gugus kendali mutu sebagai standar dalam peningkatan kinerja

12
Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582- 095X GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA Abas Sunarya * ABSTRAK Istilah Gugus Kendali Mutu (GKM) pertama kali lahir sebagai respon terhadap munculnya persoalan “krisis produktivitas”. Fenomena ini pertama kali mencuat di dunia industri yang melibatkan negara-negara industri terutama di Jepang dan Amerika pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pada saat itu terjadi banjir barang buatan Jepang di pasar Amerika dan Kanada. Sementara itu di Amerika Utara berada dalam periode dengan inflasi tinggi dan pengangguran yang tinggi. Para analis menduga bahwa sumber terjadinya pengangguran yang tinggi adalah karena krisis produktivitas. Oleh karena itu pemecahannya disarankan untuk meningkatkan produktivitas (Crocker, dkk., 2004). Akan tetapi persoalannya ternyata tidak sesederhana itu, karena unsur pembentuk produktivitas yang terdiri dari input dan output dari proses banyak jenisnya. Peningkatan produktivitas bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain meningkatkan efisiensi di bidang input atau meningkatkan hasil per satuan unit input yang digunakan dalam proses itu. Efisiensi input bisa dilakukan dengan menekan biaya produksi terutama biaya tenaga kerja. Namun pendekatan ini diragukan keberhasilannya karena hal itu akan berarti menurunkan standar hidup buruh, oleh karenanya jika pendekatan ini dilakukan malah akan menyebabkan kontra produktif. Pengalaman di Jepang untuk meningkatkan produktivitas ini adalah dengan mengintroduksi penggunaan robot terutama bagi pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, berbahaya dan pekerjaan yang kurang disenangi. Namun cara itu bagi Amerika Utara dianggap akan menyebabkan kehilangan pekerjaan. A. PENDAHULUAN Munculnya berbagai persoalan tersebut pada akhirnya membawa solusi dengan memberikan perhatian pada faktor manusia. Bagaimana mengarahkan karyawan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai kepuasan yang lebih besar, memperoleh motivasi yang lebih tinggi dan dengan demikian menjadi lebih produktif? Kuncinya terletak dalam partisipasi karyawan pada semua tingkatan dalam organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga muncull konsep “Gugus Kendali Mutu” (GKM) atau disebut juga Quality Control Circle (QCC). * Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 1

Upload: rayindra

Post on 15-Aug-2015

156 views

Category:

Economy & Finance


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Abas Sunarya *

ABSTRAKIstilah Gugus Kendali Mutu (GKM) pertama kali lahir sebagai respon terhadap

munculnya persoalan “krisis produktivitas”. Fenomena ini pertama kali mencuat di dunia industri yang melibatkan negara-negara industri terutama di Jepang dan Amerika pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pada saat itu terjadi banjir barang buatan Jepang di pasar Amerika dan Kanada. Sementara itu di Amerika Utara berada dalam periode dengan inflasi tinggi dan pengangguran yang tinggi.

Para analis menduga bahwa sumber terjadinya pengangguran yang tinggi adalah karena krisis produktivitas. Oleh karena itu pemecahannya disarankan untuk meningkatkan produktivitas (Crocker, dkk., 2004). Akan tetapi persoalannya ternyata tidak sesederhana itu, karena unsur pembentuk produktivitas yang terdiri dari input dan output dari proses banyak jenisnya. Peningkatan produktivitas bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan antara lain meningkatkan efisiensi di bidang input atau meningkatkan hasil per satuan unit input yang digunakan dalam proses itu. Efisiensi input bisa dilakukan dengan menekan biaya produksi terutama biaya tenaga kerja. Namun pendekatan ini diragukan keberhasilannya karena hal itu akan berarti menurunkan standar hidup buruh, oleh karenanya jika pendekatan ini dilakukan malah akan menyebabkan kontra produktif. Pengalaman di Jepang untuk meningkatkan produktivitas ini adalah dengan mengintroduksi penggunaan robot terutama bagi pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang, berbahaya dan pekerjaan yang kurang disenangi. Namun cara itu bagi Amerika Utara dianggap akan menyebabkan kehilangan pekerjaan.

