hadits

54
Hadits (bahasa Arab : ث ي حد لا, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad . Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an . Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad . Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah , maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. [1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, [2] maka kata tersebut adalah kata benda. Hadist Seruan dan Peringatan Allah Ta’ala 1. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah ‘Azza wajalla berfirman, “Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa “Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan”. Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, “Allah mempunyai anak”. Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak

Upload: azizah

Post on 25-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

hadis

TRANSCRIPT

Hadits(bahasa Arab:, ejaan KBBI:Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari NabiMuhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawahAl-Quran.Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologiIslamistilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari NabiMuhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengansunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dariNabi Muhammad SAWyang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1]Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2]maka kata tersebut adalah kata benda.HadistSeruan dan Peringatan Allah Taala1. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Azza wajalla berfirman, Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan. Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, Allah mempunyai anak. Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun setara dengan Aku. (HR. Bukhari)2. Dalam hadits Qudsi dijelaskan bahwa Allah Taala berfirman: Hai anak Adam, kamu tidak adil terhadap-Ku. Aku mengasihimu dengan kenikmatan-kenikmatan tetapi kamu membenciKu dengan berbuat maksiat-maksiat. Kebajikan kuturunkan kepadamu dan kejahatan-kejahatanmu naik kepada-Ku. Selamanya malaikat yang mulia datang melapor tentang kamu tiap siang dan malam dengan amal-amalmu yang buruk. Tetapi hai anak Adam, jika kamu mendengar perilakumu dari orang lain dan kamu tidak tahu siapa yang disifatkan pasti kamu akan cepat membencinya. (Ar-Rafii dan Ar-Rabii).3. Anak Adam mengganggu Aku, mencaci-maki jaman (masa), dan Akulah jaman. Aku yang menggilirkan malam dan siang. (HR. Bukhari dan Muslim)4. Allah Taala berfirman (dalam hadits Qudsi): Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka (jahanam). (HR. Abu Dawud)5. Berbaik sangka terhadap Allah termasuk ibadah yang baik. (HR. Abu Dawud)6. Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa memperhitungkannya dia masuk surga. (Artinya, mengenalnya dan melaksanakan hak-hak nama-nama itu). ( HR. Bukhari)7. Allah Azza wajalla berfirman (hadits Qudsi): Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutup-nutupi (kesalahan-kesalahan)mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangiKu Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosa)mu, dan Aku Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) Dr. Muhammad Faiz Almath Gema Insani PressMasa Pembentukan Al HadistBerita tentang prilaku Nabi Muhammad (sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebuttabiin(satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu paratabiut tabiindan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (mudawwin).Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.Diantara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian diantara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagaiSunnah Muttabaah Marufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.Meski pada masa itu Al Hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Diantaranya ialah:1. Abdullah bin Umar bin Ash (dalam himpunan As Shadiqah)2. Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai huku-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).Masa PenggalianSetelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H /632M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan diantara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab (tahun 13 23 H atau634644M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabiin. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabiin ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabiin mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalahAl Hadist belum ditulis apalagi dibukukan.Masa PenghimpunanMusibah besar menimpa umat Islam pada masa awal KekhalifahanAli bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanyamemperebutkan kedudukan kekhalifahankemudian bergeser kepadabidang Syariat dan Aqidahdenganmembuat Al Hadist Maudlu(palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib diKarbala(tahun 61 H /681M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabiin mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikaptidak mau lagi menerima Al Hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabiin ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabiut tabiin.Umar bin Abdul Azizseorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 