geologi daerah panas bumi lompio, kabupaten donggala

10
Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005 22-1 GEOLOGI PANAS BUMI DAERAH LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH Oleh: Herry Sundhoro Subdit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Jl. Soekarno – Hatta 444, Bandung – 40254. Tel. 022 – 5222085, Fax 022 – 5211085 Juli 2005 ABSTRAK Di Lompio, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 2 kelompok manifestasi panas bumi berupa mata air panas. Manifestasi ini dinamakan Lompio dan Ombo, muncul pada batuan malihan/ metamorfik berumur Kapur dan gamping terumbu serta aluvium berumur Kuarter. Mata air panas Lompio muncul pada struktur patahan berarah Utara baratlaut - selatan tenggara (N150-160º E), sedangkan mata air panas Ombo muncul di pinggir pantai pada struktur berarah timurlaut - baratdaya (N 40-60º E). Kehadiran kedua mata air panas tersebut mengindikasikan bahwa di keda;aman daerah Lompio terdapat potensi sumberdaya/ cadangan panas bumi. PENDAHULUAN Berdasarkan kajian literatur menunjukkan terdapat pemunculan mata air panas di Lampio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang muncul pada batuan malihan/ metamorfik, gamping dan aluvium. Mata air panas itu mengindikasikan terdapatnya potensi energi panas bumi di kedalaman. Dalam rangka pengupayaan dan pemanfaatan energi panas bumi di daerah ini perlu dilakukan survei panas bumi terpadu dengan metoda geologi, geokimia dan geofisika untuk mengetahui besarnya potensi cadangan panas bumi di Lampio yang mungkin bisa dikembangkan untuk pemanfaatan energi alternatif bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui dan relatif murah, serta sumbernya berasal dari kedalaman bumi Kabupaten Donggala. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud penyelidikan adalah untuk melokalisir pemunculan manifestasi panas bumi dan karasteristik geologi yang berkaitan dengan pemunculan manifestasi panas di permukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui luas perangkap daerah prospek dari struktur geologi, sistim panas bumi ( batuan penudung/ cap-rock/clay-cap, batuan reservoar/ reservoir-rock, batuan konduksi panas/ conductive-rock dan sumber panas/ heat- source) dan model panas bumi tentative daerah Lompio. LOKASI Secara administratif daerah selidikan berada di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Luas daerah survei ± 18 x 15 km 2 yang berada diantara koordinat UTM 9965.000 - 9983.000 mS dan 808.000 – 826.000 mT(Gambar 1). METODA PENYELIDIKAN Penyelidikan lapangan dilakukan dengan cara lintasan peta, memakai kompas dan mendiskripsi batuan secara megaskopis. Gejala geologi dan manifestasi panas dirangkum dalam buku catatan lapangan dan diplotkan ke peta kerja. Pengamatan dan pengukuran data di setiap titik di ikatkan pada GPS (Global Positioning System). Interpretasi citra (image) Landsat dilakukan untuk memberi dukungan di dalam percepatan, kemudahan dan ketelitian pada saat pemetaan objek geologi di lapangan. Interpretasi tersebut meliputi lokasi, pola aliran sungai, distribusi batuan dan struktur geologi. Data-data geologi sebagai data olahan berupa keadaan singkapan, kondisi batuan, sebarannya, struktur sesar/kekar, bentang alam, lokasi dan jenis pemunculan manifestasi panas bumi dan suhu air panas. Pengambilan batuan yang selektif untuk analisis petrografi dilakukan sesuai jumlah satuan batuan yang ada di daerah penyelidikan. Analisis umur batuan melihan/metamorfik, granit - granit biotit dan retas diorit diambil dari referensi yang telah dipublikasikan, sedangkan analisis umur batuan kubah granit (granit biotit- muskovit) dilakukan dengan metoda fision- track. MANIFESTASI PANAS BUMI Manifestasi panas bumi di Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah berada di 2 tempat, Lompio dan Ombo (Tabel 1). Mata air dan kolam air panas Lompio muncul pada skis (malihan/ metamorfik) dan aluvium dengan suhu 45-78 0 C. Di mata air panas yang

