hak uji peraturan perundang

46
BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya sebelum perubahan UUD 1945, Indonesia tidak menganut ajaran pemisahan kekuasaan atau Trias Politika, sehingga dalam Hak Uji Materiil terhadap Undang-Undang dianggap tidak diperlukan, akan tetapi setelah adanya perubahan terhadap UUD 1945 kekuasaan legislative bergeser dari tangan presiden ke DPR, jadi pemisahan antara legislatif, yudikatif, dan eksekutif dipisahkan secara tegas. Alasan mendasar dari sudut pandang Hukum Tata Negara keharusan dilakukan Judicial Review atau kontrol judicial terhadap kekuasaan legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara adalah untuk mencegah lembaga tersebut melanggar norma-norma konstitusi terutama dalam hal pembuatan Undang-Undang. Kekuasaan kehakiman (judicative power) pasca amandemen UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar, sebelum amandemen kekuasaan kehakiman hanya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan lainnya, setelah amandemen UUD 1945 kekuasaan tidak hanya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung , tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam pasal 24 (ayat 2) UUD 1945. 1

Upload: wafiratul-husna

Post on 24-Jul-2015

689 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hak Uji Peraturan Perundang

BAB I

PENDAHULUAN

Pada dasarnya sebelum perubahan UUD 1945, Indonesia tidak menganut

ajaran pemisahan kekuasaan atau Trias Politika, sehingga dalam Hak Uji Materiil

terhadap Undang-Undang dianggap tidak diperlukan, akan tetapi setelah adanya

perubahan terhadap UUD 1945 kekuasaan legislative bergeser dari tangan

presiden ke DPR, jadi pemisahan antara legislatif, yudikatif, dan eksekutif

dipisahkan secara tegas. Alasan mendasar dari sudut pandang Hukum Tata Negara

keharusan dilakukan Judicial Review atau kontrol judicial terhadap kekuasaan

legislatif dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara adalah untuk mencegah

lembaga tersebut melanggar norma-norma konstitusi terutama dalam hal

pembuatan Undang-Undang.

Kekuasaan kehakiman (judicative power) pasca amandemen UUD 1945

telah mengalami perubahan mendasar, sebelum amandemen kekuasaan

kehakiman hanya dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan

lainnya, setelah amandemen UUD 1945 kekuasaan tidak hanya dilaksanakan oleh

Mahkamah Agung , tetapi dilaksanakan bersama-sama dengan Mahkamah

Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam pasal 24 (ayat 2) UUD 1945.

Baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan

yang berbeda satu sama lain. Mahkamah Agung kewenangannya menyangkut hal-

hal yang berkaitan dengan kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan

dibawah Undang-Undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi itu kewenangannya

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, pembubaran parpol,

perselisihan hasil pemilu, dan sengketa antar lembaga Negara. Khususnya

menyangkut kewenangan untuk menguji Undang-Undang Dasar, kekuasaan

judikatif dalam konstitusi baru telah diberi kewenangan untuk menilai dan

membatalkan jika produk legislatif tersebut materi muatannya melanggar norma-

norma UUD.

1

Page 2: Hak Uji Peraturan Perundang

Dari pemaparan diatas dalam pembahasan selanjutnya, kami akan

mencoba menjelaskan lebih spesifik mengenai Hak Uji Materiil terhadap

peraturan Perundang-Undangan yang diantaranya mengenai macam-macam Hak

Uji, Pengaturan Hak Uji dalam Konstitusi dan UU, Hak uji Materiil di MA, dan

Hak Uji Materiil oleh MK.

2

Page 3: Hak Uji Peraturan Perundang

BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Hak Uji

Hak menguji (toetsingsrecht) adalah Hak atau Kewenangan untuk

menguji atau menilai apakah suatu undang-undang atau peraturan

perundang-undangan lainnya atau tindakan-tindakan pemerintah yang ada

atau akan di undangkan (akan dilaksanakan) bertentangan atau tidak

dengan ketentuan Undang-Undang Dasar atau Ketentuan-ketentuan lain

yang lebih tinggi dari pada peraturan Perundang-Undangan atau tindakan

pemerintah yang sedang dinilai.1 Pada umumnya, mekanisme pengujian

Hukum ini diterima sebagai cara Negara Hukum modern mengendalikan

dan mengimbangi (check and balance) kecenderungan kekuasaan yang ada

di genggaman para pejabat pemerintah untuk menjadi sewenang-

wenangan. Berikut macam-macam Hak uji adalah:

1. Hak menguji (teotstingrecht atau Review) menurut kontennya adalah:

a. Hak menguji Formal (formele teotsingrecht) adalah wewenang

untuk menilai suatu produk legislatif seperti undang-undang, dalam proses

pembuatannya melalui cara-cara sebagaimana telah ditentukan/diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Pengujian

formal terkait dengan masalah prosedural dan berkenaan dengan legalitas

kompetensi institusi yang membuatnya. Hak menguji formal adalah :

wewenang untuk menilai, apakah suatu produk legislatif seperti undang-

undang misalnya terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah

ditentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau tidak. Misalnya, undang-undang adalah produk hukum yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 20 Amandemen UUD 1945).

1 Ni’matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, (Yogyakarta: FH UI Press, 2011), hlm.25.

3

Page 4: Hak Uji Peraturan Perundang

Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat dan setiap rancangan undang-undang dibahas oleh

Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan

bersama (Pasal 5 jo. 20 ayat (2) Amandemen UUD 1945). Jadi, produk

hukum yang disebut undang-undang tersebut, harus dibentuk pula dengan,

atau berdasarkan tata cara (prosedur) seperti telah tersebut di atas.

Demikian pula Peraturan Daerah dibentuk (ditetapkan) oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD bersama dengan Gubernur, Bupati, atau

Walikota. Suatu produk hukum tidak dapat disebut Peraturan Daerah

(Perda) apabila hanya ditetapkan oleh Gubernur saja, tanpa disetujui oleh

DPRD. Tegasnya bahwa hak uji formil berkaitan dengan bentuk atau jenis

peraturan perundang-undangan yang dibentuk serta tata cara (prosedur)

pembentukkannya.

b. Hak menguji material (materiele toestingrecht) adalah suatu

wewenang untuk menyelidiki dan menilai isi apakah suatu peraturan

perundang-undangan itu sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang

lebih tinggi derajatnya, (lex superior derogate lex infriore), serta apakah

suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan

suatu peraturan tertentu. Pengujian material berkaitan dengan

kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain

yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang

dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku

umum. Menurut Prof Harun Alrasid, hak menguji material ialah mengenai

prosedur pembuatan undang-undang, dan hak menguji ialah mengenai

kewenangan pembuat UU dan apakah isinya bertentangan atau tidak

dengan peraturan yang lebih tinggi.

