gini rasio kabupaten banyuwangi 2013 i ratio.pdf · 2.2.ketimpangan pembangunan...

39
Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i

Upload: buikhuong

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i

Page 2: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….....1

1.1. Latar Belakang………………………………………………… ….1

1.2. Tujuan……………………………………………………………….2

1.3. Sistematika Penulisan ……… …………………………………….3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….....4

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional…………………………………4

2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah………………………10

2.3. Penyebab Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah ……….13

BAB III METODOLOGI…………………………………………….....................19

3.1. Data dan Sumber Data…………………………………………….19

3.2. Metode Analisis Data……...…………………………………….....19

BAB IV PENDAPATAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KETIMPANGAN

4.1. Produk Domestik Bruto Perkapita…………………………………25

4.2. Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan……………………...…30

BAB V KESIMPULAN…………………………………………….......................35

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………............................37

Page 3: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 1

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan

pada berbagai aspek dalam rangka mencapai kesejahteraan. Adanya perubahan

tersebut setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek yaitu terjadinya peningkatan

pertumbuhan ekonomi, rendahnya tingkat ketimpangan pendapatan, dan

meningkatnya kesempatan kerja. Meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) merupakan cerminan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah,

dimana tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara makro akan

meningkatkan kekokohan struktur perekonomian daerah.

Namun demikian, keberhasilan pembangunan ekonomi yang ditunjukkan

dengan tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada kenyataannya masih

belum mampu menggambarkan tingkat kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Permasalahan yang sering dihadapi seiring dengan meningkatnya pertumbuhan

ekonomi adalah tidak meratanya distribusi pendapatan atau terjadi ketimpangan

yang cukup tinggi antar kelompok masyarakat yang kaya dengan kelompok

masyarakat yang miskin. Ketimpangan pendapatan antar golongan (kaya dan

miskin) yang tinggi tentunya mendorong kecemburuan yang pada akhirnya

menimbulkan konflik yang dapat menggangu pembangunan secara keseluruhan

dalam berbagai aspeknya.

Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi periode 2009-

2013 menunjukkan petumbuhan ekonomi yang cukup menggembirakan, bahkan

secara-rata-rata masih lebih tinggi disbanding pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi menunjukkan

Page 4: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 2

angka 6.75%, sementara Jawa Timur “hanya” 6.55% dan rata-rata nasional

sebesar 5.6%. Sektor pertanian masih mendominasi kontribusinya sebesar 44%

dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi, diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel, dan restoran (28%). Disisi lain, capaian perekonomian

daerah yang cukup menggembirakan tersebut justru mengundang pertanyaan

yeng memerlukan kajian mendalam, yakni apakah keberhasilan pembangunan

ekonomi secara makro di Kabupaten Banyuwangi juga menyebabkan kehidupan

masyarakatnya lebih sejahtera? Apakah hasil pembangunan tersebut dinikmati

oleh seluruh penduduk Kabupaten Banyuwangi?.

Untuk mengkaji permasalahan tersebut perlu diukur dengan melihat

indikator-indikator yang menggambarkan kondisi secara umum permasalahan

ketimpangan. Gini Rasio adalah salah satu indikator yang bisa menggambarkan

kondisi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat di Kabupaten

Banyuwangi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyusunan indikator gini rasio

dalam rangka menganalisis tingkat ketimpangan pendapatan di Kabupaten

Banyuwangi.

1.2. Tujuan

Secara umum, tujuan penyusunan indikator Gini Rasio Kabupaten

Banyuwangi adalah menampilkan indikator yang memberikan gambaran

proporsi tingkat pendapatan yang dapat digunakan untuk perencanaan

pembangunan daerah serta sebagai bahan evaluasi pembangunan daerah.

Sedangkan tujuan khusus penyusunan indikator Gini Rasio Kabupaten

Banyuwangi adalah:

a. Memberi gambaran tentang pendapatan perkapita masyarakat

b. Menggambarkan ketimpangan pendapatan antar golongan penduduk

c. Menggambarkan ketimpangan antar wilayah

Page 5: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 3

1.3. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan meliputi:

Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, dan sistematika

penulisan;

Bab II Tinjauan Pustaka yang berisi konsep dan definisi mengenai

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan;

Bab III Metodologi berisi tentang data dan sumber data, metode analisis dan

pengukuran tingkat ketimpangan menggunakan ukuran gini rasio.

Bab IV Pendapatan, Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan berisi tinjauan

pendapatan perkapita, distribusi pendapatan serta analisis

ketimpangan menggunakan ukuran gini rasio;

Bab V Kesimpulan.

Page 6: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pengelolaan

sumberdaya yang dimiliki daerah dimana pemerintah daerah dan

masyarakat dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

daerah dan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan

merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut

(Arsyad, 1999). Pembangunan regional pada dasarnya adalah berkenaan

dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set

(gugus) variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio

modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di

batasi secara jelas. Adanya pembangunan regional menghasilkan

pertambahan pendapatan masyarakat di wilayah tersebut, yaitu berupa

kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi (Tarigan, 2005).

Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga

berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke

kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riel, artinya dinyatakan

dalam harga konstan. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi

faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal,

tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat

menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut

juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan

yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

Page 7: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 5

Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan

menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan

ketimpangan pendapatan antar daerah. Myrdal (1968) dan Friedman

(1976) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan

menuju kepada divergensi. Ada beberapa teori pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal, diantaranya : (1) Teori

Basis Ekspor; (2) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (3) Teori Pusat

Pertumbuhan; dan (4) Teori Neoklasik.

2.1.1 Teori Basis Ekspor

Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) dipelopori oleh Douglas C.

North (1995) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Teori ini

membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu

wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (non-basis).

Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat

pada kondisi internal perekonomian wilayah tersebut dan sekaligus berfungsi

mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-

basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu

sendiri.

Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu, asumsi pokok

atau yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen

(independent) dalam pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain

terikat (dependent) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung hal ini

berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang

dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor lain terikat

oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya meningkat apabila

pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Asumsi kedua adalah

Page 8: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 6

bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga

tidak akan berpotongan.

Beberapa hal penekanan dalam model teori basis ekspor yaitu, antara

lain (i) bahwa suatu daerah tidak harus menjadi daerah industri untuk

dapat tumbuh dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah

adalah keuntungan komparatif (keuntungan lokasi) yang dimiliki oleh

daerah tersebut; (ii) pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat

dimaksimalkan bila daerah yang bersangkutan memanfaatkan keuntungan

komparatif yang dimiliki menjadi kekuatan basis ekspor; serta (iii)

ketimpangan antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh variasi

potensi masing-masing daerah.

Model teori basis ini adalah sederhana, sehingga memiliki

kelemahan- kelemahan antara lain sebagai berikut, menurut Richardson,

besarnya basis ekspor adalah fungsi terbalik dari besarnya suatu daerah.

Artinya, makin besar suatu daerah maka ekspornya akan semakin kecil

apabila dibandingkan dengan total pendapatan. Ekspor jelas bukan satu-

satunya faktor yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Ada banyak

unsur lain yang dapat meningkatkan pendapatan daerah seperti pengeluaran

atau bantuan pemerintah pusat, investasi, dan peningkatan produktivitas

tenaga kerja.

Dalam melakukan studi atas suatu wilayah, multiplier basis yang

diperoleh adalah rata-ratanya bukan perubahannya. Menggunakan multiplier

basis rata-rata untuk proyeksi seringkali memberikan hasil yang keliru apabila

nilai multiplier dari tahun ke tahun. Beberapa pakar berpendapat bahwa

apabila pengganda basis digunakan sebagai alat proyeksi maka masalah

time lag (masa tenggang) harus diperhatikan. Ada kasus dimana suatu

daerah yang tetap berkembang pesat meski ekspornya relatif kecil. Pada

Page 9: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 7

umumnya hal ini dapat terjadi pada daerah yang terdapat banyak ragam

kegiatan dan satu kegiatan saling membutuhkan dari produk kegiatan

lainnya.

2.1.2 Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) diperkenalkan oleh

Samuelson pada tahun 1955 (Tarigan, 2005). Inti dari teori ini adalah

menekankan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun

komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan

cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki

competitive advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan

modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih

besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk

perekonomian juga cukup besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut

harus bisa diekspor (keluar daerah atau luar negeri). Perkembangan sektor

tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga

perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh. Mensinergikan sektor-

sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan saling mendukung.

Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya dengan sektor

lain yang terkait akan mampu membuat perekonomian tumbuh cepat.

Selain itu perlu diperhatikan pandangan beberapa ahli ekonomi

(Schumpeter dan ahli lainnya) yang mengatakan bahwa kemajuan

teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam

masyarakat. Jiwa usaha berarti pemilik modal mampu melihat peluang dan

mengambil resiko untuk membuka lapangan kerja baru untuk menyerap

angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Page 10: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 8

2.1.3 Teori Pusat Pertumbuhan

Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) adalah satu satu

teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan

desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan

merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional

yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan

pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat

menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah

dan perkotaan terpadu.

Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkosentrasi

pada suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti : kota, pusat

perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat

pemukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi

dinamakan daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah

pertanian, atau daerah pedesaan.

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya

agglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) atau

agglomeration (economic of localization) (Tarigan, 2005). Economic of scale

adalah keuntungan karena dalam berproduksi sudah berdasarkan

spesialisasi, sehingga produksi menjadi lebih besar dan biaya per unitnya

menjadi lebih efisien. Economic of agglomeration adalah keuntungan karena

di tempat tersebut terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat

digunakan untuk memperlancar kegiatan perusahaan, seperti jasa

perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air

bersih, tempat-tempat pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan

produk, dan lain sebagainya.

Page 11: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 9

Hubungan antara kota (daerah maju) dengan daerah lain yang lebih

terbelakang dapat dibedakan sebagai berikut (1) Generatif yaitu hubungan

yang saling menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang

lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya; (2) Parasitif yaitu

hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak

banyak membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa

mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya; (3)

Enclave (tertutup) dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) seakan-akan

terpisah sama sekali dengan daerah sekitarnya yang lebih terbelakang.

Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan

intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya

multiplier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi geografis, dan

bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2005).

2.1.4 Teori Neoklasik

Teori Neoklasik (Neo-classic Theory) dipelopori oleh Borts Stein

(1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965) dan

Siebert (1969). Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat proses

pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah

cenderung menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses

pembangunan telah berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan

tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (convergence). Hal ini

disebabkan pada negara sedang berkembang lalu lintas modal masih belum

lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat keseimbangan

pertumbuhan belum dapat terjadi.

Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi.

Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah

Page 12: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 10

modal, tenaga kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini adalah

dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi)

dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.

2.2. Ketimpangan Pembangunan Daerah

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk

mengurangi ketimpangan (disparity). Peningkatan pendapatan per kapita

memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah.

Namun meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan

bahwa distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali di negara-negara

berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal

dari pada tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut

hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan

nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat,

maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan. Terdapat beberapa

bentuk-bentuk ketimpangan dalam pembangunan daerah.

