documenth
DESCRIPTION
jTRANSCRIPT
![Page 1: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/1.jpg)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah ini.Penulisan makalah dapat diselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak.
Namun,sepenuhnya penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan guna penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis sendiri.
Penulis
1
![Page 2: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/2.jpg)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2PENDAHULUAN .................................................................................................. 3ISI ............................................................................................................................. 4PENUTUP................................................................................................................12DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................13
2
![Page 3: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/3.jpg)
PENDAHULUAN
John Naisbitt dan Patricia Aburdune dalam buku Megatrends 2000 yang
diterbitkan pada tahun 1982 meramalkan : “Bahwa perempuan akan mengambil semua
peran dalam berbagai lini kehidupan”. Karenanya perbincangan tentang perempuan
menjadi menarik, mengingat ramalan itu kini menjadi nyata. Globalisasi menunjukkan
adanya peningkatan kemajuan di bidang telekomunikasi, elektronika, dan bioteknologi.
Kemajuan ini memberi dampak pula pada keterlibatan perempuan di sektor ekonomi,
politik, dan bidang sosial lainnya.
Keterlibatan perempuan yang semakin besar pada sektor publik, tentu saja
merupakan kemajuan. Hanya saja globalisas membawa konsekwensi bagi kehidupan
perempuan. Bagi mereka yang berstatus single, situasi ini memberi ruang yang selebar-
lebarnya untuk mengaktualisasikan diri. Meraih cita, mengukir prestasi adalah hal
utama yang ingin diwujudkan. Ukuran sukses ditandai dengan adanya posisi yang
mapan dan prestise. memiliki gaji yang besar, jaringan kerja internasional, jam kerja
yang semakin padat.
Namun bagi perempuan berstatus ibu rumah tangga. Kencenderungan untuk
eksis di sektor publik, menjadi semacam dilema. Terkait dengan posisi mereka sebagai
istri dan ibu dalam rumah tangga. Posisi ini mengharuskan mereka untuk berperan di
sektor domestik, sementara mereka umumnya bekerja dan berkarir di sektor publik
Menjaga keseimbangan antara sektor domestik dan publik menjadi sulit, manakala
globalisasi menggiring mereka semakin eksis di sektor publik.
Makalah ini menyoroti bagaimana perempuan bisa berperan di sektor publik,
tanpa mengabaikan sektor domestik. Apa saja tantangan yang akan dihadapi dalam
mewujudkan keseimbangan tersebut. Serta solusi apa yang bisa dilakukan dalam
menjawab tantangan tersebut.
3
![Page 4: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/4.jpg)
ISI
Perempuan dan Globalisasi
Sejak Kartini memperjuangkan kedudukan perempuan setara dengan kaum
lelaki, maka sejak itu emansipasi bergulir. Emansipasi adalah satu gerakan yang
dimaksud agar perempuan memiliki kedudukan dan setara dengan kaum lelaki. Artinya
setara dalam kehidupan di sektor publik dan sektor domestik. Pada zaman Kartini yang
diperjuangkan adalah perempuan memperoleh pendidikan setara dengan laki-laki. Ia
berpendapat pendidikan perempuan merupakan hal penting untuk mengangkat derajat
bangsanya, karena ibu-ibu yang terdidik akan bisa membesarkan anak mereka dengan
lebih baik.
Berpuluh tahun kemudian emansipasi telah merasuki tatanan masyarakat, bukan
saja di bidang pendidikan tetapi di bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial lainnya.
Dan kini di era globalisasi perempuan Indonesia sama majunya dengan perempuan di
negara lain. Banyak perempuan telah menduduki posisi penting di berbagai bidang.