A. PENDAHULUANMunculnya berbagai persoalan tersebut pada akhirnya membawa solusi

dengan memberikan perhatian pada faktor manusia. Bagaimana mengarahkan karyawan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai kepuasan yang lebih besar, memperoleh motivasi yang lebih tinggi dan dengan demikian menjadi lebih produktif? Kuncinya terletak dalam partisipasi karyawan pada semua tingkatan dalam organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Sehingga muncull konsep “Gugus Kendali Mutu” (GKM) atau disebut juga Quality Control Circle (QCC).

Sejalan dengan arus globalisasi, istilah GKM atau QCC semakin sering digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam upaya menuju Total Quality Management (TQM) atau manajemen kualitas terpadu. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manjemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu.

Selain QCC, istilah-istilah lain yang terkait dengan TQM adalah TQC(Total Quality Control) atau Pengendalian Kualitas Terpadu, TQL (Total Quality Leadership) atau Kepemimpinan Kualitas Terpadu, dan lain-lain. Istilah-istilah tersebut sering kita dengar dan baca di media cetak, media elektronik dan dalam perbincangan dalam seminar-seminar.

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 1

Page 2: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

Istilah Manajemen Mutu/Kualitas dewasa ini lazim dan merupakan metoda yang biasa digunakan oleh manajer untuk memberikan bukti pengendalian yang diperlukan untuk memuaskan pelanggan dan kebutuhan pemegang saham. Elemen yang mendasar dalam manajemen mutu adalah pemecahan masalah, yang keberadaannya harus dipahami secara sungguh-sungguh Persoalannya adalah bagaimana meyakinkan para karyawan/staf untuk merubah pemikiran dasar tentang bagaimana harus bekerja, bagaimana keputusan harus diambil, dan bagaimana mereka harus berinteraksi antara satu dengan yang lain, di dalam maupun di luar organisasi. Dalam situasi sumberdaya yang sangat terbatas, padahal komitmennya semakin meningkat diharapkan GKM dapat menjadi salah satu jawaban untuk masalah tersebut.

Tulisan ini ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang GKM yang disusun secara sistematis mulai dari konsep dan filosifi GKM, Prinsip-prinsip dasar, Manfaat GKM, Struktur GKM dan terakhir Implementasi GKM. Untuk meningkatkan pemahaman teoritis GKM, pada akhir pemaparan dilakukan simulasi.

B. TINJAUAN PUSTAKA1. Konsep Gugus Kendali Mutu

Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas di antara karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan dalam memantau kesempatan. Bersifat proaktif, tidak menunggu bergerak kalau persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya kalau suatu persoalan telah ditemukan dan dipecahkan. Artinya GKM harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi. Jumlah anggota GKM bervariasi, tergantung pada besar kecilnya organisasi/perusahaan dan kebijakan organisasi. Variasi jumlah anggota GKM bisa mulai 3 orang hingga 20 orang dengan rata-rata berada dalam kisaran 8 – 10 orang.

Berdasarkan pengertian tersebut, secara definitif GKM diartikan sebagai tim pemecah persoalan atau kelompok pekerja dari unit kerja yang sama secara sukarela, beranggotakan 3 – 20 orang yang melakukan pertemuan secara berkala dan berkesinambungan untuk melakukan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah melalui kegiatan identifikasi, memilih dan menganalisis berbagai persoalan. Kelompok ini kemudian menyampaikan alternatif solusi kepada pimpinan (pihak manajemen) sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan yang akan diterapkan oleh manajemen. Dalam kerangka ini pengendalian mutu dialihkan dari sekelompok kecil teknisi dengan pengalaman kerja terbatas menjadi tanggungjawab setiap karyawan. GKM merupakan pendekatan yang membina manusia dan bukannya pendekatan penggunaan manusia. GKM bertujuan untuk membuat setiap pekerja menjadi pengambil keputusan sepanjang menyangkut pekerjaannya.

