hasil dan pembahasan proses produksi penerimaan dan … · 2015-09-02 · meliputi penerimaan dan...
TRANSCRIPT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi
Proses produksi susu pasteurisasi di unit pengolahan susu D-Farm Agriprima
meliputi penerimaan dan pengujian kualitas susu segar, penambahan sirup flavor,
pasteurisasi, pendinginan, pelabelan dan penyimpanan.
Penerimaan dan Pengujian Kualitas Susu Segar
Pengujian kualitas terhadap susu dilakukan dengan uji alkohol 70%. Sebelum
dilakukan uji alkohol, susu dihomogenisasi dengan menggunakan pengaduk stainless
steel yang telah disterilisasi menggunakan air panas. Pengujian alkohol dilakukan
dengan tujuan untuk melihat kondisi susu yang masih baik. Danasaputra (2004)
menyatakan bahwa pengujian alkohol dilakukan untuk menentukan kualitas susu
segar dan layak tidaknya susu untuk diproses. Teori tentang pengujian ini yaitu
bahwa bakteri yang ada di dalam susu akan mampu merubah komposisi susu sampai
pada tahap penggumpalan bila diberi alkohol.
Pengujian selanjutnya yaitu pengujian komposisi susu. Sampel sebanyak 100
ml diambil untuk dilakukan pengujian komposisi susu dengan menggunakan alat
milkotester di laboratorium susu bagian Teknologi Hasil Ternak. Hasil analisis yang
diperoleh dari penggunaan alat milkotester yaitu data berupa nilai berat jenis, kadar
lemak, Solid Non Fat (SNF), protein, laktosa, titik beku, solid dan kadar air.
Penambahan Sirup Flavor
Penambahan sirup flavor hanya dilakukan untuk proses produksi susu
pasteurisasi dengan penambahan cita rasa. Bahan yang digunakan untuk membuat
sirup flavor yaitu air mineral, gula/sukrosa dan dan flavor berupa essence. Sirup
flavor dibuat dengan memanaskan air yang ditambahkan dengan gula dan flavor.
Sirup tersebut ditambahkan pada susu yang sudah berada pada batch dan siap
dipasteurisasi. Volume sirup flavor yang ditambahkan tergantung pada volume susu
segar yang akan dipasteurisasi. Penambahan sirup flavor yaitu hingga kemanisan
susu mencapai 14-15o Brix. Apabila kemanisan kurang maka ditambahkan lagi sirup
flavor hingga mencapai kemanisan tersebut.
Pasteurisasi
Susu yang telah diukur volumenya dimasukkan ke dalam batch pasteurizer
untuk dipasteurisasi. PT D-Farm memiliki tiga mesin batch pasteurizer dengan
kapasitas 500 liter, 40 liter dan 20 liter. Sebelum proses pasteurisasi berlangsung,
mesin pasteurisasi harus dalam keadaan bersih dan dilakukan pemanasan mesin
dengan menggunakan air hingga mencapai suhu 90ºC (pemanasan awal). Setelah air
mencapai suhu tersebut, mesin dimatikan dan air diturunkan. Susu kemudian
dimasukkan ke dalam batch pasteurizer, dicatat suhu awalnya dan mulai dilakukan
proses pasteurisasi hingga mencapai suhu 70 – 75oC selama 30 menit. Susu
pasteurisasi dengan penambahan cita rasa ditambahkan sirup flavor sesuai yang
dibutuhkan sebelum dilakukannya proses pasteurisasi. Setelah mencapai suhu
tersebut, susu yang telah melalui proses diturunkan untuk selanjutnya dilakukan
pendinginan. Pencatatan suhu dan waktu selalu dilakukan pada log book selama
proses pasteurisasi. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa kesesuaian waktu dan
suhu pasteurisasi harus dilakukan secara tepat. Apabila proses pasteurisasi
dilaksanakan secara tepat maka dapat menghancurkan semua organisme patogen.
Pencegahan timbulnya bakteri yang masih dapat hidup dalam susu yang sudah
dipasteurisasi dapat dilakukan dengan pendinginan secara cepat setelah dipanaskan.
Gambar 3. Batch Pasteurizer Kapasitas (a) 20 Liter, (b) 40 Liter dan (c) 500 Liter
Pendinginan
Susu yang telah dipasteurisasi kemudian diturunkan dan ditampung di milk
can atau toples tahan panas yang telah disterilisasi dengan menggunakan air panas.
Pendinginan dilakukan dengan cara perendaman milk can atau toples pada wadah
yang dialiri dengan air. Pendinginan dilakukan hingga suhu susu mencapai maksimal
50ºC.
c b a
Pengemasan
Susu pasteurisasi dikemas pada cup aseptis berwarna putih dengan volume
120 ml. Filling dilakukan secara manual dengan menggunakan gelas ukur yang telah
disterilkan dengan air panas. Cup yang telah diisi kemudian disusun pada mesin
pengemas untuk dilakukan penutupan cup dengan menggunakan penutup metalizing.
Setelah selesai dikemas kemudian produk disimpan sementara pada freezer.
Gambar 4. Mesin Pengemas
Pelabelan
Pelabelan dilakukan dengan menempelkan label berupa sticker pada
permukaan penutup setelah pengemasan produk. Label dibuat sesuai dengan ukuran
penutup dengan kombinasi warna yang berbeda untuk setiap rasa. Label tersebut
menyajikan informasi yang terdiri dari merk dagang, volume kemasan, tanggal
kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, komposisi, No MD, nama unit pengolahan,
alamat unit pengolahan dan cara penggunaan.
Penyimpanan
Produk susu pasteurisasi disimpan pada freezer dengan suhu sekitar -4oC.
Setiap produk yang masuk selalu dihitung dan dicatat jumlah dan variasi rasanya
pada log book yang telah disediakan. Pengeluaran produk dilakukan secara sistem
First in First Out (FIFO) yaitu produk yang pertama masuk merupakan produk yang
pertama dikeluarkan pula. Setelah itu produk didistribusikan ke kantor pemasaran
dan disimpan di outlet penjualan yang ditempatkan pada show case dengan
pengaturan suhu 4ºC. Produk memiliki umur simpan hingga ± 1 bulan dari proses
produksi, namun biasanya dalam waktu kurang dari dua minggu produk telah habis
terjual. Winaro dan Ivone (2007) menyatakan bahwa untuk memperpanjang daya
simpannya, susu yang telah dipasteurisasi harus segera didinginkan dan disimpan di
suhu dingin 10oC dan pada suhu yang lebih rendah akan lebih baik, karena pada suhu
tersebut mikroba pembusuk tidak lagi mampu tumbuh dan berkembang biak.
Gambar 5. Freezer Penyimpanan Produk
Pengujian Bahan Baku Utama dan Produk Akhir
Bahan Baku Utama (Susu Segar)
Perolehan produk susu pasteruisasi yang memiliki kualitas baik salah satunya
dapat ditinjau dari keamanan bahan baku utama berupa susu segar. Pengujian bahan
baku dapat dilakukan untuk mengetahui mutu dari susu segar yang akan digunakan.
Pengujian bahan baku utama mengacu pada SNI susu segar No. 01-3141-1998.
Pengujian yang dilakukan terhadap susu segar yaitu pengujian alkohol, berat jenis,
kadar lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL), kadar protein, derajat keasaman,
cemaran mikroba (TPC, Salmonella dan E.coli) dan cemaran logam sepert timbal
(Pb) dan seng (Zn). Pengujian sampel susu segar yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan susu pasteruisasi di D-Farm Agriprima dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Sampel Susu Segar
No. Parameter Hasil
1. Warna, bau, rasa Normal
2. Berat jenis (pada suhu 27,5o C minimal) 1,030 g/cm
3
3. Kadar lemak 3,32%
4. Kadar protein 3,51%
5. Derajat keasaman 8,19%
6. Uji alkohol (70%) Negatif
7. Cemaran mikroba maksimal
Total kuman
Salmonella
1x103,38
CFU/ml
Negatif
E. coli (patogen) Negatif
8. Cemaran logam berbahaya maksimal
Timbal (Pb)
Seng (Zn)
<0,048 ppm
4,18 ppm
Hasil pengujian organoleptik untuk susu segar yaitu memiliki warna, bau dan
rasa yang normal. Buckle et a.l (2007) menyatakan bahwa warna air susu berkisar
dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil
dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan
calsium phosphat. Warna kuning berasal dari kandungan lemak dan karoten yang
dapat larut. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan
rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya.