Keunggulan perempuan dalam menduduki posisi penting mendapat pengakuan oleh
Marie C. Wilson : “The core what woman bring to leadership- a tendency toward
inclusiveness, emphaty, communication up and down hierarchis, focus on broader
issues and reacher bussiness” . Hal ini semakin dikuatkan pula oleh Thomas J. Reters
mengatakan : “ woman as more relational, less conscious of hierarchy, better listener
and more able to avoid the agression men can sometimes bring to management”
Tantangan Perempuan di Era Globalisasi
Meskipun perempuan memiliki keunggulan, namun eksistensi perempuan di
ranah publik menghadapi tantangan beberapa hal berikut :
Sindrom Cinderella Complex : adalah sindrom yang dikemukakan oleh Collete
Dowling yaitu suatu rasa takut yang begitu mencekam, sehingga perempuan merasa
tidak berani dan tidak bisa memanfaatkan potensi otak dan daya kreatifitasnya secara
penuh. Perempuan merasa takut menjadi terkenal, sukses, dan menempati posisi
penting, karena merasa harus berperan di sektor domestik, dengan alasan agama,
4
![Page 5: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/5.jpg)
budaya, dsb. Banyak perempuan mengalami sindrom ini, dan mengambil keputusan
untuk bekerja dan berkarir seadanya, padahal ia memiliki potensi yang amat besar.
Dukungan institusi yang belum maksimal : maksud dukungan institusi disini
adalah institusi keluarga, masyarakat, perusahaan, dan pemerintahan. Meskipun pola
pikir masyarakat sudah berkembang tetapi masih di temui pola pikir belum maju, dan
berakibat pada dukungan institusi yang delum maksimal. Misalnya : institusi keluarga,
dimana ayah, ibu, suami, mertua, dsb memiliki pola pikir yang menghambat perempuan
aktif di dektor publik. Atau perusahaan yang beranggapan bahwa perempuan hanya
boleh menempati posisi tertentu saja.
Pergeseran nilai dalam kehidupan : era globalisasi memberi pengaruh
bergesernya nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai sukses diukur dari sisi materi
seperti : uang , rumah jabatan, kepopuleran. Situasi ini membuat perempuan banyak
mengejar simbol-simbol tersebut. Perempuan terjebak untuk bekerja terus menerus dan
sangat keras ( menjadi sangat maskulin ). Cenderung meninggalkan femininitasnya.
Dengan demikian, pelan dan pasti perempuan digiring mencapai ambisi, menjadi
semakin individual dan cenderung mengabaikan nilai kebersamaan.
Dalam konteks perempuan muslim , kondisi di atas sering dialami oleh
perempuan berkeluarga. Bagi perempuan yang masih sendiri, cenderung lebih aman
dan dan dapat berekspresi dengan bebas.
Solusi
Apa saja solusi yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut.
Beberapa solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut :
Mewujudkan adanya persamaan dan keragaman ( equality in diversity )
dikemukakan oleh Vandana Shiva aktifis dari India : yaitu sebuah konsep dimana
perempuan tetap memerankan kualitas feminin yang baik. Bahwa kualitas pengasuhan,
pemeliharaan dan cinta adalah fitrah perempuan dimana ia berhak untuk
mengaktualisasikan dimanapun ia berada termasuk apabila ia berada di dunia publik
(maskulin) . Maka yang menjadi ukuran kehebatan perempuan dengan memakai
standar maskulin ( uang, status, kekuasaan ) adalah tidak relevan. Apabila situasi dan
kondisi mengharuskan perempuan berkiprah di dunia publik ( maskulin ) , maka
diharapkan aktualisasi kualitas femininya diharapkan dapat memberi warna tersendiri
5
![Page 6: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/6.jpg)
bahwa kebersamaan, saling peduli, dan memilihara kesatuan dapat memberikan
kepuasan hakiki .
