hakikat pendidikan dry.pdf
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
1/19
1
HAKIKAT PENDIDIKAN ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. Sumedi, M.Ag
Oleh:
HUDRI, S.Pd.I
NIM. 1520420015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
KONSENTRASI GURU KELAS
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN PASCA SARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
2/19
2
HAKIKAT PENDIDIKAN (ISLAM)
Oleh: HUDRI, S.Pd.I
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Pandangan filsafat tentang manusia sangat besar pengaruhnya terhadap konsep
serta praktik-praktik pendidikan. Karena pandangan filsafat itu menentukan nilai-
nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh seorang pendidik atau suatu bangsa yang
melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi itu dijadikan norma untuk
menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik pendidikan.
Sedangkan nilai-nilai ini tidaklah diperoleh hanya dari praktik dan pengalaman
mendidik, tetapi secara normatif bersumber dari norma masyarakat, norma filsafat,
pandangan hidup dan keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang.
Untuk memahami ajaran Islam tentang pendidikan, maka yang paling utama
yang harus dipahami ialah hakikat manusia menurut Islam, sebab pendidikan itu
adalah untuk manusia. Jika dibandingkan dengan makhluk lain, manusia adalah
makhluk yang terlemah, sedangkan rohaninya atau akal budi dan kemauannya sangat
kuat. Manusia memang tidak dapat terbang seperti burung, tidak dapat berenang
selincah ikan, dan tidak punya tenaga sekuat gajah. Namun demikian, manusia
memiliki kemampuan berpikir dan bernalar, dengan akal serta nuraninya
memungkinkan untuk selalu berbuat yang lebih baik dan bijaksanana untuk dirinya
maupun lingkungannya. Dengan demikian manusia bisa mengatasi kelemahannya
tersebut.
Menurut al-Syaibani manusia itu terdiri dari tiga unsur yang sama pentinggnya,
yaitu jasmani, akal dan ruhani. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan harus
mengembangkan jasmani, akal dan ruhani manusia secara seimbang dan
terintegrasi.1 Bahkan menurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat
dipahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang
pengembangan individu seutuhnya.2
Orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum masehi telah mengingatkan
bahwa tugas pendidikan ialah membantu manusia menjadi manusia. Tatkala kita
1
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, Dan Kalbu, Memanusiakan Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 26.
2 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), Hlm. 19.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
3/19
3
mendidik seseorang, seringkali yang kita didik adalah otak (akal)-nya, belum tentu
kita mendidik manusia-nya. Karenanya pendidikan yang kita lakukan hanya
menghasilkan kecerdasan manusia yang belum tentu berupa manusia yang cerdas;
pendidikan yang kita lakukan hanya menghasilkan keterampilan manusia yang belum
tentu berupa manusia yang terampil.
Oleh karena itu, pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan
(integrasi) antara pendidikan qalbiyah dan ‘aqliyah sehingga mampu menghasilkan
manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Di samping
itu, setiap manusia dibekali dengan potensi masing-masing yang dapat membentuk
dirinya sebagai khalifah sekaligus Abd’ yang mampu mengembangkan potensinya
serta menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, dan
lingkungannya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Pendidikan Islam?
b.
Apa Sumber dan Dasar Pendidikan Islam?
c. Bagaimanakah Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam?
d. Bagaimanakah Kurikulum Pendidikan Islam?