2.2.1 Distribution Income Disparities

Terdapat berbagai macam alat yang dapat dijumpai dalam mengukur

tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk (Distribution Income

Disparities), diantaranya yaitu :

1. Kurva Lorenz (Lorenz Curve)

Kurva Lorenz secara umum sering digunakan untuk menggambarkan

bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat.

Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase

penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar

mereka terima selama periode tertentu, misalnya, satu tahun.

Page 13: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 11

Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi/bujur sangkar

dengan bantuan garis diagonalnya. Garis horizontal menunjukkan persentase

penduduk penerima pendapatan, sedangkan garis vertikal adalah persentase

pendapatan. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti

ketimpangan semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini

menjauhi diagonal berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi.

Kemungkinan yang digambarkan kurva Lorenz diatas yaitu

(i) jika 50% penduduk penerima pendapatan memperoleh 50% pendapatan,

menggambarkan pembagian pendapatan sempurna merata;

(ii) jika 50% penduduk yang paling rendah pendapatannya menerima

25% pendapatan, tergolong pada pembagian pendapatan cukup

merata; dan

(iii) jika 100% penduduk sama sekali tidak memperoleh pendapatan,

menggambarkan pembagian pendapatan sempurna tidak merata.

2. Gini Index

Kelemahan kurva Lorenz adalah sulit diaplikasikan, maka seorang

sarjana statistik matematik mencoba mengkuantifikasi konsep kurva Lorenz

tersebut yaitu Mr. Gini, yang selanjutnya hasil pendapatnya dikenal

dengan Gini Index/Gini Ratio. Gini index adalah ukuran ketimpangan

pendapatan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan

sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).

Menurut Gini setiap kurva Lorenz dapat dihitung nilai angkanya yang

selanjutnya disebut angka Gini dengan cara membagi luas yang dibentuk

kurva Lorenz tersebut dengan total pendapatan.

3. Kriteria Bank Dunia

Page 14: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 12

Berdasarkan kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat

ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka

penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu (i) 20% penduduk berpendapatan

tinggi, (ii) 40% penduduk berpendapatan sedang; dan (iii) 40% penduduk

berpendapatan rendah. Dimana kriteria ketimpangannya adalah

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

nasional < 12% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan

tinggi.

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

nasional 12%-17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong

ketimpangan sedang/moderat.

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

nasional > 17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan

rendah.

2.2.2 Regional Income Disparities

Ketimpangan yang terjadi tidak hanya terhadap distribusi pendapatan

masyarakat, akan tetapi juga terjadi terhadap pembangunan antar daerah di

dalam wilayah suatu negara. Jeffrey G. Williamson (1965) meneliti hubungan

antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan

menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan yang sedang

berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas

regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkosentrasi di daerah-

daerah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang”, dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, tampak adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas

berkurang dengan signifikan.

Page 15: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 13

Williamson menggunakan Williamson Index (Indeks Williamson) untuk

mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Indeks Williamson

menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar. Alasannya jelas bahwa

yang diperbandingka adalah tingkat pembangunan antar wilayah bukan

tingkat kesejahteraan antar kelompok. Formulasi Indeks Williamson secara

statistik.

Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks

Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan

yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin

besar menunjukka n ketimpangan yang semakin melebar. Walaupun indeks

ini memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap difinisi wilayah yang digunakan

dalam perhitungan artinya apabila ukuran wilayah yang digunakan berbeda

maka akan berpengaruh terhadap hasil perhitungannya, namun cukup lazim

digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.

2.3. Penyebab Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah

Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi

modal, ketimpangan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh

suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah

yang bersangkutan (Riadi, 2007). Adanya heterogenitas dan beragam

karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya

ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah.

Bertitik tolak dari kenyataan itu, ketimpangan/kesenjangan antar daerah

merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap

perubahan dalam pembangunan itu sendiri.

Menurut Myrdal (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi

antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan

Page 16: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 14

(backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread

effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses

ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar

secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga

mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyad, 1999). Adapun faktor-

faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah (Manik, 2009)

yaitu :

2.3.1 Perbedaan kandungan sumber daya alam

Terdapatnya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber

daya alam pada masing-masing daerah akan mendorong timbulnya ketimpangan

antar daerah. Kandungan sumber daya alam seperti minyak, gas alam, atau

kesuburan lahan tentunya mempengaruhi proses pembangunan di masing-

masing daerah. Ada daerah yang memiliki minyak dan gas alam, tetapi daerah

lain tidak memilikinya. Ada daerah yang mempunyai deposit batubara yang

cukup besar, tetapi daerah tidak ada. Demikian pula halnya dengan tingkat

kesuburan lahan yang juga sangat bervariasi sehingga mempengaruhi upaya

untuk mendorong pembangunan pertanian pada masing-masing daerah.

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi

kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan

kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi akan dapat memproduksi

barang-barang tertentu dengan biaya yang relatif murah dibandingkan dengan

daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam yang lebih rendah.

Kondisi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan

menjadi lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain.

2.3.2 Perbedaan Kondisi Demografi

Page 17: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 15

Faktor utama lain yang juga dapat mendorong terjadinya ketimpangan

antar daerah adalah jika terdapat perbedaan kondisi demografi yang cukup

besar antar daerah. Kondisi demografi meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur

kependudukan, tingkat pendidikan dan kesehatan, kondisi ketenagakerjaan dan

tingkah laku masyarakat daerah tersebut. Perbedaan kondisi demografi ini akan

dapat mempengaruhi ketimpangan antar daerah karena hal ini akan

berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang

bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografi yang baik akan cenderung

memiliki produktivias kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong

peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan

lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.

Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografinya kurang baik

maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat

setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman

modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih

rendah.