Penentuan Skala Prioritas dalam jenjang Kehidupan Perempuan : Bahwa
perempuan muslim pada masa ia masih sendiri, bebas memilih prioritasnya untuk
mengekspresikan apa yang menjadi angan dan cita-citanya. Mengerahkan semua potensi
kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi untuk meraih sukses. Pada posisi ini,
perempuan memiliki posisi tawar yang besar untuk menentukan semua agenda. Oleh
sebab itu perempuan muslim diharapkan dapat memanfaatkan masa emas ini untuk
mengeksplore dirinya seluas-luasnya. Menjawab semua tantangan dan melakukan kerja
yang bermanfaat, bagi diri, keluarga, masyarakat bahkan negara. Pada masa
berkeluarga, skala prioritas itu mengalami perubahan, bukan lagi untuk diri sendiri,
melainkan untuk suami dan anak. Perempuan harus berdamai, menghantarkan anak dan
suami ke satu titik dimana mereka bisa mandiri mengelola diri tanpa bantuan
perempuan sepenuhnya.. Apabila sudah mencapai situasi ini maka perempuan boleh
mengembangkan diri secara maksimal kembali.
Membentengi diri dengan nilai mulia : menjalani kehidupan sebagai perempuan
di era globalisasi. Nilai mulia itu terdapat dalam nuansa religi, dan tradisi hidup
masyarakat Indonesia. Kita sepatutnya bersyukur dibesarkan di satu negara yang
mengagungkan nilai kesopanan, kejujuran, kebersamaan dalam agama dan tradisi yang
kita anut. Nilai ini tidak boleh hilang, harus tetap dijaga dan dikembangkan agar dapat
menjadi benteng di tengah melunturnya nilai di era gobalisasi.
Peran Ganda
Michelle et al (1974) menyatakan bahwa peran ganda disebutkan dengan konsep
dualisme cultural, yakni adanya konsep domestik sphere (lingkungan domestik) dan
publik sphere (lingkungan publik). Peran ganda adalah partisipasi wanita menyangkut
peran tradisi dan transisi. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai
istri, ibu dan pengelola rumahtangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian
wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Pada
peran transisi wanita sebagai tenaga kerja turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari
nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki
serta lapangan pekerjaan yang tersedia (Sukesi, 1991).
6
![Page 7: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/7.jpg)
Peran ganda kaum wanita terimplikasi pada: (1) peran kerja sebagai ibu
rumahtangga (mencerminkan femininine role), meski tidak langsung menghasilkan
pendapatan, secara produktif bekerja mendukung kaum pria (kepala keluarga) untuk
mencari penghasilan (uang); dan (2) berperan sebagai pencari nafkah (tambahan
ataupun utama). Peran ganda wanita ialah peran wanita di satu pihak keluarga sebagai
pribadi yang mandiri, ibu rumahtangga, mengasuh anak- anak dan sebagai istri, serta
dipihak lain sebagai anggota masyarakat, sebagaipekerja dan sebagai warga negara yang
dilaksanakan secara seimbang. Wanita dianggap melakukan peran ganda apabila ia
bertanggung jawab terhadap tugas- tugas domestik yang berhubungan dengan
rumahtangga seperti membersihkan rumah, memasak, melayani suami, dan merawat
anak-anak, serta ketika wanita juga bertanggung jawab atas tugas publik yang berkaitan
dengan kerja di sektor publik (karier) yakni bekerja di luar rumah dan bahkan seringkali
berperan sebagai pencari nafkah utama. Wanita mempunyai dua peranan yaitu sebagai
istri atau ibu rumahtangga yang melakukan pekerjaan rumahtangga yaitu pekerjaan
produktif yang tidak langsung menghasilkan pendapatan dan sebagai pencari nafkah
yang langsung menghasilkan pendapatan (Pudjiwati, 1985)
Peran ganda wanita merupakan masalah yang sering dihadapi wanita bekerja.