B. Hakekat Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan Negara.3
Menurut Muhammad SA Ibrahimy, Pendidikan Islam berarti sistem
pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai
dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai
dengan ajaran Islam.4 A. Marimba (1989:19) mencoba mempersempit lagi definisi
pendidikan, yaitu sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh
3 UU SPN No. 20 Tahun 2003 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1.
4 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 27.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
4/19
4
pendidik terhadap peserta didik dalam mengembangkan jasmani dan ruhaninya,
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.5
Bukhari Umar merumuskan pendidikan Islam sebagai proses transformasi
dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik melalui
pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan
kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.6
Selanjutnya, Muhammad As-Said berpendapat bahwa pendidikan Islam
adalah pendidikan Islami, pendidikan yang punya karakteristik dan sifat keislaman,
yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan di atas dasar ajaran Islam. Hal
ini memberi arti yang signifikan, bahwa seluruh pemikiran dan aktivitas pendidikan
Islam tidak mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan aktivitas
kependidikan Islam haruslah benar-benar merupakan realisasi atau pengembangan
dari ajaran Islam itu sendiri.7
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pendidikan Islam harus
dipahami secara menyeluruh sebagai suatu proses yang utuh tanpa dipisahkan antara
satu dengan yang lain, karena pendidikan Islam bukanlah hanya sekedar pemindahan
pengetahuan dari seorang guru kepada muridnya atau bimbingan dari seorang
dewasa kepada anak, akan tetapi pendidikan Islam harus berorientasi kepada tujuan
yaitu memproses peserta didik menjadi manusia yang matang dan dewasa dalam
segala aspek kepribadiannya. Dalam konsep filsafat pendidikan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar membantu manusia menjadi manusia.8
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu kepada
term al-tarbiyah, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Dari ketiga istilah tersebut term yang
populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam adalah term al-tarbiyah.
Sedangkan term al-ta’dib dan al-ta’lim jarang sekali digunakan. Padalah kedua
istilah tersebut telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.9
Kendatipun demikian, dalam hal-hal tertentu, ketiga term tersebut memiliki
kesamaan makna. Namun secara esensial, setiap term memiliki perbedaan, baik
secara tekstual maupun kontekstual. Untuk itu, perlu dikemukakan uraian dan
5 A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2010), 17.
6 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 29.
7 Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011), Hlm. 10.
8
Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm. 33.9 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, Dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002). Hlm. 25.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
5/19
5
analisis terhadap ketiga term pendidikan Islam tersebut dengan beberapa argumentasi
tersendiri dari beberapa pendapat para ahli pendidikan Islam.
a. Al-Tarbiyah
Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari beberapa akar kata antara lain;
Pertama raba-yarbu yang pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestarian atau
eksistensinya.10 Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah Swt,
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
11
Kedua, rabiya-yarba dengan wazan (bentuk) khafiya-yakhfa, yang berarti
menjadi besar. atas dasar makna inilah Ibnu al-Arabi mengatakan:
زاءفىعئالسكیفم
ى وبھا ربی تى بمكَّة من
“Jika orang bertanya tentang diriku, maka Mekah adalah tempat
tinggalku dan di situlah aku dibesarkan.12
Ketiga rabba-yurabbiy-tarbiyatan dengan wazan fa’ala-yufa’ilu-taf’ilan
yang berarti mendidik dan mengasuh. Kata ini ditemukan dalam al-Qur’an surah
al-Isra’ [17] ayat 24,
“dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".13
Menurut Syekh Ali, kata rabba memiliki arti yang banyak yakni merawat,
mendidik, memimpin, mengumpulkan, menjaga, memperbaiki, mengembangkan,
dan sebagainya. Daim menyimpulkan bahwa makna tarbiyah adalah merawat dan
memperhatikan pertumbuhan anak, sehingga anak tersebut tumbuh dengan
10 Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 25
11
Q.S. Ar-Ruum [30]: 39).12 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 22.
13 Q.S. Al-Isra’ [17] : 24.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
6/19
6
sempurna sebagaimana yang lainnya, yaitu sebuah kesempurnaan dalam setiap
dimensi dirinya, badan (kinestetik), roh, akal, kehendak, dan lain sebagainya.14
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah
bersumber pada pendidikan yang diberikan Islam yaitu pendidikan yang diberikan
Allah sebagai “pendidik” bagi seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam
konteks yang luas, pengertian pendidikan Islam yang dikandung dalam term al-
tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan15, yaitu:
1) Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
2) Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan
3)
Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan
4) Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Dari penjelasan tersebut dapat diringkas bahwa prinsip-prinsip dasar
pengertian tarbiyah dalam Islam adalah:16
1) Murabbi (pendidik) yang sebenarnya hanyalah Allah, karena Dia Pencipta
fitrah, potensi kekuatan dan kelemahan, dan paling tahu tentang hakikat
manusia itu sendiri, karenanya perlu dipelajari terus menerus siapa sebenarnya
manusia itu sesuai dengan perintah Tuhan.
