ham di indonesia

37
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa resim orde baru, penghargaan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak mampu dijamin negara. Rentetan tragedi kasus lampung, Kedung Ombo, konflik di Aceh dan Papua, Tanjung Periok, konflik Maluku, sambas, penangkapan aktifis HAM, adalah segelintir bukti nyata ketidak mampuan Negara menjamin konsep orientasi keamanan terhadap manusia. Sebaiknya, keamanan di pandang dari konsepsi yang digariskan Negara tanpa bentuk partisipasi, bahkan negara seringkali melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negaranya dengan alasan keamanan itu sendiri. Ruang gerak bagi organisasi kemasyarakatan semakin luas untuk bergerak dalam sektor pembangunan. Perjuangan penegakan HAM semakin mengakar dalam pola gerakan di masyarakat. Pendirian KOMNAS HAM dan pengesahan UU HAM No. 39/tahun 1999 adalah bukti nyata”kemenangan” pengakuan HAM yang memang seharusnya dijamin Negara dalam pengakuannya. Pada 7 september 2004, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh berita kematian mendadak dan misterius seorang aktivis HAM, Munir dalam 1

Upload: dahlia-tambajong

Post on 14-Sep-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

HAM Di Indonesia

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa resim orde baru, penghargaan dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak mampu dijamin negara. Rentetan tragedi kasus lampung, Kedung Ombo, konflik di Aceh dan Papua, Tanjung Periok, konflik Maluku, sambas, penangkapan aktifis HAM, adalah segelintir bukti nyata ketidak mampuan Negara menjamin konsep orientasi keamanan terhadap manusia. Sebaiknya, keamanan di pandang dari konsepsi yang digariskan Negara tanpa bentuk partisipasi, bahkan negara seringkali melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negaranya dengan alasan keamanan itu sendiri.

Ruang gerak bagi organisasi kemasyarakatan semakin luas untuk bergerak dalam sektor pembangunan. Perjuangan penegakan HAM semakin mengakar dalam pola gerakan di masyarakat. Pendirian KOMNAS HAM dan pengesahan UU HAM No. 39/tahun 1999 adalah bukti nyatakemenangan pengakuan HAM yang memang seharusnya dijamin Negara dalam pengakuannya.

Pada 7 september 2004, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh berita kematian mendadak dan misterius seorang aktivis HAM, Munir dalam penerbangan dari Jakarta-Belanda. Munir yang dikenal dengan keberhasilannya mengungkap kasus penangkapan aktivis mahasiswa oleh kelompok mawar dibawah komando kepala Kopassus Letjen Prabowo dan kemudian mendirikan KONTRAS untuk advokasi korban pelanggaran HAM, menurut rencana akan melanjutkan studi Master HAM di universitas Utrecht ketika langkah hidupnya harus berakhir dalam pesawat garuda Airways dengan No penerbangan GIA 974. Hasil otopsi forensik dari tim forensik belanda menyimpulkan bahwa kadar racun arsenic ditubuh munir melampaui ambang batas kewajaran dan telah menghantarnya dalam kematian . Perjuangan munir dalam kancah penegakan HAM di Indonesia telah diakui masyarakat internasional ketika beliau menerima The Right Livelihoode Award (Alternative Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan control sipil atas militer. Stockholm, December 2000 dan An honourable Mantion Of The 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha-usahanya dalam mempromosikan toleransi dan anti kekerasan, Paris November 2000. B. Tujuan

1. Untuk memahami makna dari Pancasila.

2. Untuk memahami makna dari Butir-butir sila Pancasila

3. Untuk memahami makna dari Hakikat Pancasila Sebagai Dasar pancasila

4. Untuk memahami makna dari Krisis Penguasa Tanpa PancasilaC. Manfaat PenelitianDalam penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat memberikan manfaat kepada lembaga yang diteliti dan siswa khususnya bagi guru pendidikan agama islam. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut.1. Bagi akademis Sebagai sumbangan pemikiran dan referensi dalam bidang pendidikan bagi kalangan akademis2. Bagi Universitas Sebagai bahan pertimbangan dan bahan pengukuran serta kerangka acuan bagi penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga bdapat memberikan implikasi positif terrhadap proses pengembangan pendidikan yang sedang berlangsung

