tesis dr. nur rahmah tnf alfa

98
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik pada folikel pilosebasea yang sering mengenai remaja dan dewasa. Ditandai terdapatnya komedo, papul, pustul nodul dan juga sampai skar. Komedo merupakan tanda awal dari lesi pada akne. Papul dan pustul terjadi akibat inflamasi sehingga memberikan gambaran eritem dan edema yang kemudian dapat membesar membentuk nodul. Akne vulgaris biasanya mengenai daerah wajah dada, bahu lengan dan punggung. (Zaenglein et.al., 2008, Baz et.al., 2008) Meskipun penyebab utama dari AV tidak diketahui, berbagai faktor diduga terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Patogenesis penyakit ini meliputi beberapa hal diantaranya overproduksi kelenjar sebasea, keratinisasi folikel yang abnormal, inflamasi, respon imun tipe lambat, faktor-faktor eksternal meliputi stress, merokok, minum alkohol, makanan, genetik serta proliferasi Propionebactrium acnes (P. acnes) dimana semua faktor ini saling mempengaruhi.

Upload: rupa-lesty

Post on 13-Aug-2015

155 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronik pada folikel

pilosebasea yang sering mengenai remaja dan dewasa. Ditandai terdapatnya

komedo, papul, pustul nodul dan juga sampai skar. Komedo merupakan tanda

awal dari lesi pada akne. Papul dan pustul terjadi akibat inflamasi sehingga

memberikan gambaran eritem dan edema yang kemudian dapat membesar

membentuk nodul. Akne vulgaris biasanya mengenai daerah wajah dada, bahu

lengan dan punggung. (Zaenglein et.al., 2008, Baz et.al., 2008)

Meskipun penyebab utama dari AV tidak diketahui, berbagai faktor

diduga terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Patogenesis penyakit ini meliputi

beberapa hal diantaranya overproduksi kelenjar sebasea, keratinisasi folikel

yang abnormal, inflamasi, respon imun tipe lambat, faktor-faktor eksternal

meliputi stress, merokok, minum alkohol, makanan, genetik serta proliferasi

Propionebactrium acnes (P. acnes) dimana semua faktor ini saling

mempengaruhi.

Dinding sel P. acnes mengandung antigen karbohidrat yang

menstimulasi pembentukan antibodi, antibodi antipropionibakterium ini memicu

proses inflamasi dengan mengaktifasi komplemen yang kemudian mengawali

terjadi suatu cascade proinflamasi. P. acnes juga memicu inflamasi melalui

elisitasi respon hipersensitifitas tipe lambat dan dengan memproduksi lipase,

protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik sehingga merupakan sumber

utama dari enzim lipase folikuler, protease, dan hialuronidase, P acnes juga

Page 2: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

2

menstimulasi Toll like receptor 2 (TLR 2) pada monosit dan sel

polimorfonuklear (PMN) disekitar folikel sebasea. Setelah terjadi ikatan TLR 2

kemudian melepaskan sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-I, IL-8, IL-12 dan

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Keterlibatan inflamasi telah dibuktikan

dengan adanya sitokin proinflamasi, salah satu yang paling berperan adalah

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dalam proses respon inisiasi dan regulasi

respon inflamasi. (Baz et.al., 2008, Zaenglein et.al., 2008)

Gen TNF-α lokasinya berada pada kromosom 6 (6p21.3) diantara HLA-B

dan DR di regio klas III pada major histocompatibility complex (MHC).

Polimorfisme gen TNF- terutama terdapat pada posisi -308 dan -238.

Polimorfisme ini sangat mempengaruhi respon sitokin-sitokin proinflamasi,

adanya mutasi pada gen TNF- agen inflamasi yang ditimbulkan makin berat.

(T Hohler, 2002, Baz et.al., 2008)

Berdasarkan Combined Acne Severity Classification oleh Lehmann dkk.

(2002) tingkat akne vulgaris dibagi menjadi akne ringan, sedang, dan berat.

Dikatakan akne vulgaris berat bila jumlah kista lebih dari 5, atau jumlah komedo

lebih dari 100 atau jumlah lesi inflamasi lebih dari 50 atau total lesi lebih dari

125 buah sedangkan akne vulgaris ringan bila jumlah komedo kurang dari 20

atau lesi inflamasi kurang dari 15 atau lesi total berjumlah kurang dari 30 buah.

(Lehmann et.al., 2002)

Namun, selama ini belum diketahui mengapa akne dapat memberikan

gambaran klinis ringan sampai berat. Kepustakaan menyebutkan adanya

keterlibatan genetik dan inflamasi pada saudara kembar mempengaruhi hal

tersebut. (T Hohler, 2002, Baz et.al., 2008)

Page 3: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

3

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas,

dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: "Apakah terdapat

hubungan polimorfisme promoter gen tumor necrosis factor-alpha (TNF-α)

-308 dengan akne vulgaris ringan di Makassar"

C. HIPOTESIS PENELITIAN

1. Terdapat mutasi polimorfisme promoter gen TNf-α -308 pada pasien

akne vulgaris ringan.

2. Frekuensi polimorfisme promoter gen TNf-α -308 pada pasien akne

vulgaris ringan lebih tinggi dibandingkan frekuensi polimorfisme promoter

gen TNf-α -308 pada pasien kontrol.

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara polimorfisme promoter gen TNf-α

-308 dengan akne vulgaris ringan di Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeteksi adanya polimorfisme promoter gen TNf-α -308 pasien

akne vulgaris ringan.

b. Mendeteksi adanya polimorfisme promoter gen TNf-α -308 pasien

kontrol.

c. Mendeteksi apakah ada hubungan antara subseptibilitas individu

terhadap akne vulgaris ringan dengan polimorfisme promoter gen

TNf-α -308.

Page 4: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

4

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi bahwa terdapat hubungan antara polimorfisme

genetik seseorang terhadap kerentanan terhadap akne vulgaris ringan.

2. Data dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor inflamasi yang berperan

terhadap terjadinya akne vulgaris ringan.

3. Data dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

penatalaksanaan pasien akne vulgaris ringan.

Page 5: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. AKNE VULGARIS

1. Definisi

Akne vulgaris adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri pada

unit pilosebasea dan ditemukan terutama pada remaja. Umumnya kasus

akne memberikan gambaran lesi pleomorfik berupa komedo, papul,

pustul dan nodul.(Zaenglein et.al., 2008) Walaupun akne dapat sembuh

sendiri, akibat yang ditimbulkan dapat dialami beberapa tahun dan

hasilnya dapat merusak penampilan bahkan dapat menimbulkan lubang

dan skar hipertrofi yang permanen, hingga mengakibatkan problem

emosional dan penarikan diri dari lingkungan sosial bahkan dapat terjadi

depresi.(Zaenglein et.al., 2008, Leyden, 1998, Ballanger et.al., 2006)

2. Insiden dan Prevalensi

Insiden akne vulgaris pada laki-laki sama pada wanita dengan

tendensi wanita lebih cepat dibandingkan laki-laki, dengan puncak

kejadian akne berdasarkan manifestasi klinik terjadi saat umur 18 tahun

pada keduanya.(Hunter J, 2003) Prevalensi AV berkisar antara 81 - 95%

pada laki-laki dewasa dan 79 - 82% pada gadis.(Goulden et.al., 1999)

Lesi awal pada wanita berkisar antara umur 14-17 tahun sedangkan

pada laki-laki antara umur 16-19 tahun. Umumnya akne menghilang

secara spontan pada umur 20-25 tahun, walaupun sejumlah individu

bisa tetap menderita sampai dewasa. (HARPER JC, 2008) Akne vulgaris

Page 6: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

6

yang berat sering terlihat pada laki-laki dan perokok. (Sidiropoulos, 2006,

Guy, 2002)

Goulden dkk., menyatakan lebih lanjut bahwa prevalensi klinis

akne pada umur 25-34 berkisar 16% pada wanita dan 6% pada laki-laki.

Prevalensi ini tidak signifikan menurun antara umur 35 hingga 44 tahun

tetapi menurun secara bertahap setelah umur 45 tahun dan berpengaruh

hanya 2% pada wanita dan 1% pada laki-laki. Hal ini tidak jelas

mengapa akne tetap ada pada umur pertengahan dengan persentase

kecil dari populasi, terutama wanita.(Goulden et.al., 1999)

Di Amerika Serikat penyakit ini diderita oleh 40 – 50 juta

penduduk setiap tahunnya (Leslie, 2002) dan angka kunjungan pada

dokter ahli sebesar 20% dari seluruh kunjungan. (Leyden, 2003)

Di Indonesia berdasarkan catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik

Indonesia (KSDKI) tercatat pada tahun 2002 kasus AV sebanyak 23,6%

dan 23,8% pada tahun 2003. Sedangkan data penderita AV dari

poliklinik Kulit dan Kelamin RS Wahidin Sudirohusodo Makassar dari 01

Januari 2003 – 31 Desember 2007 sebanyak 393 penderita.(Unhas,

2007)

3. Etiopatogenesis

Akne vulgaris merupakan proses yang dinamis dan multifaktorial

yang melibatkan unit pilosebaseus. Faktor utama yang bertanggung

jawab pada perkembangan lesi akne adalah

a. Tahap pertama : Hipersekresi sebasea

Kelenjar sebasea dan hormon, Sebocyte memiliki sistem

Page 7: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

7

enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis androgen secara de novo

dari kolesterol atau mengubah androgen lemah menjadi derivat yang

lebih kuat. Aktivitas enzim-enzim tersebut meningkat dalam kelenjar

sebasea pasien penderita akne. Secara in vitro, telah dibuktikan

bahwa respon sebocyte (proliferasi) terhadap stimulasi oleh

testosteron dan dehidrotestosteron berbeda-beda dibandingkan

dengan sebocyte dari bagian tubuh lainnya. Proliferasi tersebut

tergantung dosis. Ini berarti bahwa sensitivitas kelenjar sebasea

terhadap hormon tergantung pada lokasinya. Data ini menegakkan

peran sentral sensitivitas androgen dalam akne. (Pawin et.al., 2004)

Distribusi 5 reduktase, Aktivitas 5 reduktase bervariasi

sesuai dengan regio kutaneus dan sangat aktif pada wajah dan kulit

kepala (tipe I), namun kurang aktif pada bagian tubuh lainnya yang

tidak berjerawat (tipe II). Penemuan tersebut menjelaskan dominasi

akne wajah. (Pawin et.al., 2004)

Peroxisome proliferators-activated receptors (PPAR),

PPAR , dan ditemukan dalam sebocyte, dimana merupakan

bentuk terpenting. Asam lemak bebas, asam linoleat dan androgen

mengaktivasi reseptor-reseptor tersebut yang berikatan dengan

reseptor RXR retinoid yang mengiduksi modifikasi proliferasi

sebocyte dan differensiasi, serta sintesis asam lemak tersebut.

Biasanya, mereka terlibat dalam maturasi kelenjar sebasea dan

inisiasi reaksi inflamasi dalam akne. (Webster, 2007, Pawin et.al.,

2004)

Page 8: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

8

Peran neuro mediator dalam hiperseborrhea, Selain

reseptor androgen, kelenjar sebasea memiliki reseptor substansi P

yang merupakan neuro mediator. Secara in vitro, substansi P

menstimulasi sekresi keringat. Substansi P ini diproduksi oleh ujung

saraf peri-sebasea yang memiliki substansi P dalam jumlah besar

pada pasien penderita akne dibandingkan pada orang sehat.

