hadits dari segi kuantitas kualitas

30
PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUANTITAS DAN KUALITAS HADITS MAKALAH DIPRESENTASIKAN PADA KULIAH STUDY AL-HADITS DOSEN PEMBIMBING PROF. DR. H. SULAIMAN ABDULLAH OLEH : BENPANI

Upload: iwan-riezwan-coezmiaty

Post on 13-Aug-2015

81 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI

KUANTITAS DAN KUALITAS HADITS

MAKALAH

DIPRESENTASIKAN PADA KULIAH

STUDY AL-HADITS

DOSEN PEMBIMBING

PROF. DR. H. SULAIMAN ABDULLAH

OLEH :

BENPANI

KONSENTRASI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Page 2: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

TAHUN 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan kekuatan lahir bathin makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan

salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini membahas “Pembagian hadits dari Segi Kuantitas dan

Kualitas hadits” yang menjadi tugas bagi mahasiswa Pasca Sarjana IAIN STS

Jambi dalam mata kuliah Study Al-Hadits pada Prodi konsentrasi Kurikulum

Pendidikan Islam yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Sulaiman Abdullah

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan

kekhilafan. Oleh karena itu kepada semua pembaca dan pakar dimohon saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

kepada semua pihak yang telah memberikan saran dan kritik demi

sempurnanya makalah ini, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat.

Amin yan Rabbal ‘Alamin

Page 3: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian

tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali

bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk

dibahas dan dipelajari, terutama masalah ilmu hadits.

Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak

dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah

melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan

berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya hadits

ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas

sanad dan matan.

Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada bahasan

ini hnya akan membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi

kualitas hadits saja.

B. Rumusan Masalah

1. Pembagian Hadits dari segi kuantitas perawi

2. Pembagian hadits dari segi kualitas

Page 4: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembagian Hadits sari segi Kuantitas Perawi

Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau

dari aspek kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara

mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits

mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada juga yang menbaginya menjadi dua, yakni

hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama golongan pertama, menjadikan

hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke dalam hadits ahad,

ini dispnsori oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakr Al-

Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh

sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun).

Menurut mereka, hadits masyhur bukan merupakan hadits ynag berdiri

sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian hadits ahad. Mereka membagi

hadits ke dalam dua bagian, yaitu hadits mutawatir dan ahad.1

1. Hadits Mutawatir

a. Pengertian Hadits Mutawatir

Secara etimologi, kata mutawatir berarti : Mutatabi’ (beriringan

tanpa jarak). Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang

diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan,

mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. Periwayatan seperti itu terus

menerus berlangsung, semenjak thabaqat yang pertama sampai thabaqat

yang terakhir.

Dari redaksi lain pengertian mutawatir adalah :

1 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta, Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 86.

Page 5: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

ان� مـا و�س� ع�ن� ك��� ر� م�ح�س��� ب��� �خ� ه� أ ج�م�ـ��اع�ة� ب���

�لـغ�و�ا ة� ف�ى ب �ر� �لكـث �غـا ا �ل �ل� م�ب ي �ح� �لع�اد�ة� ت �و�اط�ؤ�ه�م� ا ت

�لكـ�ذ�ب� ع�لـى اHadits yang berdasarkan pada panca indra (dilihar atau didengar)

yang diberitakan oleh segolongan orang yang mencapai jumlah banyak yang mustahil menurut tradisi mereka sepakat berbohong.2

