gini ratiobappeda.kalteng.go.id/downloads/buku/gini ratio dan konsumsi... · konsep dan metodologi...

96

Upload: dangthuy

Post on 07-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013

GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013 Nomor Publikasi : 62550.1404 Katalog BPS : 3201025.62 Ukuran Buku : 15 x21 cm Jumlah halaman : ix + 81 halaman Naskah, Gambar Kulit dan Tata Letak : Tim Penyusunan Analisis Gini Ratio dan Konsumsi Rumah Tangga, Analisa Data Kemiskinan, Potret Angkatan Kerja dan Pekerja Provinsi Kalimantan Tengah 2013 Diterbitkan oleh: Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................III

DAFTAR ISI ................................................................................................. V

DAFTAR TABEL ............................................................................................. VII

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... IX

PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................. 3 1.2 PERMASALAHAN ............................................................................... 5 1.3 TUJUAN ............................................................................................ 6

KONSEP DAN METODOLOGI ........................................................................... 7

2.1 KAJIAN TEORITIS ............................................................................... 9 2.2 PENDEKATAN PENGHITUNGAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ......... 11 2.2.2 KRITERIA BANK DUNIA .......................................................................... 15 2.2.3 INDEKS THEIL DAN INDEKS-L................................................................... 16 2.3 SUMBER DATA ................................................................................ 18

PENDAPATAN PERKAPITA KALIMANTAN TENGAH ..........................................19

3.1 PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK ............................................ 21 3.2 POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA ................................................. 25

ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN .........................................................35

4.1 ANALISIS KOEFISIEN GINI ............................................................... 37 4.2 KRITERIA BANK DUNIA ................................................................... 41

KESIMPULAN ................................................................................................45

5.1 KESIMPULAN .................................................................................. 47

LAMPIRAN ................................................................................................49

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Perkembangan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota, 2011-2012 (juta rupiah) .......................................................... 22

Tabel 3.2. Rangking PDRB Perkapita dan IPM Menurut Kabupaten/Kota, 2012 ............................................................ 24

Tabel 3.3. Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran Dan Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, 2012 .......................................................................... 28

Tabel 3.4. Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, 2011-2012.............. 29

Tabel 3.5. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Konsumsi, 2011-2012..................... 31

Tabel 3.6. Pengeluaran Perkapita Rata-Rata Sebulan Menurut Kabupaten/Kota, 2011-2012 ................................................... 33

Tabel 4.1. Koefisien Gini dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota, 2011-2012 .............................................................................. 37

Tabel 4.2. Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota Menurut Kriteria Bank Dunia,2011-2012 (%) ...................................................... 40

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Arah Tujuan Pembangunan ....................................................... 4

Gambar 2.1. Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz ...................................... 14

Gambar 3.1. Komposisi Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Kalimantan Tengah, 2011- 2013 ................................................................ 27

Gambar 3.2. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Untuk Konsumsi Makanan Menurut Kabupaten/Kota, 2013 .............................. 32

Gambar 4.1. Koefisien Gini Kabupaten/Kota, 2012 - 2013 ........................... 38

Gambar 4.2. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan dan Koefisien Gini Kabupaten/Kota, 2012 - 2013 ................................................. 40

Gambar 4.3. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan Kalimantan Tengah, 2011 - 2013 ............................................................................ 43

Pendahuluan

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 3

1.1 LATAR BELAKANG

Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Hal tersebut diantaranya tercermin dari meningkatnya

pendapatan riil perkapita penduduk. Supaya pendapatan perkapita riil

penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi

yang bersifat sustainable. Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dengan

cepat dapat didorong dengan peningkatan atau penambahan faktor

produksi modal (capital). Pendekatan pembangunan ekonomi yang

menekankan pada pentingnya proses pembentukan modal mungkin

merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dan bertahan lama,

pertama, bila dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain

mempunyai landasan teoritis yang cukup kuat, seperti ditunjukkan oleh

model Harrod-Domar. Model tersebut menunjukkan hubungan antara

pertumbuhan investasi dengan pendapatan nasional. Kedua karena

aliran fundamentalis modal ini sejalan dengan tujuan-tujuan dan

keinginan dari para donor bantuan luar negeri pada era 1950-an dan

1990-an. Pada akhirnya keterbatasan modal dinilai sebagai satu-

satunya hambatan pokok bagi percepatan pembangunan ekonomi

(Lincolin Arsyad, 1998: 89-90).

Namun perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi yang

berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi

seringkali mengabaikan aspek pemerataan distribusi pendapatan

masyarakat. Mengingat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

lebih cepat, penambahan kapital akan lebih berperan dari pada

penambahan tenaga kerja. Proporsi faktor produksi, baik modal

4 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

maupun tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk

menghasilkan barang dan jasa akan berpengaruh terhadap balas jasa

yang akan diterima oleh masing-masing faktor produksi tersebut.

Gambar 1.1 Arah Tujuan Pembangunan

Masalah pokok Negara berkembang adalah kesenjangan

ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan atau tingkat

kemiskinan atau jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Ketimpangan yang makin tinggi antar golongan dan antar wilayah ini

dapat memunculkan masalah kecemburuan sosial, kerawanan

disitegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah keberhasilan

pembangunan ekonomi di Kalimantan Tengah telah benar-benar

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya? Apakah hasil

pembangunan ekonomi tersebut merata dinikmati oleh masyarakat

Kalimantan Tengah? Apakah pembangunan telah merata di semua

wilayah Kalimantan Tengah? Untuk melihat hal tersebut tentunya

Meningkat dan Merata

Menurun

Meningkat dan tidak

Tidak Berubah dan Tidak Merata

Kesejahteraan:

Pendapatan per Kapita

Distribusi Pendapatan

Pemerintah Tidak Berhasil

Pemerintah Berhasil

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 5

diperlukan ukuran-ukuran (indikator) yang dapat menggambarkan

kondisi tersebut.

