geometri akifer berdasarkan data geofisika di lereng...

25
Geometri Akifer Berdasarkan Data Geofisika di Lereng Gunung Gede Bagian Tenggara Daerah Gekbrong dan Sekitarnya, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Humaedi Aldi Alfarizky #1 , M. Sapari Dwi Hadian #2 , Febriwan Mohamad #3 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang km. 21, Jawa Barat, Indonesia 1 [email protected] 2 [email protected] 3 [email protected] Abstrak Daerah penelitian terletak pada koordinat 6 o 49’ 10,1633” LS 6 o 5255,0097LS dan 107 o 0017,9208BT 107 o 04’ 03,0126BT. Secara administratif daerah penelitian berada di Desa Gekbrong dan sekitarnya, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan relief morfologi, model fasies strato vulkanik dan litologinya, geomorfologi daerah Gekbrong dan sekitarnya dapat dibagi menjadi dua (2) satuan geomorfologi yaitu satuan geomorfologi tubuh gunungapi strato dan satuan geomorfologi kaki gunungapi strato dengan pola pengaliran yang berkembang di daerah penelitian yaitu pola pengaliran subparalel dan dendrito-paralel dengan ketinggian sekitar 650-1600 meter diatas permukaan laut. Satuan stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi empat (4) satuan dari tua ke muda yaitu satuan intrusi diorit, satuan breksi vulkanik, satuan breksi tufan dan satuan lava andesit. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui keterdapatan air pada posisi dan kedalaman tertentu di bawah permukaan serta mengetahui kondisi bawah permukaan pada daerah penelitian berdasarkan hasil pengukuran geolistrik dengan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger, pemetaan geologi dan pemetaan hidrogeologi. Hasil penelitian adalah berupa nilai resistivitas batuan yang kemudian diinterpretasikan menjadi kurva, penampang dan peta resistivitas tiap kedalaman lalu kemudian dikorelasikan dengan data geologi dan data hidrogeologi dan akhirnya menjadi sebuah model geometri akifer. Berdasarkan nilai tahanan jenisnya, batuan yang ada mempunyai nilai tahanan jenis berkisar antara 0 hingga lebih dari 400 ohm meter dengan ketebalan bervariasi. Distribusi sebaran batuan pada kedalaman 1m, 5m, 10m, 25m, 50m, 75m, 100m, dan 125m. Terdapat 4 penampang geolistrik yaitu penampang AB, penampang CD dan penampang EF yang berarah baratlaut-tenggara serta penampang GH yang berarah timurlaut- baratdaya. Daerah penelitian tersusun oleh beberapa jenis lapisan akifer yang dikelompokan sebagai beberapa satuan hidrogeologi yaitu satuan hidrogeologi akikrak, satuan hidrogeologi akiklud 1, satuan hidrogeologi akifer dan satuan hidrogeologi akiklud 2. Model geometri akifer atau persebaran lapisan akifer secara tiga dimensi terbagi menjadi 3 bagian yaitu persebaran lapisan akikrak, persebaran lapisan akiklud dan persebaran lapisan akifer. Kata KunciAirtanah, akifer, nilai resistivitas batuan, geofisika dan geometri akifer. I. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara kepulauan dan lebih dari dua pertiga bagian berupa perairan memiliki kandungan air yang sangat melimpah. Namun demikian, ternyata Indonesia juga tidak lepas dari

Upload: duongkhue

Post on 05-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Geometri Akifer Berdasarkan Data Geofisika di

Lereng Gunung Gede Bagian Tenggara Daerah

Gekbrong dan Sekitarnya, Kecamatan Gekbrong,

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat Humaedi Aldi Alfarizky #1, M. Sapari Dwi Hadian#2, Febriwan Mohamad#3

#Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Jalan Bandung-Sumedang km. 21, Jawa Barat, Indonesia [email protected]

[email protected] [email protected]

Abstrak — Daerah penelitian terletak

pada koordinat 6o 49’ 10,1633” LS – 6o 52’

55,0097” LS dan 107o 00’ 17,9208” BT – 107o 04’

03,0126” BT. Secara administratif daerah

penelitian berada di Desa Gekbrong dan

sekitarnya, Kecamatan Gekbrong, Kabupaten

Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan

relief morfologi, model fasies strato vulkanik

dan litologinya, geomorfologi daerah Gekbrong

dan sekitarnya dapat dibagi menjadi dua (2)

satuan geomorfologi yaitu satuan geomorfologi

tubuh gunungapi strato dan satuan geomorfologi

kaki gunungapi strato dengan pola pengaliran

yang berkembang di daerah penelitian yaitu

pola pengaliran subparalel dan dendrito-paralel

dengan ketinggian sekitar 650-1600 meter diatas

permukaan laut. Satuan stratigrafi daerah

penelitian terbagi menjadi empat (4) satuan dari

tua ke muda yaitu satuan intrusi diorit, satuan

breksi vulkanik, satuan breksi tufan dan satuan

lava andesit. Penelitian dimaksudkan untuk

mengetahui keterdapatan air pada posisi dan

kedalaman tertentu di bawah permukaan serta

mengetahui kondisi bawah permukaan pada

daerah penelitian berdasarkan hasil pengukuran

geolistrik dengan metode geolistrik konfigurasi

Schlumberger, pemetaan geologi dan pemetaan

hidrogeologi. Hasil penelitian adalah berupa

nilai resistivitas batuan yang kemudian

diinterpretasikan menjadi kurva, penampang

dan peta resistivitas tiap kedalaman lalu

kemudian dikorelasikan dengan data geologi

dan data hidrogeologi dan akhirnya menjadi

sebuah model geometri akifer. Berdasarkan nilai

tahanan jenisnya, batuan yang ada mempunyai

nilai tahanan jenis berkisar antara 0 hingga

lebih dari 400 ohm meter dengan ketebalan

bervariasi. Distribusi sebaran batuan pada

kedalaman 1m, 5m, 10m, 25m, 50m, 75m, 100m,

dan 125m. Terdapat 4 penampang geolistrik

yaitu penampang AB, penampang CD dan

penampang EF yang berarah baratlaut-tenggara

serta penampang GH yang berarah timurlaut-

baratdaya. Daerah penelitian tersusun oleh

beberapa jenis lapisan akifer yang

dikelompokan sebagai beberapa satuan

hidrogeologi yaitu satuan hidrogeologi akikrak,

satuan hidrogeologi akiklud 1, satuan

hidrogeologi akifer dan satuan hidrogeologi

akiklud 2. Model geometri akifer atau

persebaran lapisan akifer secara tiga dimensi

terbagi menjadi 3 bagian yaitu persebaran

lapisan akikrak, persebaran lapisan akiklud dan

persebaran lapisan akifer.

Kata Kunci—Airtanah, akifer, nilai resistivitas

batuan, geofisika dan geometri akifer.

I. LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai negara kepulauan dan lebih

dari dua pertiga bagian berupa perairan memiliki

kandungan air yang sangat melimpah. Namun

demikian, ternyata Indonesia juga tidak lepas dari

masalah yang berhubungan dengan air, dalam hal

ini adalah masalah air bersih. Pemanfaatan air tanah

merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan air

terutama di musim kemarau. Selain itu, air tanah

lebih terlindung dari polusi atau pencemaran serta

pengotoran lainnya jika dibandingkan dengan air di

permukaan bumi. Air tanah terdapat pada lapisan

batuan kerikil atau pasir yang dapat menampung

dan melewatkan air tanah. Lapisan ini disebut

dengan akifer.

Air merupakan sumber daya yang sangat

penting bagi seluruh kehidupan makhluk hidup.

Dapat kita temukan air di permukaan tanah (surface

run off) dan di dalam tanah (ground water).

