gema bidan indonesia - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu...

65
Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia ii ISSN: 2252 8482 Gema BIDAN INDONESIA Diterbitkan Oleh: JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA GEMA BIDAN INDONESIA Volume: III, Nomor: 1 Halaman: 1-60 Maret 2014 ISSN: 2252-8482 This is Online document version This is Online document version This is Online document version

Upload: trantruc

Post on 01-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia ii

ISSN: 2252 – 8482

Gema BIDAN INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

GEMA BIDAN INDONESIA

Volume: III, Nomor: 1 Halaman: 1-60

Maret 2014

ISSN: 2252-8482

This is Online document version This is Online document version

This is Online document version

Page 2: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iii

ISSN: 2252 – 8482

Gema BIDAN INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

GEMA BIDAN INDONESIA

Volume: II, Nomor: 1 Halaman: 1-55

Desember 2013 ISSN: 2252-8482

This is Online document version

This is Online document version

Page 3: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia ii

GEMA BIDAN INDONESIA (JURNAL PENELITIAN DALAM BIDANG KEBIDANAN)

Diterbitkan oleh: Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya

Penanggungjawab: DR.Ir.H.Bambang Guruh Irianto, A.I.M, M.M (Direktur Poltekkes Kemenkes Surabaya) Hj.K.Kasiati, S.Pd, A.Md.Keb, M.Kes (Ketua Jurusan Kebidanan) Hj. Rabiah Marhabang, S.K.M, M.Kes (Ka Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat)

Dewan Redaksi: Sri Utami, S.Kp, M.Kes DR. Mamik, S.K.M, M.Kes Sriami, S.Pd, S.K.M, M.Kes Sukardi, S.S.T, M.Pd Fitriah, S.Kep, Ns, M.Kep

Penyunting: Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes Rekawati Susilaningrum, A.Per.Pen, M.Kes Teta Puji Rahayu, S.S.T, M.Keb Kharisma, S.S.T, M.Keb

Sekretariat: Triana Septianti Purwanto, S.S.T, MKeb Aulia, S.Sos

Alamat: Jl. Prof. Moestopo 8A Surabaya, Telepon 031-5027404 Jl. S. Parman 1 Magetan, Telepon 0351-895216, Faksimil 0351891565

E-mail dan Website: [email protected] www.gebindo.webs.com Keterangan: Penerbitan perdana bulan Juni 2012, selanjutnya diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00

Gema Bidan Indonesia

Volume

III

Nomor

1

Halaman

1-60

Maret 2014

ISSN

2252-8482

Page 4: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iii

EDITORIAL PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Salam dari Redaksi Pada penerbitan ketiga Gema Bidan Indonesia ini, disajikan artikel-artikel hasil penelitian dalam bidang kebidanan dari Kediri, Surabaya, dan Bangkalan. Kami mohon maaf bahwa karena masih upaya rintisan, maka belum bisa dilaksanakan penerbitan sesuai dengan yang direncanakan yaitu 4 kali dalam setahun. Dalam tahun 2012 dan 2013, masing-masing baru bisa diterbitkan satu kali. Semoga pada tahun 2014 ini dapat dilaksanakan empat kali publikasi sesuai dengan yang direncanakan. Terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan peneliti yang telah memilih mempublikasikan hasil penelitian pada jurnal ini. Para peneliti yang berkeinginan untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau meminta keterangan lainnya dipersilakan menghubungi kami melalui surat, faksimil, telepon, atau e-mail. Terimakasih juga kami sampaikan kepada PDII LIPI yang telah memfasilitasi legalitas jurnal ini. Redaksi

Gema Bidan Indonesia menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian dalam bidang kebidanan, yang belum pernah dipublikasikan. Artikel harus dilampiri dengan surat ijin penelitian atau halaman pengesahan. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa tugas akhir mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Artikel yang dikirim ke Dewan Redaksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Menggunakan kertas HVS A4 dengan

keseluruhan margin 3,5 cm, berformat 2 kolom, memakai huruf Arial 9.

2. Lembar maksimum yang diizinkan adalah 10 halaman

3. Berwujud softcopy (flashdisk, CD, DVD atau e-mail).

Syarat isi artikel adalah sebagai berikut: 1. Judul ber-Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris

maksimum 14 kata, diketik pada bagian tengah, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, di bawahnya adalah asal institusi, semua dicetak tebal pada bagian tengah.