Substansi P menstimulasi produksi endopeptidase neural dalam

sebocyte dan selektin–E disekitar kelenjar sebasea. Hiperseborrhea

diinduksi oleh stres, suatu fenomena yang disadari pasien, mungkin

disebabkan oleh produksi substansi P. (Pawin et.al., 2004)

Komposisi sebum, sebocyte dalam kelenjar sebasea

memproduksi asam lemak bebas, tanpa intervensi P.acnes. Dalam

hiperseborrhea, komposisi sebum mengalami modifikasi, terutama

penurunan konsentrasi asam linoleat akibat dilusi. Sehingga

presentase squalene dalam folikel pilosebasea bertambah, pada

makanan kaya lemak, terutama lemak tak jenuh. Kemungkinan hal ini

merupakan awal hubungan antara diet dan jerawat.(Pawin, 2004)

Peningkatan produksi sebum menyebabkan defisiensi asam

linoleat dalam folikel sehingga menurunkan fungsi barrier epidermal

dan penurunan ini diduga terlibat meningkatkan bakteri komensal

manusia yaitu P. acnes. Kolonisasi P.acnes kemudian akan

mensekresi beberapa produk proinflamasi termasuk lipase, protease,

hyaluronidase dan faktor kemotaktik. Faktor kemotaktik ini kemudian

akan mengikat sel sistem imun seperti neutrofil, monosit, dan limfosit

Page 9: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

9

yang akan menstimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-, IL-l,

granulocyte/macrophage colony stimulating factor (GM-CSF), IL-I

dan IL-8. (Pawin et.al., 2004. Baz et.al., 2008, Sidiropoulos, 2006)

b. Tahap kedua : Pembentukan Komedo-mikro

Peran hormon, Secara in vitro, telah dibuktikan bahwa

kombinasi aktivitas 5 reduktase tipe I dan 17 hidroksisteroid

dehidrogenase dua sampai tujuh kali lebih besar dalam keratinosit

infrainfundibulum dibandingkan pada epidermis bagian tubuh lainnya.

Hal ini menunjukkan bahwa anomali metabolisme androgen dalam

keratinosit infrainfundibulum dapat mengakibatkan anomali proliferasi

dan diferensiasi sel-sel tersebut. Fenomena hormon lokal juga

berperan dalam pembentukan komedo-mikro.(Pawin, 2004)

Peran sitokin, secara in vitro penambahan interleukin-l

(IL-l) dalam medium kultur yang mengandung kanalis pilosebasea

mengakibatkan pembentukan komedo mikro. IL-l ini memodulasi

kornifikasi epidermis dan diduga terlibat pada proses inflamasi yang

menginduksi komedo. IL-l disekresi oleh keratinosit dalam epidermis

dan infrainfundibulum yang ditemukan dalam reaksi terhadap iritasi

lokal.(Pawin et.al., 2004, Webster, 2007)

Hiperploriferasi keratinosit, Hiperproliferasi lapisan

keratinosit pada dinding folikel dan reduksi deskuamasi oleh

peningkatan kohesi keratinosit yang menyebabkan terjadinya

akumulasi keratinosit dalam folikel selama komedogenesis akan

meningkatkan aktivasi TNF-, IL-l. (Baz et.al., 2008, Sidiropoulos,

Page 10: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

10

2006) Secara ex vivo, keratinosit kanalis pilosebasea pada

seseorang yang berjerawat memiliki indeks proliferasi yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol yang sehat. (Pawin, 2004)

Peran molekul adhesif, Integrin merupakan molekul adhesif

yang memungkinkan terjadinya kohesi antar keratinosit. Tugasnya

mengatur proliferasi dan migrasi keratinosit. Penelitian terbaru

membuktikan modifikasi ekspresi integrin 2, 3, 5 dalam

keratinosit infrainfundibulum folikel akne. Perubahan ekspresi ini juga

berperan dalam pembentukan komedo mikro.

Peran komposisi sebum, Hiperseborrhea mengurangi

konsentrasi asam linoleat dalam sebum melalui dilusi. Kandungan

asam linoleat yang rendah ini menginduksi kelainan diferensiasi

keratinosit dalam infrainfundibulum yang mempengaruhi

pembentukan komedo mikro.(Pawin et.al., 2004)

Dengan demikian pembentukan komedo mikro sebagai lesi

awal AV dapat disebabkan oleh beberapa kelainan dalam

infrainfundibular keratinosit dan lingkungannya yang memproduksi

IL-l, ekspresi integrin keratinosit yang abnormal, kelainan

metabolisme infra keratinosit androgen dan kelainan komposisi

sebum.(Pawin et.al., 2004)

c. Tahap ketiga : Pembentukan lesi inflamasi

Super antigen P.acnes, super antigen mengaktivasi sel-sel

secara langsung, tidak dipengaruhi oleh aktivitas sel antigen, yang

mengaktivasi efektor sel dengan cepat dan ekstensif. Penelitian

Page 11: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

11

terbaru menunjukkan bahwa sebagian fraksi membran P.acnes

terkadang berperan sebagai super antigen yang memperkuat reaksi

inflamasi dengan mengaktifkan keratinosit dan melepaskan sitokin

inflamasi secara in situ.(Pawin, 2004)

Peran sitokin, sitokin ialah molekul kecil polipeptida yang

berfungsi sebagai molekul messenger, penghantar komunikasi antar

sel yang terlibat di dalam proses imunologik dan radang. Sekelompok

protein yang digolongkan sebagai sitokin yaitu: limfokin, monokin,

interleukin, interferon, tumor necrosis factor-alpha (TNF-) dan faktor

pertumbuhan seperti transforming growth factor-alpha

(TGF-).(Baratawidjaja, 2006)

Penelitian invitro terbaru. yang difokuskan pada

infrainfundulum, menunjukkan bahwa sitokin berperan dalam siklus

lesi AV. Dalam fase pertama IL-l mendukung pembentukan komedo

TGF mengakibatkan ruptur komedo dan interferon gamma dan

TNF- difusi reaksi inflamasi. Dalam fase kedua sitokin-sitokin

tersebut menghambat produksi sebum melalui diferensiasi epitelial

sebocyte yang menjelaskan regresi spontan lesi akne. (Pawin et.al.,

2004)

Respon inflamasi terhadap TNF- dimediasi secara langsung

dan melalui stimulasi ekspresi daripada IL-1 dan sitokin proinflamasi

lainnya. Nampaknya TNF- memegang peranan penting pada

patogenesis AV, faktor yang mempengaruhi produksinya

kemungkinan terlibat pada derajat respon inflamasi dan oleh karena

Page 12: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

12

itu berperan pada tingkat beratnya gambaran klinis AV.(Baz et.al.,

2008)

Banyak sitokin yang terlibat dalam proses inflamasi yang

terjadi pada akne vulgaris. Interleukin-la, interferon-c, TGF-α dan

interleukin-4 merupakan empat bagian penting dalam proses ini,

secara paradoksikal mengontrol terbentuknya akne dan regresi

spontan lesi akne. Sitokin-sitokin ini disekresi oleh oleh keratinosit

yang aktif, menginduksi terbentuknya komedo, dan menstimulasi

sistem imun non spesifik. TNF-, interleukin-6 dan interleukin-8 juga

disekresi oleh keratinosit, yang memperkuat reaksi inflamasi di folikel

pilosebasea dan kemotaksis netrofil PMN. Disamping itu P. acnes

sendiri juga memperkuat reaksi inflamasi yang muncul dengan cara

mensekresi faktor-faktor yang menyerupai IL-1a, IL-8 dan TNF-.

Penelitian invitro terbaru, target pada infundibulurn,

menunjukkan peranan penting sitokin pada siklus akne. Pada fase

awal, IL-Iα mendorong terbentuknya komedo, rupturnya komedo oleh

TGF, dan difusi reaksi inflamasi oleh IL- dan TNF-. pada fase

kedua sitokin ini menghambat produksi sebum melalui diferensiasi

epitel sebosit menjelaskan regresi spontan yang terjadi pada akne.

Faktor Genetika

Akne sering terjadi pada anggota keluarga. dimana tingkat

beratnya akne vulgaris juga dipengaruhi oleh genetik, ditemukan

pada anggota keluarga yang sama. Meskipun penyakit ini diketahui

sebagai penyakit bawaan, data mengenai peranan genetik sebagai

Page 13: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

13

pendukung hal ini masih relatif terbatas. Keterlibatan faktor genetik

pada patogenesis AV dapat terlihat pada saudara kembar dan telah

dibuktikan. Pada tipe akne tertentu, seperti akne konglobata, faktor

herediter sangat jelas berperan dan berhubungan dengan akne

neonatal dan keluarga hiperandrogenisme.(Baz et.al., 2008, Maria

I.Herane., 2003)

Penelitian tentang adanya peranan faktor genetik pada akne

telah dibuktikan jauh sebelumnya oleh Hecht pada tahun 1960.

Menurutnya jika salah satu dari orangtua menderita akne pada masa

mudanya, maka anaknya memiliki kemungkinan 80% untuk

mengalami hal serupa. Beberapa penelitian selanjutnya yang

dilakukan pada kembar mendukung hipotesis ini. Penelitian pada 95

pasangan kembar yang menderita akne memperlihatkan bahwa 98%

terdiri dari pasangan kembar yang identik lebih dipengaruhi

dibandingkan pada kembar dizigotik hanya berkisar 46%. Dua

penelitian lainnya mendukung teori ini bahwa hasil yang signifikan

diperoleh pada kembar monozigot & bandingkan kembar dizigot.

Penelitian lebih lanjut yang dilakukan di Perancis tahun 1996 pada

913 anak Sekolah Dasar dengan batas usia 11-18 tahun dan

menggunakan mode cross sectional memperlihatkan bahwa 16% dari

anak memiliki riwayat ayah menderita AV dan 25% dari anak

mempunyai riwayat ibu yang menderita AV. Proporsi untuk anak

tanpa AV rendah yaitu 8% dan 14%. Hasil ini bertendensi

mendukung teori bahwa faktor genetik berperan signifikan pada

Page 14: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

14

akne.(Ballanger et.al., 2006)

Salah satu penelitian terbaru telah menunjukkan bukti adanya

dominasi alel gen sitokrom p450 pada pasien AV. Mutasi ini berperan

dalam hal degradasi cepat retinoid alami yang mengakibatkan

gangguan diferensiasi keratinosit dan hiperkeratinisasi kanalis folikel

pilosebasea akibat obstruksi. Data terbaru lainnya yang diperoleh

menunjukkan adanya modifikasi struktural reseptor androgen yang

berasal dari genetik kemungkinan disebabkan oleh modifikasi respon

perifer terhadap androgen.(Pawin et.al., 2004)

Faktor-faktor lain

Saat ini berbagai penelitian terus dilakukan untuk memahami

mekanisme AV secara detail. Terdapat beberapa pandangan

mengenai faktor-faktor sebagai pencetus AV.