3. Penulis , Sebagai Wacana Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang materiD. Penjelasan Istilah

1. Pengertian PancasilaPancasila berasal dari dua kata yakni Panca dan Sila menurut bahasa Sanskerta. Sehingga pancasila mengandung arti lima buah prinsip atau asas. Asas-asas atau prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Ketuhanan yang Maha Esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Keralyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Hakikat Pancasila Sebagai Dasar NegaraSetiap negara di dunia ini mempunyai dasar negara yang dijadikan landasan dalam menyelenggarakan pemerintah negara. Seperti Indonesia, Pancasila dijadikan sebagai dasar negara atau ideologi negara untuk mengatur penyelenggaraan negara. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alenia ke-4 yang berbunyi :Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara

E. Ruang LingkupUntuk memperjelas arah penelitian, permasalahan yang diteliti dibatasi pada konsep yang berkaitan dengan masalah Pengertaian Pancasila, Butir-butir sila Pancasila, Hakikat Pancasila Sebagai Dasar pancasila dan Krisis Penguasa Tanpa Pancasila?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum

Dengan mendasarkan pada landasan idiil dan karakteristik dari sistem ketatanegaraan yang ada di Indonesia maka sebagian ahli secara tegas menyatakan bahwa konsep Negara hukum di Indonesia bukan merupakan konsep Negara hukum dalam artian rechtssaat maupun the rule of law.Mencermati unsur atau ciri dari Negara Hukum Pancasila diketahui bahwa salah satu unsurnya yaitu adanya jaminan terhadap hak asasi manusia.

Jaminan terhadap hak asasi manusia tersebut tertuang dalam undang-undang dasar. Hal yang demikian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa salah satu materi muatan yang tertuang dalam konstitusi yaitu mengatur tentang hak asasi manusia tersebut. Menurut James Bryce, konstitusi merupakan kerangka Negara yang diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan:

1. pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanen.

2. fungsi dari alat-alat kelengkapan.

3. hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.

F. Strong, juga mengemukakan bahwa konstitusi merupakan kumpulan asas-asas menetapkan tiga hal, yaitu:

1. kekuasaan memerintah;

2. hak-hak asasi pihak yang diperintah;

3. hubungan antara pemerintah dan yang diperintah.

Dengan menempatkan jaminan terhadap hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar ini, maka wujud perlindungan hukum sebagai bentuk adanya jaminan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia tersebut dapat berjalan secara maksimal.

Substansi pengaturan terhadap hak asasi manusia di Negara Indonesia tidak memberikan penekanan kepada kepentingan individual dan komunal tertentu, dan juga tidak memberikan penekanan kepada kewajiban yang huquuqul-ibad pengaturan substansi dari hak asasi manusia di Indonesia mengarah pada upaya keseimbangan antar hak dan kewajiban keseimbangan yang demikian ini muncul sesuai dengan karakter sosial dari masyarakat Indonesia yang tercermin dalam pancasila yang menghendaki dalam rangka penyelenggaraan kenegaraan agar lebih mengarah atau bertumpu pada upaya-upaya untuk menciptakan sikap kekeluargaan dan gotong royong.

B. Substansi Aturan HAM

1. Pengaturan HAM dalam Konstitusi

Dalam amamdemen Uud 1945 1 IV , konstitusi Republik Indonesia serikat ( KRIS ) dan UUDS 195 penaturan HAM juga ditemukan dalam Konstitusi republik indonesia serikat ( KRIS ). Dalam KRIS , Ham Menjadi bab khusus yaitu tentang HAM dan si tempatkan pada bab awal mulai pasal 7 samapi 33 selain itu adanya signifikan yaitu tentang fungsi sosial milik , hak tiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran , hak demontrasi .

2. Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR

Dilihat dalam TAP MPR XVII tahun1998 tentang pandangan dan sikap bangsa indonesia terhadap HAM dan piagam HAM nasional

3. Pengaturan HAM dalam Undang undang

Pengaturan HAM dilihat dalam undang undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah indonesia yaitu :

UU No 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara

UU No 5 tahun 1998 tentang ratifikasi konvensi anti penyiksaan , perlakuan ( penghukuman yang kejam , tidak manusiawi dan merendahkan martabat

UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

UU No 9 tahun 1998 tentang kebebasan meyatakan pendapat

UU No 39 tahun 1999 tentang hak asazi manusia

UU No 40 tahun 1999 tentang pers

UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM

Pengaturan Ham Dalam Peratusan Pemerintah Dan Keputusa Presiden Ketentuan Yang Terdapat Dalam, Peraturan Pemertintah , Yaitu :

- Peraturan pemerintah penganti udang undang No 1 tahun 1999 tentang pengadilan HAM

- Keputusan presiden nomor 181 tahun 1998 tentang pendidikan komisi nasional penghapusan kekerasan terhadap wanita

- Keputusan presiden No 31 tahun 2001 tentang pembentukan pengadilan Ham pada pengadilan negeri jakarta pusat , pengadilan negeri surabaya , dan pengadilan negeri makasar

HAM sebagi tatana sosial merupakan pengakuan masyarakat terhadap pentingnay nilai nilai HAM dalam tatanan sosial . politik ekonomi , yang hidup dalam kerangka menjadikan HAM sebagi tatanan sosial , pendidikan HAM secara kurikurel maupun melalui pendidikan kewarganegaraan sangat diperlukan dan terus dilakukan secara berkesinambungan C. Budaya HAM di Indonesia

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

Konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada diri manusia sebagai hak yang harus dihormati dan dilindungi, pada awalnya tumbuh pada tataran nasional di Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Perancis pada abad ke-17 dan 18. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Bill of Rights pada tahun 1689 di Inggris, Virginia Declaration of Rights dan Declaration of Independence pada tahun 1776 di AS, Dclaration des Droits de lHomme et du Citoyen pada tahun 1789 di Perancis, dan Bill of Rights pada tahun 1791 di AS. Instrumen-instrumen nasional ini menetapkan pokok-pokok yang sekarang dikenal sebagai human rights (hak asasi manusia).Pada abad ke-19 dan dasawarsa awal abad ke-20, konsep hak asasi manusia (HAM) mulai berkembang di tataran internasional. Konsep ini sudah mulai dianut oleh komunitas bangsa-bangsa dalam melakukan hubungan di antara mereka. Upaya komunitas internasional untuk memantapkan pengakuan dan penghormatan HAM mencapai kulminasinya pada tanggal 10 Desember 1948 dengan diterima dan diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Deklarasi ini menetapkan hak dan kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban setiap orang untuk dipenuhi.Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR, lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai HAM yang sudah dianut.Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah selama 350 tahun yang penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Oleh karenanya, bangsa Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap HAM. Dalam batang tubuh UUD 1945 juga dimuat beberapa pasal sebagai implementasi HAM. Kemudian, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang HAM

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap MPRS No. XIV/1966 membentuk panitia ad hoc untuk menyiapkan rancangan piagam HAM dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Pada Sidang Umum MPRS tahun 1968, rancangan itu tidak dibahas dengan maksud agar rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Dalam beberapa kali sidang MPR pada era Orde Baru, tidak pernah diadakan pembahasan mengenai rancangan tersebut. Akhirnya, atas desakan dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat, pada Sidang Istimewa MPR bulan November 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa peraturan perundang-undangan mengenai HAM. Hal ini dipandang sebagai kemajuan dalam Peran Serta dalam Kemajuan HAM di tengah keprihatinan atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM di negeri tercinta ini.

Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga berlangsung sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS 1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada masa berlakunya UUDS 1950 tersebut, penghormatan atas HAM dapat dikatakan cukup baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa terhadap masalah HAM masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia menyatakan meneruskan berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO) yang telah diberlakukan pada masa Hindia Belanda oleh Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan pada tahun 1952.Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun 1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut kebebasan mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih parah lagi, Indonesia mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di semua bidang yang diakui oleh UUD 1945. Di tataran internasional, selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, Indonesia mengesahkan tidak lebih dari dua instrumen internasional mengenai HAM, yakni Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) dan Konvensi tentang Hak Anak (1989).Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan HAM guna mendukung tujuan pembangunan nasional. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga mandiri yang memiliki kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu dinyatakan bersifat mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung oleh presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu berarti karena pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana.Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru, gerakan penghormatan dan penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan arus bawah, muncul ke permukaan dan bergerak secara terbuka. Gerakan ini memperoleh impetus dengan diterimanya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai perangkat lunak berlanjut dengan diundang-undangkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang memungkinkannya dibentuk pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum UU tersebut dibuat.Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.Upaya penegakan transitional criminal justice umumnya dilakukan melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses pengadilan) dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur yudisial terbagi lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya UU No. 26 tahun 2000.Sedangkan jalur ekstrayudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN) ditempuh untuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau dan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000. Upaya penyelesaian melalui jalur demikian haruslah berorientasi pada kepentingan korban dan bentuk penyelesaiannya dapat menunjang proses demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta merupakan upaya penciptaan kehidupan Indonesia yang demokratis dengan ciri-ciri utamanya yang berupa berlakunya kekuasaan hukum dan dihormatinya hak asasi dan kebebasan fundamentaD. Struktur Penegak HAM ( KOMNAS HAM)Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Komnas HAM bertujuan : a. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; b meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari Sidang paripurna dan Subkomisi. Di samping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.

