gubernur sumatera barat peraturan daerah...

25
1 GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa pasar rakyat merupakan tempat interaksi para pelaku ekonomi usaha mikro dan kecil untuk melakukan kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat; b. bahwa dalam rangka membangun dan mengembangkan perekonomian masyarakat, maka pasar rakyat perlu dibina dan diberdayakan agar dapat berkembang dan bersaing serta bersinergi dengan toko swalayan sesuai dengan peraturan perundang- undangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646);

Upload: leminh

Post on 07-Feb-2018

234 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

1

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

NOMOR 3 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Menimbang : a. bahwa pasar rakyat merupakan tempat interaksi para pelaku

ekonomi usaha mikro dan kecil untuk melakukan kegiatan usaha

dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat;

b. bahwa dalam rangka membangun dan mengembangkan

perekonomian masyarakat, maka pasar rakyat perlu dibina dan

diberdayakan agar dapat berkembang dan bersaing serta bersinergi

dengan toko swalayan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan

Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat,

Jambi dan Riau Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 1646);

2

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4866);

6. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5679);

9. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5601);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan

dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara

3

Republik Indonesia Nomor 3743 );

12. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5404);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);

14. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko

Modern;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Pasar Desa;

16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional;

17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013

tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 56/M-

DAG/PER/9/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman

Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan

dan Toko Modern;

18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-DAG/PER/8/2015

tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana

Perdagangan;

19. Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor

10/Per/M.KUMK/IX/2015 tentang Kelembagaan Koperasi;

20. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2015

tentang Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian Jalan (Lembaran

Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2015 Nomor 8, Tambahan

Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 115);

4

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI SUMATERA BARAT

dan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR

RAKYAT.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

2. Gubernur adalah Gubernur Sumatera Barat.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah

Provinsi Sumatera Barat.

4. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Sumatera Barat.

5. Nagari/Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

6. Pemerintah Nagari/Desa adalah Wali Nagari/Kepala Desa dibantu perangkat nagari/desa

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

7. Pembinaan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pasar rakyat.

8. Pemberdayaan Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut Pemberdayaan Pasar adalah

segala upaya Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam

melindungi keberadaan Pasar Rakyat agar mampu berkembang lebih baik untuk dapat

bersaing dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan.

9. Perlindungan adalah segala upaya Pemerintah Daerah dalam melindungi pasar rakyat,

usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan

pasar modern, toko modern dan sejenisnya, sehingga tetap eksis dan mampu

berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha.

5

10. Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak

langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan

menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan

Usaha Besar.

11. Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut Pasar adalah pasar yang dibangun dan dikelola

oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah

Nagari/Desa, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk

kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi

dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan

melalui tawar menawar.

12. Pasar Serikat adalah pasar yang dimiliki oleh dua nagari atau lebih;

13. Pengelolaan Pasar Rakyat yang selanjutnya disebut dengan Pengelolaan Pasar adalah

penataan Pasar Rakyat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian Pasar

Rakyat.

14. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat

daerah pada pemerintah kabupaten/kota yang membidangi Pasar.

15. Izin prinsip adalah izin yang harus diajukan oleh dan diberikan kepada orang pribadi

atau badan dan diperoleh sebelum dilakukan pendirian/pembangunan Pasar Rakyat,

yang berfungsi sebagai dasar penerbitan perizinan lain yang terkait dengan

pendirian/pembangunan Pasar Rakyat.

16. Surat Izin Penempatan adalah izin yang harus diajukan oleh dan diberikan kepada

orang pribadi/pedagang, yang telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk

menempati tempat usaha dagang.

17. Usaha Mikro dalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha

perorangan.

18. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh

orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau

bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung

maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar.

19. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau

hasil penjualan tahunan.

6

20. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum

koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

Pasal 2

Pengelolaan Pasar Rakyat dilaksanakan berdasarkan atas asas:

a. kekeluargaan;

b. kemanusiaan;

c. keadilan;

d. kemitraan;

e. ketertiban

f. kepastian hukum;

g. kelestarian lingkungan; dan

h. persaingan usaha yang sehat.

Pasal 3

Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa dalam mengelola dan memberdayakan Pasar.

Pasal 4

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:

a. meningkatkan kualitas manajemen Pengelolaan Pasar;

b. menciptakan Pasar yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat;

c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat;

d. memperkuat peran Pasar sebagai penggerak sarana perekonomian masyarakat;

e. menciptakan Pasar yang berdaya saing dengan pusat perbelanjaan dan toko swalayan;

dan

f. memberikan perlindungan hukum terhadap Pasar, pengelola dan pedagang Pasar.