1.2 PERMASALAHAN

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah di

wilayah Kalimantan yang memiliki area sangat luas dengan karakteristik

potensi wilayah di kabupaten/kota, sumber daya alam, dan kegiatan

ekonomi penduduk yang berbeda, serta memilki topologi wilayah yang

cukup beragam. Keadaan ini menimbulkan perbedaan kecepatan

pembangunan pada masing-masing wilayah kabupaten/kota di

Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah, secara umum

perekonomian masih ditopang sektor Pertanian. Hal ini karena potensi

kewilayahan yang masih sangat luas dan belum termanfaatkan secara

maksimal. Ada juga kabupaten/kota yang memiliki potensi Sumber

Daya Alam mineralnya sangat potensial. Kondisi ini dapat menimbulkan

ketimpangan pendapatan di masyarakat Kalimantan Tengah. Dengan

dasar pemikiran tersebut maka perlu dilakukan kajian yang dapat

melihat tingkat kesenjangan baik dilihat sisi ketimpangan pendapatan

maupun ketimpangan antar wilayah. Koefisien Gini merupakan salah

satu indikator yang dapat melihat ketimpangan pendapatan antar

golongan penduduk, untuk melihat karakteristik ketimpangan lainnya

dapat menggunakan data PDRB perkapita sebagai proxy pendapatan

perkapita.

6 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penyusunan publikasi ini adalah membuat indikator

yang memberikan gambaran proporsi tingkat pendapatan yang dapat

digunakan untuk perencanaan pembangunan daerah secara umum

serta sebagai bahan evaluasi pembangunan daerah, khususnya di

wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Sehingga diharapkan dapat

memberikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberi gambaran tentang pendapatan perkapita masyarakat;

b. Memberikan gambaran tentang konsumsi pengeluaran

masyarakat;

c. Mengambarkan ketimpangan pendapatan antar wilayah dan antar

golongan penduduk.

Konsep dan Metodologi

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 9

2.1 KAJIAN TEORITIS

Disamping peningkatan pendapatan, aspek pemerataan

pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena

pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi dan

tujuan pembangunan nasional Indonesia. Ketimpangan dalam

menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok

penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah sosial.

Penghitungan distribusi pendapatan menggunakan data pengeluaran

sebagai proxy pendapatan. Walaupun hal ini tidak dapat

mencerminkan keadaan yang sebenarnya, namun paling tidak dapat

digunakan sebagai petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan

yang terjadi.

Menurut Atkinson (1976) yang dikutip oleh Rusli, et.al (1996)

mendefinisikan bahwa ketidakmerataan pendapatan sebagai

perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang

keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara

kumulatif. Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan

dengan masalah ketimpangan, kesenjangan, dan kemiskinan. Secara

logika, jurang pemisah (gap) yang semakin besar antara kelompok

penduduk kaya dan miskin berarti kemiskinan semakin meluas. Dengan

demikian, orientasi pemerataan merupakan upaya untuk memerangi

kemiskinan.

Pengukuran ketidakmerataan pendapatan sesungguhnya sudah

dimulai jauh sebelum Simon Kuznets menyampaikan hipotesanya.

Pareto (1897), setelah melakukan penelitian mengenai distribusi

10 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

pendapatan di Eropa, mendapatkan bentuk kurvanya (untuk setiap

negara) tidaklah mengikuti distribusi normal, tetapi mengikuti

perumusan sebagai berikut:

Dimana :

A = Jumlah penduduk yang mempunyai pendapatan lebih besar

daripada X,

N = Jumlah penduduk total,

b = parameter yang nilainya antara 1 dan 2.

Berdasarkan hasil tersebut, Pareto, menyatakan bahwa akan

selalu ditemui ketimpangan dalam setiap negara, dimana kelompok

penduduk yang terkaya mendapatkan porsi yang terbanyak dari

pendapatan nasional negaranya. Penemuannya ini selanjutnya dikenal

sebagai Pareto Law, yang menyatakan bahwa 20 persen kelompok

penduduk terkaya menikmati 80 persen dari pendapatan nasional

negaranya.

Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun

ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan

yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi (Ismoro, 1995 yang

dikutip oleh Rahayu, dkk., 2000). Distribusi dari suatu proses produksi

terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 11

masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan

ilmuwan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan

untuk mengukur ketidakmerataan dari distribusi pendapatan adalah

Gini Coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan

yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan

relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran

distribusi pendapatan selama ini di dekati dengan menggunakan data

pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi pendapatan dilakukan

dengan menggunakan data total pengeluaran rumahtangga sebagai

proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis ini

akan digunakan empat ukuran untuk merefleksikan ketimpangan

pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio), Ukuran Bank Dunia,

Indeks Theil dan Indeks-L.

2.2 PENDEKATAN PENGHITUNGAN KETIMPANGAN PENDAPATAN

2.2.1 Koefisien Gini Ratio

Koefisien Gini merupakan alat ukur atau indikator yang

menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran

konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di

mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik

(Bappenas, 2002). Menurut Cobwell (1977) yang dikutip oleh Mitchell

(1991) menyatakan bahwa pengukuran ketidakmerataan dapat

menggunakan gini coefficient. Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah

satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat

12 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini

adalah sebagai berikut:

dimana:

GR = Koefisien Gini (Gini Ratio)

fpi = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas

pengeluaran ke-i

Fci-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas

pengeluaran ke (i-1)

Nilai Koefisien Gini berada pada selang 0 sampai dengan 1.

Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan

pendapatan yang semakin tinggi. Bila nilai Koefisien Gini mendekati

satu maka terjadi ketidakmerataan dalam pembagian pendapatan.

