geo batubara

Upload: dhaviiedt-diamonz

Post on 05-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

geologi

TRANSCRIPT

A. PendahuluanBatubara merupakan bahan galian yang tersusun dari maseral organik dan sedikit unsur anorganik. Batubara dibentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang hidup pada lingkungan air tawar, umumnya tumbuh pada daerah tropis. Proses tumbuhan menjadi batubara melalui tingkatan : proses biokimia yaitu material tumbuhan menjadi gambut oleh bakteri anaerobik. Proses lanjutan adalah termodinamika, dimana bekerja pengaruh temperatur dan tekanan. Proses akumulasi batubara dapat tertimbun ditempat tumbuhnya (Autochtonous), dan dapat pula tertimbun setelah mengalami transportasi dan sedimentasi (Allochtonous), Bateman, 1960. Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatannya (rank), terdiri atas : gambut, lignit, subbitumus, bituminus, dan antrasit.Bahan galian Batubara sebagai salah satu bahan bakar pengganti minyak bumi, dimasa akan datang peranannya diharapkan makin besar di Indonesia, sebagai bahan bakar alternatif. Pemanfaatan bahan bakar batubara saat ini telah dimanfaatkan pada industri semen, pembangkit listrik, industri metalurgi, tekstil, dan pembuatan briket peruntukan energi rumah tangga.Tak terkecuali pada provinsi Sulawesi Selatan, batubara tersingkap dan beberapa diantaranya telah dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana kondisi dan kadar batubara pada masing-masing daerah ditemukannya batubara tersebut. Berdasarkan Geologi Regional Sulawesi, (Rab. Sukamto 1982); batubara di Sulawesi Selatan dapat ditemukan pada beberapa Formasi, antara lain pada Formasi Mallawa, Formasi Walanae, Formasi Camba dan Formasi Toraja, dengan karakteristik yang berbeda-beda pada tiap formasinya. Umumnya batubara di Sulawesi Selatan termasuk batubara muda karena terbentuk pada zaman Tersier, berumur Eosen dan Neogen.

B. Pembahasanberdasarkan beberapa penelitian dan penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya, penulis mencoba memaparkan beberapa tipikal batubara pada Formasi tersebut diatas.1. Formasi Mallawa (Tem) Formasi Mallawa terdiri atas batupasir kuarsa, batulanau, batulempung dan konglomerat, dengan sisipan dan lensa Batubara. Penyebaran batuan yang cukup luas adalah, batupasir kuarsa yang merupakan Anggota dari Formasi Mallawa. Batupasir kuarsa umumnya bersifat rapuh dan kurang kompak, berlapis tipis-laminasi. Pada batulempung dan batulanau mengandung fosil moluska, sisipan batugamping dan batubara dengan ketebalan antara beberapa centimeter sampai 1,5 meter. Batuan dari formasi Mallawa ini diperkirakan berumur Paleosen-Eosen (Rab. Sukamto, 1982), terendapkan dalam lingkungan paralik sampai laut dangkal, dan ketebalan formasi ini tidak kurang dari 400 meter. Beberapa conto batubara Formasi Mallawa yang telah diteliti antara lain pada daerah Mallawa, Taccepa, Bontoa, dan Uludaya pada Kabupaten Maros. Endapan batubara di daerah tersebut diatas berupa lapisan dengan ketebalan bervariasi dari 1 6 lapisan. Ketebalan Batubara pada Formasi Mallawa berukuran antara 0,15 1,60 meter. Berselingan dengan lempung, batupasir, dan lanau. Ciri fisik berwarna hitam sampai hitam kecoklatan, kilap terang sampai pudar, getas, rekahan terisi lempung dan adapula pirit, umumnya memiliki pecahan konkoidal. Formasi batuan tersebut diendapkan pada lingkungan paralik hingga laut dangkal, sehingga lapisan batubaranya sebagian besar kandungan unsur belerang cukup tinggi yakni berkisar 0,96-9,85 %. Sedangkan nilai kalori berkisar antara 4.236 7.470 k.cal/kg dan fuel ratio 0,9 1,3. Batubara Formasi Mallawa tersingkap pula di Desa Gattareng, Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Singkapan batubara terdiri dari 5 (lima) lapisan dengan ketebalan 0,3 5 meter. Dari hasil uji kualitas batubara Kabupaten Soppeng diperoleh nilai kalori 5880 6600 Cal/g, Zat Terbang 35 40 %, dan kadar belerang 1,4 1,8 %.