Ulama mutaqaddimin berbeda pendapat dengan ulama muta’akhirin

tentang syarat-syarat hadits mutawatir. Ulama mutaqaddimin berpendapat

bahwa hadits mutawatir tidak termasuk dalam pembahasan ilmu isnad al-

hadits, karena ilmu ini membicarakan tentang shahih tidaknya suatu

khabar, diamalkan atau tidak, adil atau tidak perawinya. Sementara dalam

hadits mutawatir masalah tersebut tidak dibicarakan. Jika sudah jelas

statusnya sebagai hadits mutawatir, maka wajib diyakini dan diamalkan.3

b. Syarat Hadits Mutawatir

1) Hadits Mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah

besar perawi, dan dapat diyakini bahwa mereka tidak mungkin sepakat

untuk berdusta. Ulama berbeda pendapat tentang jumlah minimal

perawi. Al-Qadhi Al-Baqilani menetapkan bahwa jumlah perawi hadits

mutawatir sekurang-kurangnya 5 orang, alasannya karena jumlah Nabi

yang mendapat gelar Ulul Azmi sejumlah 5 orang. Al-Istikhari

menetapkan minimal 10 orang, karena 10 itu merupakan awal bilangan

banyak. Demikian seterusnya sampai ada yang menetapkan jumlah

perawi hadits mutawatir sebanyak 70 orang.

2) Adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqat

pertama dan thabaqat berikutnya. Keseimbangan jumlah perawi pada

setiap thabaqat merupakan salah satu persyaratan.

3) Berdasarkan tanggapan pancaindra

2 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (cetakan ke 4) Jakarta: Amazon, 2010. hlm. 131.3 M. Noor Sulaiman. Loc.cit., hlm 86.

Page 6: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Berita yang disampaikan para perawi harus berdasarkan

pancaindera. Artinya, harus benar-benar dari hasil pendengaran atau

penglihatan sendiri. Oleh karena itu, apabila berita itu merupakan hasil

renungan, pemikiran, atau rangkuman dari suatu peristiwa lain, atau

hasil istinbath dari dalil yang lain, maka tidak dapat dikatakan hadits

mutawatir.4

c. Macam-macam mutawatir

Hadits mutawatir ada tiga macam, yaitu :

1) Hadits mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan

dengan lafaz dan makna yang sama, serta kandungan hokum yang

sama, contoh :

و�ل� قـال� س� �ه� الله ر� �ي 6م� ع�ل ل �ذ�ب� م�ن� و�س� �ي6 ك � ع�ل �و6أ �ب �ت �ي فـل

6ار� م�ن� م�ق�ع�د�ه� النRasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ini sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di atas api neraka.

Menurut Al-Bazzar, hadits ini diriwayatkan oleh 40 orang

sahabat. Al-Nawawi menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh

200 orang sahabat.

2) Hadits Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits mutawatir yang

berasal dari berbagai hadits yang diriwayatkan dengan lafaz yang

berbeda-beda, tetapi jika disimpulkan, mempunyai makna yang sama

tetapi lafaznya tidak. Contoh hadits yang meriwayatkan bahwa Nabu

Muhammad SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a.

وس��لم عليه صلى الله رسول رفع م مسى ابو قال

إال دعائ��ه من ش��ئ فى ابط��ه بياض رؤي حتى يديه

ومسلم( البخارى )رواه اإلستسقاء فى

4 Ibid, hlm. 88

Page 7: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak pernah mengangkat kedua tangannya dalam berdo’a hingga nampak putih kedua ketiaknya kecuali saat melakukan do’a dalam sholat istisqo’ (HR. Bukhori dan Muslim)

3) Hadits Mutawatir ‘Amali, yakni amalan agama (ibadah)

yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh

para sahabat, kemudian diikuti lagi oleh Tabi’in, dan seterusnya,

diikuti oleh generasi sampai sekarang. Contoh, hadits-hadits nabi

tentang shalat dan jumlah rakaatnya, shalat id, shalat jenazah dan

sebagainya. Segala amal ibadah yang sudah menjadi ijma’ di kalangan

ulama dikategorikan sebagai hadits mutawatir ‘amali.

Mengingat syarat-syarat hadits mutawatir sangat ketat, terutama hadits

mutawatir lafzhi, maka Ibn Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits

mutwatir lafzhi tidak mungkin ada. Pendapat mereka dibantah oleh Ibn

Shalah. Dia menyatakan bahwa hadits mutawatir (termasuk yang lafzhi)

memang ada, hanya jumlahnya sangat terbatas. Menurut Ibn Hajar Al-

Asqolani, Hadits mutawatir jumlahnya banyak, namun untuk mengetahuinya

harus dengan cara menyelidiki riwayat-riwayat hadits serta kelakuan dan sifat

perawi, sehingga dapat diketahui dengan jelas kemustahilan perawi untuk

sepakat berdusta terhadap hadits yang diriwayatkannya.