Hasil pengujian susu segar untuk uji alkohol rata-rata bernilai negatif. Hal
tersebut sesuai dengan standar susu segar SNI-01-3141-1998, dimana pengujian
alkohol (70%) harus negatif. Danasaputra (2004) menyatakan bahwa pengujian
alkohol merupakan salah satupengujian susu untuk menentukan keadaan susu apakah
dalam kondisi baik atau tidak. Keadaan air susu dikatakan baik apabila hasil uji
negatif. Apabila hasilnya positif maka air susu tersebut sudah asam atau rusak
sehingga tidak dapat diperdagangkan.
Hasil pengujian susu segar untuk berat jenis rata-rata yaitu sebesar 1,030
g/cm3.
Nilai berat jenis susu segar menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar
1,028 g/cm3. Berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan bahwa berat jenis bahan
baku susu segar berada di atas nilai minimum standar yang ditetapkan. Rahman et al.
(1992) menyatakan bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh zat-zat padatan yang
terkandung di dalam susu seperti lemak, protein, laktosa dan mineral. Semakin tinggi
partikel tersebut maka berat jenis susu akan semakin tinggi.
Hasil pengujian susu segar untuk kadar lemak rata-rata yaitu sebesar 3,32%.
Nilai kadar lemak minimal menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 3%.
Berdasarkan hasil pengujian kadar lemak diketahui bahwa kadar lemak susu segar
berada di atas nilai minimum yang dipersyaratkan. Kadar lemak dalam susu sangat
penting. Kadar lemak susu secara ekonomis dapat digunakan untuk menentukan
harga air susu. Kandungan lemak menggambarkan kebutuhan energi setiap ternak.
Lemak merupakan salah satu komponen utama pada susu dan merupakan komponen
paling beraneka ragam. Kadar lemak susu berfluktuasi dan banyak dipengaruhi oleh
jenis pakan, bangsa, produksi susu, tingkat laktasi, kualitas dan kuantitas makanan.
Kadar lemak yang cukup tinggi pada pakan akan berpengaruh terhadap kadar lemak
susu yang dihasilkan. Komposisi lemak susu akan semakin menurun karena
pemberian konsentrat. Pemberian pakan hijauan yang lebih sering pada sapi perah
yang sedang berproduksi susu akan berakibat pada meningkatnya konsumsi pakan,
produksi susu dan kadar lemak susu (Siregar, 1997).
Hasil pengujian susu segar untuk kadar protein rata-rata yaitu sebesar 3,51%.
Nilai kadar protein minimal menurut SNI No. 01-3141-1998 yaitu sebesar 32,7 %.
Berdasar hasil pengujian kadar protein diketahui bahwa kadar protein susu segar
berada di atas nilai minimum yang dipersyaratkan pada SNI. Protein susu terdiri atas
dua kelompok protein, yaitu kasein (sekitar 80%) dan whey (20%). Sudono (1999)
menyatakan bahwa protein susu juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan
konsumsi.
Hasil pengujian untuk derajat keasaman rata-rata yaitu memiliki nilai
pengujian sebesar 8,19oSH. Nilai derajat keasaman menurut SNI No. 01-3141-1998
yaitu sebesar 6-7oSH. Berdasarkan hasil pengujian, nilai derajat keasaman susu segar
berada diatas nilai standar. Danasaputra (2004) menyatakan bahwa tujuan penetapan
derajat asam yaitu untuk mengukur derajat keasaman susu (titrable acidity) dan
dinyatakan dalam jumlah asam laktat dalam susu. Derajat asam susu menunjukkan
dua hal, pertama keasaman yang memang ada dalam susu, kedua keasaman yang
disebabkan oleh susu yang terkontaminasi bakteri.
Mikroba yang diuji pada susu segar yaitu TPC, Salmonella dan E. coli.
Berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 nilai maksimal TPC pada susu segar yaitu 1 x
106 CFU/ml sedangkan Salmonella dan E. coli harus bernilai negatif. Hasil pengujian
bahan baku susu segar memiliki nilai TPC yaitu 1x103,38
CFU/ml serta Salmonella
dan E. coli yaitu bernilai negatif. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat dikatakan
bahwa susu berada dalam kondisi baik karena telah memenuhi persyaratan cemaran
mikroba berdasarkan SNI No. 01-3141-1998. Buckle et al. (2007) mengemukakan
bahwa cemaran mikroba pada susu dapat terjadi sejak proses pemerahan, dari
berbagai sumber seperti sapi, alat pemerahan dan tempat penyimpanannya yang
kurang bersih, tanah, air, debu, udara, serangga dan penanganan manusia. E. coli
dan Salmonella merupakan jenis gram negatif. Mikroba tersebut dapat menyebabkan
penyakit dan perkembangannya dalam susu dapat menurunkan kualitas serta
mempengaruhi keamanan produk bila dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu
keberadaan bakteri tersebut dalam susu perlu diperhatikan.
Pengujian cemaran logam pada susu segar yaitu berupa Timbal (Pb) dan Seng
(Zn). Nilai maksimal cemaran logam berdasarkan SNI No. 01-3141-1998 untuk
timbal (Pb) yaitu 0,3 ppm dan untuk seng (Zn) 0,5 ppm. Berdasarkan hasil pengujian
kandungan timbal (Pb) kurang dari 0,048 ppm dan seng (Zn) 4,18 ppm. Nilai
kandungan logam untuk timbal (Pb) sesuai dengan standar namun seng (Zn) berada
ditas nilas standar. Oskarsson et al. (1992) menyatakan bahwa Pb dalam kandungan
susu sangat kecil. Kandungan Pb biasanya terdeteksi lebih tinggi pada hati, ginjal
dan daging daripada susu. Kandungan logam Pb tersebut dapat berasal dari pakan
atau air minum yang tercemar Pb, dan di dalam organ hati dan ginjal Pb akan
terakumulasi. Kandungan seng (Zn) dapat masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian
masuk melalui saluran pencernaan di dalam tubuh dan sebagian diekskresikan
melalui air susu.
Produk Akhir
Sebelum diedarkan ke pasaran perlu dilakukan pengujian terhadap produk.
Pengujian susu pasteurisasi yang dilakukan oleh unit pengolahan D-Farm mengacu
pada SNI No. 01-3951-1995. Salah satu sampel yang diuji yaitu susu pasteurisasi
dengan perisa vanilla. Pengujian yang dilakukan yaitu bau, rasa, warna, kadar lemak,
bahan kering tanpa lemak, kadar protein, cemaran mikroba ( TPC dan Coliform) dan
logam berbahaya (arsen (As), timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn)). Hasil dari
pengujian produk susu pasteruisasi yang diproduksi oleh unit pengolahan D-Farm
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengujian Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Perisa Vanilla
No. Karakteristik Hasil
1. Bau, rasa dan warna Khas/normal
2. Kadar lemak (%) 2,39
3. Kadar padatan tanpa lemak (%) 13,8
4. Kadar protein (%) 2,78
5. TPC (Total Plate Count) <10
6. Coliform presumptive (MPN/ml) <3
7. Logam berbahaya : As (ppm) maksimal
Pb (ppm) maksimal
Cu (ppm) maksimal
Zn (ppm) maksimal
<0,003
<0,055
0,04
1,75
Hasil organoleptik untuk susu pasteuriasasi dengan penambahan cita rasa
memiliki bau, rasa dan warna yang normal. Nilai kadar lemak, protein dan bahan
kering tanpa lemak (BKTL) untuk susu pasteurisasi dengan penambahan perisa
menurut SNI No. 01-3951-1995 berturut-turut yaitu sebesar 1,5%, 2,5% dan 7,5%.
Hasil pengujian produk akhir susu pasteurisasi rasa vanilla memiliki kadar lemak,
protein dan BKTL berturut-turut yaitu sebesar 2,39%, 2,78% dan 13,8%. Hasil
pengujian untuk kadar lemak, protein dan BKTL pada produk akhir berada di atas
standar nilai minimal dan apabila dibandingkan dengan kualitas susu segar memiliki
nilai yang tidak begitu jauh berbeda. Buckle et al. (2007) mengemukakan bahwa
proses pasteurisasi mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan
mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu segar.
Mikroba yang diuji pada produk akhir yaitu berupa TPC dan Coliform.