GKM ini merupakan salah satu pendekatan yang ditempuh dalam rangka menumbuhkan pengendalian kualitas terpadu atau total quality management (TQM). Total Quality Management (TQM) adalah satu himpunan prinsip-prinsip, alat-alat, dan prosedur-prosedur yang memberikan tuntunan dalam praktek penyelenggaraan organisasi. TQM melibatkan seluruh anggauta organisasi dalam mengendalikan dan secara kontinyu meningkatkan bagaimana kerja harus dilakukan dalam upaya

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 2

Page 3: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

mencapai harapan pengguna atau pelanggan (customer) mengenai mutu atau kualitas produk atau jasa yang dihasilkan organisasi. Dalam penerapannya, TQM menuntut pemberlakuan di seluruh organisasi, baik vertical maupun horisontal. Karakteristik khusus TQM antara lain adalah:

Partisipasi aktif dari semua pihak, baik pimpinan maupun karyawan, Berorientasi pada kualitas berdasarkan kepuasan pengguna, Dinamika manajemen, top down dan bottom up Menanamkan budaya ‘team work’ dengan baik, Menanamkan budaya problem solving melalui konsep ‘PDCA (Plan–Do–

Check–Action) approach’ dengan baik Perbaikan berkelanjutan sebagai proses pemecahan masalah dalam TQM.

Salah satu hal yang menonjol dalam TQM adalah perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Perbaikan berkelanjutan didasarkan pada dua ide pokok, perbaikan sistematik dan perbaikan iteratif. Dalam perbaikan sistematik, perbaikan-perbaikan dijabarkan dari penggunaan alat dan pendekatan ilmiah dan suatu struktur untuk upaya tim atau individu. Pendekatan ilmiah mempertimbangkan berbagai kemungkinan solusi, dan memilih tidak hanya yang paling menonjol, tetapi yang terbaik, yang teridentifikasikan secara faktual. Shoji Shiba memodifikasi model W dari Kawakita menjadi model WV untuk penerapannya pada TQM. Model WV menguraikan bentuk keseluruhan dari pemecahan masalah, sebagai suatu ulang-alik antara pemikiran (refleksi, perencanaan, analisis) dan pengalaman (memperoleh informasi dari dunia nyata melalui wawancara, eksperimen, atau pengukuran-pengukuran). Jejak yang dibentuk di antara dua hal tersebut dalam suatu kurun waktu membentuk huruf W dan V, oleh karena itu dinamakan model WV.

GKM adalah suatu sistim dalam manajemen usaha yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan mutu produksi, dalam rangka meningkatkan daya-saing produk yang dihasilkan. Sistim ini dilaksanakan melalui pemasyarakatan cara pandang, cara analisa dan diagnosa dan solusi sesuatu masalah (inefisiensi, produktivitas rendah dan rendahnya mutu pekerjaan/produk) di lingkungan kerja seluruh jajaran SDM perusahaan, sehingga dapat membentuk kebiasaan (habit) yang diterapkan dalam etos kerja dan budaya produksi kompetitif.2. Ciri-ciri Gugus Kendali MutuSecara lebih terinci, ciri-ciri umum atau karakteristik GKM dikemukakan Crocker, dkk (2004) sebagai berikut:

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 3

Page 4: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

(a) GKM mempunyai tujuan untuk meningkatkan komunikasi, terutama antara karyawan lini lini dengan manajemen serta mencari dan memecahkan persoalan

(b) Organisasinya terdiri dari satu orang kepala dengan beberapa orang anggota yang berasal dari satu bidang pekerjaan. GKM juga memiliki seorang koordinator dan satu atau lebih fasilitator yang bekerja erat dengan Gugus. Fasilitator mempersiapkan program latihan, memberikan latihan dan bimbingan yang terus menerus bagi para kepala gugus dan atas permintaan memberikan latihan bagi anggota tim.

(c) Partisipasi anggota dalam Gugus bersifat sukarela, sedangkan partisipasi Kepala mungkin sukarela, mungkin tidak

(d) Didalam ruang lingkup persoalan yang dianalisis oleh gugus, tidak bisa memilih sendiri persoalan yang akan dibahasnya; persoalan itu bukan berasal dari bidangnya sendiri dan persoalannya tidak terbatas pada mutu tetapi mencakup produktivitas, biaya keselamatan kerja, moral dan lingkungan serta bidang lainnya.