Upload: ngocong

Post on 17-Jan-2017

233 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-1

GEOLOGI PANAS BUMI DAERAH LOMPIO, KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH

Oleh: Herry Sundhoro

Subdit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Jl. Soekarno – Hatta 444, Bandung – 40254. Tel. 022 – 5222085, Fax 022 – 5211085

Juli 2005

ABSTRAK Di Lompio, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdapat 2 kelompok manifestasi panas bumi berupa mata air panas. Manifestasi ini dinamakan Lompio dan Ombo, muncul pada batuan malihan/ metamorfik berumur Kapur dan gamping terumbu serta aluvium berumur Kuarter. Mata air panas Lompio muncul pada struktur patahan berarah Utara baratlaut - selatan tenggara (N150-160º E), sedangkan mata air panas Ombo muncul di pinggir pantai pada struktur berarah timurlaut - baratdaya (N 40-60º E). Kehadiran kedua mata air panas tersebut mengindikasikan bahwa di keda;aman daerah Lompio terdapat potensi sumberdaya/ cadangan panas bumi.

PENDAHULUAN Berdasarkan kajian literatur menunjukkan terdapat pemunculan mata air panas di Lampio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah yang muncul pada batuan malihan/ metamorfik, gamping dan aluvium. Mata air panas itu mengindikasikan terdapatnya potensi energi panas bumi di kedalaman.

Dalam rangka pengupayaan dan pemanfaatan energi panas bumi di daerah ini perlu dilakukan survei panas bumi terpadu dengan metoda geologi, geokimia dan geofisika untuk mengetahui besarnya potensi cadangan panas bumi di Lampio yang mungkin bisa dikembangkan untuk pemanfaatan energi alternatif bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui dan relatif murah, serta sumbernya berasal dari kedalaman bumi Kabupaten Donggala.

MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud penyelidikan adalah untuk melokalisir pemunculan manifestasi panas bumi dan karasteristik geologi yang berkaitan dengan pemunculan manifestasi panas di permukan.

Tujuannya adalah untuk mengetahui luas perangkap daerah prospek dari struktur geologi, sistim panas bumi ( batuan penudung/ cap-rock/clay-cap, batuan reservoar/ reservoir-rock, batuan konduksi panas/ conductive-rock dan sumber panas/ heat-source) dan model panas bumi tentative daerah Lompio.

LOKASI Secara administratif daerah selidikan berada di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Luas daerah survei ± 18 x 15 km2 yang berada diantara koordinat

UTM 9965.000 - 9983.000 mS dan 808.000 – 826.000 mT(Gambar 1).

METODA PENYELIDIKAN Penyelidikan lapangan dilakukan dengan cara lintasan peta, memakai kompas dan mendiskripsi batuan secara megaskopis. Gejala geologi dan manifestasi panas dirangkum dalam buku catatan lapangan dan diplotkan ke peta kerja. Pengamatan dan pengukuran data di setiap titik di ikatkan pada GPS (Global Positioning System). Interpretasi citra (image) Landsat dilakukan untuk memberi dukungan di dalam percepatan, kemudahan dan ketelitian pada saat pemetaan objek geologi di lapangan. Interpretasi tersebut meliputi lokasi, pola aliran sungai, distribusi batuan dan struktur geologi. Data-data geologi sebagai data olahan berupa keadaan singkapan, kondisi batuan, sebarannya, struktur sesar/kekar, bentang alam, lokasi dan jenis pemunculan manifestasi panas bumi dan suhu air panas. Pengambilan batuan yang selektif untuk analisis petrografi dilakukan sesuai jumlah satuan batuan yang ada di daerah penyelidikan. Analisis umur batuan melihan/metamorfik, granit - granit biotit dan retas diorit diambil dari referensi yang telah dipublikasikan, sedangkan analisis umur batuan kubah granit (granit biotit-muskovit) dilakukan dengan metoda fision-track.