101 H /717720M) termasuk angkatan tabiin yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabiin yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabiin yang terkemuka saat itu yakniMuhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab Az Zuhri(tahun 51 124 H /671742M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliauAz Zuhrimenggunakan semboyannya yang terkenal yaitual isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a(artinya: Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain: diMekkah Ibnu Juraid (tahun 80 150 H / 699 767 M) diMadinah Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M) di Madinah Said bin Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M) di Madinah Malik bin Anas (tahun 93 179 H / 712 798 M) di Madinah Rabiin bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M) diYaman Mamar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M) di Syam Abu Amar Al Auzai (tahun 88 157 H / 707 773 M) di Kufah Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M) di Bashrah Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M) di Khurasan Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 181 H / 735 798 M) di Wasith (Irak) Hasyim (tahun 95 153 H / 713 770 M) - Jarir bin Abdullah Hamid (tahun 110 188 H / 728 804 M)Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilanmasa penghimpunan Al Hadistdalam kitab-kitab di masaAbad II Hijriyahini, adalah bahwa Al Hadist tersebutbelum dipisahkan mana yang Marfu, mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu.Masa Pendiwanan dan PenyusunanUsaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan denganmemisahkan mana Al Hadits yang marfu, mauquf dan maqtu. Al Hadits marfu ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilakusahabatdan Al Hadits maqthu ialah Al Hadits yang berisi perilakutabiin. Pengelompokan tersebut diantaranya dilakukan oleh: Ahmad bin Hambal Abdullan bin Musa Al Abasi Al Kufi Musaddad Al Bashri Nuam bin Hammad Al Khuzai Utsman bin Abi SyubahYang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalahMusnadul KabirkaryaAhmad bin Hambal(164-241 H /780-855M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 diantaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama Abdullah dan Abu Bakr Qathii sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dlaif dan 4 hadist maudlu.Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan denganpenelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah:Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi(161-238 H /780-855M)Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jamiush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalamdaftar kitab masa abad 3 hijriyah.Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untukmemisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahihsehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu: Kitab Shahih (Shahih Bukhari,Shahih Muslim) berisi Al Hadits yang shahih saja Kitab Sunan (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dlaif yang tidak munkar. Kitab Musnad (Abu Yala, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.Apa yang telah dilakukan oleh para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukantashhih(koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masapenyelesaian pembinaanAl Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masamemperbaiki susunankitab Al Hadits,menghimpunyang terserakan danmemudahkan mempelajarinya.Struktur HaditsSecara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syubah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri (Hadits riwayat Bukhari)SanadSanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalahAl-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syubah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAWSebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah: Keutuhan sanadnya Jumlahnya Perawi akhirnyaSebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnyaIslam.Halini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.MatanMatan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga iacintauntuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiriTerkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah: Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan, Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).Klasifikasi HaditsHadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)Berdasarkan ujung sanadBerdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu: Hadits Marfu adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada NabiMuhammadSAW (contoh:hadits sebelumnya) Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu. Contoh:Al Bukharidalam kitab Al-Faraid (hukum waris) menyampaikan bahwaAbu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti Kami diperintahkan.., Kami dilarang untuk, Kami terbiasa jika sedang bersama rasulullah maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu. Hadits Maqtu adalah hadits yang sanadnya berujung pada paraTabiin(penerus). Contoh hadits ini adalah:Imam Muslimmeriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu.Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabiin dimana hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanadBerdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati, Muallaq, Mudal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.Ilustrasi sanad:Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabiin) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi. Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabiin menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabiin (penutur2) mengatakan Rasulullah berkata tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya). Hadits Munqati . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3 Hadits Mudal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Hadits Muallaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh:Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan.tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).Berdasarkan jumlah penuturJumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Paraulamaberbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan manawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat) Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain: Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur) Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan) Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.Berdasarkan tingkat keaslian haditsKategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, daif dan maudu Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:1. Sanadnya bersambung;2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits . Hadits Hasan, bila hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat. Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, muallaq, mudallas, munqati atau mudal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat. Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.Jenis-jenis lainAdapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain: Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta. Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya/jujur. Hadits Muallal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Muallal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Malul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mutal (Hadits sakit atau cacat) Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi) Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya Hadits Syadz, Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang terpercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain. Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnyaPeriwayat Hadits

Periwayat Hadits yang diterima oleh Muslim1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H)2. Shahih Muslim, disusun olehMuslim(204-262 H)3. Sunan Abu Daud, disusun olehAbu Dawud(202-275 H)4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H)5. Sunan an-Nasai, disusun olehan-Nasai(215-303 H)6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).7. Imam Ahmad bin Hambal8. Imam Malik9. Ad-DarimiPeriwayat Hadits yang diterima oleh SyiahMuslimSyiahhanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunanMuhammadsaw, melaluiFatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihakAli bin Abi Thalib.Syiahtidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaumSyiahdiklaim memusuhi Ali, sepertiAisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali padaPerang Jamal.Ada beberapa sekte dalam Syiah, tetapi sebagian besar menggunakan: Ushul al-Kafi Al-Istibshar Al-Tahdzib Man La Yahduruhu al-FaqihPembentukan dan SejarahnyaHadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.Masa Pembentukan Al HadistMasa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan parasahabatsaja.Masa PenggalianMasa ini adalah masa pada sahabat besar dantabiin, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini Al Hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Al Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.Masa PenghimpunanMasa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabiin yang mulai menolak menerima Al Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syariat dan aqidah dengan munculnya Al Hadits palsu. Para sahabat dan tabiin ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Al Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Al Hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabiin memerintahkan penghimpunan Al Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Al Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Al Hadits marfu dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu.Masa Pendiwanan dan PenyusunanAbad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Al Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu (berisi prilaku tabiin). Usaha pembukuan Al Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Al Hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Al Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Al Hadits abad 4 H.Kitab-kitab HaditsBerdasarkanmasa penghimpunan Al HaditsAbad ke 2 HBeberapa kitab yang terkenal:1. Al MuwaththaolehMalik bin Anas2. Al Musnadoleh As Syafii (tahun 150 204 H / 767 820 M)3. Mukhtaliful Hadistoleh As Syafii4. Al Jami oleh Abdurrazzaq Ash Shanani5. Mushannaf Syubah oleh Syubah bin Hajjaj (tahun 82 160 H / 701 776 M)6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 190 H / 725 814 M)7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Saad (tahun 94 175 / 713 792 M)8. As Sunan Al Auzai oleh Al Auzai (tahun 88 157 / 707 773 M)9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa, Al Musnad dan Mukhtaliful Hadist. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.Abad ke 3 H Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya:1. Al Jamiush Shahih Bukharioleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)2. Al Jamiush Shahih MuslimolehMuslim(204-261 H / 820-875 M)3. As Sunan Ibnu Majaholeh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)4. As Sunan Abu DawudolehAbu Dawud(202-275 H / 817-889 M)5. As Sunan At Tirmidzioleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)6. As Sunan NasaiolehAn Nasai(225-303 H / 839-915 M)7. As Sunan DarimiolehDarimi(181-255 H / 797-869 M)Imam Malik imam AhmadAbad ke 4 H1. Al Mujamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)2. Al Mujamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)3. Al Mujamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)6. At Taqasim wal Anwa oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)Abad ke 5 H dan selanjutnya Hasil penghimpunan Bersumber dari kutubus sittah saja1. Jamiul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? ? H /? 1084 M) Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jamiul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M) Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jamiush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M) Hasil pembidangan(mengelompokkan ke dalam bidang-bidang) Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya:1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil Id (625-702 H / 1228-1302 M)4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? 652 H /? 1254 M)5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)6. Umdatul Ahkam oleh Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M) Kitab Al Hadits Akhlaq1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)2. Riyadhus Shalihinoleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M) Syarah(semacam tafsir untuk Al Hadist)1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Muallim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shanani (wafat 1099 H / 1687 M) Mukhtashar(ringkasan)1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M) Lain-lain1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Al Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.Beberapa istilah dalam ilmu haditsBerdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain: Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal denganHadits Bukhari dan Muslim As Sabah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad,Imam Bukhari,Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi,Imam NasaidanImam Ibnu Majah As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim Al Arbaah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.Mengenal Hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallamOleh: Al-Ustadz Abdurrahman WonosariSegala puji bagi Allah l, pencipta alam semesta, pemberi rezeki, dan pengabul doa. Allah l adalah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi. Allah k menciptakan kita dengan tujuan yang mulia, yaitu beribadah kepada-Nya saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun. Allah l berfirman, Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(adz-Dzariyat: 56)Realisasi ibadah tidak akan sempurna selain dengan mengikuti petunjuk dan bimbingan Rasulullah n. Oleh sebab itulah, kita harus mengenal siapa Rasulullah n, apa itu hadits, dan bagaimana kedudukannya dalam Islam.Mengenal Rasulullah nMengenal Rasulullah n adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Sebab, hal itu adalah bentuk dari konsekuensi syahadat , artinyaDan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.Nama beliau adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththalib bin Hasyim, sebuah nama yang indah dan terpuji, dari keturunan yang mulia dan luhur.Nama beliau ini sesuai dengan kenyataan karena arti Muhammad ialah yang terpuji. Sejak masa mudanya, sebelum diangkat menjadi nabi, beliau dijuluki sebagaial-Amin,yang tepercaya. Allah l berfirman pula tentang akhlak beliau, Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.(al-Qalam: 4)Masih banyak ayat yang menyebutkan kebagusan akhlak Rasulullah n.Realitas juga menunjukkan hal tersebut. Bahkan, orang-orang kafir di zaman Rasulullah n mengakui kebaikan akhlak beliau. Namun, mereka tidak mau beriman karena sombong dan mengikuti hawa nafsu.Sikap seorang muslim dan muslimah terhadap Rasulullah n adalah membenarkan berita yang datang dari beliau, menaati perintah-perintahnya, menjauhi larangan-larangannya, dan hanya beribadah kepada Allah dengan ajaran beliau.Pengertian HaditsHadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah n, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun persetujuan.Contoh hadits yang berupa ucapan beliau adalah, Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan baginya, Allah akan menjadikannya orang yang faqih (pandai) dalam ilmu agama.(HR. al-Bukharino. 