Sedangkan semakin kecil atau mendekati nol suatu nilai gini maka

semakin meratanya distribusi pendapatan aktual dan pengeluaran

konsumsi.

Untuk publikasi resmi BPS, baik ukuran ketidakmerataan

pendapatan versi Bank Dunia maupun Koefisien Gini, penghitungannya

menggunakan data pengeluaran. Menurut Todaro (1981) angka GC

untuk negara-negara sedang berkembang dinyatakan bahwa distribusi

pendapatan sangat timpang jika angka gini terletak antara 0,5 sampai

0,7 dan relatif sama ketimpangannya jika angka gininya antara 0,2

sampai 0,3.

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 13

Selain itu, tingkat ketimpangan dapat diukur juga melalui

personal income dengan menggunakan Kurva Lorenz, yaitu yang

menggambarkan hubungan kuantitatif antara persentase populasi

penerima pendapatan dengan persentase total pendapatan yang

benar-benar diperoleh selama jangka waktu tertentu, seperti terlihat

pada Gambar (Santosa dan Prayitno, 1996 yang dikutip oleh Rahayu,

dkk., 2000). Pada gambar tersebut, sumbu horisontal mewakili jumlah

populasi penerima pendapatan dan sumbu vertikal menggambarkan

pendapatan yang diterima oleh masing-masing presentase penduduk

(Todaro, 1981). Garis Kurva Lorenz akan berada di atas garis horisontal,

bila kurva tersebut menjauh dari kurva diagonal maka tingkat

ketimpangan akan semakin tinggi.

Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah

kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari

suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi

uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.

Untuk membentuk Koefisien Gini, grafik persentase kumulatif

penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambarkan pada sumbu

horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan)

digambarkan pada sumbu vertikal. Ini menghasilkan kurva Lorenz

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Garis diagonal mewakili

pemerataan sempurna. Koefisien Gini didefinisikan sebagai A/(A+B),

dimana A dan B seperti yang ditunjukkan pada grafik. Jika A=0 Koefisien

Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, sedangkan jika B=0

Koefisien Gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna.

14 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Namun pengukuran dengan menggunakan Koefisien Gini tidak

sepenuhnya memuaskan.

Gambar 2.1. Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz

Daimon dan Thorbecke (1999:5) berpendapat bahwa

penurunan ketimpangan (perbaikan distribusi pendapatan) selalu tidak

konsisten dengan bertambahnya insiden kemiskinan kecuali jika

terdapat dua aspek yang mendasari inkonsistensi tersebut. Pertama,

variasi distribusi pendapatan dari kelas terendah meningkat secara

drastis sebagai akibat krisis. Kedua, merupakan persoalan metodologi

berkaitan dengan keraguan dalam pengukuran kemiskinan dan

indikator ketimpangan.

Oshima menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk

menentukan apakah pola pengeluaran suatu masyarakat ada pada

ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi Untuk itu ditentukan

kriteria sebagai berikut:

Ketimpangan taraf rendah, bila G < 0,3

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 15

Ketimpangan taraf sedang, bila G antara 0,3 - 0,5

Ketimpangan taraf tinggi, bila G > 0,5

2.2.2 Kriteria Bank Dunia

Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga

kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40% penduduk dengan

pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah

dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan

pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan

penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah

dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori

ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut:

Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk

kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan

seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan

ketimpangan pendapatan tinggi;

Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk

kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan

seluruh penduduk antara 12-17 persen dikategorikan

ketimpangan pendapatan sedang/Menengah.

Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk

kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan

seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan

ketimpangan pendapatan rendah

16 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

2.2.3 Indeks Theil dan Indeks-L

Ada sejumlah ukuran ketimpangan yang memenuhi semua

kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik (di atas). Di

antaranya yang paling banyak digunakan adalah Indeks Theil dan

Indeks-L (ukuran deviasi log rata-rata). Kedua ukuran tersebut masuk

dalam famili ukuran ketimpangan “generalized enthropy”. Rumus

“generalized enthropy” secara umum dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana adalah rata-rata pendapatan (pengeluaran).

Nilai GE bervariasi antara 0 dan ∞ dengan 0 mewakili distribusi

yang merata dan nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat ketimpangan

yang lebih tinggi. Parameter α dalam kelompok ukuran GE mewakili

penimbang yang diberikan pada jarak antara pendapatan pada bagian

yang berbeda dari distribusi pendapatan. Untuk nilai α yang lebih

rendah, GE lebih sensitif terhadap perubahan pada ekor bawah dari

distribusi (penduduk miskin), dan untuk nilai α yang lebih tinggi GE

lebih sensitif terhadap perubahan yang berakibat pada ekor atas dari

distribusi (penduduk kaya).

Nilai α yang paling umum digunakan adalah 0 dan 1.

GE (1) disebut sebagai indeks Theil, yang dapat ditulis sebagai

berikut :

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 17

GE (0), juga dikenal dengan indeks-L, disebut ukuran deviasi log

rata-rata (mean log deviation) karena ukuran tersebut

memberikan standar deviasi dari log (y).

Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik misalnya:

a) Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence).

Ini berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat,

ukuran ketimpangan tidak akan berubah. Koefisien Gini memenuhi

syarat ini.

b) Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size

independence).

Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak

berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris paribus). Koefisien Gini

juga memenuhi syarat ini.

c) Simetris.

Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya,

seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan.

Koefisien Gini juga memenuhi hal ini.

d) Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton.

Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si miskin

akan menurunkan ketimpangan. Gini juga memenuhi kriteria ini.