MANIFESTASI PANAS BUMI Manifestasi panas bumi di Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah berada di 2 tempat, Lompio dan Ombo (Tabel 1). Mata air dan kolam air panas Lompio muncul pada skis (malihan/ metamorfik) dan aluvium dengan suhu 45-780 C. Di mata air panas yang

Page 2: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-2

bersuhu tertinggi terdapat juga alterasi ringan bertipe argilit (kaolin dan monmorilonit). Mata air panas Ombo muncul pada pasir pantai (aluvium) dan batu gamping terumbu dengan suhu antara 52- 60 0 C.

GEOLOGI REGIONAL Geologi regional daerah penyelidikan diambil dari beberapa referensi diantaranya: Menurut Bemmelen (1949) bahwa di daerah Sulawesi bagian tengah dijumpai 3 buah struktur utama berarah utara-selatan. Daerah ini dapat dipisahkan kedalam 3 zona.

• Zona timur dikenal Kolonodale zone ditandai oleh batuan beku basa dan ultrabasa (ophiolit), batu gamping berumur Mesozoikum dan rijang yang kaya radiolaria.

• Zona Poso dicirikan oleh batuan malihan (metamorfik) jenis skis kaya mineral muskovit.

• Zona barat tersingkap batuan granodiorit masif, skis kristalin yang kaya mineral biotit, batuan vulkanik berumur Tersier, tufa berumur Plio-Plistosen dan endapan aluvium.

Menurut T.O. Simanjuntak dkk (1973), fisiografi daerah Palu terdiri dari pematang timur dan pematang barat. Keduanya berarah utara - selatan dan dipisahkan oleh Lembah Palu (Fossa Sarasina). Pematang barat di dekat Palu hingga lebih dari 2000 m tingginya, tetapi di Donggala menurun hingga mukalaut. Pematang timur dengan tinggi puncak dari 400 - 1900 m dan menghubungkan pegunungan di Sulawesi Tengah dengan lengan utara. Struktur daerah ini didominasi oleh lajur sesar Palu yang berarah utara baratlaut. Bentuknya sekarang menyerupai terban yang dibatasi oleh sesar-sesar aktif, diantaranya bermataair panas di sepanjang kenampakannya pada permukaan. Sesar-sesar dan kelurusan lainnya yang setengah sejajar dengan arah lajur Palu terdapat di pematang timur. Banyak sesar dan kelurusan lainnya yang kurang penting lebih kurang tegak lurus pada arah ini, sebagaimana terlihat di seluruh daerah. Sesar naik berkemiringan ke timur dalam kompleks batuan metamorf dan dalam Formasi Tinombo menunjukkan akan sifat pemampatan pada beberapa sesar yang lebih tua. Sesar termuda yang tercatat terjadi pada tahun 1968 di dekat Tambo, timbul setelah ada gempabumi, berupa sesar normal berarah baratlaut yang permukaan tanahnya turun 5 m. Pada bagian yang menurun, daerah pantai seluas kira-kira 5 km2 masuk ke dalam laut.

