geologi dan tipe mineralisasi

14
1 GEOLOGI DAN TIPE MINERALISASI ENDAPAN EMAS-PERAK EPITHERMAL PADA DAERAH PINUSAN, KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK PROPINSI JAWA TIMUR. Oleh: Wahyu Haryadi dan Tommy Rostio H ABSTRAKSI Kendali geologi yang meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi yang kompleks sangat mempengaruhi kehadiran mineral-mineral yang bernilai ekonomis seperti emas dan perak di daerah telitian. Endapan emas-perak yang ada pada daerah penelitian banyak ditemukan pada tipe alterasi filik dengan zonasi urat kuarsa-vuggy yang mempunyai kandungan emas berkisar antara 0,16-0,72 ppm dan kadar perak terbesar mencapai 8 ppm. Hasil analisa inklusi fluida (temperatur homogenitas 232,2 - 248,40 o C) pada sampel kuarsa (level tubuh jalur urat 1) diduga tipe mineralisasi adalah epithermal tipe sulfidasi rendah (epithermal low sulphidation), diketahui pembentukan mineralisasi pada daerah Pinusan berada pada kedalaman 260 meter di bawah paleosurface dan masuk pada zona Precious Metal (Buchanan, 1981). Kata-kata kunci: Kendali geologi, Tipe mineralisasi, Epithermal PENDAHULUAN Salah satu yang mendasari diadakannya eksplorasi di daerah Pinusan Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek Propinsi Jawa Timur adalah karena Pegunungan Selatan Jawa Timur diperkirakan merupakan salah satu jalur mineralisasi di Indonesia. Daerah yang merupakan wilayah konsesi PT. Aneka Tambang Tbk. ini merupakan daerah yang dianggap cukup menarik dijadikan sebagai daerah penelitian, mengingat banyak kondisi geologi dan

Upload: fauziahparakkasi

Post on 26-Nov-2015

131 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 1

    GEOLOGI DAN TIPE MINERALISASI ENDAPAN EMAS-PERAK EPITHERMAL PADA DAERAH PINUSAN, KECAMATAN BENDUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK

    PROPINSI JAWA TIMUR.

    Oleh: Wahyu Haryadi dan Tommy Rostio H

    ABSTRAKSI

    Kendali geologi yang meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi yang kompleks sangat mempengaruhi kehadiran mineral-mineral yang bernilai ekonomis seperti emas dan perak di daerah telitian. Endapan emas-perak yang ada pada daerah penelitian banyak ditemukan pada tipe alterasi filik dengan zonasi urat kuarsa-vuggy yang mempunyai kandungan emas berkisar antara 0,16-0,72 ppm dan kadar perak terbesar mencapai 8 ppm. Hasil analisa inklusi fluida (temperatur homogenitas 232,2 - 248,40 oC) pada sampel kuarsa (level tubuh jalur urat 1) diduga tipe mineralisasi adalah epithermal tipe sulfidasi rendah (epithermal low sulphidation), diketahui pembentukan mineralisasi pada daerah Pinusan berada pada kedalaman 260 meter di bawah paleosurface dan masuk pada zona Precious Metal (Buchanan, 1981).

    Kata-kata kunci: Kendali geologi, Tipe mineralisasi, Epithermal

    PENDAHULUAN

    Salah satu yang mendasari diadakannya eksplorasi di daerah Pinusan

    Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek Propinsi Jawa Timur adalah

    karena Pegunungan Selatan Jawa Timur diperkirakan merupakan salah satu

    jalur mineralisasi di Indonesia. Daerah yang merupakan wilayah konsesi PT.

    Aneka Tambang Tbk. ini merupakan daerah yang dianggap cukup menarik

    dijadikan sebagai daerah penelitian, mengingat banyak kondisi geologi dan

  • 2

    mineralisasi yang perlu dipelajari seperti litologi yang menyusunnya serta tipe

    dan penyebaran mineralisasinya. Untuk mengetahui adanya jalur urat

    mineralisasi di daerah Pinusan sehingga pengembangan dan perencanaan

    eksploitasi dapat terarah dan efektif bagi perencanaan dan pengembangan

    selanjutnya, perlu dilakukan penelitian.

