glis erol
TRANSCRIPT
MAKALAH PROSES INDUSTRI OLEOKIMIA
GLISEROL/GLISERIN
Oleh :
APRIADI LUBIS (1107120289)
DIAN ASTRINA (1107120539)
MUHAMMAD AMRI (1107120449)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
KATA PENGANTAR
Proses Industri Petro dan Oleokimia merupakan mata kuliah wajib
Semester 5 pada program studi S1 Teknik Kimia dengan beban 2 SKS. Setelah
mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan proses
sintesa produk dan oleo.
Makalah Proses Industri Oleokimia ini disusun untuk memenuhi nilai
tugas pada semester 5 mata kuliah Proses Industri Oleokimia. Makalah Proses
Industri Oleokimia “ Gliserol/Gliserin “ ini disusun berdasarkan hasil studi
pustaka dan diskusi kelompok.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah Proses Industri Oleokimia
ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran
yang sifatnya membangun sebagai bahan pertimbangan untuk penulisan makalah
dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan
bagi perkembangan pendidikan dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
mahasiswa Teknik Kimia, Universitas Riau.
Pekanbaru, September 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………..i
Daftar Isi…………………………………………………………………………...ii
BAB I:PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II:ISI…………...……………………………………………………………4
A. Proses Pembuatan Gliserol/Gliserin...................................................................4
1. Pemecahan Lemak/ Lemak atau Fat Splitting (Hidrolisis)............................4
a.Proses Twitchell..........................................................................................5
b.Proses Autoclave Batch..............................................................................6
c.Proses Kontinu............................................................................................8
d.Proses Enzimatik......................................................................................13
2.Saponifikasi Lemak atau Minyak..................................................................15
3.Transesterifikasi lemak/minyak....................................................................18
B. Metoda Pencucian Gliserin...............................................................................19
a.Metoda Konvensional....................................................................................19
b.Metoda Pertukaran Ion..................................................................................25
C. Penyulingan Gliserin........................................................................................23
a.Distilasi gliserin.............................................................................................26
b.Penarikan dan Pembuangan residu................................................................27
c.Alat Penukar Panas Permukaan.....................................................................29
d.Pertukaran Ion……………………………………………………………...28
e.Sistem Vakum………………………………………………………...…….28
D. Stabilisasi Dan Penyimpanan...........................................................................28
E. Aroma Dan Warna...........................................................................................29
F. Manfaat Gliserin...............................................................................................29
BAB III:KESIMPULAN.....................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
Gliserol atau sering disebut juga gliserin adalah senyawa murni,
merupakan larutan kental tidak berwarna dan mempunyai rasa yang manis.
Senyawa ini pertama kali ditemukan oleh Scheele pada tahun 1779 melalui
pemanasan campuran minyak zaitun dan litharge yang kemudian diekstraksi
dengan air (Kirk dan Othmer, 1971).
Gliserol juga merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus hidroksil
lebih dari dua atau merupakan tiga senyawa alkohol yang saling berkaitan
(tribasic alcohol) dengan nama 1,2,3-propanatriol.
Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat orang bingung.
Gliserol dan gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika
kemurnian rendah (masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata
gliserin dipakai untuk kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum, gliserin
merupakan nama dagang dari gliserol. Istilah gliserol hanya digunakan untuk
senyawa murni 1, 2, 3, - propanatriol, (CH2OHCHOHCH2OH). Istilah gliserin
digunakan untuk produk komersial yang dimurnikan. Biasanya mengandung 95%
atau lebih gliserol. Berbagai tingkatan gliserol tersedia secara komersial (McGraw
Hill Encyclopedia, 1977). Hal tersebut agak membedakan kandungan gliserol
dalam berbagai karakteristik seperti warna, bau, dan logam pengotor. Akhiran –ol
pada gliserol mengandung arti keberadaan gugus hidroksid. Pengucapan gliserin
adalah jarang karena akhiran ini secara kimia menandakan basa dan tidak dipakai
pada gliserol. Kedua istilah ini digunakan tanpa perbedaan dalam penggunaan
secara komersil.
Gliserol terikat pada asam lemak yang merupakan komponen penyusunan
lemak/minyak. Gliserol mempunyai rumus molekul sebagai berikut (Kirk dan
Othmer,1971).
Gambar 1.1 Rumus Molekul Gliserol
Jika direaksikan dengan air dan alkohol, maka akan menyebabkan rasa
dingin pada kulit, sehingga banyak digunakan pada industri kosmetik (lotions),
shampo, kondisioner, sabun dan deterjen, pada penyamakan kulit serta industri
tekstil (pelapisan anti air dan anti api) (Bailey, 1991), Karena merupakan senyawa
higroskopis, maka digunakan untuk mencegah kekeringan pada tembakau,
pembuatan tinta dan parfum. Selain itu, gliserol juga digunakan sebagai bahan
baku pembuatan alkyl resins (digunakan pada plitur dan cat), farmasi (campuran
pada obat batuk, anastesi serta pasta gigi), bahan tambahan pada cat kuku,
pembersih wajah, serta nutrisi fermentasi. Dalam makanan, gliserol ditambahkan
pada pembuatan permen dan es krim untuk mencegah kristalisasi (McGraw Hill
Encyclopedia, 1977).
Gliserol terdapat dalam bentuk kombinasi dalam lemak hewan dan minyak
tumbuh-tumbuhan. Sangat jarang ditemukan dalam keadaan bebas pada lemak.
Gliserol terdapat dalam minyak dan lemak, berkombinasi dengan asam palmitat,
asam stearat, dan asam oleat dalam bentuk gliseril ester dari asam-asam ini
(tripalmitin, tri stearin, tri olein). Gliserol juga berkombinasi dengan gliserida
berbagai asam lemak pada minyak seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak
biji kapas, minyak kacang kedelai, dan minyak zaitun yang menghasilkan
sejumlah besar gliserol daripada yang didapatkan pada lemak seperti lemak babi.
Dalam beberapa jenis lemak dan minyak, gliserol berkombinasi parsial dengan
asam-asam lainnya misalnya dalam mentega dimana 5% dari total lemak adalah
gliserol-tributirat atau tributirin. Gliserol juga terdapat dalam kuning telur dan
otak manusia dalam bentuk asam fosfo-gliserat. Penelitian Pasteur juga telah
menemukan keberadaan gliserol sebagai komponen tetap diantara produk-produk
fermentasi.
Gliserol juga terjadi secara alami seperti trigliserida pada seluruh sel
hewan dan tumbuhan dalam bentuk lipida seperti lesitin dan sepalin. Lemak
kompleks ini berbeda dari lemak biasa dimana selalu mengandung sisa asam
fosfat di tempat sisa suatu asam lemak (McGraw Hill Encyclopedia, 1977).