Dibandingkan dengan air permukaan, air tanah

mempunyai kualitas yang lebih baik, maka airtanah

lebih banyak digunakan untuk memenuhi

kebutuhan air bersih.

Perlu disadari bahwa ketersediaan sumberdaya

air sangat terbatas, sedangkan kebutuhan akan air

baku dapat meningkat tanpa batasan. Tidak

seimbangnya ketersediaan dan kebutuhan ini akan

memberi dampak turunnya kualitas lingkungan

hidup dan secara tidak langsung dapat menghambat

kegiatan pembangunan. Salah satu aspek yang perlu

mendapat perhatian adalah potensi airtanah disuatu

wilayah, hal ini untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat dengan mempertimbangkan laju

pertumbuhan penduduk terhadap ketersediaan air

dengan cara program penyediaan sarana dan

prasarana air bersih yang bersumber dari air bawah

tanah. Lebih dari 98% dari semua air di daratan

tersembunyi di bawah permukaan tanah dalam pori-

pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen

sisanya terlihat sebagai air di permukaan seperti

sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari dua

persen itu tersimpan di reservoir batuan.

Daerah Gekbrong dan sekitarnya, Kabupaten

Cianjur, Provinsi Jawa Barat adalah salah satu

contoh daerah vulkanik yang memiliki potensi

sumber daya air yang sangat baik. Bentuk bentang

alam daerah vulkanik yang terdiri dari lembah dan

perbukitan merupakan suatu wilayah yang cukup

baik bagi keterdapatan zona resapan (recharge

zones) dan zona luahan (discharge zones) airtanah.

Namun demikian, karakteristik geologi endapan

vulkanik yang selalu berubah dalam jarak yang

cukup dekat dan struktur geologinya yang sangat

kompleks akan berpengaruh pada sistem aliran

airtanah di wilayah tersebut, sebab keluarnya

airtanah ke permukaan dapat diakibatkan oleh

pemotongan muka airtanah akibat kontak antara

batuan permeabel dengan batuan impermeabel,

kehadiran sesar, dan adanya tubuh batuan terobosan

(intrusi).

Salah satu metode yang digunakan dalam

eksplorasi bawah permukaan adalah metode

geofisika. Pemanfaatan metode geofisika untuk

eksplorasi bawah permukaan dilakukan untuk

mendapatkan gambaran secara kuantitatif dan

kualitatif kondisi bawah permukaan sesuai dengan

sifat fisika yang digunakan dalam metode terkait.

Berbagai sifat fisika yang dimiliki oleh material

bawah permukaan dimanfaatkan untuk

mendapatkan anomali bawah permukaan sebagai

target eksplorasi yang dilakukan.

Informasi keberadaan akifer dapat didekati

dengan penyelidikan pendugaan geolistrik metode

tahanan jenis (resistivity) dengan memakai aturan

Schlumberger. Cara ini adalah merupakan salah

satu metode geofisika yang umum digunakan dalam

eksplorasi mencari lapisan pembawa airtanah.

Dengan menggunakan data geologi, data

hidrogeologi dan data geofisika yang berupa

penyelidikan pendugaan geolistrik ini diharapkan

dapat memberikan gambaran mengenai susunan dan

keberadaan suatu lapisan batuan berdasarkan nilai

tahanan jenisnya di bawah permukaan tanah,

khususnya keberadaan akifer sehingga dapat

membantu dalam penentuan titik pemboran pada

saat eksploitasi.

II. FISIOGRAFI

Berdasarkan kondisi fisiografinya, daerah

Penelitian termasuk dalam Zona Bandung

(Bammelen, 1949). Daerah Gekbrong sendiri

merupakan suatu bagian kecil dari Zona Bandung

ini. Daerah Gekbrong merupakan wilayah

gunungapi yang morfologi dan elevasinya sekitar

650 – 1600 mdpl. Gekbrong merupakan bagian dari

Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. (gambar

1.1).

Gambar 1.1 Citra DEM Daerah Penelitian Tanpa Skala

III. GEOLOGI REGIONAL

Pengkajian terhadap hasil penelitian geologi

terdahulu dilakukan sebelum pekerjaan lapangan

dilaksanakan pada wilayah studi. Informasi yang

diperoleh dari penelitian yang pernah dilakukan di

daerah ini diuraikan seperti di bawah ini.

Berdasarkan penelitian Sudjatmiko (1972),

secara regional daerah survey tersusun oleh batuan

hasil erupsi gunung api yaitu (1) Hasil gunung api

tertua (Qot) breksi dan lava, breksi andesit piroksen

bersisipan dengan lava andesit, umumnya

terpropiltasi dan membentuk daerah perbukitan luas

yang dikelilingi Qyg dekat Cianjur. (2) Breksi dan

lahar dari Gunung Gede (Qyg) terdiri dari breksi

vulkanik, batupasir tufan, serpih tufan, dan

aglomerat tufan membentuk dataran Cianjur. Dan

(3) Lava (Qyl) aliran lava andesit dari Gunung

Gede (gambar 1.2).

Gambar 1.2 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi

Aspek-aspek yang dipergunakan dalam

menganalisis geomorfologi vulkanik daerah

penelitian meliputi relief morfologi (pola pengaliran

sungai dan elevasi), model fasies stratovulkanik dan

litologi penyusunnya. Berdasarkan analisa peta

topografi dan pengamatan bentang alam secara

langsung di lapangan, dapat ditarik gambaran

umum kondisi geomorfologi daerah penelitian.

Morfologi daerah penelitian merupakan wilayah

vulkanik yang berada di sekitar tubuh sampai kaki

gunungapi.

Satuan Geomorfologi Berdasarkan relief morfologi, model fasies

stratovulkanik dan litologi penyusunnya, daerah

penelitian dapat dibagi ke dalam dua satuan

geomorfologi berdasarkan pada klasifikasi

morfologi gunungapi menurut Bogie dan M.K.

Mackenzie (1998). Hasil analisis geomorfologi

disajikan dalam Peta Geomorfologi dan diuraikan

sebagai berikut:

Satuan geomorfologi tubuh gunungapi strato

Satuan geomorfologi kaki gunungapi strato

Tabel 4.1 Karakteristik Satuan Geomorfologi Daerah

Penelitian Berdasarkan Relief Morfologi, Model

Fasies Stratovulkanik dan Litologi Penyusunnya

Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi Strato

Satuan geomorfologi ini memiliki ketinggian

antara 850 – 1600 meter di atas permukaan laut

dengan pola pengalirannya berbentuk subparalel

dan dendrito-paralel, mempunyai ciri model fasies

stratovulkanik yaitu wilayah fasies proksimal,

merupakan bagian tubuh dari Gunung Gede.

Litologi penyusunnya adalah endapan hasil erupsi

Gunung Gede yang berupa lava yang berkomposisi

andesit dan endapan piroklastik berupa breksi tufan.

Satuan ini terletak pada Kecamatan Warung

Kondang.

Sungai- sungai yang mengalir pada satuan

geomorfologi ini adalah sungai Citirilik, Cibeleng,

Cibinong, Cisarua Gede, Cibanteng, Cipadang,

Cilimas, Cilebaksaat, Cicantu, Ciganda, Cikole dan

Cisatong. Sungai-sungai tersebut membentuk pola

pengaliran subparalel dan dendrito-paralel.

Penggunaan lahan berupa hutan lebat, taman

nasional dan perkebunan teh.

Gambar 4.1 Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi Strato

(A) dan Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi

Strato (B) pada Gunung Gede

Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi Strato

Satuan geomorfologi ini memiliki ketinggian

antara 650 – 850 meter di atas permukaan laut

dengan pola pengalirannya berbentuk subparalel

dan dendrito-paralel, mempunyai ciri model fasies

stratovulkanik yaitu wilayah fasies medial,

merupakan bagian kaki dari Gunung Gede. Litologi

penyusunnya adalah endapan hasil erupsi Gunung

Gede yang berupa lahar yaitu breksi vulkanik dan

batuan terobosan (intrusi) diorit. Satuan ini terletak

pada Kecamatan Gekbrong.