2) Penumbuhan dan pengembangan secara sempurna semua dimensi manusia baik
materi, seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati, kehendak,
kemauan adalah tanggung jawab manusia sebagai konsekwensi menjalankan
fungsinya sebagai hamba Tuhan dan sebagai fungsi khalifah.
3)
Dalam proses tarbiyah seharusnya mengambil nilai dan dasarnya dari Al-
Qur’an dan Sunnah dan berjalan sesuai dengan sunnatullah yang digariskan-
Nya.
4)
Setiap aktivitas tarbiyah mengarah kepada penumbuhan, perbaikan,
kepemimpinan, atau penjagaan setiap dimensi dalam diri manusia, baik
aktivitas itu direkayasa atau secara nattural.
5)
Tarbiyah yang direkayasa mengharuskan adanya rencana yang teratur,
sistematis, bertahap, berkelanjutan dan fleksibel.
6) Bahwa yang menjadi subjek sekaligus objek dalam aktivitas tarbiyah adalah
manusia.
14 Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 22.
15
Samsul Nizar, Opcit, Hlm. 26.16 Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam)
(Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), Hlm. 22.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
7/19
7
7)
Kata tarbiyah tidak terbatas pengetiannya sebagai sekedar transfer ilmu,
budaya, tradisi, dan nilai tetapi juga pembentukan kepribadian (transformatif )
yang dilakukan secara bertahap.
b. At- Ta’lim
Istilah al-Ta’lim telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan
pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih bersifat universal dibanding
dengan al-Tarbiyah maupun al-Ta’dib. Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim
sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu.17
Jalal memberikan alasan bahwa proses ta’lim lebih umum dibandingkan
dengan proses tarbiyah.18
1) Ketika mengajarkan membaca al-Qur’an kepada kaum muslimin, Rasulullah
Saw tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca, melainkan
membaca dengan perenungan yang berisikan pemahaman, pengertian,
tanggung jawab, penanaman amanah sehingga terjadi pembersihan diri
(tazkiyah al-nufus) dari segala kotoran, menjadikan dirinya dalam kondisi siap
menerima hikmah, dan mempelajari segala sesuatu yang belum diketahuinya
dan yang tidak diketahuinya serta berguna bagi dirinya.
2)
Kata ta’lim tidak berhenti hanya kepada pencapaian pengetahuan berdasarkan
prasangka atau yang lahir dari taklid semata-mata, ataupun pengetahuan yang
lahir dari dongengan hayalan dan syahwat atau cerita-cerita dusta.
3)
Kata ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Dengan demikian kata ta’lim menurut Jalal mencakup ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik dan berlangsung sepanjang hayat serta tidak terbatas
pada masa bayi dan kanak-kanak, tetapi juga orang dewasa. Sementara itu
Abrasyi, menjelaskan kata ta’lim hanya merupakan bagian dari tarbiyah karena
hanya menyangkut domain kognitif . Al-Attas menganggap kata ta’lim lebih dekat
kepada pengajaran atau pengalihan ilmu dari guru kepada pembelajaran, bahkan
jangkauan aspek kognitif tidak memberikan porsi pengenalan secara mendasar.19
17
Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 27.18 Maragustam, Opcit , Hlm. 25-26.
19 Ibid , Hlm. 26.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
8/19
8
c. Ta’dib
Al-Attas menawarkan satu istilah lain yang menggambarkan pendidikan
Islam, dalam keseluruhan esensinya yang fundamental yakni kata ta’dib. Istilah
ini mencakup unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan
pengasuhan yang baik (tarbiyah). Istilah ta’dib dapat mencakup beberapa aspek
yang menjadi hakikat pendidikan yang saling berkait, seperti ‘ilm (ilmu), ‘adl
(keadilan), hikmah (kebajikan), ‘aml (tindakan), haqq (kebenaran), natq
(nalar) nafs (jiwa), qalb (hati), ‘aql (akal), maratib dan derajat (tatanan hirarkis),
ayah ( simbol ), dan adb (adab). Dengan mengacu pada kata adb dan kaitan-
kaitanya seperti di atas, definisi pendidikan bagi al-Attas adalah: Sebagai
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan
dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan
kepribadian.20
Makna al -ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-
angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat
yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.21
Dengan demikian, Pendidikan adalah segala upaya, latihan dan sebagainya
untuk menumbuhkembangkan segala potensi yang ada dalam diri manusia baik
secara mental, moral dan fisik untuk menghasilkan manusia yang dewasa dan
bertanggung jawab sebagai makhluk yang berbudi luhur. Sedangkan pendidikan
Islam adalah suatu sistem pendidikan yang berlandaskan ajaran Islam yang
mencangkup semua aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia sebagai hamba
Allah sebagaimana Islam sebagai pedoman kehidupan manusia di dunia dan
akhirat.
