harta dalam perspektif islam(makalah)

16
Harta dalam Perspektif Islam 1. Harta 1.1. Pengertian harta Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari kata dan frase: ول م، ت مل، ّ و م ت ت ل، و م تsebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits:" Sebaik-baik maal ialah yang berada pada orang yang saleh." (Bukhari dan Muslim) pengertian harta secara Istilah Madzhab Hanafiyah: Semua yang mungkin dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Dua unsur menurut madzhab: 1. Dimiliki dan disimpan 2. Biasa dimanfaatkan dan menurut Jumhur Fuqaha; Setiap yang berharga yang harus diganti apabila rusak, menurut Hambali: apa-apa yang memiliki manfaat yang mubah untuk suatu keperluan dan atau untuk kondisi darurat. Imam Syafii: barang-barang yang mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi bagi manusia). Ibnu Abidin: segala yang disukai nafsu atau jiwa dan bisa disimpan sampai waktu ia dibutuhkan. As Suyuti

Upload: fadli-ilham

Post on 01-Jul-2015

2.088 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Harta dalam Perspektif Islam

1. Harta

1.1. Pengertian harta

Pengertian harta (maal) dalam bahasa Arab ialah apa saja yang dimiliki

manusia. Kata maal itu sendiri berakar dari kata dan frase: مول

تمو� ، ملت ، تمو ، لت

sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah Hadits:" Sebaik-baik

maal ialah yang berada pada orang yang saleh." (Bukhari dan Muslim)

pengertian harta secara Istilah Madzhab Hanafiyah: Semua yang mungkin

dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Dua unsur menurut madzhab: 1.

Dimiliki dan disimpan 2. Biasa dimanfaatkan dan menurut Jumhur

Fuqaha; Setiap yang berharga yang harus diganti apabila rusak, menurut

Hambali: apa-apa yang memiliki manfaat yang mubah untuk suatu

keperluan dan atau untuk kondisi darurat. Imam Syafii: barang-barang

yang mempunyai nilai untuk dijual dan nilai harta itu akan terus ada

kecuali kalau semua orang telah meninggalkannya (tidak berguna lagi

bagi manusia). Ibnu Abidin: segala yang disukai nafsu atau jiwa dan bisa

disimpan sampai waktu ia dibutuhkan. As Suyuti dinukil dari Imam Syafii:

tidak ada yang bisa disebut mal (harta) kecuali apa-apa yang memiliki

nilai penjualan dan diberi sanksi bagi orang yang merusaknya. Harta (nilai

harta).

1.2. Harta dalam Ekonomi Islam

Islam memandang harta dengan acuan akidah yang disarankan Al-Qur’an,

yakni dipertimbangkannya kesejahteraan manusia, alam, masyarakat dan

hak milik. Pandangan demikian, bermula dari landasan iman kepada

Allah, dan bahwa Dia-lah pengatur segala hal dan kuasa atas segalanya.

Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya karena hikmah Ilahiah. Hubungan

Page 2: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

manusia dengan lingkungannya diikat oleh berbagai kewajiban, sekaligus

manusia juga mendapatkan berbagai hak secara adil dan seimbang.

Kalau harta seluruhnya adalah milik Allah, maka tangan manusia

hanyalah tangan suruhan untuk jadi khalifah. Maksudnya manusia adalah

khalifah-khalifah Allah dalam mempergunakan dan mengatur harta itu.

Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam, yaitu:

1. Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit

adalah ciptaan Allah.

2. Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh

titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali

ke kampung akhirat.

3. Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan

terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia

ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan,

semua harus dipertanggungjawabkan.

1.3. Pengelolaan harta dalam islam

Ada 3 poin penting dalam pengelolaan harta kekayaan dalam Islam

(sesuai Al-Qur’an dan Hadits); yaitu:

1. Larangan mencampur-adukkan yang halal dan batil. Hal ini sesuai dengan

Q.S. Al-Fajr (89): 19; ”Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara

mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)”

2. Larangan mencintai harta secara berlebihan Hal ini sesuai dengan Q.S. Al-

Fajr (89): 20; ”Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang

berlebihan”

3. ”Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan

kehormatannya” (hadits Muslim)

Page 3: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak

sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetapu

sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk mewujudkan

kemaslahatan umum. Dalam Al-Quran surat Al-Hadiid (57):7 disebutkan

tentang alokasi harta.

”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu

’menguasainya’. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu akan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”

Yang dimaksud dengan menguasai disini ialah penguasaan yang bukan

secara mutlak. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, hak milik pada

hakikatnya adalah milik Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu

haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. Karena

itu tidak boleh kikir dan boros.

