hasil dan pembahasan · cara untuk memisahkan satu atau lebih senyawa dari suatu bahan. ... hal ini...
TRANSCRIPT
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Sirih Merah
Hasil ekstraksi etanol 70% didapatkan rerata rendemen dari 25 g daun sirih
merah segar adalah 4,42% (1,1195 g) (Data lengkap pada Lampiran 9). Hasil
rendemen ini lebih besar dari ekstrak etanol 30% daun sirih merah sebesar 2,47%
dengan bobot daun 30,8416 g dan bobot ekstrak 0,7633 g (Marlina PW 2008), hal
ini menunjukkan bahwa etanol dengan kadar yang lebih tinggi dapat mengekstrak
senyawa-senyawa bioaktif dari daun sirih merah lebih banyak dibandingkan
dengan etanol dengan kadar yang lebih rendah. Ekstraksi merupakan salah satu
cara untuk memisahkan satu atau lebih senyawa dari suatu bahan. Bahan tersebut
dapat berupa suatu jaringan atau organ tumbuhan. Metode ekstraksi yang
digunakan adalah maserasi. Metode ini dilakukan dengan cara merendam jaringan
atau organ tumbuhan dengan larutan yang tepat untuk mendapatkan senyawa yang
diinginkan (Harborne 1987). Maserasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
daun sirih merah segar yang telah digerus direndam dengan larutan etanol 70%
selama 24 jam. Penggunaan daun yang segar bertujuan untuk mencegah terjadinya
perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa yang terdapat di daun sehingga tidak
merusak senyawa yang diinginkan.
Pemilihan pelarut yang digunakan berdasarkan sifat dari senyawa yang
ingin diekstrak dari daun tersebut, apakah senyawa tersebut bersifat polar atau
nonpolar. Berdasarkan uji fitokimia pada penelitian sebelumnya, bahwa daun sirih
merah mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan tannin (Safithri & Fahma
2005), maka senyawa-senyawa tersebut bersifat polar terutama flavonoid. Oleh
karena itu, penggunaan etanol merupakan pelarut yang tepat untuk mengekstrak
senyawa-senyawa tersebut. Selain etanol, pelarut-pelarut lain yang dapat
digunakan untuk mengekstrak senyawa bersifat polar adalah metanol dan aseton,
namun tingkat toksisitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan etanol (Harborne
1987). Walaupun etanol merupakan pelarut yang tepat, namun perlu dilakukan hal
yang dapat membantu proses ekstraksi menjadi lebih efesien, yaitu penggerusan
daun. Penggerusan ini bertujuan untuk memperbesar peluang terlarutnya
senyawa-senyawa yang ingin diekstrak dengan etanol karena dengan adanya
penggerusan maka dinding dan membran sel daun akan rusak sehingga
memudahkan etanol berinteraksi dengan senyawa-senyawa yang ingin diekstrak.
Penggunaan etanol 70% dalam maserasi ini bertujuan untuk dapat
mengekstrak senyawa aktif yang bersifat polar atau semipolar. Selain itu dapat
mencegah berkembangnya mikroba karena penggunaan daun segar rentan
terkontaminasi mikroba. Setelah dimaserasi, larutan tersebut dipekatkan dengan
rotavapor dengan suhu 50 °C. Penggunaan suhu 50 °C ini bertujuan untuk
mencegah rusaknya senyawa yang diekstrak oleh suhu tinggi. Setelah itu ekstrak
dikeringkan dengan freeze dryer untuk menghilangkan pelarut-pelarut yang masih
terdapat dari hasil pemekatan dengan rotavapor.
