hak kaum minoritas

18
HAK HAK HAK HAK KAUM KAUM KAUM KAUM MINORITAS MINORITAS MINORITAS MINORITAS Sebuah Sebuah Sebuah Sebuah Review Review Review Review Atas Atas Atas Atas Buku Buku Buku Buku Shina Shina Shina Shina’ ’ah ah ah ah al-Fatwa al-Fatwa al-Fatwa al-Fatwa wa wa wa wa Fiqh Fiqh Fiqh Fiqh al-Aqalliyat al-Aqalliyat al-Aqalliyat al-Aqalliyat Karya Syaikh Abdullah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah Oleh : Makhrus Ahmadi 1 1. 1. 1. 1. BIOGRAFI BIOGRAFI BIOGRAFI BIOGRAFI PENULIS PENULIS PENULIS PENULIS BUKU BUKU BUKU BUKU Abdullah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah lahir pada tahun 1935 di Mauritania. Lahir dari kultur keluarga intelektual. Ayahnya Syaikh Mahfoudh bin Bayyah merupakan ulama terkemuka dan kepala konferensi Ulama Mauritania yang didirikan setelah kemerdekaan. Selain itu, bin Bayyah juga menuntut ilmu di pusat pemberlajaran di Mauritania, yang lebih dikenal dengan sebutan Muhadhir termasuk sekolah ayahnya sendiri. Beliau adalah spesialis dalam studi sunni tradisional dengan penekanan pada mazhab Maliki 2 . Perkembangan kemampuan intelektualnya mengantarkan Bin Bayyah dikirim untuk belajar hukum di Fakultas Hukum di Tunisia dan dilatih dipengadilan Tunisia. Pada tahun 1961, 12 Hakim dipilih dan masing-masing mempresentasikan makalah mengenai penelitian dalam bidang fikih dan hukum. Pada kesempatan tersebut bin Bayyah menjadi pemakalah pertama dalam kelompoknya, sekaligus mengantarkannya menjadi pemakalah terbaik 3 . Beberapa karyanya terkait masalah fikih dan beberapa kasus yang berkaitan dengan Islam adalah sebgai berikut 4 : a. Terorisme: Diagnosis dan Solusi b. Wacana Keamanan dalam Islam dan Budaya Toleransi dan Harmony c. Fatwa dan Refleksi d. The Art of Fatwa Merumuskan (Pendapat Hukum) dan Minoritas Fiqh (Yurisprudensi yang Berkenaan Dengan Minoritas Muslim) e. Sebuah Dialog dari Afar: hak asasi manusia f. Sebuah buku tentang metodologi hukum g. Sebuah klarifikasi atas berbagai pendapat hukum yang berkaitan dengan transaksi keuangan h. Manfaat Wakaf i. Bukti untuk mereka yang menderita dari penyakit pada penghargaan Ilahi yang sangat besar yang menunggu mereka j. Tujuan dan Bukti mereka

Upload: makhrus-ahmadi

Post on 27-May-2017

226 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

HAKHAKHAKHAKKAUMKAUMKAUMKAUMMINORITASMINORITASMINORITASMINORITAS

SebuahSebuahSebuahSebuahReviewReviewReviewReview AtasAtasAtasAtas BukuBukuBukuBuku ShinaShinaShinaShina’’’’ahahahah al-Fatwaal-Fatwaal-Fatwaal-Fatwawawawawa FiqhFiqhFiqhFiqh al-Aqalliyatal-Aqalliyatal-Aqalliyatal-AqalliyatKarya Syaikh Abdullah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah

Oleh : Makhrus Ahmadi1

1.1.1.1. BIOGRAFIBIOGRAFIBIOGRAFIBIOGRAFI PENULISPENULISPENULISPENULIS BUKUBUKUBUKUBUKU

Abdullah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah lahir pada tahun 1935 di Mauritania.Lahir dari kultur keluarga intelektual. Ayahnya Syaikh Mahfoudh bin Bayyah merupakanulama terkemuka dan kepala konferensi Ulama Mauritania yang didirikan setelahkemerdekaan. Selain itu, bin Bayyah juga menuntut ilmu di pusat pemberlajaran diMauritania, yang lebih dikenal dengan sebutan Muhadhir termasuk sekolah ayahnya sendiri.Beliau adalah spesialis dalam studi sunni tradisional dengan penekanan pada mazhabMaliki2.

Perkembangan kemampuan intelektualnya mengantarkan Bin Bayyah dikirim untukbelajar hukum di Fakultas Hukum di Tunisia dan dilatih dipengadilan Tunisia. Pada tahun1961, 12 Hakim dipilih dan masing-masing mempresentasikan makalah mengenaipenelitian dalam bidang fikih dan hukum. Pada kesempatan tersebut bin Bayyah menjadipemakalah pertama dalam kelompoknya, sekaligus mengantarkannya menjadi pemakalahterbaik3. Beberapa karyanya terkait masalah fikih dan beberapa kasus yang berkaitandengan Islam adalah sebgai berikut4 :

a. Terorisme: Diagnosis dan Solusi

b. Wacana Keamanan dalam Islam dan Budaya Toleransi dan Harmony

c. Fatwa dan Refleksi

d. The Art of Fatwa Merumuskan (Pendapat Hukum) dan Minoritas Fiqh (Yurisprudensiyang Berkenaan Dengan Minoritas Muslim)

e. Sebuah Dialog dari Afar: hak asasi manusia

f. Sebuah buku tentang metodologi hukum

g. Sebuah klarifikasi atas berbagai pendapat hukum yang berkaitan dengan transaksikeuangan

h. Manfaat Wakaf

i. Bukti untuk mereka yang menderita dari penyakit pada penghargaan Ilahi yang sangatbesar yang menunggu mereka

j. Tujuan dan Bukti mereka

Keberadaan bin Bayyah sebagai ulama kontemporer juga menjadi hakim diMauritania, pengajar sekaligus juga aktif dalam berbagai forum ilmiah, tidak terkecualimemfokuskan diri permasalah yang dialami Muslim di Barat dengan ikut mendirikan ECFR(European Council for Fatwa and Research)5

2.2.2.2. ABSTRAKSIABSTRAKSIABSTRAKSIABSTRAKSI

Pekembangan umat islam dibelahan dunia mengalami signifikasi secara kuantitas.Dengan pertambahan kuantitas ini kemudian melahirkan beberapa masalah terkait fiqihataupun hukum islam yang harus dilakukan dalam melakukan interaksi. Konsep fiqh yangselama ini lebih berorientasikan pada kawasan timur tengah menyebabkan gap dengandaerah yang cenderung berbeda secara kultur, budaya, geograsi, ekonomi bahkankehidupan sosialnya. Masalah ini lahir dari beberapa kawasan dimana umat islam menjadikaummuslimminoritas ; misalnya di negara-negara barat.

Menyikapi ragam masalah yang hadir tersbut, maka para ulama pun melahirkan fiqhal Aqalliyat untuk memberikan jawaban yang menekankan pada Maqashid as Syariahsebagai metodelogi. Keberadaan fiqh al aqalliyat atau fiqh minoritas ini sebenarnya tidakberbeda jauh secera keseluruhan dengan fiqh klasik yang sudah kita kenal selama ini6.Perbedaannya hanya menempakan maqashid as asyariah sebagai pendekatan bukan hanyasekedar nilai agung dan suci yang tak bisa ditafsirkan lebih luas. Pola kerja fiqh ini hanyaingin menghadirkan islam dalam bingkai pemaknaan dan pemahaman yang lebih luas tanpaharus melangkahi aturan yang ada dalam agama islam. Objek kajian fiqh al aqalliyatsementara ini masih berada di dunia barat.