Batuan tertua di daerah yang dipetakan adalah metamorf (Kompleks Batuan Metamorf) dan tersingkap hanya pada pematang timur yang merupakan intinya. Kompleks itu terdiri dan sekis amfibiolit, sekis, genes dan pualam. Sekis terdapat banyak di sisi barat, sedangkan genes dan pualam terdapat banyak di sisi timur. Tubuh-tubuh intrusi tak terpetakan, umumnya selebar kurang dan 50 m, menerobos kompleks batuan metamorf dengan batuan diorit hingga granodiorit. Umur metamorfisme tak diketahui tetapi boleh jadi pra - Tersier. Bouwer (1947, h.9) berpendapat, bahwa sekis yang tersingkap di seantero Sulawesi sebagian berumur Paleozoikum. Rangkaian Formasi Tinombo Ahlburg (1913) seperti yang dipakai oleh Brouwer (1934) tersingkap luas baik di pematang timur maupun barat. Batuan ini menindih Kompleks Batuan Metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan yang berasal dan batuan metamorf. Endapan ini terutama terdiri dari serpih, batupasir, konglomerat, batugamping radiolaria dan batuan gunungapi yang diendapkan di dalam lingkungan laut. Di dekat intrusi terdapat sabak dan batuan terkersikkan dan lebih dekat pada persentuhan terbentuk filit dan kuarsit. Bagian barat pematang barat mengandung lebih banyak batupasir rijang dari padadi tempat lain. Diabas, spilit dan andesit di selatan Donggala dan di selatan Kasimbar dipetakan dengan endapan itu. Rombakan batuan gunungapi biasa terdapat di dalam batupasirnya. Batugamping diamati hanya sebagai lapis - lapis tipis dalam rangkaian sedimen tersebut. Kadar (Dit. Geol) mengenali Discocyclina sp., Nummulites sp., Alveolina sp., Miliolidae, Asterocyclina sp., Assilina sp., Operculina sp., Globorotaloid, Globigerin dan ganggang gampingan yang menunjukkan umur Eosen. Pekerjaan oleh Socal (Standard Oil Company of California) sebagai tambahan mengenali Pellastipira ?, cf ? P. inflata, cf Pararotalia sp., Eofabiania, Pellatispira crassicolumnata ?, Sphaerogypsina sp, Orbitolites sp., Rotalia sp dan Carpenteria hamiltonensis. Umur fosil - fosil terakhir mi adalah Eosen Tengah hingga Atas. Calciphaerula innominata yang ditemukan di dalam kkastika batugamping diinterpretasikan oleh Socal sebagai suatu fosil rombakan dari formasi Kapur. Batuan-batuan itu serupa dengan Formasi Tinombo yang menyerupai flysch yang telah diperikan oleh Bouwer (1934), kira - kira 55 km sebelah timur laut Labuanbajo. Intrusi-intrusi kecil

Page 3: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-3

yang diuraikan di atas juga menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi kedua pematang, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Batuan Metamorf. Molasa ini mengandung rombakan yang berasal dari formasi-formasi lebih tua dan terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-koral serta napal yang semuanya hanya mengeras lemah. Didekat Kompleks Batuan Metamorf pada bagian barat pematang timur endapan itu terutama terdiri dari bongkah - bongkah kasar dan agaknya diendapkan didekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah laut beralih - alih jadi batuan klastika berbutir lebih halus. Di dekat Donggala sebelah utara Enu dan sebelah barat Labea batuannya terutama terdiri dari batugamping dan napal dan mengandung Operculina sp., Cycloclypeus sp., Rotalia sp., Orbulina universa, Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina, foraminifera pasiran, ganggang gampingan, pelesipoda dan gastoproda. Sebuah contoh dari tenggara Laebago selain fosil - fosil tersebut juga mengandung Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang menunjukkan umur Miosen (Kadar, Dit. Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi Planorbulina sp., Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp., Spiroclypeus? sp., Reussella sp., Lethoporella, Lithophyllum dan Amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna - fauna tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah dan pengendapan di dalam laut dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan juga di tempat lain endapan sungai Kuarter juga dimasukkan ke dalam satuan ini. Aluvium dan Endapan pantai terdiri dari kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan laut dangkal merupakan sedimen termuda di daerah ini. Endapan itu boleh jadi seluruhnya berumur Holosen. Di daerah dekat Labean dan Ombo terumbu koral membentuk bukit-bukit rendah. Telah diamati telah terjadi beberapa generasi intrusi. Yang tertua ialah intrusi andesit dan basalt kecil-kecil di semenanjung Donggala. Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran - saluran batuan vulkanik di dalam Formasi Tinombo. Formasi Tinombo sendiri menindih kompleks batuan metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan yang berasal dari batuan metamorf. Endapan