Sungai-sungai yang mengalir pada satuan

geomorfologi ini adalah sungai Citirilik, Cibeleng,

Cibinong, Cisarua Gede, Cibanteng, Cipadang,

Cilimas, Cilebaksaat, Cicantu dan Cisatong.

Sungai-sungai tersebut membentuk pola pengaliran

subparalel dan dendrito-paralel. Penggunaan lahan

berupa hutan lebat, taman nasional dan perkebunan

teh.

Pola Pengaliran Sungai

Berdasarkan klasifikasi pola pengaliran dasar

dan modifikasi (Howard, 1967 dalam Van Zuidam,

1985) pola pengaliran sungai daerah penelitian

dapat dibagi menjadi 2 (dua) pola pengaliran yaitu:

1. Pola pengaliran sungai subparalel

2. Pola pengaliran sungai dendrito-paralel

Pola Pengaliran Sungai Subparalel

Pola pengaliran sungai subparalel terdapat di

Desa Kebonpeuteuy, Desa Mekarwangi, Desa

Songgom, Desa Bunikasih dan Desa Padaluyu. Pola

pengaliran sungai subparalel terdiri atas sungai-

sungai yang mengalir dengan arah yang sejajar.

Jenis pola pengaliran ini berada di bagian utara,

timur laut dan timur daerah penelitian dengan luas

sekitar 45% dari luas seluruh daerah penelitian.

Pola pengaliran sungai sub-paralel adalah ciri pola

pengaliran sungai pada daerah yang memiliki

litologi yang yang relatif homogen. Pola pengaliran

ini mengaliri daerah yang merupakan lereng timur

dari Gunung Gede (dengan arah aliran relatif barat

laut - tenggara.

Pola Pengaliran Sungai Dendrito-paralel

Pola pengaliran sungai subparalel terdapat di

Desa Gekbrong, Desa Sukalarang, Desa Cimangkok,

Desa Titisan, Desa Cikahuripan dan Desa Sukaratu.

Jenis pola pengaliran sungai dendrito-paralel

terdapat di bagian barat laut, barat dan selatan

dengan luas sekitar 55% dari luas seluruh daerah

penelitian.

Pola pengaliran sungai dendrito-paralel adalah

pola pengaliran yang biasa dijumpai di daerah

vulkanik, karena memiliki arah sungai yang relatif

sejajar dan diujungnya diakhiri dengan pola

dendritik (bercabang). Pola pengaliran sungai jenis

ini memiliki banyak anak-anak sungai yang terdapat

pada daerah yang relatif landai. Pola pengaliran ini

mengaliri daerah yang merupakan lereng barat dari

Gunung Gede (dengan arah aliran relatif barat laut –

tenggara).

Pola pengaliran sungai dendrito-paralel adalah ciri

pola pengaliran sungai pada daerah dengan

kemiringan kecil sampai sedang. Pola pengaliran ini

mengaliri daerah yang merupakan perbukitan

bergelombang lemah. Arah aliran pada pola

pengaliran sungai ini adalah ke selatan dan timur.

Gambar 4.2 Pola Aliran Sungai yang Berkembang di Daerah

Penelitian yaitu Pola Pengaliran Subparalel (A)

dan Pola Pengaliran Dendrito-paralel (B).

Gambar 4.3 Peta Geomorfologi Daerah Penelitian

Stratigrafi

Berdasarkan korelasi data dari Peta Geologi

Regional Lembar Cianjur, pengukuran geolistrik

dan pengamatan singkapan batuan baik di lapangan

secara langsung maupun yang dilakukan di

laboratorium, daerah penelitian dapat dibagi dalam

empat satuan litostratigrafi. Urutan keempat satuan

tersebut dari yang tua sampai yang muda adalah

satuan intrusi diorit (Qid), satuan breksi vulkanik

(Qbv), satuan breksi tufan (Qbt) dan satuan lava

andesit (Qla).

Tabel 4.2 Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian

Satuan Intrusi Diorit (Qid)

Satuan ini tersusun atas batuan beku diorit.

Secara megaskopis dideskripsi sebagai berikut:

batuan beku diorit dengan warna lapuk abu-abu,

warna segar abu-abu kehitaman, hipokristalin,

tekstur porfiritik, kemas equigranular, pemilahan

buruk, tingkat kekompakan keras dan bersifat

massif.

Gambar 4.4 Singkapan Intrusi Diorit di Desa Cikahuripan

pada ST-10

Satuan Breksi Vulkanik (Qbv)

Satuan ini terdiri dari breksi vulkanik. Secara

megaskopis dideskripsi sebagai berikut: breksi

vulkanik dengan warna lapuk coklat terang, warna

segar coklat kemerahan, bentuk butir menyudut,

porositas baik, permeabilitas baik, pemilahan buruk,

kekompakan keras, bersifat massif; komponen

batuan beku berukuran 1-5 cm dengan warna lapuk

hitam, warna segar abu-abu gelap, terdapat mineral

kuarsa, plagioklas dan mineral-mineral mafik,

pemilahan sedang; matriks tuf dengan warna lapuk

coklat terang, warna segar coklat kemerahan,

ukuran butir 1/4-1/8 mm, bentuk butir membundar

tanggung, permeabilitas baik dan terdapat gelas.

Satuan breksi vulkanik ini dapat disebandingkan

dengan Breksi, Tuf dan Lahar dari Gunung Gede

(Qyg) menurut Sudjatmiko (1972) dengan umur

kuarter.

Gambar 4.5 Singkapan Breksi Vulkanik di Desa Mekarwangi

pada ST-53

Satuan Breksi Tufan (Qbt)

Satuan ini terdiri dari breksi matriks supported

dan tuf. Secara megaskopis dideskripsi sebagai

berikut: breksi vulkanik dengan warna lapuk coklat,

warna segar coklat kehitaman, bentuk butir

menyudut, porositas baik, permeabilitas sedang,

pemilahan buruk dan kekompakan agak keras;

komponen batuan beku berukuran 0.5-5 cm dengan

warna lapuk abu-abu, warna segar abu-abu abu-abu

kehitaman, pemilahan sedang, kemas

inequigranular, bentuk butir menyudut-menyudut

tangggung; matriks tuf dengan warna lapuk coklat

terang, warna segar coklat kemerahan, ukuran butir

1/4-1/8 mm, bentuk butir membundar tanggung dan

permeabilitas baik.

Satuan breksi tufan ini dapat disebandingkan

dengan Breksi, Tuf dan Lahar dari Gunung Gede

(Qyg) menurut Sudjatmiko (1972) dengan umur

kuarter.

Gambar 4.6 Singkapan Breksi Tufan di Desa Kebonpeuteuy

pada ST-29

Satuan Lava Andesit (Qla)

Satuan ini merupakan satuan tertua di daerah

penelitian. Satuan ini tersusun atas lava andesit.

Secara megaskopis dideskripsi sebagai berikut:

batuan beku andesitis, warna lapuk abu-abu

kecoklatan, warna segar abu-abu kehitaman,

hipokristalin, tekstur afanitik, kemas inequigranular,

pemilahan buruk, tingkat kekompakan keras dan

bersifat massif.

Satuan lava andesit ini dapat disebandingkan

dengan Lava dari Gunung Gede (Qyl) menurut

Sudjatmiko (1972) dengan umur kuarter.