Standar nilai maksimum TPC berdasarkan SNI No. 01-3951-1995 untuk susu
pasteurisasi dengan penambahan perisa yaitu 3 x 104
(CFU/ml) sedangkan Coliform
10 (MPN/ml). Hasil pengujian produk akhir untuk nilail TPC yaitu kurang dari 10
sedangkan Coliform kurang dari 3. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diketahui
bahwa TPC dan Coliform pada produk akhir telah memenuhi kriteria yang
dipersyaratkan. Gustiani (2009) menyatakan bahwa peoses pasteurisai dapat
menekan jumlah mikroba pada susu segar, namun susu yang telah melalui proses
pemanasan masih memungkinkan terjadinya kontaminasi silang dari peralatan dan
air pencuci. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator sanitasi penanganan susu.
Apabila Coliform mengkontaminasi susu dalam jumlah yang relatif besar maka dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia apabila dikonsumsi.
Pengujian cemaran logam pada produk akhir berupa berupa arsen (As),
timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng (Zn). Nilai maksimal cemaran logam
berdasarkan SNI No. 01-3951-1995 untuk arsen (As) dan timbal (Pb) yaitu 1 ppm
sedangkan tembaga (Cu) dan seng (Zn) berturut-turut yaitu 2 ppm dan 5 ppm.
Berdasarkan hasil pengujian nilai arsen (As) kurang dari 0,003 ppm, timbal (Pb)
kurang dari 0,055 ppm, tembaga (Cu) 0,04 ppm dan seng (Zn) 1,75 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut tersebut nilai kandungan logam pada produk akhir susu
pasteurisasi sesuai dengan yang dipersyaratkan SNI No. 01-3951-1998. Cemaran
logam pada susu pasteurisasi dapat berasal dari bahan baku berupa susu segar yang
memang telah tercemar logam. Seperti yang dikemukakan Oskarsson et al. (1992)
menyatakan bahwa kandungan logam pada susu segar yang terdeteksi dapat berasal
dari pakan atau air minum yang tercemar logam. Kandungan logam tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh sapi, kemudian masuk melalui saluran pencernaan di dalam
tubuh dan sebagian diekskresikan melalui air susu. Namun biasanya kandungan
logam tersebut lebih banyak terakumulasi pada bagian organ atau jaringan lain.
Peningkatan cemaran logam pada proses pasteurisasi dapat terjadi melalui tahapan
proses pengolahan misalnya kontak langsung susu dengan permukaan alat yang
mengandung logam atau mengalami pengikisan logam berat.
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Mutu
Mutu Bahan Baku Utama (Susu Segar)
Mutu bahan baku utama dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam
penanganannya. Susu segar yang aman dapat diperoleh dari suatu peternakan yang
menerapkan tata cara beternak yang baik dan benar yang mengacu pada Good
Farming Practices (GFP). Penerapan tata cara beternak yang baik dan benar dapat
dikaji pada kedua peternakan yang mensuplai susu ke unit pengolahan D-Farm
Agriprima. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram
(diagram sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi
mutu susu segar. Beberapa faktor yang dianilisis dikategorikan ke dalam empat
faktor utama yaitu bahan, metode, sumber daya manusia, dan lingkungan. Fishbone
Diagram (diagram sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi mutu susu segar dapat dilihat pada Gambar 16.
Bahan
1) Sapi. Sapi yang berada di peternakan Eco Farm dan KWI yaitu bangsa Frisian
Holland (FH). Sapi yang diperah dan dipasarkan susunya merupakan sapi yang
berada dalam kondisi sehat dan bersih. Namun ada kalanya sapi tersebut diperah
dalam kondisi yang kurang bersih dengan kotoran disekitar tubuhnya sehingga
dapat memungkinkan terjadinya cemaran pada susu yang diperoleh.
2) Pakan. Pakan yang digunakan di Eco Farm yaitu hijauan, konsentrat dan ampas
tahu. Hijauan yang diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah. Hijauan
tersebut merupakan hijauan yang berasal dari kebun rumput milik peternakan
sendiri yang tidak menggunakan pupuk berbahaya serta tanpa penyemprotan
insektisida, sehingga aman untuk dikonsumsi ternak. Konsentrat dan ampas tahu
yang dibeli dikemas dalam karung tanpa terdapat label yang menunjukkan merk
dagang ataupun komposisi pakan. Konsentrat dan ampas tahu disimpan di
gudang penyimpanan dalam kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area
kandang. Ampas tahu yang telah digunakan ada kalanya disimpan di area
kandang, sehingga memungkinkan tumbuhnya jamur dan adanya kontaminasi
yang berasal dari kandang. Penyimpanan sampel pakan diperlukan bagi suatu
peternakan. Hal tersebut bertujuan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila
teridentifikasi adanya residu pada susu, namun hal tersebut belum dilaksanakan
oleh pihak Eco Farm.
Pemberian pakan di Eco Farm dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB
dan sore hari sekitar pukul 15.00 WIB setelah pemerahan. Sebelum pakan
diberikan, tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa-sisa pakan
sebelumnya. Konsentrat di berikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan
untuk air minum diberikan ad libitum sepanjang hari. Hijauan yang diberikan
yaitu sebanyak 35-40 kg/ekor/hari, sedangkan pemberian konsentrat sebanyak 5
kg dicampur dengan ampas tahu sbanyak 2 kg untuk masing-masing sapi laktasi.
Pencampuran dilakukan harus secara merata, namun pada saat di lapangan ada
kalanya pencampuran konsentrat dan ampas tahu tersebut kurang merata.
Pakan yang digunakan di KWI yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan yang
diberikan yaitu rumput lapang dan rumput gajah yang berasal dari kebun rumput
milik peternakan sendiri tanpa menggunakan pupuk berbahaya. Konsentrat yang
Gambar 6. Penyimpanan Pakan di Eco Farm (a) Hijauan dan (b) Konsentrat
b a
digunakan dibedakan menjadi dua jenis dengan merk dagang Lakto Feed A
untuk pedet dan Lakto Feed B untuk sapi laktasi. Label dari kemasan
menunjukan informasi berupa berat bersih, produsen dan kandungan nutrisi
pakan. Kandungan nutrisi pada Lakto Feed A terdiri dari protein kasar sebesar
16-17%, lemak kasar 6-7%, serat kasar 14-15% dan TDN 60-65%. Kandungan
nutrisi pada Lakto Feed B terdiri dari protein kasar sebesar 13-14%, lemak kasar
5-6%, serat kasar 16-17% dan TDN 55-60%. Menurut NRC (2001), kandungan
nutrisi yang direkomendasikan bagi sapi laktasi dengan produksi susu antara 7
dan 13 kg/hari yaitu protein kasar sebesar 12-15%, serat kasar 17%, lemak kasar
3% dan TDN 63-67%.
Gambar 7. Konsentrat (a) Lakto Feed A dan (b) Lakto Feed B
Penyimpanan konsentrat ditempatkan di gudang penyimpanan pakan dalam
kondisi kering, sedangkan hijauan disimpan di area kandang. Hijuan yang akan
diberikan berbentuk cacahan sehingga mempermudah sapi dalam proses
pencernaanya. Pencacahan hijauan dilakukan dengan menggunakan mesin yang
disebut chopper. Sama halnya seperti Eco Farm, KWI belum melakukan
penyimpanan sampel pakan untuk pengujian sampel bahan pakan apabila
teridentifikasi adanya residu pada susu
b a
a b
Gambar 8. Penyimpanan Pakan di KWI (a) Hijauan dan (b) Konsentrat
Hijauan diberikan tiga kali yaitu pada pukul 08.30 WIB, 12.00 WIB dan 19.00
WIB. Konsentrat diberikan dua kali pada pukul 08.00 dan 11.30 WIB. Hijauan
yang diberikan yaitu sebanyak 30 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat sebanyak
5kg/ekor/hari. Konsentrat diberikan lebih awal dari pada hijauan, sedangkan
untuk air minum diberikan bersamaan dengan pemberian hijauan.
.
