hadist

9
1. Ridha Allah Tergantung Orang Tua (Ridhar-Rabb fii ridhal waalidain wa sakhathuhu fii sakhathihimaa) Ridha Tuhan tergantung ridha kedua orang tuanya dan murka Tuhan tergantung murka keduanya (HR. Thabrani). Penjelasan : Hadits di atas menjelaskan pada seorang anak agar patuh dan tundk pada perintah orang tua. Sebagai seorang anak, kita tidak boleh membuat orang tua menjadi marah dan sakit hati. Hal ini sesuai dengan anjuran Allah SWT dalam firman-Nya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. An- Nisa‟ [4]: 36). Orang tua adalah manusia yang membesarkan dan mendidik anak sejak masih dalam kandungan seorang ibu sehingga dewasa. Orang tua lah yang mendidik kita dengan penuh kasih sayang dan tanpa meminta balasan apapun. Balasan seorang anak yang paling membuat bahagia orang tua adalah mendoakan kedua orang tua dan berbuat baik pada keduanya, meskipun keduanya sudah tua renta. 2. Berbakti pada Orang Tua („An Abdullah qaala, sa‟altun Nabi shallallaahu „alaihi wasallam: “Ayyul „amal ahabbu ilallaahi?” Qaala: “Ash-shalaatu „alaa waqtihaa”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Birrul waalidain”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Al-Jihaadu fii sabiilillaahi”. Qaala: “Haddatsanii bihinna, walaw istadadtu lazaadanii) Abdullah (bin Mas‟ud) RA berkata: “Saya bertanya pada Rasulullah SAW, “Amal perbuatan apa yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah SAW menjawab, “Shalat tepat pada waktunya”. Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab, “Berbakti pada kedua orang tua”. Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab, “Jihad di jalan Allah”. Abdullah kemudian berkata, “Rasulullah SAW menceritakan padaku tentang hal-hal tersebut. Andai aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menambahkannya lagi padaku” (HR Bukhari). Penjelasan : Hadits di atas menjelaskan bahwa setidaknya ada 3 amal perbuatan yang paling dicintai Allah SWT: 1) shalat (beribadah) tepat pada waktunya; 2) berbakti pada orang tua; dan 3) jihad di jalan Allah SWT. Shalat tepat pada waktunya berarti kita harus menyiapkan diri untuk beribadah (shalat) pada

Upload: bilito-otilib

Post on 01-Jul-2015

6.250 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hadist

1. Ridha Allah Tergantung Orang Tua

(Ridhar-Rabb fii ridhal waalidain wa sakhathuhu fii sakhathihimaa)

Ridha Tuhan tergantung ridha kedua orang tuanya dan murka Tuhan tergantung murka keduanya

(HR. Thabrani).

Penjelasan :

Hadits di atas menjelaskan pada seorang anak agar patuh dan tundk pada perintah orang tua.

Sebagai seorang anak, kita tidak boleh membuat orang tua menjadi marah dan sakit hati. Hal ini

sesuai dengan anjuran Allah SWT dalam firman-Nya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu

menyekutukan-Nya dengan apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. An-

Nisa‟ [4]: 36).

Orang tua adalah manusia yang membesarkan dan mendidik anak sejak masih dalam kandungan

seorang ibu sehingga dewasa. Orang tua lah yang mendidik kita dengan penuh kasih sayang dan

tanpa meminta balasan apapun. Balasan seorang anak yang paling membuat bahagia orang tua

adalah mendoakan kedua orang tua dan berbuat baik pada keduanya, meskipun keduanya sudah

tua renta.

2. Berbakti pada Orang Tua

(„An Abdullah qaala, sa‟altun Nabi shallallaahu „alaihi wasallam: “Ayyul „amal ahabbu

ilallaahi?” Qaala: “Ash-shalaatu „alaa waqtihaa”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Birrul

waalidain”. Qaala: “Tsumma ayyun?” Qaala: “Al-Jihaadu fii sabiilillaahi”. Qaala: “Haddatsanii

bihinna, walaw istadadtu lazaadanii)

Abdullah (bin Mas‟ud) RA berkata: “Saya bertanya pada Rasulullah SAW, “Amal perbuatan apa

yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah SAW menjawab, “Shalat tepat pada waktunya”.

Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab, “Berbakti pada

kedua orang tua”. Lalu Abdullah bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”. Rasulullah SAW menjawab,

“Jihad di jalan Allah”. Abdullah kemudian berkata, “Rasulullah SAW menceritakan padaku

tentang hal-hal tersebut. Andai aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menambahkannya lagi

padaku” (HR Bukhari).