Sifat Fisika Gliserol:
Rumus Molekul : CH2OH, CHOH
Nama Lain : 1,2,3-Propanatriol, 1,2,3-Trihidroksipropana, Gliserin, Gliseritol,
Glycyl Alcohol
Berat Molekul : 92,095 g/mol
Titik Didih : 290oC
Titik Leleh : 18oC
Temperatur Kritis : 451,85oC
Tekanan Kritis : 65,82778 atm
Specific Gravity (25 0C): 1,262
Densitas : 1,261 g/cm3
Viskositas : 1,5 Pa.s
Panas Jenis : 0,497 kal/goC
Energi : 4,32 kkal/g
Flash Point : 160oC
Kemurnian : 99%
Impuritas : Air 1%
Sifat Kimia Gliserol:
Gliserol dapat bereaksi dengan phosporus pentachloride membentuk gliseril
triklorida CH2Cl-CHCl-CH2Cl
Gliserol dapat bereaksi dengan asam membentuk ester
contohnya : gliserol monoasetat CH2OH-CHOH-CH2OOCCH3, gliserol
triasetat, triasetin, gliceril trinitrat (nitroglycerine) CH2ONO2-CHONO2-
CH2ONO2, dll
Gliserol dapat bereaksi dengan oxidator
contohnya : dilute nitric acid membentuk glyceric acid CH2OH-CHOH-
COOH, tartronic acid COOH-CHOH-COOH.
Gliserol dapat bereaksi dengan sodium hydrogen sulfate atau phosphorous
pentoxide dipanaskan, membentuk akrolein CH2=CHCHO.
Gliserol dapat bereaksi dengan fosfor ditambahkan dengan iodin membentuk
allil iodida, CH2=CHCH2I, dimana dengan HI menghasilkan propilen
CH2=CHCH3, dan kemudian iso propil iodida CH3CHICH3
Gliserol dapat bereaksi dengan Natrium atau NaOH membentuk alkoholates.
BAB II
ISI
A. Proses Pembuatan Gliserol/Gliserin
1. Pemecahan Minyak/ Lemak atau Fat Splitting (Hidrolisis)
Gliserol dan asam lemak adalah senyawa organik yang merupakan
penyusun lemak dan minyak, baik nabati maupun hewani. Untuk
mengkonversikan atau mengubah minyak atau lemak menjadi gliserol dan
asam lemak dapat dilakukan dengan proses hidrolisa dengan tekanan tinggi.
Proses hidrolisa biasanya dijaga pada suhu 240–260oC dan tekanan 45–60 atm.
Pada umunya derajat pemisahan bisa mencapai 95%.
Gambar 2.1 Reaksi Hidrolisis Trigliserida
Proses Hidrolisa mempunyai keunggulan lebih cepat dalam proses
pemisahan gliserol dan asam lemak serta hasil yang diperoleh lebih maksimal.
Minyak kelapa merupakan bahan pembuatan gliserol ini dihidrolisa dalam
reaktor hidrolisa yang biasa disebut spilitting, secara kontinu dan berlawanan
arah pada temperatur dan tekanan tinggi sehingga menghasilkan asam lemak
dan gliserol yang berupa sweet water. Sistem berlawanan arah pada
temperatur 240–260oC dan tekanan 45–60 atm akan mempercepat reaksi
hidrolisa. Minyak dipompakan dari bagian menara kira-kira 90 cm dari dasar
menara, sedangkan air dialirkan melalui puncak menara. Perbandingan antara
minyak dan air yang reaksi adalah 40–50% berarti minyak. Minyak
disemburkan menembus campuran gliserin yang terakumulasi dibagian bawah
menara, selanjutnya menembus campuran air dan minyak hingga mencapai
hidrolisa yang sempurna. Sistem yang kontinu dan berlawanan arah dengan
temperatur dan tekanan tinggi akan menghasilkan derajat hidrolisa yang
tinggi.
a. Proses Twitchell
Proses Twitchell adalah proses yang mula-mula dikembangkan pada
splitting. Proses ini masih menggunakan cara yang sederhana, disebabkan
murah serta kemudahan dari instalasi dan operasi. Tetapi proses ini
membutuhkan energi yang besar dan kualitas produk yang rendah. Proses
splitting menggunakan reagen Twitchell dan H2S sebagai katalis dalam
hidrolisis. Reagennya adalah campuran dari oleic atau asam lainnya dengan
naptalen tersulfonasi.
Operasi terjadi dalam suatu wooden lead-lined, atau tong tahan asam.
Kandungan yang terdiri dari air yang jumlahnya ± ½ dari lemak, H2S 1-2 %
dan reagen Twitchell 0,75-1,25% dipanaskan sampai mendidih pada tekanan
atmosfer selama 36-48 jam, menggunakan steam terbuka. Proses biasanya
diulangi dua sampai empat kali, fasa tiap tahap menghasilkan larutan gliserin
dan air. Pada tahap akhir, air ditambahkan dan campuran dipanaskan kembali
hingga mendidih guna mencuci asam yang tertinggal.
Pada periode reaksi yang panjang, steam yang dibutuhkan menjadi
tinggi dan diskolorisasi asam lemak tidak merata sehingga pemakaian proses
ini tidak menguntungkan.
Pada proses ini minyak dihidrolisa dengan menggunakan proses batch
pada suhu 100-105oC, tekanan vakum, konversi yang diperoleh 85-98%
dengan kemurnian gliserol 5-15% dan waktu tinggal 12-48 jam. Proses ini
menggunakan katalis katalis alkyl aryl sulfonic acid atau cycloaliphatic
sulfonic acid.
Dalam proses ini, proses hidrolisis dilakukan dengan 2 stage
berlawanan arah, menggunakan reaktor tangki berpengaduk. Gliserol akan
dipisahkan dari asam lemak melalui bagian bawah tangki hidrolisis.
Sedangkan asam lemak bersama katalis akan keluar melalui bagian atas. Hasil
bawah reaktor disebut sweet water dengan kandungan gliserol sekitar 15%.
Untuk menetralkan asam lemak yang terbawa dan memekatkan gliserol
sampai konsentrasi yang dikehendaki dilakukan proses lanjutan yaitu
netralisasi, filtrasi, evaporasi, distilasi, dan kondensasi.
Adapun kelebihan proses ini antara lain:
a. Temperatur dan tekanan rendah.
b. Biaya awal rendah, karena alat yang dibutuhkan mudah dan murah.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
a. Perlu adanya pengendalian katalis.
b. Waktu reaksi lama.
c. Untuk persediaan bahan baku harus segera disuling untuk menghindari
kontaminasi katalis.
d. Terjadi penguapan yang tinggi dan bertendensi membentuk asam yang
berwarna gelap.
e. Membentuk lebih dari satu tahapan untuk mendapatkan hasil yang baik,
serta konsentrasi gliserol yang tinggi.
f. Tidak dapat beradaptasi dengan pengendalian yang otomatis serta biaya
karyawan yang tinggi.
g. Proses hanya menguntungkan untuk skala kecil.
b. Proses Autoclave Batch
Proses ini adalah metode komersial yang paling awal untuk hidrolisis
umpan minyak/lemak dengan kualitas yang lebih baik untuk menghasilkan
asam lemak yang warnanya baik (light-colored). Proses ini lebih cepat
dibandingkan dengan proses Twitchell, butuh waktu selama 6-10 jam sampai
selesai. Hidrolisis menggunakan katalis Zinc, Seng Oksida (ZnO) dan
Magnesium Oksida (MgO) atau tanpa katalis. Reaksi hidrolisis tanpa katalis
berlangsung pada suhu 220-240oC dan tekanan 29-31 atm dengan waktu
tinggal 2-4 jam. Reaksi hidrolisis dengan menggunakan katalis berlangsung
pada suhu 150-175oC dan tekanan 52-100 atm dengan waktu tinggal selama 5-
10 jam. Dari semua katalis yang paling aktif adalah zinc. Sekitar 2-4 % katalis
digunakan dan sejumlah dari serbuk zinc ditambahkan untuk meningkatkan
warna dari asam lemak.