(e) Latihan formal dalam hal teknik pemecahan persoalan biasanya merupakan bagian dari pertemuan gugus.

(f) Pertemuan dilakukan biasanya satu jam per minggu. Pertemuan dilakukan baik dalam jam kerja formal dengan persetujuan pengawas dan di luar jam kerja berdasarkaninisiatif karyawan sendiri. Pertemuan dipimpin kepala kelompok. Dalam rangka GKM, Kepala tidak mempunyai kekuasaaan terhadap anggota lainnya akan tetapi lebih berperan sebagai moderator.

Kegiatan dari GKM ini bisa diberi nama sesuai dengan bidang yang ditangani atau bisa juga untuk kegiatan yang sama diberi nama beragam. Misalnya di beberapa perusahaan Jepang ada GKM yang namanya JK (Jishu Kanri) dan Tanks otak mini yang bergerak dibidang produktivitas, memiliki arti sama yakni Gerakan Tanpa Kesalahan. Beberapa perusahaan di Amerika, juga memiliki berbagai istilah bagi GKM seperti Ford Motor dan United Auto Worker mempunyai EI (Employee Involment); Vickers. Inc mempunyai PSI (People Seeking Improvement); American Motor Corporation dan United Auto Workers mempunyai PIP (Partner in Progress) dan Jeep (Joint Effort Employing People); Toronto Dominion Bank mempunyai EWG (Employee Work Group)

C. ANALISA DAN PEMBAHASANSesuai dengan konsep dan filosofi GKM, maka di dalam implementasinya

GKM melakukan kegiatan yang sistematis mulai dari (a) identifikasi dan pemecahan persoalan, (b) proses pelaksanaan dan memilih persoalan, (c) melakukan analisis persoalan, (d) memeriksa penyebab persoalan, (e) penyelesaian proses, (f) memantau hasil, dan (g) pelaporan hasil. Uraian berikut menyajikan tahapan tersebut secara ringkas.1. Identifikasi dan Pemecahan Suatu Persoalan

Mencari dan memecahkan persoalan pada dasarnya merupakan kerja akal sehat. Pencarian informasi dapat dilakukan melalui pengamatan situasi pekerjaan untuk mencari persoalan yang potensial dan penyebab lainnya persoalan tersebut. Kegiatan identifikasi dan pemecahan suatu persoalan menggunakan langkah-langkah :

Pendahuluan Pemilihan Persoalan yang mendesak Identifikasi penyebab

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 4

Page 5: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

Identifikasi Pemecahan Persoalan Proses Pelaksanaan

Di dalam proses pelaksanaan selalu terjadi looping ke kegiatan pemilihan persoalan yang mendesak. Secara ringkas proses identifikasi dan pemecahan suatui persoalan dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut :

Gambar 2. Bagan alir identifikasi dan pemecahan persoalan

Kegiatan pendahuluan, dilakukan melalui beberapa tahapan dimulai dari mengadakan pertemuan pertama. Gugus selanjutnya menetapkan sasaran dan tujuan, kemudian para anggota mengamati persoalan yang mungkin timbul di tempat kerja. Tahap selanjutnya melakukan sumbang saran bagi persoalan yang dihadapi dan terakhir gugus memilih persoalan yang penting.

Gambar 2. Bagan alir proses identifikasi dan pemecahan persoalan. Di dalam melakukan pemilihan persoalan yang mendesak, pendekatan dapat dilakukan melalui teknik Delphi. Melalui teknik ini kemudian diturunkan untuk memilih persoalan. Jika persoalan itu ”bagus” maka kegiatan dilakukan dengan melakukan identifikasi penyebab persoalan.

Jika persoalan tidak bagus, pertanyaannya adalah apakah persoalan itu mudah dipecahkan? Jika tidak, maka persoalan ditinggalkan sedangkan jika jawabannya ya, persoalan itu diserahkan pada anggota untuk dipelajari, kemudian dibahas dalam pertemuan anggota. Tahapan ini berlangsung terus secara iterative dan baerakhir pada kegiatan untuk melakukan proses pelaksanaan. Tahapan proses iterasi persoalan dalam mengidentifikasi persoalan ini berjalan terus untuk setiap tahapan sampai berakhir pada proses pelaksanaan.