itu terutama terdiri dari serpih, batupasir, konglomerat, batugamping radiolaria dan batuan gunungapi yang diendapkan di lingkungan laut. Intrusi-intrusi kecil selebar kurang dari 50 m yang umumnya terdiri dari diorit, porfiri diorit, mikrodiorit dan granodiorit menerobos Formasi Tinombo, yakni sebelum endapan molasa dan tersebar luas di seluruh daerah. Semuanya tak terpetakan. Granit dan granodionit yang telah dipetakan tercirikan oleh fenokris felspar kalium sepanjang hingga 8 cm. Penanggalan Kalium/Argon telah dilakukan oleh Gulf Oil Company terhadap dua contoh granodiorit di daerah ini. Intrusi yang tersingkap di antara Palu dan Donggala memberikan penanggalan 31 juta tahun pada analisis K/An dari felspar. Yang lainnya adalah suatu intrusi yang tidak dipetakan, terletak kira-kira 15 km timurlaut dari Donggala, tersingkap di bawah koral Kuanter, memberikan penanggalan 8,6 juta tahun pada analisa K dari biotit (Gambar 2).

GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN Geomorfologi Berdasarkan bentuk bentang alam, pola aliran sungai, tingkat/stadium erosi, jenis batuan dan kemiringan lereng di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan morfologi. yaitu: satuan pedataran (SP), satuan perbukitan bergelombang lemah (SL), satuan perbukitan bergelombang sedang (SS) dan satuan perbukitan terjal (ST) (Gambar 3). Pola aliran sungai menunjukkan semi sejajar (sub-pararel) dan setengah membulat (semi- radial) di hulunya dan menjadi setengah menangga (sub-trellis) hingga menangga (trellis) di sungai induk S. Bintanaga, Binanga Wale, Kuala Silia, Kuala Wakoe, Kuala Sisumul, Kuala Werei dan Sungai Binanga Tompe serta Kuala Maleloro. Lembah sungai di arah hulu dominan berbenntuk V yang mencirikan stadium erosi vertikal lebih kuat dibandingkan dengan stadium erosi horizontal, sedang di sungai utama berbentuk agak melebar. Pola aliran sungai di sini sangat dipengaruhi oleh pola struktur patahan yang mengimbas pada bentuk pola aliran sungainya.

Stratigrafi/urutan batuan Pengamatan batuan dilakukan di 65 lokasi titik amat, 27 lokasi dilakukan pengambilan sampel batuan dengan 13 sampel diantaranya di analisis petrografi dan 1 sampel dianalisis umur batuan dengan metoda jejak belah/ fision track.

Page 4: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-4

Stratigrafi daerah di susun berdasar hubungan relatif antara masing-masing unit batuan yang penamaannya di dasarkan pada pusat erupsi dan genesa pembentukan batuan tersebut. Dari hasil pemetaan lapangan, urutan batuan di daerah Lampio, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 6 satuan batuan dengan urutan tua ke muda sebagai berikut: Satuan Malihan (Km), Satuan granit Tinjuawo (Tmgt), Satuan granit Sitiau (Tmgs), Satuan diorit (Opd), Satuan Gamping terumbu/koral (Qgt) dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4). Struktur Geologi di daerah penyelidikan dicerminkan bentuk kelurusan tofografi (pantai, sungai dan bukit), paset segi tiga, dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set batuan, zona hancuran batuan/breksiasi (fractures), cermin sesar (slicen-side), seretan (drag-fault), kontak intrusi (backing-effect), retas-retas/ intrusi kecil, bentuk batolit, bentuk kubah (dome) dan pemunculan mata air panas. Berdasarkan data lapangan di atas dan citra landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3 arah sesar utama dari tua ke muda adalah:

• Sesar berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (N 30-40º E). Sesar normal tertua ini di namakan sesar Sibera dengan kemiringan > 70° barat.