18 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Ukuran ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat :

a) Dapat didekomposisi

Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat didekomposisi

(dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber pendapatan

ataudalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi

atau tidak bersifat aditif antar kelompok. Yakni nilai total Koefisien

Gini dari suatu masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai indeks

Gini dari sub-kelompok masyarakat (sub-group).

b) Dapat diuji secara statistik

Seseorang harus dapat menguji signifikansi perubahan indeks

antar waktu. Hal ini sebelumnya menjadi masalah, tetapi dengan teknik

bootstrap interval (selang) kepercayaan umumnya dapat dibentuk.

2.3 SUMBER DATA

Sumber data yang digunakan adalah data hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional (SUSENAS). Untuk melengkapi digunakan juga

beberapa sumber data lain seperti data PDRB, IPM, dan Kemiskinan.

Pendapatan Perkapita Kalimantan Tengah

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 21

3.1 PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK

Ketersediaan data pendapatan perkapita untuk daerah di

Indonesia dapat dikatakan tidak tersedia, oleh karena itu pengukuran

kesejahteraan masyarakat suatau wilayah umumnya didekati dengan

dua pendekatan (proxy) pendapatan yaitu Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) perkapita dan Pengeluaran Konsumsi Perkapita.

Walaupun kedua nilai tersebut tidak menggambarkan pendapatan riil

penduduk akan tetapi secara empiris terbukti dapat memberikan

gambaran pendapatan penduduk untuk dapat menjadi indikator

kesejahteraan masyarakat suatu wilayah.

Tingkat pendapatan pendapatan suatu wilayah selain dari

kemampuan ekonomi wilayah tersebut juga tergantung jumlah

penduduk yang ada di wilayah tersebut, jadi wilayah yang mempunyai

nilai PDRB tertinggi belum tentu memiliki PDRB perkapita yang tinggi

pula apabila jumlah penduduk wilayah tersebut sangat tinggi.

Peningkatan pendapatan yang tinggi merupakan salah satu ukuran

terhadap meningkatnya pendapatan dan tingkat kemakmuran

masyarakat. Pendapatan masyarakat ini didekati dengan PDRB per

kapita. PDRB per kapita dihitung dengan membagi nilai nominal PDRB

dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Untuk memacu

peningkatan PDRB per kapita, maka laju pertumbuhan ekonomi harus

jauh lebih besar dari pada laju pertumbuhan penduduk.

Namun demikian perlu diperhatikan bahwa PDRB perkapita yang

disajikan disini belum memperhitungkan pendapatan yang keluar atau

22 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

pendapatan yang masuk ke Provinsi Kalimantan Tengah (Net Factor

Income From Abroad). Sehingga pendapatan perkapita yang disajikan

disini belum sepenuhnya menggambarkan pendapatan riil masyarakat.

Kesulitan memperoleh data pendapatan yang keluar-masuk Kalimantan

Tengah tersebut, menyebabkan PDRB perkapita tersebut digunakan

sebagai pendekatan untuk mengukur rata-rata pendapatan penduduk.

Tabel 3.1. Perkembangan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013 (juta Rp)

PDRB

PerkapitaRangking

PDRB

PerkapitaRangking

(2) (3) (4) (5)

01. Kotawaringin Barat 23,18 5 25,94 5

02. Kotawaringin Timur 26,61 2 29,59 1

03. Kapuas 18,70 11 20,98 11

04. Barito Selatan 22,22 7 24,80 7

05. Barito Utara 24,07 4 26,58 4

06. Sukamara 26,93 1 28,99 2

07. Lamandau 20,78 8 22,90 8

08. Seruyan 20,30 9 21,78 10

09. Katingan 22,65 6 25,31 6

10. Pulang Pisau 13,72 14 15,60 14

11. Gunung Mas 15,96 13 17,51 13

12. Barito Timur 17,78 12 19,22 12

13. Murung Raya 26,47 3 28,39 3

71. Palangka Raya 20,00 10 22,40 9

23,99 xxx 26,63 xxx

(1)

Kalimantan Tengah

Kabupaten/Kota

2012 2013

Sumber: PDRB, BPS Prov. Kalimantan Tengah

Berdasarkan penghitungan atas dasar harga berlaku, PDRB

perkapita Kalimantan Tengah pada tahun 2013 mencapai Rp. 26,63

juta. Walaupun angka ini masih belum dikurangi dengan pendapatan

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 23

yang keluar-masuk Kalimantan Tengah, namun telah menunjukkan

adanya peningkatan pendapatan masyarakat dalam kurun waktu lima

tahun terakhir. Secara peringkat, PDRB perkapita kabupaten/kota tidak

terlalu banyak berubah bila dibandingkan kondisi 2012 dan 2013.

Pada dasarnya pembangunan terdiri dari dua aspek kehidupan

yaitu aspek ekonomi dan aspek sosial, salah satu indikator dari aspek

ekonomi adalah PDRB perkapita sedangkan dari aspek sosial adalah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan ukuran

keberhasilan pembangunan manusia dalam salah satu wilayah

tertentu.

Peningkatan pembangunan ekonomi diharapkan akan mendorong

peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan

peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini

tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan

mendorong peningkatan kualitas sumber Daya Manusia (SDM),

demikian pula peningkatan kualitas SDM akan turut membantu

meningkatan produktivitas kegiatan ekonomi yang membantu

peningkatan penciptaan nilai tambah kegiatan ekonomi.

Dengan melihat keterkaitan tersebut maka dapat dilihat hubungan

antara aspek ekonomi yang diukur dengan PDRB perkapita dan kualitas

manusianya yang diukur dengan IPM.

Dari Tabel Berikut, terlihat bahwa tidak semua kabupaten/kota

yang PDRB perkapita besar juga turut memiliki Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) yang tinggi pula. Kotawaringin Timur, Sukamara,

Murung Raya, Barito Utara, dan Kotawaringin Barat merupakan lima

24 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

kabupaten terbesar dalam penciptaan PDRB perkapita. Sementara

dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lima besar ditempati

Palangka Raya, Barito Utara, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat,

dan Barito Selatan.