Gambar 4.7 Singkapan Lava Andesit di Desa Gekbrong pada ST-36

Gambar 4.8 Peta Geologi Daerah Penelitian

Penyelidikan Geolistrik

Penyelidikan geolistrik termasuk jenis

penyelidikan permukaan untuk melokalisasi letak

dan posisi dimana airtanah terdapat. Penyelidikan

dengan cara ini akan memberikan gambaran

perubahan dan susunan harga tahanan jenis pada

arah tegak dan mendatar, sehingga dapat dibuat

korelasi yang dapat memberikan gambaran tentang

susunan batuan dalam arah tegak.

Susunan batuan dalam arah tegak tidak lain

daripada konstruksi perlapisan dan stratigrafi

daerah penelitian, dimana salah satu dari lapisan ini

mungkin dapat berfungsi sebagai lapisan

penyimpan dan pembawa airtanah (akifer).

Harga tahanan jenis suatu batuan mempunyai

kisaran harga yang cukup besar, yaitu 100 hingga

800 ohm meter, sedangkan untuk batuan sedimen

yang tidak terkonsolidasi mempunyai tahanan jenis

antar 6-104 ohm meter. Kisaran harga tahanan jenis

yang cukup besar ini disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain yaitu material-material

pembentuknya, kerapatan, porositas, bentuk dan

ukuran pori, dan tingkat kejenuhan. Batuan yang

relative lebih porous dan bersifat lepas, daya hantar

listriknya lebih dipengaruhi oleh jumlah fluida yang

dikandungnya daripada material pembentuknya.

Pada pengukuran di lapangan, tahanan jenis

yang diukur adalah tahanan jenis semu, kecuali

harga tahanan jenis yang diperoleh dengan jarak

elektroda arus yang kecil dapat menghasilkan

tahanan jenis sebenarnya dari lapisan pertama,

karena sebagian besar arus yang diberikan mengalir

pada lapisan pertama ini. Apabila jarak arus

diperbesar maka arus akan masuk ke dalam lapisan

yang lebih dalam. Jika batuan yang ditembus oleh

arus tersebut tidak homogeny, maka harga tahanan

jenis yang diperoleh adalah harga tahanan jenis

semu. Hal ini disebabkan karena perbedaan

komposisi dan susunan material pembentuknya

serta tingkat kejenuhannya yang menjadikanbatas

tertentu yang menimbulkan perlapisan pada batuan

tersebut.

Pengukuran geolistrik di lokasi penelitian pada

100 titik pengamatan (konfigurasi Schlumberger).

Dari hasil perngukuran tersebut kemudian dapat

dibuat korelasi tentang kesamaan harga tahanan

jenis (isoresistivity), ketebalan lapisan antar titik.

Dari data tersebut dibuat peta isoresistivitas atau

peta resistivitas vertikal dari berbagai kedalaman

dan juga dibuat penampang geolistrik yang dibuat

berdasarkan hasil interpretasi harga tahananan jenis

dan ketebalan lapisan batuan.

Gambar 4.9 Lokasi Penelitian pada 100 Titik Pengamatan

Geolistrik

Korelasi Titik Geolistrik dengan Singkapan Batuan

Korelasi pada Stasiun GB-07 A dengan ST-25

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-25

terdapat di perkebunan teh, dengan deskripsi batuan

adalah tuff lapilian, dengan warna kuning

kecoklatan, ukuran butir sampai dengan 2 mm. Dari

penampang resistivitas GB-07 A didapatkan harga

resistivitas sebesar 27.33 ohm meter sampai 22.25

ohm meter yang dipekirakan sebagai tuff sangat

halus. Pada bagian bawahnya mempunyai nilai

resistivitas yang tidak terlalu berbeda, hal ini

menunjukan dominasi endapan piroklastik halus.

Gambar 4.10 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-07 A dengan

Singkapan pada ST-25

Korelasi pada Stasiun GB-10 A dengan ST-26

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-26

terdapat di samping jalan yang berdekatan dengan

pemukiman warga dan pada stasiun ini ditemukan

juga mataair. Dengan deskripsi batuan adalah breksi

vulkanik, komponen batuan beku andesitis, ukuran

komponen 0,5-10 cm, subangular-subrounded,

pemilahan buruk, kemas terbuka, tingkat pelapukan

sedang, matriks tuff kasar-lapili, dengan warna

kuning kecoklatan. Dari penampang resistivitas

GB-10 A didapatkan harga resistivitas sebesar

85.18 ohm meter sampai 98.84 ohm meter yang

diperkirakan sebagai breksi tufan.

Gambar 4.11 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-10 A dengan

Singkapan pada ST-26

Korelasi pada Stasiun GB-46 A dengan ST-50

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-50

terdapat di sawah warga dan pada stasiun ini

ditemukan juga mataair. Dengan deskripsi batuan

adalah tuff lapilian, warna kuning kecoklatan,

ukuran butir sampai dengan 2 mm, kemas terbuka.

Dari penampang resistivitas GB-46 A didapatkan

harga resistivitas sebesar 9.64 ohm meter sampai

33.29 ohm meter yang diperkirakan sebagai tuff

lapilian.

Gambar 4.12 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-46 A dengan

Singkapan pada ST-50

Korelasi pada Stasiun GB-54 A dengan ST-51

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-51

terdapat di sawah warga dan terlihat kontak antara

tuf dengan breksi vulkanik. Dengan deskripsi

batuan adalah tuff lapilian, warna coklat, ukuran

butir sampai dengan 2 mm, kemas terbuka. Breksi

vulkanik, matriks supported, komponen batuan

beku, matrix tuff kasar-lapilli, dengan ukuran

komponen 10-30 cm, angular-subrounded, kemas

terbuka, pemilahan buruk. Dari penampang

resistivitas GB-54 A didapatkan harga resistivitas

sebesar 4.02 ohm meter sampai 26.59 ohm meter

yang diperkirakan sebagai tuff lapilian dan harga

resistivitas sebesar 178.69 ohm meter yang

diperkirakan sebagai breksi tufan.

Gambar 4.13 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-54 A dengan

Singkapan pada ST-51

Korelasi pada Stasiun GB-58 A dengan ST-56

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-56

terdapat di wilayah perkebunan teh. Dengan

deskripsi batuan adalah breksi vulkanik, komponen

batuan beku andesitis, ukuran komponen 0,5-10 cm,

subangular-subrounded, pemilahan buruk, kemas

terbuka, tingkat pelapukan sedang, matriks tuff kasar-

lapili, dengan warna hitam kecoklatan. Dari

penampang resistivitas GB-58 A didapatkan harga

resistivitas sebesar 169.87 ohm meter sampai

395.55 ohm meter yang diperkirakan sebagai breksi

vulkanik.

Gambar 4.14 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-58 A dengan

Singkapan pada ST-56

Korelasi pada Stasiun GB-66 A dengan ST-32

Singkapan pada titik pengamatan geologi ST-32

terdapat di pinggir sungai. Dengan deskripsi batuan

adalah batuan beku andesitis, warna lapuk abu-abu

kecoklatan, warna segar abu-abu kehitaman,

hipokristalin, tekstur porfiritik, kemas

inequigranular, pemilahan buruk, tingkat

kekompakan keras dan bersifat massif. Dari

penampang resistivitas GB-66 A didapatkan harga

resistivitas sebesar 313.93 ohm meter sampai

684.93 ohm meter yang diperkirakan sebagai lava

andesitis.

Gambar 4.15 Korelasi Titik Geolistrik pada GB-66 A dengan

Singkapan pada ST-32

Korelasi Data Pemboran

Pemboran eksplorasi airtanah di daerah

penelitian telah dilakukan oleh PT.Tirta Investama

pada bulan Juli hingga September 2009. Berikut ini

gambaran posisi titik bor di daerah penelitian.