Menurut Bagir Manan, untuk menjaga agar kaidah-kaidah Konstitusi yang

termuat dalam Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan

konstitusional lainnya tidak dilanggar dan disimpangi (baik dalam bentuk

maupun dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam

bentuk tindakan-tindakan pemerintah)perlu adanya badan serta cara

mengawasinya. Dalam literatur yang ada terdapat tiga kategori besar

4

Page 5: Hak Uji Peraturan Perundang

pengujian peraturan perundang-undangan (dan perbuatan administrasi

Negara ) yaitu:

1) Pengujian oleh badan peradilan (judicial review)

2) Pengujian oleh badan yang sifatnya politik (political review)

3) Pengujian oleh pejabat atau badan adminstrasi Negara

(administrative review)2

Jadi pengujian materiil tidak semata-mata berupa pengujian oleh badan

peradilan. Pada dasarnya fungsi hak menguji materiil adalah berupa fungsi

pengawasan, yaitu agar materi (isi) peraturan perundang-undangan yang

lebih rendah derajatnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

2. Hak Menguji menurut Yurisdiksi (kewenangannya) yaitu :

a. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung kewenangannya menyangkut hal-hal yang

berkaitan dengan kasasi dan menguji peraturan perundang-

undangan dibawah Undang-Undang, ketentuan mengenai hak uji

materiil dapat kita lihat UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung.3

b. Mahkamah Konstitusi

Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24C

ayat 1, Mahkamah Konstitusi memiliki empat (4) kewenangan

yaitu: (1) menguji UU terhadap UUD, (2) memutus sengketa

kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh

Undang-Undang, (3) memutus pembubaran partai politik, (4)

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

3. Hak Menguji menurut sistem cara pengujiannya atau konsep pengujian

Undang-Undang yang berkaitan dengan pengujian oleh kekuasaan

kehakiman yaitu:

2 Ni’matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, (Yogyakarta: FH UI Press, 2011), hlm.24.

3 Siti Fatimah, Praktik Judicial Review di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), hlm. 11.

5

Page 6: Hak Uji Peraturan Perundang

a. Judicial Review

Adalah untuk menilai sesuai atau tidaknya satu peraturan

perundang-undangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi secara hirarkis, judicial review tidak dapat

dioperasionalkan tanpa ada peraturan perundang-undangan yang

tersusun secara hirarkis.4

b. Judicial Preview

Adalah statusnya masih sebagai rancangan UU (RUU) dan belum

diundangkan secara resmi sebagai UU maka pengujian atasnya

disebut judicial preview. Dalam sistemPerancis, yang berlaku

adalah judicial preview, karena yang diuji adalah RUU yang sudah

disahkan oleh parlemen, tetapi belum disahkan dan diundangkan

sebagaimana mestinya oleh Presiden. Jika parlemen sudah

memutuskan dan mengesahkan suatu RUU untuk menjadu UU,

tetapi kelompok minoritas menganggap rancangan yang telah

disahkan itu sebenarnya bertentangan dengan konstitusi, maka

mereka dapat mengajukan RUU itu untuk diuji

konstitusionalitasnya di la Counseil Constitusionnel atau Dewan

Konstitusi. dewan inilah yang akan memutuskan apakah RUU

bertentangan atau tidak dengan UUD. Jika bertentangan maka

tidak bisa disahkan sebaliknya jika RUU tidak bertentangan maka

dapat disahkan menjadi UU yang bersifat mengikat5

4 Moh.MahfudMD., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: LP3ES, 2007), Hlm. 127.

5 http://cornerhukum.wordpress.com/2010/03/24/hak-menguji-material/

6

Page 7: Hak Uji Peraturan Perundang

B. Pengaturan Hak Uji dalam Konstitusi dan UU

1. Mengapa Undang-undang harus diuji

Membentuk undang-undang adalah sebuah pekerjaan yang sarat

dengan kepentingan politik. Bahkan, ada yang menyebutkan undang-

undang adalah produk politik. Prosesnya terjadi dalam “ruang-ruang

politik elit” yang bisa jadi hanya diisi oleh para politisi. Walaupun

seharusnya juga melibatkan masyarakat yang mengisi “ruang-ruang politik

publik”. Dengan dinamika proses yang terjadi dalam ruang politik tersebut

maka muncul potensi terhadap undang-undang yang dibentuk sarat muatan

politik. Dampak dari kompromi politik dalam pembentukan adalah

undang-undang yang berpotensi bertentangan dengan UUD yaitu

melanggar hak-hak dasar warga negara yang telah dijamin dalam UUD.

Padahal undang-undang mempunyai kekuatan mengikat yang memaksa.

Dalam konteks ini, perlu adanya mekanisme perlindungan hak-hak

konstitusional warga. Hak konstitusional adalah hak yang diatur dalam

UUD. Menguji undang-undang, baik secara formil maupun materiil

merupakan salah satu bentuk upaya perlindungan hak konstitusional warga

Negara.

Judicial review atau Pengujian Undang-Undang merupakan suatu

wewenang untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan

isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi

derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht)

berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu (Sumantri, 1986). Validitas

suatu undang-undang dari sisi materi dan proses pembentukannya akan

diuji dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh majelis hakim Mahkamah

Konstitusi (MK).

Pengujian Undang-undang dalam sistem ketatanegaraan di

Indonesia merupakan salah satu bentuk kewenangan MK. Kewenangan ini

diatur dalam UUD dan UU Mahkamah Konstitusi. UUD memberikan hak

7

Page 8: Hak Uji Peraturan Perundang

kepada masyarakat untuk dapat mengajukan pengujian undang-undang

baik materiil maupun formil atas suatu undang-undang kepada MK.

Perlu diingat bahwa dalam sistem hukum di Indonesia juga dikenal

pengujian peraturan perundang-undangan dibawah UU, seperti Peraturan

Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. kewenangan

menguji baik secara materiil maupun formil peraturan perundang-

undangan di bawah UU berada pada Mahkamah Agung.

