hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · menghitung jawaban dan memprosentasekan berdasarkan...
TRANSCRIPT
30
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan statistik deskriptif dan
inferensial. Data hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui hubungan berbagai
variabel yang diteliti, dan memberikan penjelasan secara kualitatif sebagai
pendukung. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan dengan
menggunakan skoring dan pengkategorian. Analisis yang dilakukan adalah: (1)
memberikan skor pada setiap data dan kemudian ditabulasi; (2) menggolongkan,
menghitung jawaban dan memprosentasekan berdasarkan kategori jawaban,
kemudian data diolah dengan menggunakan tabulasi distribusi frekuensi dan nilai
tengah yang kemudian dianalisis. Untuk menganalisis tingkat keeratan hubungan
antara peubah bebas digunakan uji korelasi Rank Spearman pada taraf
kepercayaan 0.05% dengan rumus (Riduwan 2010).
16
12
2
nn
dirs
Keterangan :
di2 = ( Xi - Yi )
2
rs = koefisien korelasi rank Spearman
di = selisih ranking Xi dan Yi
Yi = ranking variabel Yi
Xi = ranking variabel Xi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum dan Pelaksanaan PDPT
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kecamatan Teluk Naga terletak di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten
dan memiliki lokasi terdekat dengan Bandara Soekarno Hatta. Kecamatan ini
terdiri atas tiga belas desa yaitu Desa Bojong Renged, Desa Teluk Naga, Desa
Kebon Cau, Desa Babakan Asem, Desa Kp Melayu Barat,Desa Kp Melayu Timur,
Desa Kp Besar, Desa Lemo, Desa Muara, Desa Tegal Angus, Desa Tanjung Pasir,
Desa Tanjung Burung dan Desa Pangkalan. Batas Wilayah Kecamatan Teluk
Naga adalah Laut Jawa di sebelah utara, Neglasari dan Benda di sebelah selatan,
Pakuhaji di sebelah barat, dan Kosambi di sebelah timur. Adapun gambaran
umum dua desa penelitian sebagai berikut:
31
Tabel 2 Gambaran umum dua desa penelitian, 2013
No
Kondisi Umum Desa Tanjung Pasir Desa Muara
1 Letak astronomis 106 o20’-106
o43’ BT dan 6
o00’-6
o00-6
o20’ LS
106°20’-106°43’ BT
dan 6°00’-6°20 LS
2 Batas wilayah Utara : Laut Jawa
Selatan : Desa Tegalangus
Barat : Desa Tanjung
Burung
Timur : Desa Muara
Utara : Laut Jawa
Selatan : Desa Lemo
Barat : Desa Tanjung
Pasir
Timur : Laut Jawa/
Desa Lemo
3 Luas wilayah 570 Ha 505 Ha
4 Jarak dengan ibu
kota kecamatan
6.9 km 10 km
5 Jumlah
penduduk
10.225 jiwa
Laki-laki : 4.115 jiwa
Perempuan : 6.110 jiwa
3.780 jiwa
Laki-laki :1.845
Perempuan : 1.935
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara merupakan daerah dataran rendah
dengan ketinggian masing-masing 1 meter dan 40 meter di atas permukaan laut
(dpl). Secara administrasi, desa-desa tersebut terbagi ke dalam 6 (enam) wilayah
kemandoran atau kampung. Desa Tanjung Pasir terbagi atas Kampung Tanjung
Pasir, Sukamanah Barat (empang), Garapan, Gagah Sukamanah, Sukamulya I dan
Kampung Sukamulya II, sedangkan Desa Muara atas kampung Muara, Cipete,
Tanjungan, Kedung Bolang, Petopang, dan Garapan.
Desa Tanjung Pasir merupakan pemekaran dari Desa Tegalangus
berdasarkan Peraturan Daerah Kab. Tangerang No. 7 tahun 2007 tentang
Pembentukan Pemeritahan Desa. Nama Tanjung Pasir sendiri berasal dari kata
Tanjung yang berarti daratan yang menonjol di permukaan laut Jawa, dan kata
Pasir karena permukaan tanahnya yang berpasir.
Secara umum lingkungan Desa Tanjung Pasir dan Muara masih
memprihatinkan dan terlihat kumuh, masih banyak rumah warga yang tidak layak
huni. Akses utama masyarakat masih ada yang rusak, tergenang air dan sebagian
masih berupa tanah keras, saluran air limbah rumah tangga tidak memadai, serta
penumpukan sampah yang disebabkan belum adanya tempat pembuangan sampah
dan pengelolaan kebersihan masih minim.
Kampung Garapan Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara tergolong wilayah
yang memiliki risiko tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Hal ini ditandai
dengan seringnya banjir (rob) di pemukiman warga yang berdampak pada
meluasnya lahan produktif yang hilang, banyaknya pemukiman penduduk yang
tergenang dan bahkan ada pemukiman yang tenggelam, sehingga mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Masalah lainnya adalah abrasi pantai yang terjadi pada
32
sekitar 1 km di wilayah pantai Tanjung Pasir, dan melanda 3 km pantai Desa
Muara. Abrasi yang terjadi di dua desa pesisir ini selain disebabkan oleh proses-
proses alami (seperti angin, arus, dan gelombang), juga disebabkan oleh aktivitas
manusia, seperti pembukaan hutan pesisir, reklamasi pantai (untuk kepentingan
pemukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur), dan aktivitas pengambilan
pasir di perairan pantai.
Tingkat Pendidikan Masyarakat
Berdasarkan data Monografi Desa, pendidikan masyarakat di wilayah ini
masih tergolong rendah. Di Desa Tanjung pasir sebanyak 2.1 % masyarakatnya
tidak mengenyam pendidikan, 3.5 % tidak taman Sekolah Dasar (SD), 55.5 %
memiliki tingkat pendidikan SD, 24.4 % SMP, 13.9 % SMA, 0.6 % S1/D3/D1.
Begitu pula dengan masyarakat Desa Muara sebanyak 52.1 % penduduk tidak
pernah sekolah, 12.5 % tidak tamat dan tamat Sekolah Dasar (SD), 4.5 % SMP,
2.7 % SMA, 0.7 % Sarjana, dan 14.9 % belum sekolah. Hal ini mengindikasikan
bahwa masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara belum memiliki
kesadaran akan pentingnya pendidikan. Penduduk sebagai sumberdaya yang dapat
digunakan dalam membangun desa, namun pendidikan masyarakat memiliki
pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan daerah.
Mata Pencaharian Masyarakat
Mata pencaharian utama masyarakat Desa Tanjung Pasir adalah nelayan.
Sebanyak 2.331 warga bekerja sebagai nelayan dan mengandalkan hasil laut
sebagai penopang kehidupan keluarganya. 65 orang yang bekerja sebagai buruh,
15 Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan warga lain bermata pencaharian sebagai
petani, pedagang, peternak dan lain sebagainya. Letak dan karakteristik desa yang
berada di wilayah pesisir menjadi faktor penyebab dominannya penduduk yang
bekerja sebagai nelayan. Sedangkan di Desa Muara perekonomian mayoritas
masyarakat di topang dengan bekerja sebagai buruh tani, nelayan, kebun, dan
berdagang. Kondisi usaha pertanian masyarakat sangat dipengaruhi oleh musim,
pada musim kemarau petani kesulitan mendapat air untuk mengairi sawahnya,
sehingga kegiatan disawah hanya dilakukan satu kali dalam setahun.
Potensi Desa
Desa Tanjung Pasir memiliki lahan pertanian sekitar 83 ha, yakni sawah
yang hanya diusahakan untuk tanaman padi pada saat musim hujan (tadah hujan).
Oleh karena itu, pada saat musim kemarau, petani beralih kepada tanaman buah-
buahan semusim (seperti semangka dan timun). Selain sektor perikanan dan
pertanian, potensi ekonomi yang memungkinkan dikembangkan masyarakat Desa
Tanjung Pasir adalah kerajinan dan pariwisata. Salah satu kerajinan yang
berkembanga adalah handycraft dari pasir. Kerajinan tersebut dimotori oleh para
pemuda yang tergabung dalam komunitas Sekar Tavas atau Seni Kreasi Tanjung
Pasir yang juga merupakan kelompok dalam Program Pengembangan Desa Pesisir
Tangguh. Pariwisata di Desa Tanjung Pasir cukup banyak, hanya saja belum
terkelola dengan optimal. Adapun obyek wisata yang ada di Desa Tanjung Pasir
yakni: (1) Tanjung Pasir Resort, yang mengangkat perekonomian desa; (2)
Restoran dan rumah makan di sepanjang jalan menuju Desa Tanjung Pasir; (3)
Pantai Desa Tanjung Pasir yang sebagian dikuasai oleh Angkatan Laut sebagai
33
lokasi latihan dan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu); (4)
Kawasan Mangrove; (5) Penangkaran Buaya; dan (6) Dermaga dan TPI (Tempat
Pelelangan Ikan).
Desa Muara juga memiliki potensi untuk dikembangkan, yakni potensi
perikanan, pertanian, dan pariwisata. Desa ini dapat dikembangkan menjadi
daerah pariwisata, terutama wisata pemancingan ikan di tambak, wisata kuliner
ikan. Kegiatan pengembangan usaha perikanan sesuai dengan potensi yang
dimiliki yakni kegiatan budidaya ikan (bandeng, udang dll). Pengolahan ikan
mempunyai nilai jual yang cukup tinggi sehingga Desa Muara juga bisa dijadikan
daerah pemasaran produk ikan dari tambak, sentra olahan hasil perikanan, areal
pemancingan, resort, penyewaan perahu wisata dan sebagainya. Hanya saja
potensi pariwisata pesisir belum dikembangkan dan digarap secara optimal. Masih
banyak yang perlu dibenahi terutama kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan
lingkungan, perlu diupayakan penanganan secara intensif agar Desa Muara bisa
menjadi daerah wisata yang asri, bersih, indah dan bersemi.