• Sesar berarah utara baratlaut-selatan tenggara (N 345-350º E). Sesar normal generasi kedua dinamakan sesar Mapane, berkemiringan > 80º ke timur. Awalnya sesar ini hanya 1 buah, namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah akibat tergeserkan (off-set) oleh sesar mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu dinamakan sesar Mapane, sesar Sitiau dan sesar Maleloro.

• Sesar termuda sedikitnya ada 7 sesar geser jurus (strict-sleep fault) berarah baratlaut-tenggara (N 320-330º E) berkemiringan > 80°. Sesar itu antara lain Salapane, Lampio, Tompe, Sipi, Boya, Bulu Tinjuawo. Selain sesar-sesar diatas terdapat juga kelurusan-kelurusan diduga merupakan sesar lebih kecil berarah utara baratlaut-selatan tenggara dan sesar baratlaut-tenggara (Lende 1 dan Lende 2) (Gambar 4).

TATA GUNA LAHAN Untuk eksplorasi dan eksploitasi panasbumi sangat diperlukan data “ Wilayah Tata Guna Lahan” berupa wilayah status penggunaan dan pemanfaatan lahan yang diterbitkan instansi Departem Kehutanan, tahun 1976.

Tata guna lahan di daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Provinsi Sultengah terdiri dari 3 wilayah tata guna, yaitu: Hutan Produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Lahan Untuk Pemanfaatan lain/ lahan Bebas (Gambar 5). Pengetahuan status “Tata Guna Lahan” ini sangat penting untuk mengantisipasi resiko di dalam pemanfaatan lahan yang berpotensi menimbulkan kerawanan materil atau immateril. Pengantisipasian diantaranya dengan cara pengurusan perijinan dalam pemanfaatannya dan sosialisasi kepada masyarakat lokal.

• Hutan Produksi Konversi (HPK), yaitu: Hutan yang dirancang dengan izin (IPK) untuk pembukaan lahan dan konversi permanen menjadi bentuk tata guna lainnya, khususnya industri kayu atau perkebunan. IPK adalah izin untuk membuka lahan guna kepentingan.

• Hutan Produksi Terbatas (HPT), yaitu: Hutan yang dialokasikan untuk produksi kayu dengan intensitas rendah. Hutan produksi terbatas ini umumnya berada di wilayah pegunungan lereng - lereng yang curam mempersulit kegiatan pembalakan.

• Lahan Bebas (LB), yaitu lahan diluar wilayah lahan HPK dan HPT. Lahan Bebas merupakan wilayah tata guna lahan yang secara bebas bisa dimanfaatkan untuk segala bentuk kepentingan masyarakat.

GEOHIDROLOGI Secara garis besar wilayah air tanah di daerah penyelidikan di bagi menjadi 3 (Gambar 6).

• Daerah tangkapan air tanah (re-charge) yang berada pada satuan morfologi perbukitan terjal, perbukitan bergelombang sedang dan perbukitan bergelombang lemah memanjang arah utara-selatan dan terletak di timur dan tengah daerah dengan ketinggian mencapai hingga 1000 m dpl. Daerah tersebut mencapai luas ± 65 % dari luas daerah penyelidikan. Air hujan sebagian meresap di daerah itu, selanjutnya air yang meresap tadi akan muncul di dataran Sibera-Lompio-Ombo berupa mata air dingin dan mata air panas, sedangkan sebagian lagi mengalir di permukaan sungai- sungai besar dan kecil di daerah penyelidikan.

• Daerah munculan air tanah (dis-charge) di Lampio berada di satuan morfologi pedataran yang mencakup ± 25 % luas daerah selidikan. Air hujan (meteoric-water) yang ada di satuan morfologi perbukitan terjal, perbukitan bergelombang sedang dan perbukitan bergelombang lemah sebagian besar akan

Page 5: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-5

meresap kebawah permukaan melalui struktur permeabilitas, rekahan (fracture) dan porositas batuan dan terkumpul menjadi air tanah di daerah pedataran Sibera-Lompio-Ombo. Daerah ini menjadi daerah kantong air (catchment area) sedangkan daerah akumulasi air tanah terletak di bawahnya.

