abdul majid_telaah kritis terhadap hadits-hadits sabil al-muhtadin

Upload: nasrul-fuad-erfansyah

Post on 06-Jul-2018

264 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    1/222

      i

    ABSTRAKAbdul Majid

    Telaah Kritis terhadap Hadis-Hadis Sabi>l al-Muhtadi>n 

    Kajian tesis ini difokuskan pada kualitas hadis-hadis yang terkandung pada

    kitab Sabi>l al-Muhtadi>n karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari asal

    Kalimantan Selatan (1710-1812 M.)  Kitab ini  merupakan salah satu representasi

    dari berbagai sumber lokal yang paling otoritatif dan otentik dalam memberikan

    informasi tentang perkembangan hukum Islam di Kalimantan Selatan pada abad

    delapan belas. Di mana pada era itu keberagamaan masyarakat Banjar masih

    dalam suasana sinkretis, ajaran Islam yang dianut masih bercampur-aduk dengankepercayaan animisme, dinamisme, Hindu dan Budha.

    Hasil observasi penulis menunjukkan bahwa metode pengutipan hadis al-

    Banjari dalam kitabnya ini belum menjamin otentisitas hadis-hadis tersebut. Di

    dalamnya terdapat 234 hadis termasuk yang berulang, dan murninya 223 hadis. Namun al-Banjari acap kali tidak menyebutkan kitab rujukan dimana hadis

    tersebut dikutip, bahkan ulasan mengenai kualitasnya tidak dikemukakan. Tehnik

    seperti ini tidak dapat meyakinkan para pembaca, padahal kitab ini memuat

     berbagai penjelasan terhadap persoalan hukum fiqh Islam untuk kepentinganmasyarakat luas yang seharusnya berdasarkan pada dalil-dalil kuat.

    Secara spesifik, masalah-masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut:Kitab-kitab hadis apa saja yang dirujuk oleh al-Banjari dalam penyusunan kitab

    Sabîl al-Muhtadîn -nya?,Bagaimana teknik yang dilakukan oleh al-Banjari dalam

    mengutip hadis-hadis dari kitab sumbernya?Bagaimana kualitas hadis-hadis yang

    terdapat di dalam Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ?

    Dengan menggunakan metodologi penelitian hadis, kajian ini menghasilkan beberapa temuan, antara lain:  Pertama, kitab yang dirujuk oleh al-Banjari saat

    mengemukakan hadisnya semuanya merupakan kitab hadis, kecuali tujuh buah

    hadis yang belum ditemukan dalam kitab-kitab yang ada.  Kedua, teknik pengutipan hadis al-Banjari tidak berbeda dengan yang ditempuh oleh ulama

     penyusun kitab-kitab fikhi yang lain, dimana mereka hanya mengutip hadis sesuaikeperluan pembahasan. Berbeda dengan ulama hadis yang mengutip secara

    lengkap, sanad dan matan, tanpa memenggal matan sesuai dengan konteks dan

    keperluan.  Ketiga, dari 223 hadis yang diteliti, ditemukan hasil 167 sahih, 21

    hasan, 35 bermasalah (dhaif, sangat dhaif, mauqu>f dan maqtu>' ) dan sembilan

     buah yang belum diketahui kualitasnya. Meski ada yang bermasalah, hadis-hadistersebut hanya diposisikan oleh al-Banjari sebagai dalil pendukung dan  fadha>il

    al-'ama>l  bukan dalil utama.

    Hemat penulis, data ini merupakan legitimasi kuat atas kelayakan kitabSabi>l al-Muhtadi>n ini sebagai salah satu sumber atau kitab fikhi Islam

    syafiiyah. Keberadaan sejumlah hadis bermasalah di dalamnya tidak mengurangilegitimasinya, karena posisinya hanya sebagai dalil pendukung.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    2/222

      ii

    ABSTRACT

    Abdul Majid

    A Critical Study to the Hadis of Sabi>l al-Muhtadi>n 

    The thesis scrutinizes the quality of Hadis quoted in Sabi>l al-Muhtadi>n by

    Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari of South Kalimantan (1710-1812).  The 

    work is one of representatives of any most authoritative and most authentic local

    sources on the development of Islamic law in South Kalimantan in the eighteenth

    century where Banjar society still adhered to syncretism, and Islamic teachings

    mixed with animism, dynamism, Hindu and Buddhist belief.

    The study shows that in his method of Hadis quotation in the book, al-Banjarihas not guaranteed the authenticity of the Hadis. Among 234 Hadis quoted in the

    work (including the repeated ones; so there are exactly 223 Hadis), al-Banjari

    frequently did not reveal his sources and even did not present his examination of

    the quality of the Hadis. Therefore, the method cannot convince readers, butactually the case is that the work contains explanations of any issues of Islamic

    law for the interest of wider society, and the explanation should base on

    authoritative argumentation.

    In more particular, research questions of this thesis are termed as follows:what resource Hadis books that al-Banjari referred to in writing his Sabîl al-

     Muhtadîn?; what method that al-Banjari employed in quoting the Hadis from theirsources?; how is the quality of Hadis used in his Sabi>l al-Muhtadi>n?

    Using the method of Hadis research, this study finds out some discoveries as

    follows: First, resource Hadis books referred to by al-Banjari are definitely Hadis

     books; seven Hadis have not been found in the available Hadis resources. Second,

    method of quotation employed by al-Banjari is not different from that used byauthors of books of Islamic law who simply quote the Hadis in accordance to their

    need. This is different from Muslim scholars of Hadis who perfectly quote

    complete  sanad   (chain of transmission) and matn  (content of Hadis), withoutreducing the matn in accordance to context and need. Third, of 223 Hadis studied,

    it is found that there are 167 Hadis sahih (good Hadis), 21 Hadis hasan (average) ,35 problematical Hadis (dhaif [weak] , very  dhaif, mawqu>f [recorded up to a

    Companion]  dan maqtu>' [cut-off Hadis and recorded up to a Tâbi  / Follower]),

    and five qualitatively unknown Hadis. Even though they are problematical, those

    Hadis are simply employed by al-Banjari as supporting dalîl   and  fadha>il al-

     ama>l (recommended deeds), not as main dalîl. 

    According to me, these findings can be strong arguments of the appropriate

     position of Sabi>l al-Muhtadi>n as one of sources or Shâfiite fiqh books. The presence of problematical Hadis in it does not necessarily decrease its authority astheir position as supporting dalîl. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    3/222

      iii

    !"#$ %&'( 

    !"# $% 

    &'()*# +!$, -'./0# 12 345  67 8!9:# ;:# &'()*# +!$, ?/(@ A -'./0B# 12 &% C0DEFB# G>H IJ(K

    =4/LM$:#, .N:N*# C!ONMP# Q/(M*/@ &R S/6TU:# 05 VWVXAN(*#D VYVZC'.[!R .?/\(@ Q/\@D

     4./]*# &R #4]R ^_5NH &'()*# +!$,`\6(La  C!R[\,b# c/\d0B#4NeK &% 4/$fg A hi(U*# 

    C'.[!R UO E9% C!2/j QE1:# A C!ONMP# Q/(M*/@.#N\kE(%# \l E]\U:# #>H A `6("# Q5  mT% /6@

    m)n/O5  &'. D5   !:/1K oT% #N:#p /R mHD m)R[,qO. 

    0B# CJ]O lr' s -'./0B# +12 A =4/LM$:# t)MR Q5  -0/$:# uD/\v w(,# x:# -'./ .

     ?/(d:# #>H A yuDZz{D 4Ed*# `R /|'0 ZZ}4Ed*# QD. .E@>\' ~ =4/\LM$:# QNd' l ~ c5  ^!J_ -'•# +H E]' s +O /|'0 ;MR +12 /O/(@ D5  /UuER.Q/@D S4/l oT% &1!(' s #>H

     >:# CR/U:# `6("~ C!R[,b# c/d0B# &% -J$:# wD/M(' ?/(d:# #>H!N]\M:# oT% cN1' Q# "# =CJ!J]:#. 

    C!KB# CT $ ,B# oT% CTd9*# % T]k: V.&-'./0B# =4/LMOB# /)MR +12 " (@ =5  Z.&/H4./]R &R -'./0B# t'E ' A =4/LM$:## /v ./

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    4/222

      iv

    Kata Pengantar

    Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas taufik

    dan rahmat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Salam dan salawat semoga senantiasa

    tercurahkan kepada Nabi Muhammad, para keluarganya, para sahabat dan para

     pengikutnya sampai akhir zaman.

    Penulis mengakui bahwa penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan

     berbagai pihak. Karena itu penulis merasa berkewajiban untuk berterimakasih

    kepada Bapak Dr.H. Ahmad Luthfi, MA yang telah meluangkan kesempatan,

    tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

     penelitian ini. Beliau senantiasa memberikan solusi terhadap berbagai masalah

    yang penulis hadapi dalam penelitian. Bukan hanya itu, pada masalah-masalah

    ulum al-hadis secara luas yang tidak terkait langsung dengan masalah penelitian

    ini, beliau dengan senang hati menjelaskan berbagai persoalan yang penulis

    ajukan.

    Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para unsur pimpinan STAIN

    Samarinda yang telah memberikan izin, bantuan dan kemudahan kepada penulis

    selama mengikuti pendidikan di Program Magister ini.

    Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga wajib penulis sampaikan

    kepada orang tua penulis, Ayahanda Abdul Rahim (alm.) dan Ibunda Sura, para

    keluarga serta mertua penulis, Ayahanda Bahrum Rante Allo (alm.) dan Ibunda

    Fatimang. Mereka telah membekali penulis dengan cinta dan kesabaran serta

    selalu berdoa atas kesehatan dan kesuksesan penulis.

    Penghargaan dan terimaksih yang sama juga penulis sampaikan kepada

    Isteri tercinta, Cenceng Bahrum Rante Allo, S.Ag yang dengan rela hati, setia dan

    sabar mendampingi penulis selama sekitar dua tahun, serta ananda Mohammad

    Alif Azimi dan Alya Nawal Fitri. Nama terakhir dengan "terpaksa" dilahirkan di

    Jakarta dalam suasana yang serba terbatas. Ketiganya kemudian bersedia

    "dipulangkan" untuk sementara ke daerah dalam rangka menyambut kelahiran

    anak keempat kami, Arini Vetya Mumtazah. Namun yang terpenting, agar penulis

    dapat berkosentrasi pada penyelesaian tesis ini. Hak-hak mereka untuk

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    5/222

      v

    diperhatikan dan ditemani telah terkurangi selama penelitian dan penyelesaian

    tesis ini.

    Demikian pula kepada para senior penulis, Dr. Wajidi Sayadi (alumni Sps

    UIN Jakarta-Dosen STAIN Pontianak) dan Dr Muhammad Zain (Dosen Fak.

    Ushuluddin UIN Jakarta), di samping sebagai senior yang selalu memotivasi,

    keduanya adalah guru penulis sejak menempuh pendidikan S1. Kepada Novizal

    Wendry, Syahrullah Iskandar dan seluruh teman diskusi yang memberikan banyak

    inspirasi kepada penulis selama studi di Program ini berlangsung. Terlalu banyak

    yang berjasa, sehingga penulis tak akan mampu menyebutkan nama mereka

    semua di pengantar terbatas ini. Semoga mereka mendapatkan imbalan yang

    setimpal dari Allah Swt… Amin….

    Ciputat, 22 Agustus 2007

    Penulis

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    6/222

      vi

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK …………………………………………………...………….….…

    KATA PENGANTAR

    ………………………………………...…………..…..

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    ……………………………………….…....

    DAFTAR ISI

    …………………………………………………...………….…..

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    ……………………………………………...

    ii

    v

    vii

    viii

    x

    BAB I PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah ………………………………..…

    B.  Identifikasi Masalah ………………………………………….

    C.  Batasan dan Perumusan Masalah ………………….…………

    D.  Metodologi Penelitian ………………………………………..

    1.  Sumber Data …………………………………………….

    2. 