Pelaksanaan Program PDPT di Desa Penelitian
Program PDPT sebagai upaya meminimalisir dampak perubahan iklim
dilaksanakan di dua desa penelitian sejak tahun 2012. Sebagai daerah yang rentan
akan perubahan iklim, kegiatan PDPT di Desa Tanjung Pasir di fokuskan pada
empat bina yakni bina yakni Bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan,
bina usaha, serta bina siaga bencana. Sedangkan di Desa Muara, di fokuskan pada
tiga bina, yaitu bina sumberdaya, bina infrastruktur dan lingkungan, serta bina
usaha.
Pelaksanaan kegiatan program melibatkan masyarakat, yang dibagi dalam
sepuluh kelompok pemanfaat program, dan didampingi oleh satu pendamping
program di setiap desa. Dalam pelaksanaanya, program belum mampu melibatkan
masyarakat secara keseluruhan. Partisipasi masyarakat masih rendah, selain
disebabkan kurangnya interaksi antar anggota kelompok, rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang program, pekerjaan masyarakat sebagai nelayan, serta
kurangnya peran stakeholders dalam mengajak masyarakat berpartisipasi juga
menjadi salah satu penyebab rendahnya keikutsertaan mereka.
Intensitas pendampingan yang dilakukan masih sangat rendah, sehingga
belum mampu mebentuk kemandirian masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki
masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah. Kondisi
tersebut terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi dan pendampingan yang
dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya, sosialisasi yang dilakukan
hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok. Akibatnya, sebagian
besar anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT.
Secara teknis, para pengelola program belum memanfaatkan poster atau pun radio
dalam kegiatan sosialisasi program kepada masyarakat.
Pencapaian pelaksanaan program cukup memberikan manfaat kepada
masyarakat terutama dalam pembangunan infratruktur dan lingkungan
masyarakat. Beberapa kegiatan yang bersifat pengembangan usaha belum mampu
meningkatkan ketangguhan ekonomi masyarakat. Beberapa penyebab kurang
suksesnya pencapaian ketangguhan masyarakat adalah kurangnya keterlibatan
masyarakat dan stakeholders serta kurangnya kemandirian masyarakat dalam
mengembangakan dan mengelola program.
34
Tabel 3 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Tanjung Pasir Nama Desa Nama Kegiatan Jumlah Perkembangan PDPT*
Tanjung
Pasir
1. Bina Sumberdaya
a. Penanaman
Mangrove
10.000
pohon
Tidak dilakukan pemeliharaan pada
Mangrove yang telah ditanam, sehingga
banyak tanaman yang mati dan ditanami
kembali.
2. Bina Infrastruktur
dan Lingkungan
a. Pembangunan
MCK dan
Sarana Air
Bersih
b. Pembangunan
sarana air
bersih
c. Pembangunan
SPAL
1 unit
2 unit
P. 90 m
L.0.4m
Manfaat pembangunan MCK dan Sarana
Air Bersih, mampu dirasakan oleh
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Membantu masyarakat untuk
mendapatkan air bersih dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, masyarakat yang
menggunakan sarana tersebut hanya
dibebankan uang iuran untuk membayar
pemakaian listrik pompa air.
Pembangunan SPAL digunakan sebagai
saluran pembuangan limbah warga, hanya
saja masyrakat tidak melakukan
pemeliharaan sehingga saat ini SPAL
menjadi sangat kotor dan tersumbat.
3. Bina Usaha
a. Pelatihan dan
pengadaan
sarana untuk
kerajinanan
b. Pelatihan dan
Pengadaan
sarana
Pengelolaan
limbah untuk
kerajinan
c. Pengadaan
Perahu Wisata
d. Pengadaan
sarana
pengelolaan
sampah
1 paket
(laptop,
print, cat dll)
1 paket
(2 mesin
jahit, 1
mesin brush)
1 komputer
dan 1 print
1 paket
1 paket
Masyarakat tidak memiliki tempat untuk
memasarkan Hasil kerajinan Handycraft
yang dihasilkan, sehingga saat ini
kelompok jarang untuk membuat
kerajinan lagi
Kualitas hasil kerajinan kelompok masih
rendah sehingga tidak laku di pasaran
Manfaat pengadaan perahu wisata belum
mampu dirasakan oleh seluruh anggota
kelompok, karena hasil yang diperoleh
digunakan untuk perawatan perahu.
Mesin pengolah sampah dalam keadaan
rusak dan tidak diperhatiakan oleh
masyarakat, selain itu mesin tersebut juga
tidak mampu di manfaatkan dengan baik
oleh masyarakat.
4. Bina Siaga
Bencana
a. Pembangunan
Turap Sungai
Garapan
P. 120m
T. 1.5m
Pembangunan Turap Sungai mampu
mngurangi dampak banjir rob yang
biasanya menggenangi rumah warga,
sehingga manfaatnya mampu di rasakan
Keterangan* : Saat pelaksanaan penelitian
35
Tabel 4 Perkembangan kegiatan PDPT Desa Muara Nama Desa Nama Kegiatan Jumlah Perkembangan PDPT*
Muara 1. Bina Sumberdaya
a. Penanaman
Mangrove dan
Pembuatan
Papan Reklame
7.150 pohon
mangrove dan 5
unit papan
informasi
Penaman mangrove sangat
bermanfaat dalam menjaga dan
memperbaiki ekosistem pesisir
desa Muara.
2. Bina Infrastruktur
dan lingkungan
a. Pembangunan
SPAL
b. Pembangunan
sarana air
bersih, MCK,
dan Pembuatan
MCK
Mushollah
c. Rehab Sarana
ibadah dan
pembuatan
MCK
d. Pembangunan
jalan Paping
Block
e. Pembangunan
Sarana air
bersih
Panjang 90 m,
Lebar 40 cm
Realisasi P.
120m, L. 20cm
2 unit sarana air
bersih dan 1
unit MCK
1 MCK, Jendela
12, Pintu 2,
Rehab atap dan
pengecetan
Panjang 155 m,
Lebar 1.20 M
1 Unit
pembangunan
sarana air bersih
SPAL mampu mengalirkan
limbah waga ke laut sehingga
limbah yang biasanya mengalir
ke pekarangan rumah warga
tidak lagi terjadi.
Manfaatnya mampu dirasakan
oleh masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan MCK
dan air bersih.
Bangunan sarana ibadah belum
bisa digunakan oleh
masyarakat, karena dana yang
belum cukup sehingga
pembangunan sarana ibadah
terhenti.
Manfaat pembangunan jalan
Paping Block sangat dirasakan
oleh masyarakat. Jalanan yang
biasanya tidak dapat dilewati
karena becek sekarang mampu
digunakan oleh masyarakat.
Sangat bermanfaat dalam
pemenuhan kebutuhan air
bersih masyarakat
3. Bina Usaha
a. Pengadaan
Perahu dan
Pondok Wisata
b. Pengadaan
Mesin Papin
Block
1 unit perahu
wisata, 2 unit
pondok wisata
1 paket
Pengadaan perahu dan pondok
wisata belum mampu dikelola
dengan baik oleh masyarakat,
sehingga belum mampu
meningkatkan ketangguhan
ekonomi mereka
Mesin yang telah dibeli tidak
dimanfaatkan dan dioperasikan
oleh masyarakat. Selain karena
tidak memiliki lahan,
masyarakat juga tidak memiliki
dana untuk membeli bahan
dasar pembuatan papin block,
sehingga saat ini mesin tersebut
hanya di smpan di rumah
warga.
Keterangan* : Saat pelaksanaan penelitian
36
Karakteristik Personal Peserta PDPT
Karakteristik personal merupakan ciri khas yang melekat pada individu
yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan dan lingkungan individu
tersebut. Karakteristik individu dapat menjadi pembeda yang khas antara individu
dengan individu lainnya. Karakteristik personal yang diamanti sebagaimana yang
tercantum dalam kerangka berfikir meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan
non formal, jumlah tanggungan, tingkat kekosmopolitan, serta tingkat
pengetahuan tentang program.
Umur
Umur responden berkisar antara 19-60 tahun (Tabel 5). Jika mengacu pada
batasan usia produktif menurut Rusli 1995, bahwa usia produktif seseorang
berkisar antara 15-65 tahun, maka 90 persen responden tergolong produktif.
Salkind 1985, menegaskan bahwa umur berkaitan dengan tingkat kematangan
biologis dan psikologis seseorang dalam melakukan aktivitas. Seseorang yang
dalam usia produktif cenderung memiliki kondisi fisik dan psikis yang optimal
dalam bekerja. Artinya, pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat akan sangat membutuhkan partisipasi masyarakat yang
berada pada kelompok produktif.
Responden yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima
perubahan, ide-ide dan inovasi, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
produksi dan pendapatan. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pakpahan
(2006) yang menyatakan bahwa pada usia produktif nelayan memiliki kondisi
fisik yang baik dan membuat nelayan mampu melakukan kegiatan secara optimal
dan mampu mengembangkan diri dengan baik. Oleh karena itu jika dilihat dari
faktor umur, maka responden di dua desa penelitian merupakan aset sumberdaya
manusia (SDM) yang perlu diperhatikan untuk dikembangkan.