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne

bertambah hebat pada musim dingin, sebaliknya biasa membaik

pada musim panas. Menurut Cunfille, pada musim panas didapatkan

60% perbaikan akne, 20% tidak ada perubahan dan 20% bertambah

hebat. Bertambahnya AV pada, musim panas bukan disebabkan oleh

sinar ultraviolet melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan

yang sangat lembab dan panas. (Pawin et.al., 2004)

Schafer dkk meneliti pada 896 orang pada batas umur 1-87

tahun pada penelitian cross-sectional mendapatkan prevalensi akne

sekitar 26.8%. Prevalensi akne signifikan meningkat pada perokok

aktif bila dibandingkan dengan bukan perokok(40.8% vs. 25.2%,

Page 15: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

15

odds ratio: 2.04, 95% confidence interval: 1.40-2.99). Penelitian ini

memiliki batas umur yang luas dan jika dibandingkan dengan

penelitian Firooz dkk(2005) dengan batas umur (15-40 tahun)

didapatkan, tidak terdapat hubungan antara akne dan merokok

(54/102 perokok dibandingkan dengan 93/184 bukan perokok yang

memiliki akne, odds ratio : 1.10, 95% confidence interval: 0.68-1.79, p

> 0.05). Jemec dkk pada penelitiannya dengan pengambilan sampel

random dari 186 orang dengan batas umur 15-22 tahun

mendapatkan prevalensi akne dan kebiasaan merokok sekitar 40.7%

laki-laki dan 23.8% wanita menderita akne tetapi merokok tidak

signifikan berhubungan dengan akne.(odds ratio: 0.54, 95%

confidence interval: 0.17-1.78). (Alireza Firooz, 2005)

4. Gambaran Klinis

Akne vulgaris merupakan penyakit dari unit pilosebasea yang

dapat sembuh sendiri dan terutama mengenai remaja. Predileksi akne

vulgaris terutama pada wajah, punggung, dada, dan bahu. Pada badan

lesi cenderung terdapat disekitar garis tengah tubuh. Lesi AV dapat

bersifat inflamasi maupun noniflamasi. Lesi non-inflamasi termasuk

komedo, yang dapat berbentuk komedo terbuka (blackhead) dan

komedo tertutup (whitehead). Lesi yang bersifat inflamasi bervariasi

mulai dari papul kecil dengan batas merah hingga pustul yang dapat

menjadi lebih besar.(Zaenglein et.al., 2008)

Akne vulgaris dapat juga diklasifikasi berdasarkan tipe lesi yaitu

komedonal, papulopustular dan nodulokistik. Pustul dan kistik dapat

Page 16: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

16

dipertimbangkan sebagai AV inflamasi.(Feldman et.al., 2004) Lesi

inflamasi yang lebih dalam biasanya berhubungan dengan jaringan

parut, tetapi jaringan parut juga dapat terjadi pada lesi yang superfisial.

Beberapa varian dalam AV antara lain, akne konglobata, akne fulminant,

akne excoriee, akne mekanik dan akne infantil.(Zaenglein et.al., 2008,

Gawkrodger, 2003, Simpson dan Cunliffe, 2007)

Jika terjadi pembentukan sinus diantara beberapa nodul maka

akan menyebabkan efek kosmetik yang kurang bagus. Pada AV gatal

sangat jarang terjadi, biasanya muncul pada awal terapi dan diduga

berhubungan dengan pelepasan mediator histamin dari P.acnes.

(Simpson, 2007)

5. Klasifikasi

Beberapa klasifikasi tingkat keparahan akne dikemukakan untuk

mengevaluasi pengobatan akne.

Klasifikasi AV berdasarkan Combined Acne Severity Classification adalah

(Lehmann et.al., 2002) :

a. Akne vulgaris ringan bila jumlah komedo < 20, atau lesi inflamasi < 15

atau lesi total berjumlah < 30 buah.

b. Akne vulgaris sedang bila jumlah komedo 20 – 100, atau lesi inflamasi

15 – 50 atau lesi total berjumlah 30 – 125 buah.

c. Akne vulgaris berat bila : jumlah komedo > 100, atau lesi inflamasi > 50,

atau jumlah lesi total > 125 buah, atau kista berjumlah > 5.

B. LATAR BELAKANG GENETIKA PADA AKNE VULGARIS

Page 17: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

17

Gen-gen yang terkait akne vulgaris berupa gen sitokrom P4501A1

manusia (CYP1A1), gen steroid 21-hidroksilase (CYP21), gen mucin

epithelium (MUC1) atau reseptor androgen, gen sitokrom P450C17

(CYP17) dan gen TNF- -308 G/A. Penulisan letak gen pada kromosom

diatur, seperti gen TNF- terletak pada kromosom 6 (6p21.3) yang berarti

materi pembawa genetik untuk molekul permukaan Gen TNF- terletak

pada lokus 21.3. (Yuwono.T, 2002, Webster, 2007)

1. Kromosom dan Nomenklaturnya

Bahan genetik manusia terletak di dalam inti sel (nukleus) dan

dikemas sedemikian rupa membentuk struktur yang disebut kromosom.

Struktur kromosom dapat dibedakan menjadi : (1) lengan kromosom, (2)

sentromer dan (3) telomer. Lengan kromosom terdiri atas dua bagian

yaitu p arm (petite arm, lengan pendek) dan q arm Long arm, lengan

panjang). Lengan kromosom adalah bagian kromosom yang

mengandung rangkaian gen, sentromer adalah bagian tengah

kromosom yang berfungsi alam proses distribusi kromosom pada waktu

terjadi pembelahan sel, sedangkan telomer adalah bagian ujung

kromosom. Kromosom sel manusia mempunyai 46 kromosom atau 3

pasang kromosom (diploid) mencakup 44 (22 pasang) kromosom

autosomal dan 2 (1 pasang) kromosom seks. Manusia mempunyai

sistem penentuan sex XY, dengan pengaturan kromosom sex XX pada

perempuan dan kromosom sex XY pada laki-laki.(Yuwono.T, 2002)

2. Polimorfisme Promoter Gen TNF-α -308

Page 18: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

18

Sitokin dikeluarkan selama tahapan efektor dari imunitas bawaan

dan imunitas yang didapat melalui berbagai sel dan jaringan. Meskipun

sitokin bereaksi pada konsentrasi yang sangat rendah (pg/ml), efeknya

sangat berhubungan dengan tingkat sirkulasinya. Sehingga, deregulasi

dari ekspresi gen yang meningkatkan produksi sitokin dapat mengubah

homeostasis sebuah organisme, yang mengakibatkan kegagalan organ

spesifik atau bahkan kegagalan sistemik. Ketidakseimbangan sitokin

berperan dalam patogenesis dari patogen penyakit infeksi yang berbeda

dan penyakit inflamasi. TNF bersama sitokin lainnya, telah dijelaskan

mempunyai peranan utama didalam proses ini.(Jimena Cuenca, 2001,

Ifor R.Williams, 2008)

TNF merupakan suatu kelompok protein yang terdiri atas

limfotoksin a (Lta) dan limfotoksin (lt). Meskipun sel T dapat

memproduksi TNF, monosit yang teraktivasi dan makrofag merupakan

sumber utama TNF, yang disintesis sebagai pro protein 20kDa dan

dibelah oleh TNF, mengubah enzim menjadi monomer 17kDa. Dibawah

kondisi fisiologis, TNF bersirkulasi sebagai homotrimer stabil berbentuk

kerucut yang memediasi efeknya dengan mengikat dua molekul

reseptor, TNFRI (p55) dan TNFRII (p75). TNFRI dianggap sebagai jalur

dominan dan. telah diimplikasikan dalam sebagian besar efek TNF

diketahui, termasuk induksi pada aktivitas makrofag, upregulasi dari

molekul, kohesi, dan aktivasi nuclear factor kB.(Ifor R.Williams, 2008,

Jimena Cuenca, 2001)

Pada pertengahan 1980-an, protein TNF telah dimurnikan dan

Page 19: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

19

gennya telah Inning, dirangkaikan, dan dipetakan pada Major

Hystocompatibility Complex (MHC) regio klas III pada lengan pendek

kromosom 6. Gen TNF kedua-duanya disusun dengan a dan Lt

didalam lokus TNF, sebuah regio 7kb sentromerik 250kb hingga pada

lokus HLA B, telomerik 400 kb hingga ke lokus C2/13F dan 1000kb dari

klas MHC II gen DR. (Jimena Cuenca, 2001)

Tumor Necrosis Factor telah dihubungkan dengan efek biologi

spektrum luas, dan merupakan faktor pertama yang terlibat dalam arus

sitokin yang meningkatkan inflamasi dan berguna dalam mengaktifkan

makrofag pada pertahanan host terhadap mikroba yang menginvasi

selama terjadinya infeksi. Sehingga TNF dapat memediasi baik efek

menguntungkan dan efek merugikan tergantung pada keadaan proses

penyakitnya. Tumor Necrosis Factor kini diketahui terlibat dalam

merangsang produksi sitokin, meningkatkan ekspresi molekul adhesi

dan aktivasi netrofil. juga merupakan stimulator tambahan untuk aktivasi

sel T dan produksi antibodi oleh sel B. (Jimena Cuenca, 2001, Baz

et.al., 2008)

Meskipun tingkat sirkulasi level TNF sangat bervariasi, upregulasi

dari ekspresi gen telah dilibatkan dalam patogenesis berbagai jenis

penyakit dengan komponen inflamasi, autoimun, proses infeksi akut dan

kronis. (Jimena Cuenca, 2001)

Produksi TNF bisa diatur pada tingkatan transkripsi, pasca

transkripsi, dan tingkat translasional. Dikatakan juga bahwa keragaman

pada promoter dan daerah pengkodean pada gen TNF bisa mengatur

Page 20: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

20

besarnya respon sekretori dari sitokin ini. Polimorfisme di dalam gen

TNF bisa mempengaruhi regulasi transkripsional, karena tingkat sekresi

dari TNF oleh monosit manusia dan sel mononuklear darah perifer

secara invitro berhubungan dengan perluasan halotip HLA dan alel

mikrosatelit yang berhubungan dengan TNF pada regio klas III MHC.

Beberapa polimorfisme nukleotida tunggal telah teridentifikasi didalam

promoter gen TNF manusia. Paling penting yaitu yang telah

teridentifikasi pada posisi -308 (TNF- -308), yang melibatkan

penggantian guanin (G) untuk adenin (A). Secara invitro TNF- -308

alel A memperlihatkan aktivasi trankripsi yang kuat dibandingkan

TNF--308 alel G. Beberapa penelitian juga memperlihatkan

peningkatan produksi TNF- yang berhubungan dengan TNF- -308

alel A. Terdapat peningkatan produksi TNF- pada pasien dengan TNF-

-308 G/A heterozigot. Selanjutnya dikatakan pula bahwa ekspresi

TNF- bergantung pada polimorfisme promoter TNF- atau

berhubungan dengan genotif HLA. Hal ini juga dihubungkan dengan

peningkatan kerentanan terhadap berbagai penyakit, salah satunya

adalah akne vulgaris.(Jimena Cuenca, 2001, Baz et.al., 2008)

C. STRUKTUR DEOXYRIBO NUCLEIC ACID (DNA)

Struktur molekul DNA pertama kali diungkapkan oleh James Watson

dan Francis Crick pada tahun 1953 berdasarkan atas foto difraksi sinar X

yang dibuat oleh Rosalind Franklin dan Maurice Wilkins. Berdasarkan atas

data kimia dan fisika, Watson dan Crick membuat model struktur DNA yang

disebut untai-ganda (double helix). Untai Ganda DNA tersusun oleh dua

Page 21: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

21

rantai polinukleotida yang berpilin. Struktur semacam ini disebut sebagai

struktur untai putar-kanan (right-handed helix). Jika seorang pengamat

melihat DNA semacam ini ke arah bawah aksisnya, maka masing-masing

rantai terlihat memutar sesuai dengan arah putaran jarum jam dan menjauh

dari si pengamat. Dalam kondisi fisiologis, DNA mempunyai struktur untai

putar kanan yang setiap putarannya ada 10 basa DNA. Meskipun demikian,

studi menunjukkan bahwa banyaknya basa DNA tiap putaran ternyata

bervariasi. Perubahan pada struktur DNA dalam keadaan invivo berkaitan

erat dengan proses fisiologis yang berlangsung pada sel. Sebagai contoh,

pada waktu sel membelah terjadi proses replikasi DNA. Replikasi DNA

dapat dimulai setelah ada perubahan pada struktur DNA yaitu berupa

terlepasnya ikatan hidrogen yang membentuk struktur untai-ganda.