    Langkah-Langkah Penelitian ………..………………….E.  Tujuan dan Signifikansi Penelitian ………………………...…

    1.  Tujuan Penelitian .……………………..….…………….2.  Signifikansi Penelitian …………………………………

    F.  Penelitian Terdahulu yang Relevan …………………………..

    G.  Sistematika Pembahasan ……………………………………..

    1

    3

    4

    4

    4

    58

    89

    10

    11

    BAB II MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI DAN KITAB SABI

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    7/222

      vii

    1.  Latar Belakang Penyusunan …............................................

    2.  Metode dan Sistematika Penyusunan……………………..3.  Sabi>l al-Muhtadi>n   dalam Konteks Indonesia

    …………….

    B.  Dependensi Sabi>l al-Muhtadi>n………………………………. 

    1.  Metode dan Sistematika Penyusunan …………………….

    2.  Kandungan Pembahasan ………………………………….

    3.  Metode Penyusunan Hadis ……………………………….

    C. Teknik Pengutipan Hadis ………………………………………

    31

    3439

    39

    4040

    41

    BAB IV ANALISIS KUALITAS HADIS SABIt al-

    Mustaqi>m……………………………………………………….

    Lampiran II: Indeks Hadis Sabi>l al- 

    Muhtadi>n………………………………...

    181

    189

    196

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    8/222

      viii

    TRANSLITERASI

    Pedoman Penulisan Arab  !  Indonesia

    S "  . d 9 d : k?

     b ; dz < t w ly

    t 4 r = z c mI

    ts p z +   Q n>

    J ? s @ gh D w h A sy 4 f \H hB  kh ! s ( q = y

    Huruf yang bertasydid ditulis dengan huruf yang sama berturut-turut, contoh:

    CE D! EFC ' = yughayyiru, G$ E,Ê    = sabbaha.Terdapat beberapa perubahan tulisan yang digunakan dalam tesis ini dari

     buku panduan Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

    Akademik 2004/2005, yaitu :

    •  Huruf (!) dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "sh" menjadi "s"

    •  Huruf () dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "h" menjadi "h"

    •  Huruf (9) dalam buku panduan Program Pascasarjana UIN SyarifHidayatullah Jakarta ditulis dengan "dh" menjadi "d"

    •  Huruf (

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    9/222

      ix

    Diftong

    H ID  = au

    H I= = ai\ Jo  = i

    L   = i Io M\   = i>N   = u IN O\   = u>

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    10/222

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan salah satu representasi dari

     berbagai sumber lokal yang paling otoritatif dan otentik dalam memberikan

    informasi tentang perkembangan hukum Islam (baca fiqh) di Kalimantan Selatan

     pada abad delapan belas. Pada era itu keberagamaan masyarakat di Banjar

    (Kalimantan Selatan) masih dalam suasana sinkretis, artinya ajaran Islam yang

    dianut masyarakat masih bercampur-aduk dengan kepercayaan animisme,

    dinamisme, Hindu dan Budha.1 

    Sejak berdirinya kesultanan Banjar, agama Islam memang telah menjadi

    agama resmi. Namun umat Islam pada saat itu hanya merupakan kelompok

    minoritas di kalangan penduduk. Para pemeluk Islam umumnya terbatas pada

    orang-orang Melayu. Islam hanya mampu masuk secara perlahan ke kalangan

    suku Dayak. Bahkan di kalangan kaum muslim Melayu, kepatuhan kepada Islam

    sangat minim dan tidak lebih dari syahadat. Pada saat itu belum tampak usaha dari

     para sultan yang berkuasa secara turun temurun untuk memajukan kehidupan

    Islam.2

      Kondisi ini berlangsung sampai masa Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (selanjutnya akan disebut al-Banjari), seorang ulama asal Kalimantan

    yang telah menempuh pendidikan agama Islam selama berpuluh tahun di Mekkah

    al-Mukarramah.

    Al-Banjari terdorong untuk melakukan islamisasi lebih lanjut. Dengan

     pengetahuannya terhadap kondisi kritis keberagamaan masyarakat Banjar, ia

    melakukan beberapa langkah strategis untuk mengatasi kritis keberagamaan

    tersebut. Salah satu langkah yang ditempuhnya adalah menyusun kitab-kitab

    agama Islam untuk meningkatkan pengetahuan agama Islam bagi masyarakat

    Banjar. Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan salah satu kitab yang disusunnya

    dalam bidang fiqh.

    1Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma r̀ifah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari!   dalamFadhal AR Bafadhal dan Asep Saefullah (ed),  Naskah Klasik Keagamaan Nusantara; Cerminan

     Budaya Bangsa I, (Cet I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan, 2005), h. 165.2Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma r̀ifah, h. 166. Lihat Sutrisno dan Sri Sutianingsih (ed.),

    Sejarah Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen

    P&K, 1978) , h. 43.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    11/222

      2

    Menurut Pijper, kitab tersebut merupakan kitab pegangan dan bahan

     pelajaran bagi para ulama dalam membimbing umat Islam di Kalimantan Selatan.

    Materi yang dimuat dalam kitab ini disusun sesuai dengan keperluan masyarakat

    di daerah ini.3 Bahkan Karel A. Steenbrink mengatakan bahwa tidak ada seorang

    ulama yang mengarang kitab fiqhi dalam bahasa Indonesia seluas yang dihasilkan

    oleh al-Banjari4  Kitab ini  ! lanjut Steenbrink- ditulis oleh al-Banjari dengan

    menggunakan bahasa Arab melayu (bahasa Jawi) yang di dalamnya al-Banjari

     banyak membahas tentang permasalahan hukum dan ibadah sosial lainnya secara

    luas dan tersusun secara sistematis seperti kitab-kitab klasik lainnya yang ada dan

     beredar dalam kehidupan manusia.5 

     Namun demikian, sebagai bagian dari warisan khazanah intelektual masa

    lampau, kitab tersebut selayaknya diberi apresiasi dan ditempatkan pada tempat

    yang sewajarnya. Ia bukanlah satu-satunya jalan memahami agama Islam, dalam

    arti tidak dianggap sebagai kitab suci, namun tidak pula dipandang tidak ada

    gunanya dan harus diabaikan. Kitab ini berisi pedoman praktis ajaran agama.

    Sabi>l al-Muhtadi>n merupakan karya al-Banjari hasil interaksinya

    dengan masyarakat Banjar dalam kondisi objektif dan dinamis. Muatan kitab ini

     bukan ketentuan yang sudah final, ia merupakan contoh-contoh bagaimana paraulama menyelesaikan persoalan hidup dengan berpedoman kepada sumber ajaran

    agama. Pedoman praktis yang termuat dalam kitab tersebut dapat saja berbeda

     bahkan berubah seiring dengan perubahan ruang dan waktu.

    Dalam kerangka itu, hemat penulis, kitab ini menarik untuk ditelaah

    kembali, terlepas dari peranannya yang cukup besar dalam pembinaan dan

     perkembangan hukum Islam di Indonesia, terutama pada daerah dan negara yang

    menggunakannya. Setidaknya, ada dua alasan mengapa kitab ini perlu ditelaah

    kembali;  Pertama, menyangkut validitas pengutipan al-Banjari dari beberapa

    kitab fiqh karya ulama generasi sebelumnya.6 Kitab Sabîl al-Muhtadîn ini disusun

    3G.J. Pijper, Fragmenta Islamica, Beberapa Studi Mengenai Sejarah Islam di Indonesia

     Awal Abad XX (Jakarta: UI Press, 1987), h. 54-55.4Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad XIX (Jakarta:

    Bulan Bintang, 1984), h. 91. 5Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek , h. 253.

    6

    Kitab-kitab rujukan al-Banjari antara lain; al-Manhaj karya Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshori, al-Mughni karya Syekh Khatib Syarbaini, al-Tuhfah oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami,

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    12/222

      3

    saat al-Banjari berumur sekitar 69-72 tahun,7  usia yang cukup tua untuk

    menyusun sebuah kitab sebesar Sabîl al-Muhtadîn.

     Kedua, menyangkut otentisitas hadis-hadis yang dikutip oleh al-Banjari.

    Hasil observasi penulis menunjukkan bahwa teknik pengutipan hadis al-Banjari

     belum menjamin otentisitas hadis-hadis tersebut. Di dalam kitab ini terdapat dua

    ratus tiga puluh empat hadis. Namun al-Banjari sering tidak menyebutkan kitab

    rujukan dimana hadis tersebut dikutip, bahkan ulasan mengenai kualitasnya tidak

    ditemukan. Teknik seperti ini tidak dapat meyakinkan para pembaca, padahal

    kitab ini memuat berbagai penjelasan terhadap persoalan hukum fiqh Islam untuk

    kepentingan masyarakat luas yang seharusnya berdasarkan pada dalil-dalil kuat.

    Berangkat dari pemikiran di atas, penulis yang saat ini sedang menempuh

    studi pada konsentrasi Tafsir-Hadis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap

     point kedua tersebut, yaitu menyangkut otentisitas hadis-hadis yang termuat

    dalam kitab Sabîl al-Muhtadîn ini.

    B.  Identifikasi Masalah

    Pembahasan mengenai Syekh Arsyad al-Banjari dan Sabîl al-Muhtadîn -

    nya menyimpan beberapa masalah yang perlu dikaji lebih lanjut. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai sebagai berikut:

    1.  Posisi Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n dalam perundang-undangan kesultanan

    Banjarmasin.

    2.  Metode Istinbath hukum yang ditempuh oleh Syekh Arsyad al-Banjari

    dalam formulasi hukum Sabi>l al-Muhtadi>n. 

    3.  Bagaimana pengaruh tradisi lokal (`urf ) yang dianut oleh masyarakat Banjar

    terhadap formulasi fiqh Sabîl al-Muhtadîn -nya?

    al-Nihayah karya Syekh Ramli dan beberapa buah matan, syarah dan komentar lainnya. LihatMuhammad Arsyad, Sabi>l, juz I, h. 4.

    7Usia ini diketahui dari pendapat beberapa kalangan bahwa al-Banjari dilahirkan padatahun 1707 M (pendapat lain: 1710 M), sementara kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini disusun pada

    tahun 1779 M pada masa pemerintahan Sultan Tahmidullah, penguasa Kerajaan Banjar (masin)saat itu. Lihat Asywadi Syukur,  Ibid., h. xi-xii., Bandingkan dengan Abu Daudi,  Maulana Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Tuan haji besar) (CetI; Kalimantan Selatan: Yayasan Pendidikan

    Islam Dalam Pagar, 2003), h. 39.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    13/222

      4

    4.  Bagaimana tingkat validitas pengutipan terhadap beberapa kitab fikih yang

    dirujuk oleh al-Banjari, mengingat kitab Sabîl al-Muhtadîn tersebut disusun

    oleh al-Banjari saat berumur tujuh puluh dua tahun?

    5.  Bagaimana kualitas hadis-hadis yang dirujuk oleh al-Banjari?

    6.  Bagaimana metode pemahaman al-Banjari terhadap hadis-hadis hukum

    yang dikutipnya?

    C.  Batasan dan Perumusan Masalah

    Mengingat kompleksitas masalah di atas yang secara keseluruhan tidak

    mungkin diteliti dalam waktu yang sama, maka agar lebih efektif dan efisien,

     peneliitian ini akan dibatasi pada satu masalah saja.

    Masalah mendasar yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah seputar

    kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n,  dengan

    rumusan sebagai berikut:

    1.  Kitab-kitab hadis apa saja yang dirujuk oleh al-Banjari dalam penyusunan

    kitab Sabi>l al-Muhtadi>n -nya?

    2.  Bagaimana teknik yang dilakukan oleh al-Banjari dalam mengutip hadis-

    hadis dari kitab sumbernya?

    3.  Bagaimana kualitas hadis-hadis yang terdapat di dalam Kitab Sabi>l al- Muhtadi>n?

    D.  Metodologi Penelitian

    1. Sumber Data

    Penelitian ini merupakan penelitian library research  (kepustakaan). Oleh

    karena itu, pencarian informasi dan data semuanya diperoleh dari buku-buku

     pustaka. Sumber primer data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah kitab

    Sabi>l al-Muhtadi>n, obyek penelitian ini. Sedangkan sumber sekundernya

    adalah kitab-kitab hadis yang dirujuk oleh al-Banjari dan beberapa kitab rijal  

    (kutub al-rijal ) guna memperoleh informasi menyangkut biografi dan kredibilitas

    rawi yang diteliti.

