhadap kelompok masyarakat maupun kelompok anak, pemahaman tentang Bandung

sebagai kota yang menuju Kota Layak Anak masih sangat terbatas. Hasil dari angket

yang disebarkan kepada sekitar 150 anak SMP dan SMA di kota Bandung juga

menunjukkan fakta yang sama. Sebagian besar (76%) belum pernah mendengar tentang

Kota Layak Anak (KLA). Jika ada anak yang pernah mendengar tentang KLA, hal itu

karena mereka pernah diundang pemerintah kota dalam acara pemberian penghargaan

Bandung sebagai kota yang menuju kota layak anak. Pemahaman yang sebenarnya

Page 51: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 51 2 0 0 9

tentang apa itu kota layak anak belum dimiliki, baik di tingkat masyarakat maupun di

tingkat kelompok anak.

Keterbatasan pemahaman tersebut tak bisa dilepaskan dari masih terbatasnya

sosialisasi KLA. Sosialisasi dari instansi atau SKPD yang membidangi urusan anak, yakni

BPPKB. Pihak BPPKB sendiri memang tidak memprogramkan secara khusus sosialisasi

tentang KLA karena bidang perlindungan anak di BPPKB juga belum menjadi bidang yang

terpisah, tapi terutama masih menempel pada bidang pemberdayaan perempuan.

Dengan masih terbatasnya sosialisasi KLA, persepsi yang dimiliki publik (orang dewasa

dan kelompok anak) tentang kebijakan kota layak anak sendiri masih didasarkan pada

pengamatan terhadap kondisi fasilitas publik yang bersifat fisik dan mudah dilihat mata.

Mereka menyaksikan bagaimana kondisi fasilitas pelayanan publik, seperti bis-bis kota

yang banyak mengeluarkan asap, tidak adanya jalur khusus untuk sepeda bagi anak,

gorong-gorong jalan yang membahayakan anak, terbatasnya lapangan bermain atau olah

raga di sekolah serta gambar yang terpajang di billboard yang dianggap kurang mendidik.

Selain itu mereka juga mengamati perubahan peruntukan lahan yang semakin

membatasi ruang terbuka untuk anak-anak bermain akibat dipakai untuk bangunan

gedung.

Pada umumnya yang lebih mudah dilihat adalah perkembangan yang negatif yang

menimpa anak-anak. Akan tetapi ada pula yang juga melihat perkembangan positif,

seperti yang diungkapkan salah seorang peserta FGD orang dewasa, seperti berikut.

.....tapi alhamdulillah sekarang dengan kepemimpinan walikota sekarang ini

sudah ada komitmen, terjadi perubahan paradigma dan sekarang sudah

mengubah, menata kembalai lahan-lahan yang sudah bergeser. Pom bensin,

taman-taman ini dikembalikan ke posisi semula, hanya barangkali belum

seoptimal. Nah ini tentu partisipasi dari semua,.......

Dari sudut pandang kelompok anak sendiri, kebijakan pemkot yang terkait dengan KLA

sendiri lebih dilihat dari bagaimana nasib anak-anak yang ada di kota Bandung. Menurut

mereka, selama anak-anak Bandung belum merasa bahagia dan dibatasi kreativitasnya

maka kota Bandung belum bisa disebut sebagai kota layak anak, seperti yang

diungkapkan salah seorang anak peserta FGD berikut:

Page 52: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 52 2 0 0 9

…….kalo misalnya disebut kota layak anak, mestinya anak2 di kota bandung

udah bahagia pak. Udah tiap hari gimana gitu, istilahnya anak-anak tuh apalagi

kita sebagai remaja, mereka lebih banyak ingin berkreativitas tapi mereka

dibatasi untuk berkreativitas itu. Pasti anak-anak kan kalau ikut kegiatan ini

seru nih tapi ga di izinin ga dibolehin atau gimana….

Keberadaan anak jalanan dan pengemis juga menunjukkan bahwa kota Bandung belum

menjadi KLA. Begitu juga dengan belum adanya fasilitas khusus buat anak penyandang

cacat atau difable di tempat-tempat umum, seperti yang dinyatakan seorang anak

berikut.

diskriminasi buat difable juga kan masih, selain aksesnya sedikit di Bandung

juga masih banyak yang mencibir....