Gambar 9. Pemberian pakan di peternakan (a) Eco Farm dan (b) KWI
Ensminger dan Tyler (2006) mengemukakan bahwa sapi perah mempunyai daya
produksi yang tinggi sehingga apabila tidak mendapatkan makanan yang cukup
tidak akan mampu memproduksi susu dengan baik. Sopiyana (2006)
menyatakan bahwa pakan sapi perah digolongkan menjadi tiga yaitu pakan
hijauan, konsentrat dan pakan tambahan. Pemberian pakan ideal untuk sapi
laktasi adalah 30-40kg hijauan/ekor/hari dan konsentrat 5-9 kg/ekor/hari. Pakan
yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan dapat berupa jerami padi,
pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput
raja. Pakan berupa hijauan bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10%
dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Metode
1) Peralatan. Peralatan kandang yang digunakan di Eco Farm dan KWI terdiri dari
peralatan kebersihan kandang dan peralatan pemerahan milik sendiri. Peralatan
kebersihan kandang di Eco Farm terdiri atas selang, karet pembersih lantai, sapu
lidi, ember, sikat dan alat pengangkut limbah padat. Peralatan pemerahan yang
digunakan yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, penyaring susu,
gelas ukur dan mangkuk kuarter. Beberapa diantara peralatan tersebut masih
belum sepenuhnya bersih yang terlihat dari adanya sisa-sisa kotoran pada
beberapa alat seperti sapu lidi, sikat dan pembersih lantai. Begitu pula pada
b a
peralatan pemerahan yang tidak disterilisasi dengan air panas setelah dan
sebelum digunakan. Pelaksanaan sanitasi peralatan di Eco Farm hanya dilakukan
dengan pencucian menggunakan sabun.
Peralatan kebersihan kandang di KWI terdiri dari selang, karet pembersih lantai,
sapu lidi, ember, sikat dan alat desinfektan. Peralatan pemerahan yang
digunakan di KWI yaitu milk can dan ember untuk penampung susu, kain dan
alat penyaring untuk susu, kain lap untuk ambing dan alat pencelup puting.
Kondisi peralatan pemerahan KWI selalu diupayakan dalam keadaan bersih dan
kering. Proses sterilisasi alat dengan air panas dilakukan setelah pencucian
dengan sabun. Deptan (1997) menyatakan bahwa pencucian peralatan misalnya
ember, milk can, botol dan lain-lain sebaiknya dengan menggunakan air panas
dan larutan chlor. Hal ini dapat melarutkan lemak susu yang menempel pada
alat-alat tersebut. Peralatan yang tidak bersih dalam penanganan susu
mengakibatkan susu banyak mengandung kuman. Kondisi alat seharusnya
selalu dalam keadaan bersih. Hal tersebut dimaksudkan untuk meminimalisir
perkembangan mikroba yang dapat menjadi sumber penyakit bagi ternak dan
mencemari susu. Ernawati (2000) menyatakan bahwa setiap peralatan di
kandang khususnya peralatan pemerahan seperti milk can, ember, saringan susu,
gelas ukur dan alat lain harus dicucihamakan sebelum digunakan, cara yang
dapat dilakukan yaitu dengan pembilasan menggunakan air panas. Hal tersebut
perlu dilakukan karena peralatan tersebut akan berhubungan langsung dengan
susu sapi, sehingga akan diperoleh kualitas air susu yang bersih dan tidak mudah
rusak.
2) Pemerahan. Proses pemerahan harus dilakukan secara benar dan
memperhatikan kebersihan area pemerahan, ternak, alat, serta higien personal
peternak. Tahapan proses pemerahan yang dapat dilakukan menurut Deptan
(1997) yaitu: 1) pembersihan daerah ambing dan puting dengan lap yang telah
dibasahi air hangat, 2) pre dipping, 3) pemerahan awal, 4) pemerahan, 5)
penyaringan dan 6) post dipping.
Teknik pemerahan yang dilakukan di Eco Farm yaitu secara manual dengan
sistem full hand. Tahapan proses pemerahan di Eco Farm yaitu: 1) memandikan
sapi, 2) pemerahan awal yang bertujuan untuk mengeluarkan susu pertama yang
banyak mengandung bakteri yang terbawa karena susu tersebut membilas
saluran puting sehingga jumlah bakteri dalam susu yang dikeluarkan pertama
tinggi, 3) uji mastitis yang dilakukan dengan menampung beberapa perahan susu
pada mangkuk kuarter dengan penambahan alkohol 70% kemudian sedikit
digoyangkan. Apabila terdapat butiran maka susu tersebut dinyatakan rusak dan
tidak dipasarkan, 4) pemerahan, dilakukan secara tuntas dan menggunakan
pelicin berupa margarin. Pelicin berupa margarin atau minyak kelapa bertujuan
untuk mempermudah proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit, namun
penggunaan pelicin dapat menyebabkan kontaminasi pada susu yang dihasilkan.
Selain itu pelicin yang banyak mengandung lemak menyebabkan mudah terjadi
ketengikan pada susu (Saputro, 2009). Pemerahan secara tuntas bertujuan untuk
menghindari sapi terkena mastitis, 5) penyaringan dan pengukuran volume
sebelum dimasukkan ke dalam milk can penampung.
Beberapa hal yag belum dilakukan pada proses pemerahan di Eco Farm yaitu
pembersihan ambing dengan air hangat, proses pre dipping dan post dipping.
Pre dipping dan post dipping bertujuan untuk mencegah masuknya mikroba ke
dalam puting sebelum dan sesudah proses pemerahan. Pembersihan ambing
dengan air hangat, pre dipping dan post dipping yang belum dilaksanakan di
peternakan Eco Farm dapat menjadi peluang terjadinya kontaminasi pada susu.
Gambar 10. Penyaringan Susu di Peternakan Eco Farm
Tahap proses pemerahan di KWI yaitu: 1) pembersihan sapi, 2) pembersihan
ambing dengan menggunakan lap yang telah dibasahi dengan air hangat dengan
tujuan untuk membersihkan ambing dan merangsang pengeluaran susu, 3)
pemerahan awal, 4) pemerahan, dilakukan secara tuntas dan menggunakan
pelicin berupa vaselin. Hidayat et al. (2002) menyatakan bahwa selama
pemerahan sebaiknya jangan menggunakan vaselin karena vaselin akan
menutupi permukaan puting. Pelicin (vaselin) yang digunakan terus menerus
dapat mengakibatkan penularan penyakit yang sulit dihindari, 5) penyaringan
susu yang akan dimasukkan pada milk can, 6) proses post dipping atau
pencelupan puting pada desinfek setelah pemerahan. Tahapan pemerahan yang
belum dilakukan oleh KWI yaitu pemeriksaan mastitis dan proses pre dipping.
Gambar 11. a) Pemerahan dan b) Penyaringan Susu di KWI
3) Penanganan Kesehatan Ternak. Manajemen kesehatan ternak perlu dilakukan
untuk menjaga kondisi kesehatan pada setiap ternak. Suharno dan Nazarudin
(2004) menyatakan, ternak yang sakit sebaiknya dipisahkan dan diobati hingga
sembuh. Penanganan KWI terhadap ternak yang sakit yaitu dengan
mengkonsultasikan pada bagian kesehatan kesehatan hewan, sehingga ternak
yang sakit dapat diperiksa dan diberikan obat sesuai dosis. Peternakan Eco Farm
untuk hal ini masih melakukan pengobatan secara tradisional dan
menindaklanjuti pengobatan melalui petugas kesehatan apabila kondisi ternak
masih belum stabil.
Peternak perlu mengenal berbagai jenis penyakit terutama penyebabnya, akibat
serangan atau gejala yang muncul dari serangan tersebut, penyebarannya,
pencegahan dan pemberantasannya. Beberapa penyakit yang dapat menyerang
sapi perah antara lain TBC, brucellosis atau keguguran, mastitis atau radang
kelenjar susu, radang limpa, dan penyakit kulit dan kuku. Penyakit pada ternak
sapi perah merupakan ancaman bagi para peternak sehingga perlu diupayakan
pencegahan dan penanggulangannya secara dini. Kesehatan sapi perah perlu
dijaga agar produksinya tetap tinggi dan memiliki kualitas yang baik.
a b
Sumber Daya Manusia (SDM)
1) Pimpinan. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan pada suatu
peternakan diperlukan untuk mengembangkan dan memperbaiki sistem tata
laksana peternakan. Eco Farm dan KWI mendapatkan pengawasan melalui
kepala teknis lapang setiap harinya yang kemudian memberikan laporan
perkembangan kepada pimpinan. Pimpinan pada suatu peternakan harus
memiliki wawasan mengenai cara beternak yang baik dan benar dan dapat
memberikan pengawasan serta pengarahan terhadap karyawannya. Pemantauan
dan pengawasan dari pimpinan belum dilakukan optimal, sehingga pemantauan
dan pengawasan perlu dilakukan secara kontinyu untuk mengetahui pelaksanaan
manajemen peternakan di lapangan.