Penjelasan :

Hadits di atas menjelaskan bahwa setidaknya ada 3 amal perbuatan yang paling dicintai Allah

SWT: 1) shalat (beribadah) tepat pada waktunya; 2) berbakti pada orang tua; dan 3) jihad di jalan

Allah SWT.

Shalat tepat pada waktunya berarti kita harus menyiapkan diri untuk beribadah (shalat) pada

Page 2: Hadist

Allah SWT. Jika suara adzan sudah berkomandang, maka kita harus bersiap diri untuk

melaksanakan shalat. Tepat waktu juga berarti shalat kita tidak boleh ditunda-tunda sehingga

waktu shalat hampir habis, karena hal ini menunjukkan kita tidak atau kurang taat padda perintah

Allah SWT.

Berbakti pada kedua orang tua juga termasuk salah satu amal perbuatan yang sangat dicintai oleh

Allah SWT. Dalam sebuah ayat Al-Qur‟an disebutkan: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan

supaya kamu agar jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya

sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan

kepada keduanya perkataan “cih” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah

kepada mereka perkataan yang mulia” (QS Al-Isra‟ [17]: 23).

Sedangkan jihad di jalan Allah SWT juga termassuk salah satu amal perbuatan yang paling

dicintai Allah SWT. Maksud jihad di sini memiliki beberapa pengertian: 1) dalam arti perang,

terutama jika kita sebagai umat Islam diserang oleh kelompok lain; 2) jihad ilmu pengetahuan,

yaitu dengan cara rajin belajar sambil berdoa sebagai bagian dari ibadah kita pada Allah SWT;

dan 3) berbuat amal perbuatan yang bisa berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan masyarakat

luas.

3. Ikhlas Beramal

(„An Anas bin Malik RA qaala: “Qaala Rasulullah SAW, “Man faaraqad-dunyaa „alal-ikhlash

lillaahi wahdahu wa „ibaadatihi laa syariika lahu wa iqaamish-shalaati wa iitaa‟iz-zakaati maata

wallaahu „anhu raadhin)

Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang berpisah

dengan dunia (meninggal dunia) dalam keadaan ikhlas beribadah karena Allah dengan tidak

berbuat syirik pada-Nya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka Allah SWT telah

meridhai orang tersebut” (HR Ibnu Majah).

Penjelasan :

Ikhlas secara bahasa berarti “murni”. Dalam konteks ibadah, ikhlas berarti melakukan amal

perbuatan semata-mata hanya untuk beribadah dan mencari ridha Allah SWT.

Orang yang beramal dengan ikhlas akan mendapatkan ketenangan dalam hidupnya, karena dia

tidak memiliki niat dan tujuan yang negatif. Orang yang beramal dengan ikhlas akan

mendapatkan ridha Allah SWT dan Rasul-Nya serta akan mendapat penghormataan yang positif

dari masyarakat.

Orang yang senantiasa menjaga dan memelihara keikhlasan dalam setiap amal perbuatannya,

akan mendapatkan manis dan indahnya iman dan ketakwaan dalam dirinya.

Page 3: Hadist

4. Rendah Hati

(„An Abi Hurairah RA „an Rasulullah SAW qaala: “Maa naqashat shadaqatun min maalin wa

maa zaadallaahu „abdan bi‟afwin illaa „izzan wa maa tawaadha‟a ahadun lillaahi illaa

rafa‟ahullaahu).

Abu Hurairah RAA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan berkurang

harta seseorang dengan bershadaqah, tidak akan bertambah maaf dari Allah pada seorang hamba

kecuali kemuliaan, dan tidak ada sikap rendah hati seseorang pada Allah kecuali akan

ditinggikan derajatnya” (HR Muslim).

Penjelasan :

Rendah hati artinya sikap untuk selalu tidak menonjolkan diri sendiri di hadapan orang lain.

Rendah hati juga berarti sikap tidak sombong dan congkak, baik pada diri sendiri maupun orang

lain.

Sikap rendah hati tidak sama dengan rendah diri. Di dalam rendah hati terdapat sikap optimis dan

percaya diri serta bersikap positif (berbaik sangka). Sedangkan rendah hati berkaitan dengan

sikap dan mental yang minder, pesimis, dan tidak percaya pada kemampuan diri sendiri.