2.3.3 Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa (perdagangan) antar daerah jelas akan

mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Sebagaimana kita

ketahui bahwa bila kegiatan perdagangan (baik internasional maupun antar

wilayah) kurang lancar maka proses penyamaan harga faktor produksi akan

terganggu. Akibatnya penyebaran proses pembangunan akan terhambat dan

ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung menjadi tinggi.

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antardaerah

dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi

spontan. Bila mobilitas barang tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi

Page 18: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 16

suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang membutuhkan. Demikian

pula halnya dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga

kerja di suatu daerah yang tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang

sangat membutuhkan. Akibatnya, ketimpangan antar daerah akan cenderung

tinggi. Mobilitas barang dan jasa ini mengacu pada penyediaan sarana dan

prasarana serta fasilitas-fasilitas di dalam suatu daerah, seperti : jalan,

jembatan, alat transportasi baik darat, laut maupun udara dan lain-lain.

2.3.4 Perbedaan Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Daerah

Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antardaerah yang cukup tinggi

akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar

daerah karena proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah

dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi. Demikian pula

sebaliknya terjadi pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih

rendah.

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana

terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut

selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan

penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula,

apabila konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang

selanjutnya juga mendorong terjadinya pengangguran dan rendahnya tingkat

pendapatan masyarakat setempat.

Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh

beberapa hal. Pertama, terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada

daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral

lainnya. Terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya

menyangkut pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas

Page 19: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 17

trasnportasi, baik darat, laut, dan udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi

kegiatan ekonomi antar daerah. Ketiga, kondisi demografi (kependudukan)

juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung

terkonsentrasi dimana sumber daya manusia tersedia dengan kualitas yang

lebih baik.

2.3.5 Alokasi Dana Pembangunan Antar Daerah

Investasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Karena itu, daerah yang dapat menarik

lebih banyak investasi pemerintah dan swasta akan cenderung mempunyai

tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Selanjutnya akan

mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan tenaga kerja yang

lebih banyak dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Demikian

juga sebaliknya terjadi bila investasi pemerintah dan swasta yang masuk

ke suatu daerah ternyatalebih rendah.

Alokasi investasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh

sistem pemerintahan daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah

yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung

lebih banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan

antardaerah cenderung tinggi. Akan tetapi sebaliknya bilamana sistem

pemerintahan yang dianut adalah otonomi atau federal, maka dana pemerintah

akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan

antar daerah akan cenderung lebih rendah.

Tidak demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak

ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak

dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang

dimiliki oleh suatu daerah, sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan

Page 20: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 18

pula oleh ongkos transportasi baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang

harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsenstrasi pasar,

tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Termasuk ke dalam keuntungan

lokasi ini adalah keuntungan aglomerasi yang timbul karena terjadinya

konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi terkait pada suatu daerah tertentu.

Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana investasi cenderung lebih banyak

terkonsentrasi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Kondisi ini menyebabkan perkotaan cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan

dengan daerah pedesaan.

Page 21: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 19

BAB 3

METODOLOGI

3.1. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penyusunan Gini Ratio Kabupaten

Banyuwangi berasal dari data primer dan sekunder. Data yang digunakan untuk

mengukur pemerataan pendapatan penduduk berasal dari hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional (Susenas) Kabupaten Banyuwangi tahun 2012-2013 yang

mencakup pengeluaran makanan dan pengeluaran non makanan (perumahan,

pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan lain sebagainya).

Disamping itu data juga bersumber dari data Kabupaten Banyuwangi dalam

Angka tahun 2013.

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu

menganalisis dari hasil penghitungan indikator atau ukuran statistik yang

berkaitan dengan distribusi pendapatan. Dari berbagai studi yang dilakukan

mengenai pemerataan pendapatan, diketahui bahwa terdapat berbagai macam

metode untuk mengukur pemerataan distribusi pendapatan, baik menggunakan

metode statistik yang sederhana maupun metode empiris. Metode sederhana

yang digunakan antara lain range, standar deviasi, indeks Bowley, koefisien

variasi, dan sebagainya. Sedangkan metode empiris antara lain indeks Theil,

indeks Oshima, indeks Kuznets, koefisien Gini, ukuran Bank Dunia, kurva

Lorentz, dan lain sebagainya. Namun demikian di antara ukuran-ukuran tersebut

di atas, ada dua ukuran yang paling sering digunakan yaitu (i) Koefisien Gini

(Gini Ratio) dan Kurva Lorenz, dan (ii) Kriteria Bank Dunia.

Page 22: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 20

3.2.1. Ukuran Gini Ratio

Koefisien Gini (Gini Rasio) adalah ukuran yang sering digunakan untuk

menggambarkan ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat secara

menyeluruh pada suatu daerah. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz,

yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari

suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform

(seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz

memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima

pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka

terima selama periode tertentu, misalnya, satu tahun.

Kurva Lorenz, ditunjukkan pada gambar 3.1, merupakan gambaran

kurva pada sebuah bidang persegi/bujur sangkar dengan bantuan garis

diagonal. Garis horizontal menunjukkan persentase penduduk penerima

pendapatan, sedangkan garis vertikal adalah persentase pendapatan. Semakin

dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan semakin rendah dan

sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal berarti ketimpangan

yang terjadi semakin tinggi.

Gambar 3.1. Koefisien Gini menurut Kurva Lorenz

Ku

mu

lati

f %

Pe

nd

ap

ata

n

Kumulatif % Jumlah Penduduk

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

Kurva

Lorenz

Page 23: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 21

Formula yang digunakan untuk menghitung Gini Ratio (Koefisien Gini)

adalah sebagai berikut:

dimana: GR = Koefisien Gini (Gini Ratio);

fpi = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i;

Fci = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas

pengeluaran ke-i;

Fci-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas

pengeluaran ke (i-1).