Aktivitas Antioksidasi Ekstrak Daun Sirih Merah (Metode TBA)
Hasil percobaan penentuan waktu inkubasi asam linoleat menunjukkan
kadar MDA dari hari ke-0 hingga hari ke-6 mengalami peningkatan dan setelah
hari ke-6 mengalami penurunan. Pembentukan MDA sebagai produk hasil
oksidasi asam linoleat terjadi maksimum di hari ke-6 (Gambar 4). Proses ini dapat
ditentukan karena ada lonjakan tinggi kadar MDA dari hari sebelumnya (hari ke-
5) dan hari berikutnya (hari ke-7) terjadi penurunan kadar MDA (Data lengkap
pada Lampiran 10). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol
70% daun sirih merah memiliki kemampuan menghambat terjadinya oksidasi
asam linoleat. Aktivitas ini dapat ditunjukkan dengan rendahnya kadar MDA
setiap konsentrasi dari ekstrak etanol 70% daun sirih merah dibandingkan dengan
Gambar 4 Kurva kadar MDA terhadap waktu
kontrol negatif (larutan asam linoleat tanpa ekstrak) (Gambar 5). Peningkatan
konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah berbanding terbalik dengan
kadar MDA yang terbentuk. Konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah
terbesar (200 ppm) memiliki kadar MDA terkecil (1,0586 µM) dibandingkan
dengan konsentrasi lainnya. Konsentrasi esktrak etanol 70% daun sirih merah 200
ppm memiliki daya hambat terbesar, yaitu 80,40%. Kemampuan menghambat
pembentukkan MDA sekitar 50% dimiliki oleh esktrak etanol 70% daun sirih
merah 50 ppm, yaitu sebesar 56,30%. Daya hambat terkecil dimiliki ekstrak
etanol 70% daun sirih merah dengan konsentrasi 25 ppm, yaitu 44,31% dan nilai
ini merupakan setengah dari daya hambat konsentrasi terbesar (200 ppm) ekstrak
etanol 70% daun sirih merah. Oleh karena itu, konsentrasi 25 ppm ekstrak etanol
70% daun sirih merah dapat diasumsikan aktivitas antioksidasinya setengah dari
konsentrasi 200 ppm (Data lengkap pada Lampiran 11). Aktivitas antioksidasi
setiap konsentrasi ekstrak berbeda nyata dengan konsentrasi ekstrak lainnya dan
kontrol negatif (α = 0,05). Namun aktivitas antioksidasi konsentrasi ekstrak etanol
70% daun sirih merah 200 ppm tidak berbeda nyata dengan α-tokoferol 200 ppm
(α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidasi ekstrak etanol 70%
daun sirih merah 200 ppm sama dengan aktivitas antioksidasi α-tokoferol 200
ppm (Data lengkap hasil analisisa statistika pada Lampiran 19). Senyawa 1,1,3,3-
tetrametoksipropana (TMP) digunakan sebagai larutan baku, dengan persamaan
garis adalah y = 0,0163 + 0,1096 x; r = 99,68% (Data lengkap pada Lampiran 12).
Aktivitas antioksidasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah sebagai
penghambat oksidasi asam lemak lebih besar bila dibandingkan dengan air
rebusan daun sirih merah. Konsentrasi terbesar air rebusan daun sirih merah, yaitu
Gambar 5 Kadar MDA ekstrak etanol 70% daun sirih merah
20 mg/ mL larutan mempunyai daya hambat pembentukkan MDA 81,78%
(Alfarabi 2008). Data tersebut nilainya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daya hambat dari penelitian ini menggunakan konsentrasi terbesar dari ekstrak
etanol 70% daun sirih merah yaitu 200 ppm, yaitu 80,40%. Namun konsentrasi
ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini jauh lebih kecil dari konsentrasi
rebusan daun sirih merah, yaitu ppm (mg/L). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak
etanol 70% lebih besar mengekstrak senyawa aktif dari daun sirih merah
dibandingkan dengan air.
Daya hambat ekstrak etanol 70% daun sirih merah ini lebih besar bila
dibandingkan dengan daun sirih hijau dan daun tembakau. Ekstrak etanol 95%
daun sirih hijau dengan konsentrasi 100 ppm menghambat pembentukkan MDA
dari oksidasi lipid sebesar 42% (Bhattacharya et al. 2007), sedangkan fraksi
ekstrak daun tembakau yang sudah dihidrolisis proteinnya dengan menggunakan
enzim dan suhu tinggi untuk inaktivasi enzimnya menghambat pembentukkan
MDA 42,62% (Guohua R et al. 2007). Hal ini dimungkinkan terjadi karena etanol
95% lebih mudah menguap daripada etanol 70% yang digunakan dalam penelitian
ini sehingga proses ekstraksi tidak sempurna. Suhu tinggi juga dapat mengurangi
aktivitas karena rusaknya senyawa bioaktif sehingga dalam penelitian ini
menggunakan suhu 50 °C untuk proses pemekatan.