Page 53: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 53 2 0 0 9

6.1. Pengantar

Menurut Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan No. 2 Tahun 2009

tentang Kebijakan Kota Layak (KLA), tujuan Kebijakan Kota Layak Anak adalah untuk :

1. meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di

kabupaten/kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap

anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak

2. mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana,

metoda dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di

kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak;

3. mengimplementasi kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan

perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan

sesuai dengan indikator KLA; dan

4. memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan

pembangunan di bidang perlindungan anak.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perlu digali faktor-faktor apa yang menjadi

pendukung sehingga perlu dikembangkan dan faktor-faktor penghambat apa yang perlu

diwaspadai. Selain itu kebijakan dan program KLA itu sendiri juga harus mampu

mengidentifikasi faktor-faktor yang mampu menjamin keberlanjutan status sebagai kota

layak anak. Untuk menggali berbagai faktor tersebut dilakukan analisis SWOT dan

Keberlanjutan.

6.2. Analisis SWOT dan Keberlanjutan

Analisis SWOT terdiri dari 4 pisau analisis, yakni kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman. Kekuatan merupakan faktor yang bersifat positif yang berasal dari dalam

pemilik kebijakan, yakni pemerintah kota Bandung. Sebaliknya, kelemahan merupakan

faktor yang bersifat negatif yang berasal dari dalam pemerintah kota Bandung.

Sedangkan peluang dan ancaman sama-sama berasal dari luar pemerintah kota

Bandung, dimana peluang merupakan faktor yang bersifat positif sementara ancaman

merupakan faktor yang bersifat negatif.

BAB

6 ANALISA DATA

Page 54: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 54 2 0 0 9

Kekuatan :

Kekuatan yang dimiliki oleh kota Bandung terutama adalah sebagai berikut :

1. Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang dan maju dalam pengembangan kota

modern. Hal ini tentu saja merupakan bekal positif yang tidak banyak dimiliki oleh

kota lain, dalam mengembangkan kebijakan kota layak anak, khususnya ditinjau dari

segi tata ruang dan penyediaan infrastruktur kota. Kondisi tersebut juga didukung

oleh keberadaan kalangan akademisi yang berasal dari perguruan tinggi teknik

terkenal di kota Bandung yang juga mempunyai kepedulian terhadap lingkungan fisik

perkotaan. Kekuatan ini tentu saja tidak menafikan kemungkinan adanya

penyimpangan-penyimpangan yang bisa terjadi.

2. Penghargaan sebagai kota yang menuju kota layak anak dari KPAI merupakan

pengakuan obyektif dari pihak luar terhadap apa yang sudah dilakukan oleh

pemerintah kota di bidang kesejahteraan dan perlindungan anak. Penghargaan dari

sebuah lembaga negara ini merupakan pertimbangan yang cukup kuat bagi

pemerintah kota untuk mengembangkan lebih lanjut kebijakan dan program KLA dan

meminta dukungan dari pihak legislatif.

3. Pemerintah kota Bandung memiliki walikota yang visioner, dengan konsep Bandung

Cerdas, Bandung Sehat, Bandung kota Seni dan Budaya, dll.. Pemimpin yang visioner,

apalagi visinya tersebut relevan dengan kesejahteraan dan perlindungan anak,

sangat dibutuhkan dalam pengembangan kota layak anak. Dari sisi komunikasi

massa, konsep yang berisi namun singkat padat dan mudah diingat, bisa menggugah

masyarakat untuk mendukungnya.

4. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai, baik dari kalangan birokrasi,

akademisi dan masyarakat aktivis peduli anak merupakan kekuatan sinergis yang

dibutuhkan dalam pengembangan kota layak anak. Upaya-upaya pemerintah yang

ditujukan bagi kesejahteraan dan perlindungan anak akan dikembangkan secara

lebih matang, yang akan diimbangi oleh sikap kritis dari kalangan akademisi maupun

baik daro konseptualnya maupun dari sisi implementasinya. Interaksi seperti ini akan

menghasilkan perbaikan-perbaikan terhadap upaya yang telah dilakukan.