SIDANG PARIPURNA a. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; b meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. 1. SubkomisiSejak berdirinya pada 1993 hingga awal Juni 2004 kegiatan Komnas HAM dilaksanakan oleh Subkomisi yang dibentuk berdasarkan fungsi Komnas HAM, yakni Subkomisi Pengkajian dan Penelitian, Subkomisi Penyuluhan, Subkomisi Pemantauan, dan Subkomisi Mediasi. Kemudian, Sidang Paripurna Komnas HAM dalam rapatnya 2-3 Juni 2004 memutuskan melakukan restrukturisasi Subkomisi Komnas HAM. Subkomisi yang direstrukturisasi tidak lagi didasarkan pada fungsi Komnas HAM melainkan pada kategori HAM dan kelompok dalam masyarakat yang perlindungan hak asasi manusianya perlu mendapat perhatian khusus.Subkomisi menurut struktur baru ini adalah sebagai berikut :1. Subkomisi Hak Sipil dan Politik;

2. Subkomisi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

3. Subkomisi Perlindungan Kelompok KhususMenurut struktur baru tersebut masing-masing subkomisi melaksanakan keempat fungsi Komnas HAM yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian.

Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :a. Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;

b. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;

c. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;

d. Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi manusia;

e. Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia; dan

f. Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :a. Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;

b. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan nonformal serta berbagai kalangan lainnya; dan

c. Kerja sama dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam bidang pemantauan,Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :

a. Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;

b. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;

c. Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;

d. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;

e. Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;

f. Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan;

g. Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan h. Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.

Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi,Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :a. Perdamaian kedua belah pihak;

b. Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;

c. Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;

d. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan

e. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.

2. Landasan Hukum Komnas HAM Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi ,keanggotaan, asas, kelengkapan, serta tugas dan wewenang Komnas HAM.

Di samping kewenangan menurut UU No 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Instrumen Acuan

Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan sebagai acuan instrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun Internasional. Instrumen nasional:

a. UUD 1945 beserta amendemennya; b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998; c. UU No 39 Tahun 1999; d. UU No 26 tahun 2000; e. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait. Instrumen Internasional:

a. Piagam PBB, 1945;

b. Deklarasi Universal HAM 1948;

c. Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh Indonesia.