Pengujian Undang-undang secara materiil adalah pengujian materi

muatan dalam ayat, pasal dan/atau bagian dari undang-undang terhadap

UUD. Pengujian ini untuk membuktikan apakah materi dalam suatu

undang-undang baik berupa ayat, pasal atau bagian dari undang-undang

bertentangan dengan materi UUD.

Pengujian undang-undang secara formil adalah menguji

pembentukan undang-undang apakah sudah sesuai dengan proses

pembentukan yang telah diatur dalam UUD. Perbedaan antara keduanya

terletak pada objek pengujiannnya. Dalam pengujian secara materiil objek

yang diuji adalah materi muatan yang ada dalam undang-undang.

Sedangkan objek pengujian secara formil adalah proses pembentukan

undang-undang. Kedua pengujian ini menggunakan dasar pengujian yang

sama yaitu UUD.

Dua pengujian, secara materiil maupun formil ini menunjukkan

adanya kebutuhan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-

undangan, dalam hal ini adalah undang-undang, harus memperhatikan dua

aspek yaitu materi dan proses. Salah satu aspek tersebut tidak dapat

diabaikan begitu saja.

2. Sejarah Singkat Uji Materil Peraturan di Indonesia

Di Indonesia, pengujian terhadap peraturan perundang-undangan

merupakan diskursus hukum yang sudah lama berlangsung. Mulai dari saat

pembentukan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada tahun 1945 sampai

8

Page 9: Hak Uji Peraturan Perundang

dengan amandemen UUD yang dimulai pada tahun 1999, soal uji materil ini

selalu menjadi salah satu topik yang menarik. Persoalan utamanya berkisar pada”

“siapa” yang diberi kewenangan menguji suatu peraturan?

Melalui perdebatan panjang, pada tahun 1970 secara resmi akhirnya

wewenang menguji peraturan diberikan kepada Mahkamah Agung melalui

Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman (saat ini sudah digantikan oleh UU No. 4 Tahun 2004).

Namun, wewenang yang diberikan kepada Mahkamah Agung hanyalah untuk

menguji peraturan di bawah undang-undang, seperti Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, dan lain-lain. Sementara itu, undang-undang tidaklah dapat

diuji. Padahal hakekat dari judicial review yang dikenal dalam praktek hukum tata

negara secara universal adalah untuk memberikan wewenang pengawasan oleh

lembaga yudikatif kepada pembuat undang-undang. Di sinilah salah satu inti dari

apa yang disebut “checks and balances”.

Selagi amandemen terhadap UUD pada tahun 1999 dilakukan, topik ini

menghangat kembali. Akhirnya pada tahun 2001 (amandemen ketiga), muncul

ketentuan baru dalam UUD yang diamandemen. Ketentuan inilah yang berlaku

pada saat ini.

Di dalam UUD hasil amandemen diatur bahwa wewenang menguji

undang-undang berdasarkan UUD diberikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Sedangkan wewenang untuk menguji peraturan di bawah undang-undang

berdasarkan undang-undang, diberikan kepada Mahkamah Agung.

Melalui mekanisme ini, masyarakat luas mempunyai saluran untuk

menguji suatu undang-undang ataupun peraturan di bawah undang-undang apabila

dirasakan bertentangan dengan hak asasi manusia serta prinsip-prinsip

konstitusional lainnya. Memang, perlu dicatat bahwa wewenang Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung tidaklah bersifat pro-aktif. Mereka hanya dapat

menguji peraturan sesuai dengan wewenangnya, apabila ada permohonan dari

masyarakat yang berkepentingan.

9

Page 10: Hak Uji Peraturan Perundang

3. Bagaimana Pengujian Undang-undang dilakukan 

Proses beracara di MK yang dimulai dengan pengajuan permohonan

hingga sidang putusan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia (PMK) No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara

Pengujian Undang-Undang. Tahapan pengajuan dan pemeriksaan permohonan uji

materil meliputi:

a. Pengajuan permohonan;

Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia

dengan ditandatangani oleh pemohon atau kuasa pemohon. Pendaftaran ini

dilakukan pada panitera MK. Dalam pengajuan permohonan uji materil,

permohonan harus menguraikan secara jelas hak atau kewenangan

konstitusionalnya yang dilanggar. Dalam pengujian formil, Pemohon

wajib menjelaskan bahwa pembentukan undang-undang tidak memenuhi

ketentuan berdasarkan UUD dan/atau materi muatan dalam ayat, pasal,

dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan

UUD. Pengajuan permohonan ini harus disertai dengan bukti-bukti yang

akan digunakan dalam persidangan.

Siapa saja yang berhak mengajukan permohonan? Ada empat

kategori yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang,

yaitu:

a. Perorangan warga Negara Indonesia atau kelompok orang yang

mempunyai kepentingan sama;

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur

dalam undang-undang;

c. Badan hukum publik atau badan hukum privat;

d. Lembaga Negara.

b. Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera MK;

10

Page 11: Hak Uji Peraturan Perundang

Panitera MK yang menerima pengajuan permohonan akan

melakukan pemeriksaan atas kelengkapan administrasi. Apabila dalam

permohonan tersebut syarat-syarat administrasi masih kurang, maka

pemohon diberi kesempatan untuk melengkapinya dalam waktu tujuh hari

setelah pemberitahuan mengenai ketidaklengkapan permohonan diterima

oleh pemohon. Apabila dalam waktu tersebut pemohon tidak memenuhi

kelengkapan permohonannya, maka panitera membuat akta yang

menyatakan permohonan tidak diregistrasi dan diberitahukan kepaa

pemohon disertai pengembalian berkas permohonan. 

c. Pencatatan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara

Konstitusi (BRPK);

Panitera melakukan pencatatan permohonan yang sudah lengkap

ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Dalam waktu

paling lambat tujuh hari sejak permohonan dicatat dalam BRPK, MK

menyampaikan salinan permohonan kepada DPR dan Presiden. Selain itu,

MK juga memberitahu kepada MA mengenai adanya permohonan

pengujian undang-undang dimaksud dan meberitahukan agar MA

meberhentikan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang yang sedang diuji.

d. Pembentukan Panel Hakim

Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi

kepada Ketua MK untuk menetapkan susunan panel hakim yang akan

memeriksa perkara pengujian undang-undang tersebut.

e. Penjadwalan Sidang;

Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan dicatat

dalam BRPK, MK menetapkan hari sidang pertama untuk sidang

pemeriksaan permohonan. Penetapan ini diberitahukan kepada para pihak

dan diumumkan masyarakat dengan menempelkan pada papan

pengumuman MK yang khusus untuk itu dan dalam situs www.mahkamah

11

Page 12: Hak Uji Peraturan Perundang

konstitusi.go.id, serta disampaikan kepada media cetak dan elektronik.