    Meskipun library research,  penulis juga turun ke lapangan, yaitu

    Banjarmasin Kalimantan Selatan daerah asal al-Banjari, untuk menelusuri

    informasi yang dibutuhkan terutama menyangkut biografi al-Banjari. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    14/222

      5

    2. Langkah-langkah Penelitian

    Karena penelitian ini difokuskan pada analisa kualitas sanad hadis, maka

    langkah-langkah yang ditempuh merupakan langkah-langkah penelitian hadis,

    yaitu sebagai berikut:

    1.  Identifikasi hadis.

    Langkah pertama yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi hadis-

    hadis yang terdapat dalam kitab Sabi>l al-Muhtadîn,  baik hadis dalam

     bentuk bahasa Arab maupun bahasa Jawi. Observasi awal penulis terhadap

    kitab ini menunjukkan bahwa sering kali al-Banjari mengutip hadis-hadis

    dalam bahasa aslinya, bahasa Arab, namun seringkali pula ia mengutipnya

    hanya dengan maknanya saja yang kemudian dibahasakan ke dalam

     bahasa Jawi.

    2.  Takhrij Hadis.

    Setelah diidentifikasi, hadis-hadis tersebut selanjutnya di-takhrij, untuk

    diketahui kitab hadis mana saja yang memuat hadis itu. Dengan takhrij

    redaksi hadis dan seluruh sanadnya secara lengkap akan didapatkan.

    Hadis yang terkandung dalam kitab Sabi>l al-Muhtadi>n sebanyak dua

    ratus tiga puluh empat puluh hadis. Untuk menemukan keberadaan hadis-hadis dimaksud, penulis akan menggunakan lima metode takhrij yang

    telah dirumuskan oleh para ulama, yaitu sebagai berikut:Takhrij bi

    mathla`i al-hadis (Takhrij berdasarkan awal matan), Takhrij bi Alfadz  

    (dengan berdasar lafadz), takhrij bi al-rawi al-a`la (takhrij dengan

     berdasar pada rawi pertama), takhrij bi maudhu`i al-hadis (takhrij dengan

     berdasar tema), takhrij bina-an `ala shifat fi al-hadis (takhrij dengan

     berdasar pada sifat hadis).

    Pada bagian ini, penulis lebih banyak menggunakan CD al-Maktabah al-

     Alfiyah li al-Sunnah al-Nabawiyah dan CD  Mausu'ah al-Hadi>s al-

    Syari>f sebagai awal proses pelacakan hadis-hadis dimaksud. Setelah

    ditemukan, hadis-hadis tersebut di-crosscek  ke kitab-kitab aslinya. Hal ini

     penting dilakukan agar validitas data dapat dipertanggungjawabkan.

    Pasalnya, pengalaman penulis seringkali menemukan beberapa masalah

    dalam penggunaan CD program ini. Misalnya, beberapa hadis pada kedua

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    15/222

      6

    CD program tersebut berbeda dengan kitab aslinya. Acapkali ditemukan

    hilangnya satu atau beberapa kata dan berakibat pada perubahan makna

    secara signifikan.

    Pengecekan tersebut dilakukan selama penulis menemukan kitab-kitab asli

    yang dirujuk itu. Sebab diakui bahwa pada perpustakaan UIN (utama dan

    SPs) koleksi kitab-kitab hadisnya masih sangat terbatas. Sehingga ada

     beberapa data yang tidak bisa dikomfirmasi ke kitab aslinya.

    3.  Pemilahan hadis yang diteliti

    Setelah proses takhri>j dilakukan, maka seluruh sanad dan matan secara

    lengkap pada hadis-hadis tersebut akan ditemukan. Dari sini akan

    diketahui siapa mukharrij  yang menghimpun hadis tersebut di dalam

    kitabnya.

    Proses selanjutnya dari penelitian ini adalah pemilahan hadis-hadis yang

    diteliti. Seharusnya, seluruh hadis yang terdapat di dalam kitab Sabi>la al-

     Muhatdi>n ini diteliti. Namun karena para ulama hadis telah sepakat atas

    kesahihan hadis-hadis riwayat Bukhari dan Muslim, maka penelitian

    terhadap kedua sumber tersebut tidak perlu lagi dilakukan. Hadis-hadis

    yang akan diteliti adalah hadis riwayat selain riwayat Bukhari dan Muslim.4.   I'tiba>r  (komparasi sanad)

    Langkah selanjutnya dari proses penelitian ini adalah  I'tiba>r , dimana

    hadis-hadis yang telah di-takhri>j  dan diketahui ternyata memiliki lebih

    dari satu sanad akan dibandingkan antara satu dengan yang lain. Hal ini

    dilakukan untuk mengetahui apakah sanad atau rawi pada sanad tersebut

    memiliki syahid atau muta>bi`, sehingga dapat saling menguatkan apabila

    rawi yang akan diteliti nantinya ternyata dhaif   atau tidak memenuhi

    standar kesahihan yang telah dirumuskan oleh para ulama.

    Dalam konteks ini, ulama hadis sepakat bahwa suatu hadis yang dhaif  dari

    sisi sanad bila didukung oleh sanad lain yang lebih kuat maka kualitasnya

    dapat meningkat menjadi hadis hasan li ghairih.8 Demikian pula, sebuah

    8

     Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id fi Ulu>m al-Hadi>s. Ditahqiqoleh Abd al-Fatta>h Abu Ghuddah (Beirut: Darul al-Qalam, 1982), h. 34.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    16/222

      7

    hadis yang dinyatakan hasan namun didukung oleh oleh sanad lain yang

    lebih kuat dapat meningkat menjadi sahi>h li ghairih.9 

    Dengan takhrij  akan diketahui seberapa banyak sanad untuk hadis yang

    diteliti. Jumlah sanad sangat berpengaruh terhadap kualitas hadis itu.

    Andai kata sebuah hadis memiliki dua atau lebih jumlah sanad, dan

    kesemuanya berkualitas dhai>f atau hasan maka kualitas sanad tersebut

    dapat meningkat ke kualifikasi hasan atau  sahi>h.10

     Tetapi perlu diingat

     bahwa hadis dhaif yang dimaksud bukan disebabkan oleh kefasikan atau

    hal lain yang berkaitan dengan moralitas rawi, namun karena terkait kadar

    intelektualitasnya yang tidak memenuhi kualifikasi sahi>h. Teori tersebut

    akan penulis gunakan dalam peneltian ini.

    5.  Penelitian sanad

    Setelah melakukan  I'tiba>r, langkah selanjutnya adalah penelitian sanad.

    Sasaran penelitian ini adalah ketersambungan sanad (ittisa>l al-sanad )

    dan aspek kualitas rawi, baik dari segi 'ada>lah (moralitas) maupun ke-

    dhabitan  (kualitas intelektualitas)-nya. Aspek yang akan diteliti dari

     pribadi periwayat ini menyangkut nama lengkap berserta gelar, kuniyah,

    garis keturunan, waktu kelahiran dan kematian, hubungannya antara periwayat sebelum dan sesudahnya dan komentar para kritikus (al-nuqad )

    hadis terkait dengan moralitas dan kualitas keilmuwannya (al-jarh wa al-

    ta'di>l).

    Menyangkut penilaian kualitas rawi, dalam ilmu hadis dikenal tiga tipe

    ulama kritikus hadis. Pertama, mutasyaddid (ketat). Ulama yang dikenal

    tipe ini antara lain: Ibnu Main (233 H), Abu Hatim al-Ra>zi (275 H),

    Syu'bah (160 H), Yahya al-Qatthan (298 H), Abdurrahman Ibnu Mahdi

    (198 H), sufyan al-Tsauri (161 H), al-bukhari (256 H), dan lain-lain.

    Kedua, mutasa>hil  (longgar). Di antaranya al-Turmudzi (279 H/889), Abu

    Daud (275H), al-Nasai ( 303 H), Ibnu Majah (273H), al-Baihaqi (458 H),

    al-Hakim (405 H), Imam Syafii (204 H), al-Tabra>ni (360 H), dan lain-

    lain. Ketiga, Mu'tadil (moderat), diantaranya: Ahmad bin Hanbal (241 H),

    9 Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id, h. 34. 10

     Dzafar Ahmad al-Utsma>ni al-Taha>nawi, Qawa>id, h. 34. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    17/222

      8

    Abu Zur'ah (264), al-Dzahabi (748 H), Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H),

    dan lain sebagainya.11 

    Karena perbedaan tipe inilah, terkadang ditemukan kualifikasi seorang

    rawi diperselisihi oleh mereka. Dalam kondisi seperti ini penulis akan

    merujuk pendapat Ibnu Hajar, yang dikenal mu'tadi>l, melalui kitab

    Taqri>b al-Tahdzi>b-nya.

    6.  Tahki>m 

    Setelah mengemukakan data-data tentang para periwayat termasuk

    komentar para kritikus hadis dan selanjutnya menganalisanya, maka

    langkah terakhir adalah tahki>m  atau menyimpulkan kualitas hadis yang

    diteliti sahih atau tidak. Dan selanjutnya akan dikemukakan faktor yang

    menyebabkan ke-dhaif -an sanad tersebut apabila memang ternyata dhaif  

    atau masalah lain.

    E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a.  Untuk mengetahui kitab-kitab hadis yang dirujuk oleh al-Banjaridalam kitab Sabîl al-Muhtadîn-nya. Pengamatan penulis

    menunjukkan bahwa Al-Banjari tidak konsisten dalam

    menyebutkan mukharrij hadis yang dikutipnya. Pada suatu tempat

    ia mengemukakan hadis dan mukharrij-nya secara lengkap namun

    di tempat lain hal yang sama tidak dilakukan. Penelitian ini

    diharapkan dapat memetakan kitab hadis yang dirujuk al-Banjari,

    sehingga dominasi sebuah kitab hadis dapat diketahui.

    Hasil ini sedikit-banyak akan mempengaruhi status kehujjahan

    kitabnya. Jika ternyata hasil penelitian menunjukkan al-Banjari

    merujuk kitab-kitab non kitab hadis, maka ini akan mengurangi

    tingkat kehujjahannya. Sebab sebuah kitab fiqhi seharusnya

    11 Lihat Abd al-Mauju>d Abd al-Lathi>f, Ilmu al-Jarh wa al-Ta'disat wa

    Tatbi>q (Cet. I; Kuwait: al-Dar al-Salafiyah, 1988), h. 47-48., Abu Lawi, 'Ilm Usu>l al-Jarh waal-Ta'di>l (Cet.I; t.tp: Dar Ibnu Affan, 1997), h. 215-216.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    18/222

      9

     berdasarkan pada dalil (baca: hadis) yang dikutip dari kitab-kitab

    mu'tabar. 

     b.  Untuk mengetahui teknik al-Banjari dalam pengutipan hadis dari

    kitab sumbernya. Pada umumnya, ulama-ulama terdahulu tidak

    terikat dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah seperti

    sekarang. Sehingga, teknik penulisan sebuah kitab yang dianut oleh

    seorang ulama menjadi seni dan ciri khas tersendiri bagi dirinya

    yang mungkin saja berbeda dengan ulama lain. Demikian pula

    dalam teknik pengutipan hadis dari kitab-kitab sumbernya, cukup

    variatif. Di antara ulama ada yang mengutip lengkap dengan sanad,

    matan, dan mukharrij-nya, ada pula yang hanya dengan sanad

    terakhir kemudian matannya secara lengkap. Di antara mereka pula

    ada yang tidak menyebutkan secara lengkap, tanpa sanad bahkan

    meringkas matan. Teknik-teknik seperti itu tidak boleh disalahkan

    karena memang pada saat itu belum dikenal kaidah dasar yang

    disepakati oleh mereka sendiri.

    c.  Untuk menganalisa kualitas hadis-hadis yang terdapat dalam kitab

    Sabi>l al-Muhtadi>n. Pengetahuan terhadap kualitas hadismerupakan tujuan pokok penelitian ini. Telah disebutkan pada sub

    sebelumnya bahwa sampai sekarang kitab Sabîl al-Muhtadîn

    masih menjadi kitab pegangan pada pendidikan non formal di

     beberapa daerah seperti Kalimantan terutama Kalimantan Selatan,

     Nusa Tenggara dan Banda Aceh.

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan

     bagi para pengguna tersebut menyangkut kesahihan hadis-hadis

    kitab ini.