2) Karyawan. Karyawan di dalam pelaksanaan peternakan harus melaksanakan
kegiatan sesaui Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). Keahlian
karyawan dipengaruhi oleh pengalaman dan pelatihan. Pelatihan tentang
pemeliharaan sapi perah adalah salah satu upaya dalam hal peningkatan
pengetahuan dan keterampilan peternak dalam menjalankan kegiatan dalam
suatu peternakan. Berdasarkan hasil observasi, baik peternakan Eco Farm
ataupun KWI tidak melaksanakan secara khusus dan formal pelatihan tersebut.
Pelatihan dilakukan dengan langsung terjun di lapangan, dimana karyawan
mulai diarahkan dan dibimbing dalam hal pelaksanaan teknis peternakan.
Pelatihan mengenai pelaksanaan manajemen peternakan baik teori ataupun
praktek perlu dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk menjamin mutu
bahan pangan asal ternak.
Kedisiplinan dan sanitasi personal dari karyawan merupakan hal yang sangat
penting untuk menjalankan kegiatan peternakan yang sesuai dan memperoleh
kehigienan susu. Hal tersebut dapat dianalisis sebagai faktor yang dapat
berpengaruh terhdap mutu susu yang diperoleh. Kondisi pemerah pada saat
melakukan porses pemerahan harus dalam keadaan bersih. Pelaksanaan sanitasi
dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan pakaian, mencuci tangan
sebelum memulai pemerahan, serta tidak merokok dan mengobrol pada saat
pemerahan berlangsung. Higien personal dari pemerah baik di Eco Farm
maupun KWI masing kurang. Hal tersebut dapat dilihat dalam hal penggunaan
pakaian yang tidak selalu dalam kondisi bersih dan pencucian tangan yang masih
kurang dilakukan sebelum mulai proses pemerahan.
Lingkungan
1) Lokasi. Lokasi peternakan Eco Farm berada jauh dari pemukiman penduduk, di
sebelah utara berbatasan dengan kandang domba yang sudah tidak digunakan,
sebelah selatan berbatasan dengan kandang kambing, kandang sapi pedaging dan
Rumah Potong Hewan (RPH), di sebelah timur berbatasan dengan jalan dan
kebun serta di sebelah barat berbatasan dengan PT D-Farm Agriprima dan
kandang sapi perah departemen IPTP Fakultas Peternakan. Akses jalan ke
peternakan Eco Farm cukup baik. Peternakan Eco Farm memiliki tempat
penanganan limbah tepat di samping peternakan. Kondisi saluran pembuangan
limbah di peternakan Eco Farm kurang berfungsi dengan baik karena sering
terhalang oleh sisa hijauan yang menyebabkan terjadinya penyumbatan limbah
cair dari area kandang. Limbah padat dibuang langsung ke area pembuangan
limbah dengan menggunakan alat pengangkut dorong, kemudian dikeringkan
dan dijadikan sebagai pupuk.
Gambar 12. Tempat Penampungan Limbah di Eco Farm
KWI juga terletak di Jl. Kayu Manis Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman penduduk dan
memiliki akses jalan yang cukup baik. KWI memiliki tempat pembuangan dan
pengolahan limbah di belakang kandang. Limbah padat dan cair dialirkan
melalui saluran limbah yang kemudian ditampung di bak penampungan. Limbah
cair dari bak penampungan dialirkan ke kebun rumput sedangkan limbah yang
berbentuk padatan biasanya dikeringkan menjadi pupuk.
Gambar 13. Tempat Penampungan Limbah di KWI
Ernawati (2000) menyatakan bahwa lokasi yang ideal untuk membangun
kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk
tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Lokasi kandang sebaiknya memiliki jarak
± 10 meter dari tempat tinggal, tidak berdekatan dengan bangunan umum atau
lingkungan yang terlalu ramai serta memiliki tempat penampungan kotoran dan
limbah sisa-sisa pakan.
2) Kandang. Kandang merupakan faktor utama dalam pemeliharaan sapi perah.
Kandang dibangun dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan dan
keamanan bagi ternak serta memudahkan dalam pengelolaan. Selain itu kandang
berfungsi untuk melindungi ternak dari cuaca buruk dan beberapa aspek lain
yang mengganggu. Kondisi kandang yang baik dan bersih akan membuat sapi
perah merasa tenang dan nyaman, sehingga sapi perah akan terhindar dari stress
serta dapat meningkatkan produktivitas susu dan pertumbuhannya. Kondisi
kandang peternakan Eco Farm cukup mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Tipe
kandang adalah „tail to tail‟ dengan sapi berada pada dua baris kandang dengan
posisi saling membelakangi. Kandang memiliki pembatas untuk masing-masing
individu. Alas kandang di peternakan Eco Farm berupa lantai semen.
Pembersihan kandang biasanya dilakukan dua kali sehari yaitu sebelum proses
pemerahan pada pagi dan sore hari.
Gambar 14. (a) Bangunan Kandang dan (b) Lantai Eco Farm
b a
Kondisi kandang KWI cukup mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Alas kandang
di KWI juga berupa lantai semen, namun lantai dilapisi dengan karet untuk
setiap individu ternak. Hal tersebut ditujukan untuk menjaga kenyaman ternak
dan menjaga agar ternak tidak mudah tergelincir. Pembersihan kandang di KWI
dilakukan lebih intensif karena pegawai kandang selalu berada di lokasi
peternakan. Ernawati (2000) menyatakan bahwa lantai sebaiknya terbuat dari
tanah padat atau semen dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Kemiringan
lantai yaitu sekitar 2o
untuk mempermudah pnegeluaran kotoran, lantai tidak
bergelombang dan tidak tajam yang akan memberi kenyaman bagi ternak. Selain
itu lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya
berbagai penyakit.
Gambar 15. (a) Bangunan Kandang dan (b) Lantai KWI
Kontruksi bangunan peternakan Eco Farm dan KWI terbuat dari bahan
bangunan berupa semen, batu bata, atap asbes dengan tipe monitor serta besi dan
kayu yang digunakan untuk beberapa kontruksi kandang. Bahan bangunan
tersebut memang diperlukan bagi pembangunan suatu kandang sehingga cukup
aman bagi ternak. Hal yang yang perlu diperhatikan yaitu umur ekonomisnya,
karena apabila sudah tidak layak dipergunakan bisa beresiko timbulnya
kecelakaan dan kerusakan. Ernawati (2000) menyatakan bahwa bahan bangunan
kandang harus ekonomis, tahan lama, mudah didapat dan tidak menimbulkan
refleks panas terhadap ternak yang dipelihara. Selain itu kandang juga harus
memberikan kenyamanan bagi ternak dan pemiliknya, mudah dibersihkan dan
selalu dalam keadaan bersih. Kondisi bahaya kimia dan mikrobiologis mungkin
dapat terjadi apabila kebersihan alat dan bangunan tidak terjaga, sehingga perlu
diperhatikan perawatan terhadap bangunan peternakan.
b a
Ventilasi di kandang Eco Farm dan KWI cukup baik, dimana jalur keluar masuk
udara dari dalam dan luar kandang tampak sempurna. Wathes (1992)
menyatakan bahwa pengaturan ventilasi yang baik mempunyai peranan penting.
Hal tersebut terkait dengan regulasi suhu dan kelembaban dalam kandang.
Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi harus agak terbuka untuk
menjaga agar sirkulasi udara tetap lancar.
3) Keamanan. Keamanan area peternakan merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Perlu dilakukan upaya untuk mencegah terjadinya pencurian ternak. Keamanan
peternakan dapat dilakukan dengan pembatasan akses keluar masuk area
peternakan. Pembatasan akses keluar masuk selain untuk menjaga keamanan
peternakan juga untuk menghindari penyebaran penyakit. Peternakan Eco Farm
dalam hal pembatasan area masih belum dapat membatasi masuknya kendaraan
dan orang yang tidak berkepentingan khususnya pagi hingga siang hari.
Keberadaan pengunjung atau keluar masuk kendaraan belum dapat diawasi
secara intensif karena pintu masuk tidak dikunci dan baru dikunci pada sore hari.
Selain itu karyawan tidak selalu berada di area peternakan sehingga memiliki
peluang besar terhadap penyebaran penyakit dan keamanan area peternakan.
Pembatasan area di KWI dilakukan untuk membatasi masuknya kendaraan dan
manusia dengan pemasangan tanda yang menyatakan bahwa yang tidak
berkepentingan dilarang masuk. Keberadaan pengunjung atau keluar masuk
kendaraan dapat diawasi secara intensif dengan keberadaan karyawan sepanjang
hari di area peternakan.