    Daerah petelitian termasuk ke dalam zona Pegunungan Selatan Jawa

    Timur yang merupakan jalur pegunungan yang banyak mengandung sumber

    daya mineral. Adanya batuan terobosan pada daerah Trenggalek

    menyebabkan terbentuknya mineralisasi pada batuan yang mengubah

    batuan menjadi bernilai ekonomis, seperti adanya kandungan emas, galena,

    perak pada urat-urat batuan. Berdasarkan data pendukung geologi, antara

    lain litologi, struktur geologi, vulkanisme dan proses magmatik, maka di

    wilayah petelitian mempunyai prospek terjadinya proses mineralisasi.

    Berdasarkan pertimbangan di atas, maka menarik bagi penulis untuk

    melakukan penelitian lebih lanjut mengenai geologi dan tipe mineralisasi

    endapan emas-perak epithermal pada daerah Pinusan kecamatan Bendungan

    Kabupaten Trenggalek Propinsi Jawa Timur.

    Mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi), akumulasi suatu

    masa yang akan membentuk mineral bijih dan mineral penyerta (gangue)

    pada suatu batuan, sehingga terbentuk endapan mineral (mineral deposits)

    (Rinawan, Roesman dan Oesman, Zulkifli).

    Terkonsentrasinya mineral-mineral logam (khususnya emas dan perak)

    pada suatu proses mineralisasi dipengaruhi oleh adanya:

    1. Proses Differensiasi

    Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional

    crystallization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali

  • 3

    dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit,

    kromit dan ilmenit. Pengendapan kromit sering berasosiasi dengan

    pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan terpisah dari

    magma panas dengan membawa mineral Ni, Cu, Au, Ag, Pt dan Pd.

    2. Adanya aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil

    pengkayaan dari magma.

    Endapan bijih epithermal adalah endapan yang terbentuk pada

    lingkungan hidrothermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan

    tekanan yang relatif rendah berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-

    alkali sub-aerial, sering kali (tidak selalu) endapannya dijumpai di dalam

    produk volkanik (dan sedimen volkanik).

    Tabel 1. Ciri-ciri umum endapan epithermal (Lindgreen, 1933)

    Kedalaman Permukaan hingga 1500 m.

    Temperatur 50 2000C

    Pembentukan Pada batuan sedimen atau batuan, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusif dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai sesar turun, kekar, dsb.

    Zona bijih Urat-urat yang simple, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan kantong-kantong bijih, juga seringkali terdapat pada pipa dan stocwork

    Logam bijih Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U

    Mineral Bijih Native Au, Ag, electrum, Cu, Bi Pirit, Markasit, Sfalerit, Galena, Kalkopirit, Cinabar, Stibnite, Realgar, Orpiment, Ruby Silver, Argentite, Selenides, Tellurides.

    Mineral penyerta (gangue)

    Kuarsa, Chert, Kalsedon, Ametis, Serisit, Klorit rendah Fe, Epidot, Karbonat, Fluorit, Barite, Adularia, Alunit, Dickite, Rhodochrosite, Zeolit

    Ubahan batuan samping

    Sering sedikit chertification (silifikasi), kaolinisasi, piritisisasi, dolomitisasi, kloritisisasi.

    Tekstur dan Struktur

    Crustification (banding), sangat umum sering sebagai fine banding, cockade, vugs, urat terbreksikan. Ukuran butir (kristal) sangat bervariasi

  • 4

    Beberapa endapan epithermal pada umumnya (tidak selalu)

    endapannya dijumpai dalam produk volkanik (dan sedimen volkanik). Dalam

    sistem epithermal sulfidasi rendah, fluida magmatik yang didominasi gas (SO2

    dan HCl) direduksi pada saat bereaksi dengan batuan samping (wall rock)

    sehingga terjadi dilusi (pengenceran) akibat adanya sirkulasi fluida meterorik

    (air hujan). Proses tersebut terjadi pada bagian bawah dari sistem sulfidasi

    rendah yang membawa zat volatil (termasuk unsur logam didalamnya), hal ini

    menyebabkan fluida didominasi oleh H2S sebagai sumber sulfur yang paling

    besar yang juga melarutkan garam (terutama NaCl) pada temperatur 170-

    270oC dan kedalaman 50-1000 m (Hedenquist & Houghton, 1988 dalam

    Corbett dan Leach, 1996) [Gambar 1].