Belanja dan konsumsi adalah tindakan yang mendorong masyarakat

berproduksi sehingga terpenuhinya segala kebutuhan hidupnya. Jika

tidak ada manusia yang bersedia menjadi konsumen, dan jika daya beli

masyarakat berkurang karena sifat kikir melampaui batas, maka cepat

atau lambat roda produksi niscaya akan terhenti, selanjutnya

perkembangan bangsa akan terhambat.

Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk

memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya serta menafkahkan di

jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi kekikiran dan kebakhilan.

Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubadzir

kepada harta karena Islam mengajarkan bersifat sederhana. Harta yang

mereka gunakan akan dipertanggungjawabkan di hari perhitungan.

Sebagaimana seorang muslim dilarang memperoleh harta dengan cara

haram, maka dalam membelanjakannya pun dilarang dengan cara yang

Page 4: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

haram. Ia tidak dibenarkan membelanjakan uang di jalan halal dengan

melebihi batas kewajaran karena sikap boros bertentangan dengan

paham istikhlaf harta majikannya (Allah). Norma istikhlaf adalah norma

yang menyatakan bahwa apa yang dimiliki manusia hanya titipan Allah.

Adanya norma istikhlaf ini makin mengukuhkan norma ketuhanan dalam

ekonomi Islam. Dasar pemikiran istikhlaf adalah bahwa Allah-lah Yang

Maha Pemilik seluruh apa dan siapa yang ada di dunia ini: langit, bumi,

manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, batuan, dans ebagainya, baik benda

hidup ataupun mati, yang berpikir ataupun tidak bepikir, manusia atau

nonmanusia, benda yang terlihat ataupun tidak terlihat

Islam membenarkan pengikutnya menikmati kebaikan dunia. Prinsip ini

bertolak belakang dengan sistem kerahiban Kristen, Manuisme Parsi,

Sufisme Brahma, dan sistem lain yang memandang dunia secara sinis.

Sikap mubadzir akan menghilangkan kemaslahatan harta, baik

kemaslahatan pribadi dan orang lain. Lain halnya jika harta tersebut

dinafkahkan untuk kebaikan dan untuk memperoleh pahala, dengan tidak

mengabaikan tanggungan yang lebih penting. Sikap mubadzir ini akan

timbul jika kita merasa mempunyai harta berlebihan sehingga sering

membelanjakan harta tidak untuk kepentingan yang hakiki, tetapi hanya

menuruti hawa nafsunya belaka. Allah sangat keras mengancam orang

yang berbuat mubadzir dengan ancaman sebagai temannya setan.

Muhammad bin Ahmad As-Shalih mengemukakan jika Islam telah

melarang berlaku boros, maka Islam juga telah menetapkan balasan bagi

orang yang menghamburkan harta kekayaan, yaitu mencegahnya dari

membelanjakan harta tersebut. Inilah yang disebut hajr. Menurut para

fuqaha, hajr adalah mencegah seseorang dari bertindak secara utuh oleh

sebab-sebab tertentu. Di antara sebab-sebab itu adalah kecilnya usia

sehingga harta itu tidak musnah karena kecurangan, tipu muslihat, dan

tindakan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Page 5: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Ada beberapa ketentuan hak milik pribadi untuk sumber daya ekonomi

dalam Islam:

1. harta kekayaan harus dimanfaatkan untuk kegiatan produktif (melarang

penimbunan dan monopoli);

2. pembayaran zakat serta pendistribusian (produktif/konsumtif)

3. penggunaan yang berfaidah (untuk meningkatkan kemakmuran dan

kesejahteraan material-spiritual)

4. penggunaan yang tidak merugikan secara pribadi maupun secara

kemasyarakatan dalam aktivitas ekonomi maupun non ekonomi

5. kepemilikan yang sah sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah dalam aktifitas transaksi ekonomi.

1.4.Larangan dalam membelanjakan harta

Larangan dalam Pembelanjaan Harta

"Maka terbenamlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi, maka tidak ada

baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah dan

tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)." (Qs.28:81)

Ayat di atas merupakan salah satu bukti keserakahan akibat dari terlalu cinta

terhadap harta sehingga lupa bahwa harta merupakan amanat Allah dan dari

sebagian harta tersebut terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi.

Fenomena Karun, apabila dicermati lebih mendalam merupakan salah satu

contoh riil dari kecintaan secara berlebihan terhadap harta yang mengarahkan

pada suatu keyakinan bahwa hartanya dapat mengekalkan kehidupannya.