(Yuwono.T, 2002)

Sebagai pembawa materi genetik, kromosom terdiri dari molekul

deoxyribonucleic acid (DNA) yang mengandung informasi genetika yang

diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya;

informasi ini ditentukan oleh urutan pasangan basa pada DNA.

Informasi ini dikode di dalam substansi kimiawi DNA

dan diproduksi dalam semua sel tubuh. Program inilah yang mengendalikan

perkembangan sifat biokimiawi, fisiologi dan sebagian sifat perilaku. (Suryo,

1998,Campbellet et.al., 2002)

Molekul DNA merupakan rantai ganda yang panjang, dengan basa-

basa komplementer (A-T; G-C) berpasangan menggunakan ikatan hidrogen

pada pusat molekul. Sifat komplementer dari basa memungkinkan satu

Page 22: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

22

rantai cetakan (template) menyediakan informasi untuk salinan atau

ekspresi informasi pada suatu rantai yang lain (rantai penyandi). Pasangan-

pasangan basa ini tersusun dalam bagian pusat double helix DNA, dan

menentukan informasi genetiknya.(Yuwono.T, 2002)

Setiap untai heliks DNA tersusun oleh sederetan nukleotida-

nukleotida yang menjadi unit dasar dari DNA yang biasanya disebut

deoxynucleotide. Sebelum disintesis menjadi DNA, molekul nukleotida

berada dalam keadaan bebas terapung-apung dalam protoplasma sel.

Dalam keadaan ini nukleotida berbentuk trifosfat. Setiap nukleotida dibentuk

dari tiga macam molekul yaitu : (Suryo, 1998, Pelczar, 1998)

1. Gula. Sebuah gugusan gula yang berkarbon lima (pentosa) yang biasa

disebut deoksiribosa.

2. Sebuah molekul asam fosfat.

3. Basa, nitrogen.

Deoxyribonucleic acid (DNA) double helix dapat dikopi secara persis

karena masing-masing untai mengandung sekuen nukleotida yang persis

berkomplemen dengan sekuen untai pasangannya. Masing-masing untai

dapat berperan sebagai cetakan untuk sintesis dari untai komplemen barn

yang identik dengan pasangan awalnya.(Campbell, 2002)

D. EKSTRAKSI DNA

Isolasi DNA merupakan proses mengidentifikasi DNA dari suatu

Page 23: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

23

makhluk hidup dengan suatu proses ekstraksi DNA di dalam sel. Tujuan

isolasi DNA adalah untuk memisahkan genom DNA dari molekul lain di dalam

suatu sel. DNA manusia dapat diisolasi melalui darah dan komponen darah.

Komponen darah yang diisolasi yaitu sel darah putih. Sel darah putih

dijadikan pilihan karena memiliki nukleus, yang merupakan tempat DNA.

Banyak metode yang digunakan untuk mengisolasi DNA tergantung pada

specimen yang akan diekstraksi. Metode tersebut pada dasarnya memiliki

prinsip yang sama, namun ada beberapa modifikasi yang biasa digunakan

untuk dapat menghancurkan inhibitor yang ada dalam masing-masing

cumber spesimen.(Hatta, 2002)

Salah satu tehnik yang dapat digunakan untuk ekstraksi DNA adalah

QIAamp DNA Mini kit (QIAGEN) yang merupakan tehnik cepat dan mudah

untuk purifikasi total DNA akurat sebelum melakukan PCR. Prosedur

pengosongan dan pemutaran QIAamp, merupakan metode ideal untuk

proses yang simultan dari banyak sampel, yang menghasilkan DNA murni

siap untuk diamplifikasi secara langsung hanya dalam waktu 20 menit.

Prosedur pemutaran QIAamp sepenuhnya dapat terjadi secara otomatis

pada QIAcube@ sehingga memudahkan dalam penggunaannya. Prosedur

QIAamp dapat digunakan bersama darah lengkap segar atau darah lengkap

beku dan darah yang telah diberi sitrat, heparin, atau EDTA. Pemisahan

leukosit terlebih dahulu tidak perlu dilakukan. Purifikasinya tidak

memerlukan ekstraksi fenol/kloroform atau presipitasi alkohol. DNA murni

yang dihasilkan adalah bebas dari protein, inti-inti sel dan kontaminan atau

inhibitor lainnya.(Group, 2007)

Page 24: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

24

E. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Reaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR)

adalah suatu metode enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro.

PCR ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis.

DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer oligonukleotida

yang disebut amplimers. Primer DNA suatu skuens primer oligonukleotida

pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA PCR memungkinkan

dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. Umumnya primer yang

digunakan pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotida. DNA template (cetakan)

yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan dan berasal dari spesimen

klinik. Enzim DNA polimerase merupakan enzim termostabil Taq dari bakteri

termofilik Thermus aquaticus. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)

menempel pada ujung 3' primer ketika proses pemanjangan dan ion

magnesium menstimulasi aktivasi polimerase. (Yuwono, 2006)

Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama yaitu

(Yuwono, 2006) :

a. DNA cetakan. Adalah fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA

cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 - 106 molekul.

Dua hal penting tentang cetakan adalah kemurnian dan kuantitas.

b. Oligonukleotida primer. Adalah suatu sekuen oligonukleotida pendek (18

- 28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai

DNA mempunyai kandungan G + C sebesar 50 - 60%.

c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP). Terdiri dari dATP, dCTP, dGTP,

Page 25: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

25

dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi

efektif ion. Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.

d. Enzim DNA Polimerase. Adalah enzim yang melakukan katalisis reaksi

sintesis rantai DNA.

e. Senyawa buffer.

Pada proses PCR menggunakan alat termosiklus, sebuah mesin

yang memiliki kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan

tabung reaksi dan mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi. Ada

tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-

40 siklus dan berlangsung dengan cepat yaitu : (Yuwono; 2006)

1) Denaturasi

Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq

polimerase ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA

merupakan proses pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai

tunggal. Ini biasanya berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan

bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal.

Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami

renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini

mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu denaturasi

yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polimerase.

Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40

menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5, 95 dan 97,5°C.

2) Annealing (penempelan primer)

Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang

Page 26: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

26

baik adalah primer sebaiknya berukuran 18 - 25 basa, mengandung

50 - 60 % G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama.

Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga

sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut

dan mengurangi efisiensi PCR. Waktu annealing yang biasa

digunakan dalam PCR adalah 30 - 45 detik. Semakin panjang ukuran

primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur

penempelan yang digunakan adalah antara 36°C sampai dengan

72°C, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 - 60°C.

3) Pemanjangan Primer (Extention)

Selama tahap ini Taq polimerase memulai aktivitasnya

memperpanjang DNA primer dari ujung 3'. Kecepatan penyusunan

nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72°C diperkirakan 35 - 100

nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan

molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan

panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih clad cukup

untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR

waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit

sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai

ganda.

Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25 - 30 kali

(siklus) sehingga pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul

Page 27: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

27

DNA rantai ganda yang baru yang merupakan hasil polimerasi dalam

jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA

cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung

pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi.

Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan

menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas

memasukkan DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel

tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan

cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif

(Yuwono, 2006).

Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini didasarkan

atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak

pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga menghasilkan

produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan yang tinggi karena DNA

polimerase mampu menghindari kesalahan pada amplifikasi produk.

Masalah yang berkenaan dengan PCR yaitu biaya PCR yang masih

tergolong tinggi. (Yuwono, 2006)

F. LANDASAN TEORI

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut diatas, pokok-pokok pikiran

yang dijadikan landasan untuk menilai polimorfisme promoter gen TNF-α

-308 pada penderita akne adalah sebagai berikut:

1. Salah satu patogenesis akne vulgaris yang diduga sangat berperan

adalah proses inflamasi yang terjadi pada individu yang memiliki

Page 28: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

28

kerentanan genetik.

2. Perkembangan manifestasi klinis AV membutuhkan interaksi antara

predisposisi secara genetik terhadap penyakit dan faktor pencetus

lingkungan balk lokal maupun sistemik.

3. Polimorfisme promoter gen TNF-α -308 mempengaruhi regulasi sistem

imunitas untuk produksi sitokin proinflamasi pada AV.

4. Polimorfisme promoter gen TNF-α -308 diidentifikasi menggunakan

teknik PCR-sequencing.

G. KERANGKA TEORI

H. KERANGKA KONSEP

Genetik

Hormon

Hiperkeratinisasi folikel

Diet

Stress

INFLAMASI- sitoksin proinflamasi- IL-1,TNF,

HLA-DR ,infiltrate CD4>CD8

- Aktivasi makrofag IL-,TNF,

- Penarikan neutrofil & leukosit

- Aktivasi Komplemen

- superantigen

HiperproduksiKel. sebasea

Mikro komedo

Mikroorganisme P.acnes

Akne vulgarisringan

Lingkungan- Musim- Trauma- Merokok- Alkohol

P.acnesKerusakanKeratinosit

Trauma

Page 29: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

29

Keterangan :

: v. bebas : v. moderator

: v. antara : v. kendali

: v. tergantung

Genetik (Polimorfisme promoter genTNF--308)

Proses inflamasi Akne ringan

musim

Page 30: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

30

BAB. III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksploratif dengan

analisis menggunakan pendekatan case control study

B. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Wahidin

Sudirohusodo dan Laboratorium FK-UNHAS Makassar, mulai bulan

Maret-Mei 2011.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi Penelitian

Kasus: Diambil dari kelompok penderita Akne vulgaris ringan yang datang

ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo dan

jejaringnya.

Kontrol: Diambil dari kelompok individu sehat dengan jumlah dan rentang

umur yang hampir sama dengan kasus.

2. Sampel Penelitian

Kriteria inklusi (kasus)

1) Pasien AV ringan berdasarkan kriteria Lehmann (2002)

2) Pasien menyetujui dan menandatangani formulir informed consent.

3) Tidak menggunakan anti inflamasi dan antibiotik (dalam 2 minggu

terakhir).

Page 31: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

31

4) Tidak sedang menderita infeksi kronis kulit lainnya berdasarkan

anamnesis.

Kriteria ekslusi (kasus)

Subyek menolak berpartisipasi

Kriteria Inklusi (kontrol)

1) Individu sehat dengan rentang umur hampir sama kasus

2) Menyetujui dan menandatangani formulir informed content.

3. Cara PemilihanSampel

- Pemilihan sampel kasus secara Consecutive Sampling

- Pemilihan sampel kontrol secara Consecutive Sampling

4. Perkiraan Besar Sampel:

Penentuan besar sampel kasus berdasarkan tabel Mann Whitney,

dengan jumlah sampel 21 orang sedangkan kontrol 20 orang.

D. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

1. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian, ini yaitu: ethanol (96-

100%), pipet mikrosentrifus 1,5 ml, pipet tip dengan aerosol barrier,

mikrosentrifus (dengan rotor tube 2mi), vortexer, waterbath/heating block

dengan suhu 56°C, larutan buffer fosfat Oika diperlukan) dan sarung

Langan.

2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: sampel

darah penderita. AV ringan dan orang sehat, larutan bufer AW1, AW2,

Page 32: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

32

AL, AE, proteinase-K solution, primer gen TNF-α -308 yang secara

spesifik akan mengamp!ifikasi target sebagai berikut:

Primer Forward: 5 AGGCAATAGGTTTTGAGGGCCAT-3

Primer Reverse : 5 -TCCTCCCTGCTCCGATTCCG-3

E. CARA KERJA

1. Pencatatan

Wawancara (anamnesis) :

Pasien yang datang berobat ke poli kulit dan kelamin RS. Wahidin

Sudirohusodo dan jejaringnya, dilakukan anamnesis dan pemeriksaan

fisik untuk menegakkan diagnosis.

