globalisasi yang akrab dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi telah membawa perubahan tentang cara dan...

16
Globalisasi yang akrab dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi telah membawa perubahan tentang cara dan tujuan perang, cara/tujuan suatu negara dalam menguasai atau menaklukkan negara lain. Semula untuk penguasaan teritori yang kadangkala berlatar belakang ideologi, telah berubah menjadi penguasaan ekonomi (sumber daya). Cara perangpun lebih banyak dilakukan dengan cara non militer dan menyangkut banyak aspek yang lebih efisien. Namun demikian spektrum dan kom-pleksitas ancaman telah jauh melebar dan bersifat multidimensional. oleh karenanya sishankamrata adalah jawaban yang tepat, karena hakekatnya sishankam-rata adalah pengerahan total seluruh potensi bangsa, tidak hanya militer melainkan potensi lain menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, informasi, diplomasi dan lainnya dalam upaya bela negara. landasannya adalah nasionalisme-patriotisme, yaitu kesa- daran bela negara yang kuat, tangguh dan sikap pantang menyerah. Namun demikian, dalam perkembangan kekinian terdapat banyak masalah menyangkut, sishankamrata tidak saja mengenai implementasinya tetapi juga termasuk pembiasan filosofi dan makna sishankamrata. kalau hal ini dibiarkan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama niscaya akan melemahkan sendi-sendi upaya pembelaan negara, membuat limbung sistem pertahanan-keamanan, mengikis kedaulatan bangsa dan negara, sehingga dapat berujung pada perpecahan bangsa. Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap pembelaan negara seperti : interpretasi keliru mengatakan “dalam sishankamrata, rakyat dijadikan tameng hidup” (kombatan), secara negatif, berimplikasi pada perumusan dan perubahan undang- undang. terjadi penyeder-hanaan pengertian dalam konteks pemahaman bela negara. Dalam uud 1945 (asli) pasal 30 ayat (1) menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”, tetapi dalam uud 2002 (hasil perubahan)

Upload: lilis-sulastri

Post on 28-Jul-2015

202 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

Globalisasi yang akrab dilatarbelakangi oleh aspek ekonomi telah membawa perubahan

tentang cara dan tujuan perang, cara/tujuan suatu negara dalam menguasai atau menaklukkan

negara lain. Semula untuk penguasaan teritori yang kadangkala berlatar belakang ideologi, telah

berubah menjadi penguasaan ekonomi (sumber daya). Cara perangpun lebih banyak dilakukan

dengan cara non militer dan menyangkut banyak aspek yang lebih efisien.

Namun demikian spektrum dan kom-pleksitas ancaman telah jauh melebar dan bersifat

multidimensional. oleh karenanya sishankamrata adalah jawaban yang tepat, karena hakekatnya

sishankam-rata adalah pengerahan total seluruh potensi bangsa, tidak hanya militer melainkan

potensi lain menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, informasi, diplomasi dan

lainnya dalam upaya bela negara. landasannya adalah nasionalisme-patriotisme, yaitu kesa-daran

bela negara yang kuat, tangguh dan sikap pantang menyerah.

Namun demikian, dalam perkembangan kekinian terdapat banyak masalah menyangkut,

sishankamrata tidak saja mengenai implementasinya tetapi juga termasuk pembiasan filosofi dan

makna sishankamrata. kalau hal ini dibiarkan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama niscaya

akan melemahkan sendi-sendi upaya pembelaan negara, membuat limbung sistem pertahanan-

keamanan, mengikis kedaulatan bangsa dan negara, sehingga dapat berujung pada perpecahan

bangsa.

Beberapa hal yang dapat berpengaruh terhadap pembelaan negara seperti : interpretasi keliru

mengatakan “dalam sishankamrata, rakyat dijadikan tameng hidup” (kombatan),

secara negatif, berimplikasi pada perumusan dan perubahan undang-undang. terjadi penyeder-

hanaan pengertian dalam konteks pemahaman bela negara.

Dalam uud 1945 (asli) pasal 30 ayat (1) menyebutkan “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut

serta dalam usaha pembelaan negara”, tetapi dalam uud 2002 (hasil perubahan) menjadi :

“tiap - tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan-keamanan”, ini jelas

menyempitkan makna bela negara yaitu hanya pada aspek pertahanan-keamanan.