5. Keberadaan wadah partisipasi anak seperti Forum Anak Daerah (FAD) Jabar maupun

Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB) dan kesediaan dari pemerintah kota

untuk menggali pandangan dari kelompok anak, meskipun belum optimal merupakan

kondisi yang kondusif bagi pengembangan kota layak anak, bahkan dalam jangka

Page 55: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 55 2 0 0 9

panjang akan sangat dibutuhkan. selain itu indikator partisipasi anak ini sangat

penting dalam KLA karena anak sangat menentukan dalam menentukan seperti apa

kota hendak dibangun,

6. Tersedianya fasilitas pelayanan dasar dan rehabilitasi yang memadai dan bisa

diakses dengan mudah oleh masyarakat, baik itu di bidang pendidikan, kesehatan,

perlindungan serta infrastruktur kota, sehingga setiap anak bisa memanfaatkannya.

7. Keberadaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bandung yang

dibentuk oleh pemerintah kota, serta LPA Jabar, meski senantiasa bermitra dengan

pemerintah kota namun mereka tak kehilangan daya kritisnya dalam merespon apa

yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota terhadap kelompok anak.

8. Terdapat komitmen yang kuat dari pejabat di BKBPP, meskipun bidang anak masih

melekat pada bidang pemberdayaan perempuan dan secara eselon birokrasi

pengaruhnya terbatas, namun sudah berhasil mengadvokasi kebijakan KLA.

Kelemahan :

Kelemahan yang masih terdapat dalam pengembangan Bandung sebagai kota yang

menuju KLA adalah sebagai berikut :

1. Meskipun pernah menginisiasi Kota Ramah Anak dan beberapa tahun kemudian

memperoleh penghargaan sebagai Kota Layak Anak, namun secara konkrit

pemerintah kota belum memiliki kebijakan spesifik tentang KLA. Hal ini untuk jangka

pendek menjadi kendala untuk melakukan upaya-upaya dalam rangka

pengembangan kota layak anak. Sebagai salah satu akibatnya adalah sosialisasi KLA

menjadi masih sangat lemah, sehingga masyarakat tidak banyak yang

memahaminya. Keterbatasan ini juga berimbas pada lemahnya wacana publik

tentang KLA, sehingga masih sulit untuk mendapatkan dukungan publik dalam

pengembangan KLA.

2. Komitmen yang tinggi dari pemerintah kota belum diimbangi dengan kekuatan

nomenklatur bidang perlindungan anak dalam SKPD berikut eselon pejabatnya.

Bidang perlindungan anak belum berdiri sendiri dalam BPPKB, tetapi masih melekat

pada bidang pemberdayaan perempuan maupun bidang keluarga berencana. Hal ini

menyebabkan SKPD terkait mengalami kendala untuk membuat program yang

spesifik di bidang perlindungan anak dan mengajukan anggarannya.

3. Meskipun sudah ada rintisan pelibatan anak dalam proses pengambilan keputusan

di tingkat pemerintah kota, namun belum ada upaya khusus untuk mengembangkan

Page 56: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 56 2 0 0 9

rintisan tersebut ke arah yang lebih permanen dalam bentuk kebijakan. Di sisi lain,

wadah partisipasi anak, terutama FOKAB, juga belum dikembangkan kapasitasnya

sehingga sehingga mampu berperan optimal dalam pengambilan keputusan

pemerintah. Wadah partisipasi anak juga masih berposisi sebagai wadah melatih

anak menyampaikan pandangannya dan mengadakan kegiatan di kalangan anak

sendiri. Keberadaan mereka sendiri ternyata juga belum banyak diketahui oleh anak-

anak pada umumnya.

4. Dalam mengatasi masalah anak jalanan, pemerintah kota Bandung belum

melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten di sekitar Bandung yang

menjadi daerah asal anak jalanan, sehingga masalah anak jalanan belum bisa diatasi

secara efektif, serta bisa mengganggu predikat kota Bandung sebagai kota layak

anak.

Peluang :

Sejumlah peluang yang dimiliki kota Bandung dalam mengembangkan KLA adalah

sebagai berikut

1. Terdapat kelembagaan di luar pemerintah, yakni KPAID Kota Bandung dan LPA Jawa

Barat yang saling mendukung, yang selama ini menjadi mitra pemerintah namun

tetap kritis merupakan peluang besar untuk mengembangkan Bandung sebagai KLA.