Tabel 4.3 Posisi Titik Bor di Daerah Penelitian

No. Bore Hole X

(UTM)

Y

(UTM)

Z

(Meter)

1. BH-01 /

GK-01 B 725740 9240588 827

2. BH-02 /

GK-01 A 725671 9240562 827

3. BH-03 725608 9240516 827

Korelasi dari tiga log pemboran dibuat dalam

penelitian hidrogeologi ini untuk dapat

menggambarkan kondisi suksesi vulkanik yang ada

di sekitar titik pemboran. Adapun urutan batuan

hasil korelasi sebagai berikut:

Gambar 4.19 Penampang Korelasi Log Pemboran Eksplorasi

Airtanah Antara BH-01, BH-02 dan BH-03

(Modifikasi dari Evendi, 2009)

Korelasi Singkapan Batuan dengan Data

Pemboran

Dalam menentukan kondisi bawah permukaan

secara nyata, maka perlu dilakukan korelasi dari

data-data yang ada diantaranya yaitu data singkapan

batuan dengan data pemboran.

Gambar 4.20 Korelasi Sumur BH-01 dengan Singkapan

Batuan pada ST-13

Gambar 4.21 Korelasi Sumur BH-02 dengan Singkapan

Batuan pada ST-14

Gambar 4.22 Korelasi Sumur Bor BH-03 dengan Singkapan

Batuan pada ST-17

Dari pengamatan kondisi hidrogeologi dan

korelasi antara beberapa titik pengamatan geolistrik

baik dengan beberapa titik pengamatan singkapan

batuan di permukaan maupun dengan data sumur

pemboran (BH-01, BH-02 dan BH-03) diperoleh

perkiraan kisaran nilai tahanan jenis batuan di

daerah penelitian.

Tabel 4.4 Pengelompokan Nilai Resistivitas Batuan di

Daerah Penelitian

Peta Resistivitas Tiap Kedalaman

Peta resistivitas atau nilai tahanan jenis batuan

dapat menggambarkan persebaran nilai tahanan

jenis 1D secara lateral. Persebaran nilai-nilai

tahanan jenis pada peta isoresistivity dapat

memberikan gambaran keadaan lapisan batuan di

bawah permukaan dengan mengkorelasikan data

geologi yang ada.

Berikut adalah gambaran dan penjelasan dari

masing-masing kedalaman di bawah permukaan:

Gambar 4.23 Peta Resistivitas Kedalaman 1 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 1 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai

tahanan jenis sekitar 0 ohm meter hingga lebih dari

400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan

tersusun hampir oleh semua jenis litologi yaitu tuf

sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli, breksi

matriks supported, breksi grain supported, lava

andesit dan intrusi diorit.

Gambar 4.24 Peta Resistivitas Kedalaman 5 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 5 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini didominasi oleh batuan yang

memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi

dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter

hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman

ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf

halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,

breksi grain supported, lava andesit dan intrusi

diorit.

Gambar 4.25 Peta Resistivitas Kedalaman 10 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 10 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai

tahanan jenis yaitu sekitar 0 ohm meter hingga lebih

dari 400 ohm meter. Pada kedalaman ini

diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf

halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,

breksi grain supported, lava andesit dan intrusi

diorit.

Gambar 4.26 Peta Resistivitas Kedalaman 25 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 25 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini didominasi oleh batuan yang

memiliki nilai tahanan jenis yang rendah (0 ohm

meter - 80 ohm meter) dan di beberapa titik nilai

tahanan jenisnya 81 ohm meter hingga lebih dari

400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan

tersusun oleh tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar,

lapilli, breksi matriks supported, breksi grain

supported, lava andesit dan intrusi diorit.

Gambar 4.27 Peta Resistivitas Kedalaman 50 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 50 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini masih didominasi oleh batuan yang

memiliki nilai tahanan jenis rendah (0 ohm meter -

80 ohm meter) dan di beberapa titik nilai tahanan

jenisnya 81 ohm meter hingga lebih dari 400 ohm

meter. Pada kedalaman ini diperkirakan tersusun

oleh tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli,

breksi matriks supported, breksi grain supported,

lava andesit dan intrusi diorit.

Gambar 4.28 Peta Resistivitas Kedalaman 75 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 75 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini sangat bervariasi dengan nilai

tahanan jenis sekitar 0 ohm meter hingga lebih dari

400 ohm meter. Pada kedalaman ini diperkirakan

tersusun hampir oleh semua jenis litologi yaitu tuf

sangat halus, tuf halus, tuf kasar, lapilli, breksi

matriks supported, breksi grain supported, lava

andesit dan intrusi diorit.

Gambar 4.29 Peta Resistivitas Kedalaman 100 Meter

Pada peta resistivitas kedalaman 100 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini didominasi oleh batuan yang

memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi

dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter

hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman

ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf

halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,

breksi grain supported, lava andesit dan intrusi

diorit.

Gambar 4.30 Peta Resistivitas Kedalaman 125 meter

Pada peta resistivitas kedalaman 125 meter ini

dapat disimpulkan bahwa lapisan batuan pada

kedalaman ini didominasi oleh batuan yang

memiliki nilai tahanan jenis tinggi dan bervariasi

dengan nilai tahanan jenis sekitar 0 ohm meter

hingga lebih dari 400 ohm meter. Pada kedalaman

ini diperkirakan tersusun oleh tuf sangat halus, tuf

halus, tuf kasar, lapilli, breksi matriks supported,

breksi grain supported, lava andesit dan intrusi

diorit.

Peta Resistivitas Vertikal Peta resistvitas vertikal adalah gabungan dari

peta resistivitas dari tiap kedalaman yang disusun

secara vertikal. Peta ini dapat menunjukan

hubungan dan korelasi antar batuan dengan tahanan

jenis yang sudah dipetakan di tiap kedalaman.

Secara umum dari tiap titik duga menunjukkan

nilai tahanan jenis antara 1 – 3057 m dengan

rincian sebagai berikut:

1. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

1 – 20 m yang mengindikasikan batuan dengan

resistivitas amat rendah dapat di jumpai di

permukaan dengan ketebalan bervariasi di

berbagai kedalaman. Batuan dengan nilai

resistivitas rendah tersebar luas di bagian

timurlaut daerah penelitian, terlihat sebagian

kecil pada kedalaman antara 1 hingga 10 meter

dan mendominasi pada kedalaman 25 meter

hingga 75 meter.

2. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

21 – 40 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas rendah. Tersebar pada kedalaman 1

meter – 25 meter dibagian barat, selatan dan

timurlaut daerah penelitian dengan jumlah relatif

sedikit.

3. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

41 – 60 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas menengah 1, dijumpai berselingan

dengan batuan dengan resistivitas rendah di

berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman

25 meter dengan jumlah relatif sedikit.

4. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

61 – 80 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas menengah 2, dijumpai berselingan

dengan batuan dengan resistivitas menengah 1 di

berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman

25 meter dengan jumlah relatif sedikit.

5. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

81 – 120 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas menengah 3, dijumpai berselingan

dengan batuan dengan resistivitas menengah 2 di

berbagai kedalaman. Tersebar pada kedalaman

75 meter di bagian barat laut sampai selatan

daerah penelitian dengan jumlah relatif sedikit.

6. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

121 – 200 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas menengah menengah 4. Batuan

dengan resistivitas ini tersebar dari kedalaman 1

meter – 125 meter, tetapi yang mendominasi

hanya pada kedalaman 1 meter – 10 meter

tersebar di bagian selatan daerah penelitian.

7. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis antara

201 – 400 m mengindikasikan batuan dengan

resistivitas yang tinggi dibandingkan kelompok

sebelumnya. Batuan dengan resistivitas ini

tersebar pada kedalaman 1 meter – 125 meter.