Kitab-kitab yang secara khusus memuat hadits-hadits mutawatir adalah

sebagai berikut :

1) Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Mutawatirah, yang dsusun

oleh Imam Suyuthi. Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib, kitab ini

memuat 1513 hadits.

2) Nazhm Al-Mutanatsirah min Al- Hadits al Mutawatir yang

disusun oleh Muhammad bin Ja’far Al-Kattani (w. 1345 H)5

2. Hadits Ahad

5 Ibid. Hlm. 91

Page 8: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata wahid berarti

“satu” jadi, kara ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu sampai

sembilan. Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan oleh

orang perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup syarat

untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits ahad

adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan mutawatir.6

Ulama ahli hadits membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan

ghairu masyhur. Hadits ghairu masyhur terbagi menjadi dua, yaitu aziz dan

ghairu aziz.

A. Hadits Masyhur

Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan

popular”. Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain :

و�اه� �ه� م�ن� مـ��ار� اب ح� د�دS الص��6 غ� ال ع��� �ل��� �ب د6 ي �ر ح��� ����و�ات د� ت �ع��� ب

�ه� اب �ع�د�ه�م� و�م�ن� الص6ح� ب“Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.”

Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits

masyhur yang berstatus shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits

shahih baik sanad maupun matannya. Seperti hadits ibnu Umar.

�ذ�ا �م� ا �لج�م�ع�ه� ج�اء�ك ل� ا �غ�س� �ي ف�ل“Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.”

Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang

memenuhi ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad

maupun matannya. Seperti hadits Nabi yang berbunyi:

� ر� ال � ض�ر� ار� و�ال ض��ـر�6 Ibid. Hlm. 90

Page 9: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

“tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.”

Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak

memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun

pada matannya, seperti hadits :

� ط�ل�ب� �م �لع�ل �ض���هS ا �ل] ع�ـ�ل�ي ف�ر�ي � ك �م ل م�س�

�م�����ه� ل و�م�س� “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”

Dilihat dari aspek yang terakhir ini, hadits masyhur dapat

digolongkan kedalam :

1) Masyhur dikalangan ahli hadits, seperti hadits yang

menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca do’a qunut sesudah

rukuk selama satu bulan penuh berdo’a atas golongan Ri’il dan

Zakwan. (H.R. Bukhari, Muslim, dll).

2) Masyhur dikalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama

dalam bidang keilmuan lain, dan juga dikalangan orang awam,

seperti :

�م� ل �لم�س� �م� م�ن� �ا �����ل �م�و�ن� س� ل �لم�س� م�ن� ا

�ه� و�يد�ه� ل�س��ـ�ان3) Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti :

�ه�ي و�ل� ن س��� ل6ي الل��ه� ر� �������ه� الل��ه� ص��� �ي ع�ل

6م� ل �ع� ع�ن� و�س� �ي ر� ب �لغ�ر� ا“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.”

Page 10: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

4) Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh, seperti :

�ذ�ا �م� ا �م� ح�ك �لح�اك �م6 ا �ه�د� ث ت ص�اب� اج�� ف����أ

ان� ف�لـ��ه� ر� �ج��� �ذ�ا أ �������م� و�ا د� ح�ك �ه��� ت ف�اج�

�م6 � ث �خ�����ط�أ �ج�رS ف�لـه� أ أ“Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala Ijtihad).

5) Masyhur dikalangan ahli Sufi, seperti :

�ت� �ن ا ك �ز� �ن cا ك �ت� م�خ�ف�ي �ب ب ح�� �ن� ف�أ ر�ف� أ �ع��� أ

�ق� ف�خ�لـق�ت� ل �لخ� ف�و�ن�ي ف�ب�ي ا ع�ر�“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku

6) Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan,

“Kami orang-orang Arab yag paling fasih mengucapkan “(dha)”

sebab kami dari golongan Quraisy”.7

B. Hadits Ghairu Masyhur

Ulama ahli hadits membagi hadits ghairu masyhur menjadi dua

yaitu, Aziz dan Gharib. Aziz menurut bahasa berasal dari kata azza-yaizu,

artinya “sedikit atau jarang”. Menurut istilah hadits Aziz adalah hadits

yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua tingkatan

sanad.”