Pasal 5

Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi:

a. Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar oleh Pemeritah Daerah, Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa; dan

b. Pembinaan dan Pemberdayaan terhadap Pengelolaan Pasar oleh Kerapatan Adat Nagari

atau sebutan lainnya dan Koperasi.

7

BAB II

PENGELOLAAN PASAR

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

Pengelolaan Pasar meliputi:

a. perencanaan;

b. penetapan lembaga pengelola;

c. pelaksanaan; dan

d. pengendalian dan evaluasi.

Pasal 7

(1) Untuk mencapai Pengelolaan Pasar yang lebih berdaya guna dan berhasil guna dapat

dilaksanakan pembangunan, revitalisasi, penghapusan dan/atau pemindahan lokasi.

(2) Pembangunan, revitalisasi, penghapusan dan/atau pemindahan lokasi Pasar sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan peruntukan tata ruang dan

pertumbuhan ekonomi daerah.

Bagian Kedua

Perencanaan

Pasal 8

(1) Perencanaan Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi:

a. rencana fisik; dan

b. rencana non fisik.

(2) Rencana fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. penentuan lokasi.

b. penyediaan fasilitas bangunan dan tata letak Pasar; dan

c. sarana pendukung.

(3) Rencana non fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang ditetapkan.

(4) Standar operasional dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

a. sistem penarikan retribusi;

b. sistem keamanan dan ketertiban;

c. sistem kebersihan dan pengamanan sampah;

d. sistem perpakiran;

e. sistem pemeliharan sarana Pasar;

8

f. sistem penteraan; dan

g. sistem penanggulangan kebakaran.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Pasar sebagaimana dmaksud pada ayat

(1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 9

(1) Sarana pendukung Pasar terdiri atas:

a. kantor Pengelola Pasar;

b. area parkir;

c. tempat pembuangan sampah sementara/sarana pengelolaan sampah;

d. air bersih;

e. sanitasi/drainase;

f. tempat ibadah;

g. toilet umum;

h. pos keamanan;

i. tempat pengelolaan limbah/Instalasi Pengelolaan Air Limbah;

j. hidran dan fasilitas pemadam kebakaran;

k. penteraan

l. sarana komunikasi; dan

m. area bongkar muat dagangan.

(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari

bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan

Pemerintah Nagari/Desa dalam bentuk hibah atau bantuan sosial.

Bagian Ketiga

Penetapan Lembaga Pengelola

Paragraf 1

Umum

Pasal 10

Pasar dikelola oleh:

a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

b. Pemerintah Nagari/Desa;

c. Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya; dan

d. Koperasi.

9

Pasal 11

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam melakukan Pengelolaan Pasar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, Bupati/Walikota dapat menunjuk dan menetapkan SKPD.

Pasal 12

Pemerintah Nagari/Desa dalam melakukan Pengelolaan Pasar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 huruf b, Wali Nagari/Kepala Desa dapat menunjuk dan menetapkan Perangkat

Nagari/Desa.

Pasal 13

Ketentuan mengenai Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari atau

sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diatur dengan Peraturan

Nagari/Peraturan Desa.

Pasal 14

Ketentuan mengenai Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Koperasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 huruf d diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 15

(1) Pengelolaan Pasar oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Nagari/Desa,

dan Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal

10 huruf a, huruf b, dan huruf c, Bupati/Walikota, Wali Nagari/Kepala Desa, dan

Ketua Kerapatan Adat Nagari dapat menunjuk serta menetapkan Koperasi,

lembaga/pihak ketiga lainnya sebagai Pengelola Pasar.

(2) Penunjukan dan penetapan Koperasi sebagai Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk kerjasama dengan pola:

a. bangun serah guna;

b. bangun guna serah; dan

c. kerjasama pemanfaatan lainnya

(3) Ketentuan mengenai penunjukan dan penetapan Koperasi sebagai Pengelola Pasar oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Nagari/Desa, dan Kerapatan Adat

Nagari atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

10

Pasal 16

(1) Koperasi yang akan melaksanakan Pengelolaan Pasar wajib memenuhi persyaratan yang

terdiri atas:

a. koperasi primer yang telah berbadan hukum dan memiliki anggaran dasar koperasi;

b. telah melaksanakan rapat anggota tahunan 2 (dua) kali berturut- turut;

c. berkedudukan di nagari/desa dan kelurahan yang sama atau berdekatan dengan lokasi

Pasar;

d. mempunyai anggota pedagang yang dikategorikan pengusaha mikro, kecil, dan

menengah yang beraktifitas dalam Pasar;

e. koperasi yang salah satu usahanya bergerak di bidang perdagangan; dan

f. mempunyai karyawan yang memiliki kecakapan dan kompetensi dalam pengelolaan

Pasar.

