hasil dan pembahasan gambaran umum lokasi penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis...

49
57 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Taman Nasional Bulit Barisan Selatan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu taman nasional yang memiliki keanekaragaman ekosistem serta flora dan fauna yang tinggi. Taman nasional ini melindungi berbagai tipe ekosistem, mulai ekosistem pegunungan sampai ekosistem laut. Setiap tipe ekosistem merupakan habitat berbagai flora dan fauna yang beberapa diantaranya merupakan flora dan fauna khas dan atau langka. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada awalnya ditetapkan tahun 1935 sebagai Kawasan Suaka Marga Satwa, melalui Besluit Van der Gouvernour-General Van Nederlandsch Indie No 48 stbl. 1935, dengan nama SS I (Sumatra Selatan I). Selanjutnya, pada 1 April 1979 kawasan Bukit Barisan Selatan memperoleh status sebagai Kawasan Pelestarian Alam. Pada tanggal 14 Oktober 1982 status kawasan ini dikukuhkan sebagai Taman Nasional melalui Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982. Kemudian pada tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997, dengan nama Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS 2010). Kawasan TNBBS terletak di ujung Selatan dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera. TNBBS memiliki topografi yang cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit, curam dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 - 1.964 m dpl. Bagian lereng di sebelah Timur dan Utara cukup curam dan semakin landai pada bagian Selatan dan Barat ke arah Samudera Hindia. Secara geografis Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS) terletak pada 4°29’ – 5 o 57’ LS dan 103 o 24’ – 104 o 44’ BT, meliputi areal seluas ±356.800 hektar (BTNBBS 2010). Kawasan ini membentang dari ujung Selatan Bagian Barat Provinsi Lampung hingga wilayah Provinsi Bengkulu bagian Selatan. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TNBBS termasuk ke dalam provinsi Lampung yaitu di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Tangamus, serta Provinsi Bengkulu yaitu di Kabupaten Kaur. Berikut adalah tabel luasan kawasan TNBBS di dua provinsi tersebut: Tabel 9 Distribusi luas kawasan TNBBS Provinsi Kabupaten Luas (ha) Persentase Terhadap Luas Total Kawasan (persen) Lampung 1. Tanggamus 10.500 3,02 2. Lampung Barat 272.645 78,38 Bengkulu 3. Bengkulu Selatan 64.711 18,60 Sumber: BTNBBS (2011)

Upload: trinhdieu

Post on 05-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

57

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Bulit Barisan Selatan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu

taman nasional yang memiliki keanekaragaman ekosistem serta flora dan fauna

yang tinggi. Taman nasional ini melindungi berbagai tipe ekosistem, mulai

ekosistem pegunungan sampai ekosistem laut. Setiap tipe ekosistem merupakan

habitat berbagai flora dan fauna yang beberapa diantaranya merupakan flora dan

fauna khas dan atau langka.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) pada awalnya ditetapkan

tahun 1935 sebagai Kawasan Suaka Marga Satwa, melalui Besluit Van der

Gouvernour-General Van Nederlandsch Indie No 48 stbl. 1935, dengan nama SS

I (Sumatra Selatan I). Selanjutnya, pada 1 April 1979 kawasan Bukit Barisan

Selatan memperoleh status sebagai Kawasan Pelestarian Alam. Pada tanggal

14 Oktober 1982 status kawasan ini dikukuhkan sebagai Taman Nasional melalui

Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982. Kemudian pada

tahun 1997 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997

tanggal 31 Maret 1997, dengan nama Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

(BTNBBS 2010).

Kawasan TNBBS terletak di ujung Selatan dari rangkaian pegunungan

Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera. TNBBS memiliki

topografi yang cukup bervariasi yaitu mulai datar, landai, bergelombang, berbukit,

curam dan bergunung dengan ketinggian berkisar antara 0 - 1.964 m dpl. Bagian

lereng di sebelah Timur dan Utara cukup curam dan semakin landai pada bagian

Selatan dan Barat ke arah Samudera Hindia.

Secara geografis Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBBS)

terletak pada 4°29’ – 5o57’ LS dan 103

o24’ – 104

o44’ BT, meliputi areal seluas

±356.800 hektar (BTNBBS 2010). Kawasan ini membentang dari ujung Selatan

Bagian Barat Provinsi Lampung hingga wilayah Provinsi Bengkulu bagian

Selatan. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TNBBS termasuk ke

dalam provinsi Lampung yaitu di Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten

Tangamus, serta Provinsi Bengkulu yaitu di Kabupaten Kaur. Berikut adalah tabel

luasan kawasan TNBBS di dua provinsi tersebut:

Tabel 9 Distribusi luas kawasan TNBBS

Provinsi Kabupaten Luas

(ha)

Persentase

Terhadap Luas

Total Kawasan

(persen)

Lampung 1. Tanggamus 10.500 3,02

2. Lampung Barat 272.645 78,38

Bengkulu 3. Bengkulu Selatan 64.711 18,60

Sumber: BTNBBS (2011)

Page 2: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

58

Kawasan TNBBS dikelompokkan menjadi dua zona iklim. Bagian Barat

Taman Nasional mempunyai curah hujan antara 3000-3500 per tahun dan bagian

Timur Taman Nasional antara 2500-3000 mm per tahun dengan suhu berkisar

20o-28

oC. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, bagian Barat Kawasan

TNBBS termasuk tipe iklim A (basah) dengan lebih dari 9 (sembilan) bulan basah

per tahun dan di bagian timur termasuk tipe iklim B yang lebih kering dari tipe A

dan mempunyai 7 (tujuh) bulan basah per tahun. Curah hujan rata-rata per tahun

2.500-3.000 mm per tahun di bagian Barat dan 3.000-4.000 mm per tahun di

bagian Timur, dengan suhu berkisar 20o-28

oC (BTNBBS 2010).

Kawasan TNBBS memiliki banyak fungsi, antara lain, sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Kawasan TNBBS memiliki nilai manfaat ekonomi, sosial, budaya, dan estetika,

baik dirasakan secara langsung maupun tidak. Secara hidrologi, merupakan

bagian hulu dari sungai-sungai yang mengalir ke daerah permukiman dan

pertanian di daerah hilir sehingga berperan sangat penting sebagai daerah

tangkapan air (catchment area) dan melindungi sistem tata air.

Kawasan TNBBS merupakan daerah tangkapan air dan pelindung sistem

tata air di dua provinsi (Lampung dan Bengkulu). Kawasan TNBBS merupakan

bagian hulu sungai-sungai yang mengalir ke daerah pemukiman dan pertanian di

daerah hilir sehingga berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air

(catchment area) dan melindungi sistem tata air (hidro-orologis).

Sebagian besar dari sungai-sungai yang ada mengalir ke arah Barat Daya

dan bermuara di Samudera Indonesia sementara sebagian lagi bermuara ke Teluk

Semangka. Sungai-sungai yang mengalir di bagian Utara taman nasional terdiri

dari Air Nasal Kiri, Air Sambat, Air Nasal Kanan, Way Menula, Way Simpang

dan Way Laai. Sungai-sungai yang mengalir di bagian Tengah taman nasional

terdiri dari Way Tenumbang, Way Biha, Way Marang, Way Ngambur Bunuk,

Way Tembuli, Way Ngaras, Way Pintau, Way Pemerihan, Way Semong, dan

Way Semangka. Sementara di bagian Selatan taman nasional mengalir Way

Canguk, Way Sanga, Way Menanga Kiri, Way Menanga Kanan, Way Paya, Way

Kejadian, Way Sulaeman dan Way Blambangan.

Di bagian ujung Selatan taman nasional terdapat danau yang dipisahkan

hanya oleh pasir pantai selebar puluhan meter yaitu Danau Menjukut (150 ha). Di

bagian Tengah yaitu di daerah Suoh terdapat 4 (empat) buah danau yang letaknya

berdekatan yaitu Danau Asam (160 ha), Danau Lebar (60 ha), Danau Minyak (10

ha), dan Danau Belibis (3 ha). Sementara bagian Tenggara, selatan dan Barat

taman nasional dikelilingi oleh lautan yaitu perairan Teluk Semangka, Tanjung

Cina dan Samudera Indonesia.

TNBBS tersusun atas berbagai tipe ekosistem yang lengkap mulai

ekosistem rawa, estuari, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, hutan hujan

bukit, hutan hujan pegunungan bawah dan hutan hujan pegunungan tinggi. Hutan

hujan dataran rendah (0 - 500 m dpl) seluas ±44,04 persen (160.560 ha) dari

luasan total kawasan, hutan hujan bukit (500 - 1000 mdpl) ±34.34 persen (121.312

ha). Sementara itu hutan hujan pegunungan dengan ketinggian di atas 1000 mdpl

yang terdiri dari hutan hujan pegunungan bawah ±20.20 persen (60.656 ha),

dimana ±3 persen (10.704 ha) merupakan hutan hujan pegunungan tinggi. Hutan

hujan rawa dan atau perairan seluas 1,42 persen luas total kawasan (BTNBBS

Page 3: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

59

2011). Dari keseluruhan tipe ekosistem tersebut, hutan hujan tropis dataran rendah

merupakan tipe ekosistem terbesar, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi

dan semakin terancam kelestariannya akibat berbagai aktivitas manusia. Selain itu

dari Tanjung Cina sampai Way Pemerihan merupakan satu-satunya ekosistem

hutan pantai yang kering yang terdapat di kawasan konservasi di Sumatera.

Hutan hujan dataran rendah didominasi oleh Shorea sp., Dipterocarpus

sp., dan Hopea sp. dengan jenis tumbuhan bawah diantaranya Urophyllum sp.,

Phrynium sp., Korthalsi sp., Calamus sp., Famili pohon yang dominan pada hutan

hujan bukit adalah dipterocarpaceae, lauraceae, myrtaceae, dan annonaceae

dengan tumbuhan bawah diantaranya Neolitsea cassianeforia, Psychotria

rhinocerotis, Areaca sp., dan Globba pendella. Sedangkan vegetasi yang umum

dijumpai di lahan basah dan pesisir adalah Terminalia cattapa, Hibiscus sp.,

Baringtonia asiatica, Callophyllum inophyllum, Casuarina sp., Pandanus sp.,

Ficus septica.Spesies pohon dari famili lauraceae, myrtaceae, dipterocarpaceae

dan fagaceae khususnya Magnolia sp., Quercus sp., Garcinia sp., hidup di hutan

hujan pegunungan bawah sementara Eugenia sp., dan Castanopsis sp dominan di

hutan hujan pegunungan tinggi (BTNBBS 2010).

Secara umum telah teridentifikasi paling sedikit 514 jenis pohon dan

tumbuhan bawah, 128 jenis anggrek, 26 jenis rotan, dan 25 jenis bambu, 137 jenis

tanaman obat, dan 2 jenis tumbuhan langka yang hidup di kawasan TNBBS

(BTNBBS 2011). Jenis pohon dan tumbuhan bawah didominasi oleh dari famili

lauraceae, myrtaceae, dipterocarpaceae dan fagaceae, annonaceae, rosaceae,

zingibberaceae. Jenis-jenis rumput laut (sea weed) ditemukan di Pesisir Selatan

Sumatera diantaranya Sargassym gracillum, Acnthopora specifesa, Hypnea

musciformis, Sargassum echinocarpum dan Turbinaria ornate sementara jenis

Thallasis sp hidup di sepanjang Teluk Belimbing.

Kawasan TNBBS juga merupakan habitat penting bagi berbagai jenis

tumbuhan yang memiliki nilai pemanfaatan tradisional seperti jenis-jenis

penghasil getah diantaranya Damar Mata Kucing (Shorea javanicia), Damar Batu

(Shorea ovalis) dan Jelutung (Dyera sp). Selain itu kawasan TNBBS juga

merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang

menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga Rafflesia (Rafflesia sp) dan 2 jenis

bunga bangkai yaitu bunga bangkai jangkung (Amorphophallus decus-silvae),

bunga bangkai raksasa (Amorphophallus titanum) dan anggrek raksasa

(Grammatophylum speciosum).

Kawasan TNBBS memiliki nilai penting bagi upaya konservasi beberapa

satwa langka dan terancam punah. Secara umum telah teridentifikasi 122 jenis

mamalia termasuk 7 jenis primata, 450 jenis burung termasuk 9 jenis burung

rangkong, 123 jenis herpetofauna (reptil dan amphibi), 53 jenis ikan dan 221 jenis

serangga. Terdapat 15 jenis satwa yang termasuk dalam appendix 1 menurut

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna

and Flora), yang berarti jenis satwa tersebut dilarang dari segala bentuk

perdagangan internasional (BTNBBS 2011). Tercatat 6 jenis binatang mamalia

terancam punah menurut Red Data Book IUCN (International Union for

Conservation of Nature), yaitu Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus),

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Tapir (Tapirus indicus), Harimau

Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Beruang Madu (Helarctos malayanus),

Page 4: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

60

dan Ajag (Cuon alpinus). Hal inilah yang menjadikan TNBBS ditetapkan sebagai

kawasan prioritas utama konservasi satwa langka tersebut.

Di kawasan TNBBS diperkirakan sedikitnya terdapat 100 – 130 ekor gajah

terdiri dari beberapa kelompok tersebar masing-masing di sekitar Sekincau,

Lemong, Bengkunat, Sumberejo, Pemerihan, Way Haru, Belimbing, Tampang,

Way Nipah, dan Sukaraja. Sedangkan Badak Sumatera (Dicerorhinus

sumatrensis) pada mulanya tersebar di seluruh Pulau Sumatera, namun karena

fragmentasi hutan maka habitatnya terpisah dalam kantong-kantong diantaranya

adalah kawasan TNBBS. Di kawasan TNBBS diperkirakan populasi badak 30 –

40 ekor. Penyebarannya terdapat di bagian Tengah Selatan kawasan TNBBS yaitu

mulai dari Marang sampai Belimbing.

Jenis fauna lain di TNBBS adalah Harimau Sumatera (Panthera tigris

sumatrensis) yang merupakan salah satu jenis mamalia langka yang memiliki

daya jelajah paling luas dibandingkan mamalia lainnya. Populasi satwa di

kawasan TNBBS diperkirakan 45-60 ekor. Kerbau Liar (Bubalus bubalus)

terdapat di bagian selatan kawasan TNBBS di Belimbing (Blambangan dan Way

Sleman), Kalong (Pteuropus vampyrus) banyak ditemukan di sepanjang Muara

Way Sleman. Sedangkan jenis kelelawar kecil menempati bagian-bagian Gua

Way Paya dan Way Nenok. Beberapa jenis penyu yang juga langka antara lain

Penyu Sisik, Penyu Hijau dan Penyu Blimbing dapat dijumpai antara Danau

Menjukut, Blambangan, Penerusan. Satwa penting lainnya adalah Kambing

Hutan, Rusa, dan Kelinci Sumatera (BTNBBS 2010).

Di kawasan TNBBS terdapat 7 (tujuh) jenis primata yaitu Siamang

(Symphalangus syndactylus), Owa (Hylobates agilis), Lutung (Presbytis cristata

dan Presbytis melalophos), Beruk (Macaca nemestrina), Kera (Macaca

fascicularis), dan Binatang Hantu (Tarsius bancanus). Jenis burung yang terdapat

di TNBBS antaralain Kuau Kerdil Sumatera (Polyplectron chalcurum), Pita

Raksasa (Pitta caeurella) dan Tokhtor Sumatera (Carposossyx viridis). Jenis

burung Tokhtor Sumatera dilaporkan tidak pernah lagi ditemukan sejak tahun

1916 namun ditemukan di TNBBS (BTNBBS 2010).

Dalam pengelolaan taman nasional, sebagaimana definisi dan fungsinya,

TNBBS dikelola berdasarkan zonasi yang terdiri dari zona inti (159.464 ha),

zona rimba (104.887 ha), zona pemanfaatan (8.039 ha), dan zona penyangga

yang dikembangkan berdasarkan potensi dan kepentingan konservasi

sumberdaya hutan dan ekosistemnya terdiri dari zona rehabilitasi (75.732 ha),

pemanfaatan tradisional (7.242 ha), zona religi (4 ha) dan pemanfaatan khusus

(142 ha) (BTNBBS 2011). Peta pembagian zona/mintakat di TNBBS dan

penataan zonasi di desa lokasi pemberdayaan masyarakat MDK di Pekon

Sukaraja dan Kubu Perahu sebagaimana dalam Lampiran 5 - 6.

Masyarakat di sekitar kawasan TNBBS

Masyarakat di sekitar kawasan merupakan potensi penting sebagai pelaku

utama dalam menjaga kelestarian TNBBS. Keterlibatan masyarakat tersebut

sangat mungkin untuk dikembangkan mengingat merekalah yang akan merasakan

dampak positif dengan terjaganya kelestarian kawasan TNBBS yang berada di

sekitar mereka.

Page 5: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

61

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan kawasan konservasi

yang dikelilingi oleh 210 desa yang tersebar pada tiga Provinsi, yaitu Lampung,

Bengkulu dan Sumatera Selatan (tabel 9). Diantara desa-desa tersebut, sekitar 53

desa merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS

termasuk Sukaraja dan Kubu Perahu. Bagi wilayah sekitar ini, kawasan TNBBS

memiliki nilai penting dan strategis tidak hanya secara ekonomi, ekologi, tetapi

juga sosial budaya (BTNBBS 2010).

Tabel 10 Desa di Sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Provinsi Kabupaten Jumlah Desa Jumlah Penduduk (jiwa)

Lampung a. Lampung Barat

b. Tanggamus

150

38

418.560

534.595

Bengkulu Kaur 19 107.267

Sumatera Selatan Ogan Komering Ulu 13 318.428

Jumlah Total 1.379.210

Sumber: BTNBBS (2011)

Banyaknya desa di sekitar kawasan TNBBS berimplikasi pada banyaknya

batas buatan antara kawasan dengan desa-desa di sekitarnya tersebut. Total

panjang batas kawasan baik alam maupun buatan adalah +893,39 km. dari total

batas tersebut, +797,95 km atau hampir 90 persen adalah batas buatan.

Jumlah penduduk yang bermukim di sekitar kawasan TNBBS adalah

+1.379.210 jiwa (BTNBBS, 2011). Berdasarkan hasil kajian BPS Tahun 2007

sebagaimana diacu dalam BTNBBS (2010) jumlah penduduk miskin yang berada

di kecamatan–kecamatan tersebut berjumlah 13.978 KK (69,18 persen). Sebagian

besar masyarakat ini bermata pencaharian sebagai petani (BTNBBS 2010).

Disamping masyarakat asli, masyarakat yang berada di sekitar TNBBS

merupakan sekumpulan suku-suku (Sunda, Jawa, dan Semendo) yang mendiami

beberapa wilayah di dalam dan sekitar kawasan. Pada umumnya suku Jawa dan

Sunda merupakan masyarakat transmigran yang kemudian karena keterbatasan

lahan garapan dan kesempatan berusaha, sebagian besar dari mereka mencari

tempat baru dengan membuka hutan. Masyarakat di sekitar TNBBS tinggal di

desa-desa sekitar kawasan baik di daerah penyangga maupun enclave.

Dalam upaya pelibatan masyarakat, salah satu kegiatan yang dilaksanakan

adalah pemberdayaan masyarakat Model Desa Konservasi (MDK) yang berlokasi

di Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu.

Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu sebagai lokasi pemberdayaan

Masyarakat Model Desa Konservasi (MDK)

Letak wilayah

Pekon Sukaraja secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan

Semaka Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Secara administratif

Page 6: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

62

pengelolaan TNBBS, wilayah ini termasuk dalam Seksi Pengelolaan Taman Nasional

(SPTN) Wilayah I Sukaraja.

Secara administratif pekon Kubu Perahu termasuk dalam Kecamatan Balik

Bukit, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Dalam pengelolaan taman

nasional, Kubu Perahu termasuk dalam Satuan Pengelolaan Taman Nasional

(SPTN) II Wilayah Kubu Perahu.