Keberadaan hewan pengganggu perlu diperhatikan di area peternakan karena
merupakan vektor dari perkembangan penyakit. Lalat dan beberapa serangga
merupakan hewan pengganggu yang ditemukan di Eco Farm. Pihak Eco Farm
dalam pengendalian hewan tersebut masih belum ada sehingga penyebaran
penyakit dan pencemaran terhadap susu akan sangat mudah. Apabila terdapat
bangkai ternak yang mati peternakan Eco Farm mengatasinya dengan segera
menyingkirkan dan memusnahkannya untuk mencegah terjadinya penyebaran
penyakit. Hewan penggangu yang biasa ditemukan di KWI yaitu lalat dan
serangga lain. KWI mulai mencanangkan pelaksanaan desinfeksi berupa
penyemprotan desinfektan di areal peternakan, namun dalam pelaksanaanya
masih belum dilaksanakan secara intensif. Oleh karena itu biosecurity di
peternakan Eco Farm dan KWI perlu ditingkatkan untuk mengupayakan
pengendalian penyakit yang mungkin ditimbulkan dari dalam ataupun luar
peternakan.
4) Kebersihan lingkungan. Keadaan yang bersih dan kering merupakan salah satu
hal yang perlu diperhatikan dalam suatu peternakan. Genangan air diupayakan
tidak ada di areal kandang, karena dapat meminimalisir adanya mikroba yang
tumbuh dan berkembangbiak di lingkungan peternakan. Ernawati (2000)
menyatakan bahwa salah satu persyaratan kandang yaitu tidak boleh terdapat
genangan air baik di dalam ataupun di sekitar kandang. Selain itu kandang dan
lingkungan juga harus selalu bersih karena produksi sapi perah berupa air susu
akan mudah menyerap bau dan mudah rusak.
Kondisi yang kotor juga dapat menjadi sumber penyakit bagi ternak. Kebersihan
lingkungan kandang Eco Farm maupun KWI belum optimal. Sekitar kandang
Eco Farm masih terlihat adanya kotoran ternak, sisa-sisa rumput dan konsentrat
serta adanya genangan air terutama setelah terjadinya hujan, sedangkan di KWI
kondisi kotor dan genangan air berasal dari kotoran ternak di lokasi kandang.
Sumber penyakit tidak hanya berasal dari lingkungan peternakan saja tetapi juga
dapat berasal dari luar peternakan, salah satunya yaitu dapat berasal dari
pengunjung ataupun pekerja pada suatu peternakan. Cara yang dapat dilakukan
untuk meminimalisir hal tersebut yaitu dengan pembatasan akses keluar masuk
peternakan bagi yang tidak berkepentingan dan penyediaan area desinfeksi bagi
pengunjung. Area desinfeksi tersebut belum tersedia baik di peternakan Eco
Farm maupun KWI.
MUTU
SUSU
SEGAR
LINGKUNGA
N METODE
SDM BAHAN
Sapi laktasi
Pakan
Peralatan
Pengawasan
Pimpinan Kedisiplinan
Sanitasi
Karyawan
Penanganan
Kesehatan
ternak
Pemerahan
Keamanan
Kebersihan
lingkunga
n
Lokasi
Kandan
gh
Kualitas
Cara
pemberian pengaraha
n
Pencurian
Hewan
pengganggu
Gambar 16. Fishbone Diagram (Sebab Akibat) pada Mutu Susu Segar
Konstruksi
Kebersihan
Sanitasi
Prosedur
Kebersihan
Bangsa
Genetik Kondisi
41
Mutu Produk Akhir
Mutu produk akhir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalam
pengolahannya. Produk susu pasturisasi yang aman dapat diperoleh dari suatu unit
pengolahan yang menerapkan cara pengolahan makanan yang baik dan benar
berdasarkan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP). Penerapan cara
pengolahan makanan yang baik dan benar pada produksi susu pasteurisasi dapat
dikaji pada unit pengolahan D-Farm Agriprima. Analisis mutu produk susu
pasteurisasi dapat dilakukan dengan menggunakan Fishbone Diagram (diagram
sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi mutunya.
Beberapa faktor yang dapat dianilisis dikategorikan ke dalam empat faktor utama
yaitu bahan, sumber daya manusia, metode dan lingkungan. Fishbone Diagram
(diagram sebab akibat) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mutu
susu segar dapat dilihat pada Gambar 22.
Bahan
1) Bahan Baku. Unit Pengolahan susu D-Farm memproduksi susu pasteruisasi
dengan bahan baku utama berupa susu segar yang diperoleh dari peternakan Eco
Farm dan KWI. Penerimaan bahan baku dilakukan secara baik dengan menjaga
sanitasinya. Bahan baku telah melalui pengujian awal berupa pengujian secara
organoleptik, alkohol dan komposisi nutrisi yang terdiri dari berat jenis, kadar
lemak, Solid Non Fat (SNF), protein, laktosa, titik beku, solid dan kadar air.
Berdasarkan pengujian bahan baku memiliki kualitas yang baik dan aman.
Bahan baku digunakan secara sistem First in First Out (FIFO), dimana bahan
baku yang datang terlebih dahulu akan diproses terlebih dahulu. Penanganan
bahan baku secara keseluruhan dilakukan secara hati-hati, higienis dan saniter.
Karyawan yang menangani bahan baku memperhatikan higiene personal dengan
penggunaan atribut produksi secara lengkap. Peralatan yang digunakan didalam
penanganan bahan baku sepert milk can, pengaduk, gelas ukur dan penyaring
selalu diupayakan dalam kondisi yang saniter.
2) Bahan Penunjang. Bahan penunjang yang digunakan yaitu gula, air dan flavor.
Bahan penunjang yang dipakai merupakan produk yang aman. Gula yang
digunakan yaitu jenis gula industri yang telah sesuai dengan standarisasi yang
dibeli pada produsen tetap. Penggunaan Air yang digunakan untuk proses
produksi berasal dari air minum yang telah mendapatkan sertifikasi mutu
sedangkan flavor yang digunakan merupakan jenis flavor yang telah
memperoleh ijin edar dan mendapat persetujuan pendaftaran produk pangan
(No. MD).
3) Pengemas. Bahan pengemas yang dipakai untuk produksi susu pasteurisasi PT
D-Farm yaitu cup aseptis dengan bahan food grade menggunakan penutup
metalizing. Bahan pengemas tersebut memiliki kualifikasi aman apabila
dipergunakan secara aseptis. Fungsi utama pengemasan yaitu untuk melindungi
produk dari kerusakan unsur luar. Kerusakan bahan atau produk yang berasal
dari dalam tidak dapat dilakukan hanya dengan pengemasan. SK Menkes
No.23/Men.Kes/1978 menyatakan bahwa wadah pengemas untuk pangan harus
dapat melindungi dan mempertahankan mutu serta isinya dari pengaruh luar,
dibuat dari bahan yang tidak melepaskan unsur-unsur yang dapat mengganggu
kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan, menjamin keutuhan dan keaslian
isinya serta tahan terhadap perlakuan panas selama pengolahan dan
pengangkutan.
