glaukoma

20
BAB I PENDAHULUAN Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan menyebabkan kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi tekanan bola matanya masih normal tetapi tetap terjadi kerusakan saraf optik yang disebabkan kerusakan saraf optiknya sendiri. Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi. 1-4 Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang 5 . Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya 1

Upload: indri-ari-ningtyas

Post on 01-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

definisi, etiologi, gejala klinis, penatalaksanaan

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga akan menyebabkan kerusakan saraf optik. Dapat pula terjadi tekanan bola matanya masih normal tetapi tetap terjadi kerusakan saraf optik yang disebabkan kerusakan saraf optiknya sendiri.

Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi.1-4

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya lapangan pandang5.

Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular ini disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan5.

Di Indonesia penyakit glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal cukup banyak orang yang menjadi buta karenanya. Pada glaukoma kronik dengan sudut bilik mata depan terbuka misalnya, kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-lahan hampir tidak ada keluhan subjektif. Hal ini menyebabkan penderita datang terlambat ke dokter. Biasanya kalau sudah memberikan keluhan, keadaan glaukomanya sudah lanjut. Dalam masyarakat yang kesadaran atau pendidikannya masih kurang, dokter perlu secara aktif dapat menemukan kasus glaukoma1.

Survei Departemen Kesehatan RI 1992 menunjukkan, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua (0,2 %) setelah katarak. Berbeda dengan kebutaan akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat permanen.6

Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan, deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi sangat penting

Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian ; glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. 1-4

Dari semua jenis glaukoma di atas, glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus Glaukoma Absolut pada seorang wanita berusia 64 tahun yang datang ke Poli Mata RSUD Kepanjen1.1 Rumusan Masalah

I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma?1.2 Tujuan

I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan glaukoma

1.3 Manfaat

1.4.1Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya glukomaI.4.2Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata BAB II

STATUS PASIEN

2.1Identitas PasienNama

: Ny. MJenis Kelamin: PerempuanUmur

: 64 tahun

Alamat : Gondang LegiPendidikan

: SDPekerjaan

: Ibu Rumah TanggaStatus

: Menikah

Suku Bangsa: Jawa

Tanggal Periksa: 28 April 2014No. RM

: 3384602.2 Anamnesisa. Keluhan Utama : Kedua mata tidak bisa melihatb. Riwayat Penyakit Sekarang : Ny. M datang ke poli mata RSUD kepanjen dengan keluhan kedua mata tidak bisa melihat sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu secara perlahan. Saat ini pasien merasa tidak bisa melihat dengan kedua matanya dan pasien juga merasa kedua mata terasa kelilipan seperti mengganjal. Pasien juga mengeluhkan mata cekot-cekot kadang merasa pusing namun pasien tidak mengeluhkan pengelihatan berkabut atau keluarnya air mata. c. Riwayat Penyakit Dahulu : Operasi mata

: Disangkal

Diabetes militus

: Disangkal

Hipertensi

: + sejak dulu dan tidak terkontrol

Riwayat memakai kaca mata : Disangkald. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama.

Tidak ada keluarga yang buta

Hipertensi (-), DM (-)

2.3Status Generalis

Kesadaran : compos mentis (GCS 456)

Vital sign

Tensi: - mmHg

Nadi: - x/mnt

Pernafasan : - x/mnt

Suhu : dalam batas normal2.4Status OftalmologisODPemeriksaan MataOS

LP ( - )VisusLP ( - )

N+1/PTION+1/P

Ortophoria KedudukanOrtophoria

SHAPE \* MERGEFORMAT

Pergerakan SHAPE \* MERGEFORMAT

Hiperemi (-), Edema (-), spasme (-)Palpebra Hiperemi (-), Edema (-), spasme (-)

Hiperemi (-) CI (), PCI (), jaringan fibrovaskular (-) KonjungtijvaHiperemi (-)CI (), PCI (), jaringan fibrovaskular (-)

Putih SkleraPutih

keruh, Edema(-), infiltrate (-), Arkus senilis (+)Korneakeruh, Edema (-), infiltrate (-), Arkus senilis (+)

DalamCOA Dalam

rad. line (+),RegulerIrisrad. line (+), Reguler

Sentral, round, Reflek cahaya (-),

( 3 mmPupilSentral, round,Reflek cahaya (-),

( 3 mm

JernihLensaJernih

LP ( - )Tes konfrontasiLP ( - )

2/10 54, 7mmHgTonometri2/10 54, 7mmHg

Slit LampSLOD : Konjungtiva hiperemis (-), injeksi perikornea (-), pterigium (-), kornea jernih , bilik mata depan kesan normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih.2.5Diagnosis Suspect ODS glaucoma absolut2.6Penatalaksanaan

Planning Diagnosis : Gonioskopi, Perimetri Goldman

Planning Therapy

: ODS Trabekulektomi (pasien menolak)R/ Asam mefenamat 500 mg tab no. XXVS 3 dd 1R/ Acetazolamide 250 mg tab no. XXVS 3 dd tab I