Wanita seringkali harus memilih antara tidak menikah dan sukses berkarier, atau
menikah dan menjadi ibu rumahtangga yang baik. Adanya orang- orang yang membantu
pekerjaan domestik atau babysitter memberikan peluang besar bagi wanita eksekutif
untuk mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar atau untuk mendapatkan
kepuasan lebih dalam mengaktualisasikan diri. Pada hakekatnya permasalahan peran
ganda wanita bukan pada peran itu sendiri, melainkan adalah akibat atau dampak yang
ditimbulkannya pada keluarga. Sementara itu ketertinggalan wanita pada peran transisi
mereka berpangkal pada pembagian pekerjaan secara seksual di dalam masyarakat
dimana peran wanita yang utama adalah lingkungan rumahtangga (domestik sphere) dan
peran pria yang utama di luar rumah (public sphere) sebagai pencari nafkah utama.
Pembagian kerja yang tidak seimbang antara pria dan wanita dapat
menimbulkan beban kerja pada pihak yang terdominasi. Pembagian kerja secara seksual
ini jelas tidak adil bagi wanita, sebab pembagian kerja seperti ini selain mengurung
wanita, juga menempatkan wanita pada kedudukan subordinat terhadap pria, sehingga
cita-cita untuk mewujudkan wanita sebagai mitra sejajar pria, baik dalam keluarga
7
![Page 8: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/8.jpg)
maupun dalam masyarakat mungkin akan sulit terlaksana. Pembagian peran yang tidak
seimbangan akan menimbulkan beban kerja yang lebih berat pada wanita. Beban kerja
berlipat atau berlebihan yaitu memaksakan dan membiarkan salah satu jenis kelamin
menanggung beban aktivitas berlebihan.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Peran Ganda
Faktor pendukung peran ganda ialah adanya dukungan dan pengertian suami atas
bekerjanya istri, kedisiplinan diri dalam mengatur waktu dan menyelesaikan pekerjaan,
serta keleluasaan mengatur jam dan jadwal kerja jika terpaksa menghadapi konflik ganda.
Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor dominan yang mendorong wanita untuk
melakukan peran ganda. Sebab keadaan ekonomi yang semakin mendesak mengakibatkan
wanita harus turut serta berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi unuk menambah
penghasilan keluarga. Selain itu kesempatan kerja juga semakin luas terbuka untuk para
wanita. Wanita turut memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan relasi sosial yang
tinggi dan tempat kerja dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam diri mereka tersimpan
suatu kebutuhan akan penerimaan sosial akan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui
komunitas kerja. Bergaul dengan rekan di kantor lebih menyenangkan daripada di rumah.
Faktor berikutnya yang melatarbelakangi peran ganda ialah tingkat pendidikan.
Semakin tinggi pendidikan seorang wanita, merupakan faktor penting untuk bekerjanya
wanita. Aktualisasi diri juga merupakan salah satu faktor pemicu peran ganda kepuasan,
dan keinginan untuk meningkatkan dirinya dapat diraih dengan mejajaki dunia karier,
dimana akan diberikan reward berupa peningkatan karier apabila melakukan kinerja yang
baik. Dengan berkarya, berkreasi dan mencipta serta mengembangkan ilmu, mendapat
penghargaan, penerimaan, dan prestasi merupakan salah satu bagian dari proses penemuan
dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualisasi banyak diambil oleh para
wanita di jaman ini terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita
untuk meraih jenjang karier yang tinggi.
Konflik Peran Ganda
Konflik peran didefinisikan oleh Brief et al dalam Nimran (1999) adalah adanya
ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Secara lebih
spesifik, Leigh et al dalam Nimran (1999) menyatakan bahwa konflik peran merupakan
hasil dari ketidak konsistenan harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya
ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan
8
![Page 9: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/9.jpg)
sebagainya.Menurut Goode dalam Kaltsum (2006), konflik peran ganda adalah kesulitan-
kesulitan yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan peran yang berbeda
secara bersamaan. Wanita karir dituntut untuk dapat memberikan unjuk kerja (performance)
yang maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugasnya baik didalam keluarga, maupun
dikantor.
