golditch weathering series
DESCRIPTION
diagram golditch mengenai pelapukan mineralTRANSCRIPT
GOLDICH WEATHERING SERIES
Gambar 1 Diagram Goldich Weathering Series
Diagram Goldich Weathering menunjukkan tentang ketahanan mineral
( terutama pada bowen reacion series) terhadap pelapukan. Dapat dilihat dari
diagram tersebut bahwa, mineral yang paling stabil adalah kuarsa dan yang paling
tidak stabil adalah olivin. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu pembentukan
mineral itu sendiri, semakin rendah suhu pembekuannya semakin stabil mineral
tersebut. Jadi diagram goldich weathering series berbanding terbalik dengan
diagram bowen reaction series.
Pelapukan dapat terbentuk melalui 2 cara (dalam Waheed, 2005), yaitu :
1. Pelapukan fisik : menyebabkan batuan menjadi pecah-pecah (erosi, kontraksi
dan perluasan suhu, perluasan oleh pembekuan air, pergerakan tanaman dan
binatang).
2. Pelapukan Kimia : proses dimana batuan bereaksi dengan agen-agen atmosfer,
hidrosfer dan aktivitas biologi untuk membentuk fase mineral yang lebih stabil.
Pelapukan kimia terjadi dalam 4 proses :
1. Hidrolisis : oksigen (O2), karbondioksida (CO2), airtanah, mineral-mineral
asam yang terlarut dalam batuan dan menghancurkan struktur kristal.
2. Oksidasi : elemen-elemen akan terurai oleh pelapukan kimia melalui oksidasi.
3. Hidrasi : reaksi dengan sejumlah air pada ion hidroksil ke bentuk mineral yang
baru.
4. Larutan (solution) : produk-produk yang mudah larut dari pecahan mineral
akan terurai dan terbawa oleh airtanah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelapukan Kimia
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pelapukan kimia ada 10 (Waheed, 2005),
antara lain :
1. Kestabilan mineral (struktur kristal, titik peleburan)
2. Kondisi pH (asam / basa)
3. Potensial reduksi/oksidasi
4. Ukuran butir dan rekahan pada batuan
5. Laju dari proses leaching
6. Iklim
7. Topografi
8. Waktu
9. Peranan muka airtanah
10. Komposisi batuan induk
1. Kestabilan Mineral
Mineral-mineral dapat dibedakan berdasarkan resistensinya terhadap
pelapukan kimia. Ada mineral yang sangat cepat mengalami pelapukan, ada juga
yang sangat lambat mengalami pelapukan. Menurut Godiich (1938), dalam
Waheed (2005) mengemukakan berkurangnya resistensi mineral-mineral
pembentuk batuan terhadap tingkat pelapukan dikarenakan tingkat kestabilan dari
mineral itu sendiri. Hal tersebut dapat terlihat pada Bowen Reaction Series.
Pada umumnya, struktur kristal pada mineral mafik silikat memudahkan kita
dalam menentukan tingkat pelapukan kimia, seperti :
- Olivin dengan struktur tetrahedral silicon yang berdiri sendiri merupakan
mineral yang sangat tidak stabil dan sangat rentan terhadap pelapukan kimia.
- Piroksen dengan struktur rantai polimerisasi merupakan mineral yang relatif
stabil dan akan mengakibatkan kurang rentan terhadap pelapukan kimia jika
dibandingkan dengan olivine.
- Mineral-mineral Amphibole dengan struktur cincin merupakan mineral yang
tetap stabil dan tetap resisten terhadap pelapukan kimia.
- Clay dan mika dengan struktur lembaran merupakan mineral-mineral yang
sangat resisten terhadap pelapukan kimia.
2. Kondisi Asam / Basa (pH)
Perbedaan material-material dipengaruhi juga oleh nilai pH. Nilai pH air
alam berkisar 4-9. Ion hidrogen yang berasal dari hujan terbentuk karena
pembusukan bahan organik yang terdapat didalam tanah. Nilai pH air hujan
berkisar antara 3-9,8. Sedangkan air murni dalam kondisi setimbang (atm)
memiliki pH 5,7.