Di dalam hadits di atas disebutkan bahwa seorang hamba yang rendah hati justru akan

ditinggikan (derajatnya) oleh Allah SWT. Hal ini berarti bahwa rendah hati berkaitan dengan

sikap santun dan tidak sombong, baik di hadapan Allah SWT maupun pada sesama manusia.

5. Hidup Bersih

(„An Abii Maalik RA qaala, qaala Rasulullah SAW: “Ath-thahuur syathrul iimaan, wal hamdu

lillaahi tamla‟ul miizaan wa subhaanallaah walhamdu lillaah tamla‟aani aw tamla‟u maa bainas-

samaawaati wal ardhi wash-shalaatu nuurun wash-shadaqatu burhaanun wash-shabru dhiyaa‟un

wal qur‟aanu hujjatun laka aw „alaika, kullun-naasi yaghduu fabaayi‟un nafsahu famu‟tiquhaa

aw muubiquhaa)

Abu Malik Al-Asy‟ari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Kesucian (kebersihan)

itu adalah separoh dari iman, kalimat “alhamdulillaah” mampu mengisi (memberatkan)

timbangan amal, kalimat “subhaanallaah” dan “alhamdulillaah” mampu mengisi (sebanding)

dengan seluruh isi yang ada di langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti

(kedermawanan dan ketaatan), shabar adalah sinar, dan Al-Qur‟an adalah hujjah (argumentasi)

yang menguatkan atau melemahkan dirimu. Setiap orang berangkat (menyiapkan dirinya), baik

mengekang jiwanya atau memerdekakannya” (HR Bukhari).

Page 4: Hadist

Penjelasan :

Kata “thahuur” artinya bersih atau suci. Sebagian ulama menyamakan antara kata thahuur dan

“nazhafah”, karena keduanya berhubungan dengan kebersihan badan (fisik) dan rohani (mental-

spiritual). Dalam suatu khabar terkenal (sebagian menyebutkan hadits) disebutkan: “An-

nazhaafatu minal iimaan” (artinya: “Kebersihan adalah bagian dari iman”).

Berdasarkan pada hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa kata “bersih” mengandung dua arti:

bersih secara fisik dan bersih secara rohani. Bersih secara fisik berarti menjaga kebersihan fisik

kita, seperti: anggota badan, rumah tinggil, lingkungan sekitar, dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan dunia fisik. Sedangkan bersih secara rohani berarti menjaga dan

memelihara keyakinan (iman), pikiran, dan sikap kita dari unsur-unsur yang bisa merusak

keimanan kita, seperti syirik, dengki, sombong, durhaka, dan lainnya.

Islam adalah agama yang sangat menganjurkan agar umatnya hidup bersih. Misalnya berwudhu

sebagai anjuran yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam, minimal ketika hendak

melaksanakan shalat 5 waktu. Ini berarti umat Islam paling sedikit menjaga kebersihan anggota

badannya (di bagian anggota wudhu) minimal 5 kali sehari, seperti wajah, telinga, tangan, kaki,

dan sekitarnya. Berwudhu adalah simbol kebersihan secara fisik dan rohani.

Salah satu tabi‟in besar bernama Sa‟id bin Al-Musayyab berkata :

“Sesungguhnya Allah itu Maha Bagus (Baik), mencintai yang baik, dan sesungguhnya Allah itu

Maha Bersih, mencintai yang bersih”.

Orang yang menjaga kebersihannya berarti juga menjaga kualitas imannya. Orang yang hidup

kotor dan jorok, mencerminkan perilaku orang tersebut kotor dan menjijikkan, juga

menunjukkan tidak cinta pada kebersihan fisiknya. Orang yang mencuri atau melakukan

tindakan korupsi, juga dianggap sebagai orang yang tidak bersih dan telah mengotori imannya

yang telah diyakininya pada Allah SWT dan Rasul-Nya.

6. Istiqamah (Disiplin)

(„An Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi RAA qaala: “Qultu, yaa Rasuulallaah, qul lii fil Islam

qawlan laa as‟al „anhu ahadan ghairaka”. Qaala Abuu Mu‟aawiyah ba‟daka”. Qaala: “Aamantu

billaahi tsumma-staqim”)

Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi RA berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah padaku tentang

Islam di mana saya tidak perlu bertanya lagi pada orang selain engkau!”. Rasulullah SAW

menjawab: “Katakanlah, „Aku beriman pada Allah, lalu istiqamahlah engkau dengan ucapanmu

itu!” (HR Ahmad).

Penjelasan :

Kata “istiqamah” jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira sama artinya dengan

“disiplin” atau “konsisten”. Istiqamah atau disiplin berarti melaksanakan berbagai kegiatan atau

Page 5: Hadist

perbuatan secara terus-menerus dan berkelanjutan.