2. Formasi Walanae (Tmpw) berumur Miosen Akhir Pliosen, formasi ini menindih tidak selaras dengan batuan gunungapi formasi Camba. Formasi Walanae tersusun dari perselingan batupasir, konglomerat, tufa dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit, batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa. Tebal satuan ini diperkirakan sekitar 1.200 meter (Rab. Sukamto dan Sam Supriatna, 1982). Batubara pada formasi Walanae yang pernah diteliti antara lain pada Kabupaten Sinjai, pada daerah Panaikang dan Bulupodo. Ketebalan batubara formasi Walanae pada daerah Panaikang bervariasi dengan rata-rata 2 meter. Kondisi fisik berlapis-lapis, berselang-seling dengan lempung. Sedangkan pada daerah Bulupoddo batubaranya memiliki warna abu-abu hingga hitam, dan masih menampakkan tekstur asalnya yaitu kayu. Mempunyai cerat hitam, dengan ketebalan bervariasi antara 20 cm hingga 1,8 meter, tertutup lapisan soil setebal 1-2 meter. Batubara ini merupakan sisipan pada batupasir yang berselingan dengan batulempung hingga lanau. Melalui kehadiran struktur sedimen berupa laminasi, dan gelembur gelombang, menunjukkan genetik lingkungan pengendapan satuan batuan ini adalah laut dangkal (daerah transisi) dengan mekanisme pengendapan sand bar. Melalui hasil analisa kimia nilai Kalori batubara Walanae pada daerah Panaikang, Sinjai memiliki nilai Kalori 5.000 Cal/gr, fuel ratio (0,8-0,9) dengan kadar sulfur 2,1 3,5 %.

3. Formasi Camba (Tmc) Batuan sedimen laut Formasi Camba terdiri atas perselingan antara batuan gunungapi, yaitu batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung. Dibeberapa tempat dijumpai sisipan napal, batugamping, dan batubara. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Rab. Sukamto,1982) dan terendapkan dalam lingkungan laut dangkal, menindih tidak selaras diatas Formasi Tonasa. Contoh batubara Formasi Camba yang telah diteliti berlokasi di Kabupaten Maros pada daerah Bengo, Kamara, Pucak, Lekopancing, S. Damak K, umumnya jenis batubara ini berwarna hitam buram, dan dijumpai adanya pengotoran dari oksida besi. Serta yang berlokasi di daerah Lembang, berwarna hitam mengkilat, dan keras, diperkirakan perubahan tersebut sebagai akibat pengaruh intrusi andesit dan basal di daerah tersebut. Hasil analisa kimia batubara Formasi Camba menunjukkan nilai kalori antara 3175 4270 cal/g, karbon padat 28,20 39,90 %, dan kadar abu 36,10 52,20 %.4. Formasi Toraja (Tet) Formasi batuan ini terdiri dari perselingan batupasir kuarsa, serpih, batulanau, konglomerat kuarsa dengan sisipan kuarsit, batugamping, batulempung, napal, batupasir hijau, batupasir gampingan, batupasir dan batubara. Batuan umumnya berlapis sangat tipis hingga sangat tebal, berwarna merah kecoklatan sampai ungu, dan beberapa warna kelabu kehitaman. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Eosen Tengah Eosen Akhir (Djuri, Sudjatmiko,1998). Beberapa contoh batubara pada Formasi Toraja, yang telah dilakukan penyelidikan sebelumnya antara lain pada daerah Sillanan, Tombang, dan Randanan pada Kabupaten Toraja. Endapan batubara Formasi Toraja, berupa lensa/lapisan tipis terdapat pada beberapa lapisan dengan ketebalan rata-rata 8,0 - 60 cm. umumnya berselang-seling dengan serpih, lempung, dan serpih napalan, ditempat lain berselingan dengan napal, batupasir, dan lanau. Kenampakan fisik umumnya lapuk, berwarna hitam, kilap pudar hingga terang, pecahan konkoidal, dan ada yang mengandung pirit. Formasi batuan tersebut umumnya terendapkan pada lingkungan antar pegunungan dalam lingkungan paralik hingga laut dangkal, sehingga lapisan batubaranya sebagian besar unsur belerangnya cukup tinggi. Batubara Formasi Toraja juga tersingkap di Kabupaten Enrekang, yakni di daerah Banti dan Batunoni. Endapan batubara berwarna hitam, kilap terang, rekahan terisi oleh gipsum dan pirit, ketebalan rata-rata 0,75 m. Nilai kalori batubara Formasi Toraja bervariasi yakni antara 3.750 Cal/g sampai 6.578 Cal/g, fuel ratio 0,8 2.0, dan prosentase zat belerang adalah antara 2,1 3,6 %. Batubara Formasi Toraja juga tersingkap di daerah Betau Kecamatan Duapitue Kabupaten Sidenreng Rappang. Kenampakan fisik batubara di beberapa tempat dijumpai tersingkap di permukaan dan sebagian besar tertutup oleh tanah penutup dan batuan pembawa yakni pasir kuarsa dan lempung. Berdasarkan penampang yang diperoleh dari hasil penggalian dijumpai sebanyak 3 lapisan, dimana lapisan pertama dan kedua merupakan lapisan tipis dengan ketebalan 2 - 5 cm, dan lapisan ketiga dengan ketebalan antara 30 45 cm yang merupakan batubara yang bersifat brittle, kilap terang, mengandung sedikit belerang dan gypsum. Hasil analisa kimia conto batubara di Sidenreng Rappang menunjukkan nilai kalori 5099, 47 Cal/g, kadar belerang 1,151 %, zat terbang 27,97 %.