Sebagian besar wilayah kedua pekon baik Sukaraja maupun Kubu perahu,

berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS. Pekon Sukaraja dengan luas

wilayah ± 723 ha ini terdiri dari 10 dusun yaitu dusun Sukaraja Pasar, Poncol,

Way Tebing, Mojoroto, Klaten, Sukaraja, Wonorejo, Wonosari, Sumberejo

dan Gunung Pete. Sebagian besar wilayah Pekon Sukaraja berbatasan langsung

dengan kawasan TNBBS, sebelah Utara berbatasan dengan Pekon Sedayu; sebelah

Selatan berbatasan dengan Pekon Kacapura; sebelah Timur berbatasan dengan Pekon

Bangunsari; dan sebelah Barat berbatasan dengan kawasan hutan TNBBS.

Pekon Kubu Perahu terdiri dari 4 (empat) dusun yakni Dusun Taman

Indah, Kampung Baru dan Taman Jaya yang letaknya berdekatan dengan ibukota

Kabupaten Lampung Barat di Liwa dan Dusun Kubu Perahu yang letaknya paling

jauh dibandingkan dusun yang lain yaitu sekitar 7 km dari ibukota Kabupaten.

Pekon Kubu Perahu terutama di sebelah barat berbatasan langsung dengan kawasan

hutan TNBBS dengan topografi berbukit dan tingkat kelerengan relatif tinggi. Kubu

Perahu merupakan wilayah enclave kawasan Taman Nasonal Bukit Barisan

Selatan. Secara geografis, Kubu Perahu terletak di dalam kawasan taman nasional,

pekon ini telah ada sebelum kawasan ditetapkan sebagai taman nasional. Sebagai

wilayah enclave, Kubu Perahu dikelilingi oleh kawasan taman Nasional, sehingga

hampir semua batas wilayahnya merupakan kawasan taman nasional. Ilustrasi

batas antara Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu yang berbatasan langsung

dengan kawasan TNBBS sebagaimana dalam Lampiran 7.

Jumlah penduduk

Penduduk Pekon Sukaraja relatif homogen dalam strata sosial, budaya

termasuk latar belakang pendidikan. Mayoritas penduduk beragama Islam (99,2

persen), hanya 4 KK atau 0,8 persen yang memeluk agama Katolik. Jumlah

penduduk ±3431 jiwa (715 KK). Dari jumlah penduduk tersebut, penduduk laki

laki berjumlah 1572 orang atau 46 persen, lebih sedikit dari jumlah penduduk

perempuan yakni 1859 orang atau 54 persen.

Penduduk Pekon Kubu Perahu terdiri dari 1.941 jiwa yang terdiri dari 515

KK dengan kepadatan 44,6 jiwa per km2. Dari jumlah penduduk tersebut,

penduduk laki-laki berjumlah 954 orang (54,2 persen). Jumlah ini sedikit lebih

banyak dari jumlah penduduk perempuan yakni dan 805 orang (45,8 persen),

namun secara umum dapat dikatakan dalam kondisi seimbang (BTNBBS 2010).

Berdasarkan komposisi umur, penduduk Kubu Perahu termasuk dalam

piramida penduduk yang ideal, dimana usia produktif ( 16 – 60 tahun) merupakan

piramida terbesar sebanyak 62,26 persen diikuti usia anak-anak (0 – 15 tahun)

sebesar 34,25 persen dan piramida puncak dengan prosentase terkecil adalah usia

tua (> 60 tahun) sebesar 3,49 persen.

Page 7: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

63

Etnis Pemukim

Etnis pemukim Pekon Sukaraja selain penduduk asli (Lampung) yang

sudah turun temurun mendiami wilayah tersebut, banyak pendatang dari berbagai

wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Palembang. Sebagian

besar masyarakat berasal dari etnis Jawa yang melakukan perpindahan ke wilayah

Sumatera. Etnis Jawa mendominasi kehidupan sosial budaya masyarakat sebesar

91 persen sedangkan etnis lainnya adalah Lampung dan Palembang sebesar 9

persen. Suku Jawa mendominasi hampir di seluruh dusun sedangkan suku

Lampung dan Palembang berjumlah sangat sedikit dibandingkan dengan suku

Jawa sehingga umumnya mereka mengikuti budaya masyarakat mayoritas terutama

bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa Jawa. Komposisi penduduk Pekon

Sukaraja berdasarkan etnis pemukim disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 4 Komposisi penduduk Pekon Sukaraja berdasarkan etnis pemukim

Demikian pula masyarakat Pekon Kubu Perahu, selain penduduk asli yang

sudah turun temurun mendiami wilayah tersebut, cukup banyak pendatang dari

berbagai wilayah. Pendatang umumnya berasal dari Jawa Barat (etnis Sunda)

sebesar 60 persen, sebagian berasal dari Jawa Tengah (10 persen). Sedangkan

etnis asli Lampung sebanyak 20 persen dan sisanya sebesar 10 persen merupakan

etnis pendatang dari Padang dan Batak. Komposisi penduduk Pekon Kubu Perahu

berdasarkan etnis pemukim disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 5 Komposisi penduduk Pekon Kubu Perahu berdasarkan etnis pemukim

Page 8: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

64

Berbeda dengan dusun-dusun lain, lokasi penelitian di Dusun Kubu Perahu

mayoritas penduduk adalah etnis asli Lampung, sedangkan di dusun lainnya

didominasi oleh pendatang.

Potensi Pekon

Pekon Sukaraja merupakan daerah penyangga yang berbatasan langsung

dengan kawasan TNBBS. Kondisi demikian menjadikan Pekon Sukaraja

merupakan daerah strategis sebagai penyangga kelestarian kawasan. Kawasan

Sukaraja Atas merupakan bagian hulu sungai Pemerihan. Demikian pula dengan

Pekon kubu perahu, pekon ini sangat strategis sebagai model desa konservasi.

Potensi Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu sebagaimana dalam Tabel berikut:

Tabel 11 Potensi Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu sebagai lokasi

pemberdayaan MDK

Jenis Potensi Sukaraja Kubu Perahu

Lanskap Lanskap berbukit, daerah

pertanian dan permukiman.

Lanskap pegunungan rendah, daerah

pertanian, pemukiman

Tipe ekosistem Hutan Hujan Bukit yang relatif

masih asli, habitat penting bagi

jenis-jenis tumbuhan unik dan

langka

Hutan hujan pegunungan tengah yang

relatif masih asli. Merupakan habitat

penting bagi berbagai jenis anggrek alam

dan berbagai jenis burung.

Jenis vegetasi (flora) Terdapat jenis langka dan

dilindungi yaitu Bunga

Rafflesia (Rafllesia sp), Bunga

Bangkai (Amorphophallus sp)

Terdapat sedikitnya 59 jenis anggrek alam.

Dua di antaranya merupakan jenis yang

dilindungi, yaitu Anggrek Hitam

(Gramatophlum sp) dan Anggrek Bulan

Sumatera (Phalaenopsis sumatranus).

Jenis fauna Terdapat jenis fauna langka

dan dilindungi yaitu Harimau

dan Badak Sumatera

Terdapat sedikitnya 136 jenis burung,

seperti Rangkong (Buceros sp) dan Kuau

(Argusianus argus). Terdapat sedikitnya

49 jenis mamalia, diantaranya siamang

(Hylobates syndactyllus), owa (Hylobates

agilis) dan simpai (Presbytis melalophos)

dan mamalia besar, seperti beruang madu

(Helarctos malayanus), gajah sumatera

(Elephas maximus sumatranus).

Wisata Pemandangan perairan Teluk

Semangka, sungai dan hutan.

Wilayah ini sangat potensial

bagi wisata alam, berkemah,

foto hunting, pengamatan

flora dan fauna. Di Sukaraja

Atas, terdapat beberapa

obyek ekowisata yaitu air

terjun bumi perkemahan,

sarana out-bound, dan

pengembangan museum

ekowisata (arboretum flora

dan fauna)

Pemandangan indah strata tajuk hutan

hujan pegunungan yang masih asli, hawa

sejuk dan segar, juga penjelajahan hutan,

pengamatan flora dan fauna, foto hunting,

berkemah, memancing, dan rekreasi air

terjun yaitu Sepapa Kanan (20 m) dan

Sepapa Kiri (60 m). Di Kubu Perahu,

mengalir sebuah sungai utama, yaitu Way

Sindalapai dengan ratusan anak sungai.

Sungai-sungai mengalir relatif stabil

karena didukung banyaknya flora penutup

tanah dan belum terganggunya air tanah

dangkal sebagai sumber mata air.

Hasil hutan non kayu Bambu, madu Bambu, air, anggrek

Page 9: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

65

Sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS,

masyarakat Sukaraja memiliki hubungan erat dengan TNBBS, demikian pula

dengan Kubu Perahu. Hasil kuesioner dan observasi lapangan baik di

Sukaraja maupun di Kubu Perahu menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk

pertanian dan keperluan lainnya tergantung pada kondisi kawasan TNBBS di

daerah hulu. Bahkan di Sukaraja, sebagian masyarakat yang berada di wilayah

hulu (Wonorejo dan Wonosari) pada saat-saat tertentu sangat kesulitan air

sehingga mereka masuk kawasan TNBBS untuk mencari sumber-sumber air.

Potensi hasil hutan non kayu di Sukaraja adalah bambu. Namun untuk

kebutuhan kayu lokal belum terpenuhi sehingga upaya mengembangkan

tanaman kayu di lahan masyarakat sangat perlu dilakukan sebagai upaya

mengurangi gangguan terhadap kawasan. Selain itu, sebelum adanya kegiatan

pemberdayaan, masyarakat melakukan kegiatan berburu, mengambil damar dan rotan

dari kawasan untuk dijual pada penampung. Selain itu mereka juga melakukan

aktivitas perambahan sebagai upaya memperluas lahan garapan untuk ditanami

komoditas pertanian/perkebunan. Belum adanya fasilitas penerangan (listrik) juga

merupakan permasalahan utama masyarakat di Sukaraja.

Berdasarkan tata guna lahan, penggunaan lahan di Pekon Kubu Perahu

adalah untuk tanaman pangan dengan menggunakan pengairan yang berasal dari

dalam kawasan. Lahan pertanian tersebut ada hanya dapat dijumpai di dusun

Kubu Perahu yang merupakan enclave. Selain digunakan untuk pertanian, lahan

tersebut digunakan pula untuk kegiatan perikanan. Meskipun terdapat

keterbatasan lahan di Pekon Kubu Perahu khususnya di dusun Kubu Perahu,

namun terdapat potensi belum dioptimalkan pemanfataannya yaitu ketersediaan

air sebagai unsur penting dalam kegiatan pertanian, perkebunan, dan perikanan

sangat melimpah dari kawasan TNBBS. Potensi lain yang dimiliki oleh Pekon

Kubu Perahu adalah potensi sumberdaya alam berupa kekayaan tanaman hias

seperti beragam jenis anggrek. Masyarakat Pekon Kubu dapat mengembangkan

budidaya tanaman hias dalam hal ini anggrek yang merupakan tanaman hias yang

mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Pendidikan dan mata pencaharian

Pada umumnya, tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah. Hal ini

ditunjukkan dengan tingkat pendidikan masyarakat Pekon Sukaraja yang

didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar bahkan banyak juga yang tidak tamat

sekolah/tidak mengenal sekolah sama sekali. Namun meski tingkat pendidikan

relatif rendah, masyarakat Pekon Sukaraja tetap mengupayakan anak-anak

mereka mendapat pendidikan yang lebih tinggi.

Pada umumnya, mata pencaharian utama warga Sukaraja (lebih dari 90

persen) adalah petani/berkebun, sebagian kecil wiraswasta termasuk jasa

(bengkel, penggilingan padi, buruh bangunan), pedagang dan pegawai. Usaha

lain yang dilakukan oleh penduduk Pekon Sukaraja sebagai altematif mata

pencaharian adalah menjadi buruh/tenaga harian dan beternak. Pada musim

paceklik, masyarakat yang rata-rata menggantungkan hidup dari sektor

pertanian, memilih untuk menjadi buruh sebagai mata pencaharian baik

buruh di tempat orang yang lebih mampu/mempunyai lahan banyak, buruh

bangunan maupun buruh memetik buah-buahan (kelapa, pisang, dan

Page 10: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

66

sebagainya) serta sebagian menjual hewan ternak yang mereka miliki. Dengan

demikian pendapatan utama yang diperoleh adalah dan hasil

pertanian/perkebunan dengan komoditas tanaman padi, kopi dan kakao.

Mata pencaharian utama warga Kubu sebagian besar adalah petani

penggarap dan pemecah batu. Hal ini dilatarbelakangi karena keterbatasan lahan

yang ada dipekon tersebut bagi kegiatan pertanian/perkebunan. Mata pencaharian

penduduk pada Pekon Kubu Perahu adalah buruh tani, petani, budidaya ikan,

buruh batu, dan hanya sebagian kecil yang berdagang (rumah makan dan warung).

Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa kepemilikan lahan yang

luas akan berdampak pada meningkatnya produksi/hasil. Hal ini berimplikasi

pada terjadinya perambahan kawasan sebagai upaya untuk memperluas lahan

garapan. Masyarakat menggunakan lahan perambahan untuk bercocok tanam

padi, sayuran maupun berkebun kopi dan atau coklat. Untuk kebutuhan kayu

lokal, masyarakat juga masih mengambil dari kawasan.

Ketika menghadapi tuntutan kebutuhan misalnya pendaftaran sekolah,

hari raya, keperluan lainnya, masyarakat cenderung mengambil jalan pintas,

biasanya mengambil burung maupun kayu dari kawasan untuk dijual. Kegiatan

perambahan dan ilegal lainnya yang dilakukan masyarakat tentunya akan

mengancam keberadaan TNBBS sebagai kawasan konservasi. Kegiatan MDK

diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

menjaga kawasan dan mengubah pandangan dan perilaku masyarakat yang

memperluas lahan dengan cara merambah agar lebih mengembangkan potensi

lokal untuk menambah penghasilan.

Sarana Prasarana

Sarana prasarana umum yang ada di pekon Sukaraja yaitu 1 unit Balai

Pekon dalam kondisi rusak berat, 1 unit pasar, 1 unit lapangan, 4 lokasi Tempat

Pemakaman Umum (TPU). Sarana lainnya yaitu 5 tugu batas pekon, 1 tugu PKK,

sarana kesehatan (1 unit puskesmas induk dan 1 unit puskesmas pembantu),

sarana pendidikan (1 unit Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan 3 unit Sekolah

Dasar), tempat ibadah berupa 5 unit masjid dan 5 unit musholla, sarana

keamanan (15 unit gardu siskamling), sarana kebersihan berupa 1 unit mesin

penyedot air, 20 unit gorong-gorong dan 1 unit instalasi air bersih serta sarana

transportasi yang meliputi jalan aspal sepanjang 7 km, jalan onderlag sepanjang 1,5

km, jalan tanah sepanjang 6 km serta jembatan beton sebanyak 4 buah.

Sedangkan di Pekon Kubu Perahu, sarana prasarana meliputi jalan lintas

barat Sumatera dalam kondisi relatif baik, masjid, musholla, bangunan SD, Balai

pekon, jaringan listrik, posyandu, sarana air bersih serta puskesmas keliling.

Dibandingkan dengan Pekon Sukaraja, meskipun fasilitas di Kubu Perahu juga

terbatas, namun karena kedekatan dengan pusat kota kabupaten (lampung Barat),

maka akses terhadap fasilitas sarana prasarana relatif lebih mudah.

Aksesibilitas

Jalan darat sebagai sarana aksesibilitas di beberapa dusun di Pekon

Sukaraja kondisinya sangat memprihatinkan terutama di Dusun Wonosari,

Wonorejo dan Sumberejo. Selain cukup jauh dari pusat pekon, dusun-dusun

Page 11: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

67

tersebut berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS dengan topografi berbukit

dan tingkat kelerengan yang lebih tinggi. Karena topografinya yang cukup terjal dan

berada di dataran tinggi, masyarakat setempat sering menyebut dusun tersebut

sebagai daerah Sukaraja Atas. Untuk mencapai lokasi Pekon Sukaraja Kecamatan

Semaka Kabupaten Tanggamus, dapat dilakukan dengan jalur sebagai berikut:

- Dari ibukota provinsi Lampung, menuju ibukota kabupaten Tanggamus

(Kotaagung) dapat ditempuh dengan menggunakan bus/angkutan umum

selama kurang lebih 2,5 jam dengan kondisi jalan aspal.

- Dari Kotaagung menuju pusat Pekon Sukaraja menggunakan angkutan umum

dapat ditempuh sekitar 1 jam.

Berbeda dengan Pekon Sukaraja, Kubu Perahu relatif dekat dengan Ibu

Kota Kabupaten Lampung Barat (Liwa). Karena letak yang cukup strategis berada

dekat dengan ibukota Kabupaten, sarana dan prasarana perekonomian seperti

pasar, transportasi, sarana telekomunikasi, bank dan sebagainya dapat diakses

dengan mudah. Untuk mencapai lokasi Pekon Kubu Perahu, Kecamatan Balik

Bukit, Kabupaten Lampung Barat dapat dilakukan dengan rute sebagai berikut :

- Dari ibukota provinsi lampung, Bandar Lampung - Kotaagung - Sukaraja -

Bengkunat - Krui - Kubu Perahu dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda

empat/angkutan umum selama kurang lebih 7 (tujuh) jam dengan kondisi jalan

aspal yang membelah kawasan TNBBS.

- Dari ibukota provinsi Lampung, Bandar Lampung, - Bandar Jaya - Kotabumi -

Bukit Kemuning- Sumber Jaya - Liwa - Kubu Perahu ditempuh menggunakan

kendaraan roda empat/angkutan umum selama kurang lebih 8 jam dengan

kondisi ialan aspal (sebagian besar telah rusak karena merupakan jalan lintas).

Pemberdayaan Masyarakat Model Desa Konservasi (MDK)

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sebagai kawasan hutan konservasi

tidak terlepas dari berbagai kepentingan terutama yang berkaitan dengan

masyarakat sekitar kawasan. Kepentingan konservasi kawasan di satu sisi sering

berbenturan dengan kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat di sisi lain.

Upaya untuk meminimalisir konflik kepentingan ini salah satunya dilakukan

melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat. Namun demikian, permasalahan

pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan konservasi merupakan permasalahan

yang cukup kompleks dan rumit karena menyangkut aspek sosial, ekonomi

sekaligus ekologi serta menyangkut banyak pemangku kepentingan.

Model Desa Konservasi (MDK) merupakan desa yang dijadikan

model/contoh bagi desa lain di sekitar kawasan konservasi dalam upaya

pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, dengan memperhatikan

aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) bertujuan agar pengelolaan

kawasan taman nasional dapat dilakukan dengan baik, sehingga dapat berfungsi

secara optimal dan lestari, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di sekitarnya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya menuntut adanya kegiatan

nyata yang manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Apabila

masyarakat telah memperoleh manfaat langsung dari keberadaan suatu kawasan

Page 12: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

68

konservasi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan, maka dengan

sendirinya akan memunculkan dukungan dari masyarakat setempat dalam

berbagai upaya konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Model Desa Konservasi merupakan salah satu kegiatan pemberdayaan di

TNBBS dengan fokus utama pada peningkatan ekonomi masyarakat dan

kelestarian kawasan. Kegiatan MDK telah dilaksanakan di TNBBS sejak tahun

2006. Kegiatan MDK difokuskan di dua desa/pekon, yaitu Pekon Sukaraja

(daerah penyangga) dan Pekon Kubu Perahu (wilayah enclave). Pemilihan lokasi

pekon didasarkan oleh beberapa kriteria antara lain berbatasan langsung dengan

kawasan, terdapat interaksi masyarakat dengan kawasan, dan terdapat potensi

lokal yang dapat dikembangkan.