2. Prosedur

Pasien yang bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian ini,

lalu mengisi Surat pernyataan persetujuan dengan menggunakan

Informed consent.

Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok Akne vulgaris

ringan dan kelompok kontrol.

3. Pengambilan sampel

Sampel darah vena pasien akne vulgaris ringan dan kontrol

diambil dengan menggunakan spuit 3 cc yang kemudian disimpan dalam

tabung EDTA sebanyak ± 1 cc darah

4. Ekstraksi DNA dengan metode QIAamp®DNA mini (Group, 2007)

Ekstraksi DNA dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Dengan menggunakan pipet, proteinase-K diambil sebanyak 20 gl

Page 33: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

33

dicampur kedalam microsentrifus tube.

b. Tambahkan kedalam mikrosentrifus tube sampel darah 200µl.

c. Tambahkan 200pi Bufer AL ke dalam sampel, kemudian dicampur

dengan menggunakan vortex secara teratur selama 15 detik.

d. Diinkubasi pada suhu 56°C selama 10 menit

e. Tambahkan 200gl ethanol 96% pada sampel, dan campur lagi

dengan menggunakan vortex selama 15 detik. Setelah tercampur,

sentrifus singkat mikrosentrifus tube tersebut

f. Dengan hati-hati masukkan hasil campuran (tahap e) ke QIAamp

mini spin column, tutup penutupnya, dan sentrifus pada kecepatan

6000 x 9 (800Orpm) selama 1 menit. Simpan QIAamp mini spin

column pada tube 2ml yang bersih (disiapkan) dan sisihkan tube

yang berisi filtrat.

g. Kemudian buka secara hati-hati QIAamp mini spin column dan

masukkan 500RI buffer AWI,tutup penutupnya dan sentrifus pada

kecepatan 6000 x 9 (800Orpm) selama 1 menit. Simpan QIAamp

mini spin column pada tube 2ml yang bersih (telah disiapkan) dan

sisihkan tube yang berisi filtrat.

h. Buka dengan hati-hati QIAamp mini spin column dan tambahkan

500d Bufer AW2, tutup penutupnya dan sentrifus dengan kecepatan

penuh (20,000 x 9; 14,000 rpm) selama 3 menit.

i. Dianjurkan ; Simpan QIAamp mini spin column pada 2ml koleksi tube

yang bare (cadangan) dan sisihkan koleksi tube tadi dengan filtrate.

Sentrifus dengan kecepatan penuh selama 1 menit.

Page 34: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

34

j. Simpan QIAamp mini spin column pada mikrosentrifus tube 1,5ml

yang telah disiapkan, dan sisihkan koleksi tube yang berisi filtrat.

Buka dengan hati-hati QIAamp mini spin column dan tambahkan

200l bufer AE atau air siding. Inkubasi pada suhu ruangan (15-

25°C) selama 1 menit dan kemudian sentrifus pada 600 x (800Orpm)

selama 1 menit. Siap untuk di PCR.

5. Polymerase Chain Reaction (PCR)

- Tahap pemeriksaan PCR sebagai berikut:

DNA yang didapat dari hasil ekstraksi akan di amplifikasi

dengan PCR sesuai format PCR mix yang telah ada atau dibuat

sesuai kondisi susunan primer TNF--308, sebagai berikut: produk

PCR/ super mix sebanyak 22,5 ul ditambah dengan primer Forward

(40 pM) 0,5 ul dan primer Reverse (40 pM) 0,5 ul Berta

sampel/template DNA 1,5 ul, sehingga jumlah keseluruhan PCR mix

menjadi 25 ul.

- PCR mix dimasukkan ke dalam mesin PCR

- Hasil PCR siap di running di agarose gel 2-2.5% (NuSieve GTG

Agarose , etc)

6. Elektroforesis

a. Buat Gel

1) Timbang 200 gr agarose dan dilarutkan dalam 100 ml TBE buffer

lx untuk mendapatkan larutan agarose 2%.

2) Campuran agarose dan TBE buffer lx dipanaskan hingga larut

kemudian ditunggu hingga agak dingin kemudian ditambah 15 ul

Page 35: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

35

SybrSafe.

3) Larutan agarose dituang ke dalam cetakan dan ditunggu hingga

beku.

b. Pembuatan DNA marker

1) Sebanyak 25 ul DNA 100 bp ladder dimasukkan ke dalam tube

berisi 1 ml Blue juice loading dye, dan dicampur untuk membuat

marker.

2) Laber tube dicopot dan diganti menjadi marker.

c. Persiapan Running Elektroforesis

1) Gel yang telah beku dimasukkan ke dalam elektroforesis dan

direndam dalam larutan TBE lx.

2) 10 ul amplicon hasil PCR ditambah dengan 1-1 V2 ul Blue juice

loading dye (tanpa marker), dicampur dan dimasukkan ke dalam

sumur-sumur gel sebanyak 15 ul.

3) Marker dimasukkan ke dalam sumur didekat kontrol positif.

d. Running Elektroforesis

1) Elektroforesis dihidupkan dan dijalankan dari muatan negatif

(katoda) ke muatan positif (anoda) pada 100 A dan 40 menit.

2) Setelah elektroforesis dilihat pica yang terbentuk. Apabila pica

sejajar dengan kontrol positif berarti hasil positif.

7. Sequencing

1) Band yang terlihat di UV light dipotong dan dimasukkan dalam

effendorf 1.5 ml. kemudian dilakukan proses purifikasi dengan kit

(QIAquick PCR purification kit) dengan protokol sebagai berikut:

a. Tambahkan buffer QG sebanyak 300 ul

Page 36: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

36

b. Panaskan dgn heat block selama 10 menit pada suhu 50°C

c. Tambahkan isopropanol (2-propanol) sebanyak 100 ul

d. Pindahkan ke tabung QIAquick spin column

e. Sentrifus selama 1 menit, 12.000 rpm suhu kamar, buang dan

kemudian tambahkan buffer PE 750 ul, kmd centrifuge lagi 1 menit

12.000 rpm dan buang.

f. Sentrifus lagi 1 menit 12.000 rpm, keringkan

g. Tambahkan buffer ER 25 ul (ganti dgn effendorf 1.5 ul. Diamkan

selama 2 menit kmd sentrifus 10.000 rpm selama 1 menit

h. Hasilnya siap untuk dilakukan sequencing.

2) PCR sequencing, dengan :

Primer (F or R) 1 pmol : 3.2 ul

DNA purification : 2-5 ul

Big dye : 4 ul

Buffer : 4 ul

DW : tambahkan sampai 20 ul

Total : 20 ul

3) Running di PCR mesin dengan format:

96°C : 3 menit

96°C : 10 detik

50°C : 5 detik

60°C : 4 detik selama 25 siklus

4) Hasilnya dilakukan presipitasi sebelum dimasukkan dalam mesin

sequencing. Cara presipitasi yaitu:

Page 37: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

37

a. Tambahkan 2 ul 3 M Sodium Acetat

b. Tambahkan 50 ul alkohol 100% (dingin)

c. Inkubasi selama 5 menit 4°C

d. Sentrifus selama 20 menit, 15.000 rpm

e. Supernatan di buang

f. Tambahkan etanol 70°C (dingin) sebanyak 100 ul

g. Sentrifus selama 5 menit 13.000 rpm, kemudian supenatan

dibuang

h. Keringkan selama 10 menit

i. Tambahkan H di formamide 25 ul (pengganti TSR)

j. Denaturasi dengan panas 95°C heating block selama 3 menit

kemudian langsung dipindahkan ke ice box selama 5 menit

(effendorf 1,5 ml)

k. Bisa disimpan di-20ºC atau langsung ke mesin sequencing untuk

running.

Page 38: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

38

F. ALUR PENELITIAN

s

Subyek

Akne vugaris ringan

Specimen darah

PCR sequencing

Polimorfisme promoter gen

TNF-308

Kontrol

Specimen darah

PCR sequencing

Polimorfisme promoter gen

TNF-308

Uji statistik sesuai dengan tujuan (rasio odd)

Inklusi dan Ekslusi sampling

Page 39: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

39

G. VARIABEL PENELITIAN

- Variabel tergantung : Akne vulgaris ringan

Skala : Ordinal

- Variabel bebas : Polimorfisme Promoter Gen TNF-α -308

Skala : Nominal

H. IDENTIFIKASI VARIABEL

1. Variabel bebas : Polimorfisme Promoter Gen TNF-α -308

2. Variabel tergantung : Akne vulgaris ringan

3. Variabel antara : Proses inflamasi

4. Variabel moderator : P Acnes, kerusakan keratinosit

5. Variabel kendali : trauma dan musim

I. DEFINISI OPERASIONAL

1. Polimorfisme Promoter Gen TNF-α -308 adalah munculnya lebih dari

satu kondisi genotip pada posisi gen promotor TNF- -308 dengan

subsitusi Guanin ke Adenin yang diamati dengan menggunakan PCR-

Sequencing.

2. Pasien akne vulgaris ringan adalah pasien yang didiagnosis akne

vulgaris dengan jumlah komedo< 20, atau lesi inflamasi <15, atau jumlah

lesi total < 30 buah.

3. Pasien Kontrol adalah orang sehat, berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan tidak memiliki lesi akne vulgaris dan penyakit inflamasi

kronik yang lain.

4. Umur penderita adalah pengakuan yang bersangkutan tentang umurnya

Page 40: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

40

berdasarkan ulang tahun terakhir.

5. Komedo adalah lesi kulit yang akibat penyumbatan folikel pilosebasea

oleh sebum yang rata atau agak menonjol tanda kemerahan.

6. Lesi inflamasi adalah lesi pada kulit dengan tanda kemerahan.

7. Penghitungan umlah komedo, lesi inflamasi dan kista pada wajah

penderita AV dilakukan dengan menggunakan metode huruf Z.

8. Fotografer medik: hasil foto dari posisi depan, samping kiri dan kanan

dengan jarak pemotretan sejauh 20 cm, dengan menggunakan kamera

digital Nikon 10 megapixels.

9. Biospesimen adalah darah yang diambil dari vena mediana cubiti

sebanyak 1cc dengan menggunakan spuit steril yang disposable,

dimasukkan ke vacutainer dengan EDTA.

10.PCR-sequencing adalah teknik PCR yang dilanjutkan dengan

sekuensing untuk menentukan urutan nukleotida pada suatu fragmen

DNA.

J. KRITERIA OBJEKTIF

- Polimorfisme Promoter Gen TNF-α -308 :

Positif : bila terdapat variasi genotip GA, AA

Negatif : bila tidak terdapat variasi genotip GA, AA.

- Akne vulgaris ringan : bila terdapat jumlah komedo kurang dari 20, atau

lesi inflamasi kurang 15, atau jumlah lesi total kurang dari 30 buah.

Page 41: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

41

K. PENGOLAHAN DATA

Data dalam penelitian ini akan diolah dengan bantuan komputer,

program statistik yang digunakan SPSS versi 17.0. Semua hasil analisis

akan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik disertai dengan penjelasan.

Untuk uji hipotesis analisis dengan menggunakan uji Mann Whitney U test.