    2.  Signifikansi Penelitian

    Hemat penulis, penelitian terhadap hadis-hadis yang terkandung dalam

    kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini sangat urgen. Pasalnya, kitab ini merupakan kitab

    fikhi  yang memuat penjelasan hukum terhadap berbagai persoalan masyarakat,

    ibadah mahdhah dengan berdasar pada al-Qur`an dan hadis. Sampai saat ini kitab

    ini masih tetap dijadikan sebagai pegangan para pendidik keagamaan pada

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    19/222

      10

     pendidikan non formal (majelis taklim) di beberapa daerah seperti Kalimantan

    Selatan, Banda Aceh, Nusa Tenggara dan beberapa negara yang bahasa

    kesehariannya menggunakan bahasa Melayu dan bermazhab Syafii, seperti

    Thailand (Fathoni), Burma, Malaysia, Filippina, Singapura, Brunai Darussalam,

    Kamboja dan laos.12

     

    Sementara, hasil pengamatan penulis, sebagian besar hadis-hadis yang

    tercantum dalam kitab tersebut dikutip dari beberapa kitab non Bukhari-Muslim,

     bahkan selain al-kutub al-sittah (selain sembilan kitab hadis standar) seperti al-

     Mu`jam al-Kabîr karya Imam al-Tabrani, Syu`ab al-Ima>n karya Imam al-

    Baihaqi. Hadis-hadis tersebut tidak dijelaskan kualitasnya oleh al-Banjari. Di

    sinilah urgensinya penelitian ini dilakukan.

    F.  Penelitian Terdahulu yang Relevan

    Sepanjang pengamatan penulis, ada beberapa sarjana atau individu yang

    telah melakukan kajian dan penelitian terhadap Muhammad Arsyad al-Banjari dan

    Kitab Sabi>l al-Muhatadi>n-nya. Dari sejumlah tulisan yang ada, penulis belum

    mendapatkan satu karya pun yang membahas secara khusus tentang hadis-hadis

    dalam karya monumentalnya itu. Salah satu di antara mereka adalah Syamsiar Zahrani. Melalui

     penelitiannya #  Pemberdayaan Ekonomi Umat; Tinjauan atas Pemikiran

     Muhammad Arsyad al-Banjari dalam Kitab Sabîl al-Muhtadîn!  , ia

    mengemukakan relevansi pemikiran al-Banjari tentang pengelolaan Zakat dengan

    sistem pemberdayaan ekonomi umat masa kini.

    Masih terkait dengan kitab ini, Asywadie Syukur, menerjemahkan

    (menyalin) kitab ini dan telah diterbitkan dalam dua jilid. Kaitannya dengan hadis,

    Asywadie tidak hanya menerjemahkan semata tetapi telah memberikan sekelumit

    keterangan mengenai siapa mukharrij yang telah menghimpun hadis itu setelah

    menyebutkan matannya. Namun demikian, Asywadie belum sampai pada

     penjelasan menyangkut kualitas hadis-hadis tersebut.

    12Syaifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. 

    (Bandung: al-M`arif, 1979),h. 398. Lihat pula Asywadi Syukur (penyalin), #Kata PengantarPenyalin$ dalam Kitab Sabila, h. xii. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    20/222

      11

    Meskipun demikian, terjemahan ini nantinya akan sangat membantu

     penulis dalam penelitian ini terutama pada beberapa kalimat bahasa  Jawi-nya

    yang kurang bisa dibaca dan dipahami dengan baik oleh penulis.

    G.  Sistematika Pembahasan

    Penelitian ini akan disusun dalam beberapa bab. Tiap-tiap bab terdiri dari

     beberapa sub !  bab sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Bab

     pertama menjelaskan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, batasan dan

    rumusan masalah penelitian. Selanjutnya dibahas pula mengenai tujuan dan

    signifikansi penelitian, metode serta sistematika pembahasan sehingga posisi

     penelitian dalam wacana keilmuwan hadis akan diketahui secara jelas.

    Bab kedua mengungkap sejarah perkembangan intelektualitas al-Banjari

    dan Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n. Dalam bahasan ini diangkat biografi al-Banjari,

     perkembangan intelektualitasnya baik sebelum maupun pasca studinya di

    Mekkah, karya-karyanya dan yang terpenting adalah corak pemikirannya di

     berbagai bidang pemikiran Islam sehingga benang merah yang merangkai

     pemikirannya akan dapat dilihat dengan jelas.

    Bab ketiga akan digambarkan pula kitab Sabi>l al-Muhtadi>n ini meliputilatarbelakang penyusunannya, corak pembahasan maupun sumber rujukannya

    secara umum. Beberapa hal terpenting lainnya adalah deskripsi tentang

    dependensi (ketergantungan) kitab ini terhadap Sira>t al-Mustaqi>m  karya al-

    Raniri, kitab fikhi berbahasa Melayu yang terbit sebelumnya. Dari sini akan

    diketahui bahwa al-Banjari ternyata mengutip banyak dari kitab tersebut

    meskipun tidak dikemukakan. Hal lain yang dikemukakan adalah muatan kitab

    ini dalam konteks Indonesia atau tradisi Banjar saat itu. Pada bagian ini, penulis

    akan mengemukakan sensitivitas dan akomodasi al-Banjari terhadap konteks

    masyarakat Banjar yang mengitarinya. Sebab meskipun rujukan yang digunakan

    seluruhnya berasal karya ulama-ulama Timur Tengah, al-Banjari tidak menutup

    mata dan telinganya terhadap persoalan masyarakat yang aktual saat itu. Karena

    itu, di bagian ini penjelasan hukum al-Banjari seputar hal-hal yang berangkat dari

    konteks sosial tersebut perlu dikemukakan. Masih dalam bab yang sama, penulis

    akan mengemukakan teknik pengutipan hadis al-Banjari, maskipun tesis

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    21/222

      12

    sementara penulis menuturkan bahwa tekniknya tidak berbeda jauh dengan yang

    dilakukan oleh ulama fikhi yang lain.

    Bab keempat merupakan pokok dari penelitian ini yaitu mengkaji kualitas

    hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sabi>l al-Muhtadi>n. Obyek kajian di sini

    adalah hadis-hadis selain riwayat Bukhari-Muslim yang telah dipilah melalui

     proses takhrij pada bab sebelumnya.

    Bab kelima adalah bab terakhir yang berisi kesimpulan dari uraian-uraian

    yang telah dibahas dan diperbincangkan dalam keseluruhan penulisan penelitian.

    Bahasan ini sebagai jawaban terhadap masalah-masalah yang diajukan dalam

     pendahuluan.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    22/222

      13

    BAB II

    MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI DAN KITAB SABîL AL - 

    MUHTADîN

    A.  Biogarfi Muhammad Arsyad al-Banjari

    Muhammad Arsyad al-Banjari (selanjutnya akan disebut al-Banjari)1 

    dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1710 Masehi di Kampung Lok Gabang, sebuah

    desa terpencil dari Ibu Kota Kerajaan Banjar pada saat itu. Al-Banjari lahir dari

     pasangan Abdullah dan Siti Aminah.2  Menurut data yang diperoleh, Abdullah

    adalah seorang tukang ukir kerajaan yang saleh, keturunan salah seorang

    muballigh yang datang dari Maghri>bi ke Philippina kemudian mendirikan

    kerajaan Islam di Mindanao.3 

    Keluarga al-Banjari merupakan keluarga religius, sehingga sejak kecil ia

    dan saudara-saudaranya telah mendapatkan pendidikan agama dari kedua orang

    tuanya secara langsung. Sejak usia kecil, al-Banjari telah menunjukkan potensi

    intelektualitas yang tinggi, ia memiliki daya hafal yang kuat, cerdas, berbudi

     pekerti serta memiliki kemampuan seni lukis yang baik. Sehingga suatu ketika

    Sultan Banjar bersilaturrahmi ke rumahnya, ia tertarik pada sebuah lukisan karyaal-Banjari.4 

    Rasa simpatik yang tinggi terhadap al-Banjari medorong Sultan untuk

    meminta kepada orang tuanya untuk membawanya tinggal di istana agar dapat

    mengenyam pendidikan lebih serius dan seluruh potensinya dapat dikembangkan

    dengan baik. Mulai saat itulah, al-Banjari akhirnya tinggal di lingkungan istana.

    Pada lingkungan yang baru tersebut al-Banjari dapat menyesuaikan diri dengan

    1Dalam sejarah Islam Banjar, ada dua ulama besar yang dikenal dengan nama al-Banjari,

    yaitu Muhammad Arsyad al-Banjari dan Muhammad Nafis bin Idris bin Husain al-Banjari. Nama

    yang disebut terakhir lebih dikenal sebagai ulama tasawuf. Melalui karyanya al-Du>r al-Nafi>s fi> Baya>n Wahdat al-Af'a>l al-Asma> wa al-Sifa>t wa al-Dza>t al-Taqdi>s. Ia dilahirkan diMartapura pada tahun 1148 H./1735 M dan hidup satu periode dengan Arsyad al-Banjari. Lihat

    Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, Edisi Ravisi ( Cet. II; Jakarta: Kencana, 2005)h. 320-321.

    2 Abu Daudi,  Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Tuan haji Besar) (Edisi

    Baru, Cet. I; Kalimantan Selatan, Yayasan Pendidikan Islam Dalampagar, 2003), h. 37.3  Asywadie Syukur, dkk, #Kritik Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari Terhadap

    Beberapa Kepercayaan Masyarakat Banjar $  Laporan penelitian, Pusat Penelitian IAIN Antasari

    Banjarmasin, 1999, h. 8.4 Abu Daudi, Maulana, h. 41.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    23/222

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    24/222

      15

    Menurutnya, kiblat di masjid-masjid tersebut tidak diarahkan secara benar menuju

    Ka'bah, dan karenanya, harus diubah.9  Pernyataan al-Banjari ini menimbulkan

    konntroversi di kalangan tokoh muslim Batavia, dan akibatnya Gubernur jenderal

     belanda memanggil al-Banjari untuk menjelaskan masalah itu. Sang gubernur,

    yang terkesan dengan perhitungan matematis al-Banjari, dengan senang hati

    memberinya beberapa hadiah.10 

    Setelah menjalankan misi dakwahnya selama kurang lebih tiga puluh

    delapan tahun, kondisi kesehatan al-Banjari semakin menurun. Pada tanggal 13

    Oktober 1812 M, al-Banjari meninggal dunia dalam usia 102 tahun.

    Menurut data yang diperoleh, al-Banjari telah menikah sebanyak sebelas

    kali dan memiliki dua puluhan anak. Saat ini keturunannaya telah menyebar ke

     beberapa daerah Kalimantan, Jawa bahkan di antara mereka ada yang menetap di

    Malaysia dengan memegang jabatan keagamaan penting di sana.11 

    B. Perkembangan Intelektualitas dan Gagasan Pembaruan al-Banjari

    Sebagaimana disebutkan di atas bahwa al-Banjari pertama kali

    mengenyam pendidikan dari keluarganya hingga ia berusia tujuh tahun. Karena

    masih anak-anak maka dapat diduga bahwa pendidikan yang diperoleh dari orang

    tuanya pada fase ini berupa pengenalan baca al-Qur`an dan pendidikan yang berkaitan dengan kepribadian, tata krama, keterampilan dan sebagainya. Sejak

    saat itu menurut Abu Daudi, al-Banjari telah menunjukkan potensinya yang lebih

    dibanding teman-teman sebayanya, cerdas, berbudi pekerti serta memiliki bakat

    seni lukis yang pada akhirnya mengantarnya ke lingkungan istana kesultanan.

    Ketika berusia delapan tahun, al-Banjari memasuki pendidikan dalam

    keraton Kerajaan Banjar di Martapura sampai usianya mencapai tiga puluh tahun.

    Ia dijadikan sebagai anak angkat oleh Sultan Banjar dan dididik tanpa

    membedakannya dengan anak serta cucu-cucunya. Penulis tidak memperoleh data

    tentang ilmu apa saja yang diperoleh oleh al-Banjari dalam fase pendidikannya

    ini, dan siapa guru yang mengajarinya. Namun yang jelas, guru tersebut sengaja

    9Azra, Jaringan Ulama,h. 318.10

     Azra, Jaringan Ulama,h. 318. 11

    Abu Daudi, Maualana, h. 99-456. Lihat pula Siti Zalikhah, #Sumbangan dan pengaruhShaiykh Muhammad Arshad al-Banjariy Dalam Bidang Fiqh di Alam Melayu$, Makalah,

    dipresentasikan pada seminar Internasional #Pemikiran Syekh Arsyad al-Banjari, tgl 4-5 Oktober2003 di Banjarmasin.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    25/222

      16

    didatangkan oleh Sultan untuk al-Banjari, dan diduga kuat salah satu ilmu yang

    diperolehnya adalah ilmu alat (Bahasa Arab dan kaidahnya) mengingat setelah itu,

    ia melanjutkan pendidikannya ke Mekkah dan dapat berinteraksi dan

     berkomunikasi secara langsung dengan guru-gurunya di sana.