Di belakang kedua lembaga tersebut juga terdapat sejumlah LSM anak yang selama

ini sudah terbukti integritasnya mendamping kelompok anak.

2. Di tingkat anak sendiri juga terdapat sejumlah wadah partisipasi anak, seperti Forum

Anak Derah Jabar serta Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB) yang belum

diberdayakan dengan baik. Begitu juga dengan OSIS dan Karang Taruna yang selama

ini lebih menjadi wadah aktivitas dibanding wadah aspirasi, juga belum diberdayakan

dengan baik. Jika mereka memperoleh capacity building, maka keberadaan wadah

partisipasi anak ini akan menjadi kekuatan tersendiri bagi sebuah kota layak anak.

3. Dibukanya ruang partisipasi anak dalam pengambilan keputusan, seperti yang terjadi

dalam pembahasan Perda Penyandang Cacat dan Pertemuan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan titik awal untuk proses-proses

serupa di masa datang, sehingga keputusan pemerintah benar-benar di bidang anak

benar-benar bisa berperspektif anak.

4. Sebagai ibukota provinsi, Bandung memiliki kelebihan dalam perhatian yang

diberikan oleh pemerintah provinsi. Kedudukan khusus atau keistimewaan sebagai

Page 57: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 57 2 0 0 9

ibukota propinsi memiliki peluang yang lebih besar dalam pengembangan kota

karena dalam konteks kewilayahan memiliki dukungan dari pemerintah provinsi

maupun pemerintah pusat

5. Perhatian dan kepedulian dari berbagai elemen masyarakat yang selama ini bergerak

di bidang kesejahteraan dan perlindungan anak, seperti PKK dan Forum PAUD dan

aktivis dan pemerhati anak perseorangan merupakan sumber dukungan yang luar

biasa dalam mengembangkan KLA.

Ancaman :

Terdapat sejumlah faktor yang bisa dipandang mengancam dalam pengembangan

Bandung sebagai kota layak anak, yakni sebagai berikut :

1. Ketimpangan pembangunan antara kota Bandung dan kota-kota dan kabupaten

sekitarnya, yang mendorong munculnya fenomena urbanisasi dan melahirkan

masalah anak jalanan yang tidak mudah diatasi. Keberadaan anak jalanan yang tidak

teratasi merupakan bukti yang kasat mata yang mengganggu predikat Bandung

sebagai kota layak anak. Terlebih lagi masalah anak jalanan juga bisa memicu

kriminalitas di jalanan, baik yang membuat anak menjadi korban maupun pelaku

tindak kriminalitas dan kekerasan.

2. Sebagai kota besar, permasalahan anak di kota Bandung juga semakin kompleks,

selain masalah anak jalanan, juga terdapat permasalahan lain seperti pekerja anak,

anak berhadapan dengan hukum, anak korban kekerasan, eksploitasi dan trafiking

serta kenakalan remaja. Kompleksitas permasalahan tersebut jika tidak diatasi

dengan baik, bisa mengganggu predikat sebagai kota layak anak

3. Perkembangan kota yang sangat cepat yang terjadi di kota Bandung dipastikan akan

memakan lahan-lahan kosong sehingga mengurangi ruang-ruang publik yang menjadi

tempat bermain anak. Selain itu bertambahnya jumlah kendaraan dari warga

Bandung sendiri maupun dari para wisatawan dari luar menyebabkan kualitas udara

kota semakin memburuk, di mana sebuah penelitian menyimpulkan bahwa kota

Bandung hanya memiliki udara bersih selama 55 hari dalam setahun dan

4. Karakteristik geografis wilayah Bandung yang memiliki daratan yang tidak merata

menyebabkan sebagian sebagai wilayahnya menjadi langganan banjir tahunan.

Page 58: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 58 2 0 0 9

Keberlanjutan :

Yang dimaksud keberlanjutan dalam hal ini adalah lebih pada bagaimana prospek

kebijakan dan program Kota Layak Anak (KLA) ke depan, karena penghargaan sebagai

kota layak anak yang diberikan oleh KPAI hanya akan tinggal menjadi secarik kertas jika

tidak ada upaya-upaya khusus untuk menindaklanjutinya.