Sebagaimana kegiatan pemberdayaan lainnya, berdasarkan Master Plan

Pengembangan MDK di TNBBS, pengembangan MDK dalam prosesnya memerlukan

tahapan-tahapan yang dimulai dari prakondisi, persiapan, perencanaan, pelaksanaan

dan evaluasi. Tahap prakondisi merupakan tahap awal dalam identifikasi sasaran.

Tahap prapelaksanaan ini merupakan tahap penting untuk identifikasi kebutuhan-

kebutuhan masyarakat, identifikasi altematif pemecahan masalah, pemilihan

alternatif masalah menurut skala prioritas dengan melalui analisis secara bersama-

sama. Dalam kegiatan ini dilakukan pendampingan untuk mencapai beberapa

tujuan antara lain penyusunan kriteria dan standar kegiatan serta hasil/keluaran

yang akan dicapai bersama masyarakat desa model, dan mendorong terbentuknya

peraturan pekon/desa terkait dengan pelestarian kawasan TNBBS yang disepakati

seluruh warga desa model. Sampai saat ini di kedua pekon lokasi pemberdayaan

baik Sukaraja maupun Kubu Perahu belum terdapat adanya peraturan pekon

terkait dengan MDK.

Perencanaan kegiatan yang akan diimplementasikan di desa model

hendaknya dibahas secara rinci meliputi elemen penanggung jawab dan

tahapan teknis yang dilakukan. Selanjutnya tahap pelaksanaan kegiatan

merupakan kelanjutan tahap perencanaan yang merupakan kegiatan partisipatif

dan pengkajian sejumlah topik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dari hasil

pengkajian dan penilaian kemudian ditentukan skala prioritas.

Tahap pemantauan dan evaluasi dilaksanakan oleh fasilitator utama (TNBBS)

bekerja sama dengan mitra atau pihak yang telah disepakati sebelumnya sesuai

dengan jenis program yang akan dievaluasi. Pemantauan dan evaluasi harus

melibatkan peran aktif masyarakat, minimal tokoh-tokoh kunci (key person)

dalam penguasaan teknik-teknik pemantauan dan evaluasi yang efektif.

Pemberdayaan MDK dilaksanakan di Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu dengan

berbagai pertimbangan, diantaranya adalah letak kedua desa tersebut yang berbatasan

langsung dengan kawasan, interaksi masyarakat dengan kawasan dan adanya potensi

yang dapat dikembangkan.

Kegiatan pemberdayaan MDK di Pekon Sukaraja sejak tahun 2006, sedangkan

di Pekon Kubu Perahu dilaksanakan pada tahun 2008. Kegiatan MDK di Pekon Kubu

Perahu merupakan pengembangan dari Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan

(SPKP) dibentuk pada tahun 2007. Pada waktu itu, setelah SPKP terbentuk tidak ada

tindak lanjut berupa kegiatan pendampingan karena tidak ada tenaga penyuluh di

TNBBS (tenaga penyuluh kehutanan baru ada tahun 2009).

Kegiatan pemberdayaan dilakukan melalui pendampingan kelompok untuk

mengembangkan usaha produktif berdasarkan potensi yang dimiliki lokal

Page 13: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

69

setempat. Oleh karena itu dalam rangka mendukung keberhasilan pengembangan

MDK diperlukan adanya kegiatan yang dapat memberikan manfaat langsung

kepada masyarakat diantaranya yaitu pendampingan masyarakat, peningkatan

kapasitas SDM dan pengembangan kelompok usaha produktif.

MDK dikembangkan melalui proses partisipatif, dimana masyarakat mempunyai

peran dalam menentukan kegiatan yang mereka inginkan. Masyarakat diberi bantuan

sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi yang ada dengan

harapan ketergantungannya terhadap hutan akan berkurang. Kegiatan yang

dilaksanakan antara lain adalah budidaya ikan, budidaya ternak, pembibitan,

agroforestry dan pembuatan pupuk organik (Lampiran 8). Baru pada tahun 2010

dilaksanakan pelatihan untuk peningkatan keterampilan masyarakat misalnya pelatihan

dasar kelompok, pelatihan kesehatan ternak dan pelatihan pembuatan pupuk organik.

Di Pekon Sukaraja terdapat 3 (tiga) kelompok aktif yang terlibat dalam

kegiatan MDK yaitu Kelompok Wana Lestari, Tunas Karya dan Eka Tunggal

Makmur serta 1 (satu) kelompok eks penerima manfaat program pemberdayaan

MDK Sentra penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP). Kelompok yang masih

aktif bergerak dalam pengembangan usaha produktif di bidang budidaya ternak,

pengolahan kopi, agroforestry, dan pupuk organik. Sedangkan di Pekon Kubu

Perahu melibatkan 2 (dua) kelompok aktif yang bergerak di bidang perikanan

yaitu kelompok Mulya Tani Harapan Maju dan kelompok Pemuda Mandiri serta 1

(satu) kelompok eks penerima manfaat program pemberdayaan MDK.

Dengan berbagai bidang usaha yang dikembangkan tersebut, keberhasilan

program pemberdayaan di Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu bukan hanya

menjadi tanggung jawab instansi pengelola kegiatan pemberdayaan semata.

Terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan efektif atau tidaknya

pemberdayaan yang dilakukan, baik dari segi masyarakatnya maupun pendekatan

pemberdayaan yang dilakukan oleh pelaksana pemberdayaan.

Karakteristik Sosio-demografi

Dalam falsafah penyuluhan, pemahaman karakteristik individu masyarakat

merupakan hal mendasar. Penyuluhan adalah kegiatan mendidik orang dengan

tujuan mengubah perilaku sasaran sesuai dengan yang direncanakan dan hal ini

merupakan upaya untuk mengembangkan potensi individu sasaran agar lebih

berdaya secara mandiri (Asngari 2008). Dengan demikian, sasaran pemberdayaan

adalah manusia dengan segala kompleksitas yang melekat padanya.

Pemberdayaan tidak akan berhasil tanpa melibatkan ilmu-ilmu yang mewakili

dan mempelajari berbagai dimensi atau kompleksitas tersebut. Oleh karenanya,

untuk memahami sasaran secara komprehensif perlu mempertimbangkan segala

aspek meliputi kejiwaan manusia, individu, sosialitas, manifestasinya dalam

berinteraksi dengan lingkungan, kepentingan bersama, dan budaya yang dimiliki.

Karakteristik individu dalam penelitian ini merupakan karakteristik sosio-

demografi yang merupakan ciri yang melekat pada individu berupa karakteristik

sosial dan kependudukan yang menggambarkan perbedaan masyarakat

berdasarkan usia, mata pencaharian, pendidikan, suku bangsa (etnis), pendapatan,

keluarga, serta sosial budaya, hubungannya dengan orang lain dan sebagainya.

Page 14: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

70

Dalam penelitian ini, karakteristik masyarakat peserta program pemberdayaan

MDK yang diamati meliputi umur, pendidikan formal, pelatihan, mata

pencaharian, pendapatan, kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga, etnis

pemukim, keikutsertaan dalam kelompok, dan keterdedahan terhadap informasi.

Berikut adalah distribusi responden pada berbagai karakteristik yang diamati:

Tabel 12 Distribusi responden pada berbagai karakteristik sosio-demografi

No.

Sub Variabel

Kategori

Lokasi Desa/Pekon

Sukaraja Kubu Perahu

persen persen

Total

persen

1. Umur 1. Tidak produktif (0-14 th)

2. Kurang produktif (≥ 65 th)

3. Produktif (50 – 64 th)

4. Sangat produktif (15 – 49 th)

-

1

11

55

-

1,5

16,4

82,1

-

-

3

34

-

-

8,1

91,9

-

1

14

89

-

1

13,5

85,6

2. Tingkat

pendidikan

formal

1. Sangat rendah (Dasar)

2. Rendah (Menengah)

3. Tinggi (Atas)

4. Sangat tinggi (PT)

43

13

11

-

64,2

19,4

16,4

-

18

9

10

-

48,6

24,3

27,0

-

61

22

21

-

58,7

21,2

20,2

-

3. Pelatihan 1. Sangat rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

32

15

12

8

47,8

22,4

17,9

11,9

16

15

6

-

43,2

40,5

16,2

-

48

30

18

8

46,2

28,8

17,3

7,7

4. Mata

pencaharian

1. Petani

2. Non petani 60

7

89,6

10,4

27

10

73,0

27,0

87

17

83,7

16,3

5. Pendapatan 1. Sangat rendah (< Rp 500.000)

2. Rendah (> Rp 500.000 – 1 jt)

3. Tinggi (> Rp 1 jt – 1,5 juta)

4. Sangat tinggi (> Rp 1,5 juta)

32

26

8

1

47,8

38,8

11.9

1.5

10

22

4

1

27,0

59,5

10,8

2,7

42

48

13

2

40.4

46.2

12.5

1,9

6. Kepemilikan

lahan

1. Sangat Rendah (0 ha)

2. Rendah (> 0 s/d 0,5 ha/KK)

3. Tinggi (>0,5 s/d 1 ha/KK)

4. Sangat tinggi (> 1 ha/KK)

1

23

25

18

1.5

34.3

37.3

26.9

22

10

4

1

59.5

27.0

10.8

2.7

23

33

29

19

22.1

31.7

27.9

18.3

7. Jumlah

tanggungan

keluarga

1. Sangat Rendah (0 – 2

jiwa/KK)

2. Rendah (3 – 4 jiwa/KK)

3. Tinggi (5 -6 jiwa/KK)

4. Sangat Tinggi(> 6 jiwa/KK)

9

43

14

1

13.4

64.2

20.9

1.5

11

15

10

1

29.7

40.5

27.0

2.7

20

58

24

2

19.2

55.8

23.1

1.9

8. Etnis

pemukim

1. Penduduk asli (etnis asli)

2. Migran (etnis pendatang) 1

66

1,5

98,5

30

7

81,1

18,9

31

73

29,8

70,2

9. Keikutsertaan

dalam

kelompok

1. Sangat Rendah (tidak aktif)

2. Rendah (kurang aktif)

3. Tinggi (aktif)

4. Sangat tinggi (sangat aktif)

16

10

26

15

23,9

14,9

38,8

22,4

12

18

5

2

32,4

48,6

13,5

5,4

28

28

31

17

26,9

26,9

29,8

16,3

10. Keterdedahan

terhadap

informasi

1. Sangat rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

5

28

22

12

7,5

41,8

32,8

17,9

1

11

18

7

2,7

29,7

48,6

18,9

6

39

40

19

5,8

37,5

38,5

18,3

Dalam memahami masyarakat sekitar kawasan, pertimbangan mengenai

berbagai karakteristik yang meliputi karakteristik kependudukan, sosial,

ekonomi, termasuk pendidikan yang mempengaruhi masyarakat dalam aspek

Page 15: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

71

pengetahuan, persepsi, sikap dan tindakannya terhadap lingkungan menjadi

bagian yang penting untuk dapat dikaji secara mendalam. Pengabaian hal

tersebut dalam perumusan kebijakan pengelolaan taman nasional akan

menyebabkan dampak yang merugikan masyarakat dan akan menjadi kendala

pencapaian tujuan konservasi dan pengelolaan taman nasional dalam jangka

panjang (Agrawal dan Gibson 1999). Dengan demikian, pemahaman karakteristik

sasaran sangat penting dalam menyusun strategi pengelolaan hutan termasuk

melalui pemberdayaan karena dengan memahami karakteristik tersebut, segala

aspek yang berhubungan kondisi sasaran dapat diketahui dengan baik.

Umur

Komposisi penduduk menurut usia produktif berdasarkan penggolongan

yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dibagi dalam 4 (empat) kategori

(Umar 2011) yaitu; (1) usia kurang produktif 65 tahun ke atas, (2) usia produktif

50 – 64 tahun, (3) usia sangat produktif 15 – 49 tahun dan usia tidak produktif 0 –

14 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden (85,6 persen)

termasuk dalam kategori usia sangat produktif. Dari hasil lapangan diperoleh

bahwa responden mempunyai kisaran umur 26 – 70 tahun. Dari kisaran tersebut,

sebagian besar responden berumur antara 26 – 48 tahun (sangat produktif).

Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal yang pernah

ditempuh/dicapai responden dinyatakan dalam strata/tingkat pendidikan. Tingkat

pendidikan dapat dikatakan dalam kategori sangat rendah karena sebagian besar

responden tidak lulus pendidikan tingkat dasar dan atau hanya lulus pendidikan

pada tingkat sekolah dasar (SD). Pendidikan tertinggi responden adalah Sekolah

Menengah Atas (SMA). Meskipun demikian, namun berdasarkan wawancara

dengan responden, mereka berharap anak-anak mereka nantinya dapat

mengenyam pendidikan yang lebih baik atau lebih tinggi dari orang tuanya.

Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan non formal. Dalam hal

ini pelatihan yang dimaksud adalah pelatihan yang berkaitan dengan MDK yang

pernah diikuti oleh masyarakat. Sebagian besar termasuk dalam kategori sangat

rendah, 75 persen termasuk dalam kategori rendah dan sangat rendah. Dari jumlah

tersebut, lebih dari 46 persen masyarakat peserta program pemberdayaan MDK

tidak pernah mengikuti pelatihan dan 28.8 persen masyarakat peserta program

pemberdayaan MDK hanya mengikuti 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) kali

pelatihan saja. Hal ini dapat dipahami karena berdasarkan hasil wawancara,

kegatan pelatihan mulai aktif dilaksanakan mulai tahun 2010. Namun demikian,

upaya-upaya peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan terus dilakukan

oleh pengelola (TNBBS) baik melalui penyelenggaraan pelatihan oleh TNBBS

Page 16: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

72

sendiri maupun mengikutsertakan masyarakat pada pelatihan-pelatihan yang

dilaksanakan oleh mitra TNBBS.

Pendapatan

Pendapatan dalam konteks ini adalah penghasilan yang diperoleh dari

berbagai sumber baik pekerjaan tetap maupun sampingan dalam satu bulan.

Secara umum masyarakat peserta program pemberdayaan mempunyai penghasilan

dengan kategori rendah dan sangat rendah. Lebih dari 86 persen masyarakat

peserta program pemberdayaan MDK termasuk dalam kategori ini, dimana

separuh dari jumlah tersebut mempunyai penghasilan di bawah Rp 500 ribu per

bulan. Tidak terdapat perbedaan nyata antara pendapatan di Pekon Sukaraja

maupun Kubu Perahu. Meskipun kebanyakan responden di Sukaraja memiliki

lahan, namun belum terdapat upaya dalam peningkatan kualitas pengelolaan

lahan, masyarakat masih mengandalkan pengolahan secara tradisional dengan

bertani sawah maupun kebun. Dalam setahun terakhir masyarakat peserta program

pemberdayaan mencoba menerapkan pola agroforestry pada sebagian lahan

mereka. Sedangkan di Kubu Perahu, masyarakat sebagian besar tidak mempunyai

lahan, selain menjadi buruh tani, mereka mempunyai usaha sampingan sebagai

pemecah batu kali yang mendatangkan keuntungan relatif besar.

Mata pencaharian

Mata pencaharian responden secara umum adalah petani. Lebih dari 83

persen masyarakat bekerja sebagai petani. Perbedaannya adalah, masyarakat di

Sukaraja adalah petani yang mempunyai lahan, sedangkan di Kubu Perahu

sebagian besar tidak mempunyai lahan atau petani penggarap. Selain sebagai

petani, masyarakat menambah pendapatan dari berbagai usaha sampingan seperti

menjadi buruh bangunan, memecah batu, bengkel, dan usaha lainnya.

Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan adalah luas lahan yang dimiliki oleh responden,

dinyatakan dalam satuan hektar per kepala keluarga. Kepemilikan lahan sebagian

besar responden, dapat dikategorikan rendah yaitu 0,1 – 0,5 hektar berdasarkan

klasifikasi lahan petani (Sastraatmaja 2010). Dari hasil uji beda nonparametrik tes

Mann-Whitney, terdapat perbedaan nyata (p=0.000) dalam kepemilikan lahan. Di

Pekon Sukaraja, hampir semua responden merupakan petani yang mempunyai

lahan, sedangkan di Kubu Perahu sebagian besar merupakan petani yang tidak

punya lahan. Prosentase kepemilikan lahan responden di Kubu Perahu yang

sangat rendah, sebanyak 59,5 persen masyarakat peserta program pemberdayaan

di Kubu Perahu tidak mempunyai lahan. Lahan-lahan di Kubu Perahu merupakan

lahan milik pendatang dari luar daerah. Masyarakat peserta program

pemberdayaan di Kubu Perahu biasanya menjadi petani penggarap sekaligus

mengandalkan penghasilan dengan menjadi pemecah batu kali.

Page 17: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

73

Tanggungan keluarga

Tanggungan keluarga yang dimaksud adalah semua orang yang tinggal

dalam satu rumah ataupun yang berada diluar dan menjadi tanggung jawab kepala

keluarga. Jumlah tanggunangan keluarga merupakan salah satu indikator dalam

menentukan aktivitas masyarakat (Drakel 2008) berkaitan dengan upaya

pemenuhan kebutuhan hidupnya. Masyarakat peserta program pemberdayaan

MDK pada umumnya (75 persen) mempunyai tanggungan keluarga antara 0 - 4

orang dan 25 persen mempunyai tanggungan keluarga sejumlah 5 – 7 orang.

Tanggungan keluarga masyarakat peserta pemberdayaan termasuk dalam kategori

rendah yang sebagian besar responden adalah 3 - 4 orang.

Etnis pemukim

Etnis pemukim dalam penelitian ini di tentukan berdasarkan status

kependudukan yang mengacu pada asal etnis masyarakat yang bermukim di

sekitar kawasan TNBBS. Terdapat perbedaan asal etnis masyarakat peserta

program pemberdayaan di kedua lokasi penelitian. Responden di Pekon Sukaraja,

98,5 persen merupakan masyarakat etnis pendatang yang berasal dari Jawa,

sedangkan di Pekon Kubu Perahu, 81 persen merupakan masyarakat etnis asli

Lampung, dan sisanya adalah pendatang dari etnis Jawa dan Sunda. Sebagian

besar atau bahkan hampir semua masyarakat pendatang yang bermukim di lokasi

penelitian telah lama menjadi penduduk setempat bahkan sejak lahir. Banyaknya

etnis pendatang di daerah ini merupakan akibat perpindahan penduduk baik

karena program pemerintah maupun keinginan sendiri. Gelombang perpindahan

penduduk yang sebagian besar adalah dari Jawa ke Lampung telah berlangsung

sejak tahun 1930an. Perbedaan asal etnis paling tidak akan mempengaruhi

kehidupan sosial budaya masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Keikutsertaan dalam kelompok

Masyarakat peserta program pemberdayaan umumnya tergabung dalam

kelompok, namun demikian terdapat variasi keaktifan mereka dalam kelompok.

Dari hasil penelitian, 54 persen masyarakat mempunyai tingkat keaktifan sangat

rendah dan rendah. Berdasarkan hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney,

terdapat perbedaan nyata (p=0.001) keikutsertaan masyarakat dalam kelompok di

kedua lokasi. Masyarakat di Sukaraja cenderung lebih aktif dalam kelompok

dibandingkan dengan di Kubu Perahu. Sebanyak 73 persen responden di Kubu

Perahu mempunyai tingkat keaktifan dalam kelompok dengan kategori sangat

rendah dan rendah.

Hal ini antara lain disebabkan karena di Sukaraja kebanyakan merupakan

petani pemilik lahan, bukan petani penggarap seperti di Kubu Perahu, sehingga

mereka mempunyai tanggungjawab lebih besar terhadap lahan mereka. Dengan

keikutsertaan dalam kelompok mereka mempunyai harapan dapat memperoleh

informasi terutama tentang bagaimana mengolah lahan dengan lebih baik.