    Gambar 1. Model Mineralisasi Emas Perak Pacific Rim. (Corbett & Leach, 1996)

    Inklusi fluida (Fluid Inclusion) adalah material fluida berukuran mikro

    yang terdapat dalam suatu mineral yang umumnya hadir dalam bentuk tiga

  • 5

    fase/fluida, yaitu padat, cait atau gas. Fluida tersebut mengisi sisa ruangan

    dan terperangkap pada saat pendinginan karena adanya perbedaan koefisien

    tingkat penyusutan yang lebih besar dari pada mineral pengandungnya

    (Yuwono, 1994). Adanya pertumbuhan kristal yang tidak sempurna

    mengakibatkan fluida pada kristal terperangkap dalam rongga tipis yang

    biasanya berukuran < 100 m (Evans, 1982).

    Permasalahan yang akan diteliti yaitu geologi daerah telitian beserta

    keberadaan urat/vein yang mengandung mineral bijih yang bersifat ekonomis

    yang nantinya menyangkut dana operasional untuk melakukan eksplorasi

    lebih lanjut. Permasalahan tersebut dirumuskan menjadi: (1) Bagaimana

    kendali geologi terhadap kehadiran mineral emas-perak di daerah telitian? (2)

    Bagaimana pola penyebaran zona mineralisasi melalui media/rekahan yang

    berkembang? dan (3) Bagaimana hubungan mineralisasi yang berasosiasi

    dengan endapan emas-perak pada daerah telitian?

    Penelitian ini bertujuan mencari penyebaran vein-vein dan pola struktur

    geologi pada daerah dibentuk oleh dua arah urat (vein) yang tidak menerus

    disekitar Gunung Mranggu, penyebaran zona mineralisasi dengan

    menggunakan parit uji dan hubungan mineralisasi yang berasosiasi dengan

    endapan emas-perak yang ada pada daerah telitian.

    METODE PENELITIAN

    Metode Kualitatif. Jenis dan pemrosesan data yang dihimpun dari

    lapangan atau daerah penelitian secara regional maupun detail dari daerah

    telitian, yaitu: (a) Pemetaan geologi permukaan yang akan diproses menjadi

    peta geologi, peta lintasan, profil, peta sebaran trenching dan peta alterasi,

    dan (b) Sampling, digunakan untuk menganalisis batuan yang meliputi,

  • 6

    analisis petrografi, mineragrafi, AAS dan inklusi fluida. Metode yang

    digunakan adalah channel sampling, yaitu sampel diambil dengan cara

    membuat alur pada parit, test-pit.

    Metode Kuantitatif. Metode yang dilakukan di laboratorium, meliputi:

    (a) Analisa stereografis, digunakan untuk mengetahui jenis struktur geologi

    yang bekerja pada daerah telitian, serta arah umum kekar yang ada pada

    daerah telitian. (b) Analisa Petrografi, digunakan untuk mengetahui dan

    menentukan jenis mineralmineral penyusun litologi (batuan samping) dan

    urat mikroskopis dan digunakan juga untuk identifikasi mineral sekunder

    yang terbentuk oleh alterasi hidrothermal sehingga dapat ditentukan tipe

    alterasinya. (c) Analisa Mineragrafi, digunakan untuk mengidentifikasi mineral

    bijih penyusun urat dan batuan samping. Dan (d) Analisis inklusi fluida dan

    analisis kimia. Data-data inklusi fluida, meliputi data temperatur

    homogenisasi (Th), temperatur pelelehan (Tm) dan salinitas fluida

    hidrothermal. Data-data ini dianalisis untuk mendapatkan/mengetahui

    kedalaman dan temperatur pembentukan mineralisasi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Geologi Daerah Telitian

    Geomorfologi. Berdasarkan pengontrol morfologinya maka daerah

    telitian mempunyai bentukan asal struktural yang terbagi menjadi 3 (tiga)

    satuan geomorfik, yaitu:

    1. Punggungan monoklin (S2). Satuan geomorfik ini menempati kurang

    lebih 15% dari luas daerah telitian. Disusun oleh perselingan breksi

    volkanik dengan lava yang sebagian sudah mengalami pelapukan.