Tabel 3.2. Rangking PDRB Perkapita dan IPM Menurut Kabupaten/ Kota, 2013

Sumber: PDRB dan IPM, BPS Prov. Kalimantan Tengah

Perbedaan yang mencolok antara rangking PDRB perkapita dan

rangking IPM, apabila dilihat pada pencapaian diperlihatkan Kabupaten

Sukamara. Dimana PDRB perkapita menduduki urutan kedua

sedangkan IPM menduduki urutan ke tiga belas. Struktur ekonomi

Sukamara ditopang oleh sektor Pertanian (66,93 persen). Penyebab

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 25

PDRB perkapita Sukamara besar adalah jumlah penduduk yang hanya

2,14 persen dari total penduduk Kalimantan Tengah tahun 2013.

Sementara IPM Sukamara masih rendah karena pencapaian program-

program yang dijalankan dalam kaitan dengan IPM belum seluruhnya

memberikan hasil di jangka pendek (pendidikan dan kesehatan),

mengingat Sukamara termasuk salah satu kabupaten muda di

Kalimantan Tengah.

Sementara kondisi sebaliknya, dimana rangking IPM tinggi, namun

PDRB perkapita menduduki peringkat yang jauh dari IPM dialami Kota

Palangka Raya. Palangka Raya menduduki urutan pertama IPM di

Kalimantan Tengah namun menduduki urutan kesembilan PDRB

perkapita. Secara struktur ekonomi, perekonomian Palangka Raya

ditopang sektor Jasa-jasa dan Perdagangan; Hotel; dan Restoran,

dengan penduduk Kalimantan Tengah merupakan 10,25 persen dari

total penduduk Kalimantan Tengah. PDRB perkapita Palangka Raya

terbilang kecil karena penduduk yang besar. Bila dilihat secara struktur

ekonomi, dapat dikatakan tidak banyak nilai tambah sektor Jasa-jasa

dan Perdagangan; Hotel; dan Restoran yang dibawa keluar Palangka

Raya.

3.2 POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

Secara makro ekonomi pengeluaran konsumsi rumah tangga

memiliki peranan penting dalam suatu perekonomian. Hal ini

dikarenakan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan

pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakan negara

pengeluaran konsumsi sekitar 60-75 persen dari pendapatan nasional.

26 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam

menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu

lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya.

(Sukirno, 2003).

Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang

dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.

Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari

pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan.

Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan

terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas

permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi.

Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat

konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga

peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan

barang bukan makanan atau ditabung. Dengan demikian, pola

pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur

tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan komposisinya

digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan.

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 27

Gambar 3.1. Komposisi Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita

Kalimantan Tengah, 2011- 2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Persentase pengeluaran penduduk Provinsi Kalimantan Tengah

pada tahun 2013 terbesar di kelompok pengeluaran makanan,

meskipun secara perlahan dalam kurun tiga tahun terakhir terlihat

terjadi pengurangan secara rata-rata sebesar satu persen. Pengeluaran

makanan masih menjadi porsi masyarakat Kalimantan Tengah,

terutama bagi kelompok pengeluaran < 149.999 rupiah. Semakin tinggi

kelompok pengeluarannya, pengeluaran untuk makanan semakin

menurun. Pada tahun 2013, ada sedikit pengecualian, pada kelompok

pengeluaran 300.000-499.999, pengeluaran makanan terlihat

meningkat, dan pada kelompok pengeluaran berikutnya kembali

berkurang. Hal ini terlihat pada Tabel 3.3 berikut. Untuk lingkup

kabupaten/kota, pola tersebut tidak terjadi pada Kabupaten Gunung

Mas.

28 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Tabel 3.3. Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran dan Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, 2013

2012 2013 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5)

< 100.000 - - - -

100.000 - 149.999 74,07 74,24 25,93 25,76

150.000 - 199.999 71,51 73,55 28,49 26,45

200.000 - 299.999 70,38 68,73 29,62 31,27

300.000 - 499.999 70,31 71,62 29,69 28,38

500.000 - 749.999 60,70 60,87 39,30 39,13

750.000 - 999.999 57,94 58,97 42,06 41,03

1.000.000 + 43,59 45,47 56,41 54,53

Rata-rata 56,07 55,47 43,93 44,53

Golongan

Pengeluaran

Makanan Non Makanan

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 29

Tabel 3.4. Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, 2012-2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

30 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Bila melihat komposisi pola konsumsi masyarakat Provinsi

Kalimantan Tengah tahun 2012 – 2013 terlihat bahwa pengeluaran

konsumsi untuk makanan bergeser dari 56,07 persen menjadi 55,77

persen dan konsumsi non makanan bergeser dari 43,93 persen menjadi

44,53 persen, secara teoritis komposisi pola konsumsi dapat dikatakan

bahwa masyarakat Kalimantan Tengah mengalami peningkatan

kesejahteraan. Namun yang harus diperhatikan, perlu dilakukan kajian

lebih mendalam terkait hal ini. Hal ini karena kondisi diatas merupakan

asumsi dan teori berdasarkan data dan kondisi di masa lalu. Bila

dibedakan menurut wilayah, perkotaan dan pedesaan, konsumsi

makanan di wilayah perkotaan pada tahun 2013 sebesar 47,73 persen

dan di wilayah pedesaan sebesar 61,01 persen. Artinya secara

kewilayahan, masyarakat Kalimantan Tengah di wilayah pedesaan

masih mementingkan pengeluaran untuk makanan dibandingkan

pengeluaran untuk non makanan. Angka ini juga dapat menjadi

penduga, bahwa masyarakat Kalimantan Tengah yang di wilayah

pedesaan masih jauh dari kategori sejahtera. Secara persentase,

konsumsi makanan di perkotaan dan pedesaan jika dibandingkan tahun

2012 menunjukkan penurunan persentase.