Pemanggilan sidang harus sudah diterima oleh pemohon atau kuasanya

dalam jangka waktu paling lambat tiga hari sebelum hari persidangan.  

f. Sidang Pemeriksaan Pendahuluan;

Sebelum memeriksa pokok perkara, MK melalui panel hakim

melakukan pemeriksaan pendahuluan permohonan untuk memeriksa

kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, kedudukan hukum (legal

standing) pemohon dan pokok permohonan. Dalam pemeriksaan ini,

hakim wajib memberikan nasehat kepada pemohon atau kuasanya untuk

melengkapi dan atau memperbaiki permohonan. Pemohon diberi waktu

selama 14 (empat belas) hari untuk melengkapi dan atau memperbaiki

permohonan tersebut. Nasihat yang diberikan kepada pemohon atau

kuasanya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan tertib

persidangan.

Dalam hal hakim berpendapat permohonan telah lengkap dan jelas,

dan/atau telah diperbaiki, panitera menyampaikan salinan permohonan

tersebut kepada Presiden, DPR dan Mahkamah Agung.  

g. Sidang pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti;

Dalam sidang pleno dan terbuka untuk umum ini, majelis hakim

yang terdiri dari sembilan hakim MK memulai pemeriksaan terhadap

permohonan dan memeriksa bukti-bukti yang sudah diajukan. Untuk

kepentingan persidangan, majelis hakim wajib memanggil para pihak yang

berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta

keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan

permohonan.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim dalam tahap ini meliputi:

a. Pemeriksaan pokok permohonan;

b. Pemeriksaan alat-alat bukti tertulis;

c. Mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah;

d. Mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD;

12

Page 13: Hak Uji Peraturan Perundang

e. Mendengarkan keterangan saksi;

f. Mendengarkan keterangan ahli;

g. Mendengarkan keterangan keterangan pihak terkait;

h. Pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau

peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat

dijadikan petunjuk;

i. Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang

diucapkan, dikirimkan, diterima, disimpan secara elektronik dengan

alat optic atau yang serupa dengan itu.

Setelah pemeriksaan tersebut selesai, maka para pihak diberi

kesempatan menyampaikan secara lisan dan/atau tertulis paling lambat

tujuh hari sejak persidangan terakhir, kecuali ditentukan lain dalam

persidangan.

Siapa yang mewakili DPR dan Presiden dalam persidangan?

DPR bersama dengan presiden sebagai pembentuk undang-undang

menjadi salah satu pihak dalam persidangan. Posisinya seperti termohon

dalam persidangan umum. Dalam persidangan tersebut, DPR harus

memberikan keterangan, yaitu keterangan resmi DPR baik secara lisan

maupun tertulis yang berisi fakta-fakta yang terjadi pada saat pembahasan

dan/atau risalah yang berkenaan dengan pokok perkara. DPR dalam hal ini

diwakili oleh Pimpinan DPR dapat memberikan kuasa kepada pimpinan

dan/atau anggota komisi yang membidangi hukum, komisi terkait dan/atau

anggota DPR yang ditunjuk. Selanjutnya, kuasa pimpinan yang ditunjuk

tersebut dapat didampingi oleh anggota komisi, anggota panitia dan/atau

anggota DPR lainnya yang terkait dengan pokok permohonan.     

Sementara itu, Presiden sebagai mitra DPR dalam membentuk

undang-undang dalam persidangan data memberikan kuasa dengan hak

substitusi kepada Menteri Hukum dan HAM beserta para menteri dan/atau

pejabat setingkat menteri yang terkait dengan pokok permohonan. 

13

Page 14: Hak Uji Peraturan Perundang

h. Putusan.

Putusan MK diambil secara musyawarah mufakat dalam forum

Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Dalam sidang tersebut, setiap

hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara

tertulis. Apabila musyawarah tidak menghasilkan putusan maka

musyawarah ditunda sampai dengan musyawarah hakim berikutnya.

Selanjutnya apabila dalam musyawarah ini masih belum bisa diambil

putusan secara musyawarah mufakat maka putusan diambil berdasarkan

suara terbanyak. Ketua sidang berhak menentukan putusan apabila

mekanisme suara terbanyak juga tidak dapat mengambil putusan.

Putusan MK berkaitan dengan pengajuan permohonan pengujian

undang-undang dapat berupa:

a. Dikabulkan; Apabila materi muatan yang terdapat dalam undang-

undang melanggar UUD dan apabila pembentukan undang-undang

tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan

UUD;

b. Ditolak; Apabila dalam persidangan terbukti bahwa ternyata undang-

undang yang oleh pemohon diajukan uji materil baik pembentukan

maupun materinya tidak bertentangan dengan UUD;

c. Tidak diterima; Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

undang-undang tidak dipenuhi.

Apabila sebuah permohonan pengujian undang-undang dikabulkan,

maka undang-undang, pasal, ayat atau bagian dari sebuah undang-undang

yang diajukan tersebut  menjadi tidak berlaku. MK merupakan sebuah

lembaga peradilan yang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta

putusannya bersifat final. Tidak ada upaya hukum yang bisa ditempuh

para pihak yang tidak puas dengan putusan MK.

Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali untuk

permusyawaratan hakim. Setiap perkara selalu dilakukan oleh seluruh

hakim konstitusi yang berjumlah sembilan orang, sehingga tidak ada

pembagian perkara kepada majelis-majelis hakim. Sistem ini disebut full

bench. Walau putusan diambil bersama-sama oleh kesembilan hakim,

14

Page 15: Hak Uji Peraturan Perundang

setiap hakim diberi hak untuk menyatakan pernyataan keberatan

(dissenting opinion) atas suatu putusan yang sudah diputuskan bersama-

sama. Pernyataan ini dijadikan bagian tak terpisahkan dari putusan.