Berkaitan dengan istiqamah, di dalam Al-Qur‟an disebutkan sebagai berikut :

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka

beristiqamah [atas perkataannya itu], maka tidak ada kekhawatiran dan kesedihan bagi mereka”

(QS Al-Ahqaf [46]: 13).

Ayat di atas mengaitkan antara sikap istiqamah dengan rasa tenang yang terbebas dari

kekhawatiran dan kesedihan karena senantiasa menyandarkan setiap amal perbuatannya pada

Allah SWT.

Orang yang istiqamah berarti memiliki keteguhan dan ketetapan hati untuk selalu menekuni

kegiatan atau amal perbuatan yang dia lakukan. Istiqamah menjai salah satu kunci sukses setiap

orang dalam mencapai dan mewujudkan cita-citanya.

7. Jujur

(„An Abdullah RA „anin-nabiy shallalaahu „alaihi wa sallam qaala: “Innash-shidqa yahdii ilal

birri wa innal birri yahdii ilal jannah wa innar-rajula layashduqu hattaa yakuuna shiddiiqan wa

innal kadziba yahdii ilal fujuuri wa innal fujuura yahdii ilan-naari wa innar-rajula layakdzibu

hattaa yuktaba „indallaahi kadzdzaaban).

Abdullah (bin Mas‟ud) RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya

kebenaran itu membawa kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang

membiasakan dirinya berkata benar (jujur) akan tercatat di sisi Allah sebutan “shiddiq” (jujur).

Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada maksiat, sedang maksiat membawa ke neraka.

Seseorang yang membiasakan diri berdusta akan tercatat di sisi Allah sebutan “kadzdzab”

(pendusta)” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penjelasan :

Jujur adalah salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh setiap umat manusia. Seseorang

yang bersikap jujur (baik dalam perkataan maupun perbuatan).

Dalam hadits itu dijelaskan bahwa sikap jujur akan menuntutn seseorang pada kebaikan dan

surga. Hal ini berarti bahwa kejujuran merupakan salah satu akhlak mulia yang harus tertanam

pada setiap manusia. Sebaliknya, sikap bohong (dusta) akan menjerumuskan seseorang pada

maksiat dan neraka.

Orang yang bersikap jujur akan mendapat pujian dari Allah SWT, Rasul-Nya, dan masyarakat.

Kejujuran menunjukkan bahwa seseorang berpegang teguh pada kebenaran dan kebaikan yang

akan membawa akibat yang baik dan berguna bagi kehidupan dirinya dan orang banyak.

Page 6: Hadist

8. Saling Menolong

(„An Abii Muusaa RA „anin-nabii shallallaahu „alaihi wassallam, qaala: “Innal mu‟min lil

muk‟min kal bunyaan yasyuddu ba‟dhuhuu ba‟dhan wa syabbaka ashaabi‟ahu).

Abu Musa (Abdullah bin Qaish) RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya orang mukmin terhadap orang mukmin lainnya seperti bangunan yang satu

menguatkan (bangunan) yang lain”. Rasulullah SAW lalu menunjukkan rajutan di antara jemari

tangannya (HR Bukhari dan Muslim).

Penjelasan :

Hadits di atas menjelaskan tentang hubungan antara sesama orang mukmin (beriman) yang harus

saling menolong sehingga umat Islam menjadi kokoh seperti sebuah bangunan.

Ibarat bangunan yang akan menjadi kokoh jika masing-masing bagiannya saling menopang dan

membantu bagian yang lain.

Tolong-menolong tentu harus dilakukan atas dasar kebaikan dan takwa, bukan atas dasar dosa

dan permusuhan. Dalam sebuah ayat disebutkan :

“… dan tolong-menolonglah kamu atas dasar kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong

atas dasar dosa dan permusuhan” (QS Al-Maidah [5]: 2).

Jika ada orang lain (tetangga, teman, atau famili) yang mengalami kesusahan dan kesulitan,

selayaknya kita membantu mereka, jika kita mampu menolong mereka.

Menolong orang lain adalah salah satu sifat luhur yang harus selalu kita jagan dan pelihara agar

mendapat kasih sayang dan ridha Allah SWT dan Rasul-Nya serta umat manusia.