R/ Timolol 0,5% ed no. IS 2 dd gtt 1 (ODS)

R/ Cendo carpine ed no. I

S 6 dd gtt I (ODS)

Kontrol 1 minggu lagi

2.7 Rencana Monitoring

Inspeksi diskus optikus secara teratur Pengukuran tekanan intraokular secara teratur Pengukuran lapang pandang secara teratur Keluhan subjektif

2.8 KIE

Memberikan pengertian pada pasien tentang penyakitnya Menjelaskan prosedur terapi yang bisa dilakukan Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul Menjelaskan prognosis penyakit pasien Menjelaskan tentang pengaruh hipertensi perjalanan penyakit glaucoma

Menggalakkan pasien untuk berolah raga dan mengingatkan pasien untuk tidak minum air dalam jumlah banyak untuk masa yang singkat2.9 PrognosisAd vitam

: dubia ad malamAd Functionam

: dubia ad malamAd Sanationam

: dubia ad malam

BAB III

DISKUSI

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intraokular. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 jenis yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup 1-4.

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut3.

Diagnosis suspect glaukoma absolut pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis utama yang dikeluhkan sehingga pasien datang ke rumah sakit adalah tidak bias melihat pada kedua mata. Hal tersebut terjadi secara perlahan-lahan. pasien juga merasakan ada semacam rasa mengganjal, kelilipan, rasa cekot cekot dan kadang pusing.Dari anamnesa, pasien mengaku kedua mata tidak dapat melihat, hal itu mungkin dikarenakan terjadinya kelainan pada sistem drainase sudut kamera anterior atau ganggauan akses humor akueus ke sistem drainase sehingga terjadi gangguan aliran keluar dari humor akueus yang menyebabkan peningkatan dari tekanan intraokuler yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada syaraf optik dan berakibat terjadinya kebutaan. Peningkatan dari tekanan intraokuler ini yang menyebabkan pasien merasa pusing hingga cekot-cekot di bagian mata hingga kepala.

Gambar 1. Glaukoma absolut

Pada pasien ini terjadinya glaukoma absolut diduga disebabkan oleh glaukoma primer yang kronis yang berjalan lambat dan sering tidak diketahui kapan mulainya, karena keluhan pasien sangat sedikit atau samar. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan kadang-kadang penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat. Pada glaukoma simpleks (glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata terbuka) ditemukan perjalanan penyakit yang lama akan tetapi berjalan terus sampai berakhir dengan kebutaan yang disebut sebagai glaukoma absolut. Karena perjalanan penyakit yang demikian maka glaukoma simpleks disebut sebagai maling penglihatan3.Dari riwayat penyakit dahulu, didapatkan adanya riwayat hipertensi. Mungkin hal ini juga bisa dijadikan pertimbangan dalam terjadinya glaukoma ini. Dimana tekanan darah yang meningkat dapat menyebabkan tekanan intraokuler juga ikut meningkat.Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan dan kiri adalah LP (negative), hal ini disebabkan peningkatan tekanan intraokuler sehingga terjadi iskemia akson saraf yang berakibat berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik menyebabkan diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus yang menyebabkan gangguan dari penglihatan sehingga mata tidak dapat mempersepsikan cahaya yang masuk.

Pada pemeriksaan tekanan intraocular dengan palpasi didapatkan N+1dan dibuktikan juga dengan pemeriksaan tonometri dan diperoleh nilai TIO mata kanan dan kiri pasien adalah 54,7 mmHg.Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis adanya glaukoma dapat dilakukan1-3:

1. Pemeriksaan Lapang Pandang

Pemeriksaan ini penting untuk menegakan diagnosis, meneliti perjalanan penyakitnya, dan untuk menentukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menujukan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukan adanya macam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, yaitu seolaholah melihat melalui teropong dan akhirnya menjadi buta.

2. Pemeriksaan oftalmoskopi

Pada pemeriksaan ini, akan terlihat penggaungan dan atrofi tampak pada papil N. II. Ada yang mengatakan, bahwa pada glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer, yang disebabkan oleh insufisiensi vaskular. Sebab menurut penelitian kemunduran fungsinya terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya telah dinormalisir dengan obat obatan ataupun dengan operasi. Juga penderita dengan kelainan sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis, lebih mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan intraokuler, dari pada yang lain. Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to-disc ratio (CDR) lebih besar dari 0.5, dan asimetri CDR antara dua mata 0.2 atau lebih.

3. Pemeriksaan Gonioskopi

Dengan lensa gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan kornea setelah diberikan local anestesi. Lensa ini dapat digunakan untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.

4. Pemeriksaan Tonometri

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui tekanan intraokular. Alat sederhana yang biasa digunakan adalah tonometer Schiotz, yaitu dengan dilakukan indentasi (penekanan) pada kornea. TIO > 20 mmHg di curigai adanya glaukoma. TIO > 25 mmHg pasien menderita glaukoma.