Perlu untuk diketahui juga, bahwa pengujian peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan oleh

Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi

dasar pengujian peraturan tersebut sedang berada dalam proses pengujian

Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi. Undang-

undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku selama belum

ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut

bertentangan dengan UUD. Terhadap materi muatan ayat, pasal, atau

bagian undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan kembali.

C. Hak Uji Materiil Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan

kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh

kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Dalam konteks,

demikian MA memiliki posisi strategis terutama bidang hukum dan

ketatanegaraan yang diformat:

(1) Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan;

(2) Mengadili pada tingkat kasasi;

(3) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang; dan

(4) Berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh

undang-undang.

Adapun pengertian hak uji materiil adalah : suatu wewenang untuk

menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-

undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenement)

berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. 6

6 Sri Soemantri, Hak Materiil di Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, Hal. 5-9

15

Page 16: Hak Uji Peraturan Perundang

Selanjutnya Muhammad Kusnadi dan Bintan R. Saragih mengatakan

bahwa hak menguji materiil ialah hak menguji dari Mahkamah Agung

untuk menentukan apakah suatu peraturan perundang-undangan yang

dibuat oleh suatu lembaga Negara itu melampaui wewenang yang

diberikan kepada lembaga tersebut. Di samping itu hak menguji materil,

meliputi pula hak menguji tentang nilai rohaniah sesuatu peraturan

perundangan yaitu apakah suatu peraturan perundangan yang dibuat oleh

suatu lembaga Negara itu sudah logis dan bermanfaat, sehingga secara

moral dapat dipertanggungjawabkan. 7

Di samping itu, Muhammad Ridwan Indra memberikan suatu

pengertian tentang hak menguji (judicial review) adalah hak untuk

menguji apakah suatu peraturan perundangan itu bertentangan yang

tingkatan lebih tinggi. 8

Dari tiga pengertian tersebut, maka apabila pengertian itu dihubungkan

dengan peraturan perundang-undangan tentunya hak menguji materil,

dapat diberi pengertian sebagai berikut, hak menguji materil adalah suatu

hak yang dimiliki oleh Mahkamah Agung untuk menilai suatu peraturan

perundangan itu dari segi isinya, bertentangan dengan atau tidak dengan

peraturan di atasnya. Kemudian berdasarkan pada PERMA No. 1 Tahun

2004 jo. PERMA No. 1 tahun 2011 dijelaskan khususnya dalam pasal 1

ayat (1) bahwa hak uji materil adalah hak Mahkamah Agung untuk

menilai materi muatan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-

Undang terhadap Peraturan Perundang-undangan tingkat lebih tinggi

Mengenai hak uji materil ini diatur dalam Undang-undang No. 14

Tahun 1970 terutama tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman jo.

Undang-undang No. 14 Tahun 1985 pasal 31 tentang Mahkamah Agung

yang intinya menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk

7 Muhammad Kusnadi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut UUD 1945, Gramedia, Jakarta, 1986, Hal. 798 Muhammad Ridwan Indra, Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara dan Hak Menguji Menurut UUD 1945., Sinar Grafika, Cet. I, 1987, Hal. 135.

16

Page 17: Hak Uji Peraturan Perundang

mengadakan hak uji materil terhadap peraturan perundang-undangan di

bawah undang-undang dalam pemeriksaan tingkat kasasi.

Dari kedua ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa wewenang hak

uji materil ini berada di tangan Mahkamah Agung, terhadap peraturan

perundang-undangan yang tingkatannya di bawah undang-undang.

Selanjutnya untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang

tingkatannya lebih rendah atau di bawah undang-undang, maka dilihat dari

ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, mengenai sumber-sumber tertib

hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik

Indonesia, sebagai berikut:

- Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

- Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.

- Peraturan Pemerintah

- Keputusan Presiden

- Peraturan Penataran Pelaksanaan lainnya seperti:

Peraturan Menteri

Instruksi Menteri

Dan lain-lain.

Dengan mengetahui tata urutan peraturan perundang-ndangan seperti

tersebut di atas, maka dapat diketahui mengenai peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang itu adalah:

- Peraturan pemerintah

- Keputusan presiden

- Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti:

Yang dimaksud dengan kata lain-lain itu, meliputi juga seperti peraturan

perundang-undangan seperti:

- Surat keputusan sekretaris Jendral

- Surat keputusan Direktur Jendral

17

Page 18: Hak Uji Peraturan Perundang

- Surat Keputusan Gubernur

- Surat Keputusan Walikotamadya

- Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II yang bersifat

umum. 9

Sebagai suatu naskah yang singkat, Undang-undang dasar 1945 tidak

mengatur keseluruhan masalah-masalah ketatanegaraan. Oleh karena itu,

pengaturan selanjutnya diserahkan kepada penyelenggara yang lebih

rendah. Demikian pula tentang Mahkamah Agung; selain ketentuan-

ketentuan dalam pasal 24 dan 25. Undang-undang dasar 1945 tidak

mengaturnya termasuk ketentuan-ketentuan mengenai hak menguji

materil. 10

Undang –undang No. 14 Tahun 1979 merupakan hasil dari upaya untuk

melembagakan hak uji materil. Di dalam pasal 26 Undang-undang No. 14

Tahun 1970 tersebut disebutkan bahwa “hak menguji secara materil”

dimiliki oleh Mahkamah Agung terhadap peraturan perundang-undangan

yang derajatnya di bawah undang-undang atau terhadap peraturan

pemerintah (PP) dan seterusnya ke bawah. Ketentuan pasal 26 Undang-

undang No. 14 Tahun 1970 ini kemudian dikuatkan atau dituangkan lagi

dalam berbagai peraturan perundang-undangan lain seperti Tap MPR No.

VI/MPR/1973 ( Pasal 11 ), Tap MPR No. III/MPR/1978 ( pasal 11 ) jo

Undang-undang No. 14 Tahun 1985 (pasal 31).11

Adapun pasal 26 undnag-undang No. 14 Tahun 1970 berbunyi sebagai

berikut:

(1) Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua

peraturan perundang-undangan dan tingkat yang lebih rendah dari

9 Masalah-maslaah yang Dapat Terjadi Sehubungan Dengan Penyelenggaraan Peradilan Hak Uji Materil Indonesia, Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia Pendalaman Materi Hukum IV Mahkamah Agung RI, 1993, Kelompok Garuda , Hal. 47.10 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan, Liberty, Yogyakarta, Cet. II, 1989, Hal. 64.11 Muhammad Mahfud, MD, Perkembangan Politik Hukum, Disertasi, UGM, 1991, Hal. 617.