Kunci : Fiqh al Aqalliyat,Maqashid as Syariah dan muslim dibarat

3.3.3.3. KEGELISAHANKEGELISAHANKEGELISAHANKEGELISAHANAKADEMIKAKADEMIKAKADEMIKAKADEMIK

Sebelum membahas terkait kegelisahan akademik yang dilakukan bin Bayyah.Barangkali perlu kita mengaetahui pengenai perkembangan dan keadaan islam di negarayang minoritas muslim.

Dalam studi berjudul memetakan Populas Muslim Global; Sebuah LaporanTentang Jumlah dan Distribusi Populasi Muslim Dunia' Pew Research Center(PRC) mengindikasikan bahwa seperlima kaum Muslim (300 juta) tinggal dinegara-negara non-Muslim. Populasi Muslim minoritas di sana sering kalicukup besar. Hasil studi yang yang dirilis awal Oktober 2009 ini jugamenemukan bahwa Eropa memiliki sedikitnya 38 juta Muslim yangmembentuk lima persen dari total populasi benua tersebut. Sebagian besarterkonsentrasi di Eropa Tengah dan Timur. Rusia memiliki lebih dari 20 jutaMuslim, dan terbesar di Eropa. (Repuplika.co.id, 11/7/2010)7

Apa yang dialami Rahat, juga dialami Muslimah lainnya. Kondisi itumerupakan dampak dari larangan menghadiri kelas atau ruang kuliahdengan mengenakan Jilbab yang diberlakukan pemerintah KirgistanSeptember tahun lalu. Pemberlakukan aturan itu menyebabkan banyakpelajar dan mahasiswa yang terpaksa melepaskan jilbab atau lebih memilihkeluar kampus ketimbang harus melepas jilbab mereka. Dari dua pilihan itu,

mereka lebih banyak memilih untuk keluar dari kampus atau sekolah.(Repuplika.co.id, 27/2/2012)8

Survey yang dilakukan Pew Research Center's Global Attitudes, Washington,menemukan bahwa Warga Prancis sangat mendukung larangan penggunaanpenutup wajah Muslim yang dikenal dengan sebutan burqa atau niqab,seperti dilakukan mayoritas warga Britania, Jerman, dan Spanyol. Menurutaturan tersebut, wanita yang tertangkap tangan menggunakan cadar di mukaumum (di jalan, taman kota, pertokoan, maupun alat transportasi umum),akan didenda 150 euro (190 dolar). Sedangkan kaum pria yang memaksaistri dan anak perempuan mereka mengenakan burqa, terancam denda lebihdari 30.000 euro dan satu tahun penjara. (Repuplika.co.id, 10/7/2010)9

Hasil survei The Guardian akhir Januari lalu menyebutkan, kalangan politisidan media massa di Inggris adalah penyebab kebencian masyarakat luasterhadap Islam. Menurut hasil survei yang dilakukan wartawan Inggrisbernama Peter Oborne itu, politisi dan media Inggris kerap mengobarkankebencian terhadap umat Islam dengan menggambarkan umat Islam sebagaiteroris yang berusaha melakukan Islamisasi di Inggris. Hasil survei dan studiitu dibenarkan oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS). Menurutlaporan tahunan tentang hak asasi manusia (HAM) yang dirilis olehKementerian Luar Negeri AS, umat Muslim di seluruh daratan Eropa masihmengalami diskriminasi. Bahkan, dari tahun ke tahun diskriminasi yangdirasakan umat Islam di Eropa semakin mengkhawatirkan. (Repuplika.co.id,9/7/2010)10

Berangkat dari permasalahan diatas meski contoh tersebut hadir lebih lambatketimbang dibuatnya buku Shina’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyat oleh Syaikh Abdullah binBayyah. Setidaknya titik temu dari keduanya, hal ini terjadi setelah pasca tragedi WTC 11September 2001. Dimana mayoritas masyarakat barat menambah tensi islamophobianya.

Keberadaan islam di negara barat jelas mempunyai kultur tersendiri sebagai agamayang penganutnya minoritas. Sehingga permasalahan yang hadir terutama yang berkaitandengan masalah fiqh terkadang sulit menemukan benang merah dalam objek kajiankhazanah fiqh klasik. Hal ini terjadi akibat iklim sosio-kultural yang sangat jauh berbedadalam pendekatan klasik yang mayoritas terjadi dalam masyarakat islam mayoritas. Perluada pemahaman bersama bahwa kehadiran “minoritas” bukanlah bentuk penyempalanbaru dalam islam. Karena itu, barangkali kita harus mengetahui mengenai bataspemahaman dan karakter kaum minoritas itu sendiri. Jamal al Din Athiyyah Muhammadmemberikan batasan karakter-karakter dalammemberikan definisi menoritas11.

Fiqh al Aqalliyat atau fiqh minoritas karya Abdallah bin Bayyah ini melengkapi karyasudah lahir sebelumnya yang penah ditulis oleh Thaha Jabir al-Alwani dan Yusuf al-Qaradhawi12. Pergumulannya bin Bayyah di ECFR (European Council for Fatwa and Research)memberikan banyak pandangan untuk bisa memberikan jawaban atas permasalahan yangdihadapi masyarakat islam minoritas di barat melalui fatwa yang telah dikeluarkannyabersama Yusuf Qardhawi sebagai pimpinannya.

4.4.4.4. ALASANALASANALASANALASAN PENULISANPENULISANPENULISANPENULISAN

Kehadiran buku ini sedikit membedah masalah kegelisahan dan permasalahan kaummuslim minoritas yang ada di barat. Penerapan hukum islam menjadi sesuatu yang sangatkaku untuk bisa diterapkan akibat kondisi, tempat dan situasi yang jelas tidakmemungkinkn untuk bisa diterapkan. Sehingga membutuhkan formulasi hukum yang cukupfleksibel dan akomodatif sesuai dengan kebutuhan tanpa harus melangkahi danmenghilangkan isensi dari arahan ajaran agama islam. Keberadaan kaum minoritas islamditengah mayoritas yang kurang bersahabat jelas menimbulkan tekanan-tekanan yangbarangkali tak bisa diterjemahkan secara adil oleh kalangan mayoritas yang sudah mapan—meski hal itu sejalur, seperti indonesia.

Fiqh al Aqalliyat sebagai solusi atas kebutuhan kaum minoritas muslim yang di baratmendapat sorotan yang mendalam dari berbagai kalangan. Salah satunya Salah Sultan,seorang pendukung Fiqh al Aqalliyat mengungkapkan kaum minoritas muslim tidak bisahanya dilihat dari segi jumlah melainkan juga hak-hak hukum yang mereka miliki.Setidaknya menurut Sultan ada 2 bentuk minoritas muslim, pertama, minoritas atas jumlahjiwa seperti yang terjadi di Eropa, Amerika, India dan China. Kedua, minoritas atas hak-hakhukum. Pada point yang kedua ini meski kaum muslim mayoritas, namun ternyata kaummuslim mengalami perlakuan seperti kaum minoritas misalnya, pelecehan dan diskriminasiseperti yang terjadi di Kashmir, Chehnya, Uzbekistan dan Azarbaejan13

Konsepsi Fiqh al Aqalliyat ini memiliki makna yang berbeda dengan Fiqh yangberkembang selama ini. Menurut penggagasnya Thaha Jabir al Awani, fiqh dalam fiqh alaqalliyat mengikuti makna fiqh dalam keumuman makna hadist ”barangsiapa yang olehAllah dikehendaki baik, maka ia akan dipahamkan (yufaqqihhu) dalam masalah agamanya (fial din)” karenanya dalam masalah fiqh aqalliyat ini bukan hanya dalam masalah hukummelainkan juga masalah akhlak, aqidah dan masalah lainnya—problematika kehidupankaumminortas.