Secara bijaksana al-Qur'an telah menginformasikan suatu larangan berdimensi

sosial untuk kesejahteraan manusia agar harta tidak hanya dimiliki oleh

segelintir orang saja. Larangan dalam pembelanjaan harta melingkupi tiga (3)

macam, antara lain:

Page 6: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Pertama, larangan bersikap kikir/bakhil dan menumpuk harta. Kesadaran untuk

membantu penderitaan yang dialami orang-orang yang kekurangan sangat

mendapatkan porsi yang besar di dalam Islam. Keseimbangan yang diciptakan

Allah dalam bentuk aturan-aturan yang bersifat komprehensif dan universal

yaitu al-Qur'an dalam konteks hubungan sosial, apabila diimplementasikan

dengan mengambil suri teladan para Nabi dan Rasul dan orang-orang beriman

masa lalu membawa dampak terhadap distribusi pemerataan tingkat

kesejahteraan.

Sikap kikir sebagai salah satu sifat-sifat buruk manusia (lihat Qs.70:19) harus

dikikis dengan menumbuhkan kesadaran bahwa harta adalah amanah Allah swt

yang harus dibelanjakan sebahagian dari harta tersebut kepada orang-orang

yang berhak mendapatkannya.

Larangan kikir terhadap harta membuktikan kurangnya nilai kepekaan sosial,

padahal manusia sebagai makhluk sosial (homo_homini_lupus) tidak hanya

hidup sendiri tetapi membutuhkan pertolongan orang lain walaupun tidak

secara langsung terjadi interaksi.

Sikap kikir akan mengarahkan manusia pada kategori orang-orang yang

sombong dan membanggakan diri, dengan menganggap harta yang dimiliki

hasil dari jerih payah sendiri tanpa sedikitpun bantuan pihak lain, padahal Allah

swt sebagai Pemilik semesta alam beserta isinya termasuk harta yang dimiliki

manusia. Firman Allah swt di dalam surat al-Hadiid ayat 23-24: "....Dan Allah

tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-

orang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir...." (Qs.57:23-24).

Label sombong yang diberikan oleh Allah swt kepada orang-orang yang kikir,

kalau ditelaah lebih jauh lagi membawa paradigma baru (pelaksanaan nilai-nilai

Islami) menuju pemerataan kesejahteraan dengan meninggalkan paradigma

lama (sikap kikir). Selanjutnya lihat Qs. 4:36-37, 3:180, 9:34-35, 70:15-18, 92:8-

11, dan 47:36-38).

Sikap kikir tumbuh dari perilaku menumpuk-numpuk harta dan menghitung-

hitung harta tersebut serta mempunyai anggapan bahwa harta tersebut dapat

Page 7: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

mengekalkan hidupnya. Ada sebuah peringatan dalam al-Qur'an yang berbunyi:

"Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta

dan menghitung-hitungnya. Dia mengira hartanya itu dapat mengekalkannya.

Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam

huthanah." (Qs.104:1-4).

Kedua, larangan berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan. "Hai anak Adam,

pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) mesjid, makan, minumlah,

dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang berlebih-lebihan." (Qs.7:31)

"Bermegah-megahan telah melalaikan kamu sampai kamu masuk ke dalam

kubur." (Qs.102:1-2)

Kedua ayat di atas secara tegas memberikan arahan untuk menghindari sikap

berlebih-lebihan dan bermegah-megahan dalam hidup.

Fenomena zaman di tengah badai krisiS yang melanda bangsa Indonesia sangat

tepat untuk mengimplementasikan larangan berlebih-lebihan dan bermegah-

megahan. Paradigma sikap hidup berlebih-lebihan dan bermegah-megahan di

tengah kondisi sosial masyarakat yang serba kekurangan, membawa dampak

kecemburuan sosial dan terbentuknya pengkotak-kotakan struktur sosial

masyarakat.

Tanpa landasan aqidah yang kuat pada struktur sosial masyarakat,

menimbulkan dampak timbulnya kriminalitas disebabkan adanya kesenjangan

sosial yang kian menguat. Terjadinya pemborosan-pemborosan di satu sisi

sebagai salah satu pengaruh 'pola hidup konsumtif' dan di sisi lain tingkat

kemiskinan semakin bertambah besar. Secara realistis fenomena tersebut

menimbulkan dua struktur sosial yang saling kontradiktif, apabila tidak

dilakukan upaya-upaya penyelesaian akan mengarah pada kekecewaan sosial

yang merupakan bentuk lebih jauh dari kecemburuan sosial. Problematika

tersebut kian meruncing karena semakin menipisnya tingkat 'kepercayaan'

pada pemerintahan dan semua lini kehidupan akan terakumulasi menjadi

Page 8: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

'revolusi sosial' yang membawa dampak terhadap kestabilan bangsa dan

negara.