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 5

Page 6: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

2. Proses Pelaksanaan dan Memilih PersoalanDi dalam pelaksanaan dan memilih persoalan, dapat dilakukan melalui

sumbang saran. Sumbang saran adalah pertemuan untuk mengutarakan buah pikiran. Selain melalui sumbang saran, variasi pendekatan lainnya yang dapat digunakan adalah pendekatan Gordon, teknik kotak hitam, sistem sinetik, metode catatan kolektif dan pertemuan Phillip.3. Analisis Persoalan

Setelah dicapai kesepakatan mengenai isyu persoalan, perlu dilakukan pembatasan masalah sehingga lebih tepat dalam memeriksanya. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui:

Menentukan bagaimana persoalan tersebut mempengaruhi unit kerja Menentukan penyebab persoalan tersebut, menggunakan analisis sebab

akibat. Memeriksa diagnostik dengan menggunakan checksheet, sampling dan grafik

Didalam analisis persoalan ini pendekatannya dapat dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya adalah meggunakan analisis ” tulang ikan”. Analisis tulang ikan ini biasa disebut juga disebut diagram Ishikawa. Langkah yang ditempuh dalam analisis tulang ikan ini adalah: Pertama menentukan masalah utama. Dalam hal ini permasalahan dapat dikelompokkan pada 4 unsur yakni bahan (material), manusia, peralatan (mesin) dan metode. Selanjutnya melalui brainstorming ditentukan sub masalah dan akar permasalahan sehingga akhirnya ditemukan permasalahan apa yang penting diupayakan solusinya.3. Memeriksa Penyebab Persoalan

Jika peyebab yang disarankan telah ditemukan, pemantauan setiap penyebab dilakukan untuk mengetahui apakah penyebab tersebut memang ikut menimbulkan persoalan. Hal ini dilakukan dengan pengumpulan data dan analisis diagnostik. Tekniknya bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan statistik.4. Penyelesaian Proses

Setelah penyebab persoalan dianalisis dan telah ditemukan dengan kepastian yang wajar bahwa penyebab lebih penting dari penyebab lainnya diperlukan penjelasan. Untuk melakukan hal ini penyebab yang telah diverifikasi didaftar dan data yang tersedia dipelajari.5. Memantau HasilPemecahan yang telah dilaksanakan harus dipantau. Alasanya adalah:

Untuk memperoleh kepastian bahwa persoalan benar-benar dapat dipecahkan

Untuk mengukur perbaikan Untukmemperbaiki setiapakibat tambahan yang mungkin tidak diperkirakan

tetapi dapat merusak pemecahan. Membantu akryawan dalam menerima perubahan dan Demi nama baik dan pengakuan atas gugus kendali mutu.

6. Pelaporan HasilPembuatan laporan merupakan keharusan untuk menyajikan penemuannya

pada ahli teknis dan manajer senior.

D. PROSES PENINGKATAN UNJUK KERJA

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 6

Page 7: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

Didalam proses peningkatan atau perbaikan unjuk kerja dalam GKM ini budaya yang dikembangkan adalah melalui pendekatan PDCA (Plan–Do–Check– Action).

1. Tahap Perencanaan (Plan)Dalam tahap perencanaan, anggota GKM perlu mengidentifikasi dan memilih

problems yang perlu diperhatikan. Selanjutnya mencari penyebab dari permasalahan itu, kemudian menentukan penyebab utama atau yang dominan dan terakhir Membuat rencana perbaikan dan menentukan target.2. Tahap Pelaksanaan (Do)Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini sebagai berikut:

Analisis masalah Menentukan alternatif pemecahan masalah Mempresentasikan temuan Menyampaikan pertimbangan atau usulan bagi manajemen Merancang implementasi.