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia
dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap.
Oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui
proses demi proses ke arah tujuah akhir perkembangan atau pertumbuhannya22.
20
Ibid , Hlm. 2621 Samsul Nizar, Opcit , Hlm. 30
22 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III, Jakarta ; Bumi Aksara, 199), Hlm. 11
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
9/19
9
Dalam studi pendidikan, sebutan “pendidikan Islam” pada umumnya
dipahami sebagai suatu ciri khas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang
keagamaan. Dapat juga diilustrasikan bahwa pendidikan yang mampu membentuk
“manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dan agung dalam
moral”. Menurut cita-citanya pendidikan Islam meperoyeksi diri untuk memperoleh
“insan kamil ”, yaitu manusia yang sempurna dalam segala hal, sekalipun diyakini
baru hanya Nabi Muhammad Saw yang telah mencapai kualitasnya23. Lapangan
pendidikan Islam diidentik dengan ruang lingkup pendidikan Islam yaitu bukan
sekedar peroses pengajaran (face to face), tapi mencakup segala usaha penanaman
(internalisasi) nilai-nilai Islam ke dalam diri subyek didik 24.
2. Sumber dan Dasar Pendidikan Islam
Sumber pendidikan yang dimaksud di sini adalah semua acuan atau rujukan
yang darinya memancar ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinter-
nalisasikan dalam pendidikan Islam. Sumber ini tentunya telah diyakini kebenaran
dan kekuatannya dalam mengantar aktivitas pendidikan, dan telah teruji dari waktu
ke waktu.25
Di dalam pendidikan Islam terdapat beberapa sumber pendidikan, para ahli
sependapat bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah adalah sumber pendidikan Islam
sebagaimana mereka juga sependapat bahwa al-Qur’an adalah sumber utama yang
pertama dan as-Sunnah sumber utama kedua.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan yang paling utama pendidikan
Islam. al-Qur’an memiliki konsep pendidikan yang utuh, hanya saja tidak mudah
untuk diungkap secara keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan
itu di dalam al-Qur’an disamping juga keterbatasan kemampuan manusia untuk
memahami keseluruhannya dengan sempurna. Dan pendidikan al-Qur’an juga
memiliki pengaruh yang dahsyat apabila dipahami dengan tepat dan diikuti dan
diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya menjadikan al-Qur’an sebagi sumber
bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi umat Islam.26
23 Muslim Usa Dan Aden Wijdan SZ., Pemikiran Islam Dalam Peradaban Industrial , Yogyakarta:
Aditya Media, 1997. Hlm., 35-3624
Nasir Budiman. Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur’an, Cet.I, Jakarta: Madani Press, 2001.
Hlm. 1.25
Bukhari Umar, Opcit , Hlm. 31.26 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat , (Jakarta,
Gema Insani,1983), Hlm. 28.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
10/19
10
Islam adalah agama yang membawa misi umatnya menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran. Al-Qur`an merupakan landasan paling dasar yang
dijadikan acuan dasar hukum tentang Pendidikan Islam. Firman Allah tentang
Pendidikan Islam dalam al-Qur`an Surat al-Alaq ayat 1-5:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia
Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidakdiketahuinya.”
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa seolah-
olah Tuhan berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta
manusia (dari segumpal darah), selanjutnya untuk memperkokoh keyakinan dan
memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan dan
pengajaran.
b. As-Sunnah
As-Sunnah didefenisikan sebagai sesuatu yang didapatkan dari Nabi
Muhammad Saw yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau
budi, atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Di
dalam dunia pendidikan, as-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat
pertama, as-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan
Islam sesuai dengan konsep al-Qur’an, serta lebih merinci penjelasan al-Qur’an.