Page 18: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

74

Keterdedahan informasi

Keterdedahan terhadap informasi merupakan proses pada responden untuk

mencari informasi yang dapat membantu mereka menentukan perilaku yang

diukur melalui intensitas masyarakat dalam mencari informasi baik dari teman

kelompok, penyuluh, dan pihak lain, kunjungan, membaca, mendengarkan

maupun menonton dan sebagainya. Keterdedahan masyarakat terhadap informasi

secara umum berada dalam kondisi seimbang antara masyarakat dengan kategori

keterdedahan informasi rendah dan kategori tinggi. Umumnya masyarakat

memperoleh informasi dari berbagai sumber informasi, baik dari teman

kelompok, aparat desa, penyuluh, pihak lain, dan media massa. Dari hasil

penelitian, teman kelompok dan penyuluh kehutanan berperan penting dalam

penyampaian informasi.

Interaksi dan Akses Terhadap Taman Nasional

Interaksi dan akses masyarakat terhadap sumberdaya taman nasional

merupakan faktor penting dalam mengukur efektifitas pemberdayaan berkaitan

dengan partisipasi dan kemandirian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana

kecenderungan perubahan dalam masyarakat (yang tinggal disekitar kawasan dan

sebagian besar berbatasan langsung dan berinteraksi dengan kawasan) sebagai

hasil/dampak kegiatan pemberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Interaksi positif dan akses bagi masyarakat dalam zona tertentu di taman nasional

diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan kemandirian mereka. sebagaimana

diketahui bahwa taman nasional adalah kawasan konservsi dengan akses yang

sangat terbatas bagi masyarakat. Dari hasil penelitian, berikut adalah interaksi dan

akses masyarakat terhadap sumber daya taman nasional (TNBBS):

Tabel 13 Interaksi dan akses masyarakat terhadap sumber daya taman nasional

No.

Sub Variabel

Kategori

Lokasi Desa/Pekon

Sukaraja Kubu Perahu

persen persen

Total

persen

1. Tingkat

ketergantungan

terhadap

TNBBS

1. Sangat tinggi

2. Tinggi

3. Rendah

4. Sangat rendah

-

5

48

14

-

7,5

71,6

20,9

-

21

16

-

-

56,8

43,2

-

-

26

64

14

-

25,0

61,5

13,5

2. Tingkat

keterlibatan

dalam kegiatan

TNBBS

1. Sangat rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

21

19

16

11

31,3

28,4

23,9

16,4

16

14

6

1

43,2

37,8

16,2

2,7

37

33

22

12

35,6

31,7

21,2

11,5

3. Tingkat manfaat

yang dirasakan

1. Sangat rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

5

13

41

8

7,5

19,4

61,2

11,9

-

12

20

5

-

32,4

54,1

13,5

5

25

61

13

4,8

24,0

58,7

12,5

4. Tingkat akses

terhadap kegiatan

TNBBS

1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

23

23

12

9

34,3

34,3

17,9

13,4

19

10

8

0

51,4

27,0

21,6

-

42

33

20

9

40,4

31,7

19,2

8,7

Page 19: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

75

Tingkat ketergantungan terhadap kawasan taman nasional

Ketergantungan terhadap sumberdaya TNBBS adalah tingkat

ketergantungan responden terhadap sumberdaya taman nasional dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya dinyatakan dalam frekuensi interaksi responden dengan

kawasan. Ketergantungan masyarakat peserta program pemberdayaan terhadap

taman nasional secara umum berada dalam kategori rendah. Sebagian besar

responden mempunyai ketergantungan yang rendah terhadap kawasan taman

nasional, yang berarti bahwa masyarakat masih berinteraksi denan kawasan

namun tidak selalu tergantung pada kawasan dalam memenuhi kebutuhannya.

Dari data diperoleh hasil bahwa masyarakat Pekon Kubu Perahu mempunyai

ketergantungan yang lebih tinggi terhadap taman nasional dibandingkan dengan

masyarakat Pekon Sukaraja. Sebanyak 43,2 persen masyarakat di Kubu Perahu

mempunyai ketergantungan terhadap taman nasional dengan kategori tinggi. Hal

ini didukung oleh hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney yang menunjukkan

adanya perbedaan nyata (p=0.000) tingkat ketergantungan terhadap kawasan

antara Pekon Sukaraja dan Pekon Kubu Perahu.

Hal tersebut berkaitan dengan lokasi Kubu Perahu yang merupakan enclave,

dimana daerahnya dikelilingi oleh kawasan taman nasional. Kubu Perahu sudah

ada sejak sebelum kawasan ditetapkan sebagai taman nasional. Dari hasil

wawancara dengan masyarakat, interaksi mereka terhadap kawasan adalah untuk

mencari air, kayu bakar, makanan ternak, tanaman obat, anggrek dan burung.

Tingkat manfaat langsung keberadaan taman nasional bagi masyarakat

Manfaat langsung keberadaan TNBBS yang dirasakan adalah respon

masyarakat terhadap keberadaan taman nasional yang dinyatakan dalam seberapa

besar manfaat langsung kawasan yang dirasakan oleh responden (baik ekonomi,

ekologis, dan sosial budaya). Secara umum, masyarakat merasakan manfaat

langsung keberadaan taman nasional, sebagian besar reponden menyatakan bahwa

kawasan taman nasional bermanfaat bagi mereka. Hal ini berarti bahwa

masyarakat menyadari adanya manfaat baik secara langsung maupun tidak

langsung. Masyarakat menyadari adanya manfaat langsung keberadaan kawasan

taman nasional, termasuk akibat yang ditimbulkan apabila kawasan rusak.

Manfaat langsung TNBBS yang dirasakan masyarakat antara lain adalah

penyediaan air, makanan ternak, dan tanaman obat. Meskipun demikian masih

terdapat beberapa masyarakat yang memanfaatkan kawasan secara ilegal termasuk

eksploitasi jenis flora fauna misalnya mengambil anggrek, burung dan berburu.

Tingkat keterlibatan masyarakat dalam program pemberdayaan MDK

Keterlibatan dalam konteks ini adalah keikutsertaan responden dalam

program pemberdayaan Model Desa Konservasi (MDK), yang diukur berdasarkan

lama responden terlibat dalam kegiatan tersebut. Secara umum keterlibatan

masyarakat dalam program pemberdayaan Model Desa Konservasi (MDK)

termasuk dalam kategori rendah. Sebanyak 67,3 persen masyarakat termasuk

dalam kategori sangat rendah dan rendah. Dari jumlah tersebut, lebih dari 35

Page 20: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

76

persen masyarakat berada dalam kategori sangat rendah. Hal ini berarti bahwa

mereka belum pernah terlibat sebelumnya dalam kegiatan pemberdayaan di

TNBBS. Dari data di kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa masyarakat

Sukaraja mempunyai keterlibatan lebih tinggi dibandingkan dengan Kubu Perahu.

Hal ini didukung oleh hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney yang

menunjukkan adanya perbedaan nyata (p=0.036) keterlibatan masyarakat di kedua

lokasi. Sebagian besar (79 persen) masyarakat peserta program pemberdayaan di

Kubu Perahu belum pernah terlibat dalam kegiatan lain selain MDK. Di samping

itu keterlibatan mereka dalam MDK tergolong rendah, tidak semua anggota

kelompok berpartisipasi dalam kegiatan MDK. Masyarakat cenderung kurang

termotivasi dalam mengikuti kegiatan, misalnya menghadiri pertemuan maupun

sosialisasi, sementara itu masyarakat di Sukaraja cenderung lebih mudah diajak

mengikuti pertemuan ataupun sosialisasi berkaitan dengan kegiatan. Hal ini dapat

dipahami, karena di Kubu Perahu, masyarakat lebih tertarik pada pekerjaan lain,

misalnya sebagai pemecah batu atau kegiatan lain yang cepat menghasilkan dan

dapat mereka rasakan secara langsung.

Tingkat akses masyarakat dalam kegiatan taman nasional

Akses masyarakat dalam kegiatan taman nasional adalah sejauh mana

masyarakat memperoleh kesempatan atau terlibat dalam kegiatan taman nasional

baik dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi. Diukur melalui intensitas

keikutsertaan masyarakat (dalam kegiatan apa saja masyarakat terlibat). Akses

masyarakat dalam kegiatan taman nasional tergolong dalam kategori sangat

rendah. Hal ini dapat disebabkan karena masyarakatnya sendiri yang enggan

untuk terlibat maupun dari pihak pengelola dalam hal ini TNBBS. Selain

pemberdayaan MDK, upaya meningkatkan akses masyarakat dilakukan dalam

bentuk antara lain dalam kegiatan pengamanan hutan dengan pembentukan PAM

Swakarsa dan Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Masyarakat diberi akses untuk

membantu pengamanan hutan, memberikan informasi tentang kegiatan ilegal

dalam kawasan dan diberikan pelatihan-pelatihan. Selain itu TNBBS juga

mengembangkan pengelolaan bumi perkemahan bersama masyarakat dan

pembuatan tata batas partisipatif bersama masyarakat. Masyarakat dilibatkan

dalam pembuatan tata batas kawasan dengan pekon. Dalam hal sumberdaya,

dikembangkan mikrohidro yaitu pemanfaatan sumberdaya air untuk keperluan

penerangan (listrik).

Meskipun upaya melibatkan masyarakat dalam kegiatan taman nasional

telah dilakukan, namun belum semua masyarakat terlibat secara aktif dalam

kegiatan tersebut. Sebagian besar masyarakat (72,1 persen) masyarakat

menyatakan bahwa mereka tidak pernah dan atau jarang terlibat dalam kegiatan

tersebut. Tidak semua masyarakat peserta pemberdayaan aktif dalam kegiatan

baik dalam MDK sendiri maupun kegiatan taman nasional yang lain. Salah satu

penyebabnya adalah kesibukan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Selain faktor dari masyarakat, pihak pengelola juga turut menentukan

seberapa besar akses masyarakat terhadap taman nasional. Sebagaimana diketahui

bahwa taman nasional merupakan kawasan konservasi yang sebagian besar

pengelolaannya difokuskan pada pelestarian. Sementara itu masyarakat, meskipun

secara kognitif dan afektif tergolong baik dalam bidang ekologi, namun tidak serta

Page 21: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

77

merta mendorong mereka dalam kesesuaian bertindak. Orientasi masyarakat

cenderung kuat dalam hal ekonomi, yaitu bagaimana mereka dapat memenuhi

kebutuhan. Dengan demikian, pemberian akses dalam pengelolaan kawasan perlu

lebih dikembangkan terutama dalam zonasi pemanfaatan dengan fokus

proporsional dalam arti dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara nyata dan

memberikan dampak pada kelestarian kawasan.

Pendekatan Pemberdayaan

Selain karakteristik sosio-demografi dan interaksi serta akses masyarakat

terhadap taman nasional, terdapat beberapa faktor eksternal yang diharapkan

dapat mendukung keberhasilan pemberdayaan masyarakat. Faktor yang

diharapkan dapat mendorong ataupun memperkuat perubahan perilaku masyarakat

adalah pendekatan yang dilakukan oleh TNBBS yang terdiri atas kesepahaman,

fasilitator, pendampingan, kelembagaan, bentuk kegiatan pemberdayaan,

membangun jejaring kerja dan kemitraan, serta monitoring dan evaluasi. Berikut

adalah pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan pemberdayaan MDK:

Tabel 14 Pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat MDK di TNBBS

No.

Sub Variabel

Kategori

Lokasi Desa/Pekon

Sukaraja Kubu Perahu

persen persen

Total

persen

1. Kesepahaman 1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

11

28

28

-

16,4

41,8

41,8

-

1

26

10

-

2,7

70,3

27,0

-

12

54

38

-

11,5

51,9

36,5

-

2. Kelembagaan 1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

14

17

26

10

20,9

25,4

38,8

14,9

-

27

9

1

-

73,0

24,3

2,7

14

44

35

11

13,5

42,3

33,7

10,6

3. Fasilitator 1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

1

12

47

7

1,5

17,9

70,1

10,4

-

19

16

2

-

51, 4

43,2

5,4

1

31

63

9

1,0

29,8

60,6

8,7

4. Pendampingan 1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

3

16

42

6

4,5

23,9

62,7

9,0

-

17

20

-

-

45,9

54,1

-

3

33

62

6

2,9

31,7

59,6

5,8

5. Bentuk

Pemberdayaan

1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

7

34

26

-

10.4

50.7

38.8

-

-

25

12

-

-

67.6

32.4

-

7

59

38

-

6.7

56.7

36.5

-

6. Jejaring kerja

dan kemitraan

1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

10

33

24

-

14,9

49,3

35,8

-

7

20

10

-

18,9

54,1

27,0

-

17

49

34,6

-

16,3

49,0

34,6

-

7. Monitoring dan

Evaluasi

1. Sangat Rendah

2. Rendah

3. Tinggi

4. Sangat tinggi

10

40

17

-

14,9

59,7

25,4

-

4

33

-

-

10,8

89,2

-

-

14

73

17

-

13,5

70,2

16,3

-

Page 22: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

78

Kesepahaman

Kesepahaman dalam konteks ini berkaitan dengan informasi atau sosialisasi

yang diberikan oleh pihak pengelola dalam hal ini TNBBS mengenai MDK serta

sejauh mana masyarakat memahaminya. Dari hasil penelitian, sebagian besar

responden (63,4 persen) mempunyai tingkat kesepahaman dalam kategori rendah.

Hal ini berarti sebagian besar masyarakat peserta program pemberdayaan MDK

belum memahami atau mengerti benar tentang kegiatan MDK sendiri. Masyarakat

cenderung menganggap kegiatan pemberdayaan sebagai proyek, kewajiban

pemerintah, bantuan maupun kompensasi atas tindakan untuk tidak merusak

kawasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat belum

menganggap bahwa upaya pemberdayaan adalah sebuah kebutuhan, yang selain

ditujukan bagi kelestarian kawasan juga diarahkan bagi upaya peningkatan

kesejahteraan.

Kelembagaan

Kelembagaan diuukur melalui keberadaan dan kejelasan aturan-aturan

setempat dan adanya lembaga lain yang mendukung MDK. Kelembagaan, yang

dalam hal ini adalah aturan-aturan yang ada berkaitan dengan MDK dan lembaga

pendukung lain yang berperan di dalammya. Kelembagaan berada dalam kategori

rendah. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang ada dalam kelembagaan MDK

belum memadai baik intern kelompok maupun tingkat pekon sebagai regulator

yang diharapkan dapat mendorong terbentuknya peraturan desa. Sementara itu

kegiatan MDK juga belum didukung oleh lembaga lain. Lembaga yang pernah

terlibat dalam kegiatan MDK di Pekon Sukaraja adalah WWF (World Wildlife

Fund). WWF memberikan bantuan kepada usaha produktif masyarakat terutama

produksi kopi untuk mendapat sertifikasi produk kopi legal yang bukan berasal

dari hutan negara.

Fasilitator

Fasilitator adalah orang yang memberikan pendampingan dalam proses

pemberdayaan masyarakat, diukur melalui kemampuannya dalam melakukan

fungsi/perannya di bidang pemungkinan (enabling), penguatan (empowering),

perlindungan (protecting), dan pendukungan (supporting) dalam rangka

membantu masyarakat mampu berpartisipasi dan mandiri. Sebagian besar

responden (60,6 persen) menyatakan bahwa penyuluh sebagai fasilitator

mempunyai kemampuan baik. Hal ini berarti penyuluh mampu menjalin

kedekatan hubungan dengan masyarakat, membangun kesepahaman, memberikan

informasi, masukan dan saran yang bermanfaat, serta mempunyai keterampilan

memadai berkaitan dengan kegiatan pemberdayaan.

Di Pekon Sukaraja, sebanyak 80,5 persen responden memberikan

pernyataan bahwa kemampuan penyuluh dalam kategori baik. Sedangkan di

Pekon Kubu Perahu hanya 48,6 persen yang menyatakan kemampuan penyuluh

dalam kategori baik. Hal ini diperkuat dengan hasil uji beda nonparametrik Mann-

Whitney yang menunjukkan adanya perbedaan nyata (p=0.002) di kedua lokasi

Page 23: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

79

penelitian. Masyarakat Kubu Perahu menilai bahwa kemampuan belum memadai

dalam membangun kedekatan hubungan, memberi saran atau masukan yang

bermanfaat, fasilitasi membangun kemitraan dan kemampuan teknis.

Pendampingan

Pendampingan suatu proses atau mekanisme mendampingi masyarakat

berupa interaksi dinamis antara fasilitator/pengelola dengan masyarakat sasaran

pemberdayaan. Tabel berikut menunjukkan pendampingan yang dilakukan dalam

pemberdayaan MDK di TNBBS. Sebanyak 65,4 persen responden menyatakan

bahwa kegiatan pendampingan pemberdayaan MDK secara umum telah berjalan

dengan baik. Pendampingan dalam hal ini meliputi intensitas interaksi penyuluh

dengan masyarakat, kesesuaian tujuan program pemberdayaan dengan

masyarakat, komunikasi yang terjadi, manfaat bagi masyarakat dan keseluruhan

proses pembelajaran yang terjadi dalam kegiatan pemberdayaan.

Hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney menunjukkan adanya

perbedaan nyata (p=0.049) dalam hal pendampingan di kedua lokasi penelitian.

Sebanyak 71,7 persen responden peserta pemberdayaan di Sukaraja menyatakan

bahwa pendampingan di Sukaraja berjalan baik dan sangat baik. Sementara itu

hanya 54,1 persen responden di Kubu Perahu yang menyatakan bahwa

pendampingan di Kubu Perahu telah berjalan dengan baik. Pada umumnya

masyarakat menginginkan frekuensi interaksi yang lebih sering dengan penyuluh

sehingga mereka dapat menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami.

Bentuk kegiatan pemberdayaan

Berdasarkan Pedoman Kriteria dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat di

Sekitar Kawasan Konservasi (Dephut, 2008) bentuk kegiatan pemberdayaan

merupakan kriteria penting dalam pemberdayaan MDK. Bentuk kegiatan

pemberdayaan yang tepat sesuai dengan kondisi masyarakat sasaran diharapkan

akan dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung efektifitas pemberdayaan.

Dari hasil penelitian, secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk kegiatan

pemberdayaan berada dalam kategori rendah. Hal ini berarti bahwa proporsi

bentuk kegiatan pemberdayaan belum seimbang atau belum terjadi kesesuaian

(sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokasi) antara pemberdayaan dalam bentuk

bantuan fisik, peningkatan kapasitas masyarakat, penguatan kelembagaan,

pengembangan teknologi tepat guna, dan pengembangan usaha produktif.

Pengembangan jaringan kerja dan kemitraan

Jejaring kerja/kemitraan merupakan upaya pengembangan jejaring kerja

atau mencari mitra yang mendukung kepentingan pemberdayaan diukur melalui

ada tidaknya mitra dalam pemberdayaan MDK terkait dukungan dan peran di

bidang masing-masing yang relevan. Pengembangan jaringan kerja berada dalam

kategori rendah. Hal ini berarti bahwa upaya yang dilakukan dalam

mengembangkan jaringan kerja dan kemitraan dalam pemberdayaan MDK masih

Page 24: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

80

belum memadai, masyarakat belum melakukan upaya pengembangan jaringan

kerja atau kemitraan dengan pihak lain. Masyarakat cenderung pasif, dalam arti

menunggu pihak lain datang dan atau masih tergantung pada pendamping untuk

mengusahakannya.

Monitoring dan evaluasi

Kegiatan monitoring dan evaluasi diperlukan untuk mengetahui apakah

kegiatan berjalan telah sesuai dengan yang diharapkan ataukah tidak. Monitoring

berkaitan dengan bagaimana membimbing dan membantu masyarakat dalam proses

belajar selama pelaksanaan kegiatan. Sedangkan evaluasi berkaitan dengan keputusan

yang akan diambil dan bagaimana menerapkan hasil evaluasi tersebut. Dalam

penelitian ini diperoleh hasil bahwa monitoring dan evaluasi termasuk dalam

kategori rendah. Hal ini berarti bahwa monitoring dan evaluasi yang dilakukan

belum memadai. Monitoring dan evaluasi belum dilaksanakan pada semua

kegiatan pemberdayaan MDK. Dari hasil wawancara dengan penyuluh, luasnya

daerah binaan merupakan salah satu penyebab rendahnya frekuensi monitoring

dan evaluasi. Sementara itu, dari hasil wawancara dengan responden, mereka

menyatakan bahwa kegiatan monitoring dan evaluasi perlu dilakukan karena

dengan adanya kegiatan tersebut akan menambah motivasi dan semangat dalam

melaksanakan kegiatan.