7 Ibid. hlm. 93

Page 11: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Menurut Al-Thahhan menjelaskan bahwa sekalipun dalam sebagian

Thabaqat terdapat perawinya tiga orang atau lebih, tidak ada masalah, asal

dari sekian thabaqat terdapat satu thabaqat yang jumlah perawinya hanya

dua orang. Oleh karena itu, ada ulama yang mengatakan bahwa hadits

‘azaz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua atau tiga orang perawi.”

Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa suatu hadits dapat

dikatakan hadits Aziz bukan hanya yang diriwayatkan dua orang pada

setiap tingkatnya, tetapi selagi ada tingkatan yang diriwayatkan oleh dua

rawi, contoh hadits ‘aziz :

� �ؤ�م�ن� ال �م� ي �ح�د�ك �و�ن� ح�ت6ي أ ك� �ح�ب6 أ �ه� أ �ي �ل إ

������د�ه� م�ن� �����6اس� و�و�ل�ـ����د�ه� و�ال و�الن�

�ن� �ج�م�ع�ي أ“tidak beriman seorang di antara kamu, sehingga aku lebih

dicintainya dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya, dan semua manusia,” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Adapun hadits Gharib, menurut bahasa berarti “al-munfarid”

(menyendiri). Dalam tradisi ilmu hadits, ia adalah “hadits yang

diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam

meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya maupun selainnya”.

Menurut Ibnu Hajar yang dimaksud dengan hadits gharib adalah

“hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam

meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.

Penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadits itu bias berkaitan

dengan personalitasnya, yakni tidak ada yang meriwayatkannya selain

perawi tersebut, atau mengenai sifat atau keadaan perawi itu sendiri.

Maksudnya sifat dan keadaan perawi itu berbeda dengan sifat dan kualitas

perawi-perawi lain, yang juga meriwayatkan hadits itu. Disamping itu,

Page 12: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

penyendirian seorang perawi bias terjadi pada awal, tengah atau akhir

sanad.

B. Pembagian hadits dari segi Kualitas

Sebagiamana telah dikemukakan bahwa hadits muatawatir

memberikan penertian yang yaqin bi alqath, aritnya Nabi Muhammad benar-

benar bersabda, berbuat atau menyatakan taqrir (persetujuan) dihadapan para

sahabat berdasarkan sumber-sumber yang banyak dan mustahil mereka

sepakat berdusta kepada Nabi. Karena kebenarannya sumbernya sungguh telah

meyakinkan, maka dia harus diterima dan diamalkan tanpa perlu diteliti lagi,

baik terhadap sanadnya maupun matannya. Berbeda dengan hadits ahad yang

hanya memberikan faedah zhanni (dugaan yang kuat akan kebenarannya),

mengharuskan kita untuk mengadakan penyelidikan, baik terhadap matan

maupun sanadnya, sehingga status hadits tersebut menjadi jelas, apakah

diterima sebagai hujjah atau ditolak.

Sehubungan dengan itu, para ulama ahli hadits membagi hadits dilihat

dari segi kualitasnya, menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih, hadits hasan,

dan hadits dhaif.

1. Hadits shahih

Menurut bahasa berarti “sah, benar, sempurna, tiada celanya”. Secara

istilah, beberapa ahli memberikan defenisi antara lain sebagai berikut :

Menurut Ibn Al-Shalah, Hadits shahih adalah “hadits yang

sanadnya bersambung (muttasil) melalui periwayatan orang yang adil

dan dhabith dari orang yang adil dan dhabith, sampai akhir sanad tidak

ada kejanggalan dan tidak ber’illat”.

Menurut Imam Al-Nawawi, hadits shahih adalah “hadits yang

bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi

dhabith, tidak syaz, dan tidak ber’illat.”