Disamping itu dalam uu no. 3 tahun 2002 tentang per-tahanan negara, istilah sishankamrata diganti

menjadi sishanta, ini berarti terjadi pembelokan dan pembiasan filosofi dan makna fundamental dari

sishankamrata.

Dalam sishankamrata seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan, kekuatan, potensi, profesi atau

latar belakang keahliannya, dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan guna mendukung

implementasi sishankamrata.

Tentang konsep “keamanan nasional”, hal ini harus ditangani secara arif dan cerdas. pemilahan

secara tajam, mutlak dan dikotomis antara pertahanan dan keamanan dapat mengabaikan adanya

overlapping atau gray area antara lingkup tugas polri dan tni. padahal bila kita cerdas dan arif

Page 2: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

memahami sejarah bangsa dan negara kesatuan republik indonesia dalam merebut dan

mempertahankan kemerdekaan, maka niscaya polri dan tni dapat didayagunakan secara optimal,

hingga dapat menangkal setiap ancaman, tanpa hambatan psikologis.

Berikutnya, pada era perang masa kini, kekuatan senjata (hard power), telah digantikan oleh senjata

“informasi” untuk membangun persepsi dan kekuatan finansial (modal) untuk menguasai ekonomi.

Lembaga swadaya masyarakat (lsm) dan perusahaan multi nasional (mnc) serta para elite politik dan

lsm dalam negeri yang terpengaruh sebagai kepanjangan tangan “mereka” adalah tentara baru bagi

penakluk sistem perekonomian dan sistem politik yang pada gilirannya “konstitusi dan nilai-nilai”

negara sasaranpun dirubahnya. tanpa disadari, sebenarnya saat ini bangsa indonesia sedang terlibat

dalam suatu peperangan dan ada dalam kondisi terkalahkan. terpinggirkan-nya nilai-nilai luhur

bangsa seperti kekeluargaan, gotong royong, toleransi, musyawarah mufakat diganti dengan

individualisme, kebebasan tanpa batas, pasar bebas, one man one vote, sistem politik yang “ultra

liberal” adalah pertanda bahwa bangsa indonesia dengan falsafah, ideologi pancasila telah

tersisihkan.

Sekali lagi ditegaskan, “ancaman lebih pada aspek non militer”, karenanya kita harus menajamkan

perhatian pada aspek ini. dan bila ancaman ini terus berlangsung akan melemahkan ketahanan

nasional dan kekuatan pertahanan kita, yang bermula dari melemahnya semangat bela negara,

patriotisme serta semangat pengabdian terhadap kepentingan bangsa dan negara indonesia.

Menghadapi situasi yang demikian ini, maka segenap komponen bangsa harus merespon positif dan

bersifat segera guna mencari formula yang tepat.

Sebagai salah satu komponen strategis bangsa yang berjiwa nasionalis, berwawasan kebangsaan

indonesia, para alumni resimen mahasiswa indonesia harus mengambil peran pada garda terdepan

dalam upaya kekuatan nasionalisme-patriotisme serta pening-katan kesadaran bela negara. dalam

kaitan ini sebagai motivator dan dinamisator, para alumni resimen mahasiswa indonesia dapat ikut

serta mendorong dan mendukung :

1. Mengembalikan makna filosofi sishan-kamrata. pengelolaan yang benar dan arif atas seluruh

aspek kehidupan bangsa, aspek demografis dan geografis yang sangat heterogen itu, niscaya akan

menghasilkan kekuatan pertahanan yang mampu memancarkan “daya tangkal” yang ampuh untuk

menghadapi setiap ancaman.

2. Berupaya mendorong pelurusan kembali (revisi dan reorientasi) perundang-undangan, uud yang

keluar dari spirit mukadimahnya, menimbulkan distorsi dalam beberapa pasal baik dalam uud sendiri

maupun dalam uu penja-barannya. karena itu perlu upaya pelurusan kembali agar tidak terjadi

proses implementasi sishankamrata yang justru keluar dari makna hakikinya.