Kedua, as-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode
pendidikan.27
c. Ijtihad
Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan
seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan atau
menentukan sesuatu hukum syariat Islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh
aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada al-
Qur’an dan Sunnah.28 Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-
27 H. Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Lembaga Pendidikan Umat, 2005), Hlm. 17.
28 Ibid , Hlm. 18.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
11/19
11
Qur’an dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat oleh para ahli pendidikan
Islam.
Sedangkan dasar dari pendidikan Islam itu sendiri terdiri dari tujuh
landasan operasional antara lain:
a. Dasar religius; yaitu dasar yang diturunkan dari ajaran agama.
b. Dasar historis; yaitu dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa
lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar
kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik.
c. Dasar sosiologis; yaitu dasar yang memberikan kerangka sosio-budaya sebagai
acuan dalam pelaksanaan pendidikan.
d. Dasar ekonomi; yaitu dasar yang memberikan persepektif tentang potensi-
potensi financial, menggali dan mengatur sumber-sumber serta bertanggung
jawab terhadap rencana dan anggaran pembelanjaannya.
e. Dasar politik dan administratif; adalah dasar yang memberikan bingkai
ideologis yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan dan direncanakan bersama.
f. Dasar psikologis; yaitu dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat,
watak, karakter, motivasi, dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga
administrasi serta sumber daya manusia yang lain.
g. Dasar filosofis; yaitu dasar yang memberikan kemampuan memilih yang
terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada
semua dasar-dasar operasional lainnya.29
3. Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
a. Pendidik
Di dalam ilmu pendidikan yang dimaksud dengan pendidik ialah semua
yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam, dan
kebudayaan. Manusia, alam dan kebudayaan inilah yang sering disebut dalam
ilmu pendidikan sebagai lingkungan pendidikan.30
Dalam perspektif pendidikan Islam pendidik adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap upaya pertumbuhan jasmani dan perkembangan
rohani peserta didik agar dapat menunaikan tugas-tugas kemanusiaan yang sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karena itu pendidik dalam konteks ini tidak
29 Lihat Bukhari Umar, Hlm 47-49
30 Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm. 170.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
12/19
12
hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah saja tetapi semua orang
yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai dari alam kandungan sampai ia
dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.31
Istilah lain yang lazim digunakan untuk seorang pendidik adalah guru.
Bedanya antara pendidik dengan guru adalah kalau seorang pendidik dipakai di
lingkungan formal, informal, maupun non formal. Sedangkan guru seringkali
dipakai di lingkungan formal. Orang yang pertama kali bertanggung jawab
terhadap pendidikan adalah orang tuanya, sebab adanya pertalian darah yang
secara langsung bertanggung jawab atas masa depan anak-anaknya. Orang tua
disebut juga sebagai pendidik kodrat. Namun karena orang tua tidak mempunyai
kemampuan waktu dan suatu hal yang lainnya. Oleh karena itu orang tua
menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain yang memiliki
kompetensi untuk melaksanakan tugas mendidik.32
Keutamaan seorang pendidik terletak pada tugas yang mulai
dilaksanakannya. Tugas yang dilakukan oleh seorang pendidik hampir sama
dengan tugas seorang Rasul. yang berarti tugas pendidik sebagai warasat al-
anbiya’ pada hakekatnya mengemban misi rahmatan lil ‘alamin. Yakni suatu misi
yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah Swt
supaya memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Menurut al-Ghazali tugas
pendidik yang paling utama adalah menyempurnakan, membersihkan,
mensucikan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt .33
Selanjutnya seorang pendidik memiliki beberapa tugas, antara lain:
1) Membimbing peserta didik
2) Mencari pengenalan terhadap peserta didik mengenai kebutuhan, kesanggupan,
bakat, minat, dan sebagainya
3)
Menciptakan situasi untuk pendidikan, situasi pendidikan yaitu suatu keadaan
di mana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil
yang memuaskan.