Pada kedalaman 1 meter – 10 meter batuan ini

tersebar pada bagian selatan dan terlihat kembali

pada kedalaman 50 – 125 meter.

8. Lapisan batuan dengan nilai tahanan jenis lebih

besar dari 400 m mengindikasikan batuan

dengan resistivitas amat tinggi, mengindikasikan

batuan yang kompak dengan densitas yang

tinggi. Batuan dengan resistivitas ini tersebar

pada kedalaman 1 meter – 125 meter. Ditemukan

dengan dominasi di bagian barat dan sedikit

dijumpai di bagian timurlaut dan selatan daerah

penelitian.

Gambar 4.31 Peta Resistivitas Vertikal Daerah Penelitian

Penampang Geolistrik

Penampang geolistrik dapat memberikan

gambaran keberadaan, persebaran, dan ketebalan

lapisan batuan di bawah permukaan dengan

mengacu kepada data geologi di sekitar lokasi

penelitian. Hal ini dapat juga memberikan

gambaran mengenai karakteristik lapisan akifer di

bawah permukaan. Oleh karena itu maka dibuat

garis penampang yang melewati beberapa lokasi

titik duga.

Berdasarkan peta resistivitas pada berbagai

variasi kedalaman, dapat ditarik empat buah garis

penampang dengan rincian tiga buah penampang

berarah baratlaut – tenggara dan satu buah

penampang berarah timurlaut – baratdaya.

Penampang ini digunakan untuk merekonstruksi

bentuk perlapisan dan sebaran nilai resistivitas

batuan secara vertikal dan lateral. Berikut ini adalah

gambaran dan penjelasan dari beberapa penampang

geolistrik yang telah dibuat:

Gambar 4.32 Lokasi Penampang Geolistrik di Daerah

Penelitian

Penampang Geolistrik A – B

Gambar 4.33 Penampang Geolistrik Lintasan A-B

U

U

U

U

Penampang geolistrik A-B tersebut melewati

beberapa titik duga meliputi GB-68 A, GB-09 A,

GB-55 A, GB-96 A dan GB-77 A serta memiliki

arah orientasi baratlaut - tenggara. Lapisan yang

mendominasi pada penampang ini diperkirakan

lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057 ohm

meter).

Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm

meter) diperkirakan tersebar pada kedalaman 0-1

meter. Lapisan ini tersusun oleh lapukan soil – tuf

sangat halus. Pada penampang ini lapisan ini tidak

terlihat karena lapisan ini hanya memiliki ketebalan

yang sangat tipis.

Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm meter)

diperkirakan hanya sampai kedalaman 0-50 meter

pada sekitar titik duga geolistrik GB-09 A. Lapisan

ini tersusun oleh tuf sangat halus.

Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm

meter) diperkirakan tersebar pada beberapa

kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf

kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini tersebar di antara titik duga

GB-68 A dan titik GB-09 A atau sebelah utara

daerah penelitian. Lapisan ini berfungsi sebagai

lapisan akifer yang memiliki kemampuan untuk

menyimpan dan mengalirkan airtanah.

Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)

diperkirakan tersebar pada kedalaman di atas 50

meter. Lapisan ini tersusun oleh breksi grain

supported. Berdasarkan hasil rekonstruksi

penampang geolistrik, lapisan ini tersebar di

wilayah bagian selatan daerah penelitian

berselingan dengan lapisan resistivitas menengah.

Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akiklud yang

hanya memiliki kemampuan untuk menyimpan

airtanah, namun hanya sedikit sekali.

Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-2507

ohm meter) diperkirakan tersebar pada beberapa

kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh batuan

terobosan/intrusi yaitu batuan beku diorit.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini tersebar di bagian selatan

daerah penelitian pada kedalaman 25-125 meter dan

tersebar di bagian selatan daerah penelitian.

Penampang Geolistrik C – D

Gambar 4.34 Penampang Geolistrik Lintasan C-D

Penampang geolistrik C-D tersebut melewati

beberapa titik duga meliputi GB-24 A, GB-19 A,

GB-25 A, dan GB-17 A serta memiliki arah

orientasi baratlaut-tenggara. Lapisan yang

mendominasi pada penampang ini diperkirakan

lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm meter).

Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm

meter) diperkirakan tersebar pada kedalaman 0-1

meter. Lapisan ini tersusun oleh lapukan soil-tuf

sangat halus. Pada penampang ini lapisan ini tidak

terlihat karena lapisan ini hanya memiliki ketebalan

yang sangat tipis.

Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm meter)

diperkirakan terdapat pada kedalaman 0-50 meter

pada sekitar titik duga geolistrik GB-24 A dan pada

kedalaman di atas 100 meter. Lapisan ini tersusun

oleh tuf sangat halus.

Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm

meter) diperkirakan tersebar pada beberapa

kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf

kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini tersebar di antara titik duga

GB-25 A dan titik GB-17 A atau sebelah selatan

daerah penelitian. Lapisan resistivitas menengah 4

(breksi matriks supported ) tersebar pada

kedalaman 0 – 100 meter dari titik duga GB-19 A

hingga titik duga GB-25 A. Lapisan ini berfungsi

sebagai lapisan akifer yang memiliki kemampuan

untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah.

Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)

diperkirakan tersebar pada kedalaman 50 meter.

Lapisan ini tersusun oleh breksi grain supported.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini tersebar di sebelah selatan

daerah penelitian dan daerah utara penelitian.

Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akiklud yang

hanya memiliki kemampuan untuk menyimpan

airtanah, namun hanya sedikit sekali.

Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057

ohm meter) diperkirakan tidak terdapat pada

penampang ini.

Penampang Geolistrik E – F

Gambar 4.35 Penampang Geolistrik Lintasan E-F

Penampang geolistrik E-F tersebut melewati

beberapa titik duga meliputi GB-33 A, GB-34 A

dan GB-38 A serta memiliki arah orientasi

baratlaut-tenggara.

Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm

meter), lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm

meter), lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm

meter), lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm

meter) dan lapisan resistivitas sangat tinggi (401-

3057 ohm meter) diperkirakan tersebar merata di

berbagai kedalaman. Lapisan resistivitas tinggi

(201-400 ohm-meter) sedikit lebih mendominasi

pada penampang ini.

Penampang Geolistrik G – H

Gambar 4.36 Penampang Geolistrik Lintasan G-H

Penampang geolistrik G-H tersebut melewati

beberapa titik duga meliputi GB-25 A, GB-21 A,

GB-26 A, GB-30 A, GB-31 A, GB-41 A dan GB-34

A serta memiliki arah orientasi timurlaut-baratdaya.

Lapisan yang mendominasi pada penampang ini

diperkirakan lapisan resistivitas amat rendah (0-20

ohm meter).

Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm

meter), lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm

meter), lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm

meter), lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm-

meter) dan lapisan resistivitas sangat tinggi (400-

3057 ohm meter) diperkirakan tersebar merata di

berbagai kedalaman. Lapisan resistivitas amat

rendah (0-20 ohm meter) sedikit lebih

mendominasi pada penampang ini

Lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm

meter) terlihat mengisi di daerah dengan topografi

cekungan pada daerah pertengahan daerah

penelitian. Lapisan ini tersusun oleh tuf sangat

halus dan lapisan ini berfungsi sebagai lapisan

akifer yang memiliki kemampuan untuk

menyimpan dan mengalirkan airtanah.

Lapisan resistivitas rendah (20-40 ohm-meter)

diperkirakan terdapat berselingan dengan lapisan

resistivitas amat rendah, lapisan ini berfungsi

sebagai lapisan akifer yang memiliki kemampuan

untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah.