Ada perbedaan pandangan antara makna dan pemahaman fiqh klasik dan fiqhaqalliyat. Pertama, kembalinya makna fiqh pada masa awal masa kodifikasi yang memilikicakupan yang lebih luas. Fiqh al aqalliyat memang didesain untuk memberikan panduan halyang dilarang dan yang boleh bagi minoritas muslim barat yang tidak bersistempemerintahan islam. Kedua, pemaknaan dar al islam yang mengalami evolusi danpergeseran dari makna klasik sebagai Negara yang diatur oleh sistem islam/pemerintahanislam menuju Negara dimana saja dan kebebasan dalam menjalankan keyakinan agamanya.Ketiga, konsep Maqashid as Syariah yang bergerak dari nilai abstrak dan agung menujukonteks yang lebih inklusif dan aplikatif seperti keadilan social, kebebasan, HAM, keindahandan lainnya sebagai bentuk point inti dari kemashlahatan. Selain itu, juga mengalamipergeseran dari konsep nilai agung pada konsep metode pendekatan14. Kehadiran Fiqh alAqalliyat karya bin Bayyah ini seperti yang disampaikan diatas memberikan keberlanjutandari karya yang telah hadir sebelumnya.

5.5.5.5. ISENSIISENSIISENSIISENSI DANDANDANDANKORELASIKORELASIKORELASIKORELASI BUKUBUKUBUKUBUKU

Pola pendekatan Maqashid as Syariah yang ada dalam Fiqh Aqalliyat memberikanjalan tengah antara pola agung dan pola realitas yang bersinggungan. Sehingga hukum baruyang timbul lebih akomodatif atas titik singgung yang terganjal gap ketidakidealan. Dankehadiran Fiqih Aqalliyat ini tidak 100% terpisah teralu jauh dari fiqh klasik yang kitafahami selama ini. Letak keunikan dari fiqh minoritas ini adalah produk hukum, metodelogidan aplikasinya yang berbeda dengan hokum klasik.

Buku ini merupakan autokritik terhadap keberadaan fiqh klasik yang masihcenderung kaku melihat dan menyelesaikan problem kahidupan kaum minoritas ditengah-tengah kaum mayoritas yang berbeda secara social, budaya, politik dan agama. Artinya, fiqhminoritas hanyalah bagian dari bentuk fiqh yang luas dengan Maqashid as Syariah sebagaibentuk pendekatan/metode dalammenganalisis.

Buku ini sangat baik digunakan untuk menganalisis dan memberikan pandanganterhadap masyarakat minoritas di barat. Dan selain itu, memberikan metode kajian ilmiahuntuk kalangan intelektual yang memfokuskan diri pada pendekatan kontemporerkhususnya yang berkaitan dengan masyarakat muslim di Negara barat dan metodelogi studiislam.

6.6.6.6. TELAAHTELAAHTELAAHTELAAHPUSTAKA/ISIPUSTAKA/ISIPUSTAKA/ISIPUSTAKA/ISI BUKUBUKUBUKUBUKU

Buku Shina’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyat karya Syaikh Abdullah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah berjumlah 480 halaman. Dalam pengantarnya bin Bayyah memberikan

gambaran fenomina masyarakat muslim yang ada di barat. Terdiri dari 2 Bab denganberbagai pembahasan yang menarik bersama contoh fatwa yang dikeluarkannya.

BAB I : membahas yang berkaitan dengan masalah fatwa atau pembentukan fatwa.Seperti yang dungkapkan dalam situs resminya bin Bayyah mendefinisikan bahwa fatwamerupakan pendapat yang dikemukakan seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban ataspertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidakmengikat. Setelah memberikan pandanganya terkait fatwa bin Bayyah juga mengungkapkanperbedaan atas Ilmu Fiqh, Fatwa dan Qadha. Dalam bab pertama ini juga terbagi atas duabagian diantaranya;

a. Bagian pertama, membahas fatwa di zaman para sabahat dan seterusnya. Danmenariknya proses ini, bin Bayyah menjelaskan dengan cukup lugas hal-hal terkaidengan Nash, ijma’ dan ijtihad melalui pendekatan ra’yu. Barangkali apa yangdisampaikan oleh bin Bayyah lebih mendekatkan pada pengalaman kaum mufasir ataupara ulama yang mengeluarkan fatwa dengan realitas sosialnya.

b. Bagian kedua, hal yang berkaitan dengan masalah mufti. Menerangkan mengenaipengertian mufti, syarat, fungsi dan perannya dalam struktur masyarakat maupunkenegaraan. bin Bayyah dalam mengemukan pandangannya tetap bepegang pada 4madzab, Abu Hanifah, Maliki, Syafi’i, dan Ahmad15.

BAB II : membahas intisari dari buku Fiqh al-Aqalliyat16. Bin Bayyah memberikandefisi fiqh al aqalliyat adalah hokum-hukum fiqh yang berhubungan dengan umat islamyang hidup diluar Negara islam17. Pengertian yang dikeluarkan Bin Bayyah melalui ECFR inicukup menjembatani polemik mengenai pengertian fiqh al aqalliyat dikalangan ulama,khususnya ulama dengan tradisi klasik. Inilah yang menjadi pembahasan utama dalam bukuSyaikh bin Bayyah ini. Beliau membaginya pada tiga pembahasan diantaranya:

a. Bagian pertama, Syaikh bin Bayyah membahas sebab musabab lahirnya fiqh al-Aqalliyyat. Beliau menjelaskan lahirnya fiqh al aqalliyat yang lahir pada tahun 1990an.Penggagas fiqh ini adalah Thaha Jabir al Alwani yang pertama kali memberikan fatwa“boleh” memberikan hal suaranya dalam pemilihan presiden di Amerika18. Thaha Jabirmengeluarkan fatwa ini lewat lembaga yang dipimpinnya yakni Fiqh Council of NorthAmerica (FCNA). Setelah itu Thaha Jabir menulis Fiqh al Aqalliyat ; Nazharat ta’sisiyyahfi fiqh al aqalliyat dan Toward a Fiqh for Minorities; Some Basic Reflections. Disisi lainYusuf Qardhawi yang mendirikan European Council for Fatwa and Research (ECFR) diLondon untuk memberikan pelayanan terkait hukum islam bagi masyarakat Eropa.Beliau juga menulis buku Fi Fiqh al-Aqalliyyat al-Muslimah Hayat al-Muslimin Wasat al-Mujtama’at al-Ukhra19

Sumber fiqh al aqalliyat sebenarnya sama dengan sumber fiqh pada umumnya yaitu AlQur’an dan Hadist yang yang dibangun diatas ijma’, qiyas, istihsan, maslahah mursalah,saad al-dhara’I, urf dan dalil-dalil yang disampaikan oleh para ulama fiqh20. Yangmembedakannya fiqh al aqalliyat dengan fiqh klasik hanya pelaku hukumnya adalahkaumminoritas yang tidak ada atau tidak dimiliki oleh mayoritas umat muslim lainnya.