Hipotesis diterima bila nilai P< 0,05 dengan interval kepercayaan 95%

L. IJIN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARANCE

Permintaan ijin dari pasien dan orang tua pasien untuk dijadikan

sampel penelitian, serta persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedik

pada manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Page 42: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

42

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan dengan

mengambil sampel penderita AV ringan. Sampel penelitian untuk penderita

yang memenuhi kriteria diperoleh dari RS Perjan Dr. Wahidin Sudirohusodo

dan RS Jejaring pendidikan Unhas di Makassar. Spesimen berupa darah

yang diambil di vena mediana cubiti sebanyak 1 ml dan dilakukan PCR yang

dilanjutkan dengan sekuensing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan polimorfisme

promoter gen TNF-α -308 pada penderita AV ringan. Dua puluh satu

penderita AV ringan yang terdaftar dalam rekam medis RS Wahidin

Sudirohusodo dan RS jejaring pendidikan Unhas diikutkan dalam penelitian

ini. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan molekuler dengan

menggunakan metode PCR untuk melihat pita DNA dari kelompok sampel

kasus AV ringan, kemudian dilanjutkan dengan PCR-sekuensing untuk

menentukan urutan nukleotida pada suatu fragmen DNA.

Dari 21 sampel AV ringan ditemukan klasifikasi umur 16-22 tahun

sebanyak 17(81%), umur 23-30 tahun sebanyak 2 (9,5%) hal yang sama

ditemukan pada kelompok umur 31-39 tahun. Rata-rata umur untuk

kelompok kasus adalah ±21,90. (Grafik. 1)

Page 43: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

43

Grafik 1. Distribusi umur kelompok AV ringan

Grafik 2. Menunjukkan distribusi jenis kelamin pasien AV ringan,

sebagian besar pasien adalah wanita 17(81%), sedangkan laki-laki

sebanyak 4(19%).

Grafik 2. Distribusi Jenis kelamin kelompok AV ringan

Grafik 3. Mendeskripsikan distribusi masing-masing suku pasien AV

ringan, sebagian besar merupakan suku Makassar 13(61,9%), Bugis

3(14,3%), Mandar, Jawa dan Toraja masing-masing 1(4,8%) dan suku

lainnya 2(9,5%).

Page 44: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

44

Grafik 3. Distibusi suku kelompok AV ringan

Elektroforesis produk PCR pada kelompok sampel penderita AV

ringan menunjukkan dominasi positif terdeteksi pada target band 605 bp.

(Gambar 1)

Ket.: K1 – K14 ; Pita DNA penderita akne vulgaris ringan

Gambar 1. Hasil elektroforesis produk PCR pada kasus AV

ringan

Hasil sekuensing promoter gen TNF-α posisi-308 dapat dilihat pada

Gambar 2. Pada kelompok kasus ditemukan frekuensi genotif GG

sebanyak 21 sampel dan tidak ditemukan genotif GA dan AA. (Tabel 1).

Page 45: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

45

Gambar 2. Gambaran hasil sekuensing alel G

Tabel 1. Hasil Sekuensing Alel Promoter Gen TNF-α Pada Posisi -308 Kelompok Kasus.

Alel Kasus G GA A

K1 +K2 +K3 +K4 + K5 +K6 +K7 +K8 +K9 +K10 +K11 +K12 +K13 +K14 +K15 +K16 +K17 +K18 +K19 +K20 +K21 +

Jumlah 21 0 0

Page 46: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

46

Ditemukan ekspresi genotip GG pada kelompok kasus akne vulgaris

ringan (100%) dibandingkan dengan kelompok normal (95%). Frekuensi alel

G pada sampel kasus sangat dominan bila dibandingkan dengan jumlah alel

A, dengan demikian pada penelitian ini alel G lebih merefleksikan gambaran

penderita akne vulgaris ringan dibandingkan alel A. Berdasarkan uji statistik

dengan menggunakan Chi-Square Test didapatkan nilai P=0,306

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan secara signifikan antara

polimorfisme genotipe promoter gen TNF-α posisi -308 dengan penderita

akne vulgaris ringan.(Tabel 2).

Tabel 2. Frekuensi Genotip Promoter Gen TNF-α Kelompok Kasus dan Kontrol

Frekuensi Genotif

Kasusn(%)

Normaln(%)

P value(Chi-Square Tests)

GG 21(100%) 19 (95%) 0.306GA 0(0%) 1(5%)

Nilai p < 0,005

Tabel 3. Menunjukkan perbandingan antara sebaran frekuensi genotif

TNF-α -308 pada populasi yang telah melakukan studi sebelumnya untuk

melihat adanya hubungan antara polimorfisme dengan akne vulgaris.

Ditemukan bahwa terdapat perbedaan frekuensi genotif G/A + A/A pada ke

empat penelitian tersebut (Turki; 66,9%, Rumania; 33,2%, Polandia; 34,6%,

dan hasil penelitian ini 0%). Data penelitian ini sangat jauh berada di bawah

hasil ketiga penelitian tersebut dikarenakan jumlah sampel penelitian ini lebih

kecil.

Page 47: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

47

Tabel 3. Perbandingan Kelompok Frekuensi Genotif Promoter Gen TNF-α -308 Pada Beberapa Populasi (Penelitian Akne)

Populasi GG,n (%) GA, n (%) AA, n (%)

Turki 16 (30,1) 15 (66,7) 1 (3,2)

Rumania 153 (66,8) 72 (31,4) 4 (1,8)

Polandia 49 (65,4) 25 (33,3) 1 (1,3)

Zakiyah S dkk 18 (85,7) 3 (14,3) 0(0)

Studi kami 21 (100) 0 (0) 0 (0)

Pada penelitian untuk akne vulgaris, semua hasil sekuensing

dibandingkan dengan full sequencing promoter gen TNF-α sepanjang 605

basepair (bp) rujukan dari gene bank dengan menggunakan program

BLAST (basic local alignment search tool) (alert-2) dari webside: NBCI dan

tidak ditemukan mutasi baru selain pada posisi -308 seperti yang

disampaikan pada hasil tersebut.

B. Pembahasan

Pada perkembangan lesi akne vulgaris, perubahan morfologis paling

awal terjadi pada unit pilosebasea, terjadi keratinisasi folikel yang abnormal.

Hiperkeratosis folikel dan produksi sebum meningkat sehingga

menghasilkan terbentuknya mikrokomedo, perubahan folikel, dan

pertumbuhan P. acnes yang intensif.

P. acnes kemudian akan mengeluarkan beberapa produk

proinflamasi termasuk lipase, protease, hialuronidase, dan faktor

Page 48: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

48

kemotaktik. Faktor kemotaktik yang diproduksi oleh P. acnes tersebut

kemudian menarik sel-sel sistem imun seperti neutrofil, monosit, dan

limfosit. Mikrokomedo atau komedo kemudian dapat berkembang menjadi

lesi inflamasi sebagai akibat dari aktivasi dan migrasi sel T CD4+, produksi

sitokin oleh keratinosit, makrofag, dan neutrofil, faktor hormonal dan

peningkatan produksi sebum.(Gollnick H et.al., 2003, Gottenberg JE et.al.,

2004, Graham GM et.al., 2004)

Sitokin proinflamasi (IL-1 alpha, IL-8, dan TNFα) adalah mediator

utama yang bertanggung jawab sebagai mediator inflamasi pada akne.

Telah dibuktikan bahwa P. acnes merangsang produksi sitokin dari limfosit,

monosit, dan keratinosit. Kedua hal tersebut, yaitu P. acnes dan faktor-faktor

seluler menginduksi produksi sitokin proinflamasi termasuk TNF-α, IL-1

alpha, granulosit/makrofag coloni stimulating factor (GM-CSF), IL-1 beta,

dan IL-8. (Jain A et.al., 2003, Graham GM et.al., 2004)

Tumor Necrosis Factor alpha (TNFα) adalah suatu sitokin

proinflamasi yang sangat kuat menginduksi respon inflamasi dan sebagai

kunci pengatur sistem imun bawaan. Kemudian memicu ekspresi molekul

mayor histocompatibility complex (MHC) klas I pada sel T yang teraktivasi,

mempromosikan IL-2, proliferasi sel T dan kofaktor dalam proliferasi sel B

untuk memproduksi imunoglobulin.

Dalam penelitian ini digunakan promoter gen TNF-α pada posisi -308

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baz K et al. (2008) terhadap

113 pasien akne berkebangsaan Turki, yang hasilnya menggambarkan

adanya peningkatan frekuensi genotip promoter TNF-α pada posisi -308

Page 49: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

49

pada pasien akne vulgaris pada populasi Turki (p = 0,001, OR 4,054, 95%

CI 2.090-7,865), penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya

di Turki ; 80 sampel (p = 0,4), di Iran ;113 sampel (p = 0,2) dan Korea;125

sampel (p = 0,78) yang hasilnya tidak ada perbedaan signifikan. Sementara

bila dibandingkan pada kelompok di Inggris genotif GA yang meningkat;

35,5% (p < 0,001), di Italia (27,7%) dengan frekuensi genotif GG (p < 0,001)

menurun. Hal ini menandakan adanya variabilitas hasil promoter gen TNF-α

pada setiap kelompok suku (Baz K.et.al).

Penelitian mengenai gen-gen lain yang terkait dengan patogenesis

akne vulgaris ringan juga penah diteliti oleh Martha P dkk. terhadap

polimorfisme gen CYP17 pada kasus AV ringan di Makassar diperoleh

frekuensi genotip GG sebanyak 6 kasus (28,6%), genotip heterozigot GA

sebanyak 9 kasus (42,8%) dan genotip homozigot AA sebanyak 6 kasus

(28,6%). Sedangkan penelitian polimorfisme gen CYP1A1 terhadap

kelompok AV ringan yang dilakukan Evi M dkk. diperolah hasil homozigot

CC menunjukkan risiko yang meningkat signifikan dibanding homozigot TT

dan heterozigot TC dari tempat inisiasi translokasi dalam gen CYP17.

Polimorfisme T/C pada daerah promoter gen CYP17 merupakan salah satu

lokus yang paling mungkin dalam mengalami akne vulgaris ringan di

Makassar.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah S dkk. Pada promoter

gen TNF-α pada kelompok akne vulgaris berat di Makassar ditemukan

frekuensi genotif GG sebesar 85,7% dan frekuensi genotif GA 14,3%,

tampak bahwa frekuensi genotif GG yang sangat meningkat dan frekuensi

Page 50: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

50

genotif GA yang menurun, bahkan tidak ditemukan frekuensi genotif AA.

Penelitian lain yang dilakukan di Turki oleh Baz et.al., ditemukan distribusi

genotip pada 32 pasien akne vulgaris ringan, ekpresi genotip GG 16(50%),

GA 15(46,8%) dan AA1(3,2%). Hal ini sesuai dengan hasil yang kami

dapatkan bahwa frekuensi genotip GG dominan ditemukan pada kasus akne

vulgaris ringan dan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol ditemukan

frekuensi genotip GA 1(5%). Substitusi Guanin (G) ke Adenin (A)

dihubungkan terhadap meningkatnya kerentanan seseorang menderita

penyakit inflamasi kronik termasuk akne vulgaris, sedangkan pada

penelitian ini tidak ditemukan subsitusi G/A pada kasus akne vulgaris ringan,

frekuensi genotip yang ditemukan adalah dominan GG. Adanya satu

ekspresi genotip GA pada kelompok kontrol diduga mungkin sampel

tersebut memiliki riwayat akne vulgaris tetapi saat dilakukan pengambilan

darah, sampel tersebut tidak sedang menderita akne vulgaris.