9. Menghormati Tetangga

(„An Abi Syuraih Al-„Adawiy RA qaala: “Sami‟at udzunaaya wa absharat „ainaaya hiina

takallaman-nabiy shallallaahu „alaihi wa sallama, faqaala, “Man kaana yu‟minu billaahi wal

yawmil aakhiri falyukrim jaarahu wa man kaana yu‟minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim

dhaifahu jaa‟izatahu”. Qaala: “Wa maa jaa‟izatuhu yaa Rasuulallaah?” Qaala, “Yawmun wa

lailatun waddh-dhiyaafah tsalaatsatu ayyaam, fa maa kaana waraa‟a dzaalika fahuwa shadaqatun

„alaihi wa man kaana yu‟minu billaahi wal yawmil aakhiri falyaqul khairan au liyashmut)

Abu Syuraih RA menceritakan bahwa dirinya telah mendengar dan melihat langsung Rasulullah

SAW bersabda: “Siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tetanggamu,

dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tamumu, yaitu

Page 7: Hadist

kunjungannya”. Abu Syuraih RA berkata: “Apa maksud kunjungan itu, wahai Rasulullah

SAW?”. Beliau menjawab: “Maksud kunjungan adalah selama tamu menetap di rumahmu

selama sehari-semalam, dan waktu bertamu itu maksimal 3 hari, sedangkan lewat dari 3 hari,

maka itu termasuk shadaqah untuk tamu tersebut. Dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari

Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah diam saja” (HR Bukhari dan Muslim).

Penjelasan :

Hadits di atas menjelaskan bahwa salah satu kriteria kesempurnaan iman seseorang adalah

menghargai atau menghormati tetangganya.

Tetangga adalah satu-satunya orang yang tinggal berdekatan dengan rumah kita. Setiap orang

memerlukan tetangga karena para tetangga adalah orang-orang yang sering bertemu dan bekerja

sama dengan kita dalam kehidupan sehari-hari.

Menghormati tetangga berarti membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan tetangga,

seperti: tegur-sapa, membantu tetangga yang kesusahan, dan sebagainya.

10. Menghormati Tamu

(„An Abi Syuraih Al-„Adawiy RA qaala: “Sami‟at udzunaaya wa absharat „ainaaya hiina

takallaman-nabiy shallallaahu „alaihi wa sallama, faqaala, “Man kaana yu‟minu billaahi wal

yawmil aakhiri falyukrim jaarahu wa man kaana yu‟minu billaahi wal yawmil aakhiri falyukrim

dhaifahu jaa‟izatahu”. Qaala: “Wa maa jaa‟izatuhu yaa Rasuulallaah?” Qaala, “Yawmun wa

lailatun waddh-dhiyaafah tsalaatsatu ayyaam, fa maa kaana waraa‟a dzaalika fahuwa shadaqatun

„alaihi wa man kaana yu‟minu billaahi wal yawmil aakhiri falyaqul khairan au liyashmut)

Abu Syuraih RA menceritakan bahwa dirinya telah mendengar dan melihat langsung Rasulullah

SAW bersabda: “Siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tetanggamu,

dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah tamumu, yaitu

kunjungannya”. Abu Syuraih RA berkata: “Apa maksud kunjungan itu, wahai Rasulullah

SAW?”. Beliau menjawab: “Maksud kunjungan adalah selama tamu menetap di rumahmu

selama sehari-semalam, dan waktu bertamu itu maksimal 3 hari, sedangkan lewat dari 3 hari,

maka itu termasuk shadaqah untuk tamu tersebut. Dan siapa yang beriman pada Allah dan Hari

Akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah diam saja” (HR Bukhari dan Muslim).

Penjelasan :

Hadits di atas menjelakan bahwa salah satu kriteria kesempurnaan iman seseorang adalah

menghargai atau menghormati tamu.

Menghormati tamu berarti menunjukkan sikap santun dan sopan pada seorang tamu, terutama

jika mereka sedang berkunjung ke rumah kita.

Dalam hadits di atas Rasulullah SAW memberi batasan bahwa waktu kunjungan maksimal 3

Page 8: Hadist

hari, dan lumrahnya sehari semalam. Jika kita sebagai tuan rumah masih mengizinkan sang tamu

melebihi 3 hari, berarti itu adalah shadaqah (dalam arti kebaikan tambahan) yang kita tunjukkan

pada tamu tersebut.

11. Silaturahim

(Man sarrahu ay-yubsatha lahu fii rizqihi wa yunsya‟a lahu fii atsarihi falyashil rahimah)

“Siapa yang ingin diperluas rezekinya dan dilamakan jejak kebaikannya, maka hendaklah

bersilaturahim” (Syaikh Al-Albani dalam kitab hadits Shahih Al-Jami‟).