• Daerah aliran air permukaan (run-off water), Sistim air tanah daerah selidikan sebagian berupa aliran air permukaan yaitu air hujan yang mengalir di permukaan sungai-sungai besar dan kecil. Aliran air permukaan itu mengalir secara gravitasi dari ketinggian menuju daerah lebih rendah hingga pedataran. Sungai-sungai itu diantaranya S. Maleloro, S. Binanga Tompr, S. Alugasa, S. Lente, Kuala Bintanago, Kuala Wela, Kuala Silla, Kuala Wakoe, Kuala Sisumul, Kuala Wesa, Kuala Tondo, Kuala Ombo dan Kuala Binanga Laode. Air permukaan di daerah penyelidikan selanjutnya mengalir ke laut Makasar di bagian barat daerah selidikan.

MODEL PANAS BUMI Penampang model panas bumi tentatif daerah Lompio terlihat dalam Gambar 7.

• Sumber panas (heat source) diduga berupa poket-poket magma di bawah dike/ intrusi G. Sitiau (Tmgs). dan retas-retas batuan andesit-diorit (Tmd).

• Zone reservoar diperkirakan berada pada batuan Tersier (Miosen Tengah-Atas) dan Kapur yang telah terkena tektonik. Daerah ini merupakan daerah berpermeabilitas tinggi dengan tingkat kesarangan yang bagus, kedalamannya di duga ± antara 600-2000 m.

• Batuan penudung diduga berupa lempung penudung yang hanya ada di sekitar daerah patahan/ fraktur.

• Batuan konduktif berup batuan metamorfik berumur Kapur (Km) dan batuan granit Tinjuawo (Tmgt) serta granit Sitiau (Tmgs). Aliran panas dirambatkan secara konduksi dan konveksi melalui batuan maupun fluida panas.

DISKUSI Potensi energi panas bumi di daerah Lompio terdapat di sekitar pemunculan mata air panas Lompio dan Ombo. Sistim panas bumi di kedua daerah itu diduga merupakan pemunculan up-flow melalui patahan atau fraktur pada batuan dengan intrusi batolit granit dan retas-retas granit biotit-muskovit serta andesit-diorit. Mata air panas di Lompio dan Ombo dapat dimanfaatkan untuk parawisata dan juga untuk listrik. Namun di daerah tersebut potensi

fluidanya dominan berpase air panas, sehingga pemanfaatan untuk energi listrik perlu dilakukan ekstrasi yang mengakibatkan budget yang diperlukan akan lebih besar.

KESIMPULAN Di daerah Lompio hadirnya akumulasi fluida panas di kedalaman terindikasikan oleh batuan ubahan dan mata air panas Lompio dan Ombo. Indikasi menunjukkan bahwa fluida itu keasamannya netral dengan entalphy sedang. Perkiraan adanya lempung penudung/clay-cap di sini diduga berada di atas daerah reservoar di sepanjang patahan dan daerah fraktur di patahan Lompio dan Ombo. Fluida panas bumi di zona reservoar diduga bersistim 2 fase, yaitu fase air dan fase uap panas ber pH relatif netral. Jumlah fluida fase air panas relatif dominan dibandingkan fluida berfase uap. Di daerah Lompio terdapat 2 daerah yang berpotensi mengandung sumberdaya energi panas bumi, yaitu daerah Lompio dan Ombo.

PUSTAKA Badan Meteorologi Dan Geofisika (BMG,

2004); Data curah hujan Indonesia tahun 2004.

Bemmelen, van R.W., 1949. The Geology of Indonesia. Vol. I A. General Geology Of Indonesia And Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Hague. Netherlands.

BPS (Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala, 2004); Donggala dalam Angka 2004. Kerjasama BPS dan Bappeda Kabupaten Donggala.

Fournier, R.O., 1981. Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, “Geothermal System: Principles and Case Histories”. John Willey & Sons. New York.