Tabel 5 Umur peserta program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Umur Kategori
(Tahun)
Desa Tanjung
Pasir
Desa Muara Total
n % n % n %
Muda 18-29 14 46.7 5 16.7 18 30.0
Dewasa 30-50 15 50.0 22 73.3 38 63.3
Tua ≥ 50 1 3.3 3 10.0 4 6.7
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 33.4 38.3 35.8
Partisipasi pemuda (18-29 tahun) dalam program PDPT tergolong cukup
tinggi. Menurut Soehardjo dan Patong (1998), pemuda mempunyai keberanian
dan motivasi yang lebih tinggi (termasuk dalam pengambilan keputusan)
dibandingkan yang berumur lebih tua. Ada kecenderungan, masyarakat peserta
program PDPT Tanjung Pasir dan Muara yang berusia tidak produktif hanya
mengikuti keputusan dari anggota kelompok yang berada pada usia produktif.
37
Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas
sumberdaya manusia. Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat pedesaan di
Indonesia lebih rendah daripada masyarakat di perkotaan dan pinggiran kota
(Chozin et., al 2010). Hal yang sama juga berlaku di Desa Tanjung Pasir dan Desa
Muara. Pada Tabel 6 terlihat bahwa sebagai besar peserta program PDPT
berpendidikan rendah (dasar). Adapun peserta yang berpendidikan menengah
(sekitar 3 %) adalah beberapa dari mereka yang berusia muda dan pengurus
kelompok.
Tabel 6 Tingkat pendidikan formal peserta program PDPT di dua desa penelitian,
2013.
Tingkat
Pendidikan
Formal
Kategori
(Tahun
sukses)
Desa Tanjung
Pasir
Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 0-9 30 100 28 93.3 58 96.7
Sedang 10-13 0 0 2 6.7 2 3.3
Tinggi ≥ 14 0 0 0 0 0 0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 5.8 5.9 5.9
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan manusia untuk melaksanakan perannya dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Namun jika dikaitkan dengan program wajib belajar sembilan tahun, maka sebanyak 96.67% masyarakat yang ikut dalam program PDPT memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya akses masyarakat terhadap pendidikan.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara, menyebabkan kemampuan mengelola dan membangun desa menjadi kurang maksimal. Tarigan (2006) menemukan bahwa pendidikan diyakini berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku dan sikap seseorang, orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi juga bermanfaat karena mampu membagi pengetahuan ketika bergaul dengan masyarakat, serta memberikan peluang kepada seseorang untuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Olehnya itu pendidikan merupakan hal yang mendasar untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin kemajuan sosial dan ekonomi.
Pendidikan Non Formal Pendidikan nonformal merupakan kegiatan belajar yang sengaja dilakukan oleh warga untuk meningkatkan pengetahuan. Pendidikan non formal masyarakat Teluk Naga secara umum termasuk dalam kategori rendah, yakni sekitar 91.67% masyarakat di dua desa penelitian hanya mengikuti satu kali pelatihan bahkan banyak diantara mereka yang belum pernah mengikuti pelatihan. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan non formal masyarakat pemanfaat program di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di dua desa tersebut memiliki frekuensi pendidikan non formal yang sama.
38
Tabel 7 Tingkat pendidikan non formal peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
Tingkat
Pendidikan
Non Formal
Kategori
(Jumlah/tahun)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 0-1 26 86.7 29 96.7 55 91.7
Sedang 2-3 4 13.3 1 3.3 5 8.3
Tinggi ≥ 4 0 0 0 0 0 0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 0.7 0.2 0.5
Rendahnya pendidikan non formal masyarakat dipengaruhi oleh rendahnya
intensitas pelaksanaan pendampingan atau penyuluhan yang dilakukan, serta
kecenderungan masyarakat yang mengikuti pelatihan hanya ketua kelompok saja.
Merujuk kepada Amanah (2003) yang menyatakan bahwa sebagai faktor
pendukung, maka penyuluhan memegang peran penting yang berperan membantu
terjadinya perubahan yang positif dalam hal pengetahuan, keterampilan teknis,
sikap, motivasi serta perbaikan kemampuan berbisnis dan bermasyarakat.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia
pertanian yang dimiliki petani, terutama yang beusia produktif. Namun
tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban hidup keluarga apabila tidak
membantu dalam usahataninya (Syafruddin 2003). Tabel 8 memperlihatkan
bahwa sebagian besar rumah tangga responden di Kecamatan Teluk Naga
mempunyai jumlah tanggungan keluarga yang pada kategori sedang, yaitu antara
dua sampai tiga jumlah tanggungan.
Tabel 8 Jumlah tanggungan keluarga peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
Jumlah
tanggungan
Kategori
(jumlah
jiwa)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 0-1 8 26.7 2 6.7 10 16.7
Sedang 2-3 21 70.0 18 60.0 39 65.0
Tinggi ≥ 4 1 3.3 10 33.3 11 18.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 1.9 2.9 2.4
Sebanyak 65% responden responden memiliki jumlah tanggungan pada
tingkat sedang. Hal ini disebabkan beberapa responden menikahkan anaknya pada
usia yang relatif muda, sehingga pada usia produktif (30-50 tahun), jumlah
tanggungan mereka berada berkisar antara 2-3 jiwa. Jumlah tanggungan menjadi
salah satu penyebab kurangnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan program.
Kesibukan dalam bekerja dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
keluarga mengurangi kesempatan masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi
dalam program.
39
Tingkat Kekosmopolitan
Tingkat kekosmopolitan adalah ketebukaan anggota kelompok PDPT di
Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara terhadap informasi, melalui hubungan
mereka dengan berbagai sumber informasi yang ada. Mardikanto (1993)
mengemukakan bahwa masyarakat yang relatif lebih kosmopolit memiliki tingkat
adopsi inovasi lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang lokalit.
Tabel 9 Tingkat kekosmopolitan peserta program PDPT di dua desa penelitian,
2013.
Tingkat Kekosmopolitan
Kategori (Skor)
Desa Tanjung Pasir
Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 23 76.7 21 70.0 44 73.3
Sedang 10-14 5 16.7 7 23.3 12 20.0
Tinggi ≥ 15 2 6.7 2 6.7 4 6.7
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 8.7 8.3 8.8
Tingkat kekosmopolitan anggota kelompok pemanfaat PDPT di Desa
Tanjung Pasir dan Muara sebagian besar (73.33%) masih berada pada kategori rendah. Hal ini disebabkan karena pekerjaan mayoritas responden adalah nelayan. Mereka cenderung mencurahkan sebagian besar waktunya untuk melaut dan mencari ikan. Mereka lebih fokus pada pekerjaan sebagai nelayan, dibanding dengan kegiatan-kegiatan lain. Ketika responden pulang dari laut, mereka menggunakan waktu untuk beristahat dirumah. Keterbatasan inilah yang menyebabkan akses masyarakat terhadap dunia luar sedikit. Baba et al., (2011) menemukan bahwa kekosmopolitan berkaitan erat dengan keterbukaan dalam menerima informasi yang pada akhirnya akan meningkatkan pengetahuan. Sejalan dengan hal tersebut Herawati dan Ismail (2006) juga menemukan bahwa kekosmopolitan kontaktani di Sukabumi dilakukan melalui pengalaman berkunjung ke daerah lain dan melihat kemajuan yang sudah dicapai oleh petani lain maupun dengan kunjungan yang bersifat pribadi dapat menambah perbendaharaan pengetahuan dan keterampilan tentang usahatani, merangsang diri dan kelompok agar lebih dinamis, dan menimbulkan semangat kerja untuk meningkatkan produktifitas. Kunjungan dan interaksi dapat mempengaruhi sikap dan mental kontaktani yang biasanya akan lebih cepat menyambut dan berpartisipasi pada setiap usaha yang bertujuan memperbaiki atau membangun usaha pertanian masyarakat.
Tingkat Pengetahuan tentang Program
Pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi sikap dan perilaku sesorang, rendahnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang dilakukan. Oleh karena itu untuk mendidik masyarakat agar mempunyai perilaku yang baik, warga perlu diberikan pengetahuan (Sungkar 2010). Sebagian besar masyarakat (56.7 %) pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat pengetahuan yang rendah terhadap program PDPT.
40
Tabel 10 Tingkat pengetahuan peserta, tentang program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Tingkat Pengetahuan
tentang Program
Kategori (Skor)
Desa Tanjung Pasir
Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 16 53.3 18 60.0 34 56.7
Sedang 10-14 11 36.7 9 30.0 20 33.3
Tinggi ≥ 15 3 10.0 3 10.0 6 10.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 9.9 9.9 9.9
Tabel 10 menunjukkan bahwa rendahnya pengetahuan responden terhadap
program PDPT disebabkan kurangnya sosialisasi dan pendampingan yang
dilakukan oleh pelaksana program. Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana
program hanya melibatkan ketua, sekertaris, dan bendahara kelompok, sehingga
anggota kelompok kurang mendapatkan informasi terkait program PDPT. Hal
tersebut akan mempengaruhi perilaku masyarakat, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Blackstock et al., (Baba 2011) bahwa dari aspek perilaku
seseorang akan berpartisipasi jika mereka mendapatkan pengetahuan tentang
program yang dikembankan dengan efektif dan benar.