Autoclave merupakan silnder yang tinggi, dengam diameter 1220-1829
mm dan tinggi 6-12 m dibuat dari alloy yang tahan terhadap korosi (corrosion-
resistant alloy) dan terlindungi secara penuh. Penginjeksian steam
menyebabkan terjadinya pengadukan, meskipun pada beberapa kondisi
digunakan mesin pengaduk.
Dalam operasi, autoclave diisi dengan lemak dan air yang jumlahnya
(sekitar ± ½ dari lemak) dan katalis. Steam dihembuskan guna menggantikan
udara terlarut dan autoclave ditutup. Steam yang digunakan untuk menaikkan
tekanan sampai 1135 kPa dan diinjeksikan secara kontinu, sementara sebagian
kecil kisi-kisi menjaga agitasi dan tekanan operasi. Konversi dapat dicapai
lebih dari 95% setelah 6-10 jam. Isi dari autoclave dipindahkan ke tangki,
dimana terbentuk asam lemak dibagian atas dan gliserin pada bagian bawah.
Asam lemak yang terbentuk ditambahkan asam mineral untuk memisahkan
kandungan sabun dan selanjutnya dilakukan pencucian kembali guna
memisahkan sisa asam mineral.
Kelebihan proses ini adalah:
a. Waktu tinggal lebih sedikit dibanding dengan Proses Twitchell.
b. Adanya pengendalian katalis.
c. Biaya awal lebih murah, untuk produksi berkapasitas rendah.
Kelemahan proses ini antara lain:
a. Reaksi lebih lama jika dibandingkan dengan proses kontinu.
b. Biaya karyawan tinggi.
c. Tidak dapat beradaptasi dengan pengendalian yang otomatis, seperti
halnya proses kontinu.
d. Proses ini membutuhkan lebih dari 1 tahapan untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik serta gliserol yang mempunyai konsentrasi tinggi.
c. Proses Kontinu
Proses kontinu merupakan proses pemisahan lemak dengan
menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi. Proses hidrolisis ini lebih dikenal
dengan proses Coltage-Emery, merupakan metode yang paling efisien dalam
hidrolisis lemak. Suhu dan tekanan tinggi dipergunakan untuk mempercepat
waktu reaksi. Aliran counter current dipenuhkan oleh minyak dan air guna
menghasilkan suatu derajat hidrolisis yang maksimal tanpa memerlukan
katalis, tetapi katalis juga dapat digunakan untuk meningkatkan laju reaksi.
Menara pemisah merupakan bagian utama dari proses ini. Kebanyakan
dari menara pemisah mempunyai konfigurasi sama dan dioperasikan dengan
cara yang sama. Tergantung dari kapasitas, menara bisa berkapasitas pad
diameter 508-1220 mm dengan tinggi 18-25 m dan terbuat dari bahan tahan
korosi seperti baja stainless 316 atau campuran logam yang dirancang untuk
beroperasi pada tekanan sekitar 5000 kPa.
Gambar di bawah menunjukkan suatu rancangan Single-stage
Countercurrent splitting, lemak terdeaerasi dimasukkan dengan cincin sparge
(sparge ring) sekitar 1 meter dari dasar dengan sebuah pompa bertekanan
tinggi. Air terdapat pada bagian atas dengan perbandingan 0-50% dari berat
lemak. Temperatur pemisahan yang tinggi (250-260oC) cukup menjamin agar
air dapat melarut dalam minyak, sehingga tidak diperlukan lagi alat untuk
membuat air dan minyak berkontak..
Volume kosong menara digunakan sebagai tempat reaksi. Lemak
mentah lewat sebagai fase yang saling bersentuhan dari dasar atas menara,
sementara cairan lebih berat mengalir turun sebagai fase terdispersi melewati
campuran lemak dan asam. Derajat pemisahan dapat dicapai hingga 99%.
Proses kontinu countercurrent tekanan tinggi memecah lemak dan minyak
dengan lebih efisien dari pada proses lain dengan lama reaksi 2-3 jam.
Gambar 1. Single Stage Counter Current Splitting
4. Proses secara Enzimatik
Lemak atau minyak dapat terhidrolisis denagn adanya enzim alami. Proses
hidrolisis dengan enzim ini memakan biaya yang besar dan waktu reaksi yang
lama.
Gambar 2.2 Rancangan Single-stage Countercurrent splitting
Adapun kelebihan dari proses ini adalah:
a. Proses tidak membutuhkan ruangan yang besar.
b. Kualitas produk beragam.
c. Asam lemak yang dihasilkan mempunyai konsentrasi tinggi.
b. Harga labor rendah.
c. Proses lebih akurat, karena pengendalian dilakukan secara otomatis.
d. Biaya tahunan rendah.
Sementara, kelemahannya antara lain:
a. Biaya awal produksi tinggi.
b. Kemampuan mengoperasikan besar.
c. Tekanan dan suhu yang dibutuhkan tinggi.
Proses ini dijalankan dalam reaktor lawan arah pada suhu dan tekanan
tinggi. Reaksi yang terjadi pada reaktor sama dengan yang terjadi pada proses
Twitchell, bedanya tidak menggunakan katalisator. Jenis reaktornya pun
berbeda, yaitu berupa menara dengan ketinggian tertentu. Hasil atas dan
bawah reaktor serup dengan hasil pada proses Twitchell. Produk gliserol
diambil dari bawah reaktor dan selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan
multiplate effect evaporator. Proses selanjutnya adalah penetralan kandungan
asam lemak yang masih tersisa dengan basa, kemudian difiltrasi untuk
memisahkan produk gliserol dari endapan garam.
Gliserol yang dihasilkan selanjutnya tentu telah berkurang
kemurniannya karena adanya air dari larutan basa penetral, dari reaksi
penetralannya sendiri dan dari air pencuci di filter. Oleh karena itu, perlu
dipekatkan lagi dengan sebuah evaporator sebelum disimpan di tangki produk.
d. Proses Enzimatik
Lemak atau minyak dapat terhidrolisis dengan adanya enzim alami.
Hidrolosis enzimatik menggunakan enzim lipase dari Candida Rugosa,
Aspergillus niger, dan Rhizopus arrhizus pada kondisi suhu 26-46 dengan
waktu 48-72 jam. Proses ini dapat mencapai konversi 98 %.