Kemungkinan yang digambarkan kurva Lorenz yaitu (i) jika 50%

penduduk (penerima pendapatan) memperoleh 50% pendapatan,

menggambarkan pembagian pendapatan sempurna merata; (ii) jika 50%

penduduk yang paling rendah pendapatannya menerima 25% pendapatan,

tergolong pada pembagian pendapatan cukup merata; dan (iii) jika 100%

penduduk sama sekali tidak memperoleh pendapatan, menggambarkan

pembagian pendapatan sempurna tidak merata. Sedangkan garis diagonal di

tengah disebut “garis kemerataan sempurna”. Karena setiap titik pada garis

diagonal merupakan tempat kedudukan prosentase penduduk yang sama

dengan prosentase penerimaan pendapatan. Semakin jauh jarak garis kurva

Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya.

Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi

tingkat pemerataan distribusi pendapatannya.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan

makin merata jika nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu

Page 24: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 22

distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai Koefisien Gininya

makin mendekati satu.

Tabel 3.1. Kriteria Distribusi Pendapatan menurut Ukuran Nilai Koefisien Gini

Nilai Koefisien Distribusi Pendapatan

< 0,4

0,4 – 0,5

> 0,5

Tingkat ketimpangan rendah

Tingkat ketimpangan sedang

Tingkat ketimpangan tinggi

Daimon dan Thorbecke (1999) berpendapat bahwa penurunan

ketimpangan (perbaikan distribusi pendapatan) selalu tidak konsisten dengan

bertambahnya insiden kemiskinan kecuali jika terdapat dua aspek yang

mendasari inkonsistensi tersebut. Pertama, variasi distribusi pendapatan dari

kelas terendah meningkat secara drastis sebagai akibat krisis. Dan kedua,

merupakan persoalan metodologi berkaitan dengan keraguan dalam pengukuran

kemiskinan dan indikator ketimpangan.

Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik misalnya:

Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa

jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran ketimpangan tidak

akan berubah. Koefisien Gini memenuhi syarat ini.

Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size independence).

Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, jika

kondisi lain tetap (ceteris paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini.

Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya,

seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuranketimpangan. Koefisien

Gini juga memenuhi hal ini.

Page 25: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 23

Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan

dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan. Gini juga

memenuhi kriteria ini.

Ukuran ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat:

Dapat didekomposisi. Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat

didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber

pendapatan atau dalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi

atau tidak bersifat aditif antar kelompok. Yakni nilai total koefisien Gini dari

suatu masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai indeks Gini dari sub-

kelompok masyarakat (sub-group).

Dapat diuji secara statistik. Seseorang harus dapat menguji signifikansi

perubahan indeks antar waktu. Hal ini sebelumnya menjadi masalah, tetapi

dengan teknik bootstrap interval (selang) kepercayaan umumnya dapat

dibentuk.

3.2.2. Kriteria Bank Dunia

Berdasarkan kriteria Bank dunia di dalam menentukan tingkat

ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka

penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu (i) 20% penduduk berpendapatan

tinggi, (ii) 40% penduduk berpendapatan sedang; dan (iii) 40% penduduk

berpendapatan rendah. Dimana kriteria ketimpangannya adalah

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

nasional < 12% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan

tinggi.

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

Page 26: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 24

nasional 12%-17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong

ketimpangan sedang/moderat.

- Jika 40% penduduk berpendapatan rendah menerima pendapatan

nasional > 17% maka ketimpangan yang terjadi tergolong ketimpangan

rendah.

Page 27: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 25

BAB 4

PENDAPATAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KETIMPANGAN

4.1 Pendapatan Perkapita Kabupaten Banyuwangi

Perkembangan perekonomian daerah dapat diukur dengan menggunakan

ukuran pertumbuhan ekonomi yang mengacu pada data pertumbuhan

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Ukuran pertumbuhan PDRB

memberikan gambaran nyata mengenai nilai tambah bruto yang dihasilkan unit-

unit produksi pada suatu daerah dalam periode tertentu. Perkembangan PDRB

merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu

daerah. Sedangkan peranan masing-masing sektor dalam Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) menunjukkan sektor potensial yang dimiliki oleh

Kabupaten Banyuwangi.

Gambar 4.1 memberikan gambaran kontribusi sektoral PDRB Kabupaten

Banyuwangi periode 2009-2013 menunjukkan perkembangan yang cukup

signifikan. Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran

merupakan dua sektor yang memberikan kontribusi paling besar dalam

pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi. Sementara, sector bangunan,

listrik dan air bersih menunjukkan kontribusi yang kecil dalam PDRB. Secara

umum, adanya peningkatan kontribusi sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten

Banyuwangi mencerminkan kondisi peningkatan ekonomi masyarakat di

Kabupaten Banyuwangi. Lebih jauh, peningkatan ini dapat menggambarkan

kesuksesan penerapan kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah

Kabupaten Banyuwangi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 28: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 26

Ket: 2011: Angka perbaikan 2012: Angka sementara 2013: Angka sangat sementara Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi

Gambar 4.1: Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009-2013 atas Dasar Harga Konstan (%)

Meskipun PDRB Kabupaten Banyuwangi sepanjang periode 2009-2013

menunjukkan kecenderungan peningkatan yang berarti juga mencerminkan

adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat, namun perlu adanya

pengukuran sejauh mana angka PDRB dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat suatu wilayah

umumnya didekati dengan dua pendekatan (proxy) pendapatan yaitu Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita dan Pengeluaran Konsumsi Per

kapita. Walaupun kedua nilai tersebut tidak menggambarkan pendapatan riil

penduduk akan tetapi secara empiris terbukti dapat memberikan gambaran

pendapatan penduduk untuk dapat menjadi indikator kesejahteraan masyarakat

suatu wilayah. Perkembangan pendapatan per kapita kabupaten Banyuwangi

tahun 2011 – 2013 dapat dilihat selengkapnya dalam tabel 4.1 berikut ini.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