    Dalam usia tiga puluh tahun, al-Banjari mulai memasuki fase ketiga

     pendidikannya di Tanah Suci, Di sinilah ia mencapai kematangan

    intelektualitasnya. Dalam hal ini, Sultan Tamjidullah (1734-1759) sangat berjasa

     besar. Seluruh biaya keberangkatan termasuk biaya hidup dan akomodasi selama

    al-Banjari pendidikan di tanah Suci ditanggung oleh Sultan.12 Al-Banjari belajar

     berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan berguru kepada para Syekh atau ulama

    yang mengajar di Masjid al-Haram. Guru-gurunya antara lain:

    1.  Syekh Muhammad bin Abd Karim al-Qadiri, al-Hasani al-Samman al-

    Madani.

    2.  Syekh `Athaillah bin Ahmad al-Mishri, al-Azhari

    3.  Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdie

    4.  Syekh Ahmad bin Abd Mun`im al-Damanhuri

    5.  Syekh Abil Faidh muhammad Murtadho bin Muhammad al-Zabidi

    6.  Syekh Hasan bin Ahmad `Akisy al-Yamani7.  Syekh Salim bin Abdullah al-Bashri

    8.  Syekh Abd. Rahman bin Abd Aziz al-Maghribi

    9.  Syekh Sayyid Abd. Rahman bin Sulaiman al-Ahdal

    10. Syekh Abd. Rahman bin Abd. Mubin al-Fathani

    11. Syekh Abd. Gani bin Syekh Muhammad Hilal

    12. Syekh Abid al-Sandi

    13. Syekh Abd. Wahab al-Thanthawi

    14. Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani

    15. Syekh Muhammad bin Ahmad al-Jauhari

    16. Syek Muhammad Zein bin Faqih Jalaluddin Aceh.

    12 Di Makkah, al-Banjari tinggal pada sebuah rumah yang dibelikan oleh pihak Kerajaan

    Banjar. Posisinya tidak jauh dari Masjid al-Haram. Sampai saat ini, rumah tersebut masih ada dan

    dipelihara oleh imigran Banjar yang tinggal di sana , dan dikenal dengan # Barkat Banjar $. Lihat Ibid. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    26/222

      17

    Dari guru-guru di atas, ada beberapa di antara mereka yang

    menganugerahkan  sanad   kitab tertentu yang mata rantainya masih bersambung

    dengan penulisnya. Guru yang dimaksud adalah sebagai berikut:13 

    1. Muhammad Murtadho al-Zabidi. Sanad kitab yang diberikan:

    - Sanad Mandzumat al-Rahbiyah

    - Sanad Nail al-Authar

    - Sanad Sirah Ibnu Ishaq 

    - Sanad al-Nasyar wa al-Muqaddimah al-Ajrumiyah 

    - Sanad Kitab al-Tauhid fi Haq Allah 

    - Sanad Kanz al-Raghibin Syarh al-Minhaj.

    - Sanad Taj al-Arusy 

    2. Muhammad Sulaiman al-Zabidi

    - Sanad al-Ghayat wa Taqrib 

    - Sanad Fath al-Jawad Syarh al-Irsyad  

    - Sanad Al-Fiyah al-Haditsiyah 

    - Sanad Hasyiyah Syarh al-Sa`di `ala al-Aqaid  

    - Sanad Syarah al-Jauharah 

    - Sanad Mawahib al-saniyah Syarh al-faraid al-Bahiyyah.- Sanad Tarikh Makkah.

    3. Syekh Hasan bin Ahmad `Akisy al-Yamani :  Fiqh al-Lughah wa sir al-

     Arabiyah

    4. Syekh Salim bin Abdillah al-Bashri al-Makki: Sanad Sunan al-Nasai

    5. Syekh Muhammad bin Abd Karim al-Qadiri, al-Hasani al-Samman al-Madani :

    Tasawuf.14 

    Seperti halnya dengan para ulama Melayu-Indonesia lainnya, selama

     berada di  Haramain, al-Banjari mempertahankan kontak dan komunikasi secara

    13  Khairil Anwar, #Ulama Indunisiyya al-Qarni al-Thamin ~Ashar: Tarjamah

    Muhammad Arshad al-Banjaru wa Afkaruhu$, artikel, Studia Islamika; Indonesian Journal forIslamic Studies, Vol 3, Number 4, 1996, h. 144-146.

    14Menurut Abu Daudi, al-Banjari telah mendapat ijazah serta kedudukan sebagai

    Khalifah. Karena itu, ia diduga kuat mengamalkan Tarekat Sammaniyah. Namun dugaan ini masihdiragukan oleh Zurqani Yahya. Menurutnya, belum bisa dipastikan apakah al-Banjari

    mengamalkan tarekat ini karena amalan zikir yang dikemukakan dalam kitab tasawufnya, Kanz al- Ma`rifah, justru berbeda dengan zikir yang biasanya diamalkan dalam tarekat Sammaniyah. LihatZurkani Yahya, #Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari di Bidang Teologi dan Tasawuf $ 

    makalah, dipresentasikan pada Seminar Internasional #Pemikiran Syekh Arsyad al-Banjari$ tanggal 4-5 Oktober 203 Banjarmasin, h 21-23.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    27/222

      18

    terus-menerus dengan tanah airnya, sehingga dia selalu mendapatkan informasi

    tentang perkembangan Islam di sana. Dalam konteks ini, diriwayatkan dia

    meminta pendapat gurunya, Sulaiman al-Kurdie, menyangkut beberapa

    kebijaksanaan agama Sultan Banjar. Dia mendengar bahwa sang Sultan

    menerapkan hukuman denda yang berat kepada warga muslimnya yang tidak

    melaksanakan shalat Jum'`at berjamaah.15  Al-Banjari juga meminta penjelasan

    tentang perbedaan antara pajak dan zakat, karena Sultan mewajibkan warganya

    membayar pajak, bukan zakat.16 Jawaban al-Kurdie terhadap beberapa pertanyaan

    itu kemudian dikumpul dalam sebuah risalah oleh al-Banjari dengan judul

     Fatawa Sulaiman Kurdie.17

     

    Setelah kembali ke Banjarmasin, al-Banjari melakukan beberapa

     pembaruan terkait dengan kehidupan beragama di Banjar saat itu. Gagasan

     pembaruannya antara lain:

    1.  Mendirikan pesantren. Pesantren ini adalah lembaga pendidikan Islam

     pertama yang berdiri di Kesultanan Banjar. Dengan semangat pendidikan

    tinggi, al-Banjari memanfaatkan sebidang tanah pemberian kesultanan itu

    untuk mendidik kaum muslim Banjar guna meningkatkan pemahaman mereka

    atas ajaran-ajaran dan praktik-praktik Islam. Lembaga al-Banjari ini memilikiruangan-ruangan belajar, pondokan para murid, rumah para guru, dan

     perpustakaan seperti halnya dengan pesantren di pulau Jawa. Secara

    ekonomis, pesantren ini dapat membiayai dirinya sendiri, karena al-Banjari

    dengan para guru dan beberapa santrinya mengolah tanah sekelilingnya untuk

    menjadi sawah yang produktif dan kebun-kebun sayuran.18  Sejak saat itu

    dan hingga sekarang, lokasi lembaga pendidikan ini lebih dikenal dengan

    sebutan #Dalam Pagar $.19 

    2.  Membentuk Mahkamah Syari'ah di Kesutanan Banjar. Al-Banjari

    menyarankkan kepada Sultan Banjar agar dibentuk sebuah lembaga dalam

    kerajaan yang dipimpin seorang mufti, yang  bertugas memberikan fatwa dan

    nasehat keagamaan kepada Sultan, dan seorang qadhi  yang menangani

    15 Azra, Jaringan, h. 253-254

    16 Azra, Jaringan, h. 253-254 

    17  Abu Daudi, Maulana h. 51. ,18

      Abu Daudi, Maulana h. 51.19  Abu Daudi, Maulana h. h. 19.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    28/222

      19

    masalah-masalah perdata Islam seperti pernikahan dan waris. Saran tersebut

    diterima oleh Sultan, dan mulai saat itu lembaga Mahkamah Syari`ah telah

    terbentuk dengan mufti dan qadhi  pertama Muhammad As`ad (Cucu al-

    Banjari) dan H. Abu Su`ud (anak al-Banjari sendiri). Langkah ini diambil oleh

    al-Banjari untuk menguatkan Islamisasi di Kesultanan Banjar dengan

    menjadikan doktrin-doktrin hukum Islam menjadi acuan terpenting dalam

     penggadilan kriminal dan masalah-maslah keagamaan dan sosial.20 Sejak saat

    itu, hukum Islam berlaku secara efektif kepada masyarakat kerajaan yang

    kemudian dikukuhkan oleh Sultan berikutnya, Sultan Adam al-Watsiq Billah

    (1825-1857) melalui undang-undang tahun 1835 M.21

     

    Meski Islam telah lama menjadi agama resmi kerajaan, Kesultanan Banjar

     baru kali itu memiliki lembaga hukum seperti itu. Sebelum al-Banjari, tidak-

    ada usaha serius dari penguasa untuk memajukan kehidupan Islam. Kaum

    muslim hanya menjadi kelompok minoritas di kalangan penduduk. Para

     pemeluk Islam, umumnya, hanya terbatas pada orang-orang melayu, itu pun

    kepatuhannya sangat minim dan tidak lebih dari pengucapan syahadatain. 22 

    3. Pembaruan (pemurnian) pemahaman keagamaan masyarakat. Al-Banjari

    tidak hanya berkiprah di lembaga pendidikan yang didirikannya dan keluargaistana, tetapi juga pada masyarakat luas. Di sini al-Banjari seringkali

    menemukan praktik atau kebiasaan masyarakat Banjar, tradisi para pendahulu

    mereka yang, menurut pemahamnnya,bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

    al-Banjari tidak mendiamkan namun menjelaskan bahwa tradisi seperti itu

    tidak sesuai dengan agama Islam. 23 

    C. Karya Tulis

    20Azra, Jaringan, h. 253.21

     Azra, Jaringan,  h. 23.22

    Azra, Jaringan, h. 315.23 Salah satu tradisi dimaksud adalah upacara Manyanggar Banua, sebuah ritual tahunan

    setelah panen yang dimaksudkan untuk menebus kehilafan yang mungkin pernah diperbuat olehanggota masyarakat. Dengan ritual ini masyarakat berharap kampung halaman mereka jadi sucitanpa dosa sehingga segala malapetaka dapat dihindari. Hal yang mencolok dari tradisi ini adalah

     berupa sesajen baik yang sudah dimasak maupun masih mentah, dan binatang ternak sepertikambing dan ayam. Sesajen tersebut dibuang ke dalam sumur yang diyakini sebagai tempat bertemunya arwah para leluhur. Baca Tim Peneliti Fakultas Dakwah, "Kritik Syekh Muhamad

    Arsyad al-Banjari terhadap Beberapa Kepercayaan Masyarakat Banjar", Pusat Penelitian IAINBanjarmasin, 1999, h 42-49.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    29/222

      20

    Al-Banjari kembali dari Haramain ketika usianya menginjak enam puluh

    dua tahun dan meninggal pada usia seratus dua tahun (1710-1812 M). Selama

    empat puluh tahun masa gerakan Islamisasinya di Kerajaan Banjar (1772-1812

    M), dia telah melakukan banyak hal demi keberhasilan misinya. Salah satunya

    melahirkan karya tulis. Data yang penulis peroleh menunjukkan bahwa selama

    hidupnya, al-Banjari telah menghasilkan sebanyak dua belas buah tangan pada

     berbagai disiplin ilmu. Namun sangat disayangkan, dari karya-karya tersebut tidak

    satupun ditemukan kitab ataupun risalah yang berkaitan dengan hadis dan ilmu

    hadis yang dengannya pemikiran al-Banjari tentang hadis dapat ditelaah. Karya-

    karya tersebut dikalssifikasi pada kategori berikut:

    1. Aqidah dan Akhlak

    a.  Kitab Ushu>luddi>n

    Risalah ini ditulis al-Banjari pada tahun 1188 H (1774 M) dua tahun setelah

    tiba di tanah air. Belum pernah diterbitkan, tetapi kemungkinan besar sebagian

    isinya sudah diadopsi ke dalam  Kitab Parukunan,24

      karena ulasannya seputar

     pengetahuan dasar aqidah.25 

     b.  Kitab Tuhfat al-Ra>ghibi>n 

    Meskipun penulis risalah ini tidak jelas menyebutkan namanya, karenahanya ditulis #li ahadi  ulama al- Jawi al-a>milin  (oleh salah seorang ulama

    Indonesia yang berkarya), tetapi menurut kalangan keturunan al-Banjari, risalah

    ini tidak diragukan sebagai buah tangan al-Banjari sebab sejak dari dulu secara

    turun temurun diajarkan di Martapura.26

     Bahkan menurut salah seorang dzurriat-

    nya, manuskrip risalah ini kini disimpan secara pribadi oleh salah seorang

    cucunya di Dalam Pagar.27 Disamping itu, di dalam kitab ini ditemukan beberapa

    kata dan konsep bahasa melayu Banjar yang dipergunakan, gaya bahasanya sama

    dengan gaya bahasa al-Banjari pada kitab-kitab lainnya bahkan di dalamnya

    24 Kitab ini disusun oleh Fatimah, salah seorang cucu al-Banjari. Kitab ini memiliki peran

     besar dalam Islamisasi di Banjar bahkan di beberapa negara Melayu, dijadikan sebagai panduan

    dalam ritualitas ibadah. Lihat TIM Peneliti IAIN Antasari, "Pemikiran-Pemikiran KeagamaanSyekh Muhammad Arsyad al-Banjari" 'Laporan Penelitian, Banjarmasin, 1988-1989,h. 57-58.

    25Abu Daudi, Maulana, h. 3926

      Di antara penulis sejarah yang mengakuinya adalah Abdurrahman Siddik (cucu al-Banjari, Mufti Kerajaan Indragiri Riau w. 1939 M.) dalam karyanya Syajarat al-Arsyadiyah, h. 15;Amir Hasan Bonndan dalam bukunya Suluh Sejarah Kalimantan (Banjarmasin :Fajar, 1953), h.

    176. 27Zurqani Yahya, Pemikiran, h. 2.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    30/222

      21

    ditemukan gambaran al-Banjari tentang pelaksanaan dan keyakinan yang

    menyertai berbagai upacara ritual keagamaan masyarakat Banjar.28  Ini semua

    mengukuhkan pendapat bahwa karya ini milik al-Banjari.

    Risalah ini ditulis pada tahun 1188 H (1774 M). Muhammad Chhatib

    Quzwain mengatakan bahwa jika dilihat dari materi pembahasannya, tentang

    aqidah dan pemurniannya, kemungkinan risalah ini ditulis untuk kaum elit

    masyarakat, seperti raja dan ulama. Naskah risalah ini dapat ditemukan pada

    Perpustakaan Nasional (Museum Pusat) Jakarta No. MI.719 (V.d.w.37).29 

    c. Kitab al-Qaul al-Mukhtasar fi> 'ala>mati al-Mahdi al-Muntadzar  

    Risalah ini ditulis pada tahun 1196 H (1781M.) Isinya menjelaskan tanda-

    tanda akan tibanya hari kiamat, salah satu rukun iman. Risalah yang ditulis dalam

     bahasa Melayu-Arab ini terdiri atas sebelas pasal. Pernah diterbitkan oleh Maktab

    al-Ahmadiyah di Singapore pada tahun 1356 H (1937 M) berbarengan dengan

    kitab Syajarat al-Arsyadiyah karya Abdurrahman Siddiq, cucu al-Banjari.30 

    d. Kitab Kanz al-Ma'rifa>t  

    Kitab ini karya al-Banjari di bidang tasawuf. Meskipun sebuah risalah

    kecil yang hanya terdiri dari enam halaman, namun isinya dapat dianggap

    mencakup struktur minimal suatu ajaran tasawuf. Ulasannya menyangku tentangTuhan dan manusia, dan bagaimana upaya manusia untuk bisa mencapai derajat

    tertinggi di sisi Tuhan dalam kehidupan tasawufnya.31

     

    Kitab ini ditulis dengan huruf Melayu ( Pegon) dalam bahasa Melayu yang

    ditulis tangan dengan menggunakan tinta hitam dan penomorannya memakai

    nomor Arab.32 Salinan naskahnya masih tersimpan pada keturunan al-Banjari, dan

     belum pernah diterbitkan.33 

    e. Kitab Fath al-Rahma>n 

    Risalah ini sebenarnya adalah karya Syekh Zakariya al-Anshari berjudul:

     Fath al-Rahman bi Syarh Risalat al-Wali al-Raslan, sebuah komentar terhadap

    28TIM Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h.24.29

     Lihat Muhammad Chatib Quzwain, Tasawuf, h. 34.30

     Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 25-26.31Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma`rifah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari$  dalam

    Drs.H. Fadhal AR Bafadal, M.Sc. dan Asep Saefullah (Ed.),  Naskah Klasik Keagamaan Nusantara, Cerminan Budaya Bangsa I (Cet. I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan BadanLitbang Agama da Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2005), h. 166.

    32

     Syaifuddin Sabda, # Kanz al-Ma`rifah.33 Abu Daudi, Maulana, h.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    31/222

      22

    sebuah tulisan tentang ilmu tauhid karya Raslan al-Dimasyqy. Al-Banjari

    menerjemahkan risalah ini ka dalam bahasa Melayu dengan huruf  pegon  yang

    ditulis miring di bawah teks aslinya. Risalah ini pernah diterbitkan oleh Toko

    Buku Hasanu Banjarmasin, cetakan kedua tahun 1405 H (1985 M.) setebal

    sembilan puluh satu halaman. Teks asli berasal dari Muhammad Sa`id bin Ahmad

     bin Syekh al-Banjari.34 

    2. Fiqhi

    a. Kitab Luqthatul `Ajlan 

    Risalah ini ditulis al-Banjari pada tahun 1192 H (1778 M.) untuk

    kepentingan dakwahnya di kalangan wanita. Isinya berkenaan dengan masalah

    menstruasi dalam kaitannya dengan keabsahan ibadah mereka dan hubungan

    suami istri. Belum pernah diterbitkan namun naskah aslinya yang ditulis dengan

    huruf Arab berbahasa Melayu masih tersimpan pada salah seorang keturunan al-

    Banjari di Dalam Pagar.35 

     b. Kitab Fara>id  

    Sesuai dengan namanya, kitab ini mengulas masalah harta warisan dan

    cara pembagiannya. Sama dengan karya al-Banjari yang lain, kitab ini juga belum

     pernah diterbitkan. Salah satu yang menarik dari kitab ini adalah kontekstualisasial-Banjari terhadap hukum mawaris disesuaikan dengan konteks dan tradisi

    Kalimantan Selatan pada saat itu.36

     Dalam hal ini al-Banjari mengajukan konsep

    harta berpantangan, apabila salah seorang suami atau istri meninggal, maka harta

    yang ditinggalkannya harus dibagi dua. Separuhnya itulah yang kemudian dibagi

    sesuai dengan hukum mawaris. Hal ini dilakukan karena menurut al-Banjari, harta

    tersebut merupakan hasil  syirkah antara keduanya.37 Namun sangat disayangkan,

    naskah kitab ini tidak ditemukan lagi.

    c. Kitab Ilmu Falak  

    34 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 29.

    35 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 26.36

    Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. h. 61.37 Abu Daudi, Maulana, h. 79.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    32/222

      23

    Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab, isinya mengulas cara menghitung

    kapan terjadinya gerhana matahari dan bulan. Naskah aslinya disimpan oleh salah

    seorang keturunan al-Banjari di Dalam Pagar.

    Kemampuan al-Banjari di bidang falak menjadikannya sebagai ulama

    Melayu-Indonesia yang paling menonjol.38

     Ilmu ini boleh jadi diperoleh oleh al-

    Bajari dari Syekh Ibrahim al-Rais al-Zamzani saat menempuh halaqah di

    Haramain.

    d. Kitab Nikah 

    Kitab ini menjelaskan pengertian wali dan tata cara pelaksanaan aqad

    nikah yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad, sehingga tujuan pernikahan

    dapat tercapai dan mendapatkan kesucian keturunan.

     Naskah asli kitab ini masih tersimpan pada keturunan al-Banjari, dan

     pernah diterbitkan di Istanbul pada tahun 1304 H.

    Ada yang menyangsikan kitab ini sebagai karya al-Banjari karena di

    dalamnya terdapat keterangan bahwa penulisan kitab ini selesai sekitar enam

     puluh tahun setelah al-Banjari meninggal. Namun menurut keturunan al-Banjari,

    keterangan itu hanya menunjukkan bahwa naskah tersebut adalah salinan dari

    kitab aslinya, karya al-Banjari. Salinan ini selesai setelah sekitar enam puluhtahun al-Banjari wafat.39 

    e.  Fata>wa Sulaiman Kurdie.

    Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa saat masih di Haramain, al-Banjari

    seringkali bertanya kepada gurunya, di antaranya Sulaiman Kurdie, terkait

    masalah-masalah yang berkembang di Tanah Air terutama di Kesultanan Banjar.

    Jawaban Sulaiman al-Kurdie itu kemudian ditulis oleh al-Banjari dan diberi judul

     Fatawa Sulaiman al-Kurdie.40 Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab, dan belum

     pernah diterbitkan. Naskah aslinya masih tersimpan pada keturunannya di Dalam

    Pagar.

    f.  Hasyiyah Fath al-Jawad

    Kitab  Fath al-Jawad adalah karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, salah

    seorang ulama yang cukup berpengaruh tehadap pemikiran fiqhi al-Banjari.

    38 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan, 252.39

     Abu Daudi, Maulana, h. 82.40Abu Daudi, Maulana, h. 82. 

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    33/222

      24

    Menurut informasi salah seorang keturunannya, al-Banjari pernah menyusun

    sebuah komentar untuk para muridnya mengingat kitab ini sulit dipahami.

    Komentar ini ditulis dengan huruf pegon berbahasa Melayu..41 

    g.  Kitab Sabi>l al-Muhtadi>n

    Uraian tentang kitab ini akan dikemukakan pada sub selanjutnya.

    3.  Al-Qur'an 

    Karya al-Banjari terkait dengan al-Qur'an hanya satu, yaitu  Mushaf al-

    Qur`an al-Karim. Sebagaimana telah disebutkan di awal pembahasan ini bahwa

    sejak kecil al-Banjari telah memiliki bakat seni lukis yang kemudian

    mengantarkan dia tinggal dalam keluarga istana. Setelah kembali dari Haramain,

    kemampuan seni itu diekspresikan oleh al-Banjari dengan menulis Mushaf al-

    Qur`an khat naskhi. Mushaf ini ditulis dengan tiga jilid masing-masing tediri dari

    sepuluh juz.

    Mushaf al-Banjari ini merupakan karya yang sangat indah, denganhiasan

    dan lukisan yang sangat jarang ditemukan dalamtradisi penulisan Mushaf di dunia

    Islam pada umumnya, hiasannya merupakan kombinasi antara budaya Islam

    dengan khas Banjar.42

     

    Dengan mempertimbangkan karya-karya al-Banjari yang lebih banyakmengulas persoalan fiqhi maka dapat disebutkakan bahwa dia adalah ulama fiqhi

    dan syariat. Tetapi ini tidak berarti dia tidak menguasai bidang lain seperti tasawuf

    karena dia juga menulis sebuah karya berjudul Kanz al-Ma`rifah, yang membahas

    tentang tasawuf, dan Kitab Ushuluddin, Tuhfat al-Raghibin dan al-Qaul al-

     Mukhtshar fi `Alamat Mahdi al-Muntdzar, yang membahas tentang teologi.