Proses ini memerlukan energi relatif rendah karena bekerja pada suhu
yang relatif rendah (30-60oC) dan tekanan 1 atm. Kerusakan reaktan maupun
produk dapat dihindari serta limbah yang dihasilkan relatif lebih sedikit.
Enzim yang digunakan sebagai biokatalis pada proses pengolahan
minyak nabati adalah enzim lipase yang dapat diisolasi dari tumbuhan, hewan
dan yang paling potensial adalah yang berasal dari mikroorganisme penghasil
enzim lipase adalah kapang, bakteri dan ragi (khamir). Sesuai dengan
spesifikasi kerjanya enzim lipase dibagi 3 yaitu:
Lipase non spesifik, yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan
trigliserida;
Lipase spesifik 1, 3, dan 2 yaitu lipase yang hanya dapat mengkatalis
trigliserida pada ikatan 1, 3, dan 2;
Lipase spesifik fatty acid, yaitu lipase yang hanya dapat mengkatalis jenis
asam lemak tertentu saja.
Proses hidrolisa minyak nabati dengan menggunakan biokatalis enzim
lipase memerlukan waktu selama 5 hari. Laju hidrolisis tidak berubah pada
rentang suhu 24-46oC dan optimum pada rentang pH 4,8-7,2 sedangkan enzim
menjadi kurang aktif pada suhu diatas 50oC. Keunggulan proses enzimatis
dibandingkan secara kimia antara lain:
Reaksi yang dilakukan pada suhu rendah, sehingga kualitas produksi lebih
meningkat;
Dengan menggunakan enzim lipase yang spesifik produk yang diinginkan
dapat ditingkatkan, sedangkan produk samping dapat dukurangi.
Beberapa reaksi umumnya lambat, hal ini berarti kinetika reaksinya sangat
mudah dikontrol, sehingga mendapatkan hasil dalam skala besar yang
karakteristiknya dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang diinginkan.
Menghemat energi dan keamanan dalam lingkungan kerja.
Investasi peralatan lebih rendah
Tidak menghasilkan limbah yang berbahaya dan beracun.
Kelemahan dari proses ini adalah waktu reaksi yang relatif lebih lama
(5hari) dibandingkan dengan proses kimia serta memakan biaya yang besar.
Tabel 2.1 Perbandingan proses
Parameter Twitchell Batch
Autoclave
Kontinu Enzimatik
Suhu / oC 100-105 150-240 250 26-46
Tekanan atmosferik 1135 kPa 5 kPa atmosferik
Katalis H2S Zn, Mg, atau
Ca oksida
Tanpa katalis biokatalis
Model
Operasi
Batch Batch Kontinu
Waktu/jam 36-48 6-10 2-3 48-72
Konversi 85-98 % 95-98 % 97-99 % 98 %
Keunggulan Suhu dan
tekanan
rendah
Biaya
investasi
Investasi
awal lebih
rendah
daripada
proses
Perolehan
lebih tinggi
Konsentrasi
gliserin
Perolehan
tinggi
awal
relatif
rendah
kontinus
Lebih cepat
daripada
proses
Twitchell
tinggi
Pengendalian
lebih akurat
Kekurangan Wakt
u reaksi
lama
Kons
umsi
steam
tinggi
Lebih
dari satu
tahap
Investasi
lebih tinggi
Waktu lebih
lambat dari
kontinu.
Lebih dari
satu tahap
Investasi awal
tinggi
Suhu dan
tekanan tinggi
Waktu
reaksi
lama
Investasi
awal
tinggi
Dari tabel perbandingan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
yang paling baik adalah hidrolisis lemak atau lemak dengan proses
kontinu, dengan alasan sebagai berikut :
a) Konversi produk yang dihasilkan tinggi
b) Dapat dilakukan tanpa katalis
c) Waktu reaksi yang relatif singkat
d) Konsentrasi gliserin yang diperoleh tinggi
2. Saponifikasi Lemak atau Minyak
Pada umumnya proses pembuatan sabun dilakukan dengan reaksi
saponifikasi lemak merupakan reaksi esterifikasi dimana asam karbosilat
direaksikan dengan basa kuat menghasilkan ester dan garam karbosilat, tetapi
suatu perbandingan yang harus dipertimbangkan adalah pertama kali
menghidrolisa lemak menjadi asam lemak yang mengandung lemak dan
gliserol.
Proses Dingin
Lemak dicampur dengan kaustik yang telah ditentukan perbandingannya
sebelum proses, dan selanjutnya emulsi dialirkan ke suatu tempat dimana
dilakukannya proses saponifikasi dengan pemberian sedikit panas untuk
mempercepat reaksi. Proses pembuatan sabun dengan proses dingin masih
dilakukan dalam skala kecil.
Proses Semi Pemanasan
Lemak dicampurkan dengan kaustik soda dengan perbandingan tertentu
dan dilakukan dengan proses selanjutnya. Campuran lemak atau minyak
yang sudah dimurnikan dimasukan ke dalam ketel dan kaustik soda yang
telah diketahui konsentrasinya dan ditambahkan garam. Campuran di
didihkan menggunakan steam di dalam jaket pemanas tertutup hingga
safonifikasi hampir selesai. Jumlah kaustik soda yang ditambahkan lebih
sedikit dibanding yang dibutuhkan secara stoikiometri agar dihasilkan
gliserin dengan kadar alkalinitas yang minimum. Sisa kaustik soda
dinetralkan pada proses selanjutnya. Pada proses ini tidak ada gliserol
yang dikembalikan (recovery) ke reaktor. Untuk produksi dalam jumlah
besar dapat dilakukan dengan menggunakan proses pemanasan. Sebab
produk (sabun dan gliserol) yang dihasilkan memilki kualitas tinggi, zat
pewarna dan pengotor lainnya dan dibersihkan pada saat pemanasan serta
sebagian lemak yang terkandung dalam gliserol dapat direcovery.
Garam NaCl berfungsi untuk menjaga agar sabun yang dihasilkan tetap
dalam bentuk butiran-butiran (gumpalan-gumpalan) sehingga mudah dalam
proses pemisahannya. Saponifikasi menghasilkan sabun dan alkali yang
mengandung 8-12% gliserin. Reaksi saponifikasi dapat ditulis sebagai berikut:
Gambar 2.3 Reaksi Safonifikasi Minyak/Lemak
Proses saponifikasi ini berada dengan proses yang lain, dimana dalam
proses ini dilakukan dengan beberapa tahap yang dirancang untuk saponifikasi
lemak, pemisahan gliserol dilakukan dalam komposisi 63% asam lemak.
Kelemahan dari proses ini adalah diperlukan biaya untuk pengadaan
reaktan NaOH dan diperlukan tambahan peralatan sehingga mengakibatkan
pembengkakan biaya produksi.
Sebuah inovasi yang relatif baru dalam produksi sabun, sistem ini telah
menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan
yang jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial yang tersedia, bahkan
walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasi-operasi tertentu,
semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses
umum.