PERTANIAN

PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN

INDUSTRI PENGOLAHAN

LISTRIK, GAS dan AIR BERSIH

BANGUNAN

PERDAGANGAN, HOTEL dan RESTORAN

PENGANGKUTAN dan KOMUNIKASI

KEUANGAN, PERSEWAAN dan JS…

JASA-JASA

2009 2010 2011 2012 2013

Page 29: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 27

Tabel 4.1: Perekonomian Kabupaten Banyuwangi

Deskripsi 2011 2012 2013 2014

PDRB harga konstan (Miliar Rp.)

11.794.189* 12.655.586** 13.511.707** -

Pendapatan Perkapita (Rp.)

6.101.969 7.839.110 8.580.070 -

Upah Minimum Kabupaten (Rp.)

865.000 915.000 1.086.400 1.240.000

Ket: *) Angka perbaikan **) Angka sementara ***) Angka ssangat sementara

Tingkat pendapatan pendapatan suatu wilayah selain dari kemampuan

ekonomi wilayah tersebut juga tergantung jumlah penduduk yang ada di wilayah

tersebut, jadi wilayah yang mempunyai nilai PDRB tertinggi belum tentu memiliki

PDRB perkapita yang tinggi pula apabila jumlah penduduk wilayah tersebut

sangat tinggi. Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa peningkatan PDRB

Kabupaten Banyuwangi periode 2011-2013 memberikan dampak pada

peningkatan pendapatan perkapita masyarakat. Jika pada 2011 pendapatan

perkapita sebesar Rp. 6.101.969, telah meningkat menjadi Rp. 8.580.070

pada 2013. Sementara, upah minimum Kabupaten Banyuwangi sepanjang

2011-2014 terus mengalami peningkatan dari Rp. 865.000 pada 2011

meningkat menjadi Rp. 1.240.000 pada 2014. Hal ini mengindikasikan

bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi telah

mengalami perbaikan.

Sebaran Penduduk di Kabupaten Banyuwangi sepanjang periode 2000-

2013 menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2013, jumlah penduduk

Kabupaten Banyuwangi telah mencapai 1.574.778 orang atau mengalami

kenaikan sebesar 5.7% dibanding tahun 2000 (sebesar 1.488.791 orang).

Secara detil, data perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi

ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut:

Page 30: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 28

Tabel 4.2: Banyaknya penduduk, Rumah Tangga, dan Anggota Rumah

Tangga di Kabupaten Banyuwangi, 2000-2013

Tahun Penduduk Jumlah Rumah

Tangga Rata-Rata Anggota

Rumah Tangga

2000 1.488.791 394.781 3,8

2010 1.556.078 467.733 3,3

2011 1.564.833 470.363 3,3

2012 1.568.898 471.588 3,3

2013 1.574.778 491.899 3,2

Sumber: Banyuwangi Dalam Angka 2014

Kabupaten Banyuwangi yang terdiri dari 24 kecamatan, wilayah dengan

persebaran penduduk terbanyak di Kabupaten Banyuwangi adalah di Kecamatan

Muncar dan Banyuwangi. Sedangkan daerah dengan jumlah penduduk paling

sedikit adalah di Kecamatan Giri dan Kecamatan Licin.

Sumber: LKPJ Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Gambar 4.2: Sebaran Penduduk Per Kecamatan Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

Pes

angg

aran

Ban

gore

jo

Pu

rwo

har

jo

Tega

ldlim

o

Mu

nca

r

Clu

rin

g

Gam

bir

an

Sro

no

Ge

nte

ng

Gle

nm

ore

Kal

ibar

u

Sin

goju

ruh

Ro

goja

mp

i

Kab

at

Gla

gah

Ban

yuw

angi

Gir

i

Wo

ngs

ore

jo

Son

ggo

n

Sem

pu

Kal

ipu

ro

Silir

agu

ng

Tega

lsar

i

Lici

n

LAKI - LAKI PEREMPUAN JUMLAH

Page 31: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 29

Selain pendapatan perkapita, indikator keberhasilan pembangunan suatu

wilayah juga dapat ditunjukan oleh kondisi ketenagakerjaan. Kondisi

ketenagakerjaan yang baik seperti tingkat penggangguran yang rendah, tingkat

upah yang layak merupakan cerminan berhasilnya suatu pembangunan. Kondisi

ketenagakerjaan merupakan salah satu fokus dari pembangunan yang dilakukan

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Berbagai upaya terus dilakukan agar

menghasilkan kondisi ketenagakerjaan yang baik. Beberapa indikator yang

mampu mencerminkan kondisi ketenagakerjaan adalah angkatan kerja, jumlah

penduduk usia kerja, tingkat pengangguran terbuka (TPT), dan tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK).

Berdasarkan tabel 4.3, perkembangan kondisi ketenagakerjaan di

Kabupaten Banyuwangi periode 2011-2013 secara umum menunjukkan

kecenderungan pencapaian kinerja membaik. Pada tahun 2012 jumlah angkatan

kerja sebesar 870.948 orang, mengalami kenaikan sebesar 6,5% dari tahun

sebelumnya sebesar 817.785 orang, sedangkan untuk tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Banyuwangi tahun 2012 mengalami

kenaikan sebesar 4,13% dari 69,24% pada tahun 2011 menjadi 73,37% pada

tahun 2012. Sebaliknya, data kondisi ketenagakerjaan sedikit berubah pada

2013. Pada tahun 2013, jumlah angkatan kerja menunjukkan penurunan

dibandingkan tahun 2012, juga prosentase penduduk yang bekerja terhadap

angkatan kerja juga mengalami penurunan. Kondisi tersebut mengindikasikan

bahwa meskipun rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi pada

2013 menunjukkan kecenderungan tinggi, namun disisi lain angka pengangguran

pada tahun tersebut juga masih cukup tinggi.