    E. Corak Pemikiran Keagamaan al-BanjariWarna-warni pemikiran Islam di berbagai aspek telah tercatat oleh sejarah

    Islam itu sendiri. Hal ini tidak bisa dihindari mengingat cikal-bakal perbedaan itu

    telah terjadi sejak Nabi Muhammad masih hidup dan dilegitimasi oleh beliau. Di

    samping karena fiksi-fiksi politis, semboyan bahwa "Islam sa>lih li kulli zama>n

    41 Tim Peneliti IAIN Antasari, Pemikiran, h. 29.

    42 Abdan Syukri, #Mushaf Syekh al-Banjari$  dalam Fadhal AR Bafadal dan Rosehan

    Anwar, Mushaf-Mushaf Kuno Indonesia (Cet. I; Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Depag RI,2005), h. 213-217.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    34/222

      25

    wa maka>n!   telah mengilhami para pemikir dan ulama berkreasi melahirkan

     pemikiran baru yang lebih akomodatif terhadap perbedaan ruang dan waktu.

    Perbedaan itu terus berkembang sampai pada akhirnya terbentuk

    kelompok-kelompok dengan identitas dan katraktenya masing-masing. Pada aspek

    fiqhi misalnya, dikenal beberapa kelompok mazhab, hanafiyah, malikiyah,

    syafiiyah, hanbaliyah , dan lain sebagainya. Aspek teologi ada Asy'ariyah,

    muktazilah, jabariyah, dan lain-lain., aspek tasawuf ada corak salafi, sunni,

    ittihadi, hululi, wujudi, dan Isyaraqi.43  Perbedaan ini terus bertahan bahkan

     berkembang. Ulama-ulama generasi berikutnya seolah tidak mampu menghindar

    dan harus "terjebak" pada salah satu corak yang ada. Salah satu ulama yang

    dimaksud adalah Muhammad Arsyad al-Banjari.

    Pada sub ini akan dideskripsikan corak pemiikiran al-Banjari pada tiga

    aspek pemikiran Islam yang disebutkan di atas.

    1.  Aspek Kalam

    Perbedaan pemikiran di bidang teologi berawal dari perbedaan pendapat

     para sahabat Nabi soal siapa yang lebih layak dijadikan khalifah pasca kematiam

     Nabi Muhammad. Persoalan ini meluas pada perdebatan seputar iman, dengan

    masalah, "apakah seorang mukmin yang berbuat dosa besar masih layak disebut beriman?" jwaban terhadap masalah inilah kemudian melahirkan beberapa aliran

    dalam teologi Islam.

    Dalam konteks ini al-Banjari mengikuti pendapat Asy'ariyah dan

    Maturidiyah. Al-Banjari berpendapat bahwa esensi iman adalah tashdi>q, 

    membenarkan dalam hati. Iman adalah mengukuhkan dan membenarkan Nabi

    Muhammad dengan sepenuh hati termasuk segala sesuatu yang diajarkannya.

    Pembenaran tersebut harus ditopang dengan pengetahuan pasti (daruri) tanpa

    harus dikuatkan dengan dalil.44 Karena itu, "iqrar" (pengakuan secara lisan) tidak

    dikategorikan sebagai esensi iman oleh al-Banjari, melainkan hanya sebagai

    syarat diperlakukannya segala hkum Islam terhadap dirinya. Artinya, ketika

    seseorang ber-tashdiq dengan hatinya dan ber-iqrar dengan lisannya bahwa dia

     beriman, maka ia telah beriman secara bathin dan dzahir, yaitu iman yang dalam

    43  Abd. Al-Qadir Mahmud, al-Falsafat al-Shufiyah fi al-Islam (Kairo:: Dar al-Fikr al-

    A'rabi, 1967), h. k-m.44 Tuhfat al-Raghibin, h. 3.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    35/222

      26

     pengetahuan Allah dan iman dalam pengetahuan manusia. Sebaliknya, kalau ia

    hanya ber-iqrar tanpa tashdiq, ia dianggap belum memiliki iman batin. Karena

    itu, jika meninggal dalam keadaan seperti itu akan dimasukkan ke neraka karena

    kekufurannya.45  Meskipun demikian, al-Banjari dapat menerima pendapat yang

    mengemukakan konsep esensi iman murakkab (terstruktur), yaitu terdiri dari

    tasdi>q dan iqra>r. Implikasinya, seseorang belum diakui sebagai mukmin kalau

    hanya ber -tasdi>q tanpa ber-iqra>r. Akibatnya akan jadi penghuni neraka.46 

    Adapun tentang amal , al-Banjari berpendapat hanya bagian dari

    kesempurnaan iman, bukan esensi iman.47  Implikasinya, seseorang yang ber-

    tasdiq namun tetap berbuat maksiat, masih dikategorikan beriman, selama

    maksiatnya bukan hal-hal yang berbau syirik. Ia hanya dicap sebagai mukmin

    durhaka. Setelah mati akan dimasukkan ke dalam neraka.

    Konsep iman al-Banjari ini berbeda dengan kaum muktazilah yang

     berpendapat bahwa ketiganya (tasdi>q, iqra>r dan amal ) merupakan esensi iman.

    Karena itu, seseorang belum dapat dikatakan mukmin sebelum ketiga hal tersebut

    dilakukannya. Jika seseorang tidak beramal saleh misalnya, maka menurut

     pendapat ini, kriteria mukmin telah gugur darinya, namun ia juga belum bisa

    diklaim kafir.48

     Kelompok Muktazilah memposisikannya di antara dua posisi yangdisebut dengan manzilat bain al-manzilatain, yaitu antara mukmin dan kafir.49 

    Al-Banjari mengakui bahwa konsep iman yang dianutnya berasal dari dari

    Asy'ariyah dan Maturidiyah. Abu Hasan al-Asy'ari (w. 324.H) berpendapat bahwa

    esensi iman adalah tasdi>q, dan esensi kafir adalah takdzi>b.50

      Pendapat ini

    dianut pula oleh al-Gazali (w.505 H) yang secara lebih rinci menjelaskan

    argument pendapat itu dalam kitab Ihya Ulum al-Din-nya.51 

    2.  Aspek Fikhi

    45 Tuhfat al-Raghibin, h. 3-4.

    46 Tuhfat al-Raghibin,h. 3-4, lihat juga Zurkani Jahja, "Pemikiran",, h. 5.47

     Tuhfat al-Raghibin,h. 3-.48

      Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah dan Analisa Perbandingan(Cet. V; Jakarta: UI Press, 1986), h. 1-10.

    49 Harun Nasution, Teologi Islam, h. 1-10.

    50Lihat al-Baghdadi,  Kitab Usul al-Din (Beirut: Dar al-Faq al-Jadi>dah, 1981), h. 248,

    dan Abdurrahman Badawi,  Madzahib al-Islamiyah, Jilid I  (Beirut: Dar al-'Ilm wa al-Malayin,

    19771), h.565.51Abu Hamid al-Ghazali, Ihya 'Ulum al-Din, juz II (Beirut: dar al-Fikr, 1980), h. 14-18.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    36/222

      27

    Al-Banjari lebih dikenal sebagai ulama fiqhi (syafii) ketimbang di bidang

    lain, seperti yang dikemukakan Azyumardi Azra dengan mempertimbangkan

    karya-karya dan aktivitasnya setelah kembali dari Haramain.52 

    Kecenderungan al-Banjari terhadap mazhab ini wajar mengingat di

    Indonesia, sejak abad XIII mazhab Syafii telah berkembang luas. Ibnu Bathutah,

    seorang musafir dari Tunisia, menceritakan bahwa saat singgah di Samudaera

    Pasai Aceh, ia mendapati seorang ulama ber-Mazhab Syafii, ulama yang

    dimaksud adalah Raja al-Malik al-Dzahir (1297-1326 M).53 

    Perkembangan Mazhab Syafii di Indonesia ini diduga karena beredarnya

    kitab Sira>t al-Mustaqi>m karya Syekh Nur al-Din al-Raniri (w.1068/1658 M).54

     

    yang berbahasa Melayu dan bermazhab Syafii.55 Kitab ini disusun al-Raniri saat

     berada dan disebarkan pertama kali di Aceh,56

      pusat kerajaan Islam dan tempat

    tujuan para ulama menuntut ilmu agama yang tidak sempat ke  Haramain. Kitab

    al-Raniri ini juga dibaca oleh al-Banjari dan justru mengilhaminya untuk

    menyusun kitab serupa, Sabi>l al-Muhtadi>n. 

    Kecenderungan al-Banjari terhadap Mazhab Syafii antara lain dapat

    dibuktikan dengan kitab-kitab rujukan Sabi>l al-Muhtadi>n-nya seperti al-Tuhfat  

    karya Ibnu Hajar al-Haitami, Syarh al-Minha>j karya Syekh Zakariya al-Anshari,al-Mughni karya Syekh Khatib Syarbaini dan al-Nihayah  oleh Syekh Jamal al-

    Ramli, dan lain sebagainya. Semuanya adalah karya ulama Syafiiyah. Di samping

    itu, kedua guru terkemuka al-Banjari selama di  Haramain, Syekh Athaillah dan

    Syekh Sulaiman al-Kurdi merupakan tokoh ulama Syafiiyah.57

     

    52

    Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII&XVIII; Akar Pembaruan Islam Indonesia, Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta:Kencana, 2005), h. 316.53

     TIM Peneliti IAIN Antasari, h. 54.54 Nama lengkapnya Nur al-Din Muhammad bin Ali bin Hasanji al-Hamid (al-Humaid) al-

    Syafii al-Aidarusi al-Raniri. Ia dilahirkan di Ranir salah satu kota pelabuhan tua di pantai Gujarat.Tidak diketahui secara pasti tahun kelahirannya, namun diperkirakan akhir abad ke-16. Meskipundari Gujarat, al-Raniri lebih dikenal sebagai ulama Melayu-Indonesia dari pada India. Mengenai

    kedatangannya pertama kali di Aceh, Asyumardi Azra memperkirakan al-Raniri menetap dimelayu selama masa antara selesainya menjalankan ibadah haji pada 1029/1621 dan 1047/1637.Setelah menyusun kitab Sira>t al-Mustaqi>m-nya, al-Raniri kembali ke daerah asalnya tanpa

    alasan yang jelas dan tidak pernah kembali ke Aceh lagi. Lihat Azra,  Jaringan,h. 202-217.55

     Azra, Jaringan,h. 202-217.56 Azra, h. 218.57

      Lihat Sirajuddin Abbas, Ulama Syafii dan Kitabnya dari Abad ke Abad (Jakarta:Pustaka Tarbiyah, 1975), h. 422.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    37/222

      28

     Namun demikian, meskipun bermazhab Syafii al-Banjari tidak lantas

    ekstrim terhadap pendapat lain. Bahkan dalam beberapa kasus kadangkala ia

    memperkenalkan beberapa pendapat pada masalah tertentu dan mempersilakan

    untuk memilih dan mengamalkan salah satu di antaranya dengan ketentuan,

    sebelumnya harus berniat untuk mengamalkannya dengan mengikuti pendapat

    ulama yang dipilih.58 

    3.  Aspek Tasawuf

    Meskipun al-Banjari lebih dikenal sebagai ulama fikhi Syafii, tidaklah

     berati ia tidak menguasai tasawuf. Salah satu karya terkenalnya adalah  Kanz al-

     Ma'rifat, sebuah kitab di bidang tasawuf. Menurut Zurkani Jahja, kitab ini

    meskipun hanya risalah kecil, namun isinya dapat dianggap mencakup struktur

    minimal suatu ajaran tasawuf. Al-Banjari mengulas tentang Tuhan, manusia dan

     bagaimana upaya  ! yang seharusnya- ditempuh untuk bisa mencapai derajat

    tertinggi di sisi Tuhan.59 

    Puncak tertinggi tasawuf al-Banjari adalah ma'rifah. Dengan berdasar pada

    ungkapan "man arafa nafsah fa qad arafah rabbah" , al-Banjari menuturkan bahwa ma'rifah akan diberikan oleh Tuhan kepada seorang hamba yang berusaha

    mengenal-Nya melalui proses pengenalan terhadap dirinya terlebih dahulu.60

     