31
Ramayulis, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), Hlm. 138.32 Hamdani Ihsan, Dkk , Fisafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Hlm. 93.
33 Ibid , Hlm. 157.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
13/19
13
4)
Memiliki pengetahuan yang diperlukan, baik itu pengetahuan keagamaan
maupun pengetahuan yang lainnya. Pengetahuan ini tidak sekedar sebatas
diketahui saja, akan tetapi ilmu itu juga harus diamalkan dan di yakini.34
5)
Sebagai pengajar (intruksional ) bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun, penilaian setelah program itu
disusun.
6)
Sebagai pemimpin (managerial ) yang memimpin dan mengendalikan diri
sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait.35
b. Peserta Didik
Ada beberapa sebutan lain bagi peserta didik dalam Bahasa Indonesia, yaitu
istilah murid, dan peserta didik. Istilah murid dipahami sebagai orang yang sedang
belajar, menyucikan diri, dan sedang berjalan menuju Tuhan. Peserta didik
dipahami sebagai pendidik menyayangi murid sebagaimana anaknya sendiri dan
dalam hal ini faktor kasih sayang pendidik terhadap peserta didik dianggap kunci
keberhasilan pendidikan. Adapun istilah peserta didik adalah sebutan yang paling
mutakhir, istilah ini menekankan pentingnya peserta didik berpartisipasi dalam
proses pembelajaran.36 Dengan demikian, menurut Ahmad Tafsir yang dikutip
oleh Zainuddin bahwa perubahan sebutan dari murid ke peserta didik bermaksud
memberikan perubahan pada peran peserta didik dalam proses belajar mengajar.37
Defenisi lain dalam khazanah pendidikan Islam klasik, al-Subkiy
menggunakan term thalib (jamak: thalabat atau thullab), mutafaqqih (jamak:
mutafaqqihun), faqih (jamak: fuqaha) dan tilmidz (jamak: talamidz ) untuk
menunjukkan pada penuntut ilmu (pelajar) pada madrasah Nizhamiyah. Imam al-
Haramain disebut-sebut pernah memakai perkataan faqih untuk menyapa murid-
muridnya. Mengenai hal ini, al-Subkiy melukiskan dengan indah sebuah dialog
singkat yang terjadi antara al-Juwaini dan murid kesayangannya, al-Ghazali,
dalam bukunya berjudul thabaqat al-Syafi’iyah al-Kubra.38
34 Ibid , Hlm. 94.
35 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hlm. 63.
36 Ahmad Tafsir, Opcit , Hlm.165.
37 Zainuddin dan Mohammad Nasir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Cipta Pustaka Media
Perintis, 2010), Cet. 1, Hlm. 101.38 Abd. Mukti, Belajar Dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljut , (Bandung : Cipta
Pustaka Media, 2007), Hlm. 211.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
14/19
14
Term faqih dalam dialog dibuku tersebut menunjuk kepada al-Ghazali yang
dimaksud dengan faqih adalah orang yang mempelajari ilmu fiqih dan istilah ini
identik dengan istilah mutafaqqih. Sementara istilah thalib (penuntut ilmu) biasa
dipakai untuk orang yang belajar ilmu agama atau ilmu umum sebab kedua-
duanya disuruh dalam agama. Bedanya kalau yang pertama hukumnya menjadi
kewajiban bagi setiap muslim ( fardhu ‘ain), maka yang kedua hukumnya menjadi
kewajiban kolektif ( fardhu kifayah). Sedangkan istilah tilmidz (murid) berasal dari
akar kata talammaza artinya belajar, bisa dua-duanya, agama maupun umum.