Page 32: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 30

Tabel 4.3: Penduduk Usia 15 tahun keatas menurut Jenis Kegiatan Utama di Kabupaten Banyuwangi, 2011-2013

Jenis Kegiatan 2011 2012 2013

Angkatan Kerja:

1. Bekerja

2. Penganggur

817.785

787.410

30.376

870.948

841.317

29.631

865.747

825.108

40.639

Bukan Angkatan Kerja 363.219 316.110 321.438

Jumlah Penduduk Usia Kerja 1.181.005 1.187.058 1.187.185

% Bekerja terhadap Angkatan Kerja 96,29 96,60 95,31

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 3,71 3,40 4,69

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 69,24 73,37 72,92

Sumber: Banyuwangi Dalam Angka 2014

4.2 Distribusi Pendapatan dan Ketimpangan

Distribusi pendapatan yang merata antar daerah menjadi salah satu

aspek yang menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah.

Namun demikian, tidak mudah mengukur dengan tepat tingkat distribusi

pendapatan di suatu daerah mengingat data pendapatan sulit untuk diperoleh.

Untuk itu, analisis ukuran distribusi pendapatan digunakan data pengeluaran

sebagai proksi pendapatan yakni data total pengeluaran rumah tangga.

Pengeluaran konsumsi dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

pengeluaran konsumsi makanan dan pengeluaran konsumsi bukan makanan.

Masyarakat yang memiliki pendapatan yang tinggi umumnya memiliki

pengeluaran konsumsi non makanan yang tinggi. Dengan kata lain akan terjadi

pergeseran pola konsumsi dari konsumsi makanan menuju konsumsi bukan

makanan apabila terjadi penambahan pendapatan pada suatu kelompok

masyarakat. Hal tersebut diakibatkan oleh elastisitas permintaan makanan yang

umumnya rendah. Ketika berada pada titik jenuh konsumsi makanan maka orang

cenderung untuk membelanjakan pendapatannya terhadap konsumsi non

Page 33: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 31

makanan (yang umumnya memiliki elastisitas permintaan yang tinggi). Sehingga

seringkali pola konsumsi juga digunakan sebagai salah satu alat ukur untuk

menggambarkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Gini Rasio dan Kurva Lorenz

Salah satu ukuran distribusi pendapatan yang seringkali digunakan untuk

mengukur tingkat ketimpangan pendapatan suatu daerah dapat menggunakan

gini rasio dan kurva Lorenz. Hasil perhitungan indeks Gini untuk mengukur

tingkat ketimpangan pendapatan di Kabupaten Banyuwangi ditunjukkan pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4: Nilai Gini Ratio Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, Data Diolah. 2014

Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa koefisien gini Kabupaten

Banyuwangi tahun 2013 nilainya di bawah 0,4 yakni 0,276. Hal ini berarti bahwa

ketimpangan pendapatan yang terjadi selalu dalam kategori rendah dengan

kemerataan yang cukup tinggi. Hal yang menjadi perhatian bahwa aspek

pemerataan menjadi sangat penting di samping tentunya aspek pertumbuhan

ekonomi yang tinggi.

Kelompok Pendapatan per Kapita sebulan (Rp)

Jumlah Penduduk

Frekuensi Kumulatif Penduduk

Jumlah Pendapatan

(Rp)

Frekuensi Kumulatif

Pendapatan Gini Rasio

< 299.999 162.637 0,10329 24.395.468.682 0,02488

300.000 - 449.999 534.072 0,44249 200.276.732.964 0,22914 0,096

450.000 - 599.999 359.259 0,67067 188.610.795.371 0,42151 0,166

600.000 - 749.999 197.268 0,79596 133.155.801.366 0,55731 0,137

750.000 - 899.999 120.245 0,87233 99.202.064.878 0,65849 0,104

900.000 - 1.049.999 76.043 0,92062 74.141.886.979 0,73411 0,075

1.050.000 - 1.199.999 44.843 0,94910 50.448.352.579 0,78556 0,048

1.200.000 - 1.349.999 19.030 0,96119 24.263.240.485 0,81030 0,022

1.350.000 - 1.499.999 18.562 0,97298 26.450.840.719 0,83728 0,022

1.500.000 <

42.545 1,00000 159.543.750.000 1,00000 0,055

Gini Rasio = 0,276

Page 34: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 32

Selanjutnya, berdasarkan perhitungan gini rasio, gambar tingkat

pemerataan pendapatan Kabupaten Banyuwangi ditunjukkan kurva Lorenz pada

Gambar 4.3. Kurva Lorenz adalah kurva yang menggambarkan fungsi distribusi

pendapatan kumulatif. Sumbu horizontal mewakili jumlah penduduk penerima

pendapatan dan sumbu vertikal menggambarkan pendapatan yang diterima oleh

masing-masing persentase penduduk. Kurva lorenz memperlihatkan hubungan

kuantitatif aktual antara persentase jumlah penduduk penerima pendapatan

tertentu dari total penduduk dengan persentase pendapatan yang benar benar

mereka peroleh dari total pendapatan selama 1 tahun. Semakin jauh jarak kurva

lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan sempurna) maka

semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Berdasarkan

gambar, terlihat bahwa kurva Lorenz menjauhi garis diagonal yang berarti bahwa

tingkat ketimpangan di Kabupaten Banyuwangi pada 2013 masih cukup tinggi.