71) Contoh hadits yang berupa perbuatan beliau adalah ucapan Ibnu Abbas c, .Rasulullahnadalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan beliau semakin bertambah pada bulan Ramadhan ketika Malaikat Jibril menjumpai beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan dan mengajari beliau al-Quran.(HR. al-Bukharino. 6)Contoh hadits yang berupa persetujuan beliau adalah ketika beliau membiarkan sahabat Abu Umair memelihara burung lalu burungnya mati. Beliau n lalu bersabda, Wahai Abu Umair, ada apa dengan nughair (nama burung kecil tersebut)?(HR. al-Bukharino. 6129)Dan masih banyak contoh hadits lain yang semisal dengan contoh di atas, yang tidak mungkin disebutkan semuanya di rubrik ini.Pembagian HaditsPembagian hadits sangatlah banyak karena ada beberapa tinjauan atau sisi pandang. Di sini kami akan menyebutkan pembagian hadits dilihat dari sisi apakah bisa dijadikan sumber hukum (dalil) ataukah tidak.Dari sisi ini, hadits terbagi menjadi dua, yaitu hadits yang bisa dijadikan sumber hukum dan yang tidak boleh dijadikan sumber hukum.Hadits yang bisa dijadikan sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits hasan. Adapun hadits yang tidak boleh dijadikan sumber hukum sangat banyak macamnya. Secara garis besar, jenis yang kedua ini terbagi menjadi dua golongan, yaitu haditsmaudhu(palsu) dan haditsdhaif(lemah).Wajibnya Beramal dengan Hadits ShahihSebagai orang yang beriman kepada Allah l dan Rasul-Nya, kita wajib bersegera beramal dengan hadits yang sudah pasti keshahihannya. Allah k berfirman, Sesungguhnya, jawaban orang-orang mukmin apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, Kami mendengar dan kami patuh. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.(an-Nuur: 51)Allah l berfirman pula, Apa yang diberikan oleh Rasul kepada kalian, terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, tinggalkanlah.(al-Hasyr: 7)Hukum Menyengaja Menyelisihi Perintah Rasulullah nDari dua ayat di atas dapat dipahami haramnya hal tersebut. Masih ada ancaman yang lebih keras dan lebih tegas, yaitu pada firman Allah l, Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.(an-Nuur: 63)Kedudukan Hadits dalam IslamKedudukan hadits dalam agama Islam sangatlah tinggi. Ia menjadi sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Quran. Hal ini bukan berarti dinomor duakan atau diambil secara bersamaan.Agama Islam tidak dapat dipahami dan diamalkan dengan sempurna kecuali dengan hadits. Sebab, di dalam al-Quran, Allah memerintahkan beberapa perkara secara global, tidak ada perinciannya. Maka haditslah yang merincinya.Misalnya perintah shalat, Allah l berfirman, Dan tegakkanlah shalat.Al-Quran tidak menyebutkan jumlah rakaat, sifat shalat, dan hal-hal lain yang terkait dengan rukun, syarat, dan sunnah-sunnah dalam shalat. Rincian ibadah shalat terdapat dalam hadits.Demikian pula halnya zakat, haji, puasa, dan ibadah lainnya, penjelasannya terdapat dalam hadits. Dengan demikian, tidak bisa dipisahkan antara al-Quran dan hadits. Keduanya adalah satu kesatuan untuk memahami Islam.Kekuatan hukum hadits yang shahih seperti al-Quran. Allah l berfirman, Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).(an-Najm: 34)Dari keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan salahnya pahamquraniyyun(baca:ingkarus sunnah, golongan yang mengingkari sunnah) yang hanya mencukupkan diri dengan al-Quran dalam memahami agama Islam.Kitab yang Khusus Memuat Hadits ShahihKitab yang memuat hadits-hadits shahih adalahShahih al-BukharidanShahih Muslim. Dua kitab ini adalah kitab yang paling shahih setelah al-Quran. Ulama telah bersepakat tentang keshahihan hadits-hadits yang terdapat dalamShahih al-BukharidanShahih Muslim.Kitabal-Muwaththaal-Imam Malik,Musnadal-Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai, danSunan al-Baihaqiadalah kitab-kitab yang memuat hadits-hadits shahih yang sangat banyak, namun terdapat pula yang lemah.Cara Mengetahui Keshahihan HaditsKita, kaum muslimin dan muslimat yang awam, hendaknya mencukupkan diri dengan penelitian para ulama hadits, seperti ulama terdahulu; al-Imam Bukhari, Muslim, Ahmad, Ibnu Hajar, dll. Atau ulama hadits zaman ini, seperti asy-Syaikh al-Albani, asy-Syaikh Muqbil, dan ulama yang lain.Bolehkah Berdalil dengan Hadits Lemah atau Hadits Palsu?Hadits yang lemah (dhaif) dan yang palsu (maudhu) pada hakikatnya bukanlah sabda Rasulullah n. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan bagi kita berdalil dengannya atau menjadikannya sebagai sumber hukum.Cara Mengetahui Kelemahan dan Kepalsuan HaditsJawabannya, bagi kita yang awam, dengan cara merujuk pada kitab ulama hadits, seperti kitab Kumpulan Hadits-Hadits Lemah dan Palsu karya asy-Syaikh al-Albani dan yang lainnya, atau kitab-kitab yang semisalnya.Dampak Negatif Berdalil dengan Hadits Lemah dan Hadits PalsuDampak negatifnya sangatlah banyak. Cukuplah kita sebutkan sebagian di antaranya, yaitu timbulnya pemahaman sesat, munculnya kebidahan (amalan yang dianggap sebagai ajaran Islam padahal bukan), dan timbulnya perselisihan umat.Tiga dampak di atas sangat berat dan parah, belum lagi dampak-dampak yang lain. Oleh karena itu, seorang muslim dan muslimah haruslah berhati-hati terhadap hadits-haditsdhaifdanmaudhu.Terlebih lagi di zaman sekarang yang penuh dengan fitnah dan kebodohan. Setiap orang berbicara masalah agama, padahal dia bukan ahlinya. Setiap orang bisa menulis makalah tentang agama padahal bukan bidangnya. Seseorang bisa mengajak orang lain untuk mengamalkan sebuah amalan padahal tidak ada dalilnya.Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah n, Sebelum terjadinya kiamat, ada masa pemutarbalikan fakta. Di saat itu, orang yang jujur dianggap berdusta, orang yang berdusta dianggap benar, orang yang amanah dianggap berkhianat, orang yang berkhianat dianggap amanah, dan berbicaralah ruwaibidhah.(HR. Ahmadno. 8459, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalamash-Shahihah, 4/396)Ruwaibidhahadalah orang bodoh dalam hal agama, tetapi berbicara masalah besar yang terkait dengan agama.Menjadi kelaziman bagi seorang muslim dan muslimah agar teliti dan selektif dalam menimba ilmu agama. Al-Imam Ibnu Sirin, seorang ulama tabiin, menasihati kita, Sesungguhnya, ilmu ini adalah agama. Maka dari itu, perhatikanlah dari siapa kalian mengambil agama (ilmu) kalian.(Muqaddimah Shahih Muslimhlm. 11)Makna nasihat ini adalah hendaknya kita waspada saat menimba ilmu agama. Sebab, akan berbahaya jika kita sembarangan ketika menimba ilmu, bisa jadi akibatnya adalah kesesatan yang ujungnya adalah neraka.Kita senantiasa memohon kepada Allah l agar tetap diberi petunjuk di atas jalan-Nya yang lurus.Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca sebagai mukadimah untuk edisi berikutnya, yaitu cuplikan hadits-hadits yang berkaitan dengan kewanitaan.Wallahu taala alam bish-shawab.Wasiat Nabi shallallahu alayhi wa sallam kepada umatnya tentang lisanAhad 15 Rabii`uts Tsaniy 1432Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Wahai sekalian manusia, rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Dia selalu bersama kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Maha suci nama-Nya dan Maha Tinggi kebesaran-Nya.(HR. Bukhori)dari Abu Musa ia berkata;Suatu saat kami bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan, lalu kami melewati suatu lembah -ia kemudian menyebutkan kedahsyatannya- orang-orang pun bertakbir dan bertahlil (dengan suara keras), maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Wahai sekalian manusia, pelankanlah suara kalian saat berdoa dan bertakbir.Namun mereka tetap mengangkat suara mereka, Maka beliau pun bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian tidaklah berdoa kepada Rabb yang tuli, tidak pula ghaib, sesungguhnya Dia bersama kalian.(HR. Ahmad (dan ini lafazhnya), Muslim, dll.)Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam bersabda: Sesungguhnya orang yang shalat itu berbisik/bermunajat kepada Penguasanya, maka hendaklah dia memperhatikan dengan apa yang bisikkan/dimunajatkan kepada-Nya. Dan janganlah sebagian kamu mengeraskan (bacaan) al-Qurn atas yang lain.[Dishahhkan al-Albni dalam Shahhul Jmi no:1951; dinukilalmanhaj.or.id]Al-Haafizh Ibn Katsir Rhimahullh berkata,Oleh karena itu Alloh berfirman, dengan tidak mengeraskan suara,demikianlah ketika berdzikir (hendaknya tidak mengeraskan suara-pen), dan dzikir bukanlah berupa sahutan dan suara yang keras(Tafsirul Quranil Azhim)Syaikhul Islam berkata,Dari sini tidak boleh bagi seorang pun mengeraskan bacaan Al Quran-nya sehingga menyakiti saudaranya yang lain seperti menyakiti saudara-saudaranya yang sedang shalat.(Lihat Majmu Al Fatawa, 23/64; dinukil darirumaysho)Berkata Al-Baji:Karena hal itu dapat mengganggu dan menghalangi orang yang sedang serius melaksanakan shlat, mengganggu kesunyiannya (keheningannya); dan (menganggu) konsentrasi untuk memunajatkan al-Qur-aan kepada Rbbnya.Jika mengeraskan bacaan al-Qur-aan tidak boleh, karena dapat menganggu orang yang sedang shlat, maka berbicara keras dengan omongan yang lain lebih terlarangBerkata Abdil Barr: Jika umat Islam dilarang mengganggu muslim lainnyta dengan perkataan/perbuatan yang baik (seperti) membaca al-quran. maka mengganggunya dengan hal lain hukumnya sangat haram[Sumber: Dari Takbiratul Ihram Hingga Salam (Terjemahan bahasa indonesia dari shifat shlat nabiy karya syaikh al-albaniy) Dalam BAB: Wajib membaca saat siir hlm. 233, Cet. 1]Subhanallh.. ALANGKAH INDAHNYA SYARIAT ISLAM..Lantas bagaimana dengan orang-orang yang mengganggu saudara semuslimnya dengan LISAN-LISAN yang BURUK, dengan PERBUATAN-PERBUATAN yang KEJI, MERUSAK KEHORMATAN saudaranya, bahkan sampai MENUMPAHKAN DARAH saudaranya? lantas bagaimana lagi jika orang tersebut dengan bangganya me-labeli dirinya pejuang syariat.Jika memang ia melabeli dirnya pejuang syariat, maka laqob yang pantas baginya adalah pejuang kebodohan, pejuang yang SAMA SEKALI tidak mengenal syariat dan SAMA SEKALI tidak mencerminkan syariat Islam dalam dirinya Allhul mustaaan..Hendaknya kita benar-benar memperhatikan hal ini:Dari Abu Hurairah, ia berkata, Ada seseorang bertanya pada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,Wahai Rasulullah, si fulanah sering melaksanakan shalat di tengah malam dan berpuasa sunnah di siang hari. Dia juga berbuat baik dan bersedekah, tetapi lidahnya sering mengganggu tetangganya.Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, TIDAK ADA KEBAIKAN di dalam dirinya dan dia adalah penduduk neraka.Para sahabat lalu berkata,Terdapat wanita lain. Dia (hanya) melakukan shalat fardhu dan bersedekah dengan gandum, namun ia tidak mengganggu tetangganya.Beliau bersabda, Dia adalah dari penduduk surga.[(Shahih) Lihat Ash Shahihah (190); dinukil dari:rumaysho]Allhu akbar.. alangkah meruginya wanita itu, betapa banyak ia mengumpulkan amalan-amalan yang shlih, TAPI kebaikan-kebaikan itu TIDAK DIANGGAP, akibat jeleknya ucapan/perbuatan-nya yang mengganggu tetangganya.Dan alangkah bahagianya, wanita yang lain, yang dengan hanya amalan-amalan wajib serta sedekah, ia dapat menjadi salah satu ahli sorga disebabkan amalannya dan begitu terjaganya ia dari ucapan-ucapan/perbuatan yang jelek.Maka hendaknya orang-orang yang sekarang ini BERUSAHA berada diatas al-quran, as-sunnah yang shhih sesuai pemahaman salafush shlih, benar-benar menjaga LISAN dan PERBUATANnya, sehingga ia tidak menyesal di hari akhir; disebabkan JELEKNYA/BURUKNYA/KEJINYA ucapan dan perbuatannya..Semoga kita dapat menjadi seorang muslim yang senantiasa berjalan diatas al-quran, as-sunnah, menurut pemahaman salafush shalih; dalam aqidah, manhaj, AKHLAK serta MUAMALAH kita..aamiin..Ketahuilah orang yang tidak menjaga lisannya termasuk orang yang tidak tahu malu!Dari Abdullah bin Masd Radhiyallahu anhu, dia berkata, Raslullh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah kamu benar-benar malu kepada Allh!.Kami mengatakan, Wahai Raslullh, al-hamdulillah kami malu (kepada Allah).Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Bukan begitu (sebagaimana yang kamu sangka-pen). Tetapi (yang dimaksud) benar-benar malu kepada Allh adalah engkau menjaga kepala dan isinya, menjaga perut dan apa yang berhubungan dengannya(sampai akhir hadits)[HR. Tirmidzi, no. 2458; Ahmad, no. 3662; Syaikh al-Albni rahimahullah menyatakan Hasan lighairihi, dalam kitab Shahhut Targhb, 3/6, no. 2638; dinukil dari:almanhaj]Tidakkah ia malu kepada Allah, Yang Maha Mendengar setiap ucapan yang keluar dari hambaNya?Bukankah ia membaca firmanNya:Allah Taala berfirman, Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir(QS. Qaaf: 18)Sebagaimana juga firman Allah Taala, . . Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Infithar: 10-12)Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam menukil perkataan Ibnu Abbas:Malaikat tersebut mencatat setiap perkataan hamba, yang baik maupun yang buruk hingga mereka menulis perkataan; saya berkata, saya minum, saya pergi, saya datang, dan saya melihat.Ibnu Katsir juga berkata:Disebutkan bahwa Imam Ahmad mengeluh ketika sakit. Kemudian ia mendengar Thawus berkata, Malaikat mencatat segala sesuatu hingga suara keluhan. Imam Ahmad pun tidak pernah mengeluh lagi hingga meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya.[Tafsir Ibnu Katsir 4/225]Demi Allah, jika Imam Ahmad tidak mau mengeluh padahal rasa sakit mendorongnya untuk mengeluh, mengapa kita tidak menahan diri perkataan-perkataan yang tidak ada dorongan untuk mengucapkannya kecuali ingin bercanda, melucu atau hanya sekedar iseng (tanpa ada maksud yang JELAS dalam perkataan tersebut)?!!Dinukil dari sebagian ulama:Jikalau seandainya kalian yang membelikan kertas untuk malaikat yang mencatat amalan, sesungguhnya kalian akan memilih lebih banyak diam dari pada banyak bicara.Ingatlah bahwa Dia berfirman: Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.(Hud: 123)Allah berfirman: Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.(Al-Mujaadilah: 6)Maka dari itu dalam penjagaan lisan ini, Rasulullah menghubungkannya dengan iman kepada Allah dan hari akhir (sebagaimana akan disebutkan dalam hadits berikut).dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ia bersabda. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.[Diriwayatkan dalam Shahhain, al-Bukhaari (no. 6475) dan Muslim (no. 47); dinukil darialmanhaj.or.id]Imam an Nawawiy juga berkata:Hadits yang disepakati keshahhannya ini merupakan nash yang jelas. Hendaklah seseorang tidak berbicara kecuali jika perkataan itu merupakan kebaikan, yaitu yang nampak maslahatnya. Jika ia ragu-ragu tentang timbulnya maslahatnya, maka hendaklah ia tidak berbicara.Imam asy-Syafii berkata:Jika seseorang menghendaki berbicara, maka sebelum berbicara hendaklah ia berfiikir; jika jelas nampak maslahatnya, maka ia berbicara; dan jika ragu-ragu, maka tidak berbicara sampai jelas maslahatnya[Al-Adzkr, Imam an-Nawawi. Tahqq dan Takhrj: Syaikh Salim al-Hilliy; dinukil darialmanhaj]Imam an-Nawawi rahimahullah juga berkata:Ketahuilah, seharusnya setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) menjaga lidahnya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang JELAS MASLAHAT padanya. Ketika berbicara atau meninggalkannya itu sama maslahatnya, maka menurut Sunnah adalah MENAHAN DIRI darinya. Karena perkataan mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram, atau makruh. Kebiasaan ini, bahkan banyak dilakukan. Sedangkan keselamatan itu tidak ada bandingannya.Imam Ibnu Rajab berkata tentang hadits diatas:Dalam hadits ini Rasululloh memerintahkan untuk berkata yang baik dan tidak berbicara selainnya. Ini menunjukkan bahwa tidak ada disana suatu perkataan yang seimbang dari segi perintah untuk mengucapkannya atau diam darinya.Bahkan adakalanya berupa kebaikan yang diperintahkan untuk diucapkan, dan adakalanya bukan suatu kebaikan sehingga diperintah untuk diamdarinya.Maka tidaklah perkataan itu diperintahkan untuk selalu diucapkan, dan tidak juga diperintahkan untuk selalu diam. Tetapi wajib berkata yang baik dan diam dari perkataan yang jelek.Ulama salaf banyak memuji sikap diam dari ucapan jelek, dan dari perkataan yang tidak perlu. Karena sikap diam itu sangat berat bagi jiwa. Sehingga banyak manusia yang tidak kuasa mengekang diri. Oleh karena itu, ulama salaf berusaha mengekang diri-diri mereka, dan bersungguh-sungguh untuk diam dari bicara hal-hal yang tidak perlu.