Berbeda dengan al-Juwaini, al-Ghazali memakai term thalib ketika
menyebut murid-muridnya di madrasah Nizhamiyah Baghdad. Beliau
menjelaskan bahwa orang yang mempelajari ilmu kalam, kebathinan, filsafat dan
sufi disebut thalib. Dari keterangan al-Ghazali ini dapat dipahami bahwa wacana
ilmiah dan kegiatan studi murid-murid madrasah Nizhamiyah Baghdad di bawah
asuhannya meliputi semua ilmu tersebut.39
Peserta didik adalah manusia yang memilki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidikan adalah
membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas
kemanusiannya; baik secara vertikal maupun horizontal. Ibarat sebidang sawah,
peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan
sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas
menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya,
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku.40
4. Kurikulum
Dalam kurikulum, tidak hanya dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang
harus diajarkan oleh pendidik kepada anak didik, tetapi juga segala kegiatan yang
bersifat kependidikan yang dipandang perlu karena mempunyai pengaruh terhadap
anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Di samping itu,
kurikulum juga hendaknya dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran
pendidikan sehingga dalam kurikulum sekolah telah tergambar berbagai
39
Ibid , Hlm. 21240Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), Hlm. 48-50.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
15/19
15
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diharapkan dimiliki setiap
lulusan sekolah.41
Secara harfiah, kurikulum berasal dari bahasa Latin, “Curriculum’’ , yang
berarti bahan pengajaran. Ada pula yang mengatakan berasal dari bahasa Perancis,
“Courier ”, yang artinya berlari.42
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu “curier ” yang
artinya pelari dan “Curere” yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari.
Istilah ini pada mulanya digunakan di dunia olah raga yang berarti a lille recesourse
(suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan
pengertian ini, dalam kontek dunia pendidikan, kurikulum berarti “circle of
instruction” yaitu suatu lingkaran pembelajaran dimana guru dan peserta didik
terlibat di dalamnya. Adapula yang mengatakan kurikulum ialah arena pertandingan,
tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran untuk mencapai garis penamat
berupa diploma, ijazah, atau gelar kesarjanaan.43
Kata kurikulum selanjutnya menjadi suatu istilah yang menunjukkan pada
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan akhir, yaitu
mencapai suatu gelar atau ijazah. Pengertian ini sejalan dengan pendapat yang
mengatakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang berisi sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu.44
Dalam kosa kata bahasa Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah
manhaj yang berarti jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui manusia dalam
berbagai bidang kehidupan. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan,
maka manhaj atau kurikulum adalah jalan terang yang dilalui pendidik atau guru
latih dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap mereka45
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat diketahui pengertian bahwa
kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta
didik kearah tujuan pengetahuan, keterampilan dan sikap, mental, Ini berarti bahwa
41 Burhan Nugiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Sebuah Pengantar
Teoritis Dan Pelaksanaan (Yogyakarta: BPFE, 1980), Hlm. 21.42
Nasution, S., Pengembangan Kurikulum. Cet ke-4. (Bandung: Citra.Aditya Bakti,1991), Hlm. 9.43
Syamsul Nizar, opcit , Hlm. 55-56.44
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan, Edisi ke-1 ( Yokyakarta: Rake Sirasi,1990), Hlm.
75. 45 Al-Shaibany, Umar Muhammad al-Taumi. Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung,
cet. ke-2 (Jakarta, Bulan Bintang,1979), Hlm. 478.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
16/19
16
proses kependidikan Islam bukanlah sustu proses yang dilakukan secara
serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna
melalui transformasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang
harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Di sinilah peran filsafat
pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakekat
pengetahuan. Keterampilan, dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam
pembentukan manusia yang paripurna.
Berdasarkan tuntutan perkembangan yang demikian itu, para perancang
kurikulum dewasa ini menetapkan bahwa kurikulum harus mempunyai empat unsur
utama, yaitu: (1).Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Maksudnya
orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk melalui kurikulum itu; (2).
Pengalaman (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu, bagian ini pulalah yang
dimasukkan di silabus; (3). Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru
untuk mengajar dan mendorong peserta didik belajar dan membawa mereka kearah
yang dikehendaki oleh kurikulum; (4). Metode dan cara penilaian yang digunakan
dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang
direncanakan dalam kurikulum, seperti ujian triwulan, ujian akhir, dan lain-lain.46
Berangkat dari keempat hal yang menjadi aspek pokok kurikulum, maka jika
dikaitkan dengan filsafat pendidikan yang dikembangkan pada pendidikan Islam
tentu semua akan menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Pendidikan
yang merupakan suatu proses memanusiaan manusia pada hakekatnya adalah sebuah
upaya untuk meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, setiap proses
pendidikan akan berusaha mengembangkan seluas-luasnya potensi individu sebagai
sebuah elemen penting untuk mengembangkan dan mengubah masyarakat. Dalam
upaya itu, setiap proses pendidikan membutuhkan seperangkat sistem yang mampu
mentransformasi pengetahuan, pemahaman, dan perilaku peserta didik. Dan salah
satu komponen operasional pendidikan sebagai sistem adalah kurikulum, dimana
ketika kata itu dikatakan, maka akan mengandung pengertian bahwa materi yang
diajarkan telah tersusun secara sistematik dengan tujuan yang hendak dicapai.