Proses oksidasi mempengaruhi proses kelarutan dalam air alamiah.
Kelarutan dari air alamiah tergantung pada nilai pH. Contohnya Alumina tidak
larut pada pH normal, tetapi pada pH di bawah 4 dan di atas 10 alumina akan
larut.
Nilai pH dapat turun apabila kelimpahan bahan seperti bahan-bahan organic(akar-
akar tumbuhan) nilai pH dapat turun dari 4 menjadi 2, sedangkan apabila
kelimpahan mineral-mineral basa seperti olivine, piroksen, nephelin dapat
membuat pH naik menjadi 9.
3. Potensial reduksi/oksidasi
Potensial reduksi oksidasi (redoks) dalam suatu system adalah suatu
kemampuan system untuk mengalami reaksi reduksi atau oksidasi. Reduksi adalah
reaksi dimana berkurangnya valensi positif dari unsure (Fe3+ menjadi Fe2+) atau
bertambahnya valensi negative dari elemen. Oksidasi adalah reaksi dimana
bertambahnya valensi positif dari unsure valensi negative. Contohnya pada
kondisi reduksi besi (Fe) mudah terlarut sehingga dalam profil pelapukan
kondisinya ferrous. Tetapi pada kondisi oksidasi besi (Fe) lebih stabil sehingga
dalam profil pelapukan kondisinya ferric.
4. Ukuran butir dan rekahan pada batuan
Ukuran butir dan rekahan pada batuan seperti joint, rekahan(fracture) dan sesar,
membantu dalam proses pelapukan dan pergerakan material yang terlarut. Hali ini
dapat diamati pada butiran kasar batuan beku yang memiliki susceptibilitas tinggi
pada pelapukan kimia daripada batuan yang berbutir halus.
5. Laju dari proses leaching
Laju dari pergerakan proses leaching tergantung pada beberapa kondisi yang
masuk dalam system, seperti :
1 Kelarutan relative pada kondisi oksidasi.
2 Jumlah air yang menembus system
3 Kehadiran rekahan-rekahan (fractures), belahan (cleavage), porositas dan
rekahan pada batuan.
Fracture dan joint dalam batuan sangat penting peranannya dalam
menyediakan jalan masuk bagi oksigen dan airtanah dan sebagai saluran untuk
material yang terlarutkan. Banyaknya joint dan fracture dapat memudahkan dan
mempercepat proses laterisasi.
6. Peran Iklim
Iklim merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap laju dari pelapukan
kimia. Faktor-faktor yang termasuk didalamnya adalah :
1 Curah Hujan
Curah hujan adalah pengontrol dari kelembaban pada reaksi kimia dan
merupakan penyuplai air untuk proses pencucian , hujan yang kecil dan terus
menerus lebih efektif pada proses lateritisasi dibandingkan dengan hujan yang
keras dan tiba – tiba. Banyaknya curah hujan sangat mempengaruhi tinggi
rendahnya muka air tanah. Muka air tanah yang tinggi mengisi rongga pada
batuan dengan air dan tidak diikuti oleh oksigen untuk mencapai permukaan suatu
kristal baru, efek yang menguntungkan dari muka air tanah yang tinggi adalah
untuk memperkecil zona oksidasi pada massa batuan.
Muka air tanah yang rendah diikuti dengan kelimpahan oksigen dan
menciptakan perluasan zona oksidasi. Hal ini juga menciptakan zona yang zona
yang tipis sebeum terjadi pengkayaan unsure. Naik turunnya muka air tanah
bermanfaat untuk mengontrol pengkayaan supergen.
2. Temperatur
Temperatur berpengaruh pada saat mineral mengalami perubahan atau
pergantian tempat. Berdasarkan teori Vant hoff, setiap perubahan 100C terjadi
penambahan kecepatan reaksi kimia dari 2 – 3.
3. Vegetasi
Akumulasi material organic yang luas pada lingkungan tropic
mempengaruhi nilai pH dalam kumpulan air.