Proses Kontinu
Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam
pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama
dengan sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120oC) dan tekanan
(200 kPa), waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30
menit). Setelah dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada
autoclave, neat sabun dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer
dengan suhu di bawah 100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam
static separator dimana campuran alkali dengan kandungan gliserol (25–30%)
dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling
(pengendapan).
Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini sering
dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung yang
terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke
bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat
sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau
larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impuritis dan
menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir
menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap
dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-
jacketed mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam
pembuatan sabun batang.
Gambar 2.4 Flowsheet Pembuatan Gliserol dengan Proses Safonifikasi
(Kontinu)
3. Transesterifikasi lemak/minyak
Transesterifikasi lemak dan minyak adalah proses yang digunakan
untuk produksi metil ester, kecuali dalam kasus yang diinginkan metil ester
dari asam-asam lemak tertentu. Reaksinya adalah :
Gambar 2.5 Reaksi transesterifikasi trigliserida
Pada proses diatas, reaksi 1 mol trigliserida dengan 3 mol metanol
dihasilkan 1 mol gliserol tanpa air. Minyak diinteresterifikasi menjadi gliserol
pada temperatur 80oC dengan menggunakan katalis NaOCH3 dalam reaktor.
Gliserol dan metanol kemudian dipisahkan dari metil ester. Larutan metanol
dapat dipisahkan dalam kolom separator sedangkan gliserol yang terbentuk
dimurnikan secara penyulingan (destilasi), sehingga dihasilkan gliserol dengan
kemurnian 90%. Trigliserida bisa dengan cepat ditransesterifikasi secara batch
pada tekanan atmosfer dan temperatur 60-70oC dengan metanol berlebih dan
katalis alkali. Sebelum ditransesterifikasi, lemak atau minyak harus
dibersihkan dari Asam Lemak Bebas (ALB). Perlakuan ini tidak dibutuhkan
jika reaksinya dilakukan pada tekanan hingga 9000 kPa dan temperatur yang
tinggi (240oC) dibawah kondisi ini esterifikasi dan transesterifikasi berjalan
secara simultan. Campuran pada akhir reaksi dialirkan ke settle. Lapisan
sebelah bawah adalah gliserin dikeluarkan, sementara lapisan atas metil ester
dicuci untuk membuang sisa gliserin dan untuk diproses lebih jauh. Kelebihan
metanol didapatkan kembali dikondensor, dikirim ke kolom pembersihan
untuk pemurnian, dan kemudian di recycle.
Transesterifikasi secara kontinu juga baru bisa diterapkan untuk
kapasitas yang besar bergantung pada kualitas feed. Unit-unitnya didesain
untuk beroperasi pada tekanan dan temperatur yang tinggi atau pada tekanan
dan temperatur yang rendah.
Gambar 2.6 Proses Transesterifikasi lemak/minyak
Henkel proses dioperasikan pada 9000 kPa dan 240oC menggunakan
umpan minyak yang belum murni (unrefined oil). Unrefined oil, metanol
berlebih, dan katalis diketahui jumlahnya dan dipanaskan hingga 240oC
sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Kelebihan metanol yang besar dari
reaktor menuju bubble fried column untuk pemurnian. Metanol yang diperoleh
direcycle ke sistem.
Campuran dari reaktor masuk ke separator dimana gliserin lebih dari
90% konsentrasi dipisahkan. Kemudian metil ester diumpankan menuju kolom
distilasi untuk pemurnian.
Tabel 2.2 Perbandingan Proses Pembuatan Gliserin
ParameterHidrolisis Minyak
(Fat Splitting)Saponifikasi Transesterifikasi
Temperatur/oC 250 70 50-70
Tekanan/atm 50 1 1
Konsentrasi
gliserin/%12-20 10-25 25-35
Konversi/% 97-99 98 99
Produk
SampingAsam lemak Sabun Metil Ester
Kelebihan
Bisa diproses
dengan atau tanpa
katalis
Bahan baku
murah
Tanpa katalis Konversi
produk yang
tinggi
Konsentrasi
gliserin yang
tinggi
Kebutuhan
energi rendah
Produk samping
(metil ester)
lebih ekonomis
daripada
produk proses
lain
Kekurangan
Konsumsi energi
yang besar
(karena butuh
suhu dan tekanan
yang tinggi)
Konsentrasi
gliserin rendah
Terbentuknya
emulsi, dapat
mengurangi
konversi
gliserin
Banyak air
garam yang
harus dibuang
Dari perbandingan proses tersebut maka proses yang dipilih pada
perancangan pabrik gliserin ini adalah transesterifikasi. Beberapa dasar
pertimbangan pemilihan proses yaitu :
a) Konsumsi energi yang rendah
Produksi gliserin dengan metanolisis membutuhkan suhu dan tekanan
reaktor yang lebih rendah dibandingkan hidrolisis dan saponifikasi
b) Peralatan yang tidak terlalu mahal
Gliserin adalah produk samping dari produksi metil ester. Metil ester
bersifat non-korosif dan diproduksi pada kondisi operasi suhu dan tekanan
yang rendah, sehingga bisa diproses dalam alat yang terbuat dari Carbon
Steel. Sedangkan asam lemak dari proses hidrolisis bersifat korosif dan
membutuhkan alat dari stainless steel.
c) Gliserin yang dihasilkan lebih tinggi
Transesterifikasi adalah reaksi yang kering dan menghasilkan konsentrasi
yang tinggi. Sementara hidrolisis dan saponofikasi menghasilkan gliserin-
air yang mengandung lebih dari 80% dan 75% air, lebih dan sehingga
pemurnian selanjutnya membutuhkan lebih banyak energi.
d) Lebih mudah dimurnikan
Gliserol hasil proses transesterifikasi lebih mudah dipisahkan daripada
proses hidrolisis dan saponifikasi. Karena busa yang terbentuk sedikit.
B. Metoda Pencucian Gliserin
Gliserin diperoleh melalui proses produksi di atas belum lagi murni
dan harus melalui proses pemurnian konsentrasinya. Ada dua proses
pemurnian yang dipakai.
a. Metoda Konvensional
Yaitu dengan cara memisahkan cairan sabun dari gliserol dengan
aluminium atau besi klorida dengan cara evaporasi, distilasi deodorisasi dan
bleaching.
Pada dasarnya, langkah-langkah memproduksi gliserin berkadar tinggi
dengan kemurnian 99% sama saja. Penghasilan cairan sabun atau gliserol
ditambah asam mineral untuk pemecahan berbagai molekul sabun dan
pembebasannya dari asam lemak. pH disesuaikan dan alumunium atau besi
klorida sebagai floccolant ditambahkan untuk mendapatkan kemurnian, yang
setelah itu disaring. Kemudian disesuaikan pHnya 6,5 ke atas, sebelum
diumpankan ke dalam evaporator.
Tipe evaporator yang memakai single atau multiple efek berdasarkan
volume material yang diproses. Gliserin kasar setelah evaporasi punya
konsentrasi 80-88%. Garam yang dipisahkan dan dikeluarkan selama
evaporasi dari perlakuan cairan sabun gliserol.