3. Abstrak ber-Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dengan huruf miring. Judul abstrak ada di tengah dengan huruf kapital. Isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dalam satu paragraf. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan awal paragraf masuk 0,5 cm.

5. Metode Penelitian ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

6. Hasil Penelitian ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

7. Pembahasan ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

8. Simpulan dan Saran ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif.

9. Daftar Pustaka ber-Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (0,5 cm) rata kanan dan kiri, mengacu pada Sistim Harvard, yaitu: penulis, tahun, judul buku, kota dan penerbit (untuk buku) dan penulis, tahun, judul artikel, nama jurnal (untuk jurnal).

Catatan: Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

Dewan Redaksi

Page 5: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iv

DAFTAR ARTIKEL Halaman 1-5:

PENGETAHUAN IBU BAYI USIA 0-9 BULAN TENTANG IMUNISASI CAMPAK DI DESA TUNGE, KECAMATAN WATES, KABUPATEN KEDIRI

Triatmi Andri Yanuarini, Koekoeh Hardjito, Rina Sri Kusni Andari

Halaman 6-10: HUBUNGAN PERILAKU IBU POST PARTUM DALAM MELAKUKAN PERAWATAN PAYUDARA DENGAN POLA MENYUSUI

Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti

Halaman 11-15 GAMBARAN PEMAKAIAN PEMBERSIH VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA MAHASISWI TINGKAT I DI AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA TAHUN AJARAN 2010/2011.

Sugiarti

Halaman 16-20 HUBUNGAN LAMA KALA II DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM PADA IBU BERSALIN DI RSIA CITRA KELUARGA KOTA KEDIRI TAHUN 2013

Ribut Eko Wijanti, Dessy Lutfiasari

Halaman 21-25 HUBUNGAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN

Vinny Prillia Alvionita, Kharisma Kusumaningtyas

Halaman 26-30 PERBEDAAN NYERI PERSALINAN PADA INPARTU PRIMIGRAVIDA KALA I FASE AKTIF SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN KOMPRES PANAS DI RS. AURA SYIFA KEDIRI

Chatarina Retty Puspitasari, Suwoyo

Halaman 31-35 HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN USIA MENOPAUSE DI BPS KISWORO PRATIWI SURABAYA.

Sondang Sidabutar

Halaman 36-40 HUBUNGAN STATUS GIZI IBU SELAMA HAMIL DENGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DI BPM WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIRON KECAMATAN BANYAKAN KEDIRI

Siti Asiyah, Indah Kurniawati

Halaman 41-45 PARTISIPASI PENGGUNAAN KONDOM PRIA DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KLINIK SEROJA KOTA KEDIRI

Shinta Kristianti, Susanti Pratamaningtyas, Dini Eka Pripuspita

Halaman 46-50 HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH

Henny Juaria

Halaman 51-55 PENGARUH PEMIJATAN PERINEUM PADA IBU PRIMIGRAVIDA TERHADAP ROBEKAN PERINEUM SAAT PERSALINAN

Finta Isti Kundarti, Dwi Estuning R, Temu Budiarti

Halaman 56-60 HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KALORI PER HARI DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN BALITA USIA 4-5 TAHUN DI KELURAHAN SUKORAME KOTA KEDIRI