Menurut pendapat Bimbaum dalam Hoffman et al (1974) konflik peran ganda
disebabkan kegagalan individu dalam mengkombinasikan atau memadukan secara
seimbang antara karier dan rumahtangga. Sementara kemampuan untuk mengkombinaskan
serta melakukan penyesuaian yang serasi dalam menghadapi konflik peran ganda
dipengaruhi oleh sosialisasi seseorang. Sosialisasi merupakan proses dimana seseorang
melatih diri untuk peka terhadap tuntutan-tuntutan lingkungannya dan membiasakan diri
berprilaku selaras dengan lingkungan sekitarnya.
Kerangka Pemikiran
Industrialisasi yang semakin maju membutuhkan tenaga kerja yang besar. Kebutuhan
akan tenaga kerja ini tidak hanya membutuhkan tenaga kerja pria, namun juga tenaga kerja
wanita. Sementara itu masih banyak stereotipe yang memandang bahwa pendidikan lebih
diutamakan bagi pria, sementara wanita tidak perlu membutuhkan pendidikan yang tinggi
karena pada akhirnya wanita hanya akan bekerja didapur. Anggapan ini muncul dari
anggapan masyarakat yang sudah tertanam sejak dahulu. Seiring dengan pesatnya
kebutuhan tenaga kerja akibat dari industrialisasi, saat ini wanita juga sudah banyak yang
telah mengeyam pendidikan sama dengan pria. Hal ini mengakibatkan semakin luasnya
kesempatan kerja bagi seorang wanita, serta semakin banyak pula tenaga kerja wanita yang
bekerja produktif di luar rumah.
Walaupun saat ini keberadaan wanita dalam dunia kerja sudah diperhitungkan dan
kesempatan pendidikan bagi wanita terbuka lebar, namun masih terdapat ideologi gender
yang sangat kuat dalam masyarakat. Ideologi ini memandang bahwa seorang wanita yang
bekerja juga tidak lepas dari tanggung jawab pekerjaan domestik (pekerjaan yang
berhubungan dengan anak dan rumahtangga). Ideologi ini mendikotomi kerja secara
seksual, yakni pembagiankerja berdasarkan jenis kelamin. Sementara itu stereotipe yang
terdapat di masyarakat Indonesia menuntut wanita untuk bekerja pada dua sektor yakni
sektor domestik (kerja rumahtangga) dan sektor publik (kerja luar rumah). Wanita dituntut
untuk berperan ganda yakni melakukan kerja produksi (menghasilkan sesuatu) untuk
kelangsungan hidup anggotanya dan harus ada kerja reproduksi yang menyangkut apa yang
9
![Page 10: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/10.jpg)
terjadi di dalam rumahtangga, serta dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan pembagian
kerja yang tidak seimbang karena selain wanita dituntut untuk mencari nafkah, wanita juga
harus mengurus rumahtangganya.
Apabila dalam suatu rumahtangga terdapat pembagian kerja yang tidak seimbang
maka akan menimbulkan beban beban kerja ganda pada wanita. Beban ganda ini akan
menimbulkan beberapa dampak beban kerja seperti wanita tidak selalu ada pada saat-saat
yang penting keluarga, tidak semua kebutuhan anggota keluarga dapat dipenuhi, anak tidak
mendapatkan perhatian dan asuhan penuh, urusan rumahtangga terbengkalai, wanita tidak
mempunyai waktu untuk mengurus dirinya dan sebagainya. Apabila beban ganda yang
terjadi terlampau berat, maka akan menimbulkan konflik peran yakni kesulitan-kesulitan
yang dirasakan dalam menjalankan kewajiban atau tuntutan peran yang berbeda secara
bersamaan. Sementara wanita karir dituntut untuk dapat memberikan kerja (performance)
yang maksimal dalam menyelesaikan tugas-tugasnya baik di dalam keluarga, maupun di
kantor.