Akumulasi dalam tepat garam di bawah evaporator. Basa direcover dan
direcycle ke pembuatan sabun. Gliserin kasar dari evaporator didistilasi dalam
keadaan vakum 660-1330 Pa. Panas didalamnya dijaga selama evaporasi agar
temperatur di bawah 200oC. Ini dilakukan untuk mencegah polimerisasi dan
dekomposisi gliserin yang dimulai pada suhu 204oC. Pengontrolan kondensasi
dari pemisahan uap gliserin dari uap air.
Kondensasi gliserin yang mencapai 99% kemurnian melalui
deodorisasi dengan memasukkan panas kedalamnya pada penampung
deodorisasi keadaan vakum. Gliserin akhirnya dibleaching dengan karbon
aktif dan disaring untuk menghasilkan konsentrasi lebih dari 99%.
Gambar 2.7 Pencucian Gliserin Dengan Metode Konvensional
b. Metoda Pertukaran Ion
Metoda pertukaran ion dari pemurnian gliserin merupakan hal lazim
dan diterima luas karena operasi yang sederhana dan energi konsumsi yang
rendah. Metode ini didasarkan pada penggunaan resin penukar ion yang cocok
dan partikel yang sesuai untuk menyaring gliserin dari pemecahan lemak atau
transesterifikasi. Jika kadar garam tinggi, pada saponifikasi perlu proses untuk
merubah garam tersebut.
Pemurnian dengan pertukaran ion tergantung lanjutan sebelum
penyaringan material berdasarkan hasil dengan memakai kation kuat, anion
lemah dan tempat campuran anion kation kuat. Pertukaran ion beroperasi
secara efisien dengan cairan 24-40% gliserin.
Caranya berdasarkan eliminasi permukaan resin bekas asam lemak
bebas, lemak hewan dan mineral lain yang akan dimurnikan. Makanya
konsentrasi pemurnian cairan gliserin didasarkan pada evaporasi (penguapan)
memakai multiple efek evaporator untuk memproduksi gliserin dengan
kemurnian lebih dari 99%. Akhir dekolorisasi berdasarkan dengan
mengaktifkan permukaan karbon atau perlakuan dengan karbon aktif
berdasarkan filtrasi menghasilkan gliserin yang bagus.
Perbandingan metode konvensional dengan metoda pertukaran ion.
Metoda konvensional butuh fleksibilitas lebih besar tapi memakai energi lebih
banyak, berdasarkan hal itu maka air harus diuapkan dan gliserin tersebut di
distilasi pada temperatur yang lebih tinggi. Metoda pertukaran ion tidak
memakai energi tapi tidak bisa dipakai untuk gliserol bila terdiri dari klorida
yang tinggi. Klorida kotor berada pada resin pertukaran ion.
Gambar 2.8 Pencucian Gliserin Dengan Metode Pertukaran Ion
C. Penyulingan Gliserin
a. Distilasi gliserin
Distilasi gliserin dilakukan denagn menggunakan steam dibawah
vakum tinggi dan peningkatan temperatur. Tekanan uap gliserin pada tekanan
udara 760 mmHg pada 290oC, dan karena gliserol mulai berpolimerisasi pada
200oC, distilasi harus dilakukan pada tekanan rendah. Saat distilasi
berlangsung pada steam tekanan parsial gliserol dikurangi, untuk menjaga
tekanan total. Dengan persamaan sebagai berikut:
Distilasi gliserin dioperasikan pada tekanan absolute 5-6 mmHg dan
temperature 165oC. Reaksi kimia yang tidak diinginkan dapat terjadi dalam
gliserol mentah atau kasar.
Pembentukan komponen Nitrogen dari proteinoeus pada gliserin kasar
(tidak dipindahkan dalam proses treatment) dengan gangguan suhu. Bersama
dengan produk dekomposisi yang rusak, impuritis di dalam gliserin ikut
disuling. Oleh karena itu, sangat penting membatasi waktu pada saat
temperatur maksimum.
Pembentukan gliserol ester oleh reaksi sabun (Berat Molekul rendah)
dengan reaksi sebagai berikut :
C3H5(OH)3 + R-COONa C3H5(OH)2-O-CO-R + NaOH
Pembentukan polygliserol dengan bantuan NaOH yang sangat penting untuk
mengontrol alkalinity dari gliserol kasar ke level optimum.
Pembentukan acrolein (CH=CHCHO), dimana digunakan dalam
menghilangkan bau zat yang terkotaminasi. Jumlah total stripping stream dari
distilasi sekitar 20% dari jumlah gliserol yang diproses. Jumlah ini lebih besar
dengan kualitas umpan yang kurang baik. Bagaimanapun tidak semua steam
diinjeksi, seperti air yang berasal dari gliserin kasar (80%) mengalir menuju
steam dan dibagi sesuai kebutuhan.
b. Penarikan dan Pembuangan Residu
Residu yang terakumulasi pada dasarnya masih mengandung sedikit
gliserol, gliserol polimer, aldehid resin, produk organik dari dekomposisi dan
garam. Sedikitnya ada dua metode untuk memindahkan residu :
a) Penerima residu yang ditempatkan sedemikian rupa untuk menampung
residu, yang secara periodic akan dipindahkan kedalam tangki cairan untuk
diproses ulang.
b) Gliserin dipindahkan secara kontinu dan disaring kembali untuk
mendapatkan gliserin
Penyulingan gliserin cara “The Crown Iron Work Co. Press”,
direpresentasikan secara kontinu pada proses destilasi menggunakan lebih
banyak suplai sweet water atau bahan sabun gliserin mentah.
Gliserin kasar dipanaskan secara regeneratf dengan destilasi gliserin.
Cairan (liquor) kemudian masuk dan dipanaskan sampai mencapai suhu 165oC
dan disirkulasikan oleh pompa sirkulasi. Cairan (liquor) yang disirkulasikan
adalah sebagian uap air yang diuapkan dengan bantuan vacum (6 mmHg) dan
sparging uap air dalam suhu kamar. Uap air naik melalui bagian separasi
menuju alat kondensasi. Disitu uap air dikondensasikan dalam suatu lapisan
dan diedarkan kembali, didinginkan dan gliserin disuling. Uap yang tersisa
masuk kembali ke dalam kondensor scavenging dan gliserin yang terpadatkan
atau terkondensasi (80-90%) gliserin, yang akan dikirim ke gudang
penyimpanan. Gliserin dibawah standar adalah gliserin refined yang
jumlahnya dikumpulkan 2-3 hari dalam tiap bulannya. Biasanya gliserin
dibawah standar diolah menjadi gliserin yang dibawah standar.
Residu yang berada yang ada di bagian bawah merupakan residu yang
kaya akan gliserol (>25%). Dalam jumlah kecil (0.5-1%) asam fosfat
ditambahkan untuk menjaga residu lembut dengan menurunkan pH untuk
menjaga dan menghambat pembentukan poligliserol. Kemudian, residu
dipanaskan dengan resirkulasi pemanas eksternal hingga suhu 175oC dan
secara parsial diuapkan dibawah vacum dan 25% stripping steam. Lebih
banyak uap yang terkondensasi pada kaki kondensornya dan kemudian
menghasilkan gliserin kasar.