(2) Pengelolaan Pasar dilaksanakan oleh Koperasi secara otonom dan terpisah dari unit

usaha lainnya.

Paragraf 2

Struktur Organisasi

Pasal 17

(1) Struktur organisasi pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit

terdiri atas:

a. kepala Pasar;

b. pejabat keuangan; dan

c. pejabat teknis lainnya sesuai kebutuhan.

(2) Pembentukan struktur organisasi pengelola Pasar sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Paragraf 3

Hak, Kewajiban, dan Larangan Pengelola Pasar

Pasal 18

Pengelola Pasar mempunyai hak:

a. mengelola dan menata serta memperoleh perlindungan dalam Pengelolaan Pasar; dan

b. melakukan kerjasama dan kemitraan dengan badan usaha lainnya untuk meningkatkan

kualitas pelayanan Pasar dengan prinsip saling menguntungkan.

11

Pasal 19

(1) Pengelola Pasar wajib:

a. menyediakan fasilitas Pasar yang bersih, sehat, aman, tertib dan ruang publik yang

nyaman;

b. membagi blok tempat usaha sesuai dengan penggolongan jenis barang dagangan,

dengan kelengkapan dan kecukupan sistem pendanaan, penerangan, dan sirkulasi

udara baik buatan maupun alami;

c. menyediakan sarana dan prasarana;

d. memfasilitasi terwujudnya kualitas dan kuantitas barang dagangan baik dari segi

kesehatan termasuk keamanan pangan, ukuran dan timbangan serta kehalalan

barang dagangan bagi konsumen;

e. menjamin pemenuhan hak pedagang;

f. melakukan pengawasan terhadap pedagang;

g. menjalin kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi untuk

penyelenggaraan usaha pasar skala besar, menengah dan kecil;

h. meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin kenyamanan konsumen;

i. menjaga keamanan dan ketertiban tempat usaha;

j. memelihara kebersihan, keindahan lokasi dan kelestarian lingkungan tempat usaha;

k. mencegah setiap orang yang melakukan kegiatan perjudian dan perbuatan lain yang

melanggar kesusilaan serta ketertiban umum;

l. mencegah penggunaan tempat usaha untuk kegiatan peredaran pemakaian minuman

keras, obat-obatan terlarang serta barang-barang terlarang lainnya;

m. menyediakan sarana kesehatan, sarana persampahan dan drainase, kamar mandi

dan toilet serta fasilitas ibadah;

n. menyediakan alat pemadam kebakaran yang siap pakai dan mencegah kemungkinan

terjadinya bahaya kebakaran;

o. menerbitkan dan mencantumkan daftar harga yang ditulis dalam rupiah;

p. menyampaikan laporan kegiatan usaha kepada Pemerintah Kabupaten/Kota,

Pemerintah Nagari/ Desa, dan Kerapatan Adat Nagari atau sebutan lainnya; dan

q. melarang pedagang untuk bertransaksi di fasilitas umum di sekitar lokasi Pasar.

(2) Pengelola Pasar yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:

a. teguran tertulis;

b. pencabutan sementara izin usaha;

c. pencabutan tetap izin usaha; dan

d. denda administrasi.

12

Pasal 20

(1) Pengelola Pasar dilarang:

a. menambah atau merubah bentuk konstruksi bangunan kios dan/atau los yang sudah

ada tanpa izin; dan/atau

b. menggunakan fasilitas umum untuk pedagang.

(2) Pengelola Pasar yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:

a. teguran tertulis;

b. pencabutan sementara izin usaha;

c. pencabutan tetap izin usaha; dan

d. denda administrasi.

Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penerapan sanksi administratif

kepada Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 diatur dengan

Peraturan Bupati/Walikota.

Bagian Keempat

Pelaksanaan

Paragraf 1

Umum

Pasal 22

(1) Pengelola Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melakukan kerjasama

dengan pihak ketiga untuk:

a. pembangunan Pasar baru;

b. rehabilitasi/revitalisasi Pasar lama; dan/atau

c. Pengelolaan Pasar.