Berkaca pada pengalaman melakukan inisiasi Kota Ramah Anak pada tahun 2004, yang

tidak ditindaklanjuti dengan kebijakan dan program spesifik yang disebabkan oleh

lemahnya posisi SKPD yang membidangi urusan perlindungan anak di hadapan SKPD

lain, maka predikat KLA juga dikawatrikan hanya tinggal predikat.

Prospek untuk keberlanjutan dari kebijakan dan program KLA di kota Bandung sangatlah

besar. Peluang tersebut akan sangat tergantung pada bagaimana mensinergikan

kekuatan-kekuatan yang dimiliki kota Bandung serta memanfaatkan peluang-peluang

yang dimilikinya. Selain itu keberlanjutan KLA juga akan tergantung pada bagaimana

mengatasi kelemahan-kelemahan serta mengantisipasi ancaman-ancaman yang dimiliki

kota Bandung.

Page 59: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 59 2 0 0 9

Tujuan dilakukan kajian pengembangan KLA di Kota Bandung pada dasarnya adalah

untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai pelaksanaan bidang

kesejahteraan dan perlindungan anak melalui pengembangan kabupaten/ kota layak

anak di Kota Bandung. Kajian ini juga melihat penyediaan informasi yang relevan dengan

kebijakan pengembangan KLA dan mendapatkan rekomendasi tentang pelaksanaan

kebijakan KLA di Kota Bandung. Sementara hasil yang diharapkan adalah informasi yang

mencakup beberapa hal, yaitu :

1. Gambaran mengenai indikator KLA, baik itu indikator umum yang meliputi bidang

kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur serta lingkungan

hidup/pariwisata maupun indikator khusus yang meliputi bidang pembuatan

kebijakan dan promosi pelaksanaan kebijakan KLA.

2. Gambaran mengenai 8 elemen lingkungan yang kondusif bagi KLA yang meliputi

komitmen pemerintah, kebijakan/legislasi, sikap pemangku kepentingan, wacana

publik, wadah partisipasi anak, kesadaran dan sikap masyarakat terhadap KLA

sudah menjadi kebutuhan mendasar, aksesibilitas pelayanan-pelayanan dasar di KLA

telah dapat diakses; serta monitoring dan pelaporan

3. Gambaran mengenai persepsi masyarakat dan anak tentang kebijakan KLA, yang

terutama meliputi pemahaman dan pandangan mereka tentang kebijakan KLA dan

implementasinya.

Berbeda dengan kota-kota lain yang menjadi obyek kajian KLA, kota Bandung dipilih

karena pencanangan sebagai KLA atau kota yang menuju KLA bersifat mandiri, dalam

arti tidak melalui fasilitasi dari Kementerian PP dan PA. Dalam kenyataan, predikat KLA

dari kota Bandung ini secara formal memang merupakan penghargaan dari KPAI atas

kepedulian dari pemerintah kota atau walikota Bandung terhadap permasalahan anak,

yang secara khusus diwujudkan dengan pembentukan KPAID tingkat kota, yang

merupakan KPAI tingkat kota yang kedua setelah Makassar.

BAB

7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 60: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 60 2 0 0 9

Dengan statusnya sebagai model pengembangan KLA secara mandiri tersebut,

penelitian ini juga akan melihat sejauh mana kota Bandung bisa dijadikan sebagai model

pengembangan KLA bagi kota-kota dan kabupaten-kabupaten lain di Indonesia.

Jika alasan pemilihan kota Bandung sebagai obyek kajian pengembangan KLA secara

mandiri yang diharapkan bisa menginspirasi kota-kota atau kabupaten lain untuk

mengembangkan KLA-nya secara mandiri pula, maka terdapat beberapa catatan yang

harus diberikan, yakni sebagai berikut.

1. Kota Bandung merupakan ibukota propinsi dan sekaligus kota terbesar keempat di

Indonesia, yang memiliki keistimewaan sebagai ibukota provinsi yang posisinya tidak

bisa ditiru oleh kabupaten atau kota yang bukan merupakan ibukota provinsi.

2. Kota Bandung mempunyai sejarah perkembangan kota modern yang panjang, karena

sejak awal memang sudah didesain oleh pemerintah Belanda sebagai sebuah kota

modern. Dengan demikian sejak awal Bandung sudah memiliki kejelasan konsep tata

ruang dan penyediaan infrastruktur sebuah kota.