Bin Bayyah menyatakan bahwa fiqh al-aqalliyyat menjadi penting dan memiliki tigafungsi utama diantaranya: 1. Menjadi suatu pegangan bagi minoritas muslim dalammelaksanakan ajaran agama, bukan hanya sebagai individu, melainkan juga sebagaimasyarakat secara umum (isolation). 2. Memberikan panduan bagi masyarakatminoritas muslim akan kewajiban mereka dalam berinteraksi dengan kelompokmasyarakat lainnya, sehingga agama yang dianutnya ini tidak menjadi dinding pemisah,tetapi menjadi jembatan penghubung antar mereka (Integration) 3. Mempermudahkehidupan keberagaman, mengadvokasi Islam sebagai agama yang elastis dan fleksibel(dissolution)21.

b. Bagian kedua : menjelaskan tentang kaidah fiqh minoritas. Bin Bayyah meringkaskaidah fiqh yang cukup banyak yang beredar dikalangan para ulama fiqh. Setidaknyamenurut beliau ada 6 kaidah yang bisa menjadi landasan operasional fiqh al aqalliyatdiantaranya :

1) Al Taysir wa Raf al Haraj (Kaidah memudahkan dan menghilangkan kesukaran) :perbedaan pandangan yang terjadi dikalangan para ahli fiqh hanya terletak padadataran metodelogi terhadap dalil yang ada/yang digunakan meski kemudianberdampak pada perbedaan masing-masing madzab. Menurut Bin Bayyahperbedaan dikalangan fuqaha merupakan sesuatu khas yang harus dimiliki seorangmujtahid. Realitas yang terjadi dalam masyarakat minoritas jelas berbeda denganmayoritas sehingga pandangan ulama seringkali mengambil hokum yang palinguntuk diterapkan dalam masyarakat minoritas. Barangkali perbedaan ini yangkemudian menimbulkan perbedaan dikalangan mayoritas dan minoritas

2) Taghyir al Fatwa bi Taghayyur al Zaman (Kaidah perubahan fatwa karenaperubahan masa) : kaidah ini sudah umum dengan teori pembuatan atauperubahan hokum islam. Syariah sebagai sumber dan prinsip nilai universal tidakberubah tapi pemahaman dalam bentuk fiqh bisa berubah dan berkembang.

3) Urf (Kaidah kebiasaan) : Keberadaan urf dalam teori hokum islam merupakankesepakatan para ulama fiqh ushul. Urf tak lain merupakan realitas yang sudahmelekat dalam kehidupan masyarakat meski ada beberapa syarat yang harusdipenuhi sebagai bentuk penghargaan islam terhadap urf22. Muslim minoritas dibarat hidup ditengah masyarakat yang secara kultur dan prinsip tidak menjalankansesuai dengan sistem islam secara formal. Namun, kebiasaan dan tradisinya tidakbertentangan dengan nilai universalitas islam.

4) Tanzil al Hajah Manzilat al Dharurah (Kaidah memposisikan kebutuhan pada posisidarurat) : Bin Bayyah berpendapat bahwa kaidah diatas merupakan pertemuanantara kebutuhan (al hajah) dan al dharurah (keterpaksaan). Contoh di Negarabarat membeli rumah di Negara non muslim secara kredit di bank kredit yangjelas-jelas mengandung riba. Bagi Bin Bayyah makna darurat dalam terminologyfiqh muwassa’ (fiqh makro) adalah hajjah (kebutuhan) itu sendiri. Menempatkankebutuhan pada kondisi darurat untuk mendapatkan kebolehan yang dilarangmerupakan cara untuk membuka masalah-masalah kontemporer.

5) Al Nasdzr ila al ma’alat (Mempermudah pertimbangan akibat-akibat hokum) :kaidah ini menekankan pada proses menuju kemaslahatan sebab titik tekannyapada akibat hokum yang dihasilkan dari ketentuan hokum tertentu. Dalam kaidahini seorang mufti yang mengeluarkan fatwa musti mempertimbangkan akibathokum yang timbul dari ucapan atau perbuatan yang akan ditentukan statushukumnya.

6) Tanzil al Jama’ah Manzilat al Qadhi (Kaidah memposisikan masyarakat umum padaposisi hakim) : kaidah ini berangkat dari pengandaian dalam fiqh klasik yangmenyakatan bahwa jika disuatu daerah tidak terdapat hakim yang bisamemberikan keputusan berdasarkan hokum islam maka yang berhakmenggantikan posisi hakim adalah pemimpin pemerintahan. Jika tidak adapemimpin pemerintahan maka bisa digantikan oleh kelompok orang yangmempunyai kemampuan dan berhak mewakilinya. Atas dasar inilah makakeberadaan ECFR mempunyai kuasa untuk memberikan fatwa mengenai hokumislam. Bin Bayyah juga memberikan beberapa contoh beberapa masalah yangdihadapi kaum minoritas yang sudah difatwa oleh ECFR diantaranya, masalahhokum keluarga seperti nikah, thalaq dan rujuk. Selain itu juga ada problematikaekonomi seperti asuransi, bunga dan lainnya23. Dalam hal ini pula masalahkeluarga dan ekonomi meski sudah mendapatkan pandangan dan fatwa oleh paraulama klasik dan kontemporer namun hal inilah yang kemudian pada titik inilahadanya perbedaan mengenai fiqh aqalliyat.

c. Bagian ketiga : Bin Bayyah memaparkan contoh-contoh yang di bolehkan terjadi dimasyarakat minoritas yang berada di negara Barat. Contoh ini juga hal-hal yang sudahdifatwakan oleh ECFR.

7.7.7.7. KRITIKKRITIKKRITIKKRITIK ANALISISANALISISANALISISANALISIS

Fiqh al Aqalliyat atau fiqh minoritas dibangun atas kebutuhan yang tidak mamputerjawab oleh pendekatan klasik. Oleh karena itu penggunakan Maqashid as Syariah sebagaimetode analisis dan pendekatan merupakan cara mendekatkan hukum islam secara lebihglobal tidak hanya sekedar membincangkan yang masih mikro. Dasar metodelogi inimempunyai pijakan yang kuat sebagai reinterpretasi terhadap dalil syar’I dengan keadaanmasyarakat modern yang selalu menuntuk serba cepat dalam menentukan keputusan yangbersifat keseharian dan kemasyarakatan. Pendekatan Maqashid as Syariah ini kemudianoleh bin Bayyah dikawinkan dengan keadaan masyarakat barat khususnya kehidupanmuslim yang minoritas. Bahkan untuk menguatkan pandangan sosio-historis dalam prosesmembaca eksistensi dan problematika masyarakat minoritas muslim di barat sehingga bisaterlihat posisi dan urgensi maqashid as syariah sebagai pengantar dan pendorong lahirnyafiqh aqalliyat24.

Bin Bayyah mencoba menghadirkan kondisi masyarakat islam minoritas baratdengan ragam problem permasalahan yang berkaitan dengan hukum islam sehingga beliaupun mengeluarkan fatwa sesuai dengan kondisi, kultur maupun corak pemahamanmayoritas barat. Dalam pendekatan sosiologi agama bisa saja berbeda dengan doktrin

agama yang diajarkan sebab dalam pendekatan ini bukan melihat agama sebagai benar dansalah melainkan mengkaji sejauhmana agama itu dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya.Bagi kalangan sosiolog jika pemeluk agama terbelakang dalam berbagai bidang maka takjarang disimpulkan sebagai agama orang-orang yang terbelakang25. Barangkali kaumtektual akan menghujad para sosiologi dengan ragam pendekatannya.

Terkait corak historis yang bin Bayyah hadirkan ia menghadirkan beberapapemikir/pendapat dari para ulama klasik terkait beberapa pandangannya mengenai fiqhminoritas. Maka corak pemikiran bin Bayyah yang awalnya lebih menggunakan pendekatanklasik kemudian bergeser seperti yang dialami para pendahulunya Thaha Jabir Alwani danYusuf Qardhawi. Lewat pendekatan historis maka segala peristiwa akan dilacak denganmemperhatikan unsur tempat waktu, objek, latar belakang maupun pelakunya. Pendekatanini mencoba membedah pola idealis kedalam pola realis. Dari keadaan ini kemudian akanterlihat pada titik mana akan terlihat kesenjangan dari keduanya. Oleh karena itu menurutKuntowijoyo pada dasarnya Al Qur’an berisi konsep-konsep dan kisah-kisah sejarahmaupun perumpaan. Jadi elaborasi sosio-historis akan cukup terasa dalam buku bin Bayyahini sehingga kita sedikit lebih lunak memahami gagasannya.