Dari defenisi diatas dapat dipahami bahwa syarat-syarat hadits

shahih adalah : 1) sanadnya bersambung, 2) perawinya bersifat adil, 3)

perawinya bersifat dhabith, 4) matannya tidak syaz, dan 5) matannya tidak

mengandung ‘illat.

Page 13: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

2. Hadits Hasan

a. Pengertian

dari segi bahasa hasan dari kata al-husnu (الحسن ) bermakna al-

jamal (الجمال) yang berarti “keindahan”. Menurut istilah para ulama

memberikan defenisi hadits hasan secara beragam. Namun, yang lebih

kuat sebagaimana yang dikemukan oleh Ibnu hajar Al-Asqolani dalam An-

Nukbah, yaitu :

�ر� ب اد� و�خ� �آلح� �ق�ل� ا �ن امh ع�د�ل� ب �ط� ت��� ب الض��6

6ص�ل� �د� م�ت ن �ر� الس6 6ل� غ�ي � م�ع�ل اذk و�ال و� ش� ه���

�ح� ي اء�ن� الص6ح� ه�. ف�� �ذ�ات�� ف6 ل �ط� خ�� ب الض��

ن� �ح�س� �ه� ف�ل �ذ�ات ل

khabar ahad yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna kedhabitannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat, dan tidak ada syaz dinamakan shahih lidztih. Jika kurang sedikit kedhabitannya disebut hasan Lidztih.

Dengan kata lain hadits hasan adalah :

6ص�ل� م�ا ه�و� �د�ه� ات ن �ق�ل� س� �ن �لع�د�ل� ب oذ�ي ا ال

�ط�ه� ق�ل6 6 ض�ب ذ�و�ذ� م�ن� و�خ�ال h6ه� الش �لع�ل و�ا

Hadits hasana adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan (syaz) dan tidak ‘illat.

Page 14: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Criteria hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih.

Perbedaannya hanya terletak pada sisi kedhabitannya. Hadits shahih ke

dhabitannya seluruh perawinya harus zamm (sempurna), sedangkan dalam

hadits hasan, kurang sedikit kedhabitannya jika disbanding dengan hadits

shahih.8

b. Contoh hadits Hasan

hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu

Hibban dari Al-Hasan bin Urfah Al-Maharibi dari Muhammad bin Amr

dari Abu salamah dari Abi Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda :

ار� �ع�م���� �م6ت�ي أ ا ا �ن� م���� �ي �ن� ب ]ي ت �لي� الس���] ا

�ن� �ع�ي ب hه�م� الس6 ق�ل� �ج�و�ز� م�ن� و�أ �ك� ي ذ�ال

“Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi

demikian itu.

c. Macam-macam Hadits Hasan

Sebagaimana hadits shahih yang terbagi menjadi dua macam,

hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan

hasan lighairih.

Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya,

karena telah memenuhi segala criteria dan persyaratan yang

ditemukan. Hadits hasan lidzatih ebagaimana defenisi penjelasan

diatas.

Sedangkan hadits hasan lighairih ada beberapa pendapat

diantaranya adalah :

8 Loc.cit. Abdul Majid Khon, hlm. 159.

Page 15: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

�ث� ه�و� �لح�د�ي �ف� ا ع�ي �ذ�ا الض��6 و�ي� ا م�ن� ر�

�ق� �خ�ر�ي ط�ر�ي �ه� أ �ل و� م�ث� �ق�و�ي أ �ه� أ م�ن

“adalah hadits dhaif jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.

و� �ف� ه��� ع�ي �ذ�ا الض��6 د6د�ت� ا �ع��� ه� ت ق��� ط�ر�

�ن� و�لـ��م� �ك �ب� ي ب ع�ف�ه� س��� ق� ض��� ف�س���

او�ي �ه� الر6 �ذ�ب و�ك� أ

“adalah hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedhaifan bukan karena fasik atau dustanya perawi.

Dari dua defenisi diatas dapat dipahami bahwa hadits dhaif

bias naik manjadi hasan lighairih dengan dua syarat yaitu :

1) Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang

seimbang atau lebih kuat.