    Selanjutnya, agar dapat mengenal diri sendiri, al-Banjari mengemukakan tiga hal

    yan perlu dilakukan.  Pertama, mengenal Nur Muhammad, sebagai asal kejadian

    manusia.  Kedua, mematikan diri sebelum mati yang sebenarnya, yaitu dengan

    keyakinan tidak ada yang mempunyai sifat seperti kuasa berkehendak, hidup

    kecuali Allah.  Ketiga, men- fana-kan diri dalam qudrat, iradat, dan ilmu Allah

    swt.61 

    Al-Banjari juga dikenal sangat ketat dan tegas dalam menjalankan syariat,

    seperti shalat fardhu, mengikuti petunjuk Allah dan Nabi Muhammad, agar

    menjadi hamba. Seseorang juga harus melakukan zikir dengan cara tertentu,

    58 Al-Banjar i Sabila al-Muhtadin, Juz II, h. 122-123.

    59 Zurkani Jahja, h. 20.60

     Zurkani Jahja, h. 20.61 Zurkani Jahja, h. 20.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    38/222

      29

    sehingga keluar masuk nafasnya selalu ingat kepada Allah.62 Al-Banjari termasuk

    ulama yang antipati terhadap faham wujudiyah yang berkembang saat itu. Salah

    satu buktinya adalah fatwa kafir terhadap Abdul Hamid, ulama dari Bugis yang

     berfaham wujudiyah di Banjar. Akhirnya, Sultan Banjar pada saat itu memutuskan

    eksekusi mati terhadapnya.63

     

    Paparan di atas menunjukkan bahwa corak tasawuf yang dianut oleh al-

    Banjari adalah tasawuf sunni64  yang lebih menonjolkan keharusan melakukan

    syariat. Al-Gazali, salah seorang tokoh sufi sunni, adalah salah satu rujukan al-

    Banjari dalam mengemukakan faham tasawufnya. Seperti halnya dengan al-

    Banjari, Ia juga menolak proses  ittiha>d, hulu>l dan wahdat al-wujud  

    sebagaimana yang dianut oleh sufi non sunni.65 

    Menyangkut tarekat yang diamalkan oleh al-Banjari, beberapa pendapat

    menyebutkan bahwa ia adalah pengamal tarekat Samma>niyah dan dianggap

     paling bertanggung jawab atas tersebarnya tarekat ini di Kalimantan.66  Saat

     belajar di Madinah, al-Banjari sempat menerima tarekat ini dari Muhammad bin

    Abd. Karim al-Qadiri al-Hasani, yang lebih dikenal dengan al-Samma>ni al-

    Madani.67

     

    Beberapa pendapat berbeda menyebutkan bahwa belum bisa dipastikanapakah al-Banjari menganut tarekat Samma>niyah atau tidak. Hal ini diperumit

    dengan bentuk zikir yang disebutkan dalam kitab kanz al-Ma'rifah-nya itu.

    Menurut pendapat ini, zikir-zikir yang dikemukakan justru berbeda dengan zikir

    62 Zurkani Jahja, h. 20.

    63 Lihat Zarqani Jahya, h. 23. Rekomendasi eksekusi mati ini dibantah oleh MuhammadIryad Zein, salah seorang keturunan al-Banjari di Banjarmasin. Menurutnya, al-Banjari tidakterlibat dalam eksekusi tersebut. Keputusannya murni dari Sultan Banjar, Sultan Tahmidullah, saat

    itu. Lihat Muhammad Irsyad Zein dan Hatim Salman dalam Riwayat Hidup Syekh MuhammadArsyad al-Banjari, "Makalah" dipresentasikan dalam seminar Internasional Pemikiran SyekhMuhammad Arsyad al-Banjari, Banjarmasin, tanggal 4-5 Oktober 2003, h. 30. Hemat penulis,Pembelaan ini dapat dimaklumi sebagai upaya keturunan al-Banjari untuk dapat memperbaiki

    hubungan yang dirasakan kurang harmonis dengan keluarga Abdul Hamid sampai saat ini..64

    Dalam sebuah sidang promosi S3, Mulyadi Kartanegara pendapat bahwa penggunaantasawuf sunni dalam konteks ini tidak tepat. Pada dasarnya istilah ini lebih tepat jika dalam

    diperbandingkan dengan sufi-sufi syiah.65

     Lihat Zarkani Jahja, h. 21.66  Azra, Jaringan, h. 317. hal ini juga diakui oleh Syarwani Abdan, seorang ulama

    keturunan al-Banjari di Bangil ( w. 1989M.). ia menyebutkanbahwa al-Banjari memperkenalkantarekat sammaniyah di Kalimantan Selatan. Bahkan keturunan al-Banjari di Martapuramenyebutkan bahwa al-Banjari adalah Khalifah Syekh Samma>n di Kalimantan selatan. Lihat

    Zarkani Jahja,, h. 21.67 Lihat Muhammad Irsyad Zen, h. 8.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    39/222

      30

    yang dianut dan diamalkan dalam tarekat Samma>niyah.68 Bahkan zikir tersebut

    sama dengan zikir yang diajarkan dalam tarekat Sazdiliyah, karena itu ada

     pendapat yang menyebutkan bahwa al-banjari justru menganut tarekat ini.69 

     Namun Zarkani Jahja, seorang peneliti tasawuf dari Kalimantan Selatan,

    menjelaskan bahwa keragaman dugaan tarekat anutan al-Banjari ini tidak terlepas

    dari keragaman tarekat yang pernah dianut oleh gurunya, Syekh Muhammad

    Samma>n.70  Menurut Martin Van Bruinessen, Muhammad Samma>n peernah

    menganut beberapa tarekat seperti, Khalwatiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan

    Syadziliyah. Syekh Samma>n dikenal sufi yang mampu mengkombinasi berbagai

     bentuk zikir dari beberapat tarekat yang berbeda tersebut.71

    Boleh jadi, bentuk

    zikir yang dikemukakan oleh al-Banjari dalam kitab  Kanz al-Ma'rifat itu adalah

    salah satu yang dipelajarinya dari guru tasawwufnya itu.

    Dari pembahasan beberapa sub di atas dapat ditegaskan kembali bahwa al-

    Banjari merupakan salah seorang ulama Indonesia abad XVIII yang turut berjasa

    dalam proses perkembangan Islam di Indonesia dan negara-negara Melayu secara

    umum. Peran al-Banjari ini dapat dilihat dari gagasan-gagasan pembaruan dan

    karya-karyanya, hasil interaksi dan kepeduliannya terhadap masyarakat Islam saat

    itu. Karya-karya al-Banjari ini dapat dipetakan ke dalam beberapa aspek kajianIslam, teologi, fikhi dan tasawuf, yang pada gilirannya, dari karya tersebut corak

     pemikiran al-Banjari pada ketiga aspek pemikiran itu dapat ditelaah. Hasil

     penelaahan terhadap karya-karya al-Banjari menemukan pada aspek teologi,

     pemikiran al-Banjari lebih cenderung pada ahl al-sunnah wa al-Jama'ah, yaitu

    As'ariyah dan Maturidiyah. Pemikiran fikhinya sangat setia terhadap mazhab

    Syafiiyah, sedangkkan tasawufnya becorak sunni yang tetap ketat dalam

     pengamalan syariat.

    68 Zarkani Jahja, h. 21-22.

    69 Zurkani Jahja, h. 21-22.

    70 Zurkani Jahja, h. 21-22. 71

     Lihat Van Martin Bruinessen,  Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat; Tradisi-Tradisi Islam di Indonnesia (Bandung: Mizan, 1995), h. 56-57.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    40/222

      30

    BAB III

    METODOLOGI SABI>n  

    Identifikasi yang dimaksud dalam tulisan ini meliputi latar belakang

     penulisan kitab, metode dan sistematika penyusunan kitab ini. 

    1. Latar Belakang 

    KitabSabi>l al-Muhtadi>n merupakan karya monumental al-Banjari.

    Disusun ketika al-Banjari berumur enam puluh sembilan tahun atas permintaan

    Sultan Tahmidullah bin Tamjidullah, penguasa Kerajaan Banjar saat itu.1 

    Penulisan kitab ini dimulai pada tahun 1779 M. dan selesai pada tahun 1780, itu

     berarti untuk menyusun kitab ini al-Banjari memerlukan waktu kurang lebih dua

    tahun.

    Disamping karena permintaan Sultan, al-Banjari melihat bahwa Kitab

    Sira>t al-Mustaqi>m2  karya Nuruddin al-Raniri, sebuah kitab fikhi berbahasa

    Melayu yang muncul lebih dahulu, kurang efektif bagi masyarakat Banjar secara

    khusus dan warga Melayu -selain Aceh- secara umum. Menurut al-Banjari, di

    dalam kitab ini terdapat kalimat-kalimat yang diserap dari Bahasa Aceh sehinggasangat sulit bagi warga lain untuk memahaminya, kecuali bagi mereka yang telah

    memiliki pengetahuan dasar fikhi sebelumnya. Namun saat itu, orang-orang yang

    ahli fikhi sangat sulit ditemukan. Karena itulah al-Banjari menyusun kitab ini

    yang dia namai dengan : Sabi>l al-Muhtadi>n li al-Tafaqquh fi Amri al-Di>n!  

    dan lebih dikenal dengan Sabi>l al-Muhtadi>n saja.

    Meski demikian, al-Banjari dengan rendah hati mengakui dalam

    muqaddimah-nya bahwa kitabnya ini tidaklah melebihi Kitab Sira>t al-

     Mustaqi>m itu. Menurutnya, karya al-Raniri tersebut merupakan kitab fikhi

    1  Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabi>l al-Muhtadi>n li al-Tafaqquh fi Amri al-Din(Jakarta; Maktabah Nur al-Tsaqa>fah al-Islamiyah, t.th.) , h.3.

    2 Kitab ini diterbitkan dan dicetak di bagian pinggir kitab Sab>il al-Muhtadi>n. Al-Raniri

    menuturkan bahwa, kitab ini disusun karena permintaan salah seorang temannya untuk memenuhikebutuhan masyarakat Aceh terhadap kitab fiqhi yang bisa dibaca dan dipahami oleh mereka.

    Kitab ini disusun selama sepuluh tahun, 1044 H-1054 H (1634 M-1644 M). Lihat Sira>t al- Mustaqi>m dalam Sabi>l al-Muhtadi>n, Juz I, h.4 dan Juz II, h. 267.

  • 8/17/2019 Abdul Majid_Telaah Kritis Terhadap Hadits-hadits Sabil Al-Muhtadin

    41/222

      31

    terbaik dalam bahasa Melayu, uraiannya dikutip dari beberapa kitab fikhi

    Syafiiyah yang terkenal dan dilengkapi dengan nas-nas al-Qur`an dan hadis.3 

    Kitab ini terdiri dari dua juz, pertama setebal 250 halaman dan juz kedua

    terdiri 269 halaman. Ditulis dengan huruf pegon berbahasa Melayu. Naskah kitab

    ini beredar di kalangan ulama dan masyarakat umum, khususnya di Kalimantan

    Selatan lebih dari seratus tahun dalam bentuk salinan tangan al-Banjari. Baru pada

    tahun 1300 H (1882 M) kitab ini dicetak di Istanbul, kemudian dicetak ulang di

    Mekkah dan Kairo.4  Penerbitan kitab terlaksana berkat jasa seorang ulama

    Fathani, Syekh Ahmad bin Muhammad Zein bin Musthafa al-Fathani. Karena

    itulah, maasyarakat Fathani dan Malaysia lebih dulu mengenal kitab ini

    ketimbang masyarakat Banjar dan Indonesia secara umum.5 

    Pada perkembangan selanjutnya, kitab ini diterbitkan di mana-mana

    termasuk di Singapura dan Indonesia. Bahkan, dalam kajian ini, referensi penulis

    adalah terbitan Indonesia.

    2. Metode dan Sistematika Penyusunan

    Sebagai kitab fikhi, kitab ini disusun oleh al-Banjari seperti halnya kitab-

    kitab fikhi lainnya. Al-Banjari mengikuti pola Sira>t al-Mustaqi>m, karya al-Raniri, kitab yang menjadi sumber inspirasinya.6 Dan dari sisi metodologi, kedua

    kitab ini tidak memiliki perbedaan. Metode yang digunakan adalah metode

    tematis. Setiap pembahasan selalu dimulai dengan menentukan tema terlebih

    dahulu. Tema sentral dikemukakan pa