Selain menggunakan pendekatan Maqashid as Syariah dan sosio-historis dalam bukuini pula bin Bayyah juga menggunakan pendekatan antropologi—dan pereview lebihmemilih pendekatan antropologi. Pendekatan Antropologi dalam penelitian agamamerupakan salah upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaanyang tumbuh dan berkembang di masyarakat26. Melalui pendekatan ini agama bisa lebihdekat dengan masalah yang sedang dihadapi para umat dan berupaya memberikan jawabandan penjelasan melaui ilmu antropologi. Selaras dengan hal ini Dawan Rahardjo lebihmengutamakan pengamatan langsung dan parsipatoris sebab dari sinilah bisa dihasilkankesimpulan yang bersifat induktif setidaknya membebaskan diri dari kungkungan teoriformal yang pada dasarnya cukup abstrak27. Hal ini terlihat dengan terlibatnya Syaikh binBayyah di ECFR yang banyak mengeluarkan fatwa bagi muslim eropa.

Keberadaan fiqh al aqalliyat sebagi konsepsi fiqh yang baru juga mendapat sorotansalah satunya dari Hizbut Tahrir yang menganggap bahwa fiqh al aqalliyat sebagai bid’ahyang tercela sebab telah menundukkan hukum Tuhan dibawah kepentingan umum. Padahalyang seharusnya kepentingan umum haruslah tunduk pada hukum Tuhan. Dilain pihakseorang pemikir proresif islam modern Thariq Ramadlan menganggap fiqh al aqalliyatsebagai produk fiqh yang “tanggung”. Menurutnya, mau membawa hokum islam dalamwacana global tapi sisi lain tidak mau melepas ciri kearabannya28.

Menurut pemahaman pereview fiqh al aqalliyat/fiqh minoritas ini inginmenghadirkan islam dalam dataran ideologi sosial. Hal ini dilatar belakangi olehkonsekuensi fiqh minoritas ini yang dengan sengaja mengkompromikan diri dengan realitassocial yang ada tanpa harus membuat patron baru dalam dataran konsepsi fiqh klasiksecara ekstrem. Pendekatan maqashid as syariah lebih lentur dalam menganalisa keadaanrealitas masyarakat modern sehingga transformasi ideology social islam lebih terarahkearah tatanan yang ideal; rahmatan lil alamin bukan hanya rahmatan lil muslimin.

Kedepan pendekatan yang digunakan dalam fiqh minortitas akan tetap mengalamievolusi sesuai dengan perkembangan zaman dan ragam permasalahannya29. Terlebihselama ini ragam pendekatan yang dilakukan oleh sebagian besar pemikir dalam melakukantransformasi social dan perubahan social masih terkonsentrasi pada beberapa pemikirbarat30.

StrukturStrukturStrukturStruktur SosialSosialSosialSosial StrukturStrukturStrukturStruktur TeknikTeknikTeknikTeknik StrukturStrukturStrukturStruktur BudayaBudayaBudayaBudayaMarx Kelas, eksploitasi

dan alienasiKekuasaan kelasmelalui negara

Dominasi intelektualan, estetikadan nilai

Weber Dominasikekuasaan;kekuasaan kaum elit

Legitimasi simbolik Stratifikasi, akumulasikehormatan dan kemakmuran

Durkheim

Sentiment kolektif,nilai sosial

Difensiasi social danintensif

Kepemimpinan

Menurut Kuntowijoyo sampai saat ini teori sosial islam belum menemukan suatupenemuan yang distingtif mengenai perspektif teoritis islam tentang gejala kausalitasperubahan social. Dalam hal ini Kuntowijoyo malah menyatakan perspektif islam lebihdekat dengan paradigm Durkheim. Dalam struktur internal umat mula-mula ada yangdisebut dengan sentiment kolektif yang berdasarkan iman. Tauhid sebagai sistem nilai yangmenderivasi dengan iman timbullah jama’ah ataupun ummah. Sedangkan kepemimpinanterlembaga dalam bentuk kolektif seperti Kyai, Mufti atupun Mullah. Berangkat dari sinilahbarangkali Kuntowijoyo berhasil menelurkan Ilmu Sosial Propetik31.

Barangkali, pendekatan maqashid as syariah yang digunakan dalam fiqh al aqalliyatatau fiqh minoritas lebih diperluas lagi seperti menganalisis pendekatan ekonomi-politik.Alasannya, sebagian besar imigran yang melakukan ekspansi ke Negara-negara baratmencari kehidupan atau kesejahteraan yang lebih baik dari asal negaranya. Dan ekonomi-politik merupakan hal yang paling berpengaruh di barat baik di dataran teori, pendekatandan aplikasinya. Hemat pemahaman pereview sebenarnya pendekatan yang dilakukan olehbin Bayyah akan lebih menarik seandainya lebih diperluas dengan melakukan pendekatanmultidisipliner yang bisa ditinjau dari beberapa hal yang bisa kita pahami dan kita telitisecara lebih jauh. Dan kita pun bisa menganalisis hal-hal yang terjadi di kaumminoritas kitaterjadi di kalangan masyarakat muslim baik yang ada dibarat atau dibelahan dunia lainnya.

8.8.8.8. ASUMSIASUMSIASUMSIASUMSI POKOKPOKOKPOKOKPOKOK

Fiqh al aqalliyat sebagai bentuk fiqh yang lahir ditengah kebutuhan kaum minoritasmuslim di barat. Kebutuhan ini berangkali berangkat dari akumulasi pertentanganidealisme dan realita. Idealism untuk menjalankan ajaran islam secara utuh dan universalyang mengatur tatanan kehidupan manusia di muka bumi. Satu sisi agama menganjurkankepatuhan terhadap agama yang kemudian termanufestasikan dalam kumpulan hokumislam klasik. Namun disisi yang lain keadaan kultur dan kondisi yang jelas-jelas tak bisadipaksakan dengan penerapan fiqh klasik seakan menggiring kaum muslim minoritas dibarat teralienasi dari realitas sosialnya.

Ketika kaum minoritas diatas sudah mengalami alienasi dari realitas sosialnya maka,agama harus memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Dan keberadaan kaumminoritas minoritas di barat tidak sama dengan kondisi umat islam yang ada di timurtengah. Penerapan hokum islam di Negara-negara barat oleh kaum minoritas jelas tidaksegampang membalikkan telapak tangan terlebih pendekatan yang digunakan selama inimasih pendekatan klasik. Setidaknya ada 2 hal yang harus dihadapi32 ; pertama, merekakeluar dari Negara barat kemudian mencari Negara islam yang dianggap ideal dalammenerapkan hokum islam yang mereka pahami. Pendapat ini biasanya diambil olehkalangan yang masih mempersoalkan tentang Negara islam dan Negara perang. Madzhabkelompok ini mazhab Maliki yang mengharuskan diri untuk tinggal di negera islam demimenggapai keselamahan dunia dan akhirat ketimbang tinggal di Negara perang yang tidakmenerapkan syariat islam. Kedua, melakukan reinterpretasi hokum islam itu sendiri dengansemangat bahwa islam sesuai dengan tempat dan waktu serta kaidah hokum bisa berubahdengan perubahan waktu dan tergantung pada illatnya. Madzhab kelompok ini adalahhanafiyah, syafiiyah dan hanabilah yang tetap memperbolehkan kaum muslim tinggal diNegara non muslim/negera perang sepanjang tetap menjalankan ajaran agamanya. Danpendapat ini mengelaborasikan lebih lanjut bahwa dikotomi Negara islam dan negeraperang hanyalah teoritis di masa silam.