2) Sebab kedhaifan hadits tidak berat seperti dusta dan

fasik, tetapi ringan seperti hafalan kurang atau terputusnya sanad

atau tidak diketahui dengan jelas (majhul) identitas perawi.

d. Kehujjahan hadits Hasan

Hadits hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah

hadits shahih. Semua fuqaha sebagian Muhadditsin dan Ushuliyyin

mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang sangat ketat

dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan

sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih

Page 16: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

(mutasahilin) memasukkan kedalam hadits shahih, seperti Al-Hakim,

Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.

3. Hadits Dhaif

a. Pengertian

Hadits Dhaif bagian dari hadits mardud. Dari segi bahasa dhaif (

(الض��عيف berarti lemah lawan dari Al-Qawi (الق��وي) yang berarti kuat.

Kelemahan hadits dhaif ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi

criteria hadits kuat yang diterima sebagian hujjah. Dalam istilah hadits dhaif

adalah :

و� ا ه��� �م� م��� ع� ل �ج�م��� ف�ه� ي ن� ص��� �ح�س��� د� ال �ف�ق��� ب

ط� ر� و�ط�ه� م�ن� ش� ر� ش�Adalah hadits yang tidak menghimpun sifat hadits hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Atau defenisi lain yang bias diungkapkan mayoritas ulama :

�م� م�ا ه�و� �ج�م�ع� ل �ح� ص�ف�ه� ي ي ن� الص6ح� �لح�س� و�اHadits yang tidak menghimpun sifat hadits shahih dan hasan.

Jika hadits dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi sebagain atau

semua persyaratan hadits hasan dan shahih, misalnya sanadnya tidak

bersambung (muttasshil), Para perawinya tidak adil dan tidak dhabith, terjadi

keganjilan baik dalam sanad aau matan (syadz) dan terjadinya cacat yang

tersembunyi (‘Illat) pada sanad atau matan.9

b. contoh hadits dhaif

hadits yang diriwayatkan oleh At-Tarmidzi melalui jalan hakim Al-

Atsram dari Abu Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW

bersabda :

9 Ibid. hlm. 164

Page 17: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

�ت�ي و�م�ن� �ض�ا أ �ه� ح�ائ أ و�ام�ر�� ر� م�ن� أ و� د�ب���

� أ

�ا �اه�ن �ف�ر� ف�ق�د� ك �م�ا ك �ز�ل� ب �ن م�ح�م6د� ع�ل�ي اbarang siapa yang mendatang seorang wanita menstruasi (haid)

atau pada dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka dia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam sanad hadits diatas terdapat seorang dhaif yaitu Hakim Al-

Atsram yang dinilai dhaif oleh para ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam

Thariq At- Tahzib memberikan komentar : �ه� ]نS ف�ي �ي ل padanya

lemah.

c. Hukum periwayatan hadits dhaif

Hadits dhaif tidak identik dengan hadits mawdhu’ (hadits palsu).

Diantara hadits dhaif terdapat kecacatan para perawinya yang tidak terlalu

parah, seperti daya hapalan yang kurang kuat tetapi adil dan jujur.

Sedangkan hadits mawdhu’ perawinya pendusta. Maka para ulama

memperbolehkan meriwayatkan hadits dhaif sekalipun tanpa menjelaskan

kedhaifannya dengan dua syarat, yaitu :

1) tidak berkaitan dengan akidah seperti sifat-sifat Allah

2) Tidak menjelaskan hokum syara’ yang berkaitan dengan halal dan

haram, tetapi, berkaitan dengan masalah maui’zhah, targhib wa

tarhib (hadits-hadits tentang ancaman dan janji), kisah-kisah, dan

lain-lain.