7. Topografi
Peranan topografi sangat besar pada proses lateritisasi, melalui beberapa
faktor antara lain :
1 Penyerapan air hujan (pada slope curam umumnya air hujan akan mengalir
kedaerah yang lebih rendah /runs off dan penetrasi kebatuan akan sedikit. Hal ini
menyebabkan pelapukan fisik lebih besar dibanding pelapukan kimia)
2 Dearah tinggian memiliki drainase yang lebih baik daripada daerah rendahan
dan daerah datar.
3 Slope yang kurang 20 memungkinkan untuk menahan laterit dan erosi.
8. Waktu
Waktu atau durasi waktu yang panjang merupakan suatu bagian yang
dibutuhkan oleh unsure dalam membentuk endapan nikel laterit.
9. Peranan muka airtanah
Ketinggian permukaan air pada suatu daerah bergantung pada topografi
local, jumlah muatan yang masuk dan laju pergerakan airtanah yang menembus
batuan. Faktor-faktor ini tergantung pada jumlah curah hujan, karakteristik
kemiringan lereng serta porositas dan permeabilitas batuan.
Permukaan air yang tinggi mengisi ruang pori dengan air dan oksigen
tidak dapat mencapai permukaan kristal baru. Permukaan air juga mempengaruhi
keasaman air yang bergerak dari bagian atas.
Permukaan air yang rendah membuat kandungan oksigen yang berlebih
sangat besar sehingga menciptakan zona terluas pada proses oksidasi. Hal ini juga
menciptakan suatu zona yang tebal dari hasil pencucian sebelum unsur-unsur
supergen terakhir terendapkan pada bagian bawah.
10. Komposisi batuan induk
Setelah kondisi iklim (temperature dan curah hujan), komposisi batuan
induk mungkin bekerja lebih dominant dalam penentuan karakteristik tanah.
Batuan yang kaya karbonat sangat berperan dalam pencucian, meninggalkan sisa
dari material argillaceous dan silica. Batuan yang kaya silica (syenit/trachit)
cenderung untuk memberikan konsentrasi alumunium hidroksida yang signifikan.
Batuan mafik dan ultramafik cenderung untuk menghasilkan hidroksida besi.
11. Perilaku Unsur Selama Pelapukan Nikel (Ni)
Nikel merupakan kation yang memiliki mobilitas terbatas (Waheed, 2001
dalam Nushantara, 2002), sehingga dalam proses pelapukan nikel tidak tercuci
melainkan mengalami proses pengkayaan dan persentasenya meningkat.
Pengkayaan yang dialami nikel adalah pengkayaan relatif, artinya persentase nikel
bertambah bukan karena adanya penambahan unsur Ni, melainkan karena
berkurangnya unsur lain. Ni mengalami peningkatan % (persen) yang paling besar
dibandingkan Fe dan Co, karena Ni terdapat dalam jaringan olivin dan piroksen,
sedangkan Fe hanya ada dalam olivin, sementara Co hanya ada dalam piroksen,
sehingga ketika terjadi pelapukan unsur Ni lebih banyak dibanding unsur Fe dan
Co.
Kobal (Co)
Unsur Co adalah unsur yang immobile dan tidak larut (Hasanudin dkk,
1992), sehingga unsur ini mengalami pengkayaan relatif akibat proses pelapukan
seperti pada grafiknya. Unsur Co umumnya terdapat dalam mineral piroksen dan
karena mineral piroksen pada peridotit sangat sedikit dibanding olivin, maka
persentase Co juga sangat sedikit.
Besi (Fe)
Besi merupakan kation yang tidak larut dan immobile (Hasanudin dkk,
1992), sehingga unsur ini tidak tercuci akibat proses pelapukan dan menjadi
residu, akibatnya besi mengalami pengkayaan. Unsur Fe terutama berasal dari
mineral olivin [(Mg, Fe)2SiO4] yang lepas ketika olivin mengalami proses
pencucian. Unsur besi kemudian berikatan dengan oksigen dan membentuk
mineral oksida besi.
Silika (SiO2)
Silika (Si) adalah unsur yang mudah larut dan mobile (Hasanudin 1992).