Pembahasan terkait karakteristik masing-masing responden juga
memberikan gambaran terhadap sikap yang terbentuk serta kualitas sumberdaya
manusianya. Umur responden yang relatif berada pada usia produktif sangat
berpeluang dalam membangun desa. Persoalannya, usia produktif tidak sejalan
dengan tingkat pendidikan formalnya yang sebagian besar (96.7%) tergolong
rendah (0-9 tahun). Pendidikan formal yang rendah juga tidak didukung dengan
pendidikan non formal. Sebagian besar (91.7%) masyarakat pemanfaat program di
kedua desa penelitian berada pada kategori rendah (0-1). Pendampingan ada,
tetapi karena intensitasnya rendah, maka masyarakat pun menjadi kurang akses
terhadap pelatihan-pelatihan. Di sisi lain, masyarakat sendiri lebih sibuk mencari
penghidupan untuk memenuhi kebutuan keluarga yang menjadi tanggungannya
yang 65% berjumlah 2-3 orang. Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat
adalah nelayan, sehingga sebagian besar waktu mereka tercurah untuk melaut dan
mencari ikan. Karena kondisi dan kesempatan masyarakat serba terbatas, maka
wajar jika tingkat kekosmopolitan sebagian besar (73.3%) dari mereka rendah.
Sama halnya dengan tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan yang
dimiliki masyarakat terhadap program PDPT juga masih tergolong rendah yakni
sebesar 56.7%. Kondisi tersebut juga terjadi karena kurangnya upaya sosialisasi
dan pendampingan yang dilakukan oleh pelaksana program. Pada kenyataannya,
sosialisasi yang dilakukan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara
kelompok. Akibatnya, sebagian besar anggota kelompok kurang mendapatkan
informasi terkait program PDPT. Secara teknis, para pengelola program belum
memanfaatkan poster atau pun radio dalam kegiatan sosialisasi program kepada
masyarakat.
41
Karakteristik Lingkungan Sosial Peserta PDPT
Perubahan masyarakat dapat terjadi karena beberapa unsur yang saling
berinteraksi satu sama lain. Dalam pengambilan keputusan, masyarakat tidak
selalu dapat dengan bebas dilakukannya sendiri, tetapi sangat ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan di sekelilingnya. Mulyandari (2011) juga mengemukakan
bahwa masyarakat sebagai individu-individu yang bersifat unik mampu
mengembangkan hubungan, interaksi, dan transaksi sosial sehingga terwujud
struktur sosial. Hal ini sejalan dengan pengertian dan unsur modal sosial yang
dikemukakan oleh Putnam et al., (Mulyandari 2011) yang menyatakan bahwa
unsur organisasi sosial seperti kepercayaan, norma, dan jaringan (hubungan
masyarakat) dapat meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kemudahan bekerja
sama.
Tingkat Dukungan Tokoh Masyarakat
Dukungan tokoh masyarakat sebagai lingkungan sosial baik berupa
nasehat, informasi, ataupun dukungan secara psikologi akan sangat berpengaruh
terhadap sikap masyarakat terhadap suatu hal. Desa yang memiliki tokoh
masyarakat yang selalu memberikan perhatian dan motivasi dalam pelaksanaan
kegiatan, akan mendapatkan hasil dan kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan desa yang tidak diperhatikan oleh tokoh masyarakatnya.
Masyarakat pemanfaat program di dua desa pesisir memiliki tingkat
dukungan tokoh masyarakat yang sedang cenderung tinggi. Dalam pelaksanaan
program PDPT, pelaksana program (Dinas Kelautan dan Perikanan) membentuk
Tim Pemberdaya yang berasal dari tokoh masyarakat. Tim Pemberdaya yang
dibentuk bertugas sebagai motivator dalam meningkatkan keterlibatan anggota
kelompok dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam pelaksananaan program, interaksi
yang terjalin antara tokoh masyarakat dan masyarakat berjalan baik, hanya saja
dalam pelaksanaan tugas sebagai tim pemberdaya, tokoh masyarakat cenderung
hanya terlibat dalam mendampingi kelompok dalam menyusun rencana kegiatan,
selain itu tokoh masyarakat juga mendampingi pada tahap pelaksanaan, namun
kurang melakukan pengawasan secara bertahap terhadap pelaksanaan dan evaluasi
kegiatan program.
Tabel 11 Tingkat dukungan tokoh masyarakat terhadap peserta program PDPT di
dua desa penelitian, 2013.
Tingkat
Dukungan
Tokoh
Masyarakat
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 6.3-10.3 9 30.0 4 13.3 13 21.7
Sedang 11.3-15.3 12 40.0 12 40.0 24 40.0
Tinggi ≥ 16.3 9 30.0 14 46.7 23 38.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 13.7 15.9 14.8
42
Terkait pelaksanaan program tokoh masyarakat juga dirasa kurang dalam
memberikan informasi serta dalam meningkatkan kegotongroyongan anggota
kelompok. Hal tersebut menyebabkan hanya segelintir anggota kelompok yang
terlibat dalam kegiatan program. Febriana (2012) mengemukakan bahwa tokoh
masyarakat mempunyai tugas menggerakkan swadaya gotong royong dan partisipasi
masyarakat di wilayahnya dan membantu kelancaran tugas-tugas pokok lembaga
masyarakat dalam bidang pembangunan di desa dan kelurahan, serta menggerakkan
swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat di wilayahnya. Sejalan dengan hal
tersebut Wee (2010) mengemukakan bahwa perlu adanya suatu komunikasi antara
masyarakat dengan lingkungan sosial dalam hal pertukaran informasi berkaitan
dengan program.
Peran Kelompok
Kelompok memiliki peran penting dalam menyukseskan tujuan program,
Stocbridge et al., (2003) mengemukakan bahwa peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial. Dalam suatu kelompok masing-masing anggota tentu tidak melakukan hal
yang sama dalam mencapai tujuan. Ketua kelompok dan setiap anggota memiliki
tugas dan fungsi yang berbeda dan peran yang berbeda.
Tabel 12 Pendapat peserta program PDPT terhadap peran kelompok di dua desa
penelitian, 2013.
Tingkat
Peran
Kelompok
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 9 30.0 9 30.0 18 30.0
Sedang 10-14 10 33.3 12 40.0 22 36.7
Tinggi ≥ 15 11 36.7 9 30.0 20 33.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 12.0 12.2 12.1
Tabel 12 menunjukkan bahwa secara keseluruhan peran kelompok di dua
desa pesisir berada pada kategori sedang. Hal ini disebabkan kurangnya kegiatan
pertemuan kelompok untuk membahas perkembangan kegiatan program, sehingga
sebagian besar kelompok tidak mengetahui perkembangan dari kegiatan program
yang telah dilakukan. Selain itu anggota kelompok hanya aktif berinteraksi
dengan sesama anggota kelompok yang aktif. Rukka et al., (2008) mengemukakan
bahwa keberadaan kelompok merupakan salah satu potensi yang mempunyai
peranan penting dalam membentuk perubahan perilaku anggotanya dan menjalin
kemampuan kerjasama anggota kelompoknya. Proses pelaksanaan kegiatan
melibatkan anggota kelompok dalam berbagai kegiatan bersama, akan mampu
mengubah atau membentuk wawasan, pengertian, pemikiran minat, tekad dan
kemampuan perilaku.
Ketua kelompok yang diharapkan menjadi sumber informasi bagi para
anggota juga tidak mampu memberikan informasi kepada semua anggota
kelompok. Informasi hanya sampai pada beberapa anggota kelompok saja.
Pentingnya peran sebuah kelompok dalam pelaksanaan kegiatan program sejalan
dengan hasil penelitian Ridwan (2012) yang mengemukan bahwa keberadaan
kelompok mempunyai peranan yang sangat strategis pada efektivitas penerapan
43
program, sehingga semakin baik fungsi dari keberadaan kelompok pemanfaat,
maka realisasi program akan semakin sukses. Sejalan dengan hal tersebut
Nuryanti dan Swastika (2011) juga mengemukakan bahwa kinerja setiap
kelompok dalam menjalankan perannya sangat dipengaruhi oleh sumberdaya
manusia, yaitu anggota kelompok. Antusias dan keterampilan anggota kelompok
dalam merespon dan mengelola program pemerintah sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan program.
Intensitas Kegiatan Program
Intensitas Kegiatan program dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai
frekuensi pelaksana melakukan kegiatan terkait program dan pelaksanaan
program, serta akses informasi yang masyarakat dapatkan tentang kegiatan-
kegiatan Program PDPT.
Tabel 13 Pendapat peserta program tentang intensitas kegiatan kelompok PDPT di
dua desa penelitian, 2013.
Intensitas
Kegiatan
Kelompok
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 13 43.3 13 43.3 26 43.3
Sedang 10-14 13 43.3 14 46.7 27 45.0
Tinggi ≥ 15 4 13.3 3 10.0 7 11.7
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 10.3 10 10
Intensitas kegiatan program berada pada kategori sedang namun
cenderung rendah (Tabel 13). Rendahnya intensitas kegiatan program disebabkan
kurangnya pendampingan dan sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program
kepada kelompok pemanfaat program. Kegiatan sosialisasi hanya dilakukan di
wilayah Tangerang, dan hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara
kelompok, sehingga anggota kelompok yang lain tidak mendapat informasi yang
cukup terkait program. Masyarakat di dua desa pesisir juga menganggap bahwa
kegiatan pendampingan yang dilakukan baik intensitas maupun materi
pendampingan masih kurang. Sejalan dengan hal tersebut, Sumitro (1991)
menyatakan bahwa kemampuan pelaksana program dan pendamping dalam
menginterprestasikan dan menyampaikan secara jelas, tentang kebutuhan dan
harapan masyarakat dalam usaha meningkatkan tingkat kehidupan sosial ekonomi,
sangat menentukan keberhasilan usaha-usaha pemerintah maupun swadaya
masyarakat dalam proses pembangunan masyarakat desa. Proses pendampingan
akan berhasil, apabila materi sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat.