  • 7

    2. Perbukitan Monoklin Bergelombang Kuat (S3). Satuan geomorfik ini

    menempati kurang lebih 45% dari luas daerah telitian. Disusun oleh

    perselingan breksi volkanik dengan lava batupasir tufan

    3. Perbukitan Monoklin Bergelombang Lemah (S4). Satuan geomorfik ini

    menempati kurang lebih 30% dari luas daerah telitian

    Stratigrafi. Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi 2 (dua) yaitu

    Satuan Breksi Vulkanik Mandalika dan Satuan Lava Mandalika.

    Tabel 2. Stratigrafi Daerah telitian

    UMUR FORMASI SATUAN BATUAN

    SIMBOL PEMERIAN

    Oligosen Miosen

    Awal

    Mandalika Lava Mandalika

    Satuan batuan ini menempati kurang lebih 3% dari total luas keseluruhan, warna abu-abu,

    kecoklatan, masif, hipokristalin,

    granularitas, fanerik halus, inequigranular,

    komposisi: kuarsa, biotit, plagioklas

    Breksi volkanik

    mandalika

    Satuan batuan ini menempati kurang lebih

    97% dari total luas keseluruhan, coklat kehitaman, masif,

    fragmen: andesit, basal, trakit, silika, berbutir halus sampai kerakal,

    buruk, menyudut tanggung, terbuka

    Struktur geologi. Struktur geologi yang dijumpai pada daerah telitian

    antara lain berupa: (1) Struktur monoklin, dipengaruhi oleh lapisan miring

  • 8

    yang hanya satu arah. Secara umum kemiringan lapisan litologi pada daerah

    Pinusan sebesar 32o dengan penyebaran litologi berupa breksi vulkanik, lava

    dan batupasir tufan, (2) Sesar (Patahan). Di daerah penelitian, peneliti

    menemukan dua buah bidang sesar berlokasi di Gunung Mranggu dan

    Kaligandul dengan lokasi pengamatan pada LP 25 dan LP 47. Sesar Gunung

    Mranggu. Di lokasi ini dijumpai kenampakan gores garis dan cermin sesar

    dengan step gash menunjukkan pergerakan ke kanan. Sesar ini memotong

    jalur urat mineralisasi. Hasil pengukuran gores garis diketahui arah bearing

    yaitu N 196oE dengan besar sudut penunjaman (plunge) yang dibentuk 29o

    dan Rake 32o. Berdasarkan pada klasifikasi Rickard, 1972 diketahui jenis sesar

    tersebut adalah Normal Right Slip Fault. Sesar Kaligandul. Kedudukan bidang

    sesar hasil pengukuran di Kaligandul (LP 47) menunjukkan kedudukan bidang

    65o pada N 093oE dengan pergerakan relatif ke kanan. Hasil pengukuran

    gores garis diketahui arah bearing yaitu N 114oE dengan besar sudut

    penunjaman (plunge) yang dibentuk 38o dengan rake 46o. Hasil pengukuran

    diperkirakan Hanging wall relatif turun. Berdasarkan pada klasifikasi Rickard,

    1972 diketahui jenis sesar tersebut adalah Right Normal Right Slip Fault. (3)

    Kekar (rekahan). Data-data kekar yang berhasil di dapat berada pada 8

    (delapan) lokasi yang berbeda yaitu pada LP 4, LP 7, LP 9, LP 28, LP 29, LP 32,

    LP 35, LP 52, dan LP 68. Kumpulan data kekar kemudian dilakukan analisa

    menggunakan Stereo Net (The Polar Equal Area Net dan Kalsbeek Counting

    Net). Dari hasil analisa didapatkan data-data sebagaimana pada tabel 3.

    Metode Channel sampling, yaitu suatu metode dalam pengambilan

    sampel batuan (channel sampling) yang dilakukan dengan menelusuri arah

    urat/vein dan membuat bukaan parit hingga urat mineralisasi tersingkap di

    permukaan dengan posisi parit memotong tubuh urat mineralisasi. Data-data

  • 9

    pengukuran hasil pembuatan parit yang dilakukan pada LP 24, LP 29, Lp 69,

    dan LP 70, yaitu sebagaimana tertera pada Tabel 4.