Suatu lipid yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat dengan mudah
diserang oleh radikal bebas pada ikatan rangkapnya sehingga menghasilkan
peroksida lipid. Asam lemak tersebut telah teroksidasi sehingga rusak secara
struktur. Suatu asam lemak dapat rusak akibat teroksidasi oleh beberapa faktor
seperti suhu, cahaya, ion-ion logam, dan oksigen (Sen et al. 2000). Penelitian ini
menggunakan asam linoleat yang laju oksidasinya dipercepat dengan mengatur
suhu tetap pada 40 °C. Tahap awal reaksi radikal asam lemak adalah asam lemak
akan kehilangan pasangan elektron pada ikatan ganda. Reaksi ini terjadi secara
bertahap sehingga terjadi penataan ulang struktur asam lemak sebagai diena
terkonjugasi. Tahap selanjutnya adalah asam lemak banyak terbentuk menjadi
radikal menghasilkan senyawa-senyawa peroksida dan reaksi lanjut senyawa
peroksida tersebut terdekomposisi menjadi senyawa yang lebih sederhana, salah
satunya adalah malondialdehida (MDA) (Gambar 6) (Murray 2003).
Gambar 6 Mekanisme reaksi pembentukkan MDA (Murray 2003)
Senyawa MDA merupakan salah satu produk dari golongan aldehida yang
dihasilkan dari oksidasi asam lemak. Produk oksidasi asam lemak dapat berupa
senyawa alkohol, aldehida, atau senyawa hidrokarbon volatil. Beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mengukur kerusakan suatu asam lemak atau lipid
adalah metode diena terkonjugasi, metode FTC (feritiosianat), dan metode TBA
(asam tiobarbiturat). Metode diena terkonjugasi merupakan metode yang
digunakan untuk mengukur kadar asam lemak yang telah terbentuk ikatan diena
terkonjugasi pada strukturnya. Serapannya akan diukur pada panjang gelombang
234 nm (Sen et al. 2000). Metode selanjutnya adalah metode FTC, yaitu metode
yang mengukur kadar senyawa peroksida yang terbentuk akibat oksidasi senyawa
asam lemak atau lipid. Senyawa peroksida yang terbentuk ini akan membentuk
senyawa kompleks dengan logam Fe menghasilkan warna merah. Serapannya
akan diukur pada panjang gelombang 500 nm (Chen et al 1996). Metode yang
ketiga adalah metode TBA, yaitu metode yang digunakan untuk mengukur kadar
MDA. Reaksi MDA dengan TBA akan menghasilkan kompleks MDA-TBA yang
berwarna merah dan serapannya diukur pada panjang gelombang 532 nm
(Gambar 7). Parameter penelitian ini adalah MDA untuk mengetahui kerusakan
yang terjadi pada asam linoleat sehingga digunakan metode TBA. Namun TBA
tidak spesifik dengan MDA sehingga pembentukkan kompleks senyawa MDA-
TBA dapat menurun kadarnya, hal ini dapat disebabkan adanya senyawa aldehida
lain yang terbentuk setelah tahap pembentukkan MDA yang dapat bereaksi
dengan TBA dengan panjang gelombang yang berbeda (Pokorny et al. 2001).
Gambar 7 Pembentukkan senyawa kompleks MDA-TBA (Pokorny et al. 2001)
Metode lainnya (diena terkonjugasi dan FTC) dapat juga digunakan untuk
mengukur kadar MDA dengan cara mencari terlebih dahulu waktu terbentuk
senyawa peroksida dan diena terkonjugasi terbanyak, dua hari setelah waktu
tersebut dapat diasumsikan jumlah MDA telah banyak terbentuk (Kikuzaki &
Nakatani 1993).
Tahap pertama dalam menguji aktivitas antioksidasi ekstrak etanol 70%
daun sirih merah dengan metode TBA adalah mencari waktu terbentuknya kadar
terbanyak MDA. Tahap ini dilakukan dengan mengukur kadar MDA dari asam
linoleat setiap 24 jam yang diinkubasi suhu 40 °C di dalam botol gelap.