Lapisan resistivitas menengah (41-200 ohm-

meter) diperkirakan tersebar pada beberapa

kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh tuf halus, tuf

kasar, tuf lapili dan breksi matriks supported.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini terlihat mengisi di daerah

dengan topografi cekungan pada daerah

pertengahan daerah penelitian dengan topografi

sedikit lebih tinggi daripada lapisan resistivitas

rendah. Lapisan ini berfungsi sebagai lapisan akifer

yang memiliki kemampuan untuk menyimpan dan

mengalirkan airtanah.

Lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm meter)

diperkirakan tersebar pada beberapa kedalaman.

Lapisan ini tersusun oleh breksi grain supported.

Berdasarkan hasil rekonstruksi penampang

geolistrik, lapisan ini tersebar di sebelah barat

daerah penelitian. Lapisan ini berfungsi sebagai

lapisan akiklud yang hanya memiliki kemampuan

untuk menyimpan airtanah, namun hanya sedikit

sekali.

Lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057

ohm meter) diperkirakan tersebar pada beberapa

kedalaman. Lapisan ini tersusun oleh batuan lava

andesitis. Berdasarkan hasil rekonstruksi

penampang geolistrik, lapisan ini tersebar di bagian

barat daerah penelitian.

Blok Diagram Bawah Permukaan

Blok diagram dibuat untuk memperoleh gambaran

persebaran lapisan-lapisan batuan secara 3D. Blok

diagram geolistrik dibuat dengan menghubungkan

persebaran lapisan batuan hasil rekonstruksi

penampang geolistrik dan dibantu dengan program

piranti lunak untuk menghasilkan gambaran

persebaran lapisan batuan di lokasi pendugaan

geolistrik secara 3D. Hasil yang diperoleh berupa

gambaran persebaran lapisan batuan secara vertikal

dan lateral atau 3D. Sehingga akan mempermudah

memperoleh gambaran dan mengintepretasi

persebaran lapisan batuan secara 3D di lokasi

pengukuran titik duga geolistrik.

Gambar 4.37 Blok Diagram Bawah Permukaan Daerah

Penelitian

Hidrogeologi Daerah Penelitian

Pada daerah penelitian terdapat 16 lokasi mata

air dan 3 sumur pemboran hasil observasi. Berikut

ini hasil pengamatan lapangan mengenai

hidrogeologi di daerah penelitian diantaranya:

Pemunculan Mataair

Mataair di daerah penelitian umumnya banyak

ditemukan pada ketinggian 700 - 900 mdpl,

beberapa mataair muncul pada elevasi 1000 - 1300

mdpl. Mataair dengan debit besar dijumpai pada

daerah vulkanik berumur Kuarter dengan batuan

penyusun berupa batuan piroklastik produk Gunung

Gede yang berasosiasi dengan tekuk lereng antara

morfologi lereng dengan kaki gunungapi. Di

samping itu, pertemuan antara bahan-bahan

vulkanik yang relatif muda dan bersifat poros di

bagian atas dengan batuan yang lebih tua dan

bersifat lebih kedap air di bagian bawah juga

merupakan faktor pengontrol pemunculan mataair-

mataair di sekitar lokasi ini.

Mataair pada daerah penelitian dapat muncul di

mana-mana dengan berbagai cara dan dengan

distribusi yang tidak merata. Jika ditinjau dari

sebarannya, hampir semua mataair yang ditemukan

terdapat pada morfologi lereng dan kaki gunung.

Hal ini dikarenakan kedudukan kedua morfologi ini

tepat di bawah daerah hujan yang umumnya jatuh

pada morfologi kerucut gunungapi.

Mataair di daerah penelitian berdasarkan sebab

keterjadinya terdiri dari beberapa jenis yaitu: mata

air depresi (depresion spring) yang terbentuk

karena permukaan airtanah terpotong oleh topografi,

mata air kontak (contact spring) yang terjadi karena

lapisan yang lulus air terletak di atas lapisan kedap

air dan mata air rekahan (fracture spring) yang

keluar dari rekahan pada batuan.

Gambar 4.38 Mataair Depresi (Depresion Spring) pada

Stasiun Pengamatan MA-04

Gambar 4.39 Mataair Kontak (Contact Spring) pada

Stasiun Pengamatan MA-12

Gambar 4.40 Mataair Rekahan (Fracture Spring) pada

Stasiun Pengamatan MA-15

Berdasarkan pengamatan di lapangan di daerah

Gekbrong dan sekitarnya terdapat tiga komplek

mata air yaitu komplek mataair Cibeusi terletak

daerah barat laut daerah penelitian, komplek

mataair Cijero terletak di bagian utara daerah kajian

dan komplek mataair Cisalada yang terletak di

bagian tenggara daerah penelitian.

Gambar 4.41 Peta Lokasi Mataair Daerah Penelitian

Arah Aliran Airtanah di Setiap Satuan

Geomorfologi

Setiap satuan geomorfologi memiliki karakteristik

dalam mengalirkan airtanah yang ada di dalamnya.

Macam-macam arah aliran airtanah di setiap satuan

gemorfologi di daerah penelitian diantaranya yaitu:

Pada Satuan Geomorfologi Tubuh Gunungapi

Strato

Pada satuan geomorfologi tubuh gunungapi

strato ini air tanah mengalir dari daerah yang lebih

tinggi ke daerah yang lebih rendah atau mengalir

dari puncak ke bawah dengan arah timurlaut-

tenggara. Pola pengaliran sungai yang berkembang

pada satuan geomorfologi ini adalah paralel dan

dendrito-paralel sementara sungai-sungainya

mengalir di daerah yang mengisi sub DAS Cibeleng,

kemudian ketika sampai ke hilir arah alirannya

berubah arah menjadi timur-barat. Air hujan yang

turun, di daerah puncak gunung akan mengalir

menjadi air permukaan berupa sungai-sungai kecil

yang memiliki lembah berbentuk huruf ‘V’ dan

sangat curam. Sedangkan semakin kearah hilir air

permukaan tersebut akan mengisi akifer dan

mengalir menjadi air tanah.

Pada Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi

Strato Pada satuan geomorfologi kaki gunungapi strato

ini ditempati oleh litologi breksi vulkanik dan

intrusi diorit. Pola pengaliran sungai yang

berkembang pada satuan geomorfologi ini adalah

paralel dan dendrito-paralel sementara sungai-

sungainya mengalir di daerah yang mengisi sub

DAS Cikundul dan Cilaku. Arah aliran pada sataun

morfologi ini didominsai oleh arah timurlaut-

tenggara.

Gambar 4.42 Peta Catchment Area Daerah Penelitian

Gambar 4.43 Peta Isophreatic Daerah Penelitian

Satuan Hidrogeologi Daerah Penelitian Keadaan hidrogeologi di daerah penelitian

dianalisis berdasarkan kondisi geologi permukaan,

persebaran nilai tahanan jenis bawah permukaan,

interpretasi berdasarkan penampang geolistrik dan

peta resistivitas tiap kedalaman atau peta

isoresistivity dan keterdapatan lapisan batuan yang

berfungsi sebagai akifer.

Hidrogeologi daerah penelitian diinterpretasikan

memiliki 4 satuan hidrogeologi berdasarkan

keberadaan media penyusun akifer yaitu sebagai

berikut:

1. Satuan hidrogeologi akikrak

2. Satuan hidrogeologi akiklud 1

3. Satuan hidrogeologi akifer

4. Satuan hidrogeologi akiklud 2

Tabel 4.5 Tabel Hidrogeologi Daerah Penelitian

Satuan Hidrogeologi Akikrak Satuan hidrogeologi akikrak menempati sekitar

15% daerah penelitian tersebar di bagian utara

daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh lava

andesit yang berfungsi sebagai lapisan akikrak

dengan memiliki kemampuan menyimpan dan

mengalirkan airtanah melalui media rekahan.