(2) Kerjasama Pengelola Pasar dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilaksanakan dengan pola:

a. bangun serah guna;

b. bangun guna serah; dan

c. kerjasama pemanfaatan lainnya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama yang dilakukan oleh pengelola Pasar dengan

pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

13

Paragraf 2

Perizinan

Pasal 23

(1) Setiap pedagang yang menempati toko/kios/los pada Pasar wajib memiliki SIP yang

diberikan oleh Pengelola Pasar.

(2) Untuk memperoleh SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pedagang mengajukan

permohonan secara tertulis kepada pengelola Pasar dengan melampirkan persyaratan-

persyaratan yang terdiri atas:

a. foto copi KTP;

b. foto copi KK;

c. pas foto;

d. surat izin penempatan yang lama apabila terjadi pemindahan hak;

e. foto copi Kartu Retribusi Pasar;

f. surat penyerahan toko/kios/los apabila terjadi pemindahan hak; dan

g. tanda lunas retribusi.

(3) SIP berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.

(4) Permohonan perpanjangan SIP diajukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa

berlaku SIP lama berakhir.

(5) Setiap pemindahan hak penempatan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari

Pengelola Pasar dengan melengkapi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(6) Apabila pedagang tidak menempati toko/kios/los paling lama 6 (enam) bulan sejak

tanggal surat teguran dari pengelola Pasar kepada Pedagang, SIP Pedagang dicabut oleh

Pengelola Pasar.

(7) Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan administrasi penempatan pedagang pada

Pasar diatur dengan peraturan Pengelola Pasar Rakyat.

Paragraf 3

Hak, Kewajiban, dan Larangan Pedagang Pasar

Pasal 24

Pedagang Pasar mempunyai hak:

a. mendapatkan jaminan fasilitas Pasar yang bersih, aman, dan nyaman untuk melakukan

usaha dari pihak pengelola Pasar;

b. mendapatkan pelayanan dan penataan adil, transparan dan proporsional;

c. mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan, penataan, pembinaan dan

pemberdayaan;

d. mendapatkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum dalam melakukan usaha;

14

e. mempunyai hak untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat yang bebas

dari tekanan pihak manapun;

f. mendapatkan jaminan perbaikan atas kerusakan fasilitas Pasar di luar kesalahan

pedagang; dan

g. menjalankan dan mengembangkan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 25

(1) Pedagang dalam menjalankan kegiatan usaha di Pasar wajib:

a. mempergunakan tempat berjualan sesuai dengan fungsinya;

b. menyediakan tempat/bak sampah;

c. menjaga dan memelihara kebersihan toko/kios/los dan lingkungan sekitarnya;

d. menjaga dan memelihara ketertiban dan keamanan Pasar;

e. mencegah kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran;

f. membuang sampah pada TPS;

g. meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin kenyamanan konsumen;

h. membayar biaya rekening listrik;

i. memanfaatkan toko/kios/los sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

j. meletakkan barang dagangan di dalam toko/kios/los; dan

k. membayar retribusi pelayanan pasar.

(2) Pedagang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:

a. teguran tertulis;

b. pencabutan sementara izin pedagang;

c. pencabutan tetap izin pedagang; dan

d. denda administrasi.

Pasal 26

(1) Pedagang Pasar dilarang :

a. melakukan penguasaan barang dan/atau jasa secara monopoli;

b. menggunakan bahu jalan dan/atau jalan umum sebagai tempat berjualan;

c. mengosongkan atau menelantarkan toko/kios/los yang ditempati;

d. menambah, mengurangi dan/atau merubah bentuk konstruksi bangunan toko/kios/los

yang sudah ada;

e. mempergunakan tempat berjualan tidak sesuai dengan peruntukan;

f. meletakan kendaraan bermotor maupun tidak bermotor di lorong-lorong Pasar;

15

g. melakukan usaha dagang yang membahayakan kesehatan, keamanan dan ketertiban

umum serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

h. menjual barang yang kadaluarsa;

i. mengurangi timbangan dan/atau ukuran barang dagangan yang dibeli konsumen;

j. menimbun bahan kebutuhan pokok masyarakat di dalam gudang dalam jumlah yang

melebihi kewajaran untuk tujuan spekulasi;

k. mengalihfungsikan toko/kios/los;

l. melakukan kegiatan bongkar muat yang tidak pada tempatnya;

m.menempatkan grobak di sembarang tempat; dan

n.membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan.