Giggenbach, W.F., 1988. Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators. Geochemica Acta 52. pp. 2749-2765.

Lawless, J., 1995. Guidebook: An Introduction to Geothermal System. Short course. Unocal Ltd. Jakarta.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

Simanjuntak, dkk., 1973. Peta Geologi Lembar Palu, Sulawesi, Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Page 6: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-6

Telford, W.M. et al, 1982. Applied Geophysics. Cambridge University

Press. Cambridge.

Tabel 1. Karakteristik Mata air panas Daerah Lompio, Kab. Donggala-Sulteng

No Lokasi Jenis T ud & T ap (°C )

pH Debit (L /

detik)

Keterangan

1. Lompio 1, X: 0728325 mT Y: 9098223 mU Tj. Manamoni, Desa Mausamang, Kec. Alor Timur Lompio 2, X= 0815076 mT dan Y=9977306mU.

Lompio 3, X= 0815037 mT, Y= 9977515 mU

Lampio 4, X= 0814906 mT dan Y=9977616 mU Lampio 5, X= 0815125 mT, Y=9977339 mU Lampio 6, X= 0815158 mT, Y= 9977 mU

Mata air panas dengan bualan gas tidak kontinyu

Mata air panas

Kolam air panas

Mata air panas Kolam air panas

Mata air panas

Mata air panas

30 & 78

30 & 62

30 & 56

30 & 45 30 & 68

30 & 68

30 & 77

7,1

7,1

7,0

7,1

7,0

7,1

50

48 ? - -

< 1

Muncul pada skis, jernih, beruap, asin, berbau sedang, ada sinter silika/ sulfat (?), bualan gas tidak kontinu. Jarak ± 15 m di barat Lampio 1, muncul pada aluvium, jernih, beruap, asin, bau belerang lemah, tidak ada sinter, ber gelembung gas tidak kontinu. Di utara Lampio 2, pada aluvium, berwarna keruh, bau belerang lemah, beruap tipis, berasa agak asin. Muncul pada aluvium, berwarna keruh, tidak beruap, berasa asin. Air keruh, tidak beruap, asin, tidak berbau dan ada bualan gas. Muncul pada aluvium, air keruh, tidak beruap, berasa asin.

2. Ombo 1, Desa Ombo-Kec. Sindue. X= 0809070 mT dan Y=9967454 mU.

Ombo 2, Desa Ombo-Kec. Sindue. X= 0809145 mT dan Y=9967554 mU

Ombo 3, Desa

Pasir panas

Mata air panas

Uap panas

30 & 52-54

30 & 60

30 & 60

- - -

- - -

Muncul berupa pasir panas pada aluvium di daerah pasang surut. Rasa asin, keruh, tidak berbau, tak beruap. Muncul di gamping terumbu, warna air putih keruh, berbau, beruap tipis, agak asin. Ada di lubang gamping (dolina)

Page 7: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Ombo-Kec.Sirenja X=0809279 mT, Y=9968352 mU

Warna tidak terlihat, berbau, beruap, rasa tidak diketahui, debit susah diukur.

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-7

PETA GEOLOGI REGILEMBAR PALU, SULA

(Simanjuntak dkk, 1973)

0 5 10 Lokasi penyelidikan

Gambar 1. Peta daerah penyelidikan

Daerah

Gambar 2. Peta geologi regional daerah penyelidikan (T.O Simanjuntak, dkk, 1973)

Page 8: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Gambar 3. Kenampakan 3 - D satuan morfologi daerah penyelidikan

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-8

Gambar 4. Peta geologi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulteng

Page 9: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Gambar 5. Wilayah Tata guna lahan daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

Gambar 6. Peta 3-D sistim hidrogeologi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-9

Page 10: Geologi Daerah Panas Bumi Lompio, Kabupaten Donggala

Gambar 7. Model tentatif sistem panas bumi daerah Lompio, Kabupaten Donggala, Sulteng

Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas Bumi 2005

22-10