Secara geologi permukaan, satuan ini tersusun oleh

satuan lava andesit (Qla).

Satuan Hidrogeologi Akiklud 1 Satuan hidrogeologi akiklud 1 menempati

sekitar 10% daerah penelitian tersebar di bagian

utara daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh

batuan breksi grain supported yang berfungsi

sebagai lapisan dengan memiliki kemampuan

menyimpan dan sedikit mengalirkan air tanah

melalui cerah antar komponen dan butir pada

matriks. Secara geologi permukaan, satuan ini

tersusun oleh satuan lava andesit (Qla) dan satuan

breksi tufan (Qbt).

Satuan Hidrogeologi Akifer Satuan hidrogeologi akifer menempati sekitar

60% daerah penelitian tersebar di bagian barat-

timur dan hampir mendominasi sebagian di wilayah

selatan daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh

tuf sangat halus, tuf halus, tuf kasar, tuf lapili,

breksi matriks supported yang berfungsi sebagai

lapisan akifer dengan memiliki kemampuan

menyimpan dan mengalirkan air tanah melalui

celah antar butir. Secara geologi permukaan, satuan

ini tersusun oleh satuan breksi tufan (Qbt) dan

satuan breksi vulkanik (Qbv).

Satuan Hidrogeologi Akiklud 2 Satuan hidrogeologi akiklud 2 menempati

sekitar 15% daerah penelitian tersebar di bagian

selatan daerah penelitian. Satuan ini tersusun oleh

batuan breksi grain supported yang berfungsi

sebagai lapisan dengan memiliki kemampuan

menyimpan dan sedikit mengalirkan air tanah

melalui celah antar komponen dan butir pada

matriks. Secara geologi permukaan, satuan ini

tersusun oleh satuan intrusi diorit (Qid) dan satuan

breksi vulkanik (Qbv).

Gambar 4.44 Peta Hidrogeologi Daerah Penelitian

Secara umum arah aliran di daerah penelitian

berarah timur-laut, hal ini disebabkan karena

adanya batuan-batuan yang bersifat impermeable

seperti intrusi diorit dan breksi vulkanik pada

bagian selatan daerah penelitian. Sehingga batuan

disekitarnya susah meloloskan air. Hal ini

menyebabkan arah aliran yang awalnya berarah

baratlaut-tenggara dari DAS sungai Cibeleng

berubah arah menjadi timur-barat. Gambar 4.45 Peta Recharge Area Daerah Penelitian

Geometri Akifer

Geometri akifer dibuat untuk memperoleh

gambaran persebaran lapisan akifer secara 3D.

Geometri akifer dibuat dengan menghubungkan

persebaran lapisan batuan hasil rekonstruksi

penampang geolistrik, peta isoresistivity, peta

hidrogeologi, peta geologi dan dibantu program

piranti lunak untuk menghasilkan gambaran

persebaran lapisan batuan di lokasi pendugaan

geolistrik secara 3D. Hasil yang diperoleh berupa

gambaran persebaran lapisan batuan secara 3D.

Sehingga akan mempermudah memperoleh

gambaran dan mengintepretasi persebaran lapisan

batuan secara 3D di lokasi pengukuran titik duga

geolistrik Geometri akifer juga dapat menjelaskan

persebaran lapisan yang diinterpretasi sebagai

akifer, akiklud dan akikrak berdasarkan nilai

resistivitas batuan secara 3D.

Persebaran Lapisan Akikrak

Lapisan akikrak atau dapat diidentifikasi

sebagai lapisan resistivitas sangat tinggi (400-3057

ohm-meter) dengan jenis batuan lava andesit

tersebar mendominasi di bagian barat daerah

penelitian sebagai media penyusun akifer satuan

hidrogeologi akikrak. Selain itu lapisan ini tersebar

pula pada bagian selatan daerah penelitian.

Gambar 4.46 Persebaran Lapisan Akikrak di Daerah

Penelitian Secara 3D

Persebaran Lapisan Akiklud

Lapisan akiklud atau dapat diidentifikasi

sebagai lapisan resistivitas tinggi (201-400 ohm

meter) dengan jenis batuan breksi grain supported

tersebar tidak merata pada bagian barat daerah

penelitian sebagai media penyusun akifer satuan

hidrogeologi akiklud 1. Selain itu lapisan ini

tersebar pula pada bagian selatan dan bagian timur

daerah penelitian sebagai media penyusun akifer

pada satuan hidrogeologi akiklud 2.

Gambar 4.47 Persebaran Lapisan Akiklud di Daerah

Penelitian Secara 3D (Rho 201-400 ohm meter)

Persebaran Lapisan Akifer

Lapisan akifer atau dapat diidentifikasi sebagai

lapisan resistivitas amat rendah (0-20 ohm meter),

lapisan resistivitas rendah (21-40 ohm meter) dan

lapisan resistivitas menengah (41 -200 ohm meter)

dengan jenis batuan yang bervariasi yaitu tuf sangat

halus, tuf halus, tuf kasar, tuf lapili dan breksi

matriks supported tersebar menyebar di hampir

seluruh bagian daerah penelitian kecuali bagian

barat penelitian.

Pada bagian timur daerah penelitian lapisan ini

tersebar di kedalaman 1 meter atau hanya tersebar

di permukaan saja yang merupakan lapisan

permeabel penutup satuan hidrogeologi akiklud 1.

Pada bagian selatan daerah penelitian lapisan ini

tersebar di kedalaman 75-125 meter yang

merupakan lapisan permeabel yang berfungsi

sebagai media penyusun akifer.

Pada bagian timur daerah penelitian lapisan ini

tersebar di kedalaman 1 meter atau hanya tersebar

di permukaan saja yang merupakan lapisan

permeabel penutup satuan hidrogeologi akiklud 2.

Pada bagian utara hingga selatan daerah penelitian

lapisan ini tersebar dari kedalaman 1-125 meter

yang merupakan media penyusun akifer pada satuan

akiklud 1.

Gambar 4.48 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah

Penelitian Secara 3D (Rho 41-60 ohm meter)

Gambar 4.49 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah

Penelitian Secara 3D (Rho 21-40 ohm meter)

Gambar 4.50 Persebaran Lapisan Akifer di Daerah Penelitian

Secara 3D (Rho 0-20 ohm meter)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Domenico, P.A. and Schwartz, W.F. Physical

and Chemical Hydrogeology. Canada: John

Wiley and Sons Inc., 1990.

[2] Erdelyi, M and J. Galfi. 1998. Surface and

Subsurface Mapping in Hydrogeology.

Akademi Kiado: Budapest.

[3] Fetter. 1988. Applied Geology. Columbus Ohio

United States of America: USA

[4] Freeze, R. A. dan Cherry, J. A. 1979.

Groundwater. Prentice-Hall, Inc. Englewood

Cliffs, New Jersey, USA.

[5] Mandel S, and Shiftan Z. 1981. Groundwater

Resources: Investigation and Development.

Elsevier Science & Technology Books, United

Kingdom.

[6] Parkhomenko, Eleonora Ivanova. 1967.

Electrical Properties of Rocks. Plenum Press:

New York.

[7] Sanders, Laura L. 1998. A Manual of Field

Hydrogeology. Prentice-Hall, Inc. Upper

Saddle River, New Jersey, USA.

[8] Schwartz, F. W and Hubao Zhang. 2003.

Fundamentals of Groundwater. John Willey

and Sons: New York.

[9] Telford, W. M., Geldart, L.P., Sheriff, R. E.

1990: Applied Geophysics. Cambridge Univ.

Press., 2nd ed., 770pp.

[10] Todd, DK., 1984, Groundwater Hydrology, 2nd

ed, John Wiley & Sons, New York, USA