18

Page 19: Hak Uji Peraturan Perundang

Undang-undang atas alas an bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-

undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan

dalam tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundangan yang

dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan oleh instansi yang

bersangkutan.

Mengingat kebutuhan yang semakin penting maka pada tahun 1973 MPR

lewat Tap No. VI/MPR/1973, tentang kedudukan dan hubungan tata kerja

Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau/antar Lembaga-lembaga Tinggi

Negara pasal 11 ayat 4 yang mengatakan bahwa Mahkamah Agung

mempunyai wewenang secara materil menguji adalah sampai peraturan

perundang-undangan yang nilainya mulai di bawah undang-undang : tidak

termasuk undang-undang. Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan

dengan ketetapan No. III/MPR/1976 pasal 11 ayat 4 dalam masalah yang

sama.12

Di samping undang-undang tersebut, mengenai hak uji materil ini diatur

lagi dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1985, yang tercantum dalam

pasal 31 yang berbunyi:

(1) Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara materil

hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang.

(2) Mahkamah Agung berwenang menyatakan tidak sah semua peraturan

perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah daripada undang-

undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

(3) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-

undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan

dalam tingkat kasasi. Pencabutan peraturan peraturan perundang-

12 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan, op. cit., Hlm. 69.

19

Page 20: Hak Uji Peraturan Perundang

undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut, dilakukan segera oleh

instansi yang bersangkutan.

Selanjutnya, mengenai wewenang Mahkamah Agung untuk mengadakan

hak uji materil yang diatur dalam undang-undang No. 14 Tahun 1970,

pasal 26 dan undang-undang No. 14 tahun 1985 pasal 31 serta Perma No.

1 Tahun 1993 ini, Muhammad Mahfud MD berpendapat bahwa, dalam

ketentuai pasal 26 Undang-undang No. 14 TAHUN 1970 itu sendiri tidak

mungkin diadakan hak uji materil. Menurut ketentuan tersebut hak

menguji secara materil hanya dapat dilakukan pada pemeriksaan tingkat

kasasi, artinya harus ada perkara atau gugatan lebih dahulu ke pengadilan.

Dari sudut teknis peradilan pemeriksaan pada tingkat kasasi, baru dapat

dilakukan jika sudah ditempuh peradilan pada tingkat pertama dan/atau

kedua. Jadi, dari sudut ini perkata untuk permohonan hak uji materil harus

disampaikan kepada pengadilan di bawah MA terlebih dahulu, sebab MA

baru dapat memeriksa pada tingkat kasasi jika sudah selesai diperiksa dan

diputus oleh pengadilan tingkat pertama dan/atau tingkat banding.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan pasal tersebut, maka akan terdapat

permasalahan dalam operasionalnya yang didasarkan pada adanya dua

alasan: pertama, MA baru diperbolehkan memeriksa perkara uji materil

jika sudah menempuh secara tuntas peradilan tingkat pertama dan/atau

banding berdasarkan adanya gugatan terhadap sebuah perundang-

undangan. Kedua, peradilan tingkat pertama dan/atau banding tidak akan

memeriksa dan memutus perkara karena menurut UU pemeriksaan dan

pemutusan tentang hal tersebut hanya menjadi wewenanga (kompetensi

absolute) MA. Sehingga hak uji materil terhadap peraturan perundang-

undangan di bawah UU menurut UU yang berlaku sekarang tidak dapat

dilaksanakan.

Tata cara pengajuan pemohon keberatan yang diatur dalam PERMA No. 1

tahun 2011 yaitu:

20

Page 21: Hak Uji Peraturan Perundang

1. Permohonan Keberatan diajukan kepada Mahkamah Agung dengan

cara :

a. Langsung ke Mahkamah Agung; atau

b. Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat

kedudukan Pemohon;

2. Permohonan keberatan diajukan terhadap suatu Peraturan Perundang-

undangan yang diduga bertentangan dengan suatu Peraturan

Perundang-undangan tingkat lebih tinggi;

3. Permohonan keberatan dibuat rangkap sesuai keperluan dengan

menyebutkan secara jelas alasan-alasan sebagai dasar keberatan dan

wajib ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya yang sah;

4. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan

permohonan keberatan yang besarnya akan diatur tersendiri.

D. HAK UJI MATERIIL DI MK

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

selain MA yang khusus menangani peradilan ketatanegaraan atau peradilan

politik.13Pengaturan tentang MK sudah diatur tersendiri dalam UU No. 12 Tahun

2003 tentang MK (Mahkamah Konstitusi). Pada pasal 10 UU No. 12 Tahun 2003

dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang untuk:

1. Mahkamah konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Republik Indonesia

tahun 1945.

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945.

c. Memutus pembubaran partai politik.

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.14

13 Moh. Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Press. 2010. hlm. 27314 Lihat UU No. 12 Tahun 2003 Pasal 10

21

Page 22: Hak Uji Peraturan Perundang

2. Mahkamah konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa

Presiden dan / atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran

hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak

pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan / atau tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan / atau Wakil

Pembahasan yang akan ditekankan adalah point pertama yaitu pengujian

UU terhadap UUD oleh Mk atau yang disebut (Yudicial Review) atau hak uji

materiil. Hak uji materiil adalah suatu wewenang untuk menguji suatu peraturan

perundang-undangan yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal,

dan/ atau bagian UU apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Dengan

adanya uji materiil yang dilakukan oleh MK, semua Undang-Undang yang dinilai

bertentangan UUD 1945 atau inkonstitusional sehingga tidak mempunyai

kekuatan hukum yang mengikat. Selain itu perlunya pelembagaan judicial review

yakni bahwa UU adalah produk politik. Sebagai produk politik sangat mungkin isi

UU bertentangan dengan UUD 1945, misalnya akibat adanya kepentingan

kepentingan politik pemegang suara mayoritas di parlemen atau adanya kolusi

politik antar anggota parlemen, atau adanya intervensi dari tangan pemerintah

yang sangat kuat tanpa menghiraukan keharusan untuk taat asas pada UUD atau

konstitusi.