3. Memberi pencerahan tentang upaya bela negara. sebagai sosok yang sempat mengenyam

Page 3: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

pendidikan tinggi dan berkesempatan ikut latsarmil serta pernah ikut mengusir kaum penjajah (c.m.-

corps mahasiswa 45, tp-tentara pelajar, dll), tentu peduli dan berkemampuan untuk menularkan

pemikiran dan pengalamannya pada lingkungan sekelilingnya dimanapun alumni resimen mahasiswa

indonesia berada.

4. Penguatan patriotisme-nasio-nalisme akan kesadaran berbangsa-bernegara dan bela negara.

kedua hal ini merupakan syarat mutlak bagi implementasi sishankamrata. upaya ini harus diterapkan

kepada seluruh rakyat indonesia sejak usia dini lewat proses pendidikan formal maupun non formal.

dengan pengalaman, kemampuan dan keberadaan ditugas masing-masing tentu alumni mahasiswa

dapat berperan dibidang ini.

5. Pembangunan ekonomi nasional dan industri pertahanan. perekonomian nasional yang kuat

adalah penopang dari kekuatan pertahanan, sebaliknya sekuat apapun kekuatan-pertahanan akan

rontok manakala tidak ditunjang perekonomian yang kuat. karenanya perlu segera ada upaya

membebaskan diri dari ketergantungan pada bangsa dan negara lain. kemandirian bangsa dalam

pengelolaan aset strategis dan sumber daya alam bangsa harus ditegakkan kembali. tanpa

kemandirian, amat sulit bagi bangsa indonesia memiliki daya tahan terhadap gejolak dari luar,

apalagi menghadapi ancaman-ancaman yang sifatnya sudah multidimensional.

Spektrum ancaman yang demikian luas, mengharuskan kita dalam memahami arti pengertian bela

negara sebagai membela kepentingan nasional, bukan sekedar bela negara dalam konteks

pertahanan militer.

Dengan demikian semua warga negara wajib ikut serta dalam peperangan melawan ancaman yang

membahayakan, integritas nkri. ancaman yang membahayakan identitas kelangsungan hidup bangsa

serta ancaman yang membahayakan pencapaian tujuan nasional.

http://www.borneotribune.com/headline/perlunya-sishankamrata-dalam-upaya-bela-negara.html

Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi

Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat

ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media

massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-

model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini.

Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh

pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi

dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery

Page 4: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari

politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream

yang sedang terjadi.

Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”,

merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan

perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk

hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini

dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui

kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis

Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal,

Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU

Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu

Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri

dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut

memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang

terhadap terjadinya praktek korupsi.

Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui Negara-

negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomi-sosial rusak, baik

Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya “The Confesion of Economic Hit Man” John

Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika Serikat melalui lembaga donor

seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat Negara berkembang seperti

Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap dalam hutang luar negeri yang

luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat itu. Hal ini dilakukan dalam

melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia, dan berhasil. Demokratisasi

dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya kekuasaan icon orde baru,

Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi di Indonesia. Reformasi,

begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang reformasi harus dibayar mahal

oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang “Buble Gum” yang setiap saat siap

meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata ampuh untuk membodohi rakyat. Namun,

apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata

rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi

tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh

desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi mengalami pemerataan dan pertumbuhan

yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang

Page 5: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat

penangkal korupsi, pergeseran pemerintah otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta

mampu menggusur tradisi suap-menyuap. Korupsi ada di semua sistem sosial –feodalisme,

kapitalisme, komunisme dan sosialisme. Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial

untuk menyelesaikan konflik kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap.

Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa

disharmonisasi politik-ekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena

korupsi.

Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai

bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi

pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual

menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada

transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan

oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan dan

kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi

yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah

termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi. Korupsi

dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa korupsi

selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak

menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit memprediksi

peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka mereka mau tidak

mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus dihadapi oleh para

pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya disektor riil di Indonesia,

kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di sektor financial di pasar uang.

Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan

arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban

pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap hali

ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika

Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi. Praktek

korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk meredakan

ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan saluran politik

yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif diredakan melalui

praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel dengan pendapat

Mubaryanto, yang mengatakan “Ada yang pernah menyamakan penyakit ekonomi inflasi dan

Page 6: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi para teknokrat kita.

Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi masalah korupsi,

meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya masalah inflasi lebih

bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah mengatasinya. Sebaliknya

korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu ekonomi sendirian tidak

mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung tidak berani melawan

korupsi karena dianggap “tidak terlalu mengganggu pembangunan”. Juga inflasi dianggap dapat

“lebih menggairahkan” pembangunan, dapat “memperluas pasar” bagi barang-barang mewah, yang

diproduksi. “Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada korupsi”! Apapun alasannya,

korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor ekonomi selalu terjadi. Output

yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan, ancaman inflasi selalu menyertai

pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang terus tergerus. Akibat efek multiplier dari

korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari pemecahan masalah korupsi adalah

keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus dianggap menghambat pewujudan keadilan

sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi

anggota-anggota legislatif di pusat dan di daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena

mereka (anggota DPR/DPRD) adalah wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah “berjamaah” dalam

berkorupsi maka tindakan ini jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang

berawal dari krismon 1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat

(dan tidak lagi pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat,

maka ini berarti harus ada keadilan politik.

Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak

dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah “aturan main” berpolitik yang adil, atau

menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan ilmuwan-

ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu menggunakan

data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja, lebih-lebih

dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulan-kesimpulan

pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para pengambil kebijakan

masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah ketika pada saat yang sama

masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar untuk makan. Negara kaya atau

miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk memberantas praktek korup maka akan selalu

mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang. Banyak bukti yang

menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur

dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy di Negara-negara miskin dan berkembang

Page 7: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya

alam kepada perusahaan multinasional dan Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas praktik

korupsi untuk menumpuk pundit-pundi harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun

kelompoknya. http://intl.feedfury.com/content/30095993-makalah-korupsi-di-indonesia.html

Hukum Pertahanan Negara Mensinergiskan Seluruh Komponen Bangsa dalam

Pertahanan Negara Yang Berdimensi Hukum.

Jumat, 05 Desember 2008

Jika kita mengartikan mengsinergiskan seluruh komponen sebagaimana pengertian

"Melibatkan seluruh warga negara dalam keikutsertaannya menjaga keutuhan wilayah,

mengamalkan Pancasila sebagai Jiwa dari Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan

Konstitusi / Sumber dari segala sumber Hukum dan bersama-sama menegakkan hukum yang

bersifat khusus, artinya sanksi yang diberikan pada pelaku-pelaku pemecah kesatuan bangsa

yang melemahkan pertahanan negara".

sebagaimana kita ketahui bahwa KUHP yang digunakan merupakan ketentuan yang sanksi

pidanannya menggunakan ukuran sejak jaman Hindia Belanda. Sedangkan saat ini, dengan

kemajuan tehnologi yang sangat tinggi, suatu kejahatan yang dilakukan akan berakibat /

berdampak sangat luas. Saat jaman Hindia Belanda, pidana Kurungan selama 1 - 2 tahun saja

sudah merupakan sanksi pidana yang sangat berat untuk dilaksanakan bagi pelaku kejahatan

dan dampak kejahatannya pun tidak luas, hanya berdampak bagi keluarganya saja. Namun

saat ini, fenomenanya adalah pelaksanaan sanksi pidana kurungan, layaknya pindah tempat

tidur dan kejahatan tersebut berdampak sangat luas yang mengganggu pertahanan dan�

keamanan negara. Penulis sangat berkeyakinan, alternatif kedua inilah yang paling

memungkinkan untuk dilakukan pada kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Paling tidak, proses

pembentukan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana agar dipercepat karena sudah

sangat diperlukan oleh Negara Indonesia guna menjaga pertahanan dan Keamanan yang

berwawasan nasional, seperti yang juga diutarakan Dr. Dewi Fortuna Anwar yang tetap

berpegang dalam dokrin Sishankamrata, dokrin wawasan nusantara dan dokrin ketahanan

nasional 5

Sudah saatnya, kita berbicara pertahanan negara seperti kita berbicara tentang masalah naik

turunnya nilai rupiah Bahan Bakar Minyak / BBM, karena aspek pertama yang

dipertimbangankan oleh investor asing maupun lokal adalah aspek Pertahanan suatu negara,

Page 8: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

yang nantinya akan mengalir kearah aspek keamanan, ekonomi, hukum dan lain-lain.