(Jamiul Ulum wal Hikam 1/340, 346; Dikutip dari majalah Al-Furqon 2/II/1423H hal 19 20; dari blogvbaitullah)Standar minimal seorang muslim adalah terjaganya ia dari kejelekan LISAN dan tangannyaRasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Seorang muslim adalah orang yang tidak mengganggu muslim yang lain dengan lisan dan tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)Orang yang paling baik islamnya adalah yang paling menjaga lisannyaRasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Orang muslim yang paling baik (kualitas) keislamannya adalah orang yang kaum muslimin merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya.(Shahiih; HR. Ath-Thabrani dalam al-Kabiir, Ibnu Nashar dalam ash-Shalat, lihat ash-Shahihah no.1491)Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda, Sesungguhnya merupakan kebaikan Islam seseorang adalah sedikitnya bicara hal-hal yang yang tidak bermanfaat baginya[Hasan lighyrihi, Diriwayatkan oleh Ahmad 1/210 serta Ath-Thabaraniy dalam Al-Kabiir (no. 2886) dan Ash-Shaghiir 2/1]Pejagaan lisan merupakan salah satu sebab yang membantu istiqamahnya seseorang diatas agamanyaRasulullah setelah menyebutkan semua hal-hal yang wajib, hal-hal yang sunnah, dan sebagainya, maka beliau bersabda: Maukah kamu aku kabarkan dengan sesuatu yang menguatkan itu semua?Aku menjawab; Ya, wahai Nabi Allah.Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda: Tahanlah atasmu ini.Aku bertanya; Wahai Nabi Allah, (Apakah) sungguh kita akan diadzab disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan?Beliau menjawab; (Celakalah kamu) ibumu kehilanganmu wahai Muadz, Tidaklah manusia itu disunggkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka melainkan karena hasil ucapan lisan mereka?Abu Isa berkata; Ini hadits hasan shahih.(Shahih, Diriwayatkan oleh, Ahmad, Tirmidziy, Nasaiy, Ibnu Majah, Mamar, Ibnu Humaid, Al-Mawarjiy, Ath-thbrniy, Al-Qdhiy, Al-Baihaqiy, Al-Baghawiy)Dalam hadits Tirmidzi (no. 2407) dari Abu Said al-Khudri, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Jika anak Adam memasuki pagi hari, sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lisan: Bertakwalah kepada Allah dalam menjaga hak-hak kami. Sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istiqomah, maka kami juga istiqomah. Jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang.[HR Tirmidzi, no. 2407, dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin, 3/17, no. 1521. Lihat pula Jamiul Ulm wal-Hikam, 1/511-512; dinukil darialmanhaj]Di dalam Musnad Imam Ahmad, dari Anas bin Mlik , dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda. Iman seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga hatinya istiqomah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga lisannya istiqomah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, ia tidak akan masuk surga.[HR Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin, 3/13; dinukil darialmanhaj]Penjagaan lisan merupakan sebab keselamatan seseorangNabi Shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan, menjaga lidah merupakan keselamatan.Dari Uqbah bin Aamir, ia berkata: Aku bertanya, wahai Rasulallah, apakah sebab keselamatan? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Kuasailah lidahmu, rumah yang luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu.[HR. Tirmidzi, no. 2406; dinukil darialmanhaj].Maksudnya, janganlah berbicara kecuali dengan perkara yang membawa kebaikan, betahlah tinggal di dalam rumah dengan melakukan ketaatan-ketaatan, dan hendaklah menyesali kesalahan-kesalahan dengan cara menangis.[Tuhfatul-Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi; dinukil darialmanhaj]Jaminan nabi kepada orang-orang yang menjaga lisannyaNabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Barang siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (yaitu LISANnya) dan apa yang ada di antara dua kakinya, (yaitu KEMALUANnya), niscaya aku menjamin surga baginya.[HR Bukhri, no. 6474. Tirmidzi, no. 2408. Dan lafazh ini milik al-Bukhri; dinukil darialmanhaj]Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. :Jaminlah bagiku enam perkara, maka aku akan menjamin bagimu surga; Jujurlah jika kalian berbicara, tunaikanlah jika kalian berjanji,(sampai akhir hadits)(Lihat as-silsilah as-shahihah, Syaikh al-Bani rahimahullah. No 1470; lihat syarahnyadisini)Maka hendaknya kita senantiasa menjaga lisan kita dari hal-hal yang jelek dan tidak bermanfaat, dan menghiasinya dengan hal-hal yang baik, yang benar, yang memiliki kemaslahatan yang jelas.