Pembahasan tentang karakteristik lingkungan sosial masyarakat
menunjukkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial, sehingga apa yang terjadi
pada personal masyarakat berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Hasil
penelitian menunjukkan tingkat dukungan tokoh masyarakat berada pada kategori
sedang, sehingga masih diperlukan peningkatan dalam hal dukungan tokoh
masyarakat. Secara lembagaan, peran kelompok dalam memberdayakan
masyarakat di dua desa pesisir berada pada kategori sedang, olehnya itu interaksi
di dalam kelompok diharapkan dapat lebih baik dan menjadi sumber informasi
44
bagi para anggotanya. Intensitas kegiatan program berada pada kategori rendah
baik terkait program maupun pelaksanaan program.
Tingkat Pengelolaan Program
Pelaksanaan program PDPT diarahkan untuk membantu masyarakat dalam
meningkatkan ketangguhan desa pesisir. Olehnya itu pengelola program dengan
baik merupakan hal penting dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini program
PDPT menjadi tanggung jawab semua pihak baik oleh pelaksanan program
(pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program.
Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi
kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil
yang dicapai.
Secara umum tingkat pengelolaan program PDPT di dua desa penelitian
masih rendah. Rendahnya tingkat pengelolaan program disebabkan rendahnya
keterlibatan masyarakat peserta program pada setiap tahap pelaksanaan kegiatan.
Sebagian besar masyarakat peserta program mengaku bahwa mereka jarang dan
bahkan tidak pernah dilibatkan mulai dari tahap perencanaan, sosialisasi, hingga
pada tahap evaluasi program, hanya ketua, sekretaris dan bendahara yang terlibat
aktif dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan program. Sejalan dengan hal
tersebut, Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi dalam
pengelolaan program merupakan hal yang penting guna mencapai hasil yang
diinginkan. Berikut hasil penelitian terhadap empat hal pokok dalam pengelolaan
program PDPT di dua Desa Pesisir di Kecamatan Teluk Naga.
Kejelasan Program (Konteks)
Arikunto dan Safrudin (2009) menjelaskan, bahwa evaluasi konteks
merupakan upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang
tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan program.
Tabel 14 Pendapat peserta program PDPT terhadap kejelasan program (konteks)
di dua desa penelitian, 2013.
Kejelasan
Program
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 11 36.7 16 53.3 27 45.0
Sedang 10-14 14 46.7 7 23.3 21 35.0
Tinggi ≥ 15 5 16.7 7 23.3 12 20.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 11.6 11.6 11.6
Kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua desa pesisir
masih berada pada kategori rendah (45.0%). Hal ini karena masyarakat cenderung
belum mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT.
Sosialisasi yang dilakukan oleh pelaksana program dimaksudkan untuk
menyosialisasikan rencana kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan hanya
melibatkan pemda, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah), Tim Teknis, Camat, Perangkat Desa, serta pemangku
45
kepentingan lainnya yakni ketua, sekertaris dan bendahara, namun tidak
melibatkan semua anggota kelompok. Informasi yang diperoleh dari kegiatan
sosialisasi juga tidak mampu untuk disebarluaskan kepada semua anggota
kelompok. Kegiatan sosialisasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan kepada
anggota kelompok sebagai pemanfaat program. Dengan adanya sosialisasi akan
memberikan pemahaman tentang program kepada masyarakat serta diharapkan
mampu menjadi motivasi untuk berperan serta.
Kurangnya kegiatan sosialisasi juga berakibat pada tidak adanya
musyawarah dengan masyarakat terkait waktu pelaksanaan kegiatan program.
Sehingga waktu pelaksanaan kegiatan ditentukan langsung oleh pelaksana
program. Selain itu beberapa responden beranggapan bahwa kegiatan program
PDPT tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, masyarakat lebih membutuhkan
kegiatan yang dapat menghasilkan materi (uang) secara langsung untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pengelolaan Sumberdaya (Input)
Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan
sumberdaya lainnya, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan
dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program.
Sehingga pengelolaan sumberdaya (input) menjadi sangat penting untuk
dilakukan. Neliyanti dan Heriyanto (2013) mengemukakan bahwa efisiensi akan
terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga
suatu tujuan akan tercapai.
Tabel 15 Pendapat peserta program PDPT terhadap pengelolaan sumberdaya
(input) di dua desa penelitian, 2013.
Pengelolaan
Sumberdaya
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 11 36.7 7 23.3 18 30.0
Sedang 10-14 17 56.7 19 63.3 36 60.0
Tinggi ≥ 15 2 6.7 4 13.3 6 10.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 10.9 11.3 11.1
Pengelolaan sumberdaya dalam pelaksanaan program PDPT berada pada
kategori sedang cenderung rendah yakni sebesar 60.0 %. Hal tersebut
menunjukkan keterlibatan stakeholder baik masyarakat, tokoh masyarakat, serta
pendamping masih rendah. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program
dan tim pemberdaya desa dalam pemberian informasi sampai pada tahap
pengawasan. Selain itu perlu peningkatan intensitas pendampingan serta
penggunaan media yang mudah diakses oleh masyarakat agar mampu melibatkan
semua masyarakat.
Peran pendamping dalam pelaksanaan program belum cukup dirasakan
masyarakat. Kegiatan pendampingan yang dilakukan belum mampu
meningkatkan kapasitas seluruh anggota kelompok. Merujuk dari hasil penelitian
Amanah (2006) menyatakan bahwa peran fasilitator sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa peran
46
pendamping sebagai salah satu sumberdaya dalam pengelolaan perogram menjadi
sangat penting dalam membangun sikap masyarakat.
Proses Kegiatan Program
Menganalisis proses kegiatan program PDPT diarahkan pada seberapa
jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai
dengan rencana, dengan melihat efektivitas semua data-data yang menyangkut
pelaksanaan program.
Tabel 16 Pendapat peserta program PDPT terhadap proses kegiatan program, di
dua desa penelitian, 2013.
Kegiatan
Pelaksanaan
Program
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 15 50.0 14 46.7 29 48.3
Sedang 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0
Tinggi ≥ 15 3 10.0 7 23.3 10 16.7
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 9.8 11 10
Proses pelaksanaan kegiatan program PDPT di dua desa penelitian
berada pada kategori rendah (48.0%). Hal ini menunjukkan bahwa prosedur atau
kegiatan dalam proses pelaksanaan program belum sepenuhnya melibatkan
masyarakat. Responden mengemukakan bahwa mekanisme proses pelaksanaan
program pemberdayaan belum baik. Hal ini karena dalamproses pelaksanaan
program informasi tidak menyebar luas kepada masyarakat, sehingga banyak
masyarakat pemanfaat yang tidak mengetahui dengan jelas proses pelaksanaan
kegiatan program. Selain itu kurangnya intensitas pendampingan dan kemampuan
pendamping dalam membantu masyarakat menjadi perhatian khusus dalam
pelaksanaan program. Seorang anggota kelompok pemanfaat program menuurkan
bahwa: “pendampingnya jarang datang neng, biasanya sih cuma datang foto-foto
dari mulai belum dikerjakan (0%), 60% dan 100 % pengerjaan”.
Penentuan jenis kegiatan yang dilakukan juga tidak melibatkan seluruh
anggota kelompok. Beberapa responden yang merupakan anggota kelompok
menyatakan bahwa mereka tidak terlibat pada diskusi penentuan jenis kegiatan
dan hanya ikut pada kegiatan yang telah ditetapkan oleh sebagian orang dalam
kelompok tersebut, bahkan ada anggota kelompok yang tidak mengetahui
keanggotaannya dalam kegiatan program PDPT.
Tingkat Pencapaian Program (Produk)
Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan
oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau
program. Evaluasi output merupakan penilaian terhadap output-output yang
dihasilkan oleh program. Sejalan dengan hal tersebut Soekartawi (1995)
mengemukakan bahwa dalam menilai keefektifan suatu program atau proyek
maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program atau proyek yang sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan.
47
Tabel 17 Pendapat peserta program PDPT terhadap tingkat pencapaian program,
di dua desa penelitian, 2013.
Tingkat
Pencapaian
Program
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 2 6.7 1 3.3 3 5.0
Sedang 10-14 10 33.3 9 30.0 19 31.7
Tinggi ≥ 15 18 60.0 20 66.7 38 63.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 13.9 15.4 14.5
Tingkat pencapaian program di dua desa pesisir Teluk Naga berada pada
kategori tinggi (Tabel 17). Hal ini karena pelaksanaan kegiatan program yang
mencakup: Bina Sumberdaya (Penanaman Mangrove, Bina Lingkungan dan
Infrastruktur (pembangunan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan
Pengadaan Sarana Pengelolaan Sampah, pembangunan MCK dan Sarana Air
Bersih, Pembangunan Sarana Air Bersih, Rehab Sarana Ibadah dan Pembuatan
MCK, dan Pembangunan Jalan Paping Block), serta Bina Siaga Bencana
(Pembangunan Turap Sungai) manfaatnya mampu dirasakan oleh masyarakat.