Metode
1) Proses Pengolahan. Proses pengolahan susu pasterurisasi meliputi penerimaan
dan pengujian kualitas susu segar, penambahan flavor, proses pasteurisasi,
pendinginan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan. Pengujian kualitas
bahan baku telah dilakukan di unit pengolahan D-Farm. Pengujian kualitas yang
dilakukan merupakan tahapan awal didalam proses produksi untuk menentukan
layak tidaknya dilakukan proses pengolahan. Sebelum dilakukan pasteurisasi
persiapan alat merupakan hal yang harus diperhatikan untuk pelaksanaan proses
psteruisasi yang tepat. Hal yang harus diperhatikan yaitu kebersihan mesin dan
pemanasan awal yang dilakuan. Sebelum memulai dan setelah proses
pasteurisasi, unit pengolahan D-Farm melakukan pembersihan mesin dengan
menggunakan air dan deterjen untuk membilas sisa lemak susu yang mungkin
masih tertinggal. Susu yang akan dipasteurisasi dan flavor yang akan
ditambahkan harus melalui proses penyaringan untuk mencegah timbulnya
bahaya secara fisik. Waktu dan suhu pada saat berlangsungnya proses
pasteruisasi harus sesuai, begitupula pada proses pendinginan bahwa suhu
maksimal susu yaitu 50oC. Proses pengemasan meliputi filling (pengisian susu
pada cup) serta proses sealing (penutupan dengan penutup metalizing). Hal yang
perlu diperhatikan di dalam proses ini yaitu mengenai sterilisasi pengemas dan
mesin pengemas yang akan digunakan serta sanitasi karyawan dalam proses
pengemasan. Sterilisasi perlu dilakukan untuk mensterilkan pengemas dari
mikroorganisme yang berbahaya. Proses sterilisasi terhadap pengemas belum
dilakukan oleh D-Farm, namun secara umum kondisi pengemas yang digunakan
berada dalam keadaan yang aseptis. Sebelum pemakaian mesin pengemas
dilakukan dengan pemanasan dan pembersihan mesin terlebih dahulu. Sebelum
memulai proses pengemasan karyawan diharuskan mensterilisasi tangan dengan
penyemprotan alkohol 70%. Atribut lengkap harus selalu digunakan serta
dilarang melakukan diskusi atau mengobrol pada saat proses pengemasan
berlangsung. Diagram alir proses produksi susu pasteurisasi di unit pengolahan
D-Farm dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Diagram Alir Proses Produksi Susu Pasteurisasi
Penyimpanan ≤ 4oC
Pelabelan
Pendinginan suhu
maks 50oC
Pengemasan
Penambahan sirup
gula (untuk susu
pasteurisasi rasa)
pasteurisasi 70-75
oC selama
30 menit
Penerimaan dan Pengujian kualitas susu segar
2) Pengujian kualitas bahan baku. Sebelum digunakan bahan baku harus melalui
pengujian kualitas secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Unit pengolahan D-
Farm melaksanakan pengujian bahan baku secara fisik dan kimia, namun untuk
pengujian mikrobiologi belum dilaksanakan. D-Farm telah memperoleh ijin
penggunaan laboratorium dan fasilitas untuk pengujian mikrobiologi dari
laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, namun
pelaksanaannya masih belum dapat dilakukan secara berkala. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan karyawan, yang memiliki keahlian di dalam
pelaksanaan pengujian mikrobiologi. Selain itu apabila pelaksanaan pengujian
mikrobiologi dilaksanakan setiap hari dengan jasa tenaga ahli, maka dibutuhkan
biaya yang cukup besar dan dalam hal ini unit pengolahan D-Farm masih
terbentur biaya untuk dapat melaksanakan hal tersebut. Berdasarkan hasil
pengujian bahan baku, susu segar yang digunakan untuk produksi susu
pasteurisasi telah memenuhi standar yang ditetapkan dengan mengacu pada SNI
No. 01-3141-1998 yang ditunjukkan pada Tabel 3.
3) Pengujian Kualitas Produk Akhir. Sebelum diedarkan produk harus melalui
pengujian kualitas, selain itu juga harus dilakukan pemeriksaan secara fisik,
kimia dan mikrobiologi. Pelaksanaan pengujian kualitas harus dilakukan secara
tepat dalam kondisi yang saniter. Unit pengolahan D-Farm telah melaksanakan
pengujian produk, namun pengujian mikrobiologi pada produk akhir belum
dapat dilaksanakan secara berkala. Hal tersebut dikarenakan faktor keterbatasan
karyawan yang memiliki keahlian pengujian produk serta kurangnya biaya
apabila pelaksanaan pengujian dilakukan melalui jasa tenaga ahli setiap hari.
Berdasarkan hasil pengujian kualitas produk, susu pasteurisasi yang diproduksi
oleh D-Farm telah memenuhi standar yang ditetapkan dengan mengacu pada
SNI No. 01-3951-1995 yang dapat dilihat pada Tabel 4.
4) Peralatan. Peralatan yang terdapat di unit pengolahan D-Farm terdiri atas
peralatan produksi dan peralatan sanitasi. Peralatan produksi terdiri dari mesin
pasteruisasi, mesin pengemas, milk can, gelas ukur, toples tahan panas dan
pengaduk. Peralatan tersebut selalu diupayakan dalam keadaan bersih.
Permukaan peralatan wadah dan alat-alat lain yang kontak dengan produk rata-
rata terbuat dari bahan yang halus, tahan karat dan bahan kimia. Tindakan
sanitasi pada setiap peralatan selalu dilakukan sebelum penggunaan alat.
Pencucian peralatan produksi dilakukan dengan menggunakan sanitizer yang
kemudian mengalami perlakuan sterilisasi dengan pembersihan menggunakan
air panas sebelum digunakan. Oleh karena itu kaeadaan peralatan yang
digunakan untuk proses pengolahan selalu dalam keadaan bersih. Winarno dan
Surono (2004) menyatakan bahwa peralatan dan perlengkapan pembantu harus
selalu dibersihkan dan didisinfeksi satu kali dalam satu gulir kerja, kemudian
dikeringkan dan disimpan di tempat yang saniter. Peralatan produksi berupa
mesin dilakukan dengan cara perendaman dan pencucian menggunakan sabun.
Cara pencucian yang dianjurkan yaitu pencucian awal dengan air dingin,
kemudian dengan air panas dan detergen untuk membuang bahan-bahan organik
yang masih menempel, dibilas dengan air, disemprot dengan larutan klorin yang
mengandung residu 50-100 ppm. Terakhir dibilas dengan air bersih. Pencucian
sebaiknya tidak langsung menggunakan klorin, karena efektifitas klorin sebagai
desinfektan akan menurun apabila masih terdapat banyak bahan-bahan organik.
Pengujian mikrobiologi terhadap peralatan yang terdapat di area produksi juga
perlu dilakukan setiap bulan. Berdasarkan pemantauan dan informasi, D-Farm
belum dapat melaksanakan pengujian tersebut karena keterbatasan karyawan
yang ahli dalam hal pengujian mikrobiologi serta keterbatasan biaya apabila
pengujian dilakukan melalui jasa tenaga ahli setiap satu bulan sekali.
Kalibrasi alat merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan. Mesin
pasteruisasi merupakan alat yang perlu dilakukan pengkalibrasian dalam
pengaturan suhu berdasarkan alat ukur standar. Pengkalibrasian alat pasteurisasi
yang dilakukan D-Farm merupakan pengkalibrasian secara manual dengan
melakukan penyesuaian suhu pada alat pasteurisasi dengan suhu pada alat
termometer yang digunakan sebagai standar. Hal tersebut dilakukan secara
berkala setiap minggu.
Gambar 18. Beberapa Peralatan Produksi (a) Milk Can, (b) Mesin Pasteurisasi,
(c) Mesin Pengemas, (d) Toples dan Gelas Ukur
Peralatan sanitasi yang terdapat di unit pengolahan D-Farm yaitu sapu, ember,
lap pel dan tempat sampah. Kondisi kebersihan alat selalu dijaga dan dipelihara
sesuai penggunaannya. Tempat sampah yang digunakan merupakan tempat
sampah berpenutup dengan pijakan untuk membukanya.
Fasilitas sanitasi yang juga diperlukan di unit pengolahan yaitu keberadaan toilet
dan fasilitas sanitasi pabrik berupa wastafel dan hand dryer. D-Farm memiliki
satu buah toilet dengan jumlah karyawan sebanyak empat orang. Menurut SK
Menkes No.23/Men.Kes/1978, dibutuhkan satu buah toilet untuk karyawan
sebanyak 1-9 orang pada suatu unit pengolahan. Pintu toilet D-Farm tidak
berhubungan langsung dengan ruang pengolahan tetapi berada di bagian luar
pabrik. Ruang pengolahan telah dilengkapi dengan dua wastafel dan sabun
pencuci tangan serta dua alat pengering (hand dryer) yang berada di ruang ganti
pakaian dan di ruang produksi, namun air pada wastafel yang ada tidak selalu
mengalir.
Gambar 19. Fasilitas Sanitasi (a) Wastafel yang Dilengkapi Sabun Pencuci
Tangan dan (b) Pengering Tangan Hand Dryer
d c a b
b a
Sumber Daya Manusia (SDM)
1) Pimpinan. Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan merupakan
salah satu hal yang harus diperhatikan terhadap pelaksanaan proses produksi.
Pengawasan, pengarahan dan motivasi dari pimpinan terhadap karyawan secara
langsung dan kontinyu telah dilakukan oleh pimpinan unit pengolahan D-Farm.
Selain itu Pimpinan mempunyai wawasan dan pengetahuan yang cukup
mengenai metode pengawasan modern (HACCP) dan pre requisite system
HACCP berupa GMP dan SSOP yang diterapkan di perusahaan. Hal tersebut
akan mempermudah pelaksanaan proses produksi berdasarkan konsep keamanan
pangan.