Berdasarkan uji statistik bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara polimorfisme promoter gen TNF-α -308 dengan

kerentanan menderita akne vulgaris ringan (p=0,306). Hal ini menunjukkan

bahwa polimorfisme promoter gen TNF-α -308 tidak mempengaruhi

kerentanan menderita akne vulgaris ringan. Sesuai dengan hasil penelitian

di Turki ditemukan tingkat keparahan menderita akne vulgaris tidak

berhubungan dengan genotip TNF-α. Hal ini disebabkan karena ekpresi

genotip TNF-α sangat berkaitan dengan HLA individu dan dipengaruhi oleh

suku seperti yang ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Baz et.al.

pada beberapa suku yang berbeda, didapatkan bahwa frekuensi heterozigot

Page 51: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

51

genotif G/A sangat rendah pada suku Asia (8-18%) bila dibandingkan

dengan penelitian pada suku Eropa (27-35,5%). (Baz K.et.al.)

Penelitian lain oleh Szabo K et.al. (2010) telah meneliti genotip atau

frekuensi alel pada posisi -1031T>C, -857C>T, -863C>A, -308G>A dan

-238G>A yang telah diduga memegang peranan pada perkembangan reaksi

inflamasi pada akne vulgaris. Hasil yang didapatkan tidak ada perbedaan

yang signifikan pada frekuensi alel antara kelompok kasus dan kelompok

kontrol pada posisi -1031, -863, -238 SNPs, sedangkan pada posisi

– 857C>T didapatkan hasil yang signifikan (P = 0,010) antara alel C mayor

dan akne, serta pada alel A minor posisi -308 terjadi peningkatan pada

pasien akne terutama pada wanita (Szabo K. et.al.). Hasil penelitian yang

dilakukan pada populasi di Polandia terhadap 84 pasien akne vulgaris (umur

>20 tahun) pada posisi antara -238 dan -308 ditemukan bahwa promoter

gen regio TNFα pada posisi tersebut tidak berperan pada patogenesis akne

vulgaris. Pada penelitian ini, kami tidak menemukan polimorfisme selain

posisi -308 dan juga tidak ditemukannya mutasi baru yang lain seperti pada

penelitian sebelumnya di negara Turki maupun Rumania. Hal ini dapat

disebabkan oleh karena pada penelitian ini jumlah sampel sangat sedikit

sehingga kemungkinan untuk suatu polimorfisme sangat kecil.

Berbagai penelitian gen TNFα pada penyakit yang terkait beberapa

polimorfisme nukleotida tunggal telah teridentifikasi di dalam promoter gen

TNF-α manusia. Hal ini juga dihubungkan dengan peningkatan kerentanan

terhadap berbagai penyakit. Penelitian di Chili yang dilakukan oleh Jimena

et.al. terhadap genotip TNF-α menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan

Page 52: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

52

dalam penyebaran alel TNF-α berdasarkan etnis dan populasi yang

mempunyai proporsi tinggi alel TNFα juga kemungkinan mempunyai

peningkatan predisposisi terhadap atau mengenai insidensi beberapa

penyakit metabolisme kronik, penyakit degeneratif, inflamasi dan penyakit

autoimun (Jimena et.al.).

Beberapa penelitian mengenai analisis alel-alel TNFα pada pasien

AV telah dipublikasikan Szabo et.al. menganalisis polimorfisme promoter

gen TNF-α pada populasi AV di Timisoara Rumania, yang menganalisis

polimorfisme 5 promoter gen pada posisi -238G>A, -308G>A, 857C>T,

863C>A dan – 1031T>C pada kelompok akne dan kelompok kontrol. Posisi

gen tersebut dipilih atas dasar bahwa pada posisi ini telah terbukti adanya

hubungan antara variasi inflamasi dengan sistem imun penyakit seperti

penyakit inflamasi Bowel disease, COPD, artritis rematoid, pemfigus dan

penyakit Grave (Szabo et.al., 2010).

Bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dipublikasikan, kami

mendapatkan data frekuensi dari alel minor yang terdiri atas genotif G/A +

A/A yang berbeda pada empat penelitian yaitu; populasi Turki (50%);

populasi Polandia/Eropa Barat (34,6%); populasi Timisoara/Rumania

(24,6%), penelitian oleh Zakiyah S dkk. pada akne vulgaris berat sebesar

14,3%, sedangkan pada penelitian kami tidak ditemukan. Data yang kami

peroleh ini berada di bawah ketiga populasi tersebut diatas. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat keragaman hasil dari setiap alel minor dari

beberapa populasi yang berbeda, dan ini sesuai dengan saran dari

penelitian oleh Jimena et.al. bahwa perubahan sepasang pada regio

Page 53: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

53

promotor gen TNF, yang terkandung dalam klaster gen HLA kelas III pada

satu atau dua kopi kromosom 6, bisa berakibat pada peningkatan resiko

terhadap berbagai penyakit, tergantung pada suku (Jimena Cuenca, 2001).

Sejauh ini, melalui telaah kepustakaan belum ditemukan laporan

penelitian mengenai promoter gen TNF-α pada posis -308 pada penderita

AV di Indonesia. Pada penelitian ini, promoter gen TNF-α menunjukkan

target band terdeteksi positif hampir semua pada kelompok kasus akne

vulgaris yaitu pada 605 bp. PCR-sekuensing kelompok kasus menunjukkan

jumlah alel G pada kasus sebesar 100% sedangkan jumlah alel A pada

kasus tidak ditemukan. Dengan demikian frekuensi ditemukannya alel G

pada promoter gen TNF-α posisi -308 pada penderita AV ringan dominan

bila dibandingkan dengan frekuensi alel A. Dari hasil frekuensi distribusi

sebaran genotip juga tidak ditemukan genotif AA mutan (0%), hal ini

berbeda dengan penelitian di Turki yang mendapatkan 4 kasus genotip AA

dari 113 kasus (3,5%) sedangkan penelitian di Rumania 4 kasus dari 229

kasus (1,8%) (Szabo et.al., 2010, Baz et.al., 2008).

Sehubungan dengan hasil sekuensing yang dihubungkan dengan

gambaran klinis pada sampel kasus penelitian ini diperoleh frekuensi

genotip GG pada semua kasus, sehingga dapat dikatakan bahwa klinis AV

ringan pada penelitian kami tidak berhubungan dengan faktor genetik

inflamasi dalam hal ini promoter gen TNF-α -308 G>A. Diperlukan sampel

yang lebih banyak lagi untuk melihat kemungkinan hasil yang berbeda

dengan kemungkinan untuk mendapatkan frekuensi genotip homozigot

Page 54: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

54

mutan atau mutasi baru pada posisi lainnya seperti pada penelitian

sebelumnya.

Apakah promoter gen TNF-α posisi tertentu berperan sebagai faktor

kerentanan penderita akne ringan pada populasi di Indonesia, perlu

dikonfirmasikan dengan penelitian lebih lanjut yang menggunakan sampel

lebih besar dan populasi etnik yang berbeda.

Page 55: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Panjang pita DNA gen TNFα yang terdeteksi melalui elektroforesis produk

PCR adalah 605 bp.

2. Polimorfisme promoter gen TNF-α -308 pada penderita Akne vulgaris

ringan dapat terdeteksi melalui pemeriksaan lanjutan dengan PCR –

sekuensing.

3. Penelitian ini diperoleh pada Akne vulgaris ringan, frekuensi genotif GG

sebanyak 21 kasus (100%) dan tidak ditemukan genotif heterozigot GA

dan genotif homozigot AA mutan.

B. Saran

1. Sampel dengan kriteria AV ringan yang menitikberatkan pada lesi

inflamasi serta sampel kontrol dibutuhkan untuk mendapatkan hasil

polimorfisme yang bermakna secara signifikan pada penderita AV ringan.

2. Jumlah sampel yang lebih besar dan populasi dengan suku yang

beragam dibutuhkan untuk mendapatkan hasil polimorfisme yang

bermakna secara signifikan pada penderita AV ringan.

3. Sebagai salah satu faktor yang berperan dalam etiologi AV, dibutuhkan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peran berbagai gen lain di

samping promoter gen TNF-α pada posisi -308.

Page 56: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

56

4. Pada penelitian lebih lanjut sebaiknya diperiksa kadar TNF-α di dalam

darah penderita AV dan dihubungkan dengan polimorfisme promoter gen

TNF-α pada posisi -308.

Page 57: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

57

DAFTAR PUSTAKA

Alireza Firooz , R. S., Seyyed Massoud Davoudi , Mansour Nassiri-Kashani 2005 Acne and smoking: is there a relationship? B MC Dermatology.

Ballanger. F., Baudry, P., N'Guyen, J. M., Khammari, A. & Dreno, B. 2006 Heredity: A Prognostic Factor for Acne. Dermatology. 212: 145-149.

Baratawidjaja, K. G. 2006 Imunologi dasar, Jakarta, Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baz, K., Erdal, M., Yazici, A., Soymelez, F., Guvenc, U., Tasdelen, B. & Ikizoglu, G. 2008 Association between tumor necrosis factor-alpha gene promoter polymorphism at -308 and acne in Turkish patients. Arch Dermatol Res. 300: 371-6.

Campbell, N., Reece, J. & Mitchell, L. 2002 Biology, Jakarta, Erlangga.

Feldman, S., Careccia, R., Barham, K. & Hancox, J. 2004 Diagnosis and Treatment of Acne. Am Fam Physician. 69: 2123-30.

Gawkrodger, D. J. 2003 Dermatology AN ILLUSTRATED COLOUR TEXT, New York, Churchill Livingstone.

Gollnick H. 2003 Current concepts of the pathogenesis of acne: implications for drug treatment. Drugs 63: 1579-96.

Gottenberg J.E. 2004 Association of transforming growth factor β1 and tumor necrosis factor alpha polymorphisms with anti-SSB/ La antibody secretion in patients with primary Sjogren’s syndrome. Arthritis Rheum 50: 570-80.

Goulden, V., Stables, G. & Cunliffe, W. 1999 Prevalence of facial acne in adults. JAm Acad Dermatol. 41: 577-80.

Graham G.M. 2004 Proinflammatory cytokine production by human keratinocytes stimulated with Propionibacterium acnes and P.acnes GroEL. Br J dermatol 150:421-28.

Group, Q. 2007 QIAampO DNA Mini and Blood Mini Handbook. ICI Americas Inc. USA.

Guy, W. F. 2002 Acne vulgaris. British Medical Journal. 325: 475-9.

HARPER JC, F. J. 2008 ACNE VULGARIS.

Hatta, M. 2002 Teknik Isolasi dan Pengukuran DNA. Seminar Teknik Isolasi DNA., Makassar, Universitas Hasanuddin.

Page 58: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

58

Hunter J, J. A. S., M.V. Dahl 2003 Clinical Dermatology, Blackwell science

Ifor R.Williams, B. E. R., Thomas S.Kupper 2008 Cytokines. dalam Klaus Wolff, L. A. G., Stephen I.Katz, Barbara A. Gilchrest, Amy S. Palley, David J Leffell (Ed.) Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. seventh ed. New York, Mc Graw Hill.

Jain A et al 2003 Inhibition of Propionibacterium acnes-induced mediators of inflammation by Indian herbs. Phytomedicine 10:34-8.

Jimena Cuenca, C. A. P., Adam J, Aguirre, Irene Schiattino, Carlos Aguillon 2001 Genetic polymorphism at position -308 in the promoter region of the tumor necrosis factor (TNF) Implications of its allelic distribution on susceptibility or resistance to disease in the Chilean population. Biological research. 34.

Kevin C Wang, L. T. Z. 2008 Recent advances in acne vulgaris research: insight and clinical implications. Advances in Dermatology. 24.

Lehmann, H., Andrews, J., Holloway, V. & Goodman, S. 2002 Acne therapy: a methodologic review. JAm Acad Dermatol. 47: 231-40.