3. Tahap Evaluasi (Check)Pada langkah ini, aktivitas untuk dikerjakan adalah evaluasi. QCC anggota

perlu menyelesaikan suatu evaluasi dari solusi tujuan dikerjakan. Ini akan menandai (adanya) apakah sasaran dari proyek telah dicapai atau cara lainnya. Evolusi dapat dilaksanakan melalui/sampai pengumpulan data dan analisa sepanjang uji coba [itu]. Sekali ketika evaluasi telah diselesaikan, QCC anggota dapat memutuskan apakah untuk menerapkan solusi yang diusulkan atau cara lainnya.4. Tahap Tindakan (Action)

Tahap akhir dalam pendekatan PDCA adalah tindakan yang didalamnya mencakup standardisasi dan tindakan korektif

E. KESIMPULANPada dasarnya GKM ini adalah bertujuan untuk mendaya gunakan seluruh

asset yang dimiliki instansi terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan mutu dan produktivitas, nilai tambah serta meningkatkan keuntungan semua pihak, karyawan, konsumen maupun pemerintah. Faktor yang mendorong keberhasilan kerja GKM adalah sebagai berikut:

Adanya sikap yang positif, dan komitmen dari manajemen puncak, antara lain meliputi kesediaan pihak Manajemen untuk mengijinkan waktu dan tenaga kerja untuk menerapkan program

Dilakukannya suatu sistem pelatihan yang efektif Adanya dukungan dari semua tingkatan Penetapan dari suatu sistem pengenalan untuk anggota GKM Penyediaan fasilitas oleh Manajemen seperti overhead projector, transparan

dan ruang rapat; GKM harus diperlakukan sebagai suatu kegiatan yang kontinyu dan dapat dimulai dari skala kecil Kemajuan dari GKM harus dipublikasikan kepada seluruh organisasi Kemampuan dari Panitia Pengarah untuk merencanakan, menerapkan,

mengkoordinir dan mulai bertindak sesuai dengan yang direkomendsikan Melakukan promosi melalui pembuatan poster, semboyan dan pamphlet Jika

dikaitkan dengan Penyuluhan Pertanian, GKM ini dapat berfungsi. Contohnya dalam pertanian :

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 7

Page 8: GUGUS KENDALI MUTU SEBAGAI STANDAR DALAM PENINGKATAN KINERJA

Informatika - Vol.8 No.4 – Agustus 2009 ISSN: 0582-095X

Penerapan/pentradisian GKM di lingkungan pengkaji akan ikut mempercepat sosialisasi budaya produksi kompetitif melalui praktek nyata dalam kehidupan petani sehari-hari.

Apabila pemasyarakatan GKM dapat diterapkan semakin meluas dikalangan pengkajian pertanian, hal ini akan berdampak positif bagi kemajuan dan pertumbuhan produktivitas usahatani terutama oleh factor pendorong knowledge-based.

F. DAFTAR PUSTAKA________. 1991. Guidelines On Quality Control Circles (QCC) In The Public Services

Innovation Awards. Development Administration Circular No. 7/1991. Prime Minister’s Departement, Malaysia.

________. 2004. Gugus Kendali Mutu (GKM). Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI., Jakarta.

________. 2004. CCC Facilitator Training. Quality Management. Productivity & Quality Management Consultant.http://www.pqm-iris.co.id/pqm/ qcc.htm

Benny. 2003. Keuntungan Menerapkan Total Quality Management (TQM) di UKM/IKM. Berita Standarisasi. Edisi Selasa 10 Juni. Vol.29 No 1.

Crocker, OL, Syiril Charney dan Johnny Sik Leung Chiu. 2004. Gugus Kendali Mutu. Pedoman, Partisipasi dan Produktivitas. Bumi Aksara.

Gaspers, V. 2002. ISO 9001:2000 And Continual Quality Improvement. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ibrahim, B. 2000. Total Quality Management. Panduan Untuk Menghadapi Persaingan Global. Penerbit Jambatan

Poerwowidagdo, SJ. 2004. Upaya Implementasi Total Quality Leadership di TNI Angkatan Laut. http://www.hangtuah.ac.id/Sapto/total-quali.htm

Semuel, H. 2004. Penerapan Total Quality Management Suatu Evaluasi Melalui Karakteristik Kerja (Studi Kasus Pada Perusahaan Gula Candi Baru Sidoarjo). Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Kristen Petra.Surabaya.http://puslit.petra.ac.id/journals/management/managemen-05-01-03-7.htm

* Drs. Po. Abas Sunarya, M. Si - Dosen AMIK Raharja Informatika 8