5. Tes Provokasi

Tes provokasi yang sering dilakukan adalah uji kopi, uji minum air, uji steroid, uji variasi diurnal, dan uji kamar gelap.

Efek peningkatan tekanan intraokular di dalam mata ditemukan pada semua bentuk glaukoma, yang manifestasinya dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan tekanan intraokular. Tekanan intraokular yang normal berkisar antara 15-20 mmHg (dengan Schiotz). Umumnya tekanan 24,4 mmHg masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap high normal dan kita sudah harus waspada2.

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik, dan prosessus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea1.

Pemilihan pengobatan glaukoma dapat dibagi berdasarkan jenis glaukomanya. Pengobatan ditujukan pada penyebabnya dan juga terhadap glaukomanya sendiri. Walaupun glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari glaukoma, tetapi terapi medikamentosa masih diperlukan. Terapi medikamentosa pada glaukoma absolut, prinsip penatalaksanaannya adalah menurunkan TIO, memberi terapi simptomatik, dan mengatasi ketidakmampuan penglihatan pasien.

Pada pasien ini diberikan obat peroral dan topical. Obat peroral yang diberikan yaitu asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgetik dan antiinflamasi untuk mengurangi nyeri kepala yang dikeluhkan penderita. Asam mefenamat diberikan 3 x 500 mg, sesuai untuk dosis dewasa. Selain itu, obat oral lain yang diberikan adalah asetazolamid yang berfungsi untuk menekan produksi humor akueus . Dosis asetazolamid 125-250 mg sampai 3x sehari peroral atau 500 mg sekali atau 2x sehari atau secara IV (500 mg). Pemberian obat ini dapat menimbulkan poliuria. Efek samping asetazolamid antara lain anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal1,3.

Obat topical yang diberikan pada pasien antara lain Timolol 0,5 % ed 2 dd gtt 1 dan Cendo carpine 2 % ed 6 dd gtt1, yang fungsinya untuk menurunkan tekanan intraokular dengan menarik cairan dari dalam mata, menekan produksi humor akueus dan juga mendilatasikan pupil untuk mencegah terbentuknya sinekia posterior yang permanen1,3.

Timolol maleate adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif yang digunakan untuk pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5% dan 0,68%. Sama seperti Brinzolamide, Timolol maleate mengurangi tekanan pada mata akibat glaukoma. Selain itu diberikan pula Cendo carpine 2-4 %, 3-6 kali satu tetes sehari berfungsi membesarkan pengeluaran cairan mata1,3.

Pengobatan lain untuk glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alcohol retrobulbar atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit2,3,7.BAB VIPENUTUP1.1 Kesimpulan

a. Glaukoma dapat mengenai semua usia tapi paling sering usia di atas 40 tahun. Glaukoma absolut adalah tipe glaukoma yang telah terjadi kebutaan secara total.

b. Terdapat beberapa faktor yang diduga terlibat dalam terjadinya glaukoma, antara lain:Usia, Genetik, Hipertensi, Diabetis mellitus, Kelainan refraksi yang ekstrim, Trauma pada mata, Penggunaan jangka panjang obat yang mengandung steroid, TIO yang tinggi, > 21 mmHg, Asimetri TIO dan CDR kedua matac. Patofisiologi glaukoma adalah: 1) produksi cairan aqueus yang berlebihan dari korpus siliaris, sedangkan pengeluaran pada jalinan trabekular dan kanalnya normal, 2) hambatan aliran pada pupil sewaktu cairan aqueus melewati kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior, dan 3) pengeluaran di sudut bilik mata terganggu

d. Penegakan diagnosa glaukoma absolut berdasarkan anamnesis (kadang tanpa gejala, penciutan lapang pandang), pemeriksaan fisik (berkurangnya ketajaman visual) dan pemeriksaan penunjang (perimetri, tonometri, oftalmoskop, biomikroskopi, gonioskopi, OCT, fluorescein angiography dan stereophotogrammetry of the optic disc).e. Penatalaksanaan glaukoma meliputi terapi medikamentosa, laser dan bedah dengan indikasi, kontraindikasi dan efek samping masing-masing.1.2 Saran

Pemberian KIE kepada masyarakat mengenai perjalanan penyakit glaucoma serta komplikasi yang dapat terjadi.DAFTAR PUSTAKA

1.Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal : 172-9,220-4.2.Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 2000.hal : 220-38.3.Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. hal : 97-100.4. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In: Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya Medika. 19965. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia. Elsevier Saunders. 20026.Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000. hal : 155-72.7.Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2000. hal : 117-37.9.Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta 1992. hal : 51-7.

10. Ilyas S. et all. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 254-9.

11. Ilyas S. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto. Jakarta. 2001. hal : 54-7.12. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. Second edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.13 Jelita R. 2010, Glaukoma Si Pencuri penglihatan.(online) http://www.pucebebe.com/healthUpdateView.php/view/Nw== Diakses tanggal 9 Oktober 2010

Gambar 2. Peningkatan Tekanan dalam Bola Mata

8