Dalam Uji Materiil UU maka harus sesuai dengan prosedur. Prosedur MK

dalam menguji UU terhadap UUD 1945 yaitu

1. Kelengkapan Permohonan dan Pendaftaran Permohonan

Berdasarkan ketentuan pasal 51 ayat 1 UU MK, pihak-pihak yang

memenuhi kapasitas sebagai pemohon adalah:

a. Perorangan warga Negara Indonesia.

b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang di atur

dalam UU.

c. Badan hukum publik atau badan hikum privat.

d. Lembaga Negara.15

15 Bambang Sutiyoso. Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Lingkungan Mahkamah Konstitusi. Yogyakarta: UII Press. 2009. hlm. 33

22

Page 23: Hak Uji Peraturan Perundang

Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan

adalah.permohonan memuat uraian yang jelas dalam bahasa Indonesia dibuat

sebanyak 12 rangkap, yaitu masing-masing 9 buah untuk hakim MK, 1 buah

untuk sekretariat Jendral MKRI, 1 buah untuk MA dan 1 buah untuk Presiden.

Permohonan memuat bagian (i) Identitas dan legal standing pemohon, (ii)

uraian tentang duduk perkara atau dasar permohonan (posita), (iii) pengujian

yang diminta (materiil), (iv) pokok tuntutan yang diminta. Permohonan

tersebut harus sudah dilengkapi dengan alat bukti yang dapat berupa salinan

yang disahkan setelah dibubuhi materai. Salinan atau fotocopy UU yang

diajukan sebagai alat bukti yang menjadi lampiran permohonan harus

merupakan copy UU yang telah diumumkan dalam Lembaran Negara.

Kelengkapan lain di samping alat bukti yaitu pemohon harus melampirkan

kualifikasi pemohon serta bukti kerugian konstitusionalnya. Melampirkan

daftar saksi dan ahli yang akan diajukan disertai keterangan dari yang

bersangkutan.

2. Registrasi Perkara

Apabila berkas permohonan belum lengkap maka panitera hanya akan

memberikan akta penerimaan berkas perkara dan akan diberitahukan kepada

pemohon untuk dilengkapi dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari. Apabila

dalam jangka waktu yang ditentukan berkas belum dilengkapi maka panitera

akan menerbitkan akta bahwa permohonan tidak diregistrasi. Tetapi jika berkas

telah dilengkapi maka panitera akan mencatat dalam register dengan memberi

nomor sesuai urutan perkara. Satu eksemplar salinan permohonan dikirimkan

kepada presiden dan DPR untuk diketahui, salinan permohonan juga

dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan maksud agar menghentikan pengujian

peraturan perundang-undangan di bawah UU yang sedang dimohon untuk diuji

di Mahkamah konstitusi.

3. Penjadwalan Sidang dan Pembentukan Panel Hakim

Selanjutnya panitera menyampaikan berkas yang sudah diregistrasi

kepada ketua Mahkamah Pasal 28 ayat (4) UU MK memberi kewenangan

23

Page 24: Hak Uji Peraturan Perundang

kepada MK untuk membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri dari

sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang tugasnya ditentukan

oleh pleno itu sendiri. Untuk hal-hal yang luar biasa boleh kurang dari 9 orang

dengan batas minimum 7 orang. Tugas panel adalah

1. Melaksanakan pemeriksaan pendahuluan.

2. Memeriksa alat-alat bukti.

3. Memeriksa saksi dan ahli yang secara khusus ditugaskan pleno untuk

dilaksanakan oleh panel.

4. Memberi laporan hasil pemeriksaan pendahuluan, yang menyatakan

kesiapan untuk pemeriksaan pleno.

5. Memberi rekomendasi langkah yang akan dilakukan pleno atas perkara

permohonan yang bersangkutan.

6. Memberi laporan posisi perkara yang telah selesai diperiksa dalam

persidangan pleno.

7. Menyusun (drafting) putusan yang telah selesai dimusyawarahkan dan

telah mencapai keputusan. Apabila semua anggota panel berada dalam

posisi minoritas seluruhnya, maka drafter putusan akan ditunjuk

kembali di antara hakim konstitusi yang turut menyetujui.16

14 hari setelah permohonan dicatat dalam BRPK, hakim/ketua panel harus

telah menetapkan sidang petama. Jadwal sidang diberitahukan kepada

pemohon paling lambat 3 hari sebelum sidang dimulai.

4. Pemeriksaan Pendahuluan

14 hari setelah permohonan dicatat dalam BRPK, hakim/ketua panel harus

telah menetapkan sidang petama. Jadwal sidang diberitahukan kepada

pemohon paling lambat 3 hari sebelum sidang dimulai.dalam pemeriksaan

pendahuluan panel hakim akan melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan, yang

meliputi kewenangan legal standing dan pokok permohonan.

2. Memberi nasihat kepada pemohon dan/atau kuasanya untuk

melengkapi atau memperbaiki permohonan dalam tempo 14 hari.

16 Abdul Latif dan Muhammad Syarif Nuh. Buku Ajar Hukum acara Mahkamah Konstitusi. Yogyakarta: Kreasi Total Media. 2009. hlm. 166

24

Page 25: Hak Uji Peraturan Perundang

3. Mencocokkan alat-alat bukti yang diajukan dan menanyakan perolehan

alat bukti yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan.

4. Menunda dan/atau melanjutkan pemeriksaan pendahuluan untuk

memeriksa permohonan dan kelengkapan.17

5. Putusan

Putusan diambil berdasarkan Rapat Musyawarah Hakim yang dilakukan

secara tertutup dan rahasia yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah. Kuorum

RPH untuk mengambil keputusan sekurang-kurangnya 7 hakim konstitusi

dibantu panitera dan petugas lain yang disumpah.

Putusan ini akan dibaca/ diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk

umum yang dihadiri sekurang-kurangnya 7 orang hakim konstitusi

Dengan menelusuri latar belakang pembentukan MK dan risalah-risalah

persidangan PAH 1 MPR. Maka sebagai “pengawal konstitusi” dalam

melaksanakan hak uji perlu dibatasi oleh hal-hal berikut:

1) Dalam membuat putusan MK tidak boleh memuat isi yang bersifat

mengatur. Mk hanya boleh menyatakan sebuah UU atau sebagian isinya

batal karena bertentangan dengan bagian tertentu di dalam UUD.