Penggunaan botol gelap ini bertujuan untuk menghindari faktor lain selain suhu
dan oksigen yang dapat mengoksidasi asam linoleat. Setelah didapatkan waktu
terbentuknya jumlah terbanyak MDA, maka dilakukan analisis aktivitas ekstrak
etanol 70% daun sirih merah dengan waktu inkubasi 6 hari (sesuai dengan waktu
inkubasi dengan kadar MDA terbanyak). Larutan ekstrak dicampurkan dengan
larutan linoleat dan diinkubasi pada suhu 40 °C. Asam linoleat akan terhambat
memproduksi senyawa MDA bila proses oksidasi asam lemak tersebut dihambat
oleh suatu senyawa antioksidan. Peristiwa ini disebabkan karena senyawa
antioksidan memiliki kemampuan menstabilkan suatu senyawa radikal bebas yang
dapat merusak asam linoleat. Secara mekanisme, senyawa antioksidan dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu senyawa antioksidan preventif dan senyawa
antioksidan pemutus reaksi berantai radikal bebas. Senyawa antioksidan preventif
memiliki kemampuan mengurangi kecepatan reaksi awal dari pembentukkan
senyawa radikal bebas atau menangkap senyawa radikal bebas yang menyebabkan
oksidasi asam lemak sedangkan senyawa antioksidan pemutus reaksi berantai
memiliki kemapuan untuk memutuskan reaksi berantai pembentukkan senyawa
radikal bebas (Evans CAR et al. 1996).
Senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan yang merupakan hasil dari proses
metabolisme sekunder memiliki kemampuan tersebut. Senyawa tersebut seperti
flavonoid, alkaloid, dan senyawa fenol lainnya (Harborne 2000). Flavonoid yang
memiliki efek antioksidasi kuat memiliki kemampuan untuk memodifikasi ikatan
lemak membran yang telah diinduksi menjadi radikal, bahkan mampu berinteraksi
dan mempenetrasi lipid dwi lapis (Saija A et al 1995). Selain flavonoid, senyawa
tanin dari ekstrak Allium sativum L., Cichorium intybus L., dan Terminalia
bellerica Roxb. juga memiliki aktivitas antioksidasi (Aqil et al. 2006).
Aktivitas Antioksidasi Ekstrak Daun Sirih Merah (Metode DPPH)
Hasil uji aktivitas antioksidasi dengan DPPH menunjukkan bahwa setiap
konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah memiliki kemampuan
menghambat senyawa radikal bebas DPPH. Hal ini terjadi karena nilai absorban
setiap konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah lebih kecil dibandingkan
dengan absorbansi kontrol negatif (larutan DPPH tanpa ekstrak). Daya hambat
terbesar dimiliki oleh konsentrasi ekstrak 200 ppm sebesar 73,41% dan daya
hambat terkecil dimiliki oleh konsentrasi 25 ppm sebesar 13,10%. Senyawa α-
tokoferol juga direaksikan dengan senyawa radikal bebas DPPH sebagai
pembanding. Daya hambat terbesar α-tokoferol sebesar 80,36% pada konsentrasi
10 ppm dan daya hambat terkecilnya sebesar 37,87% pada konsentrasi 1 ppm.
Konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah yang memberikan daya hambat
50% adalah 85,82 ppm dan konsentrasi α-tokoferol yang memberikan daya
hambat 50% adalah 2.12 ppm (Tabel 1). Daya hambat 50% atau yang biasa
disebut dengan IC50 (Inhibiton Concentration 50) ini menyatakan nilai konsentrasi
suatu senyawa antioksidan yang dapat menghambat reaksi senyawa radikal bebas
sebanyak 50%. Rendahnya nilai IC50 suatu senyawa antioksidan terhadap senyawa
radikal menyatakan bahwa senyawa antioksidan tersebut memiliki aktivitas
antioksidasi yang tinggi karena dengan konsentrasi yang kecil telah dapat
menghambat reaksi senyawa radikal bebas sebanyak 50%. Hasil penelitian
menyatakan bahwa nilai IC50 ekstrak etanol 70% daun sirih merah lebih tinggi
daripada nilai IC50 α-tokoferol (Data lengkap pada Lampiran 13 dan 14).