Fiqh minoritas sebagai sebuah bentuk metodologi yang lahir dari ijtihad para ulamaterkait permasalahan modern yang hadapi kaum minoritas di barat. Barangkali tak bisadilepaskan dari kontroversi dan penolakan atas metodelogi yang dipakai. Padahal disisi lainmetode ini tetap bisa dipertanggung jawabkan baik secara fiqh dan metodelogi ilmiah.Menurut bin Bayyah setidaknya dibutuhkan sebuah fondasi dan tujuan untuk bisa menelaahsecara lebih dalam hukum islam (fiqh). Dan tujuan fiqhminoritas ini adalah Pertama, tujuanumum, untuk melestarikan kehidupan keagamaan minoritas Muslim ditingkat individu danmasyarakat. Kedua, penyebaran Islam di kalangan mayoritas penduduk Barat. Padaakhirnya akan menyebabkan membangkitkan Islam di suatu negera (barat). Ketiga,membentuk dasar hubungan dengan yang lain di tengah status quo budaya daninternasional untuk terciptanya keadaan saling percaya dan menerima. Keempat,membangun fiqh komunal dalam kehidupan minoritas Muslim, yaitu, bergerak dariindividualitas kolektivitas. Sedangkan aturannya tidak memfokuskan diri untuk membuatkembali hokum baru melainkan hanya mencari hokum dan keadaan yang lebih dekatkeadan minoritas33.

9.9.9.9. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANPEMBACAPEMBACAPEMBACAPEMBACA

Keberadaan fiqh al aqalliyat atau fiqh minoritas sebagian ijtihad ulama kontemporerdalam menyelesaikan masalah yang belum ada ketentuan hukumnya dalam fiqh klasik. Fiqhminoritas ini bukan merupakan bagian fiqh yang secara mutlak terpisah dengan fiqh yangsudah melainkan hanya menjadikan maqashid as syariah sebagai pendekatan bukan hanyasebagai nilai agung dan suci yang kemudian hanya hadir dalam ruang kemapanankonsensus tanpa menyentuhkan dan menjawab permasalahan yang hadir dalam ruangrealitas. Barangkali untuk memudahkan kita dalam memahami kehadiran fiqh al aqaliiyatpereview gambarkan skema sesuai dengan pemahaman pereview.

Negara barat yang lahir bukan atas konsep negara teologi melainkan bagian sistemdemokrasi sekuler tidak bisa kita nafikan bahwa agama menjadi sesuatu yang terpisahdalam pola kesehariannya—termasuk dalam masalah hukum. Oleh karena itu kehadiranislam dengan pendekatan yang lebih humanistik tanpa menghadapkan ajaran agamadengan dengan realitas yang terjadi. Ajaran agama akan menjadi kering jika hanya dimaknaisebagai polesan lipstik (formal) tanpa menanamkan isensi luasnya ajran sebagai identitasyang damai. Pendekatan maqashid as syariah sebagai bagian ajaran islam yang luas justrumenjadi nilai yang bisa diterima oleh masyarakat barat. Dan hasilnya memberikan harapanbesar bagi masa depan kemanusiaan.

Ada fenomina menarik beberapa waktu yang lalu terkait dengan hadirnya Islamprogresif34 yang kemudian dianggap bagian dari kaum liberal. Dan terlebih masyarakatkhususnya indonesia seakan begitu alergi dengan “liberal” yang selalu berkonotasi

Konsep agung dansuci

Islam minoritas

Fiqh Tektual

Produk hukum yangdihasilkan berdasarkan

otoritas nash

Kadang kaku dalammenghadapimasalah kontemporer

Masih berada dalamdataran normatif

KKKKEEEEMMMMAAAASSSSLLLLAAAAHHHHAAAATTTTAAAANNNN

Indonesia ?Kaum minoritas diBarat

Berdasarkan nilaikemaslahatan berdasarkan

nilai tujuan dariagama/syariat

Luwes dalammenghadapimasalah-masalah kontemporer

Metodependekatan

Fiqh Kontesktual=

Fiqh al Aqalliyat

Inklusif danaplikati; HAM,Keadilan social,kebasan, gender,estetika, dll

ISLAM

Fiqh, Ijma dan Qiyas

Maqashid asy Syariah

perselingkuhan ajaran agama dengan kepentingan kaum barat, menafsirkan pemahamanagama atas kepentingan kemaslahatan umum. Padahal jika kita melihat jauh kedepan kitasudah terjebak pada kubangan konsensus (fiqh) yang dulunya hasil ijtihan ulama dijamannya ditelan mentah-mentah meski sekarang sudah ada pergeseran waktu, tempat dankondisi yang tak menutup kemungkinan sudah ada banyak perubahan.

10.10.10.10. KONTRIBUSIKONTRIBUSIKONTRIBUSIKONTRIBUSI

Karya bin Bayyah ini cukup memberikan banyak kontribusi terhadap khazanahpemikiran hokum islam dan kepastian hokum islam dikalangan islam minoritas di barat.Buku ini cukup baik dalam mencacah pemikiran klasik dan fenomena masyarakat modern.Terlepas dari berbagai kontroversi mengenai pendekatan maqashid as syariah dalammetodologi fiqh al aqalliyat oleh kalangan pengikut ulama klasik. Bin Bayyah hadir dariorang yang dahulunya berfikir klasik kemudian bertranformasi menjadi pemikir islamkontemporer yang bisa terbantahkan sejalan dengan pemikiran Yusuf Qardhawi dan ThahaJabir Alwani.

Buku ini berupa untuk menjawab fenomena umat islam yang minoritas dibaratdiantaranya mengenai; pertama, permasalahan dalam ibadah mahdhoh. Kedua, fiqhkeluarga. Ketiga, dalam kaitan bermuamalah. Ketiga, hal ini sepertinya menjadi objek kajianbin Bayyah termasuk penulis lain yang pernah membahas masalah fiqh al aqalliyat.

11.11.11.11. KRITIKKRITIKKRITIKKRITIK TERHADAPTERHADAPTERHADAPTERHADAPBUKUBUKUBUKUBUKU

Pereview sebenarnya tidak mempunyai banyak kritik terhadap buku yang direviewini mengingat pereview masih terbilang belum menguasai secara utuh fiqh al aqalliyat.Namun, sepanjang yang pereview pahami buku ini merupakan kelanjutan dari buku-bukuyang sudah hadir sebelumnya seperti karya Thaha Jabir Alwani dan Yusuf Qardhawi.Barangkali pereview akan mencantumkan kritik dan saran dari pihak lain selain yang sudahdisampaikan pada kritik analisis (point 7).

Ahmad Imam Mawardi memberikan kritik bahwa buku bin Bayyah ini dapat dianggap cukup komprehensif dalam mengkaji fiqh al-aqalliyat, mulai dari kajian istilah,metodologi, hubunganya dengan mashlahah dan maqashid al-syari’ah. Dan contoh-contohfatwa fiqh al-aqalliyat yang di keluarkan ECFR (European Council for Fatwa and Research).Bagi Mawardi buku bin Bayyah ini memang menjelaskan hubungan antara hukum Islam dankemashlahatan, namun masih belum menjelaskan secara utuh tentang bagaimana tata kerjamaqashid al-syari’ah dalam perumusan fiqh al-aqalliyat35. Dalam kritiknya ini Mawardimemberikan contoh pola kerja berfikir pendekatanmaqashid36

Abdul Moqsith Gazali salah seorang aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) memberikanpandangan untuk mengukuhkan kehadirn fiqh minoritas37. Pertama, fiqh minoritas harusberlandaskan pada pengalaman umat islam (masa mekkah) sebagai kaum minoritas. Sebabpada masa inilah focus pokok ajaran islam lahir; aqidah dan etika. Kedua, melakukanpenafsiran ulang pada hadis juga Al Qur’an. Fiqh minoritas merupakan pola fiqih yanginklusif sebab masyarakat barat membutuhkan fiqh yang pluralis. Ketiga, umat islam harusmengetahui batas-batas terjauh yang barangkali mustahil untuk diterobos. Hal ini terkaitsistem Negara barat yang sebagian besar sekuler sehingga tak bisa menerima formalisasiislam dan atau formalisasi hokum islam; qishash, potong tangan, rajam dan lainnya.Keempat, menyelesaikan masalah fiqh keseharian. Mulai dari dari ibadah mahdah sampaipada masalah makanan-minuman.