(2) Pedagang Pasar yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:

a. teguran tertulis;

b. pencabutan sementara izin pedagang;

c. pencabutan tetap izin pedagang; dan

d. denda administrasi.

Pasal 27

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur penerapan sanksi administrasi

kepada Padagang Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 diatur dengan

Peraturan Bupati/Walikota.

Bagian Kelima

Pengendalian dan Evaluasi

Pasal 28

(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa

melalui SKPD/perangkat Nagari/Desa melakukan pengendalian dan evaluasi Pengelolaan

Pasar.

(2) Pengendalian dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. kebijakan Pengelolaan Pasar;

b. pengelola dan pedagang Pasar;

c. pendapatan dan belanja Pengelolaan Pasar; dan

d. sarana dan prasarana Pasar.

(3) Pengendalian dan evaluasi Pengelolaan Pasar yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

16

BAB III

PERLINDUNGAN

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Nagari/Desa

memberikan perlindungan terhadap Pasar dan pedagang.

(2) Perlindungan terhadap Pasar dan pedagang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Nagari/Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:

a. lokasi usaha yang strategis dan menguntungkan Pasar;

b. kepastian hukum dan jaminan usaha di Pasar dalam aspek lokasi;dan

c. kepastian hukum dalam status hak sewa untuk menjamin keberlangsungan usaha, jika

terjadi musibah yang menghancurkan harta benda yang diperdagangkan.

BAB IV

PEMBERDAYAAN

Pasal 30

(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Nagari/Desa

melakukan Pemberdayaan Pasar yang meliputi:

a. pemberdayaan terhadap Pasar dan pedagang;

b. pemberdayaan terhadap sarana dan prasarana Pasar;

c. pemberian subsidi kepada Pasar;

d. peningkatan kualitas dan pembenahan sarana fisik Pasar;

e. pengembangan Pasar;

f. memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia Pedagang;

g. upaya revitalisasi dalam menciptakan Pasar yang bersih, teratur, nyaman, aman,

memiliki keunikan, dan menjadi citra baik daerah;

h. meningkatkan profesionalisme pengelola Pasar;

i. meningkatkan kompetensi pedagang Pasar; dan/atau

j. fasilitasi kemitraan dan permodalan baik sarana dan prasarana maupun keuangan.

(2) Peningkatan kualitas dan pembenahan sarana fisik Pasar sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf d antara lain:

a. pembenahan tata letak;

b. pengaturan lalu lintas orang dan barang di dalam Pasar;

c. peningkatan kualitas konstruksi;

d. pembenahan sistem air bersih dan limbah;

e. pembenahan sistem elektrikal;

17

f. penggunaan sistem pencegah kebakaran; dan

g. pembenahan sistem penanganan sampah.

(3) Peningkatan profesionalisme pengelola Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

h melalui:

a. penetapan visi, misi dan kebijakan pengembangan Pasar;

b. penerapan manajemen yang profesional;

c. pembentukan struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas;dan

d. ketersediaan standar operasional dan prosedur.

(4) Peningkatan kompetensi pedagang Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i

antara lain:

a. pembinaan disiplin pedagang dan pembeli;

b. bimbingan kepada para pedagang untuk menarik para pembeli;

c. peningkatan pengetahuan dasar bagi para pedagang; dan

d. memahami perilaku pembeli.

Pasal 31

Bupati/Walikota melalui SKPD, melakukan:

a. memberikan prioritas tempat usaha kepada pedagang lama, dalam hal dilakukan renovasi

dan/atau relokasi Pasar;

b. penataan terhadap pedagang kaki lima agar tidak mengganggu ketertiban Pasar;

c. fasilitasi perbankan dalam memberikan kredit kepada pedagang Pasar; dan

d. fasilitasi pembentukan wadah/assosiasi pedagang Pasar.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Gubernur melakukan pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar.

(2) Pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD terkait.

(3) Pembinaan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar yang dilakukan oleh

Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:

a. sosialisasi kebijakan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar di provinsi;

b. koordinasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar antar kabupaten/kota dalam wilayah

provinsi;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pengelolaan dan

Pemberdayaan Pasar dalam wilayah provinsi;

18

d. mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk Pemberdayaan

Pasar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

e. pematauan dan evaluasi pelaksanaan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar dalam

wilayah provinsi.

Pasal 33

(1) Bupati/Walikota melakukan pembinaan secara teknis, administrasi, dan keuangan

kepada pengelola Pasar di wilayahnya.