Pergeseran pola konsumsi penduduk Kalteng menimbulkan

sebuah kekhawatiran, khususnya dari segi kesehatan. Pada Tabel 3.4

terlihat adanya penurunan pengeluaran konsumsi makanan secara

total tahun 2013 bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2012. Secara

persentase pengeluaran makanan yang meningkat dan menjadi

perhatian bagi kesehatan masyarakat adalah komoditi Minuman

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 31

Beralkohol. Komoditi Tembakau dan Sirih masih dikonsumsi cukup

tinggi meskipun ada penurunan dari tahun sebelumnya. Komoditi

terakhir ini yang cukup mengkhawatirkan bila terus dibiarkan dalam

jangka panjang. Sementara disisi golongan pengeluaran untuk non

makanan, terlihat ada penurunan pengeluaran untuk komoditi Pakaian,

Alas Kaki, dan Tutup Kepala; Barang Tahan Lama; dan Keperluan Pesta

dan Upacara/Kenduri.

Tabel 3.5. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Konsumsi, 2012-2013

MakananNon

MakananMakanan

Non

Makanan(2) (3) (4) (5)

01. Kotawaringin Barat 50,28 49,72 48,45 51,55

02. Kotawaringin Timur 56,03 43,97 59,63 40,37

03. Kapuas 60,24 39,76 62,11 37,89

04. Barito Selatan 64,32 35,68 64,01 35,99

05. Barito Utara 56,11 43,89 52,39 47,61

06. Sukamara 55,41 44,59 51,21 48,79

07. Lamandau 54,69 45,31 53,20 46,80

08. Seruyan 63,05 36,95 58,78 41,22

09. Katingan 62,33 37,67 60,81 39,19

10. Pulang Pisau 63,59 36,41 62,51 37,49

11. Gunung Mas 58,55 41,45 63,42 36,58

12. Barito Timur 50,30 49,70 54,02 45,98

13. Murung Raya 57,41 42,59 55,08 44,92

71. Palangka Raya 49,86 50,14 45,47 54,53

56,07 43,93 55,47 44,53

Kabupaten/Kota

2012 2013

(1)

Kalimantan Tengah Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

32 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Bila dilihat menurut kabupaten/kota, pada 2013 masih ada lima

kabupaten yang pengeluaran konsumsi perkapita untuk non makanan

masih cukup rendah, dibawah 40 persen yaitu Kabupaten Kapuas,

Barito Selatan, Katingan, Pulang Pisau, dan Gunung Mas. Kondisi ini

secara kasat mata dapat menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan

masyarakat di kabupaten tersebut belum sepenuhnya sejahtera.

Wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah yang proporsi konsumsi

perkapita sebulannya lebih besar untuk non makanan hanya ada di

Kota Palangka Raya dan Kabupaten Kotawaringin Barat.

Gambar 3.2. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Konsumsi Makanan Menurut Kabupaten/Kota, 2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Gambar diatas menunjukkan posisi persentase konsumsi

makanan masing-masing kabupaten/kota terhadap rata-rata

Kalimantan Tengah. Terlihat ada tujuh dari 14 kabupaten/kota yang

persentase konsumsi makanan dibawah rata-rata Kalimantan Tengah.

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 33

Gambar 3.3. Pengeluaran Perkapita Rata-rata Sebulan Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013 (000 rupiah)

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Pada Gambar di atas disajikan visualisasi rata-rata konsumsi

perkapita sebulan di wilayah Kalimantan Tengah untuk tahun 2012 dan

2013. Terlihat bahwa pengeluaran perkapita di Barito Timur pada 2012

paling besar dibandingkan 13 kabupaten/kota lainnya dan Kapuas

merupakan kabupaten yang konsumsi perkapitanya paling rendah.

Kondisi pada 2013, Kota Palangka Raya memiliki rata-rata konsumsi

perkapita perbulan paling tinggi dan Kapuas tetap merupakan

kabupaten dengan rata-rata konsumsi perkapita paling rendah di

Kalimantan Tengah. Terdapat enam kabupaten/kota yang

perubahannya rata-rata konsumsi perkapitanya diatas 20 persen, yaitu

Katingan, Barito Utara, Lamandau, Palangka Raya, Seruyan dan Gunung

34 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Mas. Kabupaten yang perubahan rata-rata konsumsinya terkecil adalah

Kotawaringin Timur.

Analisis Ketimpangan Pendapatan

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 37

4.1 ANALISIS KOEFISIEN GINI

Koefisien Gini merupakan salah satu indikator yang memberikan

gambaran tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah. Koefisien

Gini Kalimantan Tengah tahun 2013 sebesar 0,335, ini berarti bahwa

Kalimantan Tengah termasuk wilayah yang memiliki ketimpangan

pendapatan yang sedang/moderat. Koefisien Gini Kalimantan Tengah

tercatat lebih tinggi 0,015 dibanding Koefisien Gini 2012 sebesar 0,320.

Artinya ada penurunan pemerataan pendapatan, meskipun relatif kecil.