Seperti penuturan masyarakat yang mengemukakan bahwa “untung ada
pembangunan turap sungai neng, dulu waktu belum dibangun kalau hujan atau
pasang kita mah tdk bisa lewat di jalan ini, banjir dan masuk ke rumah warga”
Bina Usaha (Pelatihan dan Pengadaan Sarana untuk Kerajinan, Pelatihan
dan Pengadaan Sarana Pengelolaan Limbah untuk Kerajinan, Pengadaan Perahu
Wisata, serta Pengadaan Mesin Paping Block), tidak mampu dimanfaatkan dengan
baik oleh masyarakat pemanfaat program. Hal ini dikarenakan dana yang
diberikan oleh pemerintah sebagai pelasana program habis digunakan untuk
pengadaan mesin, sehingga kelompok tidak lagi memiliki dana untuk biaya
operasional untuk menjalankan usaha.
Pembahasan terkait pelaksanaan program menunjukkan bahwa
pengelolaan program (dalam hal ini program PDPT) dengan baik merupakan hal
penting yang menjadi tanggung jawab semua pihak, baik oleh pelaksanan program
(pemerintah), maupun masyarakat sebagai kelompok pemanfaat program.
Komitmen dan tanggung jawab tersebut dimulai dari awal, pada saat identifikasi
kebutuhan masyarakat, tindak lanjut pelaksanaan program, sampai dengan hasil
yang dicapai. Tingkat pengelolaan program di dua desa penelitian
memperlihatkan bahwa, kejelasan program PDPT (konteks) secara umum di dua
desa pesisir masih berada pada kategori rendah. Hal ini terjadi karena masyarakat
tidak mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait program PDPT,
sedangkan pengelolaan sumberdaya (input) program PDPT berada pada kategori
sedang. Perlunya peningkatan keterlibatan pelaksana program baik dalam
pemberian informasi sampai pada pengawasan, pendamping serta media yang
digunakan dalam proses pendampingan akan meningkatkan penggelolaan input
program.
Proses pelaksanaan kegiatan program berada pada kategori rendah, hal ini
menunjukkan rendahnya keterlibatan masyarakat pemanfaat program dalam
proses pelaksanaan kegiatan program PDPT. Masyarakat menilai bahwa
48
mekanisme proses pelaksanaan program pemberdayaan belum baik. Namun
demikian, tingkat pencapaian program di dua desa penelitian berada pada kategori
tinggi karena pelaksanaan kegiatan program manfaatnya mampu dirasakan oleh
masyarakat. Hanya saja Bina Usaha yang tidak mampu dimanfaatkan dengan baik
oleh masyarakat
Sikap Masyarakat Terhadap Komponen Program Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh.
Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah
laku tertentu serta merespon secara positif atau negatif terhadap program. Sikap
masyarakat terhadap pelaksanaan program PDPT adalah suatu keadaan yang
memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku dari masyarakat dan
cenderung untuk bertindak dan bereaksi terhadap program. Dilihat dari segala
sesuatunya dikerjakan dengan penuh kesungguhan, ketekunan, dan ketelitian atau
tidak. Sikap masyarakat tehadap pelaksanaan program diukur melalui penerimaan,
respon, penilaian atau penghargaan serta pembentukan nilai masyrakat. Berikut hasil
penelitian terkait sikap masyarakat terhadap komponen program.
Tingkat Penerimaan (Receiving)
Receiving (penerimaan) adalah kesediaan atau kepekaan masyarakat untuk
menerima adanya suatu fenomena di lingkungannya. Tingkat penerimaan
masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua desa penelitian berada pada
kategori tinggi yakni sebesar 55.0% (Tabel 18). Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat memiliki keinginan yang besar untuk melihat desa mereka lebih baik.
Tingginya tingkat penerimaan masyarakat merupakan modal yang sangat baik
dalam melaksanakan kegiatan program. Hal ini akan menjadi awal dalam
membentuk sikap positif masyarakat sebagai obyek pembangunan.
Tabel 18 Tingkat penerimaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.
Tingkat
Penerimaan
Kategori
(Skor)
Desa
Tanjung
Pasir
Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 4 13.3 5 16.7 9 15.0
Sedang 10-14 10 33.3 8 26.7 18 30.0
Tinggi ≥ 15 16 53.3 17 56.7 33 55.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 13.3 13.6 13.4
Masyarakat pada umumnya menyadari akan pentingnya pelaksanaan
program PDPT, serta senang dengan usaha perbaikan di desa mereka. Hanya saja
adanya proses kegiatan program yang tidak sepenuhnya melibatkan anggota
kelompok menyebabkan mereka kurang mengetahui perkembangan kegiatan di
desa mereka. Kegiatan program yang mencakup pada beberapa aspek kehidupan
masyarakat memberikan harapan dalam mewujudkan wajah baru desa pesisir
sehingga masyarakat menerima dengan baik kegiatan program di desanya.
49
Tingkat Menanggapi (responding)
Tingkat menanggapi (respon) masyarakat pemanfaat program PDPT
dilihat dari kepekaan dan keinginannya dalam melibatkan dirinya dan
memberikan reaksi terhadap kegiatan yang ada di lingkungannya dan sejauh mana
masyarakat ingin terlibat dalam kegiatan program. Respon masyarakat terhadap
program PDPT berada pada kategori tinggi, dengan persentase sebanyak 48.33%
(Tabel 19).
Tingkat respon masyarakat di Desa Tanjung Pasir dan Muara sama-sama
berada pada kategori tinggi. Masyarakat sebagai pemafaat program memiliki
keinginan untuk terlibat dalam pelaksanaan program, baik untuk hadir dalam
pertemuan maupun dalam memberikan bantuan tenaga. Pada kenyataannya
walaupun banyak di antara anggota kelompok yang tidak dilibatkan secara
langsung oleh kelompok dalam pelaksaan kegiatan program serta tidak mendapat
informasi yang jelas terkait kegiatan program, namun secara pribadi mereka
memiliki keinginan untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan kegiatan program.
Tabel 19 Tingkat menanggapi masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.
Tingkat
Respon
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 4 13.3 6 20.0 10 16.7
Sedang 10-14 12 40.0 9 30.0 21 35.0
Tinggi ≥ 15 14 46.7 15 50.0 29 48.3
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 14.3 13 14
Tingkat Menilai/ Menghargai (valuing)
Tingkat menilai/penghargaan (valuing) diukur berdasarkan penilaian
masyarakat terhadap program, baik atau tidaknya program yang sedang
dilaksanakan. Tingkat menghargai masyarakat terhadap program berada pada
kategori sedang cenderung tinggi yakni sebesar 48.3% (Tabel 20).
Tabel 20 Tingkat penghargaan masyarakat pesisir terhadap program PDPT di dua
desa penelitian, 2013.
Tingkat
Menghargai
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 2 6.7 2 6.7 4 6.7
Sedang 10-14 16 53.3 13 43.3 29 48.3
Tinggi ≥ 15 12 40.0 15 50.0 27 45.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 13.7 14.6 14.2
Tingkat menghargai masyarakat di Desa Muara menunjukkan tingkat yang
lebih baik, yakni berada pada kategori tinggi (50.0%) dibandingkan dengan
masyarakat di Desa Tanjung Pasir yang hanya berada pada kategori sedang
50
(53.3%). Hal ini disebabkan tokoh masyarakat di desa Muara cenderung lebih
aktif terlibat kemasyarakat untuk sekedar bertanya atau pun berbincang seputar
program PDPT.
Pengalaman masyarakat terkait program-program sebelumnya yang tidak
sesuai dengan apa yang mereka harapkan juga menjadi penyebab kurangnya
penghargaan terhadap program PDPT. Sejalan dengan hal tersebut, Sutopo (1996)
mengemukakan bahwa berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang
kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu
bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya
tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi
oleh persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan
partisipasi semu, dimana anggota kelompok nampak berpartisipasi, tapi
kenyataannnya tidak, artinya para anggota kelompok ikut berpartisipasi, tetapi
tidak diberi wewenang dalam menyusun perencanaan, kegiatan yang akan
dilaksanakan dan waktu pelaksanaanya. Keadaan yang demikian itu bila sering
terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuai dengan rencana
sehingga, menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh.
Tingkat Pembentukan Nilai (Organization)
Pembentukan nilai (organization) berkaitan dengan memadukan nilai-nilai
yang berbeda, menyelesaikan konflik, dan membentuk suatu sistem nilai yang
konsisten. Indikator tingkat organisasi masyarakat dilihat dari kesediaan
responden dalam menyelesaiakn masalah yang muncul dan mencari solusi
bersama.
Tingkat pembentukan nilai masyarakat terhadap program PDPT masih
berada pada kategori sedang, yakni sebesar 73.0%. Hal ini menunjukkan bahwa
usaha dalam memperbaiki kondisi lingkungan, infrastruktur, sumberdaya, usaha
maupun kesiapsiagaan terhadap bencana belum mampu menjadi karakter dalam
diri masyarakat. Program belum mampu membentuk masyarakat menjadi mandiri
sebaliknya masyarakat cenderung untuk bergantung pada pemerintah.
Tabel 21 Tingkat pembentukan nilai peserta program PDPT di dua desa
penelitian, 2013.