2) Karyawan. Karyawan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh didalam
keberhasilan proses produksi. Kedisiplinan dan sanitasi merupakan hal yang
harus diterapkan selama proses produksi. Beberapa kategori penilaian lain pada
aspek sanitasi dan higien karyawan yaitu mengenai pembinaan karyawan,
perilaku karyawan, sanitasi karyawan dan sumber infeksi. Setiap karyawan di
unit pengolahan D-Farm selama menjalankan aktivitas produksi wajib
menggunakan atribut berupa seragam khusus produksi, masker, penutup kepala
dan sepatu boot. Sanitasi dan higien karyawan akan sangat berpengaruh terhadap
keamanan produk yang dihasilkan. Sebelum memulai proses produksi karyawan
diwajibkan untuk mencuci tangan serta dilarang melakukan diskusi, batuk,
merokok dan meludah di area produksi. Pada pelaksanaan produksi, masih ada
beberapa karyawan yang melanggar ketentuan yang diberlakukan seperti tidak
menggunakan atribut produksi yang lengkap, tidak mencuci tangan sebelum
produksi dan melakukan diskusi pada saat proses produksi berlangsung. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap keamanan produk yang diperoleh. Unit
pengolahan telah memasang SSOP mengenai proses produksi susu pasteruisasi
dan penggunaan mesin pasteurisasi, termasuk pemasangan tanda peringatan di
beberapa area produksi seperti harus mencuci tangan sebelum masuk, mencuci
tangan sebelum memulai proses produksi dan dilarang mengobrol untuk
mencegah hal tersebut.
SK Menkes No.23/Men.Kes/1978 menyatakan bahwa karyawan yang
berhubungan dengan produksi makanan harus : a) dalam keadaan sehat, b) bebas
dari luka, penyakit kulit, atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap hasil produksi, c) diteliti dan diawasi kesehatan secara
berkala, d) mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung tangan, tutup kepala dan
sepatu yang sesuai, e) mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan, f)
menahan diri untuk tidak makan, minum, merokok, meludah atau melakukan
tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap produk makanan dan merugikan karyawan.
Sumber infeksi dapat berasal dari kondisi kesehatan karyawan. Kesehatan
karyawan harus diperiksa secara periodik untuk menjaga bahwa tidak seorang
karyawanpun menderita penyakit yang dapat bertindak sebagi carrier mikroba.
Unit Pengolahan D-Farm belum dapat melaksanakan secara efektif manajemen
unit pengolahan dalam hal pencegahan terhadap karyawan yang diketahui
mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk (TBC, Hepatistis,
typus, dsb). Unit pengolahan tersebut belum memiliki data kesehatan karyawan
dan belum dilaksanakannya pemerikasaan kesehatan karyawan secara periodik.
Lingkungan
1) Lokasi. Lokasi pabrik unit pengolahan D-Farm berada di kompleks
laboratorium lapang Fakultas Peternakan. Sebelah utara pabrik berbatasan
dengan kandang sapi perah departemen IPTP Fakultas Peternakan, sebelah
selatan berbatasan dengan kandang sapi pedaging dan Rumah Potong Hewan
(RPH), sebelah timur berbatasan dengan peternakan Eco Farm dan sebelah barat
berbatasan dengan pengelolaan limbah. Keberadaan peternakan pada area
tersebut dapat menjadi sumber bau pada lingkungan pabrik dan menjadi sumber
kontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari kotoran dan lingkungan peternakan
yang kurang bersih sehingga dapat berpengaruh terhadap higien dan sanitasi
proses produksi.
2) Bangunan. Unit pengolahan D-Farm Agriprima dari segi rancang bangun dan
konstruksinya tidak menghambat program sanitasi dan sesuai dengan jenis
pangan yang diproduksi. Kondisi bangunan berada dalam keadaan yang terawat
dan dilengkapi dengan lubang angin yang tertutup, kain kasa serta tirai plastik
pada setiap pintu antar ruangan untuk mencegah binatang atau serangga masuk
ke dalam pabrik. Tata ruang di PT D-Farm sesuai dengan alur produksi dimulai
dari ruang penerimaan dan uji kualitas susu, ruang penyimpanan susu, ruang
pengolahan, ruang pengemasan, ruang cuci serta gudang produk dan bahan
produksi.
Saluran pembuangan limbah di suatu unit pengolahan perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi baik terhadap produk ataupun lingkungan.
Sistem pembuangan limbah produksi cair dan padat di pabrik dapat ditangani
dengan baik oleh pihak unit pengolahan. Saluran pembuangan limbah di D-Farm
tersalur melalui selokan mengelilingi pabrik dan terhubung pada bak saluran
pembuangan limbah di belakang pabrik. konstruksi tempat pembuangannya
layak dan limbah cair disekitar lingkungan mampu ditangani dengan baik.
Limbah padat biasanya dibuang ke tempat sampah yang berpenutup sehingga
mencegah timbulnya bau dan kontaminasi. Sarana pembuangan menurut SK
Menkes No.23/Men.Kes/1978 harus dapat mengolah dan membuang buangan
padat, car dan gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
3) Keamanan
Keamanan area pabrik dilakukan dengan adanya pembatas area berupa pagar
yang mengelilingi ruang pabrik. Kondisi pagar harus selalu dalam keadaan
tertutup untuk membatasi akses keluar masuk kendaraan dan manusia. Namun
hal tersebut masih belum efektif, karena masih ada kendaraan dan manusia yang
dapat memasuki area pabrik secara bebas. Keberadaan burung, serangga dan
binatang di lingkungan pabrik menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan,
karena binatang-binatang tersebut dapat menjadi vektor bagi perkembangan
mikrorganisme yang dapat merugikan dan membahayakan keamanan produk.
Sejauh ini pihak unit pengolahan sudah melaksanakan pengendalian untuk
mencegah serangga dan tikus dilingkungan pabrik. Beberapa diantaranya yaitu
menjaga kebersihan lingkungan pabrik untuk menghindari keberadaan binatang
pengganggu dan melengkapi ruangan pabrik dengan pemasangan insect killer,
c b a
Gambar 20. Kondisi Lingkungan dan Bangunan, a) Tampak Samping
Kanan, b)Tampak Depan, c) Tampak Samping Kiri
Berbatasan dengan Peternakan
tirai plastik dan perangkap tikus, lalat serta pemasangan kain kassa pada jendela.
Namun upaya tersebut belum begitu efektif, mengingat lokasi PT D-Farm yang
berada di lingkungan peternakan, Rumah Potong Hewan dan pengelolaan
limbah. Kondisi tersebut menyebabkan agak sulitnya menjaga lingkungan luar
pabrik bebas dari burung, serangga dan binatang lain.
4) Kebersihan lingkungan. Sanitasi lingkungan pabrik merupakan hal yang sangat
penting dalam menjamin pelaksanaan proses produksi yang higienis. Perbatasan
pabrik dengan peternakan dan kegiatan industri Rumah Potong Hewan
menjadikan lingkungan pabrik dalam kondisi bau dan berdebu. Semak belukar di
sekitar pabrik tidak ditemukan kecuali di area luar pabrik seperti kandang.
Kondisi tersebut juga dapat mempengaruhi lingkungan pabrik, seperti
keberadaan serangga, burung dan binatang pengganggu lainnya yang dapat
berasal dari semak belukar.
Gambar 21. Pest Control (a) Insect Killer, (b) Tirai Plastik, (c) Perangkap
Tikus dan (d) Perangkap Lalat
d c b a
Bahan
Penunjang Pengemas
Protein Laktosa Jenis
Kualitas
Bahan
baku
Kebersihan
LINGKUNGAN
Keamanan
Kebersihan
lingkungan
Bangunan
Lokasi
Gambar 22. Fishbone Diagram (Sebab Akibat) pada Mutu Susu Pasteruisasi
Binatang
pengganggu
Jarak dengan
sumber
kontamiinasi
Aksesibilitas
Lay Out
Konstruksi
METODE
Proses
pengolahan Pengujian
kualitas
Produk akhir
Pengujian kualitas
bahan baku utama
Peralatan
Mikrobiologi
Fisik Kimia
Mikrobiologi
Fisik Kimia
MUTU
SUSU
PASTEU-
RISASI
SDM Pengawasan
Pimpinan Kedisiplinan
Sanitasi
Karyawan Pengarahan
BAHAN
Bahan baku
utama
Uji
alkohol Lemak
Titik beku
Air