Residu yang berada dibawah kaki kondensor dipindahkan kedalam
drum untuk disimpan. Gliserin didestilasi dari gliserin kasar akan dievaporasi
ulang dalam deodorizer pada temperatur 130oC-140oC dengan vacuum tinggi
dan stripping steam dan panas luar. Untuk menjaga perpindahan agar tetap
optimal dari material yang bersifat odoriferous dan kelembaban residu.
Gliserin didinginkan sebelum di alirkan kekolom karbon aktif, kemudian
warna dan bau-bauan material dihilangkan. Gliserin yang sudah melalui proses
bleaching disaring kemudian dipindahkan ke butir partikel karbon untuk
didinginkan lebih lanjut dan dikirim ke gudang penyimpanan.
Gambar 2.9 Flowsheet Wurster & perencanaan Sanger pemurnian gliserin.
Courtesy of Crown Iron Works Co
c. Alat Penukar Panas Permukaan
Sebuah metode alternatif penyulingan gliserin adalah dengan
menggunakan sistem film-tipis dengan system pengeringan. LCI Corp
menggambarkan proses sebagai berikut. Proses ini menggunakan metode
berlawan untuk memisahkan uap yang mengalir ke atas melalui pengering film
tipis dari umpan cair yang mengalir ke bawah. Pengering tipis-film terdiri dari
dua bagian utama: badan pemanas dan rotor. Gliserin mentah dipanaskan
memasuki pengering tangensial di bagian atas, di bagian atas adalah zona
pemanasan, dan didistribusikan secara merata selama keliling bagian dalam
dinding badan pemanas dengan rotor. Produk spiral ke dinding sementara
busur gelombang dikembangkan oleh bilah rotor menghasilkan arus yang
sangat turbulen dan fluks panas yang optimal. komponen volatil, seperti
gliserin dengan cepat menguap. Suhu pemanasan dipilih untuk penguapan dari
gliserin yang kental dalam penukar panas yang terpisah. Penguapan
berlangsung kondisi vakum tinggi. Noncondensables dihapus oleh sistem
vakum. Gliserin kental dipompa dari sistem ke tahap pemurnian tambahan jika
diperlukan. Komponen terbang atau residu dibuang dari bagian bawah
pengering sebagai bubuk. Rotor menghilangkan materi padat atau kental
encrusting (biasanya kaya garam) dari permukaan panas, dengan demikian
mempertahankan kondisi aslinya perpindahan panas tinggi untuk waktu yang
lama tanpa mematikan untuk pembersihan.
Kelebihan dari jenis proses yang berkelanjutan selama distilasi batch
atau kontinyu dalam "still pot" termasuk waktu tinggal rendah (sekitar 1
menit) dan perbedaan kecil antara suhu uap dan suhu film cair. Mencermati
kontrol suhu gliserin sangat penting, seperti gliserin sensitif terhadap panas
yang tinggi yang menyebabkan bau, warna, dan masalah kualitas lainnya.
Selain itu adanya uap stripping diperlukan yang mengurangi biaya modal dan
operasional dari sistem vakum dan konsumsi energi secara keseluruhan.
Gambar 2.10 Flowsheet of Mazzoni Glycerine Recycling Plant. Countersy Of
Mazzoni LB
d. Pertukaran ion
Resin pertukaran ion dapat digunakan untuk memurnikan gliserin
dalam proses yang beredar di gliserin mentah melalui kolom resin kation dan
anion. Disana, kation (Na +, Ca+, dan Mg2+) yang ditukar dengan ion H+ dan
anion (Cl- dan SO42-) dikeluarkan oleh resin. Resin kation ini diregenerasi
dengan asam mineral (HCl atau H2SO4) sedangkan resin anion diregenerasi
dengan kaustik soda. Meskipun proses ini efektif, belum terbukti secara
ekonomis efisien, karena biaya yang terlibat dengan regenerasi resin dan
dengan pembuangan sampah.
e. Sistem Vakum
Sistem vakum untuk pabrik distilasi adalah sistem umum untuk
menghilangkan bau dan masih terdapat endapan (jika tersedia). Untuk
mencapai kekosongan 10-12 mm Hg diperlukan dalam peralatan penyulingan,
sistem vakum biasanya dirancang untuk 6-8 mm Hg mutlak, untuk
memungkinkan tekanan peralatan perbedaan, kerugian pipa, kebocoran, dll.
Kebanyakan sistem memiliki kondensor permukaan atau kondensor
barometric, diikuti oleh jet booster atau pompa multi-tahap vakum. Air
pendingin dan kondensasi dengan pemanasan yang baik tersebut biasanya
berkualitas baik, karena hampir semua condensables dikeluarkan oleh bagian
kondensasi.
D. Stabilisasi Dan Penyimpanan
Gliserin kasar dan encer mengandung sedikitnya beberapa materi
suspensi (endapan garam) yang harus dibuang selama proses penyimpanan.
Kemudian untuk menghindari bercampurnya material ini kedalam proses
ketika luquor diambil direkomendasikan untuk menggantikan nozel yang
terletak dibawah level terendah tanki serta pengosongan dan pencucian tanki
secara periodik.
Larutan gliserol encer (<50%) merupakan subjek untuk fermentasi
yang akan mengurangi yield dan mengakibatkan kemunduran produk gliserol
yang dihasilkan. Dan gliserol dijaga pada suhu 70oC dan atau pada konsentrasi
tinggi yang akan mencegah masalah ini. Pertambahan konsentrasi gliserin
akan menyebabkan kesulitan dalam pemompaan. Pada suhu yang rendah
karena mamiliki viskositas yang tinggi maka direkomendasikan agar gliserin
dipompa pada suhu 40oC-50oC, temperatur yang rendah akan menyebabkan
kesulitan saat pemompaan dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan
perubahan warna gliserin. Jika menggunakan coil pemanas atau steam, penting
untuk menggunakan tekanan steam rendah sehingga tidak terlalu memanaskan
gliserol dan mengakibatkn rusaknya produk vesel basa direkomendasikan
untuk mencegah pembentukan asam lemak terdapat didalam tanki tersebut
karena gliserin bersifat higrokopis maka kelembaban dapat dihilangkan dari
tanki penyimpanan gliserin.
Gliserin yang dipanaskan jangan disimpan didalam tanki yang terbuat
dari tembaga atau besi karena garam tembaga atau besi dapat mengkatalis
reaksi oksidasi terhadap gliserin pada kondisi tertentu.
E. Aroma Dan Warna
Masalah warna dan rasa dapat dihindari dengan menggunakan bahan
mentah berkualitas, threating dan penyimpanan gliserol kasar dan mencegah
kenaikan suhu untuk waktu yang lama pengotor dalam gliserin kasar
khususnya zat organik bukan trigliserida menyebabkan turunnya kualitas dan
kuantitas gliserin yang disaring. Jika zat organik bukan gliserida dikandung
tinggi dari 3-5%, masalah aroma, rasa dan warna akan timbul pada produk
akhir. Trimetilen glikol yang ada bersama zat organik bukan trigliserida dapat
menyebabkan perubahan warna dari gliserin dan menimbulkan masalah dalam
penyimpanan.