(2) Pembinaan teknis, administrasi, dan keuangan kepada pengelola Pasar sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD terkait.

(3) Pembinaan terhadap pengelola Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) meliputi:

a. sosialisasi kebijakan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar di wilayah

Kabupaten/Kota;

b. koordinasi Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar antar kabupaten/kota dalam di

wilayah Kabupaten/Kota;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan Pengelolaan dan

Pemberdayaan Pasar di wilayah kabupaten/kota;

d. meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola Pasar;

e. memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang Pasar

yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi Pasar;

f. mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk Pemberdayaan

Pasar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

g. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar di

wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Nagari/Desa

melakukan pengawasan terhadap Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan oleh SKPD dan Perangkat

Nagari/Desa terkait.

19

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini

dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat.

Ditetapkan di Padang

pada tanggal 20 Juni 2016

GUBERNUR SUMATERA BARAT,

dto

IRWAN PRAYITNO

Diundangkan di Padang

pada tanggal 20 Juni 2016

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

SUMATERA BARAT,

dto

ALI ASMAR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016 NOMOR : 3

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT : (3/134/2016)

20

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

NOMOR 3 TAHUN 2016

TENTANG

PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT

I. UMUM

Perkembangan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu tempat tujuan investasi

yang semakin hari semakin mengalami peningkatan berdampak pada tumbuhnya

secara subur berbagai sarana perdagangan yang didukung dengan kepemilikan

modal yang besar seperti Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan termasuk juga

rantai distribusi yang bersifat umum telah membuat entitas Pasar Rakyat yang

merupakan urat nadi perekonomian masyarakat menengah ke bawah menjadi

semakin tersaingi. Terkait hal tersebut di atas, maka Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat berkewajiban melakukan pembinaan dan pemberdayaan agar Pasar Rakyat

menjadi sarana perdagangan yang efektif dan menguntungkan bagi masyarakat kelas

menengah ke bawah. Untuk itu sudah seharusnyalah Pasar Rakyat mendapatkan

dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk pembinaan,

pemberdayaan maupun dalam bentuk revitalisasi (peremajaan pasar), pengawasan

yang dilakukan secara ketat serta berkesenambungan di tengah bermunculannya

lokasi-lokasi Pasar Rakyat yang tumbuh secara alamiah/simultan tanpa adanya

perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan

yang merubah berbagai definisi serta nomenklatur dari berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Swalayan, maka berbagai peraturan perundang-Undangan seperti Peraturan

Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,

Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern sebagaimana kemudian peraturan ini juga

diadopsi dalam Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah, yakni: Peraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 70/M/DAG/PER/12/2013 tentang

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko

Modern sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor: 56/M-DAG/PER/9/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

21

Perdagangan Nomor: 70/M/DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern harus disesuaikan

dengan ketentuan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

tentang Perdagangan, sesuai dengan tata hirarkhi peraturan perundang-undangan

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Atas dasar hal-hal tersebut

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, perlu menetapkan Peraturan Daerah yang

mengatur tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Pasar Rakyat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah persaudaraan/setia

kawan dan kesadaran pribadi. Kehendak untuk bersatu, bekerjasama dan

tolong-menolong atas sesamanya bertolak demi rasa setia kawan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah adanya kesadaran

sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi

nurani manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan

kebudayaan umumnya. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia

di dunia, tanpa memandang ras, keturunan dan warna kulit, serta bersifat

universal.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah keadilan yang

memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya,

di mana yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak

dari seseorang.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas kemitraan” adalah kerja sama dalam

keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip

saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang

melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar.

22

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah yaitu aturan yang

mengharuskan segala sesuatu supaya berjalan sejalan agar tidak

berantakan dan teratur.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah merupakan

keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun

organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh

aturan hukum.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas kelestarian lingkungan” adalah upaya

melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumber daya

suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa

menghilangkan makna kehidupan budaya.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas persaingan usaha yang sehat” adalah suatu

kondisi di Pasar dimana antara usaha mikro, kecil, menengah dan besar

menjaga persaingan harga yang wajar dan tidak saling mematikan.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

23

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Standar Operasional dan Prosedur” adalah tata cara

atau tahapan yang dilakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu

proses kerja tertentu.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

24

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Huruf a

Menambah atau merubah bentuk konstruksi bangunan kios dan/atau

los dilakukan berdasarkan izin dari pemilik Pasar.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 123.