    Tabel 3. Kedudukan umum Kekar (rekahan) daerah telitian

    No LP

    Kedudukan umum No LP

    Kedudukan umum

    4 72o pada N 340oE dan 60o pada N 130oE

    7 70o pada N 189oE

    9 71o pada N 160oE 29 71o pada N 184oE, 69o pada N 211oE, dan 72o pada N 275oE

    32 72o pada N 315oE dan 71o pada N 218oE

    52 68o pada N 061oE 68o pada N 183oE , dan 70o pada N 213oE

    35 76o pada N 192oE 28 69o pada N 059oE 71o pada N 186oE, dan 73o pada N 218oE, dan 72o pada N 268oE

    68 74o pada N 188oE

    - Jalur Urat Mineralisasi Mranggu. Struktur yang terisi mineralisasi

    diinterpretasikan terjadi sebelum adanya aktivitas hidrothermal. Struktur ini

    diperlukan guna tersedianya rongga/ruang untuk dilaluinya larutan

    hidrothermal sekaligus sebagai tempat pengendapan mineralisasi (Bateman,

    1981). Jalur urat mineralisasi pada daerah Pinusan dibagi menjadi 2 (dua),

    yaitu jalur urat mineralisasi Mranggu 1 dengan arah N 216oE (relatif

    Timurlaut-baratdaya) dan jalur urat mineralisasi Mranggu 2 dengan arah N

    182oE (relatif utara-selatan). Kedudukan urat hasil pengukuran pada jalur urat

    mineralisasi Mranggu 2 yaitu sebagai berikut: N 183oE/78o, N 174oE/80o, N

    177oE/82o, N 189oE/76o, N 184oE/78o, dan N 191oE/79o

    Mineral Bijih. Kehadiran mineral bijih dapat diamati secara langsung di

    lapangan dan dilakukan analisa mineragrafi pada sayatan poles contoh urat

    mineralisasi yang ada pada daerah telitian.

  • 10

    Tabel 4. Data-data pengukuran hasil pembuatan parit

    LP Panjang (m)

    Kedalaman (m)

    Hasil Pengukuran Keterangan

    Ketebalan urat

    mineralisasi (m)

    Kedudukan urat

    24 29 0,5 3 N 218oE / 80o

    Disertai dengan pengambilan sampel batuan untuk analisa petrografi dan mineragrafi

    29 21 0,5 Tidak ditemukan adanya urat mineralisasi

    69 30 0,4 2,4 N 189oE / 76o

    Disertai dengan pengambilan sampel batuan untuk analisa petrografi dan mineragrafi

    70 13 0,3 N 184oE / 78o

    Tidak dilakukan pengambilan sampel batuan karena sudah mengalami pelapukan

  • 11

    Pengamatan secara megaskopis dan hasil analisa minegrafi sayatan

    poles contoh TM-4, TM 8, TM 18, TM 20, TM 26, TM 32. Maka mineral bijih

    yang berkembang pada daerah Pinusan adalah kalkopirit (CuFeS2), pyrit

    (FeS2), magnetit (Fe2O4) , hematit (Fe2O3), perak (Ag), emas (Au).

    Analisis Data AAS (Atomic Absorption spectrophotometry) dan Inklusi Fluida

    Kadar Endapan Emas-Perak daerah Pinusan

    Kandungan emas dan perak yang ada pada daerah telitian dapat

    diketahui dari hasil analisis AAS (Atomic Absorption spectrophotometry). Pada

    zona kuarsa-vuggy endapan emas hadir dengan kadar berkisar 0,16 0,72

    ppm dan kadar endapan peraknya bervariatif dengan kadar tertinggi 8 ppm.

    Sedang pada zona urat Brecciated endapan emas hadir dengan kadar berkisar

    0,08 0,16 dan kadar perak tertinggi 2 ppm.

    Analisis inklusi Fluida

    Berdasarkan Stratigrafi Pegunungan Selatan Jawa Timur yang disusun

    oleh Hanang Samodra, dkk (1992) diperkirakan ketebalan overburden

    sebelum proses mineralisasi adalah sekitar 1050 m, sehingga dengan

    perhitungan didapatkan angka tekanan (pressure) sekitar 278 bars (27,8

    Mpa). Adanya perkiraan erosi yang mengenai beberapa satuan batuan pada

    saat mineralisasi terbentuk, maka untuk koreksi Th menggunakan tekanan

    overburden dibawahnya yaitu berkisar 25 Mpa. Dari data Th yang ada

    didapatkan mean Th yaitu 239,63oC, kemudian diplotkan dalam diagram

    Potter, 1977 dalam Shepherd et.al, 1985 (gambar 9), sehingga diperoleh

    angka koreksi temperatur sebesar 19oC.