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, Data Diolah. 2014

Gambar 4.3: Kurva Lorenz di Kabupaten Banyuwangi, 2013

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 20 40 60 80 100

Kumulatif Penduduk (%)

Ku

mu

lati

f P

end

apat

an (

%)

Page 35: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 33

Berdasarkan Kriteria Bank Dunia

Selain koefisien gini, tingkat kesenjangan distribusi pendapatan juga

dapat diukur dengan kriteria Bank Dunia. Pola pengukuran distribusi

pendapatan Bank Dunia membagi jumlah populasi penduduk ke dalam tiga

kelompok, yaitu 40 persen berpendapatan terendah, 40 persen berpendapatan

menengah, dan 20 persen berpendapatan tertinggi. Kelompok yang 20 persen

tertinggi umumnya dikatakan sebagai kelompo terkaya, sedangkan kelompok

yang 40 persen terendah umumnya digolongkan kepada kelompok termiskin

dan kelompok lainnya dimasukkan dalam kelompok menengah (Tambunan,

2005).

Tabel 4.5: Distribusi Pendapatan menurut Kriteria Bank Dunia Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2013

40% Bawah

40% Menengah

20% Atas

20 55,73 24,27

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, Data Diolah. 2014

Berdasarkan tabel 4.5 dan gambar 4.4, dengan menggunakan kriteria

Bank Dunia, maka Kabupaten Banyuwangi termasuk daerah yang memiliki

ketimpangan distribusi pendapatan rendah, hal ini terlihat dari pendapatan yang

dikuasai 40 persen penduduk berpendapatan terendah dinikmati 20 persen dari

total pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 (atau di

atas 17 persen). Sedangkan kelompok kaya (20 persen atas) menguasai 24,27

persen pendapatan di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penguasaan terhadap total pendapatan oleh golongan kaya di

Kabupaten Banyuwangi masih tidak terlalu besar (24,27). Sementara, 40%

penduduk berpendapatan menengah menguasai 55,73% total pendapatan.

Page 36: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 34

Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, Data Diolah. 2014

Gambar 4.4: Distribusi Pendapatan menurut Kriteria Bank Dunia Kabupaten

Banyuwangi, Tahun 2013

20

55,73

24,27

0

10

20

30

40

50

60

40% 40% 20%

Kumulatif Penduduk (%)

Ku

mu

lati

f P

end

apat

an (

%)

Page 37: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 35

BAB 5

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai rasio gini di Kabupaten

Banyuwangi, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banyuwangi

dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren peningkatan. Disisi lain,

jumlah penduduk yang juga terus meningkat, namun tidak sebesar

peningkatan PDRB memberikan hasil perhitungan PDRB perkapita yang

juga masih relatif besar. Bahkan sepanjang periode pengamatan

Pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan

tren peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya laju

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi diharapkan dapat dinikmati

semua kelompok penduduk secara adil dan merata.

2. Ukuran keberhasilan pembangunan melalui indikator pertumbuhan ekonomi

masih belumlah memadai, mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi yang

tinggi masih menyisakan banyak persoalan khususnya meningkatnya

distribusi ketimpangan diantara masyarakat. Untuk mengetahui besarnya

ketimpangan, digunakan ukuran gini ratio dan kurva Lorenz, serta

berdasarkan kriteria Bank Dunia. Berdasarkan perhitungan gini rasio dan

kurva Lorenz didapatkan bahwa ketimpangan pendapatan yang terjadi

masih dalam kategori rendah dengan kemerataan yang cukup tinggi.

Sementara, berdasarkan kriteria Bank Dunia didapatkan bahwa Kabupaten

Banyuwangi termasuk daerah yang memiliki ketimpangan distribusi

pendapatan rendah, hal ini terlihat dari pendapatan yang dikuasai 40 persen

penduduk berpendapatan terendah dinikmati oleh 20 persen dari total

Page 38: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 36

pendapatan penduduk Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 (atau di

atas 17 persen).

3. Berkaitan dengan poin 2, walaupun kedua ukuran ketimpangan

menunjukkan kesimpulan bahwa Kabupaten Banyuwangi berada pada

kondisi ketimpangan rendah, namun nilai gini ratio memiliki peluang untuk

mengalami peningkatan (dalam skala yang relatif kecil) pada periode-

periode berikutnya seiring dengan perubahan kondisi ekonomi. Hal ini perlu

mendapat perhatian oleh para pemangku kepentingan agar tidak semakin

meningkat di tahun-tahun berikutnya.

Page 39: Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i Ratio.pdf · 2.2.Ketimpangan Pembangunan Daerah…………………… ... Produk Domestik Bruto Perkapita ... Bab II Tinjauan Pustaka yang

Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 37

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah

Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

BPS, Berbagai Edisi, Jawa Timur Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi (2014). Banyuwangi dalam Angka.

Kabupaten Banyuwangi: BPS Kabupaten Banyuwangi.

Friedmann,J dan Douglass, M. 1976. Pengembangan Agropolitan: Menuju Siasat

Baru Perencanaan Regional Di Asia. Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Jhingan, M.L, 2003, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan, D

Guritno, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mankiw, N. Gregory, 2007. Macroeconomics. Worth Publishers, New York.

Myrdal, G., 1968, Asian Drama: Inquiry into the Poverty of Nations, Pantheon,

New York.

Nicholson, Walter, 2001. Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Todaro, Michael P dan Smith, Stephen C, 2003. Economic Development. Eighth

Edition, Pearson Addision-Wiley.

Tambunan, Tulus, 2001, Perekonomian Indonesia (Teori dan Temuan Empiris),

Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi

Aksara.