12.12.12.12. KUALITASKUALITASKUALITASKUALITASBUKUBUKUBUKUBUKU

Shina’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyat sebagai buku yang lahir untuk menjawabpermasalahan kontemporer buku cukup menarik untuk mencari benang merah antarapendekatan fiqh klasik dan fiqh modern/fiqh minoritas. Pereview sedikit mengalamikesusahan untuk mencari refrensi lain mengingat kajian ini masih terbilang baru. Danterlebih buku Bin Bayyah ini belum ada terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan bahasainggris. Bantuan lain yang bisa diperoleh hanya melalui internet khususnya web resmi BinBayyah.

13.13.13.13. FIQHFIQHFIQHFIQH ALALALAL AQALLIYATAQALLIYATAQALLIYATAQALLIYATDIDIDIDI INDONESIAINDONESIAINDONESIAINDONESIA

Indonesia sebagai Negara yang penduduknya terbesar di dunia cukup penting dalamekskalasi perkembangan masyarakat islam dunia. Dalam konteks ini bisa kita pahamibahwa islam bisa hidup secara beriringan dengan masyarakat yang sangat plural dari segietnis, budaya maupun keyakinannya. Oleh karena itu, keberadaan islam di Indonesiabarangkali bisa dikita klaim sebagai sebuah perpaduan yang apik antara islam dan

pluralism masyarakat. Keberadaan umat islam Indonesia yang plural dan letak geografisyang menyebar lewat ribuan pulau memberikan banyak pengaruh terciptanya banyakperbedaan dan sudut pandang termasuk dalam pemahaman keagamaan meski sampai saatini mayoritas masih Mazhab Syafi’iyah.

Keberadaan umat islam yang berada dalam komunitas etnis dan kultur yang berbedadi beberapa daerah tak jarang menimbulkan friksi di dalam komunitas masyarakat. Salahsatunya, di daerah NTT, Manado, Bali, Papua dan lainnya terkadang menimbulkan beberapakesusahan dalam menerapkan ajaran islam. Terlebih, sampai saat ini belum ada konsep fiqhyang digagas oleh pengikut fiqh al aqalliyat ini di Indonesia baik JIL dan Ahmad ImamMawardi masih banyak memberikan contoh yang ada di negara barat.

Kajian fiqh minoritas ini akan menjadi benang merah atas konflik horizontal yangmengatasnamakan agama. Sehingga maqashid asy syariah bisa difahami sebagai sebuahbentuk pendekatan yang humanis. Selain bisa memberi jawaban atas pertanyaan bagi kaummuslim minoritas di beberapa daerah fiqih al aqalliyat ini juga memberi angina segarterhadap jama’ah Ahmadiyah dan beberapa aliran keagamaan yang belakangan dianggapsesat. Konflik horizontal ini ternyata tidak saja hadir lewat intimidasi dari perbedaan agamamelainkan juga perbedaan pemahaman penafsiran agama.

14.14.14.14. BISAKAHBISAKAHBISAKAHBISAKAH INDONESIAINDONESIAINDONESIAINDONESIAMENGGAGASMENGGAGASMENGGAGASMENGGAGAS FIQHFIQHFIQHFIQHALALALAL AQALLIYATAQALLIYATAQALLIYATAQALLIYAT

Sepanjang pemahaman pereview fiqh minoritas bisa dilakukan di Indonesia. Hal iniuntuk mengakomodir fleksibelitas dalam menjalankan ajaran agama. Misalnya, shalatjum’at bagi kalangan Mazhab Syafi’I yang mengharuskan diikuti oleh sekurang-kurangnya40 orang. Jelas pemahaman konsep ini akan terasa cukup kaku untuk diterapkan ditengahlingkungan minoritas seperti di daerah NTT, Papua, Manado dan daerah lainnya yang islammenjadi kaum minoritas. Dan dapat dipastikan pelaksanaan shalat jum’at tidak akanterlaksana mengingat kurangnya jama’ah yang mengikuti. Meski masyarakat Indonesiamayoritas bermazhab Syafi’iyah.

Melihat situasi keberagaman masyarakat Indonesia yang sangat plural memangsudah saatnya gagasan tentang hadirnya fiqh al aqalliyat di munculkan denganmenghadirkan problematika keberagamaan, ekonomi, politik dan sosialnya dikalanganmasyarakat yang minoritas. Pemahaman minoritas atas hak-hak hokum seperti yangdisampaikan Salah Sultan pada pembahasan yang sebelumnya cukup menjadi dasar atashadirnya fiqh minoritas dikalangan masyarakat Indonesia.

Sebenarnya, Indonesia juga mempunyai landasan yang kuat yakni tentangkeberadaan Panca Sila sebagai dasar Negara juga mengakui tentang keberagaman budaya,agama, etnis dan lainnya yang tertuang dalam Bhinneka Tunggal Ika. Maka, barangkaliperayaan nyepi yang terjadi beberapa waktu lalu yang bertepatan dengan hari Jumatberjalan dengan lancar tanpa ketergangguan dalammenjalankan perintah agama.

Walaupun hari raya nyepi umat hindu tahun 2012 ini bertepatan dengan hari jum`atumat Hindu di Bali memberikan keluasan kepada umat islam khususnya untukmelaksanakan shalat jum`at bersama di Masjid sebagaimana biasanya walaupun

tolenransi sangat diharapkan seperti pengaturan pengeras suara dan pemakaiankendaraan bermotor ditiadakan. (sumbercara.co.cc38)

Pada kasus Hari Nyepi ini sebenarnya toleransi antar umat beragama sudahterbentuk. Diamana pada saat Hari Nyepi semua aktifitas diluar rumah ditiadakan dantidaknya adanya suara bising. Sedangkan umat islam membutuhkan pengeras suara dalammenyampai khotbah dan mengendarai motor. Dan tenyata, toleransi sudah terbangundengan sendirinya dikalangan masyarakat islam yang minoritas. Hanya, toleransi inimembutuhkan kepastian hokum yang jelas dalam islam agar tidak terjadi silang pendapatdikemudian hari.

15.15.15.15. KESIMPULANKESIMPULANKESIMPULANKESIMPULAN

Fiqh al al aqalliyat sebagai konsep fiqh kontemporer jelas memberikan angin segaruntuk bisa mengatahui kepastian hukum islam di kalangan islam miroritas di barat. Dankonsep fiqh ini tidak secara keseluruhan berbeda dengan fiqh yang ada selama inimelainkan hanya perbedaan pendekatan. Fiqh minoritas ini menjadi maqashid as syariahsebagai metodologi pendekatan.

Thaha Jabir Alwani dan Yusuf Qardhawi sebagai penggagas fiqh ini sampai BinBayyah jelas memberikan pendangan yang menarik sebab mereka awalnya juga lahir danpernah bergumul dengan pendekatan fiqh klasik yang akhirnya direkontruksi kembalidengan pendekatan fiqh yang lebih fleksibek dan lebih akomodatif dengan kondisi sosio-kultural yang terjadi dikalangan islam minoritas. Keberadaan fiqh al aqalliyat di Indonesiasampai saat ini belum ada yang membahasnya secara serius dan menyeluruh. Sebab contohyang seringkali dicontohkan masih berada di Negara barat. Kalaupun ada kekeluruan dankesalahan dalam review buku bin Bayyah ini, pereview meminjam ungkapan Bunda DorceGamalama “kesempurnaan milik Allah dan kekeliruan berasan berasal dari saya sendiri” .