Konflik peran yang terjadi akan sangat berpengaruh pada perkembangan karier
wanita. Walaupun saat ini keberadaan wanita dalam dunia kerja sudah diperhitungkan dan
kesempatan pendidikan bagi wanita terbuka lebar, hal ini tidak dapat menjamin
perkembangan karier wanita pasti tinggi. Hal ini karena setinggi apapun tingkat pendidikan
seorang wanita tidak akan berarti apabila wanita mengalami konflik peran. Selain itu saat
ini telah banyak wanita yang menduduki posisi pemimpin. Hal ini menandakan bahwa
semakin luasnya kesempatan kerja bagi seorang wanita untuk bekerja, didukung pula oleh
berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai ketenagakerjaan wanita. Namun
berbagai kesempatan ini tidak dapat dipergunakan secara maksimal apabila wanita tersebut
mengalami konflik peran. Tingkat pendidikan dan kebijakan pemerintah mengenai
kesempatan bekerja yang telah ditempuh wanita ini akan tidak terpakai apabila terdapat
tugas-tugas rumahtangga yang terus membebani pikiran wanita pada saat bekerja dan
menghambat wanita untuk meneruskan pekerjaannya karena tugas rumahtangga yang
menantinya di rumah.
Secara tidak langsung ideologi gender dapat mempengaruhi karier seseorang.
Sementara itu terdapat dukungan dari luar yang dapat meringankan peran ganda wanita
yakni peran dari orang-orang yang membantu pekerjaan domestik rumahtangga dan
dukungan dari suami. Dukungan dari luar ini dapat saja meringankan beban ganda yang ada
sehingga karierpun dapat meningkat. Dukungan dari luar juga dapat tidak berpengaruh pada
peningkatan karier wanita, karena kuatnya ideologi gender yang tertanam dalam dalam diri
10
![Page 11: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/11.jpg)
responden, sehingga akan tetap menimbulkan konflik peran dan karierpun menjadi
terhambat.
PENUTUP
11
![Page 12: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/12.jpg)
Era globalisasi membawa perubahan dalam semua aspek kehidupan. Perempuan
sebagai elemen penting dan menentukan harus tetap mengambil peran di era ini, tanpa
meninggalkan sisi feminitasnya. Semoga perempuan dapat menjawab tantangan
globalisasi, menjadi contoh teladan, memberi manfaat bagi orang di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
12
![Page 13: Documenth](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071804/563db809550346aa9a8ffb6b/html5/thumbnails/13.jpg)
Hoffman, et al. 1974. Working Mothers. San Fransisco: Jossey-Bass Publisers.Kunartinah. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Karier sebagai Akuntan Publik, Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Semarang: P3E STIE Stikubank.Michelle, Zimbalist Rosaldo & Louise Lamphere. 1974. Women, Culture and Society. Stanford cal.: Stanford University Press.Mudzhar, H.M. Atho, Sajida A. Alvi, Saparinah Sadli. 2001. Wanita dalam Masyarakat Indonesia: Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.Munandar, S C Utami. 2001. Wanita Karier: Tantangan dan Peluang. dalam Wanita Dalam Masyarakat Indonesia: Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press.Munandar, S.C Utami. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).Safitri, Kania. 2007. Gender Dalam Pengembangan Karier Wanita (Kasus: PT. Repex Pedana Internasional, Jl. Ciputat Raya No. 99 Pondok Pinang Jakarta). Skripsi Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Saptari, dkk. 1997. Perempuan, Kerja, dan Perubahan Sosial. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.Widanti, Agnes. 2005. Hukum Berkeadilan Gender. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Widyatwati, dkk. 2003. Pengaruh Konflik Peran Ganda Sebagai Ibu Rumahtangga
Dan Pekerja Terhadap Tingkat Stres Wanita Karier (Studi Kasus Pada Pegawai Negeri
Sipil Wanita Di Kota Semarang, Jawa Tengah). Laporan Penelitian. Semarang: Universitas
Diponegoro.
13