E. Analisis Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (Ham) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas terorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan klasik. Hambatan hambatan dalam pelaksanaan HAM di Indonesia antara lain:1. Masih kurang pemahaman tentang HAM. Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam "Declaration of Human Rights" atau apa yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab, dalam pemahaman HAM tertanam di dalamnya konsep dasar "Politik, Hukum, sosiologi, filosofi, ekonomi dan realitas masyarakat masa kini, agenda internasional, yurisprudensi analitis, yurisprudensi normatif, etika dan estetika". Jika makna seperti ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran, pemahaman, penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju kepada suatu proses untuk menjadi HAM ini sebagai bagian dari Wawasan Nasional. Bagian dari kebijakan nasional, menjadikan HAM sebagai strategi nasional, program nasional dan konsistensi. Tetapi, jangan lupa bahwa HAM yang formal ini adalah barang import.2. Masih kurang pengalaman Disadari atau tidak kita harus akui bahwa HAM sebagai suatu konsep formal masih terasa baru di masyarakat kita. Kondisi ini mendorong kita harus membina kerjasama dengan beberapa negara dalam mencari gagasan, menciptakan kondisi yang kondusif, dan memberikan proteksi perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman bersama seperti ini perlu didorong dan ditegakkan. Namun, kita harus hati-hati, khususnya dalam menjalin kerjasama dengan negara lain. Sebab, forum kerjasama, forum konsultasi, dan berbagai kebijakan selalu diboncengi kepentingan tertentu yang sering tidak terasa bahwa tujuan yang hendak dicapai menjadi melenceng jauh dari tujuan yang semula diharapkan.3. Kemiskinan Kemiskinan adalah sumber kebodohan, oleh sebab itu harus diperangi dandiberantas. Tema memberantas kemiskinan telah banyak dipersoalkan di forum-forum nasional, regional dan internasional, tetapi hingga saat ini belum ada solusinya. Bahkan, ide memberantas kemiskinan hanya mampu memobilisasi masyarakat miskin tanpa menambah sepeser pun uang ke kantong-kantong orang miskin. Dari segi HAM seolah-olah konvensi hak-hak sosial dan ekonomi yang belum diratifikasi oleh Indonesia perlu diwujudkan.4. Keterbelakangan; Keterbelakangan ini adalah suatu penyakit yang bersifat kultural dan struktural. Kultural karena sering sekelompok orang yang terikat dalam satu budaya yang sama memiliki adat-istiadat yang sama dan ara berpikir yang sama pula. Untuk mengatasi diperlukan proses pendidikan dan kebiasaan menggunakan logika berpikir.5. Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan. Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga kerukunan berbangsa dan bernegara diperlukan: 1) adanya personil pemerintahan yang berkualitas, 2) aparat pemerintah yang bermodal dan bertanggung jawab; 3) terbangunnya publik opini yang sehat atau tersedia sumber informasi yang jelas, 4) terbangunnya suatu kelompok pers yang berani dan bebas dalam koridor menjaga keutuhan bangsa dan negara, 5) adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM, 6) tersedianya "bantuan hukum" (legal-aid) di mana-mana, 7) terbentuknya jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa sehingga bersinergi. Dalam memasuki abad ke -21 banyak tantangan besar yang dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia khususnya didalam era Reformasi Hukum dan dapat dielaborasi kedalam tiga model lingkungan, yaitu:

1. Lingkungan yang memiliki aspek-aspek nasional dan internasional.Kedua lingkungan tersebut berinteraksi secara simbiosis, mutualistis, karena baik buruknya penegakan hukum di Indonesia dapat dipengeruhi oleh kedua lingkungan tersebut.2. Lingkungan strategis yang memiliki aspek Internasional.Berkaitan langsung dengan politik perdagangan global yang menempatkan negara selatan debagai tempat pemasaran produk-produk global negara utara. Oleh karena itu, timbul tuntutan untuk menciptakan iklim dan lingkungan dunia perdagangan serta usaha kondusif dan sehat bagi hubungan perdagangan, baik bilateral ataupun multilateral. Menghadapi tantangan lingkungan staregis yang bersifat Internasional pemerintah Republik Indonesia telah melakukan kebijakan-kebijakan. Kebijakan kebijakan tersebut, yaitu penegakan GTO/WTO, melakukan penyusunan rancangan Undang-Undang Arbitrase, undang-undak Kepailitan, telah melakukan serta revisi undang-undang dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), telah memberlakukan Undang-undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli (Competition Act), serta sudah memberlakukan Undang-undang Perlindungan Konsumen (Consumes)Undang undang No.8 1998/1999.3. Lingkungan strategis yang memiliki aspek nasional.Dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan keamanan. Di dalamnya termasuk pembentukan hukum yang aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat dan mendukung kehidupan politik yang sehat. Hal tersebut juga disertai dan diperkuat oleh penegakan hukum yang tegas konsisten dengan dilandasi asas kepastian hukum, asas proporsionalitas, asas kedilan, dan asas mufakat. Kebijakan pemerintah menghadapi tantangan lingkungan strategis yang bersifat nasional dalam bidang perundang-undangan, antara lain:A. Pencabutan Undang-undang Subversi dan penambahan/ perluasan ke dalam KUHP.B. Revisi undang-undang tentang Tindak pidana Korupsi.C. Mengajukan rancangan Undang undang tentang HAM dan pembentukan KOMNAS HAM.D. Pemberlakuan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dari KKN.E. Memberlakukan Undang- Undang No. 2/2002 dan Undang-Undang No. 3/2002 tentang Hankam dan pemisahan TNI serta POLRI