Tabel 4.1. Koefisien Gini dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota, 2012-2013

Koefisien

2012

Ranking

2012

Koefisien

2013

Ranking

2013(2) (3) (4) (5)

01. Kotawaringin Barat 0,278 6 0,343 11

02. Kotawaringin Timur 0,324 14 0,286 7

03. Kapuas 0,306 10 0,303 9

04. Barito Selatan 0,283 7 0,283 5

05. Barito Utara 0,250 1 0,282 4

06. Sukamara 0,303 9 0,346 12

07. Lamandau 0,296 8 0,284 6

08. Seruyan 0,259 2 0,290 8

09. Katingan 0,310 12 0,355 14

10. Pulang Pisau 0,263 3 0,263 2

11. Gunung Mas 0,273 5 0,250 1

12. Barito Timur 0,309 11 0,279 3

13. Murung Raya 0,268 4 0,311 10

71. Palangka Raya 0,319 13 0,352 13

0,320 xxx 0,335 xxx

Kabupaten/Kota

Koefisien Gini

(1)

Kalimantan Tengah Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

38 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Secara umum Koefisien Gini yang tersebar di kabupaten/kota

yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk kategori sebagai

ketimpangan rendah, hal ini digambarkan oleh rata-rata

kabupaten/kota yang memiliki Koefisien Gini <0,3. Dari 14

kabupaten/kota, pada tahun 2013 hanya 6 kabupaten/kota yang

memiliki nilai koefisen gini > 0,3 (kelompok sedang/moderat).

Gambar 4.1. Koefisien Gini Kabupaten/Kota, 2012 - 2013

Tahun 2012 Tahun 2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Pada gambar diatas terlihat bahwa koefisien gini kabupaten/kota

terhadap koefisien gini Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013

lebih bervariasi bila dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2012, Barito

Utara memiliki koefisien gini terendah dan koefisien gini Kotawaringin

Timur paling tinggi. Sementara pada 2013, Gunung Mas memiliki

koefisien terendah dan yang tertinggi adalah Katingan. Gambar diatas

juga memperlihatkan, pada 2013 lebih banyak wilayah yang memiliki

koefisien gini diatas koefisien gini Kalimantan Tengah. Pada tahun 2012

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 39

hanya ada satu wilayah yang koefisien gini lebih tinggi dari Kalimantan

Tengah.

Seperti tampak pada Tabel 4.1. koefisin gini kabupaten/kota

selama kurun 2012-2013 terletak antara 0,250-0,355 tetapi angkanya

berfluktuasi sehingga trennya sulit disimpulkan secara meyakinkan;

sementara interpretasinya merupakan masalah perspektif. Dalam

konteks ini mungkin bermanfaat untuk dikemukakan pendapat

sebagian para ahli yang merujuk pengalaman negara-negara maju

sebagai acuan dan menetapkan secara kasar rentang antara 0,25 (khas

bagi negara-negara Eropa Utara) dan 0,40 (khas bagi Amerika Serikat,

Prancis, Jerman dan Inggris) sebagai semacam batas-aman dari suatu

distribusi pendapatan. Bagi ahli itu ketimpangan yang ekstrim tinggi

maupun ekstrim rendah tidak kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan

menasihati agar “public policy should target an ‘efficient inequality

range’”. Kesimpulannya, jika kita percaya kepada pendapat ahli ini

maka tingkat ketimpangan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah

sebenarnya masih dalam “batas aman”. Tetapi sekali lagi

interpretasinya merupakan masalah perspektif.

40 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

Gambar 4.2. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan dan Koefisien Gini Kabupaten/Kota, 2012 - 2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Ket: Rasio sumbangan distribusi pendapatan merupakan rasio kelompok

pendapatan tinggi terhadap kelompok pendapatan rendah

Gambar diatas memperlihatkan arah perubahan ketimpangan

pendapatan yang terlihat konsisten antara perubahan Koefisien Gini

dan perubahan rasio sumbangan distribusi pendapatan tinggi terhadap

pendapatan rendah.

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 41

.. 4.2 KRITERIA BANK DUNIA

Tingkat Kesenjangan distribusi pendapat juga dapat diukur dengan

metode Bank Dunia. Pola pengukuran distribusi pendapatan Bank

Dunia membagi jumlah populasi penduduk kedalam tiga kelompok,

yaitu 40 persen berpendapatan rendah, 40 persen berpendapatan

menengah dan 20 persen berpendapatan tertinggi. Kelompok yang 20

persen umumnya dikatakan kelompok terkaya, sedangkan kelompok

yang 40 persen terendah umumnya digolongkan kepada kelompok

termiskin dan kelompok lainnya dimasukan sebagai kelompok

masyarakat kelas menengah.

Kelompok yang menjadi fokus dalam penghitungan berdasar

kriteria Bank Dunia adalah kelompok 40 persen penduduk dengan

pendapatan rendah. Semakin besar persentase pendapatan yang

dinikmati oleh kelompok ini menunjukkan distribusi pendapatan di

wilayah tersebut semakin merata.

42 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

40

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Re

nd

ah

40

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Sed

ang

20

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Tin

ggi

40

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Re

nd

ah

40

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Sed

ang

20

% P

en

du

du

k

Be

rpe

ngh

asila

n

Tin

ggi

(2)

(3)

(4)

(2)

(3)

(4)