  • 12

    Tabel 5. Hubungan tipe alterasi dengan kandungan emas-perak Daerah Pinusan

    Urat 1

    Kode sampel Zona ubahan Zona urat Analisa AAS (ppm)

    Au Ag

    MGU 222 Propilitik < 0,05 < 1

    MGU 232 Argilik < 0,05 < 1

    MGU 235 Propilitik < 0,05 < 1

    MGU 237 Argilik < 0,05 < 1

    MGU 174 Filik Brecciated 0,08 < 1

    MGU 172 Filik Kuarsa-vuggy 0,16 2

    MGU 171 Filik Kuarsa-vuggy 0,30 3

    MGU 175 Filik Kuarsa-vuggy 0,70 7

    MGU 173 Filik Kuarsa-vuggy 0,72 8

    Urat 2

    Kode sampel

    Zona ubahan Zona urat Analisa AAS (ppm)

    Au Ag

    MGU 156 Propilitik < 0,05 < 1

    MGU 158 Argilik < 0,05 < 1

    MGU 162 Propilitik < 0,05 < 1

    MGU 152 Filik Brecciated 0,10 1

    MGU 153 Filik Brecciated 0,12 1

    MGU 151 Filik Brecciated 0,16 2

    Kedalaman pembentukan mineralisasi dapat diketahui dari hasil

    plotting mean Th terkoreksi, yaitu 19oC dan salinitas inklusi fluida rata-rata (%

    wt NaCl eq), yaitu 1, 569551398 pada kurva Haas, 1977 dalam Shepherd et.al,

    1985 (Gambar 10), kemudian dapat diketahui hasil kedalaman mineralisasi,

    yaitu pada kedalaman 260 m dari paleosurface. Berdasarkan jenis maupun

    sebaran batuan alterasi ditambah dari data analisa fluid inclusion (temperatur

    homogenisasi berkisar antara 232,2oC 248,30oC), maka tipe mineralisasi

    daerah Pinusan adalah Epithermal Low Sulphidation pada elevasi Zona

  • 13

    Precious Metal (berdasarkan Hayba, dkk 1986, Heald, dkk 1987, White &

    Hedenquist, 1995).

  • 14

    KESIMPULAN

    1. Kendali geologi yang terdiri dari geomorfologi, stratigrafi, dan struktur

    geologi mempengaruhi keberadaan mineral bijih

    2. Endapan emas-perak yang ada pada daerah penelitian banyak ditemukan

    pada tipe alterasi filik dengan zonasi urat kuarsa-vuggy yang mempunyai

    kandungan emas berkisar antara 0,16-0,72 ppm dan kadar perak terbesar

    mencapai 8 ppm.

    3. Berdasarkan jenis maupun sebaran batuan alterasi dan hasil analisa inklusi

    fluida (temperatur homogenitas 232,2 - 248,40 oC) yang dilakukan pada

    sampel kuarsa (level tubuh jalur urat 1) diduga tipe mineralisasi adalah

    epithermal tipe sulfidasi rendah, diketahui pembentukan mineralisasi pada

    daerah Pinusan berada pada kedalaman 260 meter dibawah paleosurface

    dan masuk pada zona Precious Metal (Buchanan, 1981).

    ____________________________

    DAFTAR PUSTAKA

    Meinert,L.D. 1989. Gold skarn Deposits-Geology and Exploration Criteria; in The Geology of Gold Deposits; The Perspective in 1988, Economic geology, Monograph 6, pages 537-552

    Corbett, G.J., dan Leanch, T.M. 1996. Southwest Pacific Rim Gold-Copper System : Structure, Alteration and Mineralization, CMS New Zealand Ltd, Auckland, New Zealand, 374 h

    Pirajno, F. 1992. Hydrotermal Mineral Deposits. Principles and Fundamental Concepts for The Exploration Geologist, Springer Verlag, Berlin, Heidenberg, New York, London, Paris.

    Sukandarrumidi. 2007. Geologi Mineral Logam, Gadjah Mada University Press.

    Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, The Hague, Martinus Nijholff, vol. IA. 732 p.