F. Manfaat Gliserin
Kegunaan dari gliserin sangat fenomenal, berdasarkan pengamatan
hingga 1700 kegunaan telah diketahui. Gliserin secara luas digunakan dalam :
1. Produk alami, tidak beracun dan aman untuk dikonsumsi manusia
2. Gliserin adalah humectant, emulsifier dan plasticiser yang baik
3. Kompatible dengan berbagai macam material dan bercampur dengan baik
Di bawah ini beberapa kegunaan dari gliserin :
1. Perekat, digunakan untuk plasticizing
2. Agriculture digunakan dalam bentuk spray dips
3. Antifrizer/anti beku
4. Pembersih dan pengkilat
5. Pencegah korosi digunakan untuk melapisi permukaan logam
6. Kosmetik, misalnya, dalam krim kulit dan lotion, sampo dan hair
condisioner, sabun dan deterjen
7. Bahan peledak untuk pembuatan trinitrogliserin
8. Farmasi, untuk pembuatan antibiotik
9. Resin
10. Tekstil, untuk perlakuan antistik, anti shrink, dan water proofing.
Diagram kegunaan gliserin
36%
16%
30%
2%
6%
10%Alkid Resin
Tobaccoproduk
cosmetic /Pharmaceutical
Explosive
Urethane
Food /BeveragesGambar 2.11 Diagram Kegunaan Gliserin
Selain beberapa manfaat di atas, gliserin juga berguna dalam bentuk :
1. Campuran gliserin dengan PK*
Gliserin kalau bercampur dengan kristal PK* akan menimbulkan
api kimia. Tuang gliserin di selembar kertas, lalu ditaburkan kristal PK,
tidak lama kemudian kertas itu pasti akan mengepulkan asap putih dan
lantas hangus dilahap kobaran api. Jangan lupa sediakan air untuk
menyiram api.
PK* adalah kalium permanganat, merupakan oksidator kuat yang
sering digunakan untuk mengobati penyakit ikan akibat ektoparasit dan
bakteri. PK kalau tercampur air, warnanya merah dan baunya seanyir
darah. Larutan serbuk PK yang dicampur dengan air mandi biasanya
digunakan untuk penderita yang menderita alergi, kudis, kurap, panu dan
teman-temanya.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin merupakan salah satu bahan dasar dari propelan jenis
double base. Campuran nitrogliserin dan nitroselulosa merupakan bahan
yang umum digunakan dalam industri bahan peledak. Sampai saat ini
kebutuhan bahan peledak masih diperoleh dari luar negeri termasuk
nitrogliserin yang merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan
propelan jenis double base. Nitrogliserin dapat dihasilkan melalui proses
nitrasi pada kondisi tertentu dengan menggunakan campuran asam nitrat
dan asam sulfat.
Asam-asam tersebut pada saat ini telah dapat diproduksi di dalam
negeri begitu pula gliserinnya. Dewasa merupakan hasil samping pada
industri sabun telah dapat diperoleh dengan kadar 85-99,5 %. Dengan
tersedianya bahan baku nitrogliserin di dalam negeri, maka Universitas
Indonesia bersama BPPIT Dephankam memandang perlu untuk
melakukan studi pembuatan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
di dalam negeri, yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam
memecahkan masalah ketergantungan dari luar negeri dalam pemenhuhan
kebutuhan bahan baku tersebut.
Disisi lain juga membantu industri itu sendiri di dalam
pengembangan diri dalam berproduksi. Dengan memperhatikan hal
tersebut diatas perlu diupayakan untuk mengembangkan kemampuan yang
dimiliki dalam rangka mendukung kepentingan Pertahanan dan Keamanan
Negara
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Gliserin adalah suatu tribasic alkohol yang terdapat di alam dalam bentuk
trigliserida yang merupakan trigliseril ester dari asam lemak.
2. Cara pembuatan gliserin :
1) Safonifikasi lemak dan minyak memakai soda kaustik yang
merubahnya ke bentuk sabun dan gliserin.
2) Hidrolisis dari lemak dan minyak dengan bantuan katalis untuk
menghasilkan asam lemak dan gliserin: air manis yang dibentuk terdiri
16-20% gliserin.
a. Proses Twitchell
b. Proses Autoclave Batch
c. Proses Kontinu
d. Proses secara Enzimatik
3) Transesterifikasi yang menghasilkan gliserin dari trigliserida saat
lemak dan minyak direaksikan dengan metanol dengan bantuan katalis
untuk menghasilkan metil ester. Dalam proses ini, konsentrasi gliserin
ada sekitar 90% bisa berdasarkan saat reaksi kering.
3. Proses yang paling baik untuk pembuatan gliserin adalah transesterifikasi
karena Gliserin yang dihasilkan lebih tinggi, lebih mudah dimurnikan,
konsumsi energi yang rendah, dan peralatan yang tidak terlalu mahal.
4. Metoda pemurnian gliserin ada dua,yaitu :
1) Metoda Konvensional
2) Metode Pertukaran Ion
5. Metode penyulingan gliserin ada 4, yaitu:
1) Distilasi gliserin
2) Penarikan dan pembuangan residu
3) Alat penukar panas permukaan
4) Pertukaran ion
5) Sistem vakum
6. Sumber Gliserin
Gliserin murni (Rafinat), gliserin ini tidak berwarna sesuai dengan
kegunaannya dalam industri makanan dan kosmetik. Dihasilkan dari
95-99.5% gliserol.
Gliserin untuk industri, gliserin ini memberi warna kuning pucat
dengan 99% gliserol.
Gliserin Sintetis
Klorinasi propilen
Hidrolisis Epichlorchidrin
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka. http://www.scribd.com/doc/47232205/Chapter-II. Diakses Tanggal 6 Mei 2011.
Hakiki. R. 2010. Bab 2 Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20262/4/Chapter%20II.pdf. Diakses Tanggal 5 Mei 2011.
Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial oil and Fat Products Volume 5, Edisi 5. New York: Jhon Wiley and Sons, INC.
Mahani. 2008. Tugas Akhir Prarancangan Pabrik Gliserol Dari Crude Palm Oil (CPO) dan Air Dengan Proses Continuous Fat Splitting Kapasitas 44.000 ton/tahun. http://etd.eprints.ums.ac.id/1089/1/D500040051.pdf. Diakses Tanggal 6 Mei 2011.
Nadeak, D.A. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22654/4/Chapter%20II.pdf. Diakses Tanggal 6 Mei 2011.
Tambun, Rondang. 2006. Hibah kompetisi Konten matakuliah e-learning Usu-
inherent 2006 Buku ajar Teknologi oleokimia (tkk - 322). http://e-course.usu.ac.id/content/teknik0/teknologi0/textbook.pdf. Diakses Tanggal 6 Mei 2011.
Zulfikar. 2010. Gliserol. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/biomolekul/gliserol/. Diakses Tanggal 5 Mei 2011.