Leslie, B. 2002 Acne, New York, Mc Graw Hill company.

Leyden, J. 1998 Topical treatment of acne vulgaris: retinoid and cutaneous irritation. JAm Acad Dermatol. 38: S 1-4.

Maria I.Herane., I. A. 2003 Acne in infancy and acne genetics. Dermatology. 24-28.

Mustikawati, E., Anwar, A. I., Amin, S., Massi, N., Budu & Bahar, B.(2010) Hubungan Polimorfisme Gen CYP17 dan Peningkatan Kadar Sebum Pada Akne Vulgaris.Dermatovenerelogy Departement. Makassar, Hasanuddin University

Nurul, MP., Anwar, A. I., Tabri, F., Massi, N., Budu & Bahar, B.(2010) Peran polimorfisme gen CYP 1A1 pada akne berat. Dermatovenerelogy Departement. Makassar, Hasanuddin Uiversity

Pawin, H., Beylot, C., Chivot, M., Faure, M., Poli, F., Revus, J. & Dreno, B. 2004 Physiopathology of acne vulgaris: recent data, new understanding of the treatments. Eur J Dermatol. 14: 4-12.

Pelczar, C. E. 1998 Dasar-dasar mikrobiologi I & 2, Jakarta, UI-Press. Plewig, G., Kligmann, AM 1993 Acne and rosacea, Berlin, Springer-Verlag.

Sidiropoulos, M. 2006 Back to basic: acne vulgaris:pathogenesis and retinoid therapy. University of Toronto Medical journal. 83: 94-95.

Page 59: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

59

Simpson, N. & Cunliffe, W. 2007 Disorders of the sebaceous glands. dalam Bums, T., Breathnach, S., Cox, N. & Griffiths, C. (Eds.) Rook's textbook of dermatology. Massachusetts, Blackwell Science.

Suryo 1998 Genetika, Yogyakarta, Gadjah Mada.

T Hohler, S. G., B Stradmann-Bellinghausen,W Kaluza, E Reuss.K de Vlam, E Veys, E Marker-Hermann 2002 Differential association of polymorphism in the TNF alpha region with psoriatic arthritis but not psoriasis. Ann Rheum Dis. 61: 213-218.

Unhas, B. K. d. K. F. 2007 Data Makassar.

Webster, G. 2007 Overview of the Pathogenesis of Acne. dalam, Webster, G. & Rawlings, A. (Eds.) Acne and its therapy. New York, Informa healthcare.

Yuwono.T 2002 Biologi Molekuler, Jakarta, Erlangga.

Zaenglein, A., Graber, E., Thiboutot, D. & Strauss, J. 2008 Acne vulgaris and acneiform eruptions. dalam Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Palley, A. & Leffell, D. (Eds.) Fitzpatrick's dermatology in general medicine. New York, Mc Graw Hill Medical.

Page 60: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

60

Lampiran 1.

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH MENDAPAT PENJELASAN

Saya, yang bertanda tangan dibawah ini:Nama : __________________________Umur : __________________________Alamat : __________________________Telepon : __________________________

setelah mendengar/ membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan, manfaat apa yang akan dilakukan dalam penelitian ini, bersama ini menyatakan kesediaan saya secara sukarela tanpa paksaan mengikuti penelitian ini dan mentaati semua prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

Saya mengerti bahwa prosedur dengan cara pengambilan darah pada pembuluh darah di lipatan siku bagian depan, kemungkinan bisa menimbulkan akibat yang tidak diinginkan seperti ketidaknyamanan atau infeksi namun saya yakin tindakan pemeriksaan akan dilakukan secara bebas hama dan dengan penuh kehati-hatian oleh petugas yang terlatih untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan, sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan. Saya juga berhak bertanya atau meminta penjelasan kepada peneliti bila masih ada hal yang belum jelas atau masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini.

Saya mengerti bahwa semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penelitian ini ditanggung oleh peneliti. Demikian juga biaya perawatan dan pengobatan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat penelitian ini, akan dibiayai oleh peneliti.

Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian akan terjamin dan saya dengan ini menyetujui semua data yang dihasilkan pada penelitian ini untuk disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.

Bila terjadi perbedaan pendapat di kemudian hari, kami akan menyelesaikannya secara kekeluargaan.

Makassar........................2011

NAMA TANDA TANGAN TGL/BLN/THN Klien ................................ ............................ .....................................

Saksi 1 ................................ ............................ .....................................

Page 61: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

61

Saksi 2 ................................ ............................ .....................................

Tempat memperoleh tambahan informasiNama : dr. Nur Rahmah. S. MatharAlamat : BTP blok M no. 128 MakassarTelpon : 081242375474 / 04113797243

Penanggung Jawab MedisNama : dr. Anis Irawan Anwar, SpKK (K)Alamat : Bagian IK. Kulit & Kelamin FKUH, MakassarTelpon : 04115012566 / 0811412678

DISETUJUIKomisi Etik Penelitian KesehatanFK Unhas Tgl ……………………

Page 62: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

62

Lampiran 2.

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN POLIMORFISME GEN CYP17 DAN PENINGKATAN KADAR

SEBUM PADA AKNE VULGARIS_____________________________________________________________

No. Urut : Makassar, ................................ 2011

Nama :

Alamat :

Umur : Tahun

Nomor Telp :

Jenis Kelamin : Pria Wanita

Pendidikan : SD SMP SMA/Sederajat Akademi / Sarjana

Tidak sekolah

Pekerjaan : Ibu rmh tangga Profesional

ABRI/Polisi Pegawai negeri

Wiraswasta Karyawan swasta

Lainnya

Aktivitas rutin: Dalam ruangan Luar ruangan

Suku : Makassar Bugis

Mandar Toraja

Enrekang Jawa

P Palopo Lainnya

1 2

1 2

3 4

5

1 2

3 4

5 6

7

1 2

3 4

65

7

1 2

8

Page 63: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

63

Lingkungan kerja : Stres ringan Stres sedang Stres berat

Tidak ada

Sering tidaknya memencet jerawat : Ya Tidak

Suka mengkonsumsi makanan pedas : Ya Tidak

Merokok : Ya Tidak

Alkohol : Ya Tidak

Riwayat Keluarga Ayah Ibuyang sedang menderita Akne : Kakak/adik

Makanan (kebiasaan makan): Kacang Cokelat

Makanan Lainnya Berminyak Riwayat Akne : ........... tahun .......... bulan

Tingkat Akne : Ringan Berat

- Jumlah komedo :- Lesi inflamasi :- Lesi total :- Kista :

21

1 2

1 2 3

4

1 2

3

1 2

1

2

1 2

3 4

1

2

Page 64: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

64

Lampiran 3.

HASIL SEKUENSING Alel promoter gen TNF –alfa pada posisi -308 AKNE VULGARIS RINGAN

NO NAMA SAMPEL KODE HASIL SEKUENSING

Alel

GG GA AAK1. Eka Putri Ningtias 4 +K2. Ny. Sanawiyah 9 +K3. Nn. Nurwahidah

Rahman13 +

K4. Sirat Perdana 28 +K5. Ny. Niken 33 +K6. Nuraeni 34 +K7. Nur Arnidawati 54 +K8. Asrul 38 +K9. Reskianti 39 +

K10. Hj. Fatimah - +K11. Jumanah 42 +K12. Ibnu Haris 47 +K13. Amaliah Mayang Sari 48 +K14. Akhriany Amir 56 +K15. Yusfin 58 +K16 Feby 57 +K17. Ny. Jusniati 50 +K18. Irma 37 +K19. M. Taufik 61 +K20. Verawati Ramli 62 +K21. Ulfa 63 +

Jumlah 21 0 0

Page 65: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

65

Lampiran 4.

HASIL SEKUENSING Alel promoter gen TNF –alfa pada posisi -308 Sampel Normal

ALELNormal G GA AN1 +N2 +N3 +N4 +N5 +N6 +N7 +N8 +N9 +N10 +N11 +N12 +N13 +N14 +N15 +N16 +N17 +N18N19 +N20 +Jumlah 19 1 0

Page 66: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

66

Lampiran 5.

No. Nama sampel Jen Kel Umur Sekuensing Suku1 Eka Putri Ningtias 2 21 GG Makassar2 Ny. Sanawiyah 2 36 GG Bugis3 Nn. Nurwahidah Rahman 2 21 GG Bugis4 Sirat Perdana 1 20 GG Jawa5 Ny. Niken 2 22 GG Lainnya6 Nuraeni 2 22 GG Bugis7 Nur Arnidawati 2 19 GG Makassar8 Asrul 1 21 GG Bugis9 Reskianti 2 18 GG Mandar

10 Hj. Fatimah 2 39 GG Bugis11 Jumanah 2 19 GG Bugis12 Ibnu Haris 1 22 GG Lainnya13 Amaliah Mayang Sari 2 18 GG Bugis14 Akhriany Amir 2 23 GG Bugis15 Yusfin 2 19 GG Toraja16 Feby 2 16 GG Bugis17 Ny. Jusniati 2 27 GG Bugis18 Irma 2 18 GG Makassar19 M. Taufik 1 18 GG Bugis20 Verawati Ramli 2 21 GG Bugis21 Ulfa 2 20 GG Bugis

Lampiran 6.

Page 67: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

67

Frequency Table

Jenis Kelamin

4 19.0 19.0 19.0

17 81.0 81.0 100.0

21 100.0 100.0

Laki-laki

Perempuan

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Statistics

Umur21

0

21.9048

21.0000

18.00a

5.70004

32.490

2.207

.501

4.678

.972

23.00

16.00

39.00

460.00

18.5000

21.0000

22.0000

Valid

Missing

N

Mean

Median

Mode

Std. Deviation

Variance

Skewness

Std. Error of Skewness

Kurtosis

Std. Error of Kurtosis

Range

Minimum

Maximum

Sum

25

50

75

Percentiles

Multiple modes exist. The smallest value is showna.

Umur

17 81.0 81.0 81.0

2 9.5 9.5 90.5

2 9.5 9.5 100.0

21 100.0 100.0

16-22 tahun

23-30 tahun

31 - 39 tahun

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Page 68: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

68

Suku

3 14.3 14.3 14.3

13 61.9 61.9 76.2

1 4.8 4.8 81.0

1 4.8 4.8 85.7

2 9.5 9.5 95.2

1 4.8 4.8 100.0

21 100.0 100.0

Bugis

Makassar

Mandar

Jawa

Lainnya

Toraja

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Crosstabs

Notes

Output Created 01-Jul-2011 20:21:01

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 41

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics for each table are based on all the

cases with valid data in the specified

range(s) for all variables in each table.

Syntax CROSSTABS

/TABLES=sekuensing BY kelompok

/FORMAT=AVALUE TABLES

/STATISTICS=CHISQ

/CELLS=COUNT COLUMN

/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 0:00:00.015

Elapsed Time 0:00:00.016

Dimensions Requested 2

Cells Available 174762

Page 69: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

69

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

sekuensing * kelompok 41 100.0% 0 .0% 41 100.0%

sekuensing * kelompok Crosstabulation

kelompok

Total1.00 2.00

sekuensing GG Count 21 19 40

% within kelompok 100.0% 95.0% 97.6%

GA Count 0 1 1

% within kelompok .0% 5.0% 2.4%

Total Count 21 20 41

% within kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.076a 1 .300

Continuity Correctionb .001 1 .980

Likelihood Ratio 1.462 1 .227

Fisher's Exact Test .488 .488

Linear-by-Linear Association 1.050 1 .306

N of Valid Cases 41

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 70: Tesis Dr. Nur Rahmah TNF ALFA

70