Mengutip pernyataan Menteri Pertahanan dan Keamanan, Juwono Soedarsono yang

mengatakan bahwa persoalan pertahanan negara pada dasarnya memiliki ruang cakupan yang

luas, disatu sisi pertahanan dalam arti sempit menyangkut kekuatan militer, dan disatu sisi

lain,pertahanan secara luas menyangkut berbagai aspek kehidupan negara.

Menegakkan hukum dalam bidang pertahanan negara harus memiliki konsep yang

integralistik dan wawasan kebangsaan serta selalu mengedepankan aspek pertahanan negara

dalam mengambil keputusan, sehingga perlunya suatu hukum yang dapat memberikan sanksi

jika aspek pertahanan negara dikesampingkan, karena pertimbangan pertahanan dan

keamanan negara sudah bukan merupakan hal yang dapat ditawar-tawar lagi.

Penulis tidak membahas tentang fungsi dan tugas serta tanggung jawab TNI dan Polri yang

masih belum jelas. Penulis memfokuskan pada pertahanan dan keamanan yang menjadi tugas

dan tanggung jawab seluruh komponen bangsa Indonesia. Maka Meskipun Undang-Undang

yang mengatur sudah sedemikian lengkap dan banyak jumlahnya, sepertinya Undang-Undang

sebagai payung hukum yang dikeluarkan pun hanya bersifat “penanganan dini†atau kita�

dapat mengistilahkan dengan “pertolongan pertama pada Kecelakaanâ€, sehingga�

efektifitasnya masih perlu dipertanyakan.

Pertahanan Negara merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga negara, namun ironis,

pertahanan negara dan keamanan negara yang menjadi hak warga sipil (TNI dan Polri hanya

sebagai bagian, yang menjadi kekuatan utama), merasa seperti tidak memiliki kepentingan

apa-apa terhadap pertahanan dan keamanan negara tersebut, cenderung tidak mau tahu dan

menyerahkan pelaksanaannya kepada TNI dan Polri saja, meskipun banyak lembaga-lembaga

lain yang terlibat, seperti Badan Intelijen Negara, Departemen Pertahanan, Departemen

Politik Hukum dan Keamanan dan lain sebagainya.

Jika menyelesaikan suatu masalah pertahanan dan keamanan, sangat terlihat adanya

kecenderungan berjalan sendiri-sendiri, sebagai contoh adalah ketika menangani suatu kasus

konflik di Poso, apakah pihak Badan Intelijen Negara dapat dengan mudah mengakses data-

data yang dimiliki Polri sebagai lembaga keamanan masyarakat, demikian sebaliknya apakah

Polri juga dengan mudan mengakses data-data yang dimiliki Badan Intelijen Negara, Apakah

TNI dapat mengakses dengan mudah data-data bea cukai atau pihak syahbandar pelabuhan

untuk melihat data-data manifes kapal-kapal yang dicurigai mengangkut senjata, Apakah

Page 9: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

dengan mudah Polri mengakses data milik Pemda setempat, demikian sebaliknya.

Sebagai contoh untuk memperkuat pertahanan negara dari ancaman Biodefence dengan

ditemukannya pusat penelitian berbasis militer milik Amerikat Serikat yang disebut dengan

Namroe terdapat diinstalasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal itu menunjukkan

tidak adanya keterangan atau data yang sinergis dan jelas antara kedua lembaga, padahal

keberadaanya bukan hanya urusan Departemen Kesehatan saja, namun juga merupakan

urusan Departemen Pertahanan, kecuali jika memang keberadaannya dibiarkan dengan alasan

kepentingan politik yang lebih besar. Kementerian Negara Ristek misalnya, terkait dengan

pengembangan dan pembangunan saint dan teknologi, Departemen Kesehatan lebih kepada

unsur kesehatan sumber daya manusia yang dapat menjadi potensi kekuatan pertahanan

negara.