Efektifitas Pemberdayaan

Partisipasi masyarakat

Pemberdayaan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan adalah bagaimana

masyarakat memiliki kapasitas untuk memanfaatkan akses melalui partisipasi

untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam rangka

kesejahteraan (CANARI, 2002). Dalam hal ini, pemberdayaan tidak lagi sebagai

sesuatu yang teoritis melainkan alat untuk memandirikan masyarakat. Sebagai

kegiatan untuk mengubah perilaku, pemberdayaan dikatakan efektif apabila telah

terdapat perubahan perilaku ke arah poritif. Dengan demikian, partisipasi dan

kemandirian merupakan perilaku yang diharapkan berkaitan dengan

pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. Partisipasi dan kemandirian

masyarakat dalam mengembangkan perilaku dibidang ekologi, ekonomi dan

sosial budaya dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sebagaimana dalam

Tabel 15.

Page 25: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

81

Tabel 15 Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan MDK

Efektifitas

pemberdayaan

Kategori

Lokasi/Desa/Pekon

Sukaraja Kubu Perahu Total

persen persen persen

Partisipasi Sangat rendah 27 40,3 23 62,2 50 48,0

Masyarakat Rendah 17 25,4 9 24,3 26 25,0

Tinggi 17 25,4 5 13,5 22 21,2

Sangat tinggi 6 9,0 - - 6 5,8

Tabel tersebut menunjukkan bahwa partisipasi responden dalam

pemberdayaan MDK sangat rendah, sebanyak 48 persen responden peserta

pemberdayaan berada dalam tingkat partisipasi dalam kategori tersebut. Dalam

kategori ini masyarakat berada dalam tipe partisipasi pasif, mereka mengetahui

informasi mengenai kegiatan tetapi tidak berpartisipasi didalamnya. Sebanyak 25

persen masyarakat berada dalam kategori partisipasi rendah dimana mereka

terlibat dalam serangkaian proses dialog/konsultasi dan atau terlibat dalam

partisipasi sumberdaya yang dalam hal ini adalah lahan dan tenaga. Sisanya

sekitar 27 persen, berpartisipasi dalam kategori tinggi dan sangat tinggi, bersama

dengan pendamping, mereka terlibat dalam merancang dan mengambil keputusan

tentang apa yang akan dilakukan dalam pemberdayaan MDK.

Hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney menunjukkan bahwa

partisipasi di kedua lokasi menunjukkan perbedaan nyata (p=0.016). Sebanyak

65,7 persen masyarakat peserta program pemberdayaan MDK di Sukaraja berada

dalam kategori tingkat partisipasi rendah dan sangat rendah, sementara itu di

Kubu Perahu sebanyak 86,5 persen dalam kategori yang sama. Dapat dikatakan

bahwa tingkat partisipasi masyarakat peserta program pemberdayaan MDK di

Kubu Perahu lebih rendah. Hal ini dapat dipahami karena masyarakat Kubu

Perahu sebagian besar tidak mempunyai lahan, sedangkan bentuk kegiatan

budidaya ikan membutuhkan adanya lahan untuk kolam. Pada umumnya

masyarakat peserta program pemberdayaan menginginkan bantuan untuk

budidaya ternak, karena mereka berpendapat bahwa usaha tersebut tidak

memerlukan lahan yang terlalu besar.

Kemandirian dalam bidang ekologi

Sebagai masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi,

kemandirian dalam mengembangkan perilaku di bidang ekologi sangat penting.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana masyarakat mempunyai pengetahuan tentang

pentingnya kawasan konservasi sebagai penyangga kehidupan, mempunyai

persepsi dan sikap positif serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan

tindakan yang sesuai.

Kemampuan masyarakat dalam mengembangkan perilaku kemandirian di

bidang ekologi secara umum dapat dikatakan baik dalam aspek baik kognitif (53,9

persen) dan afektif (62,5 persen), sedangkan dalam aspek psikomotorik termasuk

dalam kategori rendah dan sangat rendah (54,8 persen). Dari aspek kognitif,

umumnya masyarakat mengetahui meskipun hanya sebatas bahwa taman nasional

merupakan kawasan yang dilindungi. Masyarakat mempunyai pengetahuan

Page 26: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

82

mengenai fungsi, manfaat serta akibat yang ditimbulkan apabila kawasan taman

nasional rusak.

Dari aspek sikap, secara umum masyarakat menyetujui akan pentingnya

taman nasional dan pelestariannya. Namun demikian, aspek psikomotorik

mempunyai persentase terendah, hal ini berarti bahwa dengan adanya

pengetahuan, persepsi dan sikap yang baik tidak selalu memunculkan tindakan

yang sesuai. Hal ini dapat dipahami karena untuk melakukan tindakan pelestarian

hutan, masyarakat perlu mempunyai motivasi yang dalam hal ini tidak muncul

dengan sendirinya tetapi perlu dorongan dari pihak lain yaitu pihak pengelola

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) sebagai pelaksana utama dalam

program pemberdayaan masyarakat. Selain itu, masyarakat perlu merasakan

adanya keuntungan bagi mereka. Masyarakat masih berorientasi pada keuntungan,

artinya, ketika akan melakukan suatu tindakan, masyarakat akan

mempertimbangkan apa keuntungan yang diperoleh.

Kemandirian masyarakat peserta program pemberdayaan MDK dalam

mengembangkan perilaku dibidang ekologi sebagaimana pada Tabel 16.

Tabel 16 Kemandirian dalam mengembangkan perilaku dibidang ekologi

Efektifitas

Pemberdayaan Kategori

Lokasi Desa/Pekon

No. Sukaraja Kubu Perahu Total

persen persen persen

1. Aspek kognitif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

2

21

36

8

3,0

31,3

53,7

12

-

15

20

2

-

40,5

54,1

5,4

2

36

56

10

1,9

34,6

53,9

9,6

2. Aspek afektif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

-

5

31

31

-

7,5

46,3

46,3

-

-

34

3

-

-

91,9

8,1

-

5

65

34

-

4,8

62,5

32,7

3. Aspek

Psikomotorik

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

4

26

34

3

6,0

38,8

50,7

4,5

0

27

10

0

-

73,0

27,0

-

4

53

44

3

3,8

51,0

42,3

2,9

4. Kemandirian

bidang ekologi

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

2

21

34

10

3,0

31,3

50,7

14,9

0

20

17

0

-

54,1

45,9

-

2

41

51

10

1,9

39,4

49,0

9,6

Hasil uji beda Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan nyata di

kedua lokasi yaitu di Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu dalam aspek afektif

(p=0.002) dan psikomotorik (p=0.018), sedangkan dalam segi kognitif,

masyarakat di kedua lokasi mempunyai pengetahuan yang sama. Secara

keseluruhan, terdapat perbedaan nyata dalam kemandirian ekologi (p=0.020) di

antara dua lokasi penelitian dimana masyarakat di Pekon Sukaraja cenderung

mempunyai kemandirian di bidang ekologi lebih baik dibandingkan dengan Pekon

Kubu Perahu.

Page 27: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

83

Kemandirian dalam bidang ekonomi

Kemandirian dalam mengembangkan perilaku dibidang ekonomi

dimaksudkan agar masyarakat mempunyai pengetahuan, persepsi dan sikap serta

kemampuan yang baik dalam meningkatkan ekonomi tanpa merusak kawasan.

Hasil penelitian tentang kemandirian masyarakat peserta program pemberdayaan

dalam mengembangkan perilaku di bidang ekonomi menjelaskan bahwa sebagian

besar responden termasuk dalam kategori baik, meskipun tidak dapat dipungkiri

hal ini masih banyak masyarakat yang belum mengembangkan kemandirian di

bidang ekonomi dengan baik.

Dari aspek pengetahuan, sebanyak 69,2 persen masyarakat berada dalam

kategori kurang dan sangat kurang. Hal ini berarti masyarakat belum mengetahui

bagaimana cara meningkatkan pendapatan mereka dengan memanfaatkan potensi

dan peluang yang mereka miliki. Dalam aspek afektif termasuk sikap dan persepsi

mereka terhadap cara-cara dalam meningkatkan pendapatan tanpa merusak

kawasan, secara umum berada dalam kategori baik. Meskipun demikian,

sebagaimana dalam aspek ekologi, kemampuan dalam aspek psikomotorik atau

tindakan masyarakat dalam bidang ekonomi termasuk dalam kategori kurang. Hal

ini disebabkan oleh terbatasnya sarana prasarana yang dimiliki termasuk modal,

jaringan kerja dan kelembagaan lain yang mendukung belum memadai.

Kemandirian dalam mengembangkan perilaku dibidang ekonomi

sebagaimana dalam tabel 17.

Tabel 17 Kemandirian dalam mengembangkan perilaku dibidang ekonomi

No.

Efektifitas

Pemberdayaan Kategori

Lokasi Desa/Pekon

Sukaraja Kubu Perahu Total

persen persen persen

1. Aspek kognitif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

8

39

20

-

11,9

58,2

29,9

-

-

25

12

-

-

67,6

32, 4

-

8

64

32

-

7,7

61,5

30,8

-

2. Aspek afektif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

2

-

59

6

3,0

-

88,1

9,0

-

-

37

-

-

-

100

-

2

-

95

6

1,9

-

91,3

5,8

3. Aspek

Psikomotorik

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

5

34

24

4

7,5

50,7

35,8

6,0

-

22

14

1

-

59,5

37,8

2,7

5

56

38

5

4,8

53,8

36,5

4,8

4. Kemandirian

bidang

ekonomi

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

2

23

39

3

3,0

34,3

58,2

4.5

-

20

17

-

-

54,1

45,9

-

2

43

56

3

1,9

41,3

53,8

2.9

Hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nyata dalam kemandirian mengembangkan perilaku di bidang ekonomi

dalam aspek afektif. Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas masyarakat di

Sukaraja mempunyai lahan, sedangkan di Kubu Perahu tidak, maka hal ini sedikit

banyak akan mempengaruhi cara berpikir masyarakat tentang bagaimana

meningkatkan pendapatan. Petani yang mempunyai lahan akan cenderung

mempunyai kemauan dalam mengolah lahannya sebaik mungkin termasuk

bagaimana agar lahannya tetap produktif.

Page 28: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

84

Kemandirian dalam bidang sosial budaya

Selain bidang ekologi dan ekonomi, keberadaan taman nasional diharapkan

juga mampu mendukung kehidupan sosial budaya masyarakat. Dengan adanya

kegiatan pemberdayaan masyarakat MDK, diharapkan akan mampu mendorong

masyarakat untuk mengembangkan perilaku kemandirian di bidang sosial budaya,

dalam hal ini adalah ciri kehidupan bermasyarakat yang positif dan menunjang ke

arah peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian kawasan.

Dari hasil penelitian sebagaimana dalam tabel 18 di bawah menunjukkan

bahwa secara umum kemampuan masyarakat dalam mengembangkan perilaku

bidang sosial budaya berada dalam kategori baik (75 persen). Responden pada

umumnya menyetujui perlunya mengembangkan potensi yang dimiliki, mentaati

aturan yang ada dengan memanfaatkan hutan tanpa merusaknya, bekerjasama dan

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Namun demikian,

dalam aspek kognitif, masyarakat kebanyakan masih belum mengetahui tentang

bagaimana mengembangkan potensi yang dimiliki untuk memenuhi

kebutuhannya, bagaimana memanfaatkan kawasan tanpa merusaknya, bagaimana

mengembangkan kerjasama dan bagaimana beradaptasi dengan perubahan yang

terjadi di sekitar mereka. Dalam aspek psikomotorik hal tersebut menyebabkan

masyarakat belum sepenuhnya mampu merealisasikan dalam tindakan nyata.

Kemandirian masyarakat peserta program pemberdayaan dalam bidang

sosial budaya sebagaimana dalam Tabel 18.

Tabel 18 Kemandirian dalam mengembangkan perilaku dibidang sosial budaya

Kategori

Lokasi Desa/Pekon

No.

Sukaraja Kubu Perahu Total

persen persen persen

1. Aspek kognitif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

11

28

28

-

16,4

41,8

41,8

-

1

21

15

-

2,7

56,8

40,5

-

12

49

43

-

11,5

47,1

41,4

-

2. Aspek afektif Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

1

2

50

14

1,5

3.0

74,6

20,9

-

1

33

3

-

2,7

89,2

8,1

1

3

83

17

1,0

2,9

79,8

16,3

3. Aspek

Psikomotorik

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

-

35

25

7

-

52,2

37,3

10,4

-

21

16

-

-

56,8

43,2

-

-

56

41

7

-

53,9

39,4

6,7

4. Kemandirian

bidang sosbud

Sangat kurang

Kurang

Baik

Sangat baik

-

20

41

6

-

29,9

61,2

9,0

-

6

31

0

-

16,2

83, 8

-

-

26

72

6

-

25,0

69,2

5,8

Hasil uji beda nonparametrik Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan nyata dalam kemandirian dalam mengembangkan perilaku di bidang

sosial budaya dalam aspek afektif di kedua lokasi (p=0.019). Masyarakat Kubu

Perahu mempunyai ketergantungan yang lebih tinggi terhadap kawasan. Selain

itu, meskipun dikelilingi kawasan, namun akses yang mudah serta kedekatan

dengan pusat kota sedikit banyak menentukan cara hidup mereka sehari-hari,

dimana pertemuan-pertemuan atau kegiatan semacamnya tidak lagi dianggap

Page 29: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

85

penting. Masyarakat lebih responsif terhadap kegiatan-kegiatan yang cepat

memberikan hasil.

Secara umum kemandirian masyarakat peserta program pemberdayaan MDk

dalam bidang ekologi, ekonomi dan sosial budaya dapat dikatakan baik.

Kemandirian dalam bidang ekonomi mempunyai persentase terendah, hal ini

dapat dipahami karena masyarakat belum secara signifikan merasakan adanya

keuntungan ekonomi sebagai dampak kegiatan pemberdayaan MDK mengingat

sebagian besar kegiatan belum lama berjalan. Selain itu, dalam bidang ekonomi,

sarana dan prasarana masih terbatas sehingga untuk pengembangannya secara

optimal belum dapat dilakukan.

Dilihat dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, maka kemampuan

dalam aspek psikomotorik cenderung lebih rendah dibandingkan 2 (dua) aspek

lainnya. Apabila dibandingkan dari ketiga aspek, aspek psikomotorik mempunyai

prosentase terendah, hal ini berarti bahwa dengan adanya pengetahuan dan sikap

yang baik tidak selalu memunculkan tindakan yang sesuai. Tindakan mereka

untuk menjaga dan melestarikan kawasan tidak selalu muncul dari inisiatif

sendiri, tetapi perlu didorong dan diarahkan oleh pihak lain. Selain itu masyarakat

perlu merasakan adanya keuntungan bagi mereka yang kemudian akan menjadi

salah satu faktor pendorong dalam mengambil tindakan.

Hal ini juga dapat dijelaskan bahwa meskipun pengetahuan (kognitif)

umumnya dilihat sebagai prasyarat untuk perilaku seseorang, dan dianggap

penting untuk mendorong tindakan (psikomotorik) (Frick, Kaiser, dan Wilson,

2004), namun para ilmuwan menemukan bahwa terdapat kesenjangan antara

pengetahuan dan perilaku, bahwa orang tidak selalu melakukan apa yang mereka

ketahui (Smith, 1995 di acu dalam Nguyen et al., 2007).

Hubungan Karakteristik Sosio-demografi dengan Efektifitas

Pemberdayaan

Untuk mengetahui hubungan atau korelasi antar variabel digunakan analisis

korelasi spearman. Karakteristik sosio-demografi masyarakat peserta program

pemberdayaan MDK yang diduga mempiliki korelasi/hubungan dengan

pertisipasi meliputi umur, pendidikan formal, pelatihan, mata pencaharian,

pendapatan, kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga, ketergantungan

terhadap sumberdaya TNBBS, status migrasi/asal etnis, keterlibatan masyarakat

dalam kegiatan/program TNBBS, keikutsertaan dalam kelompok/organisasi,

manfaat TNBBS yang dirasakan, dan keterdedahan terhadap informasi.

Hasil penelitian dengan analisis korelasi Spearman menunjukkan adanya

keeratan hubungan antara faktor individu dengan partisipasi masyarakat. Selain

korelasi dengan partisipasi, karakteristik individu juga menunjukkan adanya

keeratan hubungan dengan kemandirian dalam mengembangkan perilaku (aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik) di bidang ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

Hasil analisis hubungan karakteristik demografis dan sosial dengan

efektifitas pemberdayaan partisipasi dan kemandirian masyarakat disajikan dalam

tabel berikut:

Page 30: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

86

Tab

el 1

9 H

ubun

gan

kar

akte

rist

ik s

osi

o-d

emogra

fi d

engan

efe

kti

fita

s pem

ber

dayaa

n (

par

tisi

pas

i dan

kem

andir

ian

)

Sub

Var

iab

el

K

em

and

iria

n d

alam

Men

gem

ban

gkan P

eril

aku d

i B

idan

g

P

arti

si-

Eko

logi

Eko

no

mi

So

sial

Bud

aya

To

tal

Kem

an-

dir

ian

No

. p

asi

K

A

P

To

tal

K

A

P

To

tal

K

A

P

To

tal

Sp

earm

an’s

Co

effi

cient

Co

rrel

atio

ns

1.

Um

ur

.03

7

.07

9

.08

8

.03

6

.07

4

.11

8

-.1

51

-.

08

5

-.0

14

.0

20

.09

3

.08

4

.05

8

.03

2

2.

Pen

did

ikan

fo

rmal

.2

49

*

.47

5**

.29

8**

.24

3*

.40

5**

.30

2**

.15

8

.16

8

.29

5**

.04

5

.05

4

.15

5

.15

3

.28

6**

3.

Pel

atih

an

.60

5**

.34

2**

.17

6

.38

5**

.35

3**

.45

9**

.30

7**

.47

0**

.49

1**

.45

2**

.25

2**

.51

3**

.52

9**

.54

4**

4.

Mat

a p

enca

har

ian

-.

01

9

.20

9*

.13

7

-.0

35

.1

20

.01

1

-.0

81

-.

02

0

.01

3

.08

2

-.0

82

-.

05

1

.01

4

.04

6

5.

Pen

dap

atan

.2

74

**

.49

5**

.24

4*

.23

9*

.38

9**

.25

9**

.23

5**

.29

4**

.36

2**

.40

7**

.02

2

.20

5*

.30

4**

.38

5**

6.

Luas

lahan

.3

18

**

.11

4

.16

3

.03

7

.14

3

.21

4*

.26

8**

.38

4**

.33

6**

.05

7

.26

3**

.13

7

.15

4

.23

3*

7.

Jum

lah t

ang

gu

ngan

kel

uar

ga

.11

7

.16

1

-.0

24

.0

55

.08

2

.14

5

.02

0

.15

3

.15

0

.08

9

-.0

67

.0

03

.05

1

.09

7

8.

Asa

l et

nis

.2

58

**

.13

6

.34

4**

.45

6**

.36

0**

-.0

80

.4

43

**

.06

6

.06

3

-.0

33

.2

96

**

.09

1

.10

9

.20

4*

9.