3. Pihak pemerintah kota Bandung sendiri dan pemangku kepentingan yang lain

mengaku masih membutuhkan dukungan dari pihak Kementerian PP dan PA. Mereka

sendiri juga belum memiliki konsep sendiri tentang KLA yang berbeda dari konsep

yang dimiliki KPPPA. Pemkot Bandung sendiri juga tidak merasa menjadi model

pengembangan KLA secara mandiri yang bisa ditiru oleh kota dan kabupaten lainnya.

Dengan demikian, kota Bandung sebenarnya kurang tepat untuk dijadikan model

pengembangan KLA secara mandiri. Namun demikian jika Bandung tetap ingin dijadikan

model pengembangan KLA, maka idealnya hanya lebih tepat berlaku untuk kota yang

sama-sama menjadi ibukota provinsi. Kota dan kabupaten lain yang bukan merupakan

ibukota provinsi yang ingin mengembangkan diri menjadi KLA sebetulnya masih bisa

memperoleh pelajaran dari kota Bandung, khususnya dalam sejumlah hal sebagai

berikut :

1. kepedulian dari walikota terhadap permasalahan anak, yang antara lain diwujudkan

dengan program aksi yang dirasakan langsung oleh kelompok anak, seperti bawaku

sehat dan bawaku cerdas.

2. penyusunan visi pembangunan kota yang secara eksplisit maupun implisit memiliki

keberpihakan pada kesejahteraan dan perlindungan anak, seperti bandung cerdas

2008 dan bandung sehat 2007

Page 61: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 61 2 0 0 9

3. pendirian atau pembentukan lembaga-lembaga di luar SKPD yang berfungsi

mencegah dan menangani permasalahan-permasalahan anak, seperti KPAID dan

P2TP2A.

4. inisiatif ruang sidang ramah anak (RSRA), meskipun ini bukan domainnya pemerintah

kota, tetapi karena keberadaannya di tingkat kota, sehingga tetap mempunyai nilai

lebih yang mendukung keberadaan kota layak anak,

7.1. KESIMPULAN

1. Dilihat dari indikator-indikator yang dimiliki untuk sebuah kota layak anak, meskipun

belum semua indikator bisa terpenuhi, namun secara umum Kota Bandung, memiliki

sejumlah prestasi di setiap bidang pembangunan sehingga Bandung bisa

dikategorikan sebagai kota yang menuju kota layak anak. Penghargaan dari KPAI

merupakan bukti adanya pengakuan pihak luar terhadap kelayakan Bandung sebagai

KLA.

2. Di bidang kesehatan, pemerintah kota memiliki visi Bandung Sehat 2007. Dalam

realitasnya, sebagai kota besar Bandung memiliki fasilitas yang lengkap untuk

pelayanan kesehatan dengan jumlah fasilitas yang memadai, termasuk

beroperasinya puskesmas keliling. Aksesibilitasnya pun juga sangat memadai, kecuali

bagi warga yang bukan penduduk kota Bandung yang masih mengalami kesulitan.

Untuk jaring pengaman juga terdapat Program Bawaku Sehat. Data-data statistik di

bidang kesehatan, secara umum bervariasi dimana sebagian data menunjukkan hasil

yang positif, sedangkan sebagian yang lain masih negatif. Hal ini menunjukkan

masalah kesehatan di kota Bandung sangatlah berat dan kompleks.

3. Di bidang pendidikan, situasinya juga mirip yang terdapat dalam bidang kesehatan.

Kota Bandung juga memiliki visi Bandung Cerdas 2008. Sebagai kota besar Bandung

juga memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap dan jumlah yang memadai serta

mudah diakses. Untuk jaring pengamannya juga terdapat program Bawaku Cerdas.

Tentang data statistiknya, meskipun masih terdapat data-data di bidang pendidikan

yang kurang bagus, namun secara umum pembangunan pendidikan dengan visi

Bandung Cerdas 2008 dan dukungan APBD yang tinggi telah menunjukkan hasil yang

relatif positif. Namun demikian sejumlah masalah masih harus dihadapi, seperti

keterbatasan daya tampung, kerusakan bangunan sekolah, dan masih rendahnya

kesejahteraan guru.