Negara Indonesia masih sangat jauh untuk berbicara tentang pertahanan negara dalam bentuk

Peperangan antar negara, hal itu dapat kita lihat bahwa saat ini negara kita “membiarkan

diri†dijajah dalam bentuk lain oleh negara adidaya, dengan alasan politik. Jelaslah, bahwa�

kita masih harus menggunakan soft power untuk pengertian persatuan dan kesatuan serta

keamanan bangsa Indonesia dalam satu istilah yaitu “Pertahanan Negaraâ€. �

Pertahanan negara yang dibutuhkan saat ini adalah pertahanan negara secara internal atau

kedalam. Sebagai negara hukum, menurut penulis perlu adanya suatu norma hukum yang

mengatur bagaimana setiap warga negara Indonesia lebih mempertimbangkan aspek

Pertahanan Negara sebelum berbuat yang merugikan negara, baik merugikan secara Ideologi,

politik, ekonomi dan Sosial budaya. Kita dapat menyebutnya sebagai "Hukum Pertahanan

Negara". Hal tersebut sama saat umat beragama yang mengedepankan nilai-nilai agamanya

sebelum berbuat sesuatu.

Dengan kondisi negara yang sudah tidak terkendali lagi, baik dari segi hukum, tata

negara/pemerintahan, ekonomi, dimana korupsi dilakukan secara gotong royong, moralitas

bangsa yang rendah, rasa cinta tanah air yang menipis, rasa bela bangsa, bela negara yang

sudah hilang. Sebenarnya banyak cara dan sistem yang mudah untuk dilakukan, misalnya kita

mengenal yang dinamakan penataran “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasilaâ€, kita mengenal materi kuliah “Kewiraanâ€, kita mengenal materi pelatihan� �

“Bela bangsa†pada seluruh instansi, program itu dapat disosialisasikan kembali dengan�

Page 10: Globalisasi Yang Akrab Dilatarbelakangi Oleh Aspek Ekonomi Telah Membawa Perubahan Tentang Cara Dan Tujuan Perang

penerapan hukum yang jelas, agar kesalahan-kesalahan atau penyelewengan-penyelewengan

nilai-nilai Pancasila dapat diberi sanksi hukum yang jelas, tegas dan tepat sasaran.

Di Indonesia, sangat banyak yang mengupas masalah Pertahanan Negara, kita ambil contoh

yang buku-bukunya telah penulis baca antara lain : Letjen TNI Agus Widjojo dalam

“wawasan masa depan tentang sistem pertahanan keamanan negaraâ€, Dr. Dewi Fortuna�

Anwar dalam “Sasaran Sishankamrata 5-10 tahun mendatangâ€, Indira Sambego dalam�

“Sistem Pertahanan keamanan Negara, analisis Potensi dan Problemâ€, Connie�

Rahakundini Bakrie dalam “ Pertahanan Negara dan Postur Ideal TNI†serta banyak lagi�

para pengamat pertahanan negara yang panjang lebar menjelaskan sesuai dengan

keilmuannya, Namun, sepertinya tidak realistis untuk masa krisis seperti saat ini karena

kebanyakkan mengulas tentang bagaimana meningkatkan kekuatan militer sebagai kekuatan

inti dari pertahanan negara, baik pengadaan alat utama sistem persenjataan / Alutsista,

padahal kondisi ekonomi negara Indonesia masih sangat jauh dari ideal untuk mencapai

kebutuhan standart negara Indonesia.

Kondisi Negara Indonesia dalam bidang Pertahanan Negara masih harus lebih

mengedepankan soft power dengan kekuatan utamanya pada kekuatan rakyat secara

keseluruhan sehingga kita harus membiasakan diri bahwa berbicara pertahanan keamanan

sama halnya dengan prasarana umum yang sangat dibutuhkan oleh rakyat, begitu yang

disampaikan oleh Menteri Pertahanan Negara. Sebagaimana diketahui bahwa konsentrasi

strategi pertahanan negara maju berbeda dengan negara berkembang. Negara maju akan

memiliki konsepsi yang bersifat keluar (outward looking), sedangkan negara berkembang

masih banyak diwarnai oleh konflik internal, tindakan kuratif umumnya digunakan untuk

mencari solusi atas berbagai persoalan keamanan negara.

Sebagai Negara Hukum, yang mensinergiskan seluruh komponen bangsa dalam dimensi

hukum, maka mohon "Hukum Pertahanan Negara" sudah harus mulai dibuat rancangannya.

Penulis :

Arief Fahmi Lubis, SE, MH

( Perwira Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Militer)

[email protected]