Hasil ini terjadi karena ekstrak daun sirih merah tidak senyawa murni
seperti α-tokoferol sehingga terdapat senyawa-senyawa yang tidak memiliki
aktivitas antioksidasi menghambat reaksi antioksidasi seperti senyawa-senyawa
karbohidrat, lipid, dan protein. Bila dibandingkan dengan tumbuhan lain, yaitu
ekstrak etanol daun kemuning dengan nilai IC50 sebesar 126,17 ppm (Rohman A
& Riyanto 2005), nilai IC50 ekstrak etanol 70% daun sirih merah lebih rendah
sehingga daun sirih merah mempunyai aktivitas antioksidasi yang lebih tinggi
daripada daun kemuning. Namun aktivitas ini lebih rendah dengan ekstrak daun
ginseng Korea yang sudah terfraksinasi dengan etanol pada konsentrasi 200 ppm
yang mampu menghambat sebesar 80% (ekstrak etanol 70% daun sirih merah
200 ppm menghambat 73,41%) (Chang HJ et al. 2005). Hal ini mungkin terjadi
karena perlakuan fraksinasi menyebabkan komponen-komponen lain yang dapat
mengganggu proses antioksidasi telah terpisahkan pada fraksi pelarut lainnya.
Uji aktivitas antioksidasi suatu senyawa antioksidan dapat berupa aktivitas
menghambat oksidasi senyawa stabil tertentu yang mudah dioksidasi dengan suhu
atau cahaya seperti senyawa asam lemak atau senyawa lipid seperti metode TBA,
Tabel 1 Aktivitas antioksidasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah dan vitamin E metode DPPH
Larutan Daya hambat (%) IC50
Ekstrak (25 ppm) 13,10
Ekstrak (50 ppm) 28,90
Ekstrak (75 ppm) 47,47 85,82 ppm
Ekstrak (100 ppm) 59,34
Ekstrak (200 ppm) 73,41
Vitamin E (1 ppm) 37,87
Vitamin E (2,5 ppm) 52,91
Vitamin E (5 ppm) 59,72 2,12 ppm
Vitamin E (7,5 ppm) 74,75
Vitamin E (10 ppm) 80,36
namun dapat berupa kemampuan menangkap senyawa radikal bebas atau yang
biasa disebut radical scavenger. Kedua metode ini dapat dijadikan model bagi
kemampuan daun sirih merah dalam mengurangi tingginya kadar lipid peroksidasi
dan senyawa radikal bebas pada penderita diabetes mellitus. Metode radical
scavenger dapat menggunakan larutan DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hydrazyl).
Senyawa DPPH ini merupakan senyawa radikal bebas yang mudah bereaksi
dengan senyawa antioksidan pada suhu kamar. Larutan senyawa ini berwarna
ungu, ketika bereaksi dengan senyawa antioksidan warna larutan berubah menjadi
kuning. Prinsip metode ini adalah menetralkan senyawa radikal bebas DPPH
dengan senyawa antioksidan yang dapat ditunjukkan dengan perubahan warna
larutan. Secara mekanisme, terdapat dua macam reaksi senyawa DPPH dengan
senyawa antioksidan. Mekanisme reaksi pertama merupakan proses transfer
secara langsung elektron atau atom H dari senyawa antioksidan ke senyawa
DPPH. Mekanisme reaksi kedua adalah proses transfer elektron dengan proton
terkonsentrasi, yaitu senyawa DPPH kehilangan proton yang diberikan ke
senyawa antioksidan, sehingga senyawa DPPH bermuatan negatif. Senyawa
antioksidan berubah bermuatan positif dan mentransfer atom hidrogen ke senyawa
DPPH (Lan FW dan Hong YZ 2003). Mekanisme reaksinya sebagai berikut:
DPPH· + RXH DPPHH + RX· (1)
DPPH· + RXH DPPH¯ + RXH·+ DPPHH + RX· (2)
Hasil penelitian aktivitas antioksidasi dengan dua metode berbeda
menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah dapat menghambat
oksidasi asam lemak dan juga dapat berperan sebagai radical scavenger. Namun
daya hambat yang dihasilkan lebih besar pada metode TBA dengan konsentrasi
yang sama sehingga dapat diasumsikan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih
merah lebih efektif sebagai penghambat oksidasi asam lemak daripada sebagai
radical scavenger. Hal ini membuktikan ekstrak daun sirih merah berpotensi
sebagai sumber antioksidan untuk mengurangi senyawa radikal bebas dan
oksidasi asam lemak pada uji in vitro.