Secara tidak langsung al-Qur'an telah mengajak berdialog dalam sebuah ayat

antara lain: "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara

syaithan dan syaithan itu ialah sangat ingkar kepada Tuhannya." (Qs.17:27)

Nasehat tersebut apabila direfleksikan dalam kehidupan modern dewasa ini

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam upaya menciptakan

ketentraman dan keamanan berbangsa dan bernegara. Selanjutnya lihat Qs.

46:20, 3:14, 18:28, 28:77-78, 34:34-37, 57:20, 89:20, 3:10.

Pembahasan mengenai berlebih-lebihan dan bermewahan-mewahan dalam

penggunaan harta sangat terkait dengan konsumsi hidup yang mencakup

kebutuhan sandang, pangan, papan, secara spesifik al-Qur'an telah

memberikan suatu nasehat yang sangat berharga yaitu: "Maka makanlah yang

halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah

nikmat Allah jika hanya kepada-Nya saja kamu menyembah." (Qs.16:114)

Cakupan pembahasan di atas merupakan larangan mengkonsumsi makanan-

makanan yang diharamkan termasuk di dalamnya khamr (lihat Qs.5:90-93),

larangan mengkonsumsi bangkai, darah, babi, binatang yang disembelih

disebut selain nama Allah, hewan yang dicekik, dipukul, jatuh, ditanduk dan

jenis makanan lainnya yang telah ditetapkan syari'ah (selanjutnya lihat Qs.5:3-

4, 5:96, 2:168, 2:173, 7:32, 5:90).

Ketiga, larangan riba. "Orang yang makan (mengambil riba) tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan

mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-

orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus

berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

Page 9: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-

penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Qs.al-Baqarah:275)

Penegasan yang sangat jelas dari ayat di atas memberikan penjelasan

mengenai larangan riba dalam realisasi sistem perekonomian. Riba patut

mendapatkan porsi pembelanjaan harta karena sangat berkaitan dengan

praktek-praktek yang telah berjalan pada penggunaan harta dalam masyarakat.

Riba terdiri dari 2 (dua) macam yaitu nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah

pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan sedangkan

riba fadhl adalah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi

lebih banyak jumlahnya karena yang menukarkan mensyaratkan demikian,

seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi dan sebagainya. Riba

yang dimaksud dalam ayat ini adalah riba nasiah yang berlipat ganda dan

umum terjadi dalam masyarakat Arab jahiliyah.5 (Selanjutnya lihat Qs.2:276-

279, 3:130-131, 30:39, 4:161).

Keempat, yaitu larangan riya. "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan

menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya

karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada

tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak

bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka

usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir."

(Qs.2:264)

Ayat di atas merupakan peringatan dari al-Qur'an agar dalam beramal tidak

diiringi dengan riya. Riya merupakan penyakit yang harus segera diobati

dengan menghilangkan sikap riya tersebut. Amal orang-orang yang riya akan

membawa kerugian karena amalan-amalan tersebut tidak mendapatkan pahala

di sisi Allah.

Riya ialah melakukan suatu amalan perbuatan bukan untuk mencari keridhaan

Allah tetapi untuk mencari pujian dan kemashuran dalam masyarakat. Dalam

Page 10: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

dataran pembelanjaan harta, riya sangat merusak keharmonisan hubungan

antar manusia (human relation) karena akan menyebabkan dua kerugian yaitu

kerugian terhadap penerima harta tersebut dan pemberi itu sendiri. Bagi

penerima kerugian yang diterima ialah perasaan 'sakit', sedangkan bagi

pemberi akan menyebabkan kerugian berupa hampanya amal dari pemberian

harta tersebut. (Selanjutnya lihat Qs.8:47, 4:38, 3:18, 107:6).

Page 11: Harta dalam Perspektif Islam(makalah)

Daftar pustaka

Muhammad Yusuf, "Perspektif al-Qur'an tentang al-Qasas" (Yogyakarta: STIS, 1999), hal.1.

Untuk mengetahui metode ini lebih jauh bisa baca bukunya Noeng Muhadjir, "Metodologi Penelitian

Kualitatif" (Yogyakarta: Rakersorasin, 1996), hal.49-51. 3 - Afzoekir Rahman, "Doktrin Ekonomi Islam jilid I", penerjemah: Soenoyo (Yogyakarta: Dara Bakti

Wakaf, 1995), hal.83. 4 - Ibid. 5 - "Al-Qur'an dan Terjemahnya" (Jakarta, Departemen Agama, 1971), hal.69.