Menurut data dari Statistik Mineral, Batubara, Panasbumi, dan Air Tanah tahun 2009, yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, batubara di Sulawesi Selatan mempunyai sumberdaya batubara sebanyak 231,12 juta ton. Terdiri atas sumberdaya terindikasi sebesar 144,94 juta ton, sumberdaya tereka sebesar 33,09 juta ton, sumberdaya terukur sebesar 53,09 juta ton. Dengan cadangan terduga (probable) dan terbukti (proven) sebesar 0,06 juta ton.Melalui hasil-hasil penelitian dan data-data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa batubara di Sulawesi Selatan memiliki kandungan nilai kalori yang bervariasi mulai dari 3.175 sampai 7.470 cal/g.Batubara di Sulawesi Selatan umumnya terbentuk pada lingkungan paralik hingga laut dangkal (transisi).

Tabel 1. Fuel Ratio berbagai jenis batubaraBerdasarkan nilai kalori dan fuel ratio batubara di Sulawesi Selatan dapat digolongkan jenis Lignit Medium Volatile Bitumen (ASTM,1938). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas batubara di Sulawesi Selatan memang tergolong batubara muda namun cukup menjanjikan dan berprospek cerah, mengingat kebutuhan batubara domestik yang semakin lama semakin tinggi, apalagi jika dilakukan peningkatkan kualitas dengan melakukan beberapa cara antara lain :1. Upgrading Brown Coal (UBC), untuk peningkatan kalori dan mengurangi kadar air / moisture untuk pembuatan briket peruntukan industri.2. Karbonisasi / Desulfurisasi untuk menambah kadar karbon dan mengurangi kadar sulfur. 3. Konversi : Gasifikasi dan Pencairan (convertion Liquid Coal - high rate combustion).4. Pemilahan dan pencucian untuk mengurangi kadar abu yang agak tinggi. Dengan melakukan pemanfaatan teknologi dan peningkatan kualitas batubara, maka batubara di Sulawesi Selatan dapat dimanfaatkan untuk industri manufaktur seperti pada pabrik pembuatan semen. Ataupun dimanfaatkan pada pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara muda sehingga lebih ekonomis dalam pembiayaan. Salah satunya dengan menggunakan sistem proses pengeringan dan gasifikasi batubara (IDGCC-Integrated Drying Gasification Combine Cycle) seperti yang telah dilakukan di PLTU Berau sejak tahun 2003 yang menggunakan jenis batubara muda (lignit) sebagai pengganti BBM. Tentunya dengan memperhatikan pula aspek dan dampaknya pada lingkungan sekitar industri. Dibutuhkan peran pihak-pihak terkait mulai dari pusat hingga ke daerah agar pemanfaatan batubara daerah ini dapat dikembangkan, sehingga dapat memacu peningkatan sektor ekonomi daerah pada provinsi Sulawesi Selatan.

Pola kesebandingan umur batubara di Sulawesi Selatan

DAFTAR PUSTAKA1. Ir. Salim, dkk ( Tim Inventarisasi Bahan Galian Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral) , 2000, Inventarisasi Bahan Galian Endapan Batubara Daerah Kecamatan Tanete Riaja Kab. Barru Prop. Sulsel, Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi Prop. Sulawesi Selatan, Makassar.2. Ir. Salim, dkk, ( Tim Penyelidikan Geologi Terpadu dan Geowisata ), 2002, Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu dan Geowisata Kabupaten Maros, Sub Dinas Geologi dan SDM, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Selatan. 3. Ir. Imran Musa, Dkk (Tim Inventarisasi Bahan Galian Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral), 1999, Inventarisasi Bahan Galian Endapan Batubara Di Kecamatan Mallawa Kab. Maros Prop. Sulsel, Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi Prop. Sulawesi Selatan, Makassar.4. Seksi Sumberdaya Mineral,2003, Eksplorasi Pendahuluan Batubara di Kab. Sinjai Prop. Sulsel, Dinas Pertambangan dan Energi Pemprov Sulawesi Selatan, Makassar.5. Ir. Imran Musa, Dkk ( Tim Inventarisasi Bahan Galian Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral),1999, Laporan Inventarisasi Bahan Galian Endapan Batubara di Kabupaten Dati II Tana Toraja Propinsi Sulawesi Selatan, Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi Prop. Sulawesi Selatan, Makassar.6. Ir. Imran Musa, dkk, ( Tim Geologi Terpadu ), Laporan Penyelidikan Geologi Terpadu Kabupaten Dati II Sidenreng Rappang Propinsi Sulawesi Selatan, 1993, Bidang Geologi dan Sumberdaya Mineral, Kanwil Departemen Pertambangan dan Energi Prop. Sulawesi Selatan, Makassar.7. Ministry of Energy and Mineral Resources, 2009, Indonesia-Mineral, Coal, Geothermal, and Ground water Statistic 2009.8. Ir. Sukandarrumidi, MSc. Ph.D ; Batubara & Gambut.9. www. Wikipedia.com, 201110. http://www.esdmsulsel.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:potensi-batubara-di-sulawesi-selatan