Betapapun Mk mempunyai pemikiran yang baik untuk mengatur sebuah

alternatif atas UU atau sebagian isi UU yang dibatalkannya, maka hal itu

tidak boleh dilakukan, sebab urusan mengatur adalah hak lembaga

legislatif.18

2) Dalam membuat putusan Mk tidak boleh memutus batal atau tidak batal

sebuah UU atau sebagian isi Uu yang bersifat terbuka yakni yang oleh

UUD diatribusikan (diserahkan pengaturannya kepada UU. Jika UUD,

misalnya menyatakan bahwa pengaturan pemilihan kepala daerah

(pilkada) harus dilakukan secara demokratis yang ketentuannya diatur

oleh/di dalam UU, maka MK tidak boleh membatalkan seandainya isi UU

tentang pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung atau melalui

17 Ibid. hlm. 16718 Moh. Mahfud MD. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amademen Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press. 2010. hlm. 100-101.

25

Page 26: Hak Uji Peraturan Perundang

lembaga perwakilan, maka jika Mk melakukan itu, dia sudah memasuki

ranah legislatif yang tidak boleh dilakukan.

3) Dalam membuat putusan MK tidak boleh memutus hal-hal yang tidak

diminta (ultra petita). Jika Mk melakukan maka Mk melanggar prinsip

bahwa MK hanya boleh memutus hal yang secara tegas diminta, MK juga

melanggar asas umum di dalam hukum bahwa setiap permintaan

pemeriksaan harus diuraikan dalam ‘posita’ yang jelas yang juga dimuat di

dalam Peraturan MK sendiri.

4) MK tidak membuat putusan-putusan yang menyangkut kepentingannya

sendiri baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Ini sesuai

dengan asas nemo judex in causa sua atau nemo judex indoneus in propria

causa yang menyatakan bahwa hakim tidak memeriksa dan memutus atau

menjadi hakim dalam hal yang terkait dengan dirinya.

Putusan Mk bersifat final dan mengikat. Banyak putusan Mk yang dirasa

baik dan adil, ada juga putusan Mk yang kontroversial dan mendapat sorotan

karena dianggap kurang berpihak pada upaya demokratisasi dan penegakan

hukum karena dianggap kurang berpihak, terutama pemberantasan korupsi dan

mafia peradilan.

Karena putusan Mk yang bersifat final dan mengikat maka untuk putusan

MK berkekuatan hukum yang tetap itu terjadi manakala sudah dibacakan putusan,

artinya tidak ada upaya hukum yang dapat dipergunakan untuk melawan putusan

MK.

Dengan demikian, maksud pembentukan mahkamah konstitusi adalah

menjaga agar tidak ada UU yang bertentangan dengan UUD dan kalau itu ada,

maka MK dapat membatalkannya. Maka sering dikatatakan bahwa MK

merupakan pengawal konstitusi dan penafsir tunggal (yang mengikat) atas

konstitusi.19

Dapat dikemukakan bahwa MK tampil sebagai lembaga negara yang

independen dan cukup produktif mengeluarkan putusan-putusan yang mendukung

bagi kehidupan ketatanegaraan yang demokratis.

19 Moh. Mahfud MD. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amademen Konstitusi. Jakarta: Rajawali Press. 2010. hlm. 99.

26

Page 27: Hak Uji Peraturan Perundang

BAB III

PENUTUP

27

Page 28: Hak Uji Peraturan Perundang

Simpulan

Hak menguji peraturan perundang-undangan merupakan kewenangan untuk

menilai atau menguji suatu peraturan perundang-undangan atau tindakan-tindakan

pemerintah bertentangan tidak dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang

Dasar atau ketentuan yang lebih tinggi yang menjadi dasar dan sumber bagi

semua peraturan perundang-undangan di bawahnya. Di dalam kepustakaan

maupun dalam praktek, dikenal ada 2 (dua) macam hak menguji (toetsingsrecht

ataureview),yaitu:

a. hak menguji formil (formele toetsingsrecht) adalah wewenang untuk menilai,

apakah suatu produk legislatif seperti undang-undang misalnya terjelma melalui

cara-cara (procedure) sebagaimana telah ditentukan atau diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku atau tidak.

b. hak menguji materiil (materiele toetsingsrecht) adalah wewenang untuk

menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu peraturan perundang-undangan

isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya.

Adapun Pengaturan mengenai uji material diatur dalam hokum positif yaitu:

1. UU No.14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman

2. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1973 Jo. Ketetapan MPR

No.III/MPR/1978

3. UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

4. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 1993

5. UU Republik Indonesia No.24 Tagun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi

6. UU No.5 Tahun 1986

Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang

dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan

pengaruh-pengaruh lainnya. Dalam konteks, demikian MA memiliki posisi

strategis terutama bidang hukum dan ketatanegaraan yang diformat:

28

Page 29: Hak Uji Peraturan Perundang

- Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan;

- Mengadili pada tingkat kasasi;

- Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang;

dan

- Berbagai kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh

undang-undang.

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

disamping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dan

ayat (2) UUD 1945. Sebagai penyelenggara kekuasaan kesatuan dalam rangka

mengatur hokum dan keadilan yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan

lembaga lainnya. Berdasarkan pasal 24 (1) dan (2) UUD 1945 Mahkamah

Konstitusi berwenang untuk:

a. Menguji UU terhadap UU RI 1945

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD 1945

c. Memutus pembaharuan partai politik

d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum

e. Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa presiden dan wakil

presiden diduga telah melakukan pelanggaran Hukum pengkhiatan

terhadap Negara : korupsi, Penggelapan.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Hak Uji Peraturan Perundang

Sutiyoso, Bambang. 2009. Tata Cara Penyelesaian Sengketa di Lingkungan

Mahkamah Konstitusi. UII Press: Yogyakarta

Mahfud MD. 2010. Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amademen

Konstitusi. Rajawali Press: Jakarta

Mahfud MD. 2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Rajawali Press:

Jakarta.

Latif, Abdul dan Muhammad Syarif Nuh . 2009. Buku Ajar Hukum Acara

Mahkamah Konstitusi. Kreasi Total Media: Yogyakarta.

UU No. 12 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Huda, Ni’matul, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah

Konstitusi, Yogyakarta: FH UII PRESS, 2011.

Fatimah, Siti, Praktek Judicial Review di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media,

2005

Mahfud MD., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:

LP3ES, 2007),

http://cornerhukum.wordpress.com/2010/03/24/hak-menguji-material/

30