Kei

kuts

erta

an d

alam

kel

om

po

k

.54

8**

.57

2**

.42

8**

.58

3**

.62

4**

.30

1**

.45

9**

.32

5**

.39

5**

.45

4**

.36

0**

.43

2**

.54

3**

.57

0**

10

. K

eter

ded

ahan

in

form

asi

.4

57

**

.46

0**

.12

6

.31

1**

.35

7**

.38

3**

.19

1

.40

0**

.40

8**

.53

8**

.18

2

.57

6**

.59

7**

.48

2**

Ket

eran

gan

:

K:

Ko

gn

itif

(p

enget

ahu

an)

A:

Afe

kti

f (P

erse

psi

dan

sik

ap)

P:

Psi

ko

mo

tori

k (

tin

dak

an d

an k

eter

amp

ilan

)

*K

ore

lasi

sig

nif

ikan

pad

a ta

raf

kep

erca

yaa

n 9

5 p

erse

n (

α=

0.0

5)

** K

ore

lasi

sig

nif

ikan

pad

a ta

raf

kep

erca

yaa

n 9

9 p

erse

n (

α=

0.0

1)

86

Page 31: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

87

Umur

Tingkat usia akan mempengaruhi aktivitas seseorang. Umur yang relatif

lebih muda cenderung mempunyai kemampuan lebih besar dan sebaliknya umur

lanjut usia akan kurang produktif karena keterbatasan tenaga, namun mereka

mempunyai kemampuan berdasarkan pengalaman saja (Zaini, 2010). FAO (2003)

mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang akan semakin berkurang

partisipasinya dalam kegiatan konservasi hutan.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa umur tidak berkorelasi dengan

efektifitas pemberdayaan. Hal ini berarti bahwa umur responden tidak

berhubungan dengan partisipasi mereka dalam kegiatan dan kemandirian dalam

mengembangkan perilaku. Hal ini dapat dipahami karena hampir semua

responden termasuk dalam kategori usia sangat produktif.

Pendidikan formal

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi kemampuan berpikir,

memahami arti pentingnya hutan serta mencari solusi dari masalah-masalah yang

ada. Seseorang akan lebih cepat memberikan tanggapan terhadap suatu masalah,

melalui kemapuan berpikir dengan bekal pendidikan dan pengetahuan yang

mereka miliki (Hasanuddin, 2011). Faktor pendidikan berpengaruh karena

mempunyai implikasi terhadap tingkat pengetahuan responden di dalam

mengelola lahan serta tingkat pengetahuan dan persepsi responden terhadap

keberadaan TNBBS (Pasha dan Susanto, 2009).

Sejalan dengan hasil penelitian ini, bahwa tingkat pendidikan masyarakat

peserta program pemberdayaan mempunyai korelasi positif signifikan dengan

keeratan hubungan lemah terhadap partisipasi (r=0.209). Lemahnya korelasi

antara tingkat pendidikan dengan partisipasi dapat dipahami karena secara umum

tingkat pendidikan responden dapat dikatakan rendah. Sebagian besar responden

hanya berpendidikan setingkat sekolah dasar atau bahkan tidak lulus. Hal ini

sejalan dengan penelitian Brännlund, Sidibe, dan Gong (2009) yang

mengemukakan bahwa tingkat pendidikan formal tidak menunjukkan pengaruh

kuat dalam partisipasi pengelolaan hutan, dan hal ini disebabkan karena secara

umum masyarakat disekitar kawasan hutan berpendidikan rendah.Sedangkan

dengan tingkat kemandirian, tingkat pendidikan berkorelasi sangat signifikan

dengan keeratan hubungan lemah (r=0.286). Tingkat pendidikan berhubungan

signifikan dengan tingkat pengetahuan (kognitif) masyarakat dibidang ekologi dan

ekonomi. Pengetahuan ini dapat dijadikan dasar bagi masyarakat untuk

mengembangkan perilaku mereka, dalam hal ini berkaitan dengan kelestarian

kawasan dan peningkatan kesejahteraan mereka.

Pelatihan

Selain pendidikan formal, pengetahuan juga dapat diperoleh melalui

pendidikan non formal seperti pelatihan. Faktor pelatihan mempunyai korelasi

positif sangat signifikan dengan tingkat keeratan hubungan kuat dengan

partisipasi dalam pemberdayaan MDK (r=0.605) dan kemandirian masyarakat

Page 32: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

88

(r=0.544). Korelasi tersebut berada pada tingkat hubungan yang kuat dan sangat

signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan meningkatnya tingkat

pendidikan non formal maka partisipasi dan kemandirian mereka semakin baik.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, salah satu kendala yang

dihadapi masyarakat adalah rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya

pengembangan kapasitas. Ketika program pemberdayaan ditekankan pada

pengembangan usaha produktif, masyarakat mengalami kesulitan dalam

memecahkan permasalahan yang ada karena belum adanya pengetahuan,

pengalaman maupun keterampilan yang memadai. Misalnya dalam budidaya

ternak kambing, masyarakat masih mengambil makanan ternak dari kawasan,

karena belum mampu membuat hijauan makanan ternak (HMT) sendiri,

sementara hijauan makanan ternak dari lahan masyarakat tidak mencukupi

terutama pada musim kemarau. Dengan permasalahan tersebut, pelatihan

pembuatan makanan ternak sangat diperlukan berkaitan pemenuhan HMT.

Dengan demikian, pelatihan pada dasarnya berkaitan erat dengan bagaimana

masyarakat penerima program pemberdayaan dapat mengelola bantuan yang

diberikan dengan lebih baik. Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan

pengetahuan sekaligus keterampilan teknis masyarakat dalam mengelola kegiatan

dalam pemberdayaan.

Pendapatan

Pendapatan berkaitan dengan tersedianya biaya untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendapatan berkorelasi

berkorelasi positif sangat signifikan dengan partisipasi dan kemandirian

masyarakat Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat pendapatan maka dapat

diharapkan akan semakin baik pula tingkat partisipasi dan kemandirian yang

dimiliki masyarakat. Hubungan tingkat pendapatan dapat dikatakan signifikan

dalam keeratan hubungan yang lemah dengan partisipasi (r=0.274), sedangkan

dengan kemandirian, karakteristik ini mempunyai hubungan sangat signifikan

dengan keeratan hubungan cukup (r=0.385).

Keeratan hubungan yang lemah antara tingkat pendapatan dengan

partisipasi masyarakat dapat dipahami karena umumnya masyarakat peserta

program pemberdayaan mempunyai penghasilan dengan kategori rendah. Apabila

pendapatan mereka tidak mencukupi maka mereka cenderung berusaha untuk

menambah pendapatan dari berbagai usaha sampingan yang mudah dan cepat

menghasilkan misalnya menjadi buruh bangunan, memecah batu, bengkel, dan

usaha lainnya.

Jumlah tanggungan keluarga

Jumlah tanggungan keluarga dapat berpengaruh positif maupun negatif. Di

satu sisi semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin banyak aset

dalam berusaha serta terdapat ketersediaan tenaga untuk berpartisipasi, sementara

itu disatu pihak banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak yang

harus tercukupi kebutuhannya (Brännlund, Sidibe dan Gong, 2009). Besarnya

jumlah tanggungan keluarga responden mempengaruhi besarnya biaya hidup.

Page 33: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

89

Besarnya biaya hidup yang ditanggung responden akan mendorong untuk lebih

aktif berusaha guna memenuhi kebutuhan keluarganya (Hasanuddin, 2011).

Dalam penelitian ini, jumlah tanggungan keluarga tidak menunjukkan

adanya korelasi dengan partisipasi maupun kemandirian masyarakat. Tidak semua

anggota keluarga terlibat dalam kegiatan pemberdayaan MDK. Upaya dalam

memenuhi kebutuhan anggota keluarganyapun tidak serta merta mendorong

mereka untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan. Hal ini

disebabkan karena masyarakat tersebut belum merasakan adanya peningkatan

pendapatan yang nyata dengan adanya kegiatan pemberdayaan.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu

petani dan non petani. Dari hasil analisis, diperoleh hasil bahwa mata pencaharian

tidak mempunyai korelasi dengan partisipasi dan kemandirian.

Secara umum mata pencaharian utama masyarakat peserta program

pemberdayaan MDK adalah petani. Sebagai usaha untuk menambah penghasilan,

mereka pada umumnya mengandalkan pemasukan dari usaha-usaha sampingan,

seperti menjadi buruh tani, beternak, ojek dan lain-lain.

Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan

partisipasi (r=0.318) dan korelasi signifikan dengan kemandirian (r=0.233).

Kepemilikan lahan mempunyai hubungan kuat dengan partisipasi. Lahan

merupakan aset sumberdaya dalam partisipasi. Masyarakat yang mempunyai

lahan akan meminjamkan lahannya dan atau memanfaatkannya dalam kegiatan

agroforestry, budidaya ternak dan sebagainya.

Kepemilikan lahan mempunyai keeratan hubungan dengan kemandirian

terutama dalam mengembangkan perilaku kemandirian di bidang ekonomi. Hal ini

dapat dipahami karena dengan memiliki lahan sendiri maka akan mengurangi

ketergantungan terhadap kawasan hutan. Namun demikian, meskipun mayoritas

masyarakat merupakan petani, namun lebih dari separuhnya merupakan petani

penggarap karena mereka tidak mempunyai lahan sendiri.

Etnis pemukim

Masyarakat di sekitar kawasan TNBBS pada umumnya cukup beragam baik

dari segi etnis maupun sosial budaya akibat perpindahan penduduk baik akibat

program pemerintah (transmigrasi) maupun perpindahan karena kemauan sendiri.

Pendatang pada umumnya membuka lahan hutan untuk digarap sekaligus

sebagai tempat tinggal. Akibat banyaknya pendatang tersebut maka terdapat

kecenderungan dalam memandang penduduk asli dan pendatang, dimana etnis

pendatang diangap lebih tidak konservatif dibandingkan dengan etnis asli.

Kondisi masyarakat lokal yang dengan asal berbeda mempunyai kemungkinan

Page 34: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

90

memiliki referensi tata nilai yang berbeda pula, dan hal ini akan menyebabkan

perilaku bervariasi terhadap sumberdaya alam taman nasional.

Dari hasil penelitian, asal etnis pemukim mempunyai korelasi sangat

signifikan dengan keeratan hubungan lemah dengan partisipasi (r=0.258),

sedangkan dengan kemandirian berkorelasi signifikan dengan keeratan hubungan

yang juga lemah (r=0.204).

Kubu Perahu merupakan enclave, dimana masyarakat telah ada sebelum

kawasan ditetapkan sebagai taman nasional. Ketergantungan yang kuat dengan

kawasan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan paling tidak akan

mempengaruhi mereka dalam memandang kawasan bukan saja sebagai kawasan

dilindungi tetapi juga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan akses mereka

yang semakin terbatas. Sedangkan masyarakat peserta program pemberdayaan di

Sukaraja meskipun merupakan etnis pendatang, tetapi mereka telah tinggal cukup

lama di daerah tersebut, bahkan sejak lahir. Mereka merasa sebagai masyarakat

setempat dan mempunyai tanggung jawab sama terhadap lingkungan.

Dengan perkembangan yang ada, masyarakat etnis asli justru terdorong

untuk melakukan aktivitas pembukaan lahan hutan (perambahan) karena melihat

kehidupan pendatang yang lebih sejahtera dibandingkan dengan mereka.

Keikutsertaan dalam kelompok

Faktor keikutsertaan dalam kelompok mempunyai hubungan sangat

signifikan dengan tingkat keeratan hubungan kuat baik dengan partisipasi

(r=0.548) maupun kemandirian (r=0.570). Hal ini mengindikasikan bahwa

semakin aktif masyarakat dalam kelompok maka partisipasi dan kemandirian

mereka akan semakin baik. Keaktifan dalam kelompok tersebut berimplikasi pada

meningkatnya pengetahuan dan informasi serta kerjasama.

Selain itu, sebagaimana diketahui bahwa kelompok sering dijadikan acuan

bertindak dan bertingkah laku anggotanya. Anggota kelompok cenderung meniru

bahkan menuruti pola sosial dalam kelompok tersebut di masyarakat. Norma-

norma kelompok yang menyebabkan anggota untuk melakukan penyesuaian diri.

Selanjutnya hal ini terwujud dalam kekohesifan (kekompakan) kelompok yaitu,

sejauh mana anggota merasa tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tetap

berada dalam kelompok tersebut. Hal tersebut dapat dicapai apabila antara

anggota kelompok aktif dalam kelompok yang diukur dengan intensitas interaksi.

Berdasarkan hal tersebut maka anggota masyarakat yang aktif dalam

kelompok dimana kelompok tersebut mendukung kegiatan pemberdayaan, maka

dukungan terhadap kegiatan pemberdayaan akan semakin baik dan diharapkan

dapat meningkatkan pengetahuan serta tindakan anggotanya.

Keterdedahan informasi

Keterdedahan informasi mempunyai korelasi positif sangat signifikan

dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan partisipasi (r=0.457) dan

kemandirian (r=0.482). Dengan keterdedahan informasi yang relatif baik

diharapkan akan dapat membuka wawasan masyarakat tentang berbagai hal. Hal

tersebut dapat mendorong masyarakat untuk membuka diri terhadap perubahan

Page 35: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

91

yang ditawarkan, dalam hal ini program pemberdayaan. Secara umum masyarakat

memperoleh berbagai informasi dari teman kelompok mereka. Sedangkan

informasi mengenai pelestarian kawasan dan hal-hal mengenai pemberdayaan

MDK kebanyakan mereka peroleh dari penyuluh/pendamping.

Dari hasil analisis, karakteristik individu yang mempunyai korelasi paling

besar dengan partisipasi adalah pendidikan nonformal/pelatihan (r=0.605). Faktor

lain yang juga mempunyai korelasi dengan kemandirian adalah pendidikan non

formal (r=0.544) dan keikutsertaan dalam kelompok (r=0.570). Dengan demikian

faktor-faktor tersebut perlu untuk dipertimbangkan karena diharapkan mampu

mendorong upaya meningkatkan efektifitas pemberdayaan MDK di TNBBS.

Hubungan Interaksi dan Akses terhadap Taman Nasional dengan

Efektifitas Pemberdayaan

Hasil penelitian dengan analisis korelasi Spearman menunjukkan adanya

keeratan hubungan antara faktor interaksi dan akses masyarakat terhadap taman

nasional dengan efektifitas pemberdayaan partisipasi dan kemandirian masyarakat

dalam mengembangkan perilaku (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) di

bidang ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Interaksi dan akses masyarakat

terhadap taman nasional dalam konteks penelitian ini tercermin dari seberapa

sering masyarakat masuk ke dalam kawasan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya atau seberapa besar ketergantungannya terhadap TNBBS. selain itu

interaksi dan akses juga ditentukan melalui seberapa besar manfaat langsung

kawasan TNBBS yang dirasakan oleh masyarakat, bagaimana keterlibatan mereka

dalam program pemberdayaan yang dilakukan TNBBS dalam hal ini MDK, dan

seberapa besar akses masyarakat terhadap kegiatan pengelolaan taman nasional.

Hasil analisis hubungan interaksi dan akses terhadap taman nasional dengan

efektifitas pemberdayaan partisipasi dan kemandirian disajikan dalam Tabel 20

dan Tabel 21:

Tabel 20 Hubungan interaksi dan akses terhadap taman nasional dengan

partisipasi

Sub Variabel

Partisipasi

No.

Spearman’s Coefficient

Correlations

1. Tingkat ketergantungan terhadap TNBBS .472**

2. Tingkat manfaat langsung keberadaan TNBBS .663**

3. Tingkat keterlibatan dalam program

pemberdayaan MDK .569**

4. Tingkat akses terhadap kegiatan TNBBS .885**

5. Interaksi dan akses terhadap sumber daya .877**

Keterangan:

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen (α= 0.01)

Page 36: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

92

Tabel 21 Hubungan interaksi dan akses terhadap taman nasional dengan

kemandirian

Sub Variabel

Kemandirian dalam Mengembangkan Perilaku di Bidang

Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Keman-

dirian No. K A P Total K A P Total K A P Total

Spearman’s Coefficient Correlations

1. Tingkat

ketergantungan

terhadap TNBBS

.371** .254** .551** .461** .343** .345** .368** .400** .395** .255** .449** .487** .489**

2. Tingkat manfaat

keberadaan

TNBBS

.666** .271** .523** .591** .516** .415** .537** .599** .632** .298** .488** .603** .665**

3. Tingkat

keterlibatan

dalam MDK

.592** .422** .541** .623** .376** .323** .405** .439** .518** .371** .398** .566** .593**

4. Tingkat akses

terhadap

kegiatan TNBBS .744** .388** .703** .736** .569** .489** .651** .713** .712** .347** .650** .780** .823**

5. Interaksi dan

akses terhadap

Taman nasional

.766** .401** .688** .745** .565** .481** .647** .703** .720** .385** .628** .780** 823**

Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan

Tingkat ketergantungan terhadap kawasan mempunyai korelasi positif

sangat signifikan dengan partisipasi (r=0.472) maupun kemandirian (r=0.489)

dalam kategori keeratan hubungan yang kuat. Hal ini berarti bahwa semakin

rendah tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan yang berarti semakin

baik interaksi masyarakat dengan kawasan, maka terdapat kecenderungan semakin

baik tingkat partisipasi maupun kemandiriannya.

Tuntutan pemenuhan kebutuhan dan keterbatasan lahan menyebabkan

masyarakat memanfaatkan kawasan hutan. Sebelum adanya kegiatan

pemberdayaan masyarakat banyak yang membuka lahan di dalam kawasan,

mengambil damar dan kayu. Namun dengan adanya kegiatan pemberdayaan dan

seiiring kesadaran masyarakat yang semakin baik, saat ini aktifitas tersebut sudah

berkurang. Namun berbagai aktifitas lain untuk memenuhi kebutuhan masih

dilakukan oleh masyarakat, antara lain mengambil berbagai hasil hutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka mulai dari kebutuhan akan air, makanan

ternak, kayu bakar, berburu, mengambil anggrek, tanaman obat.

Tingkat manfaat langsung keberadaan taman nasional yang dirasakan

masyarakat

Manfaat langsung keberadaan taman nasional yang dirasakan oleh

masyarakat mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan keeratan

hubungan kuat baik dengan partisipasi (r=0.663) maupun dengan kemandirian

Keterangan:

K: Kognitif (pengetahuan)

A: Afektif (Persepsi dan sikap)

P: Psikomotorik (tindakan dan keterampilan)

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen (α= 0.01)

Page 37: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

93

(r=0.665). Hal ini berarti semakin besar manfaat langsung yang dirasakan maka

diharapkan masyarakat akan semakin terdorong untuk berpartisipasi dan pada

akhirnya semakin baik dalam mengembangkan perilaku kemandirian.

Manfaat taman nasional terdiri dari manfaat ekonomi, ekologi dan sosial

budaya. Namun demikian, sebagaimana di ketahui bahwa kebutuhan masyarakat

di sekitar kawasan taman nasional adalah kebutuhan untuk waktu sekarang.

Berdasarkan hal tersebut, upaya untuk mendekatkan masyarakat terhadap taman

nasional dalam arti positif sangat penting untuk dipertimbangkan dalam

pengelolaannya. Selama ini TNBBS juga telah melakukan upaya tersebut

misalnya dengan pemanfaatan sumber daya kawasan yang langsung dapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat seperti pemanfaatan air untuk mikrohidro,

penanaman batas kawasan dengan hijauan makanan ternak dan sebagainya. Upaya

ini perlu terus ditingkatkan misalnya dengan pengembangan usaha produktif ke

arah aneka usaha kehutanan. Dengan demikian masyarakat akan lebih merasakan

manfaat langsung kawasan TNBBS sehingga diharapkan kedekatan dan rasa

memiliki akan mendorong perilaku positif dalam meningkatkan kesejahteraan dan

kelestarian kawasan.

Tingkat keterlibatan dalam program pemberdayaan MDK

Keterlibatan dalam konteks penelitian ini lebih ditekankan dimensi waktu,

yaitu berapa lama responden terlibat dalam pemberdayaan masyarakat.

Sebagaimana hasil penelitian Hashemi et al. (1996) yang diacu dalam Herawati

(2012) bahwa lamanya responden menjadi anggota pemberdayaan berpengaruh

signifikan terhadap beberapa indikator pemberdayaan seperti kemandirian dan

keterlibatan pengambilan keputusan.