01

.K

ota

wa

rin

gin

Ba

rat

22

,89

3

9,1

2

37

,99

1

9,6

7

36

,54

4

3,7

9

02

.K

ota

wa

rin

gin

Tim

ur

21

,18

3

5,7

6

43

,06

2

2,7

4

38

,01

3

9,2

5

03

.K

ap

ua

s2

2,2

6

36

,03

4

1,7

1

22

,41

3

6,1

8

41

,41

04

.B

ari

to S

ela

tan

22

,74

3

8,3

4

38

,92

2

3,0

9

37

,39

3

9,5

2

05

.B

ari

to U

tara

24

,48

3

9,2

9

36

,23

2

2,2

3

39

,70

3

8,0

7

06

.Su

kam

ara

21

,50

3

8,1

4

40

,36

1

9,1

6

37

,50

4

3,3

4

07

.La

ma

nd

au

21

,92

3

8,5

1

39

,57

2

2,8

9

38

,44

3

8,6

7

08

.Se

ruya

n2

3,9

5

39

,30

3

6,7

6

22

,31

3

8,3

9

39

,30

09

.K

ati

nga

n2

0,7

4

39

,52

3

9,7

3

18

,03

3

8,5

9

43

,38

10

.P

ula

ng

Pis

au

23

,44

4

0,0

3

36

,52

2

3,5

7

39

,48

3

6,9

5

11

.G

un

un

g M

as

23

,09

3

9,2

7

37

,64

2

3,5

9

41

,58

3

4,8

3

12

.B

ari

to T

imu

r2

0,6

2

39

,55

3

9,8

3

22

,41

3

9,8

4

37

,75

13

.M

uru

ng

Ra

ya2

3,9

0

37

,77

3

8,3

3

21

,51

3

7,3

7

41

,12

71

.P

ala

ngk

a R

aya

20

,07

3

9,1

3

40

,80

1

8,5

0

38

,09

4

3,4

1

20

,60

3

7,9

5

41

,46

1

9,7

2

37

,54

4

2,7

4

Kab

up

ate

n/K

ota

(1)

Kal

iman

tan

Te

nga

h

20

12

20

13

Tab

el 4

.2. D

istr

ibu

si P

end

apat

an K

ab

up

aten

/Ko

ta M

en

uru

t K

rite

ria

Ban

k D

un

ia,

201

2-2

01

3

Sum

be

r: S

usen

as (

dio

lah)

, BP

S P

rov.

Kal

iman

tan

Ten

gah

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 43

Dengan menggunakan kriteria Bank Dunia maka pada tahun 2013,

Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam wilayah yang memiliki

ketimpangan distribusi pendapatan rendah, hal ini terlihat dari

pendapatan yang dikuasai oleh 40 persen penduduk berpendapatan

terendah menguasai 19,72 persen dari total pendapatan populasi

penduduk Provinsi Kalimantan Tengah (di atas 17 persen). Sedangkan

kelompok kaya menguasai 42,74 persen pendapatan di Kalimantan

Tengah. Visualisasi Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa tidak ada

pergeseran yang nyata untuk rasio kelompok pendapatan Kalimantan

Tengah di tahun 2012 dan 2013. Sekira 79 persen (2011-2013),

kelompok pendapatan menengah dan tinggi menguasai distribusi

pendapatan masyakat Kalimantan Tengah.

Gambar 4.3. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan Kalimantan Tengah, 2011 - 2013

Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah

Di level kabupaten/kota, terlihat bahwa ketimpangan distribusi

pendapatan tahun 2013 juga rendah (di atas 17 persen). Pada 2012

2013

44 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

ketimpangan pendapatan terendah ada di Kabupaten Barito Utara dan

ketimpangan pendapatan tertinggi ada di Kota Palangka Raya.

Sementara tahun 2013, terjadi pegeseran. Ketimpangan terendah ada

di Kabupaten Gunung Mas dan tertinggi ada di Kabupaten Katingan.

Jika dilihat menurut karakteristik wilayah, penduduk, serta potensi

kegiatan ekonomi yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan

Tengah, akan bias bila kita menarik kesimpulan penyebab ketimpangan

distribusi pendapatan suatu wilayah rendah atau tinggi.

Ada hal yang menarik untuk dikaji lebih jauh dari distribusi

pendapatan kabupaten/kota ini dimana secara umum distribusi

pendapatan antara kelompok berpenghasilan menengah dan kelompok

berpenghasilan tinggi di kabupaten/kota tidak terlalu jauh perbedaan

persentasenya. Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur,

Kapuas, Barito Selatan, Sukamara, Seruyan, Katingan, Murung Raya,

dan Palangka Raya adalah kabupaten/kota yang pendapatan

masyarakatnya lebih banyak dikuasai oleh 20 persen kelompok

berpendapatan teratas. Dari total 14 kabupaten/kota yang ada di

Kalimantan Tengah, 9 kabupaten/kota tersebut distribusi pendapatan

kelompok 20 persen yang berpengasilan di atas memiliki porsi diatas 39

persen, ini berarti kurang dari 61 persen pendapatan di wilayah

tersebut dibagi untuk 80 persen penduduk kelompok lainnya.

Kesimpulan

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 47

5.1 KESIMPULAN

Nilai Koefisien Gini dan Ukuran Bank Dunia memberikan hasil

yang sama sehingga dapat menyatakan bahwa tingkat ketimpangan

pendapatan di Kalimantan Tengah cenderung rendah. Hasil

penghitungan Koefisien Gini Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2013

sebesar 0,335. Ukuran kriteria Bank Dunia menghasilkan hitungan

distribusi pendapatan penduduk yang berada kelompok

berpenghasilan rendah sebesar 19,72 persen dari seluruh total

pendapatan penduduk Kalimantan Tengah. Semua hasil penghitungan

menunjukkan adanya ada peningkatan ketimpangan distribusi

pendapatan dibandingkan tahun 2012.

Semua wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah pada

tahun 2013 memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang rendah bila

dilihat menurut Ukuran Bank Dunia. Sedangkan bila menurut Koefisien

Gini, pada 2013 dari total 14 kabupaten/kota ada 8 kabupaten/kota

yang memiliki tingkat ketimpangan rendah dan 6 kabupaten/kota

memiliki tingkat ketimpangan sedang/moderat.

Lampiran

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 51

52 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Lan

juta

n T

abel

B.

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 53

54 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 55

56 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 57

58 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 59

60 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 61

62 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 63

64 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 65

66 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 67

68 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 69

70 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 71

72 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 73

74 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 75

76 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 77

78 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 79

80 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 81