Dalam meriwayatkan hadit dhaif, jika tanpa isnad atau sanad

sebaiknya tidak menggunakan bentuk kata aktif (mabni ma’lum) yang

meyakinkan (jazam) kebenarannya dari Rasulullah, tetapi cukup

menggunakan bentuk pasif (mabni majhul) yang meragukan (tamridh)

misalnya : و�ي� �ق�ل� ,diriwayatkan ر� �م�ا ,dipindahkan ن و�ي� ف�ي �ر� ي

Page 18: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

pada sesuatu yang diriwayatkan dating. Periwayatan dhaif dilakukan

karena berhati-hati (ikhtiyath).

d. Pengamalan hadits dhaif

Para ulama berpendapat dalam pengamalan hadits dhaif. Perbedaan itu dapat

dibagi menjadi 3 pendapat, yaitu :

1) Hadits dhaif tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam

keutamaan amal (Fadhail al a’mal) atau dalam hokum sebagaimana yang

diberitahukan oleh Ibnu sayyid An-Nas dari Yahya bin Ma’in. pendapat

pertama ini adalah pendapat Abu Bakar Ibnu Al-Arabi, Al-Bukhari,

Muslim, dan Ibnu hazam.

2) Hadits dhaif dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhail al-

a’mal atau dalam masalah hokum (ahkam), pendapat Abu Dawud dan

Imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa hadits dhaif lebih kuat dari

pendapat para ulama.

3) Hadits dhaif dapat diamalkan dalam fadhail al-a’mal, mau’izhah,

targhib (janji-janji yang menggemarkan), dan tarhib (ancaman yang

menakutkan) jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang

dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani, yaitu berikut :

Tidak terlalu dhaif, seperti diantara perawinya pendusta

(hadits mawdhu’) atau dituduh dusta (hadits matruk), orang yan daya

iangat hapalannya sangat kurang, dan berlaku pasiq dan bid’ah baik

dalam perkataan atau perbuatan (hadits mungkar).

Masuk kedalam kategori hadits yang diamalkan (ma’mul

bih) seperti hadits muhkam (hadits maqbul yang tidak terjadi

pertentanga dengan hadits lain), nasikh (hadits yang membatalkan

hokum pada hadits sebelumnya), dan rajah (hadits yang lebih unggul

dibandingkan oposisinya).

Tidak diyakinkan secara yakin kebenaran hadits dari

Nabi, tetapi karena berhati-hati semata atau ikhtiyath.

e. Tingkatan hadits dhaif

Page 19: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

Sebagai salah satu syarat hadits dhaif yang dapat diamalkan diatas

adalah tidak terlalu dhaif atau tidak terlalu buruk kedhaifannya. Hadits yang

terlalu buruk kedhaifannya tidak dapat diamalkan sekalipun dalam fadhail al-

a’mal. Menurut Ibnu Hajar urutan hadits dhaif yang terburuk adalah

mawdhu’’, matruk, mu’allal, mudraj, maqlub, kemudian mudhatahrib.10

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembagian hadits bila ditinjau dari kuantitas perawinya dapat dibagi

menjadi dua, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad. Untuk hadits mutawatir

juga dibagi lagi menjadi 3 bagian yaitu : mutawatir ma’nawi dan mutawatir

‘amali. Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi dua macam, yaitu masyhur dan

ghairu masyhur, sedangkan ghairu masyhur dibagi lagi menjadi dua bagian

yaitu, aziz dan ghairu aziz.

Sedangkan hadits bila ditinjau dari segi kualitas hadits dapat dibagi

menjadi dua macam yaitu hadits maqbul dan hadits mardud. Hadits maqbul

terbagi menjadi dua macam yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad yang

shahih dan hasan, sedangkan hadits mardud adalah hadits yang dahif.

B. Saran-saran

Bahwa didalam mempelajari studi hadits hendaklah benar-benar

mengetahui pembagian hadits baik dari segi kuantitas maupun kualitas hadits

itu sendiri, supaya timbul ke ihtiyathan kita dalam menyampaikan hadits, dan

untuk bias membedakan keshahihan suatu hadits harus mengetahui

pembagian-pembagian hadits. Ditakutkan nanti kita termasuk golongan orang-

orang yang menyebarkan hadits-hadits palsu.

10 Ibid. hlm. 167.

Page 20: Hadits Dari Segi Kuantitas Kualitas

DAFTAR PUSTAKA

Moh. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Guang Persada Press,

2008

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah (cetakan keempat), 2010.