Page 62: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 62 2 0 0 9

4. Di bidang perlindungan anak, terdapat sejumlah kebijakan dan program yang menjadi

indikator KLA, seperti kebijakan penggratisan akta kelahiran melalui Perda No.

7/2008, meskipun masih ada ganjalan dengan Perda Retribusi. Untuk anak yang

berhadapan dengan hukum, sudah terdapat penerapan restorative justice untuk

kasus pidana ringan serta adanya ruang sidang ramah anak. terbukanya peluang

peningkatan partisipasi anak melalui pelibatan anak dalam musrenbang dan

pembahasan perda. Secara kelembagaan juga terdapat Forum Anak Daerah (FAD)

Jabar, Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB) maupun P2TP2A, LPA dan sejumlah

LSM Anak. Namun demikian, kebijakan, program-program dan institusi tersebut

masih tetap dihadapkan pada sejumlah masalah seperti anak jalanan, pekerja anak

dan kenakalan remaja.

5. Di bidang infrastruktur, Bandung memiliki sejumlah taman yang menjadi ciri khas

kota Bandung dan berbagai fasilitas umum lainnya yang jumlahnya memadai, seperti

Lapangan Gazibu dan Tegallega, gedung-gedung kesenian dan galeri-galeri seni,

museum, gedung pertunjukan, gedung bersejarah serta sejumlah lapangan dan

gedung olah raga. yang dapat digunakan oleh masyarakat. Selain itu juga terdapat

sejumlah program seperti penataan prasarana dan sarana, penataan sarana

transportasi kota. Permasalahan yang dihadapi adalah pesatnya pembangunan fisik

kota yang telah menjadikan lahan-lahan terbuka menjadi bangunan komersial dan

pesatnya pertambahan jumlah kendaraan bermotor.

6. Di bidang Lingkungan Hidup, terdapat program Langit Biru di Kota Bandung yang

bertujuan untuk mengurangi pencemaran udara sudah berjalan sekitar 10 tahun,

optimalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam bentuk taman kota, dengan hasil

berupa penambahan luas RTH dari 1.314,20 ha (7,85%) pada tahun 2006 menjadi

1.466,13 ha (8,76%) di tahun 2007. Di sekolah pendidikan lingkungan hidup telah

dijadikan pelajaran muatan lokal. Permasalahan yang dihadapi hingga saat ini adalah

peningkatan suhu kota, polusi udara yang disebabkan oleh peningkatan jumlah

kendaraan bermotor.

7. Di bidang pembuatan kebijakan dan promosinya, meskipun pernah menginisiasi Kota

Ramah dan mendapatkan penghargaan KLA dari KPAI, tetapi belum ada kebijakan

yang spesifik dalam rangka pengembangan KLA. Kondisi tersebut juga tak bisa

dilepaskan dari rencana pemerintah kota untuk mengeluarkan Perda Perlindungan

Anak pada tahun 2010. Diharapkan substansi tentang KLA bisa diintegrasikan dalam

perda tersebut.

Page 63: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 63 2 0 0 9

8. Promosi dan sosialisasi kebijakan, khususnya yang terkait dengan KLA dirasakan

masih sangat terbatas sehingga belum banyak masyarakat termasuk anak-anak

maupun kalangan birokrasi sendiri yang mendengar dan mengetahui tentang KLA.

Upaya tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh dukungan yang dibutuhkan dalam

pengembangan KLA. Berbagai elemen masyarakat sebetulnya menyambut positif

tentang kebijakan KLA dan berharap mereka bisa dilibatkan.

7.2. REKOMENDASI :

1. Komitmen pemerintah kota Bandung yang tinggi terhadap KLA perlu ditingkatkan

dengan segera melaksanakan tahap-tahap pengembangan KLA, seperti yang

terdapat dalam buku pedoman KLA. Hal ini mengingat model KLA mandiri dari kota

Bandung belum dirumuskan secara tersendiri dan pemerintah kota Bandung sendiri

masih tetap berharap adanya dukungan dari Kementerian PPPA dalam

pengembangan dan implementasi KLA di kota Bandung.