BAB III

PENUTUP

A. KesimpulanDari pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa : Substansi pengaturan terhadap hak asasi manusia di Negara Indonesia tidak memberikan penekanan kepada kepentingan individual dan komunal tertentu, dan juga tidak memberikan penekanan kepada kewajiban yang huquuqul-ibad pengaturan substansi dari hak asasi manusia di Indonesia mengarah pada upaya keseimbangan antar hak dan kewajiban keseimbangan yang demikian ini muncul sesuai dengan karakter sosial dari masyarakat Indonesia yang tercermin dalam pancasila yang menghendaki dalam rangka penyelenggaraan kenegaraan agar lebih mengarah atau bertumpu pada upaya-upaya untuk menciptakan sikap kekeluargaan dan gotong royong

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

Dengan menempatkan jaminan terhadap hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar ini, maka wujud perlindungan hukum sebagai bentuk adanya jaminan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia tersebut dapat berjalan secara maksimal.

B. Saran

Dalam prespektif konstitusionalisme penegakan HAM dan supremasi hukum yang menjadi kewajiban imperatif Negara tidak akan dengan sendirinya direalisasikan manakala tidak didukung dan memperoleh desakan efektif masyarakat lebih-lebih untuk masalah HAM yang jelas-jelas berimplikasi membatasi kekuasaan Negara. Oleh sebab itu, peran masyarakat menjadi penting dan akan terus penting mengingat masyarakat juga berkepentingan dengan penegakan supremasi hukum dan HAM dengan mengacu kepada sejarah perjuangan bangsa maka perjuangan untuk menegakkan, menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak asasi manusia dengan sendirinya harus menjadi kewajiban semua pihak. Melalui penegakan HAM haruslah menggunakan perspektif Indonesia sendiri dengan mengacu kepada sejarah perjuangan bangsanya yang amat panjang dan penuh dengan penderitaan. Penegakan prinsip-prinsip HAM yang mengacu pada perumusan HAM universal tidak boleh ada maksud lain kecuali untuk memerdekakan manusia Indonesia, dan itu merupakan perjuangan untuk keseluruhan anak bangsa.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.wb

Puji syukur mari kita sama sama panjatkan kehadirat ilahi rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kita untuk mengupas tuntas dari salah satu kebesarannya, yaitu ilmu pengetahuan.Dimana kita akan mempelajarinya dari sebagian goresan goresan kata yang penulis susun dalam makalah ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan hanya kepada pembimbing kehidupan kita yang telah menuntun semua umat manusia dari zaman kebodohan kepada jalan yang diterangi dengan beragai aspek kebenaran, terutama rahasia rahasia ilahi yang terkandung dalam unsure keilmuan.

Pembaca yang budiman, alhamdulillah merupakan salah satu kata yang semestinya penulis lantunkan, karena pada kesempatan kali ini, penulis dapat mengungkapkan sebagian dari realita hasil pembellajaran kedalam bentuk makalah yang insyaallah akan dipaparkan sejelas mungkin mengenai Penegakan HAM dalam Negara Hukum Indonesia .

Tetapi meskipun seperti itu halnya, penulis masih merasa banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam menyusun makalah ini.Maka dari itu, kiranya penulis mengharapkan kritikan, masukan, serta tambahan guna mengembangkan pembahasan yang terangkai dalam makalah ini

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah1

B. Tujuan Penulisan..2C. Manfaat Penelitian3D. Penjelasan Istilah3E. Ruang Lingkup3BAB II PERUMUSAN MASALAH4BAB II. PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum5B. Substansi Aturan HAM6C. Budaya HAM di Indonesia7D. Analisis12BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan18B. Saran18DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Azra Aziyumardi,2003, demokrasi Hak Asasai Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah

Gunawan Setiardja. 1993. Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila. Yogyakarta. Kanisius.

Agus Dwiyono dkk. 2007. Kewarganegaraan. Jakarta: Yudistira, hlm. 45-46

Azhary, Muhammad Tahir. 2003. Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: KencanaHadiwiyono dan Isworo. 2007. Kewarganegaraan. Jakrta: Ganeca ExactHadjon, Philipus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu

i

ii

i

PAGE 4