Dalam penelitian ini keterlibatan dalam program pemberdayaan MDK yang

dilakukan oleh TNBBS mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan

tingkat keeratan hubungan kuat terhadap partisipasi (r=0.569) dan kemandirian

(r=0.593). Masyarakat yang telah lama terlibat dalam kegiatan pemberdayaan

mempunyai tingkat partisipasi dan kemandirian yang lebih baik dibandingkan

dengan yang belum lama terlibat. Hal ini dapat dipahami karena semakin lama

masyarakat terlibat dalam kegiatan maka baik pengetahuan, wawasan, sikap dan

tindakan mereka akan meningkat ke arah yang positif.

Tingkat akses masyarakat terhadap kegiatan taman nasional

Dari hasil analisis, akses masyarakat terhadap taman nasional baik akses dalam

kegiatan pemberdayaan maupun kegiatan-kegiatan taman nasional lainnya, mempunyai

korelasi positif sangat signifikan dengan tingkat keeratan hubungan sangat kuat dengan

efektifitas pemberdayaan partisipasi (r=0.885) dan kemandirian (r=0.823). Dengan

demikian, dengan memperbesar akses masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan taman

nasional baik dalam hal pelestarian hutan maupun pemberdayaan diharapkan akan

mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat ke arah yang lebih baik.

Meningkatkan pemberian akses kepada masyarakat dalam pengelolaan taman

nasional berarti memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada masyarakat

untuk berpartisipasi didalamnya. Dalam pemberdayaan MDK, misalnya dengan

Page 38: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

94

fasilitasi penyuluh, masyarakat diberi akses dalam perencanaan, pelaksanaan,

pemanfaatan dan monitoring evaluasi. Dengan demikian masyarakat mempunyai akses

terhadap semua proses dalam pemberdayaan dan dengan demikian diharapkan akan

dapat mendorong masyarakat untuk merasa memiliki dan membutuhkan, dan bukan

hanya sebagai objek penerima.

Dengan demikian, secara garis besar, interaksi dan akses masyarakat peserta

program pemberdayaan terhadap TNBBS mempunyai korelasi sangat signifikan

dengan tingkat keeratan hubungan sangat kuat dengan efektifitas pemberdayaan di

TNBBS. efektifitas dimaksud adalah partisipasi masyarakat (r=0.877) dan kemandirian

(r=0.823) dalam mengembangkan perilaku di bidang ekologi (r=0.745), ekonomi

(r=0.703) dan sosial budaya (r=0.780). Faktor yang mempunyai korelasi paling besar

dengan efektifitas pemberdayaan baik partisipasi maupun kemandirian adalah manfaat

langsung yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya TNBBS dan seberapa besar

akses bagi masyarakat dalam kegiatan TNBBS.

Hubungan Pendekatan Pemberdayaan dengan Efektifitas Pemberdayaan

Pendekatan yang sesuai diharapkan dapat mengembangkan perilaku positif

masyarakat baik dalam bidang ekologi, ekonomi dan sosial budaya sehingga tau

mau dan mampu melaksanakan kegiatan dalam rangka konservasi kawasan dan

sekaligus dapat bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perilaku

positif dimaksud dalam konteks ini adalah partisipasi dalam kegiatan

pemberdayaan dan pada akhirnya dapat membentuk kemandirian masyarakat.

Upaya ini salah satunya ditempuh melalui pemberian informasi sebanyak-

banyaknya kepada masyarakat dan mengajak mereka untuk selalu tanggap dan

peduli terhadap lingkungan di sekitar mereka dalam hal ini TNBBS.

Dalam penelitian ini pendekatan pemberdayaan yang diduga berkorelasi

dengan efektifitas pemberdayaan (partisipasi dan kemandirian) adalah pendekatan

pemberdayaan yang dilakukan oleh pengelola (TNBBS) yang meliputi

kesepahaman, kelembagaan, fasilitator, pendampingan, bentuk kegiatan

pemberdayaan, jejaring kerja dan kemitraan, pemberian akses serta monitoring

dan evaluasi. Dari hasil analisis, diperoleh hasil bahwa pendekatan pemberdayaan

menpunyai korelasi/hubungan nyata dengan efektifitas pemberdayaan partisipasi

dan kemandirian. Korelasi pendekatan pemberdayaan dengan partisipasi dan

kemandirian disajikan dalam tabel berikut:

Page 39: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

95

Tab

el 2

2 H

ubun

gan

pen

dek

atan

pem

ber

dayaa

n d

engan

efe

kti

fita

s p

ember

day

aan

(p

arti

sipas

i dan

kem

andir

ian

)

Sub

Var

iab

el

K

em

and

iria

n d

alam

Men

gem

ban

gkan P

eril

aku d

i B

idan

g

No

. P

arti

-

sip

asi

Eko

logi

Eko

no

mi

So

sial

Bud

aya

Kem

and

i-

rian

K

A

P

To

tal

K

A

P

To

tal

K

A

P

To

tal

Sp

earm

an’s

Co

effi

cient

Co

rrel

atio

ns

1.

Kes

epah

am

an

.55

1**

.59

9**

.48

3**

.47

1**

.62

5**

.32

0**

.32

5**

.40

8**

.43

7**

.51

5**

.30

0**

.36

3**

.53

7**

.57

5**

2.

Kel

em

bag

aan

.3

57

**

.44

7**

.20

0*

.34

1**

.41

6**

.32

5**

.25

4**

.34

1**

.39

5**

.38

3**

.27

4**

.16

3

.33

0**

.43

5**

3.

Fas

ilit

ato

r .7

08

**

.58

9**

.40

5**

.65

1**

.65

6**

.47

4**

.48

1**

.58

9**

.60

3**

.67

7**

.42

5**

.52

0**

.70

5**

.71

7**

4.

Pen

dam

pin

gan

.7

15

**

.58

8**

.34

5**

.65

7**

.63

5**

.59

0**

.54

7**

.69

9**

.72

7**

.61

4**

.49

6**

.55

9**

.69

4**

.77

7**

5.

Ben

tuk k

egia

tan

pem

ber

dayaa

n

.67

1**

.58

6**

.20

7*

.53

7**

.53

9**

.62

2**

.46

7**

.65

4**

.72

0**

.56

9**

.31

5**

.57

2**

.60

0**

.70

8**

6.

Jeja

ring k

erja

dan

kem

itra

an

.53

3**

.52

2**

.18

2

.40

0**

.44

9**

.41

3**

.30

6**

.52

6**

.54

1**

.53

2**

.23

2*

.42

6**

.53

0**

.56

7**

7.

Mo

nit

ori

ng d

an e

val

uasi

.5

95

**

.44

5**

.16

1

.38

4**

.40

2**

.40

4**

.35

8**

.52

2**

.52

3**

.50

8**

.34

0**

.51

8**

.55

0**

.56

5**

8.

To

tal

pen

dek

atan

pem

ber

dayaa

n

.80

6**

.72

1**

.36

7**

.66

9**

.71

2**

.61

3**

.51

5**

.73

4**

.77

1**

.75

8**

.42

9**

.60

9**

.78

1**

.84

2**

K

eter

angan

:

K:

Ko

gn

itif

(p

enget

ahu

an)

A:

Afe

kti

f (P

erse

psi

dan

sik

ap)

P:

Psi

ko

mo

tori

k (

tin

dak

an d

an k

eter

amp

ilan

)

*K

ore

lasi

sig

nif

ikan

pad

a ta

raf

kep

erca

yaa

n 9

5 p

erse

n (

α=

0.0

5)

** K

ore

lasi

sig

nif

ikan

pad

a ta

raf

kep

erca

yaa

n 9

9 p

erse

n (

α=

0.0

1)

95

Page 40: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

96

Kesepahaman

Dari hasil analisis, faktor kesepahaman mempunyai korelasi positif sangat

signifikan dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan efektifitas

pemberdayaan MDK dalam hal partisipasi (r=0.551) dan kemandirian masyarakat

(r=0.575). Kesepahaman dalam konteks ini adalah upaya sosialisasi yang

dilakukan oleh pihak pengelola berkaitan dengan MDK dan seberapa jauh

masyarakat sasaran memahaminya. Hal ini berarti bahwa semakin masyarakat

memahami mengenai kegiatan dimana mereka terlibat di dalammya maka dapat

diharapkan semakin besar pula partisipasi serta kemandirian mereka.

Pemberdayaan masyarakat daerah penyangga sekitar TNBBS tidak hanya

untuk meminimalisir terjadinya kerusakan sumberdaya hutan dan ekosistemnya

akibat perambahan dan tindak ilegal lainnya namun juga diarahkan sebagai

upaya untuk memberikan kesempatan, kemudahan dan fasilitasi pada masyarakat

agar secara mandiri tau, sadar, mau dan mampu mengembangkan potensi yang

dimiliki dengan senantiasa memperhatikan upaya pelestarian sumberdaya alam

dan lingkungan hidupnya.

Partisipasi bagi TNBBS adalah mengupayakan dan mengakomodir hal tersebut

berdasarkan pengakuan bahwa masyarakat memiliki potensi pengetahuan,

kemampuan serta kearifan untuk memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari.

TNBBS mencoba memberi tanggungjawab melalui pemberdayaan sebagai bentuk

partisipasi masyarakat sekitar. Namun demikian masyarakat tidak selalu berpijak dari

hal yang sama. Adanya ketergantungan yang relatif tinggi dari masyarakat terhadap

pendampingan mengindikasikan masyarakat belum siap untuk diberi tanggung jawab

itu. Di samping itu masih banyak masyarakat yang menganggap kegiatan MDK

sebagai kompensasi semata dari pihak TNBBS karena masyarakat tidak boleh

mengganggu hutan, pemusnahan tanaman pada lahan perambahan ataupun imbalan

atas perilaku mereka dalam membantu program TNBBS. Adanya pandangan

demikian paling tidak akan mempengaruhi masyarakat terutama dalam keikutsertaan

mereka dalam program terkait dengan apakah mereka menganggap pemberdayaan

sebagai proyek semata ataukah sudah menjadi kebutuhan.

Kelembagaan

Dari hasil analisis, kelembagaan mempunyai korelasi positif sangat

signifikan dengan keeratan hubungan yang kuat terhadap efektifitas

pemberdayaan MDK yaitu partisipasi (r=0.357) dan kemandirian (r=0.435).

Kelembagaan dalam hal ini meliputi Kelembagaan internal dalam MDK meliputi

aturan-aturan yang jelas mengenai pelaksanaannya maupun adanya lembaga lain

yang mendukung. Dalam kegiatan pemberdayaan, termasuk MDK, dimana

kawasan mempunyai wilayah lintas provinsi dan juga kompleksitas permasalahan

hutan dengan masyarakat sendiri, maka diharapkan pelaksanaannya mendapat

dukungan bukan saja dari pihak pengelola tetapi juga lembaga ataupun instansi

lain yang terkait dengan kegiatan pemberdayaan.

Page 41: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

97

Fasilitator

Peran penyuluh sebagai fasilitator adalah sebagai mata rantai komunikasi

yang menghubungkan sistem sosial yang mempelopori perubahan atau sumber

informasi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya.

Hasil penelitian dengan analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif sangat signifikan dengan tingkat keeratan hubungan

sangat kuat antara fasilitator dengan efektifitas pemberdayaan MDK dalam hal

partisipasi (r=0.708) dan kemandirian (r=0.717). Dalam konteks ini korelasi

tersebut berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki fasilitator meliputi kedekatan

dengan masyarakat, kemampuan dalam membangun kesepakatan bersama atas

permasalahan yang ada, mengembangkan hubungan dan membangun kemitraan,

memberikan saran, masukan dan informasi bermanfaan serta keterampilan teknis

yang dimiliki. Hal ini berarti bahwa semakin baik kemampuan fasilitator maka

dapat diharapkan partisipasi dan kemandirian masyarakat akan semakin

bertambah.

Kemampuan penyuluh dalam melakukan interaksi dengan masyarakat

berkaitan erat dengan kedekatan hubungan yang dibangun. Masyarakat

mengharapkan penyuluh sebagai tempat bertanya hal-hal yang belum mereka

pahami, memberikan solusi ataupun informasi untuk permasalahan yang mereka

hadapi, mempunyai keterampilan teknis memadai untuk memecahkan

permasalahan bersama masyarakat dan mampu menghubungkan masyarakat

dengan pihak lain yang mendukung. Kapasitas dan kredibilitas penyuluh sebagai

fasilitator turut membentuk ketertarikan masyarakat terhadap program-program

pemberdayaan yang dilakukan.

Adanya korelasi yang signifikan antara fasilitator dengan perilaku

masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan juga mengindikasikan bahwa pada

dasarnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk mengikuti ajakan ataupun

himbauan ke arah lebih baik. Kegiatan penyuluhan perlu terus dilakukan pada

masyarakat karena dengan adanya penyuluhan diharapkan dapat meningkatkan

perilaku masyarakat ke arah lebih baik. Seringkali perubahan perilaku dapat

bersumber dari seseorang yang dianggap sebagai panutan dan sumber

pengetahuan.

Pendampingan

Proses pembelajaran dalam pendampingan yang berjalan baik merupakan

kunci keberhasilan yang penting. Berdasarkan hasil analisis, pendampingan

mempunyai hubungan positif sangat signifikan dengan tingkat keeratan hubungan

sangat kuat dengan efektifitas pemberdayaan MDK yaitu partisipasi (r=0.715) dan

kemandirian masyarakat (r=0.777). Pendampingan dalam hal ini meliputi

keberlanjutan interaksi dengan masyarakat, kesesuaian tujuan pemberdayaan

MDK dengan masyarakat, proses komunikasi, manfaat yang dicapai dan

pembelajaran yang terjadi dalam pemberdayaan MDK.

Pemberdayaan MDK bukanlah kegiatan yang bersifat instan. Pendampingan

tidak bisa serta merta berhenti ketika proyek selesai tetapi harus berkelanjutan

mulai dari tahap prakondisi, persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga

masyarakat telah memiliki kemandirian yang mantap.

Page 42: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

98

Dari hasil wawancara, masyarakat mempunyai ketergantungan terhadap

pendampingan. Adanya ketergantungan yang relatif tinggi dari masyarakat terhadap

pendampingan mengindikasikan masyarakat belum siap untuk menerima tanggung

jawab dalam kegiatan pemberdayaan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa

kegiatan pemberdayaan termasuk MDK adalah kompensasi dari TNBBS karena

masyarakat tidak boleh mengganggu hutan ataupun imbalan atas perilaku mereka

dalam membantu program TNBBS.

Selain itu, masyarakat sebagai penerima manfaat kegiatan pemberdayaan

bukan hanya dihadapkan pada masalah keterbatasan sumberdaya tetapi juga

masalah modal, pemasaran, kelembagaan kelompok, kemitraan keahlian teknis

dan sebagainya. Dengan demikian, upaya pendampingan yang dilakukan dapat

meliputi (a). Pendampingan kelembagaan melalui penguatan kapasitas kelembagaan

sebagai upaya pengembangan kapasitas individu, kelompok dan sistem kelembagaan

misalnya melalui pelatihan teknis, peningkatan kapasitas anggota maupun

kelompok; (b). Pendampingan teknis peningkatan usaha produktif, sebagai upaya

peningkatan pendapatan; (c) Pendampingan dalam pengembangan jejaring kerja dan

kemitraan dalam hal usaha pemasaran, peningkatan produksi, permodalan dan lain

sebagainya.

Dengan demikian pendampingan perlu dilakukan secara berkelanjutan

untuk mengantisipasi dan memotivasi masyarakat untuk memecahkan masalah

keterbatasan tersebut. Semakin baik pendampingan yang dilakukan maka

diharapkan akan semakin efektif kegiatan pemberdayaan.

Bentuk kegiatan pemberdayaan

Dari hasil penelitian, bentuk kegiatan pemberdayaan mempunyai korelasi

positif sangat signifikan dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan

efektifitas pemberdayaan MDK yaitu partisipasi (r=0.671) dan keeratan hubungan

sangat kuat dengan kemandirian (r=0.708). dalam konteks penelitian ini, bentuk

kegiatan pemberdayaan yang seimbang dalam bentuk fisik, didukung oleh

peningkatan kapasitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat, penguatan

kelembagaan, dan penguatan jaringan kemitraan serta monitoring dan evaluasi

sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat sasaran serta kondisi lokal setempat

diharapkan dapat mendukung keberhasilan pemberdayaan.

Secara umum bentuk pemberdayaan yang dilakukan belum sesuai dengan

proporsinya terhadap kebutuhan dan kesesuaian dengan lokal kondisi lokal

setempat. Masyarakat Sukaraja pada umumnya mengharapkan kegiatan

peningkatan kapasitas melalui pelatihan-pelatihan agar dapat mengelola kegiatan

dengan lebih baik, sedangkan masyarakat Kubu Perahu mengharapkan adanya

kegiatan yang sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Saat ini kegiatan MDK

di kubu perahu difokuskan pada kegiatan budidaya ikan dengan pertimbangan

persediaan air yang melimpah. Namun hal tersebut pada pelaksanaannya

mengalami kendala karena mayoritas peserta pemberdayaan MDK di Kubu

Perahu tidak mempunyai lahan sehingga tempat budidaya ikan menyewa lahan

orang lain. Budidaya ikan adalah bentuk kegiatan yang telah disetujui oleh

masyarakat. Namun dalam perkembangannya ketika ternyata budidaya ikan tidak

memberikan hasil sesuai yang diharapkan, masyarakat tidak bersemangat lagi

mengerjakannya dan mulai melirik kegiatan lain yang lebih menjanjikan secara

Page 43: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

99

ekonomis. Bukan tidak mungkin, kondisi demikian akan mendorong masyarakat

untuk kembali melakukan tindakan ilegal terhadap hutan.

Dengan demikian meskipun keputusan jenis bantuan berdasarkan atas

permintaan dan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap harus dikaji lebih lanjut bagaimana

prospek ke depan, kendala yang harus dihadapi, pengaruhnya terhadap masyarakat,

bagaimana pemasarannya dan sebagainya. Kegiatan pendampingan bukan sekedar

transfer secara teknis tetapi merupakan pekerjaan kompleks berkaitan dengan berbagai

aspek kehidupan masyarakat sasaran lainnya. tentunya kondisi tersebut harus dapat

diantisipasi terutama pada saat perencanaan kegiatan.

Jejaring kerja dan kemitraan

Jejaring kerja dan kemitraan mempunyai hubungan positif sangat signifikan

dengan tingkat keeratan hubungan yang kuat dengan efektifitas pemberdayaan

MDK dalam hal partisipasi (r=0.533) dan kemandirian masyarakat (r=0.567). Hal

ini berarti bahwa dengan pengembangan jejaring kerja dan kemitraan yang baik

diharapkan kegiatan pemberdayaan akan lebih efektif.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa masyarakat mempunyai keterbatasan

dalam berbagai hal, oleh karenanya mereka perlu pendampingan. Pendamping,

dalam hal ini penyuluh juga mempunyai keterbatasan, yang dalam penelitian ini

terutama adalah dalam hal jumlah dan tenaga serta keahlian teknis. Penyuluh tidak

mempunyai keahlian di segala bidang sehingga membutuhkan bantuan pihak-

pihak lain dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

Keterbatasan bukan hanya aset sumberdaya alam termasuk lahan tetapi

juga sering berbagai keterbatasan lainnya seperti keterbatasan skala usaha,

manajemen, modal, teknologi, keahlian dan pemasaran. Sementara itu, biasanya aset

teknologi, permodalan dan manajemen yang baik dimiliki oleh sektor ekonomi skala

besar, sektor perbankan/lembaga keuangan dan sejenisnya. Kondisi demikian

memerlukan koordinasi yang baik dalam menjalin kemitraan dan jaringan kerja

yang diharapkan dapat mengantisipasi keterbatasan yang ada.