2. Untuk mempercepat proses pengembangan dan implementasi KLA perlu digunakan

pendekatan bimbingan teknis (technical assistance) secara reguler, baik itu

dilakukan oleh pihak Kementerian PPPA maupun konsultan yang ditunjuk khusus

untuk itu. Penggunaan konsultan ini, agar lebih efisien bisa diterapkan secara

regional yang mencakup beberapa kota dan kabupaten yang berdekatan yang juga

ingin mencanangkan diri sebagai KLA.

3. Sehubungan kurang kuatnya posisi bidang perlindungan anak dalam kelembagaan

birokrasi pemerintah kota, maka nomenklatur perlindungan anak dalam BPPKB perlu

diperjelas sehingga program dan kegiatan di bidang perlindungan anak dalam rangka

KLA bisa dilakukan secara lebih konkrit.

4. Mengingat masih terbatasnya pihak-pihak yang mengetahui tentang KLA, mak perlu

adanya peningkatan pemahaman dan pengetahuan semua jajaran SKPD dan

masyarakat secara rutin dan terorganisir, melalui sosialisasi dan pembuatan berbagai

bentuk materi KIE yang berisi tentang kebijakan KLA yang sederhana dan mudah

dipahami.

5. Sehubungan dengan akan dibahasnya Raperda Perlindungan Anak pada tahun 2010,

maka dalam draf Raperda tersebut perlu dimasukkan klausul tentang KLA secara

spesifik, agar kedudukan dasar hukum pengembangan dan implementasi KLA bisa

lebih kuat.

Page 64: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 64 2 0 0 9

6. Penyusunan buku Data Dasar KLA perlu ditindaklanjuti dalam bentuk penyusunan

Sistem database yang yang berbasis IT, bersifat integratif dan lintas sektoral sehingga

dapat dijadikan media monitoring implementasi KHA.

7. Permasalahan anak jalanan di kota Bandung perlu ditangani secara lebih serius,

tidak saja melibatkan SKPD-SKPD terkait dan LSM tetapi juga melalui koordinasi dan

kerjasama dengan kota dan kabupaten sekitar yang menjadi daerah asal anak

jalanan serta melibatkan pihak pemerintah provinsi, sehingga masalah anak jalanan

benar-benar bisa diatasi secara holistik, dari hulu hingga ke hilir.

8. Forum Anak Kota Bandung perlu diberdayakan dan ditingkatkan perannya dengan

melibatkannya dalam pembuatan kebijakan dan program di kota Bandung.

9. Untuk menjamin keberlanjutan kebijakan dan program KLA, perlu dirumuskan

mekanisme birokrasi yang bisa memelihara penguasaan isu dan komitmen di bidang

anak ketika terjadi pergantian pejabat dan staf. Hal ini bisa dilakukan menerapkan

prinsip keterbukaan informasi dan melakukan transfer pengetahuan tentang isu anak

Page 65: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 65 2 0 0 9

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung. (2008). Laporan Hasil Kajian Kota

Layak Anak dalam Rangka Pengembangan Model Kota Layak Anak di

Bandung.

Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung dan KPAID Kota Bandung 2007, Profil

Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Di Kota Bandung

BPS Kota Bandung. (2009). Bandung dalam Angka Tahun 2008.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2002). Indikator Profil Kesejahteraan

dan Perlindungan Anak.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2009). Bahan Advokasi dan

Sosialisasi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2009). Kebijakan Kabupaten/Kota

Layak Anak (KLA).

Dinas Kesehatan Kota Bandung, Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2007

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bandung, Selayang Pandang

KPAID Kota Bandung 2006 -2009, Menuju Bandung Kota Layak Anak Tahun

2009

Pemerintah Kota Bandung (2009), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota

Bandung 2010

http://www.aids-ina.org/

http://www.mdopost.com/

http://www.Bandungkota.go.id/

http://www.poskoBandung.com/

http://www.suaraBandung.com/

http://oecd.org/dac/evaluation/ DAC Criteria for Evaluating Development Assistance

Page 66: Hasil Studi Kelayakan Kondisi Kota Bandung Terkait Dengan Syarat Kota Layak Anak

Kajian Kota Layak Anak di Kota Bandung 66 2 0 0 9

Pemerintah Kota Bandung. (2005). Peraturan Daerah Kota Bandung No. 04 Tahun 2005

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Bandung Tahun 2005 – 2010.