46 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Yogyakarta, Husna Zikra, 1995), Hlm. 303-304.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
17/19
17
C. Penutup
1. Kesimpulan
Hakikat Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang berlatar belakang
keagamaan yang dapat membentuk manusia yang unggul secara intelektual, kaya
dalam amal, dan agung dalam moral menuju “ Insan Kamil ”, yaitu manusia yang
sempurna dalam segala hal, merujuk pada dasar dan sumber yang telah diakui dan
dibuktikan kebenarannya sepanjang masa yaitu al-Qur’an dan Hadits serta hasil
berfikir secara mendalam (ijtihad) yang dilakukan para ulama/intelek dengan
merujuk pada al-Qur’an dan hadits.
Dalam upaya merealisasikan proses pendidikan Islam maka dibutuhkan suatu
sistem pengelolaan yang mampu mentransformasikan pengetahuan, keterampilan dan
perilaku peserta didik menjadi suatu kepribadian yang utuh dalam satu komponen
operasional yang tidak terpisahkan. Dengan demikian, seorang pendidik harus dapat
menciptakan suatu rancangan (kurikulum) yang tepat bagi terciptanya peserta didik
sebagai manusia yang cerdas dan berbudi luhur.
2. Saran
Setelah merumuskan makna dan hakikat pendidikan Islam, Maka kami
berharap pendidikan Islam khususnya di Indonesia dapat terapkan berdasarkan
syari’at dan ajaran Islam yang dapat memberikan kemampuan dan keterampailan,
sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam melestarikan alam yang
telah dianugerahkan Allah Swt kepada manusia sebagai pengganti (khalifah) Allah di
muka bumi ini.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
18/19
18
DAFTAR PUSTAKA
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Malang: UIN Malang Press, 2010.
Abd. Mukti, Belajar Dari Kejayaan Madrasah Nizhamiyah Dinasti Saljut , Bandung : CiptaPustaka Media, 2007.
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat ,
(Jakarta, Gema Insani,1983.
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, Dan Kalbu,
Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Al-Shaibany, Umar Muhammad al-Taumi. Filsafat Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung, cet. ke-2. Jakarta, Bulan Bintang,1979.
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Burhan Nugiyantoro, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Sebuah Pengantar
Teoritis Dan Pelaksanaan. Yogyakarta: BPFE, 1980.
Crow and Crow. Pengantar Ilmu Pendidikan, Edisi ke-1. Yokyakarta: Rake Sirasi,1990.
H. Ahmad, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Lembaga Pendidikan Umat, 2005.
Hamdani Ihsan, Dkk , Fisafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Yogyakarta, Husna Zikra, 1995.
M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III, Jakarta ; Bumi Aksara, 1999.
Maragustam, Mencetak Pembelajaran Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan
Islam). Yogyakarta: Nuha Litera, 2010.
Muhammad As-Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
Muslim Usa Dan Aden Wijdan SZ., Pemikiran Islam Dalam Peradaban Industrial ,Yogyakarta: Aditya Media, 1997.
Nasir Budiman. Pendidikan Dalam Persepektif Al-Qur’an, Cet.I, Jakarta: Madani Press,
2001.
Nasution, S., Pengembangan Kurikulum. Cet ke-4. Bandung: Citra.Aditya Bakti,1991.
Ramayulis, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
-
8/16/2019 hakikat pendidikan dry.pdf
19/19
19
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Zainuddin dan Mohammad Nasir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : Cipta Pustaka
Media Perintis, 2010.