Di Kubu Perahu misalnya dengan bantuan budidaya ikan, dengan

membantu pembangunan fasilitas kolam dan pemberian bibit saja tidak akan

menyelesaikan masalah. Pada kenyataannya masyarakat mengalami kesulitan

dalam hal bagaimana mengembangkannya, bagaimana memperkuat kinerja

kelompok, bagaimana pemasaran setelah panen ikan dan sebagainya.

Untuk itu, pendamping/penyuluh perlu untuk memfasilitasi penguatan

kelembagaan kelompok, peningkatan keterampilan, penguatan jaringan/

kemitraan dalam hal pemasaran dan sebagainya. Untuk itu perlu ada upaya

pengembangan jejaring atau kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain. Dalam

hal modal misalnya perlu diupayakan adanya bantuan lunak atau bantuan sejenis

dari lembaga keuangan setempat. Untuk mengatasi permasalahan pemasaran

perlu menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan berbagai

kalangan usaha.

Page 44: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

100

Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi memiliki korelasi positif sangat signifikan dengan

tingkat keeratan hubungan kuat dengan efektifitas pemberdayaan MDK dalam hal

partisipasi (r=0.595) dan kemandirian masyarakat (r=0.565). Dengan

melaksanakan monitoring dan evaluasi pada semua kegiatan dalam program

pemberdayaan MDK, maka diharapkan akan lebih mendorong kegiatan agar lebih

terarah dan sesuai dengan tujuan.

Dengan demikian faktor pendekatan pemberdayaan secara keseluruhan

mempunyai korelasi positif sangat signifikan dengan keeratan hubungan sangat

kuat terhadap efektifitas pemberdayaan yaitu partipasi (r=0.806) dan kemandirian

(r=0.842) masyarakat dalam mengembangkan perilaku di bidang ekologi

(r=0.712), ekonomi (r=0.771) dan sosial budaya (r=0.781). Faktor pendekatan

pembedayaan yang mempunyai korelasi paling besar dengan partisipasi adalah

adalah fasilitator (r=0.708), pendampingan (r=0.715) dan benruk kegiatan

pemberdayaan (0.671). Sedangkan faktor yang mempunyai korelasi paling besar

dengan kemandirian adalah pendampingan (r=0.777), fasilitator (r=0.717) dan

bentuk pemberdayaan (r=0.708).

Hubungan Partisipasi dengan Kemandirian

Pemberdayaan melalui partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial

dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan budaya. Berbagai penelitian

mengenai partisipasi masyarakat (dalam pengelolaan hutan partisipatif)

menunjukkan bahwa terdapat beberapa dampak nyata yang dihasilkan oleh

pemberdayaan berbasis partisipasi (CANARI, 2002), yaitu:

(1) Dalam bidang ekologi, mengurangi degradasi hutan dan memperbaiki

ekosistem melalui melalui kontrol dan pola penggunaan yang stabil.

(2) Dalam bidang ekonomi, berkurangnya ketergantungan masyarakat pada

sumber daya hutan, keterampilan meningkat, memanfaatkan potensi yang

menghasilkan tenaga kerja lokal.

(3) Dalam bidang sosial, mengembangkan keaktifan kelompok untuk menjadi

mitra aktif, memperoleh manfaat dari pembelajaran dan informasi,

berbagi, meningkatkan kapasitas pengelolaan dan keterampilan.

(4) Dalam bidang kelembagan, struktur budaya, sikap, dan lembaga pengelolaan

hutan akan menjadi lebih fokus pada pengembangan hubungan antara hutan

dan hubungan antara pemerintah dan pemangku kepentingan hutan lainnya.

Keterlibatan lembaga-lembaga eksternal dapat memberikan dampak yang

lebih baik/positif dalam mendukung pengembangan kapasitas.

(5) Dalam bidang kebijakan, mendorong kepekaan pembuat kebijakan tentang

manfaat pendekatan partisipatif.

Dari hasil dalam penelitian ini, partisipasi mempunyai korelasi sangat signifikan

dengan kemandirian, sebagaimana dalam Tabel 23 berikut:

Page 45: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

101

Tabel 23 Hubungan partisipasi dengan kemandirian

Partisipasi

Kemandirian dalam Mengembangkan Perilaku di Bidang

Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Total

Keman-

dirian K A P Total K A P Total K A P Total

Spearman’s Coefficient Correlations

Perencanaan .579** .340** .660** .632** .490** .466** .488** .565** .526** .428** .573** .621** .680**

Pelaksanaan .709** .431** .659** .721** .553** .433** .624** .665** .671** .396** .586** .735** .789**

Pemanfaatan .636** .332** .592** .608** .586** .408** .591** .658** .647** .373** .696** .756** .757**

Evaluasi .721** .345** .690** .701** .510** .498** .610** .642** .693** 306** .719** .761** .781**

Partisipasi .728** .389** .706** .721** .589** .486** .626** .691** .696** .424** .712** .795** .823**

Dari hasil analisis, partisipasi mempunyai korelasi positif sangat signifikan

dengan tingkat keeratan hubungan sangat kuat (r=0.830). Hal tersebut berarti bahwa

dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dapat

mendorong kearah kemandirian yang lebih baik.

Dari hasil penelitian, partisipasi mempunyai korelasi sangat signifikan pada

tingkat keeratan hubungan kuat dengan kemandirian masyarakat dalam aspek

ekologi (r=0.721), ekonomi (r=0.691) dan sosial budaya (r=0,795). Koefisien

korelasi paling kecil adalah partisipasi dalam aspek kemandirian ekonomi. Hal ini

dapat dipahami karena belum semua hasil pemberdayaan MDK berdampak

terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Agroforestry baru dilaksanakan satu

tahun terakhir sehingga saat ini masih dalam tahap pemeliharaan. Demikian pula

dengan budidaya ikan, dimana lahan kolam merupakan lahan dengan status sewa,

sehingga hasil budidaya belum memberikan keuntungan yang nyata. Pembuatan

pupuk organik masih dilakukan dalam skala kecil sehingga hanya cukup untuk

memenuhi kebutuhan sendiri.

Peningkatan Efektifitas Pemberdayaan Masyarakat MDK di TNBBS

Dari hasil penelitian telah terbukti bahwa terdapat korelasi antara

karakteristik individu masyarakat dan pendekatan pemberdayaan terhadap

efektifitas pemberdayaan MDK. Hal ini berarti bahwa masyarakat dapat

berpartisipasi secara aktif dan mempunyai kemandirian dalam mengembangkan

perilaku dalam kegiatan pemberdayaan MDK apabila pendekatan penyuluhan

yang terapkan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi masyarakat

setempat, (karakeristik masyarakat yang bersangkutan).

Sementara itu, disatu sisi permasalahan pemberdayaan masyarakat dalam

rangka peningkatan kesejahteran masyarakat dan konservasi kawasan memerlukan

koordinasi tidak hanya ditingkat regional tetapi bisa nasional dan bahkan global.

Demikian pula upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNBBS, tidak

hanya dikhususkan pada masyarakat grasroot yang sering dikonotasikan kurang

berdaya, namun juga harus melibatkan elite masyarakat dari berbagai kalangan

Keterangan:

K: Kognitif (pengetahuan)

A: Afektif (Persepsi dan sikap)

P: Psikomotorik (tindakan dan keterampilan)

*Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 95 persen (α= 0.05)

** Korelasi signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen (α= 0.01)

Page 46: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

102

seperti birokrat (pemerintahan desa/wilayah), tokoh masyarakat, pengusaha

maupun LSM sebagai penerima manfaat dan pihak-pihak pengambil kebijakan.

Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah kabupaten, instansi terkait

seperti Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas

Peternakan, Dinas Pariwisata dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda), serta lembaga akademisi sangat perlu untuk mendukung keberhasilan

program. Kemitraan tersebut dapat difasilitasi oleh TNBBS dan atau mitra

kerjanya dengan prinsip pengembangan kemitraan saling ketergantungan, saling

membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling melindungi

dalam kedudukan yang setara.

Peningkatan koordinasi tersebut salah satunya untuk optimalisasi peran para

pihak. Dengan demikian, kata kunci bagi peningkatan efektifitas adalah menjalin

kemitraan kerja antar pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemberdayaan

MDK. Beberapa stakeholders kunci beserta peranannya dalam pengembangan

desa model konservasi di daerah penyangga TNBBS, antara lain sebagai berikut:

Masyarakat sebagai penerima manfaat kegiatan pemberdayaan MDK

Masyarakat seringkali dinilai sebagai obyek dalam kegiatan pemberdayaan

dengan posisi seringkali sebagai ancaman utama dalam terjadinya kerusakan

kawasan. Pada kenyataannya, hal tersebut tidak dapat dipungkiri, banyak

masyarakat melakukan perambahan dan pencurian hasil hutan kayu dan non kayu.

Hal tersebut salah satunya disebabkan karena masyarakat tidak dapat merasakan

manfaat hutan secara langsung.

Masyarakat sebenarnya dapat diajak bekerja sama apabila diberikan

kepercayaan kepada masyarakat, dengan pendekatan yang tidak merugikan

masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan dapat ditumbuhkan dengan

menjalankan kegiatan yang seusai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Di

pihak lain, masyarakat pun perlu membuka diri terhadap pembaharuan dan

menjalankan kepercayaan yang telah diberikan oleh pemerintah dengan penuh

tanggung jawab.

Dalam pelaksanaan pemberdayaan MDK, masyarakat Pekon Sukaraja dan Kubu

Perahu merupakan pelaksana utama. Selain difokuskan pada kelompok-kelompok

aktif yang mewakili mayoritas kelompok ekonomi produktif, juga difokuskan

pada bagaimana merangsang terbentuknya kelompok-kelompok baru.

Dalam hal kelembagaan pendukung, tokoh masyarakat dan Lembaga Adat

Pekon, diharapkan peranannya sebagai inisiator dan advokator. Mereka dapat

mendorong terbentuknya Peraturan Desa serta memberi contoh atau panutan bagi

masyarakat dalam mengembangkan kemandirian ekonomi berwawasan konservasi

atau. Lembaga adat yang ada di pekon Kubu Perahu memiliki pengaruh yang

besar serta hubungan yang dekat dengan masyarakat sehingga peran aktifnya

diharapkan akan mendukung keberhasilan pengembangan desa model.

Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BTNBBS)

Balai Besar TNBBS (pemerintah pusat) berperan sebagai fasilitator utama

dalam pemberdayaan MDK. Sebagai fasilitator utama, BTNBBS perlu benar-benar

Page 47: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

103

melaksanakan tahap-tahap pengembangan MDK secara konsisten mulai dari

prakondisi, persiapan dan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tahap

prapelaksanaan penting untuk identifikasi dan memahami karakteristik sasaran.

Informasi mengenai masyarakat perlu terus digali dan bila diperlukan dilakukan

survey mengenai tingkat pengetahuan dan respon masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pelestarian hutan. Kondisi dan potensi masyarakat sasaran perlu

diperhatikan secara menyeluruh, bagi pengelola, hal ini bukan berarti hanya

mengakomodir apa yang dibutuhkan masyarakat tetapi lebih jauh untuk

mengkaji peluang ke depan dan hal-hal yang berkaitan.

Sosialisasi dilakukan secara berkesinambungan baik terhadap masyarakat

maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Selain kepada masyarakat,

kesepahaman juga perlu dibentuk antara berbagai pihak yang seharusnya terlibat. Hal

ini dimaksudkan untuk menciptakan kesepahaman benar-benar memahami maksud

pemberdayaan MDK. Sehingga mereka tidak menganggap kegiatan pemberdayaan

sebbagai proyek atau kompensasi semata namun merupakan kebutuhan bersama yang

memerlukan tanggungjawab bersama. Oleh karenanya, kesamaan pandangan atau

kesepahaman perlu dibangun dengan melakukan sosialisasi secara terus-menerus.

Kesamaan pandangan atau kesepahaman antara masyarakat dengan pengelola

sangat diperlukan mengenai program-program partisipatif seperti pemberdayaan

MDK, sehingga partisipasi yang merupakan proses coorporate action, common

understanding, dan share in responsibility and consequences ini dimaknai sama

oleh masyarakat sehingga berdampak seperti yang diharapkan.

Melakukan pendampingan secara intensif dan berkelanjutan. Pendampingan

dalam rangka kegiatan pemberdayaan MDK merupakan tugas yang berat, karena

berkaitan dengan bagaimana mengubah masyarakat sasaran. Dari hasil penelitian,

ketergantungan masyarakat terhadap pendampingan masih relatif tinggi, artinya di

lapangan, masyarakat cenderung bergantung kepada penyuluh sebagai tempat

bertanya, sehingga meereka mengharapkan interaksi dengan penyuluh sesering

mungkin. Sementara itu, sumberdaya manusia (SDM) penyuluh di TNBBS sangat

terbatas dengan wilayah kerja yang relatif luas. Selain itu, meskipun wacana

polivalensi penyuluh telah menjadi kebutuhan, namun tidak mungkin penyuluh

kehutanan menguasai semua keterampilan berkaitan kegiatan pemberdayaan MDK.

Dengan tugas berat tersebut, perlu memperhatikan kinerja para pendamping di

lapangan. Kinerja yang baik dari penyuluh perlu didukung atau diupayakan untuk

mendapat reward, paling tidak dalam pemenuhan kebutuhan utama di lapangan

termasuk bekal untuk meningkatkan keterampilan melalui pelatihan baik dalam hal

teknis maupun pendampingan. Hal ini berkaitan dengan motivasi mereka karena

pekerjaan penyuluh umumnya bukanlah sebuah pilihan, karena itu motivasi

sangat diperlukan dalam mendukung kinerja. Hal tersebut sejalan dengan

penelitian Yumi (2002), yang menyatakan bahwa motivasi penyuluh/pendamping

berpengaruh besar terhadap kinerja penyuluhan di lapangan termasuk dalam

kegiatan pemberdayaan.

Melakukan koordinasi dengan berbagai pihak karena masalah konservasi

kawasan merupakan masalah kompleks yang perlu penanganan bersama mulai

dari masyarakat sasaran sampai pengambil kebijakan.

Pemberian bantuan dalam bentuk kegiatan perlu dipertimbangkan supaya

tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada program. Dalam hal

bentuk kegiatan pemberdayaan, pemberian bantuan hendaknya tidak hanya

Page 48: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

104

dalam bentuk fisik, tetapi juga pengetahuan substansif yang relevan,

menawarkan pedoman tentang bagaimana memecahkan masalah atau

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah sehingga

mereka menjadi lebih sadar tentang apa tujuan dan aspirasinya.

Taman nasional sebagai kawasan dengan fokus utama pengelolaan di

bidang konservasi perlu terus mengembangkan upaya pelibatan masyarakat

dalam pengelolaannya, sesuai dengan zona yang telah ditetapkan. Pemberian

akses kepada masyarakat diperlukan agar masyarakat merasa terdorong untuk

berpartisipasi.

Orientasi pengelola yang melihat perubahan masyarakat merupakan suatu hal

yang dapat direncanakan perlu ditinjau kembali sehubungan dengan perubahan dan

dinamika masyarakat yang relatif cepat. Kegiatan dan alokasi anggaran yang sudah

diformulasikan secara pasti di awal perencanaan kegiatan sering sulit mengakomodir

prioritas yang tidak direncanakan atau muncul belakangan. Dengan demikian

perencanaan harus disusun dengan luwes (fleksibel) sehingga mampu mengakomodir

permasalahan yang muncul dan tidak terhambat penyelesaiannya, misalnya hanya

karena terbentur masalah pembiayaan yang tidak sesuai rencana atau rencana yang

tidak bisa diubah karena sudah ditentukan formulasinya.

Apapun upaya yang dilakukan harus memperhatikan sasaran,

mempertimbangkan kondisi dan potensinya. Selama ini program ataupun kegiatan

cenderung bergerak dalam pengembangan usaha bidang pertanian, perikanan maupun

peternakan sehingga seolah-olah masyarakat masih dipisahkan dari hutan. Diperparah

lagi fungsi hutan baru dapat dirasakan dalam jangka panjang, sementara kebutuhan

masyarakat adalah kebutuhan saat sekarang. Tantangan yang dihadapi adalah

bagaimana mendekatkan masyarakat dengan hutan dalam arti positif. Artinya

masyarakat merasa perlu menjaga kelestarian hutan karena hutan bermanfaat bagi

mereka misalnya dalam penyediaan sumberdaya yang bisa dikembangkan. Kegiatan

budidaya tanaman obat, agroforestry, penangkaran burung, rusa, anggrek, wisata alam

dan pemanfaatan hasil hutan non kayu lainnya seperti bambu, lebah madu, dan

sebagainya perlu dipertimbangkan sebagai alternatif.

Pekon Sukaraja dan Kubu Perahu, berdasarkan analisis potensi sangat

memungkinkan untuk dikembangkan sebagai desa wisata. Dengan konsep tersebut,

pemanfaatan hasil hutan non kayu seperti bambu yang berlimpah di lokasi pekon,

sangat potensial untuk kegiatan pengembangan kerajinan bambu. Disamping itu,

kedekatan lokasi dengan kawasan TNBBS khususnya dalam Zona Pemanfaatan

Intensif menjadikan pekon ini dapat mengembangkan usaha ekonomi berbasis

konservasi seperti pengadaan homestay, penjualan souvenir, jasa guide dan

sebagainya.

Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah pemerintah kecamatan Semaka dan

Balik Bukit sebagai regulator yang diharapkan dapat membantu dan memberi

dukungan penuh terutama bagi terwujudnya peraturan desa/perdes mengenai

pembangunan pekon berwawasan konservasi serta dalam kegiatan

pengembangan desa model secara umum. Pemerintah Daerah Kabupaten

Tanggamus dan Lampung Barat melalui instansi Bappeda, Dinas pertanian, Dinas

Perikanan dan Dinas Pariwisata berperan dalam memberikan bimbingan teknis dalam

Page 49: HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian … · merupakan habitat bagi jenis-jenis tumbuhan berbunga unik dan langka yang menjadi ciri khas taman nasional yaitu Bunga

105

upaya pengembangan desa model yang akan dilakukan, sedangkan Dinas

Kehutanan dan Perkebunan diharapkan dapat berperan dalam melakukan

penyuluhan kehutanan melalui fungsional penyuluh yang ada (hal ini terutama

karena fungsional penyuluh di BTNBBS sangat terbatas dengan wilayah kerja sangat

luas yang meliputi Lampung - Bengkulu).

LSM, Perguruan Tinggi dan swasta

Kegiatan fasilitasi dapat dilakukan langsung oleh TNBBS atau bekerja sama

dengan mitra yang ada atau pihak lain yang disepakati. Mitra Balai TNBBS

terutama WWF (World Wildlife Fund), WCS-IP (Wildlife Conservation

Society-Indonesian Program), RPU-YABI (Rhino Protection Unit-Yayasan

Badak Indonesia), diharapkan dapat membantu peran Balai Besar TNBBS

sebagai fasilitator/pendamping aktif dalam kegiatan pemberdayaan termasuk

pengembangan desa model karena keterbatasan tenaga penyuluh di TNBBS.

Pelaku usaha terutama di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,

pariwisata, perdagangan, jasa termasuk keuangan merupakan mitra dengan peran

penting berkaitan pemasaran, modal dan pengembangan usaha produktif. Pusat

Informasi dalam hal ini pers dan media massa, termasuk LSM yang aktif dalam

melakukan kampanye konservasi untuk turut serta menyebarluaskan informasi yang

dihasilkan ataupun dibutuhkan bagi pengembangan model desa konservasi.

Optimalisasi fungsi lembaga penelitian, untuk mengembangkan inovasi dan

menciptakan kreatifitas baru terutama berkaitan dengan pengolahan pasca panen

dan pengelolaan usaha berbasis kehutanan. Dalam hal ini, sarana lembaga

penelitian dan pengembangan yang dapat dijadikan mitra dalam pengembangan

desa model adalah pihak akademisi, lembaga penelitian dan pengembangan

yang ada di Kementerian Kehutanan khususnya Badan Penelitian dan

Pengembangan.