Inhibisi dan Kinetika Inhibisi α-glukosidase
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah
memiliki aktivitas inhibisi kerja α-glukosidase. Aktivitas ini dapat ditunjukkan
dengan rendahnya kadar p-nitrofenol setiap konsentrasi dari ekstrak etanol 70%
daun sirih merah dibandingkan dengan kontrol negatif (larutan enzim substrat
tanpa ekstrak daun sirih merah). Peningkatan konsentrasi ekstrak etanol 70% daun
sirih merah berbanding terbalik dengan kadar p-nitrofenol yang terbentuk.
Konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah terbesar (1% b/v) memiliki
kadar p-nitrofenol terkecil (6,1038 µM) dibandingkan dengan konsentrasi lainnya.
Konsentrasi ekstrak etanol 70% daun sirih merah 1% b/v memiliki daya inhibisi
terbesar, yaitu 39,62%. Daya inhibisi terkecil dimiliki ekstrak etanol 70% daun
sirih merah dengan konsentrasi 0,1% b/v, yaitu 1,26% dengan kadar p-nitrofenol
sebesar 9,9816 µM. Daya inhibisi acarbose 1% b/v sebesar 78,64% (Gambar 8a).
Aktivitas inhibisi konsentrasi terbesar ekstrak daun sirih merah berbeda nyata
dengan acarbose dan kontrol negatif (α = 0,05). Namun aktivitas inhibisi
konsentrasi ekstrak daun sirih merah terkecil tidak berbeda nyata dengan kontrol
negatif (α = 0,05) sehingga kurang efektif dalam menghambat kerja α-
glukosidase. Daya inhibisi ekstrak dengan konsentrasi 1% b/v dengan konsentrasi
0,75% b/v tidak berbeda nyata sehingga dapat diasumsikan aktivitasnya sama
dalam menghambat kerja α-glukosidase (Data lengkap hasil analisisa statistika
pada Lampiran 19). Bila dibandingkan daya inhibisi acarbose 1% b/v dengan
konsentrasi terbesar ekstrak (1% b/v), daya inhibisi ekstrak adalah setengah dari
daya inhibisi acarbose (Data lengkap pada Lampiran 15). Daya inhibisi ekstrak
daun sirih merah ini lebih besar bila dibandingkan dengan tumbuhan lain seperti
buah salak yang mempunyai daya inhibisi 13,18% pada konsentrasi 1% b/v
terhadap α-glukosidase (Pratama NR 2009). Namun daya inhibisi daun sirih ini
lebih rendah daripada fraksi etanol daun sukun yang sudah menghambat α-
glukosidase sebesar 50% pada konsentrasi 12,9 ppm (Udin et al. 2005). Senyawa
p-nitrofenol digunakan sebagai larutan baku, sehingga persamaan garis adalah y =
-0,012971 + 0,044612 x; r = 99,75% (Data lengkap pada Lampiran 16).
Setelah diketahui bahwa ekstrak etanol 70% daun sirih merah memiliki
aktivitas inihibisi terhadap enzim α-glukosidase, maka perlu diketahui jenis
inhibisi ekstrak tersebut terhadap enzim. Jenis inhibisi ini dapat diketahui setelah
hasil analisis diplotkan pada kurva Lineweaver-Burk (Data lengkap pada
Lampiran 17). Hasil penelitian menunjukkan inhibisi ekstrak etanol 70% daun
sirih merah adalah competitive (Gambar 8b). Jenis inhibisi sama dengan inhibisi
acarbose terhadap α-glukosidase (Myo JK et al. 1999). Penghambatan oleh
inhibitor competitive dapat dikurangi dengan cara menambahkan jumlah substrat
sehingga dapat meningkatkan peluang bagi substrat untuk berikatan dengan
enzim. Enzim merupakan suatu biomakromolekul yang mempunyai kemampuan
katalitik dan spesifisitas tinggi. Reaksi enzim dengan senyawa kimia sangat
terkendali karena enzim akan optimal bekerja dengan substrat tertentu dan
keadaan lingkungan yang sesuai (suhu dan pH). Enzim sebagian besar merupakan
Keterangan: KN (kontrol negatif), E (ekstrak), A (acarbose)
(a)
Gambar 8 (a) kadar p-nitrofenol ekstrak etanol 70% daun sirih merah, (b) grafik jenis inhibisi ekstrak etanol 70% daun sirih merah
(b)
Konsentrasi Ekstrak (% b/v)
molekul protein. Namun, enzim dapat dihambat dengan suatu senyawa kimia atau
biasa disebut dengan inhibitor. Inhibitor ini akan menghambat kerja enzim
sehingga produk yang dihasilkan sedikit. Substrat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida sehingga produknya berupa
senyawa p-nitrofenol. Terhambatnya kerja α-glukosidase oleh ekstrak daun sirih
merah, maka senyawa p-nitrofenol yang dihasilkan jumlahnya sedikit. Adanya
inhibitor tidak selalu memberikan efek negatif karena inhibitor dapat dijadikan
obat bagi suatu penyakit. Prinsip tersebut yang digunakan dalam penelitian ini.