Tingkat
Pembentukan
Nilai
Kategori
(Skor)
Desa Tanjung
Pasir Desa Muara Total
n % n % n %
Rendah 5-9 1 3.3 3 10.0 4 6.7
Sedang 10-14 22 73.3 22 73.3 44 73.3
Tinggi ≥ 15 7 23.3 5 16.7 12 20.0
Jumlah 30 100 30 100 60 100
Rata-rata 13.4 13.1 13.3
Sikap Masyarakat Terhadap Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh
Secara umum sikap masyarakat di dua desa pesisir Teluk Naga terhadap
program PDPT berada pada kategori sedang (Tabel 22). Sikap menunjukkan
penilaian (positif dan negatif) masyarakat terhadap obyek yang ada di sekitarnya
51
dalam hal ini adalah program PDPT. Secara umum sikap mempengaruhi tingkah
laku seseorang, masyarakat yang senang dengan program PDPT akan memberikan
dukungan nyata dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menempatkan sikap
masyarakat di dua desa penelitian berada pada kategori sedang, hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan dan
diperbaiki, terutama pada beberapa hal yang sangat berhubungan dengan
pembentukan sikap positif masyarakat.
Tabel 22 Sikap masyarakat terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Tingkatan Sikap
Sikap Masyarakat
Total (%) Rendah
(%)
Sedang
(%)
Tinggi
(%)
Tingkat penerimaan 15.0 30.0 55.0 100
Tingkat respon 16.7 35.0 48.3 100
Tingkat menghargai 6.7 48.3 45.0 100
Pembentukan nilai 6.7 73.3 20.0 100
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Sikap Masyarakat Pesisir
Terhadap Program PDPT.
Sikap hanya dapat ditunjukan oleh perilaku yang nampak, diikuti dengan
kecenderungan untuk melakukan tindakan sesuai dengan obyek, baik berupa
dukungan maupun perasaan tidak mendukung. Hal tersebut sejalan dengan,
Winkel 2006, mengemukakan bahwa sikap sebagai kecenderungan untuk
menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian atas obyek tersebut. Jika
obyek tersebut dinilai berguna maka seseorang akan berkecenderungan menerima
secara positif, sebaliknya bila dianggap tidak berguna akan diberi reaktif negatif.
Untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Pembahasan faktor-faktor
yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT merujuk
pada temuan penelitian yang disajikan pada Tabel 23,24, dan 25, diperjelas
dengan informasi yang didapatkan dari lokasi penelitian serta didukung oleh teori
dan hasil penelitian yang relevan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT di Desa Tanjung Pasir dan Desa Muara dianalisis dengan
menggunakan Rank Spearman. Hasil analisis (Tabel 23, 24, dan 25) menunjukkan
faktor yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yaitu
tingkat kekosmopolitan, tingkat pengetahuan tentang program, tingkat dukungan
tokoh masyarakat, peran kelompok, intensitas kegiatan program, konteks
program, pengelolaan sumber daya (input), proses kegiatan program, serta
pencapaian program (produk).
Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut terdapat hubungan nyata positif
antara karakteristik personal (X1), karakteristik lingkungan sosial (X2), dan
tingkat pengelolaan program (X3), terhadap tingkat penerimaan, respon,
penilaian, dan penilaian masyarakat terhadap program PDPT. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan analisis korelasi Rank Spearman. Jika nilai signifikansinya (p-
value) <0,01 dan 0,05, maka terdapat hubungan yang nyata antara peubah
52
terhadap sikap masyarakat (Y). Hasil analisis korelasi Rank Spearman
menunjukkan bahwa secara umum peubah karakteristik personal tidak memiliki
hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat (penerimaan, respon, menilai, dan
organisasi), sedangkan karakteristik lingkungan sosial, dan tingkat pengelolaan
program menunjukkan adanya hubungan yang nyata dengan sikap masyarakat
(penerimaan, respon, menilai, organisasi) pada taraf nyata 0.01 dan 0.05.
Karakteristik Lingkungan Sosial
Karakteristik lingkungan sosial merupakan faktor utama yang
berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT, yang dijabarkan
oleh peubah teramati: (1) dukungan tokoh masyarakat, (2) peran kelompok, (3)
dan intensitas kegiatan program. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan
sosial akan mengembangkan sikap positif masyarakat untuk ikutserta dalam
kegiatan program.
Intensitas kegiatan program merupakan pembentuk yang paling kuat
terhadap pengembangan sikap penerimaan (0.711), respon (0.581) dan
pembentukan nilai (0.636) masyarakat terhadap program PDPT. Dukungan tokoh
masyarakat menjadi peubah yang paling kuat dalam membentuk sikap
penilaian/penghargaan (0.774) masyarakat terhadap programPDPT. Peran
kelompok juga memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan sikap
masyarakat. Di mana dalam membentuk sikap penerimaan, peran kelompok
memiliki nilai hubungan sebesar 0.680, merespon (0.542), menilai (0.585), dan
pembentukan nilai (0.582). Dengan demikian, intensitas kegiatan program,
dukungan tokoh masyarakat serta peran kelompok perlu dikembangkan lebih baik
karena berpotensi paling besar dalam meningkatkan sikap masyarakat pemanfaat
program untuk bersama-sama mencapai ketangguhan desa.
Tabel 23 Hubungan karakteristik lingkungan sosial dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Peubah Penerimaan Respon Menghargai
Pembentukan
Nilai
1. Dukungan Tokoh
Masyarakat
0.710** 0.556** 0.774** 0.566**
2. Peran Kelompok 0.680** 0.542** 0.585** 0.582**
3. Intensitas
Kegiatan Program
0.711** 0.581** 0.612** 0.636**
Lembaga yang terdapat dalam masyarakat pedesaan adalah kelompok tani
(nelayan/padi), masyarakat (nelayan) biasanya menjadi bagian dari sebuah
kelompok, sehingga kelompok memiliki peran yang cukup penting dalam
kehidupan sosial masyarakat pedesaan. Sesuai dengan pendapat Santosa 2002,
yang menyatakan bahwa kelompok mempunyai pengaruh terhadap perilaku-
perilaku anggotanya, yang meliputi pengaruh terhadap persepsi, sikap, dan
tindakan individu. Dengan demikian, nilai, norma, interaksi dalam kelompok,
kepemimpinan, dan dinamika kelompok memberikan kontribusi tersendiri
terhadap bentuk pola interaksi anggotanya ketika berinteraksi dengan lingkungan
53
di luar kelompok. Menurut Beebe dan Masterson 1989, kelompok memegang
peranan penting bagi perkembangan kepribadian dan perilaku seseorang.
Sebagian anggota kelompok ternyata tidak terlibat aktif dan tidak
mengetahui dengan jelas informasi-informasi tentang program PDPT.
Pembentukan kelompok dilakukan oleh ketua kelompok yang dipilih oleh
lurah/kepala desa. Terdapat beberapa anggota masyarakat yang tidak tahu kalau
mereka termasuk dalam kelompok PDPT, akibatnya tidak ada rasa tanggung
jawab anggota untuk terlibat penuh. Kelompok yang dibentuk lebih disebabkan
adanya proyek atau bantuan. Kelompok seperti ini cenderung tidak bertahan lama,
biasanya setelah proyek dihentikan biasanya kelompok ini akan bubar.
Pengembangan kelompok secara baik menjadi sangat penting karena
banyak masalah masyarakat (nelayan) yang dapat dipecahkan oleh suatu
kelompok. Berbagai program pemberdayaan nelayan seperti pemberian kredit,
pengelolaan lingkungan dan sebagainya biasanya diberikan dan dikelola melalui
kelompok. Oganisasi-organisasi tersebut berperan sebagai perantara antara
masyarakat dengan lembaga-lembaga pemerintah, yaitu sebagai saluran
komunikasi atau untuk kepentingan-kepentingan lain.
Selain peran kelompok, peran tokoh masyarakat dan intensitas kegiatan
program juga merupakan peubah teramati yang berhubungan dalam karakteristik
lingkungan sosia. Hasil wawancara dan analis data yang menunjukkan bahwa
keaktifan tokoh masyarakat dalam memberi motivasi, informasi dan terlibat
secara langsung kepada masyarakat membantu pembentukan sikap masyarakat.
Sama halnya dengan intensitas kegiatan yang dilakukan pelaksana program,
intensitas kunjungan pelaksana program, kegiatan pendampingan, metode
pendampingan dan sebagainya juga membentuk sikap masyarakat terhadap
program.
Perlu dilakukan upaya perbaikan pada kondisi lingkungan sosial
masyarakat tersebut agar dapat meningkatkan sifat positif masyarakat terhadap
pelaksanaan program PDPT. Beberapa hal yang perlu diupayakan perbaikannya
antara lain proses pembentukan kelompok yang perlu disesuaikan dengan
kebutuhan dan keinginan petani, pengelolaan kelompok yang dapat melibatkan
seluruh anggota, kesertaan tokoh masyarakat dalam mendukung pelaksanaan
program, serta dukungan dari pelaksana program sendiri demi mewujudkan tujuan
program.
Pengelolaan Program
Faktor kedua yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT adalah tingkat pengelolaan program, yang menggambarkan
realisasi program, kejelasan program (konteks), pengelolaan sumberdaya (input),
proses kegiatan program dan tingkat pencapaian program. Dalam realisasi
pelaksanaan program, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah
dan peluang yang ada dalam lingkungan mereka sendiri. Tenaga pendamping
(pelaksana program) dalam membantu masyarakat seharusnya dapat dilakukan
melalui pelibatan masyarakat mulai dari perencanaan sampai evaluasi program. Hubungan tingkat pengelolan program dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT dijabarkan dalam empat peubah teramati, yaitu: (1) kejelasan
program (konteks), (2) ketepatan pengelolaan sumberdaya (input), (3) kesesuaian
pelaksanaan kegiatan program (proses), dan (4) tingkat pencapaian program.