Deplesi atau pengurangan persentase yang terjadi pada silika (SiO2) tidak sebesar
yang dialami oleh magnesia. Hal ini dapat terjadi karena selain mobilitas silika
yang relatif kecil, peridotit telah mengalami serpentinisasi dan serpentin memiliki
resisten yang lebih tinggi dibandingkan olivin, hal ini menyebabkan silika dalam
serpentin lebih mobile dibandingkan silika dalam olivin (Nushantara, 2002).
Magnesia (MgO)
Magnesium (Mg) seperti halnya silika adalah unsur yang mudah larut dan
mobile (Hasanudin dkk, 1992), sehingga unsur ini terdeplesi atau berkurang
akibat proses pelapukan. Secara kimia unsur Mg lebih mobile dibandingkan silika,
sehingga deplesi atau pengurangan yang dialami Mg juga lebih besar.
Apabila terdapat batuan yang tererosi, tetapi mineralnya tidak terlapukkan,
suatu saat mineral tersebut akan tertransportasi dan terdeposisi lalu akan
tersementasi menjadi suatu fragmen atau matriks dari batuan sedimen.
DIAGRAM HJULSTROM
Diagram Hjulstrom menunjukkan hubungan antara ukuran butir dan
kelajuan aliran. Pada diagram ini terdapat dua sumbu, sumbu vertikal
menunjukkan skala kecepatan aliran, sumbu horizontal menunjukkan skala ukuran
butir. Pada diagram tersebut terdapat dua garis, garis yang berada di bawah
menunjukkan hubungan kelajuan partikel dengan ukuran partikel yang sudah
bergerak, sedangkan pada garis yang berada di atas menunjukkan hubungan
besarnya kecepatan aliran untuk menggerakkan partkel dalam keadaan diam.
Pada garis yang berada diatas, dapat dilihat untuk material yang memiliki
ukuran lempung sampai lanau dibutuhkan kelajuan yang besar, besarnya sama
dengan material yang berukuran berangkal, hal tersebut terjadi karena apabila
material yang berukuran lempung ini sudah mengendap, material tersebut akan
cenderung saling menempel, sehingga dibutuhkan kelajuan yang besar. Tetapi
apabila material berukuran kecil ini sudah bergerak, kelajuan yang bidutuhkan
untuk membawa material ini kecil, seperti yang terlihat pada garis yang berada di
bawah. Hal tersebut juga berlaku untuk proses erosi, material lempung dan lanau
karena memiliki ukuran yang sangat kecil ( 0.0039 – 0.0625 mm ) apabila sudah
menjadi batuan sedimen akan sulit tererosi, hal tersebut karena material ini akan
membentuk batuan yang sangat kompak dimana butirannya saling mengunci
rapat, sehingga juga dibutuhkan kelajuan yang besar untuk mengerosi batuan ini.
Garis bawah menunjukkan kelajuan yang dibutuhkan untuk membawa
material dan kelajuan yang dibutuhkan untuk mengendapkan material tersebut.
Bisa dilihat dari diagram ini, kelajuan aliran yang dibutuhkan untuk membawa
material, untuk mengendapkan material dengan ukuran butir material berbanding
lurus. Material ukuran lanau akan tertransportasi mulai kecepatan 0.1 cm/s dan
dibawah kelajuan tersebut akan terdeposisi, begitu seterusnya. Diagram Hjulstrom
ini menunjukkan pada kedalaman 1m dan pengaruh sedimentasi yang lain dapat
meimbulkan perbedaan, tetapi masih mampu memberikan gambaran mengenai
hubungan antara ukuran butir dengan kelajuan aliran, serta proses sedimentasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://muhaimin-27.blogspot.com/2013/06/batuan-sedimen-klastik.html ( Diakses
pada 14 April 2014, Pukul 22.08 WIB )
http://udhnr.blogspot.com/2010/08/batuan-sedimen-klastik.html ( Diakses pada 14
April 2014, Pukul 21.15 WIB )
http://rafliriandi.tumblr.com/( Diakses pada 14 April 2014, Pukul 22.19 WIB )
http://muhaimin-27.blogspot.com/2013/06/goldichs-weathering-series.html
( Diakses pada 14 April 2014, Pukul 22.45 WIB )