Analisis Komponen Senyawa Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih Merah
Hasil analisis GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) dengan
parameter MS untuk mendeteksi senyawa dengan massa 50-800 menunjukkan
pola kromatogram dari senyawa yang terkandung di dalam ekstrak etanol 70%
daun sirih merah (Data lengkap pada Lampiran 18). Senyawa yang terdeteksi
dengan instrumen ini adalah senyawa-senyawa yang dapat berubah menjadi gas
atau yang bersifat volatil, karena prinsip dari instrumen ini adalah menguapkan
senyawa dengan suhu tinggi. Hasil kromatogram tersebut diolah dengan database
perangkat lunak menunjukkan komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih
merah terdiri atas golongan asam lemak, terpenoid, flavonoid, steroid, alkaloid,
pirimidin, minyak atsiri, polifenol, dan vitamin E. Namun terdapat beberapa
senyawa yang mempunyai nilai kesesuaian rendah dengan database.
Kemungkinan hal ini terjadi karena database yang digunakan tidak mempunyai
data-data kromatogram yang sesuai dengan kromatogram ekstrak (Tabel 2).
Senyawa-senyawa terdeteksi oleh GC-MS yang diperkirakan memiliki
aktivitas antidiabetogenik dalam penelitian ini adalah polifenol, flavonoid,
alkaloid, terpenoid, dan vitamin E. Senyawa polifenol, flavonoid, alkaloid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di tumbuhan dan memiliki
aktivitas sebagai antioksidan (Hans & Heldt 2005) dan dapat juga sebagai
inhibitor α-glukosidase. Terpenoid pun senyawa yang terdapat di tumbuhan, salah
satu penelitian melaporkan bahwa senyawa turunan dari terpenoid dapat berperan
sebagai inhibitor α-glukosidase (Wenli 2009) sedangkan vitamin E atau α-
tokoferol merupakan suatu senyawa yang sudah banyak dikenal sebagai
antioksidan.
Tabel 2 Komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah
Waktu retensi (menit) Area (%) Nama Kesesuaian (%)
9.87 1.80 Asam miristat (asam lemak) 98
11.68 1.78 Fitol (terpenoid) 91
12.07 6.13 Asam linolenat (asam lemak) 91
12.28 1.93 Asam stearat (asam lemak) 99
21.15 1.81 Mirisetin (flavonoid) 43
22.05 2.06 Pirazol (minyak atsiri) 25
23.56 4.96 2,4,6(1H,3H,5H)-
pyrimidinetrione (pirimidin)
59
23.87 2.67 Naftalena (minyak atsiri) 46
24.03 4.05 2,4,6(1H,3H,5H)-
pyrimidinetrione (pirimidin)
59
24.89 12.19 Stilben (polifenol) 30
26.12 4.52 methyl (25R)-5-oxo-A-nor-
3,5-secospirostan-3-oate
(steroid)
90
27.20 44.69 4,4-stilbendiamin (polifenol) 60
28.42 1.53 pirimidin 44
28.85 1.83 4-Allyloxy-6-methoxy-N,N-
dimethyl-1,3,5-triazin-2-
amine (alkaloid)
91
36.46 1.65 Vitamin E 99