Penjelasan :

Silaturahim berasal dari dua kata bahasa Arab: “shilah” (artinya: menyambung) dan “rahim”

(artinya: rahim [ibu], kasih sayang). Secara istilah, silaturahim berarti mengadakan hubungan

kekerabatan dan ikatan kasih sayang atas dasar kebaikan. Hubungan atas dasar kebaikan dan

kasih sayang itu tidak hanya di antara famili dan kerabat yang memiliki hubungan keturunan,

melainkan dengan setiap orang.

Silaturahim juga merupakan bagian dari sifat mulia yang harus dipelihara oleh seetiap umat

Islam. Rasulullah SAW termasuk teladan yang sangat gemar melakukan ubungan silaturahim,

baik dengan kerabat maupun dengan para sahabatnya. Bahkan, para musuh dari kafir Quraisy

pun mengakui akan kebaikan dan kesenangan Rasulullah SAW dalam bersilaturahim.

Dengan bersilaturahim, teman kita akan bertambah, rezeki kita akan semakin terbuka, dan

jaringan kerja sama dan perkenalan dengan orang lain semakin luas. Hadits di atas juga memiliki

pengertian bahwa salah satu cara agar kebaikan seseorang tetap dikenang oleh orang lain atau

generasi berikutnya, maka hendaklah bersilaturahim.

12. Menepati Janji

(„An „Adiy qaala, qaala Rasulullah SAW: “Idzaa halafa ahadukum „alal yamiin fara‟aa khairan

minha, falyukaffirha walya‟tilladzii huwa khairun)

„Adiy bin Hatim bin Abdullah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang

bersumpah (berjanji) atas sesuatu, lalu dia melihat bahwa ada hal lain yang lebih baik dari yang

dijanjikannya, maka hendaklah dia membayar denda atas janjinya itu dan melaksanakan sesuatu

(perbuatan) lain yang dianggapnya lebih baik” (HR Muslim).

Penjelasan :

Dalam Islam, sumpah atau janji hanya untuk kebaikan dan kemaslahatan bagi orang tersebut atau

orang lain. Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan seseorang untuk

membayar denda serta membatalkan janjinya tersebut.

Janji juga didasarkan pada niat orang yang berjanji tersebut, seperti disebutkan dalam sabda

Rasulullah SAW berikut :

Page 9: Hadist

Abu Hurairah RA meriwaytkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sumpah itu

tergantung pada niat orang yang bersumpah” (HR Ibnu Majah).

Dalam sebuah “mau‟izhah hasanah” (nasehat bijak) terkenal disebutkan :

“Janji itu (seperti) utang”.

Nasehat bijak itu memberi pelajaran berharga bagi kita agar menepati janji jika kita sudah

berjanji, terutama jika janji itu berkaitan dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat. Sedangkan

jika sumpah atau janji yang berkaitan dengan hal yang buruk dan berbahaya, maka sebaiknya

tidak dilaksanakan, seperti anjuran Rasulullah SAW dalam hadits di atas.

13. Menjenguk Orang Sakit

(„An Abi Hurairah RA qaala: “Sami‟tu Rasulallah SAW yaquulu, “Haqqul muslim „alal muslim

khamsun: raddus salaam wa „iyaaddatul mariidh wat-tibaa‟ul janaa‟iz wa ijaabatud da‟wah wa

tasymiitul „aathis).

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa dirinya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Hak

seorang muslim atas muslim lainnya ada 5 macam:

1) menjawab salam;

2) menjenguk orang sakit;

3) mengantarkan jenazah;

4) memenuhi undangan; dan

5) mendoakan orang yang bersin” (HR Bukhari).

Penjelasan :

Hadits di atas menganjurkan pada setiap muslim agar memenuhi hak-haknya. Di antara hak itu

adalah menjenguk orang yang sedang sakit.

Menjenguk orang yang sedang sakit merupakan salah satu sikap dan akhlak yang mulia. Orang

yang sakit akan merasa terhibur dan senang jika dikunjungi oleh orang lain. Apalagi kunjungan

itu didasarkan pada niat yang ikhlas.

Jika orang yang sakit dikunjungi oleh sanak famili, kerabat, saudara, teman-teman, hatinya akan

merasa senang dan tentram. Hal itu akan mengurangi rasa sakit yang dideritanya dan akan

menambah kepercayaan dirinya untuk tabah dan sabar dalam menghadapi ujian dari Allah SWT.