54
Kejelasan program (konteks) menunjukkan hubungan yang paling kuat dalam
membentuk sikap masyarakat terhadap program PDPT, yakni: sikap menerima
(0.601), merespon (0.643), menilai (0.714), dan organisasi (0.684).
Tabel 24 Hubungan tingkat pengelolaan program dengan sikap masyarakat
terhadap program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Peubah Penerimaan Respon Menghargai
Pembentukan
Nilai
1. Kejelasan
program
0.601** 0.643** 0.714** 0.684**
2. Ketepatan
pengelolaan
sumberdaya
0.536** 0.512** 0.687** 0.622**
3. Kesesuaian
pelaksanaan
kegiatan program
0.653** 0.540** 0.674** 0.599**
4. Pencapaian
program
0.481** 0.500** 0.702** 0.528**
Dikaitkan dengan model perubahan sosial menurut Less dan Smith 1975
maka, program pengembangan yang direalisasikan di lokasi penelitian, masih
menerapkan model konsensus karena masih direncanakan dan dirancang pada
tingkat nasional. Hal ini terlihat dari kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
proses perencanaan. Asumsi yang dikemukakan Rothman (Adi 2003) untuk
paradigma local development, yaitu komunitas diintegrasikan dan dikembangkan
kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah secara kooperatif, serta
membangkitkan rasa percaya diri akan kemampuan masing-masing anggota
masyarakat belum sepenuhnya diterapkan.
Program yang dilaksanakan hendaknya mampu memanfaatkan potensi
kelembagaan yang berakar kuat dalam struktur masyarakat lokal mau dan mampu
mengelola potensi sosial ekonomi yang dimiliki. Dalam menjalankan kegiatan
usaha, masyarakat memerlukan modal, pengetahuan, dan keterampilan yang
relevan, namun tidak selalu tersedia ataupun tidak terpenuhi di tingkat lokal.
Karena itu penyuluh pertanian/tenaga pendamping bertugas mengelola sistem
yang dapat memperlancar upaya masyarakat memperoleh kebutuhan tersebut baik
secara individu maupun kelompok (Sajogyo 1999).
Hasil pengamatan di lapangan juga memperlihatkan bahwa kondisi dua
desa pesisir yang tidak memperlihatkan banyak perubahan. Perubahan yang
terjadi lebih banyak pada hal infrastruktur dan siaga bencana, sedangkan kondisi
lingkungan masih saja terlihat tidak terawat. Sama halnya dengan kegiatan bina
usaha yang diberikan kepada kelompok pemanfaat, hal tersebut ternyata belum
mampu untuk memperbaiki kondisi perekonomian masyarakat. Pengembangan
usaha tidak mampu dikelola oleh masyarakat dengan baik, bantuan dana yang
diberikan hanya digunakan untuk membeli peralatan dan mesin-mesin (mesin
pengolahan sampah dan mesin pembuatan paping block) untuk usaha, namun
kemudian perlengkapan tersebut tidak digunakan untuk menjalankan usaha,
melainkan hanya menjadi hiasan di dua desa pesisir tersebut.
55
Program PDPT adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa pesisir
yang rentan bencana akibat perubahan iklim, untuk mewujudkan ketangguhan
masyarakat melalui pengembangan sumberdaya manusia, usaha, infrastruktur,
lingkungan, dan siaga bencana. Kegiatan difokuskan di daerah rawan bencana
dengan mengimplementasikan berbagai pemberdayaan masyarakat dalam
mewujudkan ketangguhan dengan melibatkan seluruh partisipasi masyarakat.
Program ini memberikan bantuan dana dalam jumlah tertentu. Pemanfaatannya
bertujuan untuk melatih penggunaan dana tersebut sebagai stimulan
pengembangan pemberdayaan lebih lanjut. Dana yang ada digunakan untuk
pembiayaan beberapa pembangunan infrastruktur, lingkungan dan investasi
ekonomi untuk menciptakan produktivitas yang membantu masyarakat
meningkatan kesejahteraannya.
Pelaksanaan program PDPT dimulai dari tahap persiapan, di mana
masyarakat dilibatkan untuk memasukkan usulan pembangunan (proposal) yang
mencakup bina infrasruktur, bina lingkungan, bina usaha, dan siaga bencana,
hanya saja masyarakat (anggota kelompok) merasa kurang dilibatkan, karena
disuusn oleh ketua kelompok bersama tokoh masyarakat. Menurut para anggota
kelompok, sosialisasi dari pemerintah tentang program tersebut sangat kurang.
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah sebagai pelaksana program
hanya melibatkan ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok. Kegiatannya pun
dilakukan di hotel di ibu kota Kabupaten Tangerang dan di Tigaraksa, sehingga
anggota kelompok tidak dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi.
Penentukan jenis kegiatan yang dilaksanakan tiap kelompok, dilakukan
oleh tokoh masyarakat, ketua dan anggota kelompok, walaupun terdapat juga
beberapa anggota kelompok yang merasa tidak dilibatkan dalam penentuan jenis
kegiatan kelompok. Kegiatan yang dilakukan antara lain, penanaman mangrove,
pembangunan saluran air limbah, pengadaan sarana pengelolaan sampah,
pembangunan MCK dan sarana air bersih, rehab sarana ibadah, pembangunan
jalan paving block, pembangunan turap sungai, pengadaan perahu wisata, dan
pengadaan mesih pavin block. Permasalahan yang dihadapi saat ini yakni pada
bina usaha belum adanya kerjasama dengan lembaga pemasaran, ataupun
lembaga-lembaga terkait terutama untuk usaha kerajinan tangan, sehingga mereka
hanya menjualnya di sekitar pantai, sehingga penjualan tidak begitu banyak.
Sedangkan pada pengelolaan sampah dan mesin papin blok tidak mampu dikelola
dengan baik oleh kelompok, sehingga mesin yang dibeli dengan menggunakan
bantuan yang diberikan melalui program PDPT hanya disimpan dan tidak
dioperasikan.
Soetomo 2011, mengemukakan bahwa, masih banyak dijumpai kegagalan
dari peran eksternal yang berlabelkan pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kondisi kehidupannya, tetapi hanya bertahan selama program masih
berjalan. Pada saat program dihentikan, intensitasnya secara perlahan berkurang
dan akhirnya berhenti. Hal itu disebabkan program pemberdayaan tersebut tidak
berhasil mewujudkan proses institusionalisasi. Umumnya kelemahan program
pemberdayaan yang tidak berhasil menumbuhkan kemandirian dan keberlanjutan
aktivitas lokal masyarakat terletak pada pendekatan yang digunakan dalam
penyampaian input program. Program pemberdayaan seharusnya menggunakan
pendekatan yang mengutamakan proses belajar bukan hanya material.
56
Karakteristik Personal
Karakteristik personal merupakan faktor terakhir yang diamati untuk
melihat hubungannya dengan sikap masyarakat terhadap program: (1) umur, (2)
tingkat pendidikan formal, (3) pendidikan nonformal, (4) jumlah tanggungan, (5)
tingkat kekosmopolitan, (6) tingkat pengetahuan.
Tabel 25 Hubungan karakteristik personal dengan sikap masyarakat terhadap
program PDPT di dua desa penelitian, 2013.
Peubah Penerimaan Respon Menghargai
Pembentukan
Nilai
1. Umur -0.086 -0.108 -0.057 -0.166
2. Pendidikan Formal 0.103 -0.015 -0.104 0.026
3. Pendidikan
Nonformal
0.178 0.166 0.085 0.224
4. Jumlah
Tanggungan
Keluarga
-0.052 -0.021 0.046 -0.065
5. Tingkat
Kekosmopolitan
0.596** 0.495** 0.372** 0.474**
6. Pengetahuan
tentang Program
0.668** 0.457** 0.332* 0.437**
Hasil analisis rank spearman menunjukkan bahwa umur, memiliki
hubungan negatif dengan sikap. Hal ini berarti bahwa semakin tua umur
responden maka sikap terhadap obyek di sekitarnya akan semakin rendah. Sama
halnya dengan umur, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan juga memiliki
hubungan yang negatif dengan sikap masyarakat terhadap program PDPT. Jumlah
tanggungan masyarakat yang berada pada kategori sedang yakni 2-3 jiwa
menyebabkan masyarakat kurang peduli dengan program. Hal tersebut karena
jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan
keluarga Jika tanggungan keluarga banyak maka pemenuhan kebutuhanpun akan
lebih banyak banyak, begitu pun sebaliknya di mana jika tangungan keluarga
sedikit maka pemenuhan kebutuhan juga sedikit. Hal tersebut menjadikan
masyarakat memiliki keinginan untuk berpartisipasi yang berbeda .
Masyarakat yang memiliki tanggungan keluarga banyak akan memilih untuk
mencari nafkah dibandingkan ikut dalam kegiatan program. Sejalan dengan hal
tersebut Erawati (2013) menemukan bahwa semakin besar beban jumlah keluarga
menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkuarang karena
sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarga. Sedangkan nilai korelasi negatif antara pendidikan formal
disebabkan mayoritas pendidikan responden berada pada kategori rendah, dan
sifat yang ditunjukkan oleh responden cenderung dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan yang dimiliki. Tingkat pengetahuan terhadap program, dipengaruhi
oleh banyaknya informasi yang diperoleh baik dari pengelola program maupun
dari tokoh masyarakat.
Pendidikan nonformal masyarakat memiliki korelasi yang sangat rendah
terhadap sikap masyarakat terhadap program yakni: penerimaan (0.308), respon