Wallahu A’lam..

1 Kader IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Mantan Sekretaris Umum DPD IMM DIY2010/2012. Saat ini sedang nyantri di Pascasarjana UII dan berceloteh diBlognyawww.cakmakrus.cakmakrus.cakmakrus.cakmakrus.blogspot.com. Tulisan ini untuk diskusi tematik MIMMIMMIMMIM IndigenousIndigenousIndigenousIndigenous SchoolSchoolSchoolSchool 26Februari 2012.2 http://en.wikipedia.org/wiki/Abdallah_Bin_Bayyah diakses 24/2/2012 waktu 20.303 http://binbayyah.net/english/bio/ diakses 24/2/2012 waktu 20.464 Ibid.5 Lengkapnya tentang Abdullah bin Bayyah bisa kunjungi situs diatas atauhttp://binbayyah.net6 Perbedaan penafsiran para ulama ini tidak hanya berada dalam masalah fiqh dan hadistmelainkan juga dalam menafsirkan Al Qur’an. Penafsiran itu dimungkinkan apabila tidak makahal tersebut akan bertentangan dengan bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk yang universal.Berlaku disegala tempat dan zaman. Selain itu bahasa juga alat komunikasi yang mengalamiperkembangan, kata mengalami perubahan arti berkali-kali atau memberikan kesan yangberubah dari waktu ke waktu. Sebagai simbul, kata-kata mewakili makna yang relatif dalamwaktu dan tempat. Lihat M. Dawam Rahardjo. Paradigma Al Qur’an Metodologi Tafsir dan KritikSosial. Jakarta. PSAP. 2005. Hal. 81

7http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/07/11/124151-saat-perkembangan-islam-berjalan-paling-pesat. Diakses 22/2/20128http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/02/27/m01ro4-lebih-baik-keluar-sekolah-dari pada-lepas-jilbab diakses 28/2/2012 Waktu 19.419http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/07/10/123988-survei-larangan-burka-prancis-setuju-as-menentang. Diakses 22/2/2012 waktu 06.04

10http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/07/09/123929-inilah-wajah-islam-dalam-survei-di-dunia-barat. Diakses 22/2/2012 waktu 06.30

11 Ahmad Imam Mawardi. Fiqh Minoritas. al-Aqalliyat dan Evolusi Maqashid Al-Syari’ah dariKonsep ke pendekatan. Yogyakarta. LKiS. 2010. hal. 42-4312 Thaha Jabir Alawani dan Yusuf Qardhawi. Karya terkait fiqh minoritas Thaha Jabir al Awani,Towards A Fiqh for Minorities; Some Basic Refleksion. Yusuf Qardhawi Fi Fiqh al Aqalliyyat alMuslimah. Kedua orang tokoh ini menjadi sorotan oleh beberapa kalangan ulama aliran klasik.Keduanya sama-sama lahir di timur tengah dan pernah aktif di organisasi tradisionalis.Sorotan terhadap keduanya terjadi karena ada pergeseran pemikirannya khususnya terkaitpandangan dan fatwanya terhadap kaum minoritas di barat yang banyak menggunakanpendekatan maqashid padahal dalam fatwa sebelumnya lebih mengedepankan pendekatantradisionalis. Kelompok Salafi bahkan menganggapnya melakukan pencemaran ataskemurnian islam.13 Ahmad ImamMawardi. Op.Cit. 43-4414 Ibid. 18-2015 Abdallah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah. Shina’ah al-Fatwa wa Fiqh al-Aqalliyyat.Lubnan, Beirut: Dar al-Minhaj. 2007. Hal. 79-10216 Ibid. 16117 Ibid. 16418 Amerika adalah Negara sekuler yang memisahkan agama dan Negara selain bukan Negarayang menggunakan sistem islam dalam pola pemerintahannya. Dalam hal ini pula para ulamaklasik berbeda pandangan.19 Ahmad ImamMawardi. Op.Cit. hal. 1120 Abdallah bin al-Syaikh al-Mahfuzh bin Bayyah. Op. Cit. Hal. 16521. Ibid. Hal. 16822 Hokum islam mengakui adat dan istiadat yang melekat dalam masyarakat sebagai sumberhokum. Pertama, urf tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadis ataupun ijma’ (consensuspara ulama). Kedua, urf tersebut konstan dan berlaku secara umum dalam masyarakat. LihatSyamsul Anwar. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalat.Jakarta. Rajawali Press. 2007. Hal. 2323 Ibid. hal. 228-46424 Ibid. Hal. 2925 Abuddin Nata.Metodelogi Studi Islam. Jakarta. Rajawali Pers. 2002. Hal 402-40326. Ibid. Hal. 3527 Terkadang manusia menempatkan jati dirinya bukan sebagai pelaku social yang aktif dalammenentukan alternative bermanfaat yang sesuai dengan tuntunan yang murni dan sesuaidengan norma agama. Dinamika aktifitasnya terseret oleh kehadiran perangkat-perngkat kerasyang justru menjadikan manusia sebagai insan yang kehilangan daya spiritual danmoralitasnya. Lihat. Abdul Wahid. Islam dan Idealitas Manusia. Yogyakarta Sipress.1997. hal.18228 Ahmad ImamMawardi. Op.Cit. hal. 11-1229 Tantangan dunia islam abad 21. Kaum muslimin yang kini tengah menghadapi tantanganberupa”pemutar-balikan” fakta dan data oleh pers barat. lebih-lebih yang berkaitan dengan

kepentingan dunia islam. Dalam perkembangan dua atau tiga tahun belakangan ini, baratmemprediksi bahwa akan berhadapan dengan islam. Islam mempunyai prinsip tidak maubertengkar tetapi dunia barat terus menekan dunia islam secara “skenariotik”. Sengajamenciptakan konflik di dunia islam. Lihat. Muhammad Azhar. Wawasan Sosial Politik IslamKontekstual. Yogyakarta. UPFE UMY. 2005. Hal. 267-26930 Kontowijoyo. Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi. Jakarta. Mizan. Hal 340-341.31 Ilmu Sosial Propotik (ISP) Kuntowijoyo setidaknya menitik beratkan pada tiga hal yakitutransindensi, humanisasi dan liberasi32 Ahmad ImamMawardi. Op.Cit. hal. 11133 http://binbayyah.net/english/2012/02/20/on-the-fiqh-of-muslim-minorities/ diakses 27/2/2012waktu 20.5634 Salah satu ciri islam progresif. Pertama, rantai gerakan nasional yang menentangmodernisasi yang mengarah kepada dependensi dan pengisapan asing terhadap kekayaannasional. Kedua, menentang kebijakan teknokratis yang memberangus pluralisme pemikiran,politik dan ideologi. Ketiga menuntut dihentikannya sikap dan pergerakan yang pasrahmenerima saja wacana keislaman yang hegemonik; wacana islam yang seharusnya dikritisi,direvisi ulang dan didiskusikan muatan primer dan sekundernya. Shalahuddin Jursy.Membumikan Islam Progresif. Jakarta. Paramadina.2000. hal. Xxv-xxxi35 Ahmad ImamMawardi. Op.Cit. hal. 3436 Ibid. Hal. 23937 http://islamlib.com/id/artikel/minoritas-muslim-perlu-fikih-minoritas diakses 27/2/2012 waktu21.04

38 http://www.sumbercara.co.cc/2012/03/nyepi-di-bali-2012-hari-jumat-muslim.html diakses2/4/2012 waktu 04.03