Eny Sendra, Suwoyo, and Vina Zunita Simahera

Page 6: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 1

PENGETAHUAN IBU BAYI USIA 0-9

BULAN TENTANG IMUNISASI CAMPAK DI DESA TUNGE, KECAMATAN WATES,

KABUPATEN KEDIRI

Triatmi Andri Yanuarini (Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes

Kemenkes Malang) Koekoeh Hardjito

(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

Rina Sri Kusni Andari (Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes

Kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Angka kematian bayi di Indonesia yang masih tinggi, salah satunya disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Menurut Kepala Pengembangan Program Imunisasi WHO setiap tahun diperkirakan sebanyak 1,2 juta anak Indonesia tidak menerima suntikan Imunisasi secara rutin. Pencapaian keberhasilan imunisasi di Kabupaten Kediri masih dibawah standart rata-rata Provinsi Jawa Timur mencapai 68,6%, sedangkan di Kediri baru mencapai 40,12%. Dari hasil studi pendahuluan yang saya dapatkan bahwa di desa Tunge jumlah sasaran Imunisasi Campak 111 bayi, sedangkan pencapaiannya hanya 92 bayi. Dari desa-desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Wates hanya desa Tunge yang masih rendah angka pencapaianya dibandingkan desa-desa yang lain. Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin meneliti tentang pengetahuan ibu bayi usia 0-9 bulan tentang imunisasi campak. Tujuan: Penelitian yang dilakukan tanggal 15-21 Juni 2009 ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu bayi usia 0-9 bulan tentang imunisasi campak. Metode: Metode penelitian ini menggunakan deskriptif dengan populasi 88 bayi dan sampel yang digunakan 72 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil: Pengetahuan ibu bayi usia 0-9 bulan tentang Imunisasi Campak (49%) dikategorikan cukup. Bagi tempat penelitian, informasi ini digunakan sebagai upaya dalam meningkatkan peran bidan atau tenaga kesehatan dalam memberikan penyuluhan khususnya tentang imunisasi campak.

Kata Kunci: Pengetahuan, Imunisasi Campak, Bayi Usia 0-9 bulan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991, Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI (Universal Childhood Immunization) secara nasional. Keberhasilan

Indonesia itu memberikan dampak positif terhadap kecenderungan penurunan kejadian campak. Walaupun imunisasi campak telah mencapai UCI, dibeberapa daerah masih terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) campak, terutama didaerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong (www.tempointeraktif.com).

Menurut Dr. Bardan Jung Rana (Kepala Pengembangan Program Imunisasi WHO Indonesia), setiap tahun diperkirakan sebanyak 30.000 anak-anak Indonesia meninggal karena penyakit campak dan komplikasinya. Campak dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi diperkirakan setiap tahun sebanyak 1,2 juta anak Indonesia tidak menerima suntikan imunisasi secara rutin, sehingga mereka rentan terhadap komplikasi campak diantaranya radang paru-paru, diare, kerusakan otak, dan kebutaan (Elizabeth Swanti, 2007).

Angka kematian bayi di Indonesia yang masih tinggi, salah satunya disebabkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hasil kegiatan imunisasi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor ibu, kader posyandu, petugas kesehatan, dokter puskesmas, keaktifan tokoh masyarakat, sistem pelaporan keadaan geografis, jarak dari rumah penduduk ke tempat pelayanan imunisasi campak, informasi tentang imunisasi campak dan masih banyak lagi (Zakiah, 2001).

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri, nilai pencapaian keberhasilan imunisasi masih dibawah Standart Pelayanan Mutu (SPM), rata-rata provinsi Jawa Timur mencapai 68,6%, sedangkan tingkat keberhasilan di Kediri wilayah Kabupaten baru mencapai 40,12%. Dinas Kesehatan mencontohkan, tahun 2007 terjadi 188 kasus campak dan memasuki tahun 2008 hingga bulan Mei, ada 61 kasus campak (Dwidjo U Maksum, 2008).

Dari studi pendahuluan, pencapaian imunisasi campak di Wilayah Kerja Puskesmas Wates dengan jumlah sasaran bayi 894 pencapaian imunisasi campak hanya 864 bayi, untuk data pada masing-masing desa didapatkan pada Desa Wates dengan jumlah sasaran bayi 58 sedangkan

Page 7: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 2

pencapaiannya 65 bayi. Desa Tawang dengan jumlah sasaran 190 pencapaiannya 186 bayi. Desa Gadungan dengan jumlah sasaran 67 bayi pencapaiannya hanya 61 bayi. Desa Pojok dengan jumlah sasaran bayi 83 jumlah pencapaiannya 83 bayi. Desa Segaran jumlah sasaran bayi 31 pencapaiannya 28 bayi. Desa Duwet jumlah sasaran 137 bayi pencapaiannya 133 bayi. Sedangkan untuk Desa Tunge dengan jumlah sasaran 111 bayi pencapaiannya hanya 92 bayi. Dari desa-desa yang ada, di wilayah kerja Puskesmas Wates hanya Desa Tunge yang masih rendah angka pencapaiannya dibandingkan desa-desa lain. Hal ini terkait karena 18% dari ibu-ibu yang mempunyai bayi 0-9 bulan malas membawa anaknya ke posyandu.

Dengan memberikan imunisasi campak pada bayi umur 6-59 bulan akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Peran ibu sangat penting dalam menentukan status imunisasi campak yang berarti juga menentukan cakupan imunisasi. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif (Soekidjo Notoatmodjo, 2005: 138). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu bayi usia 0-9 bulan di Desa Tunge Kecamatan Wates, sebanyak 88 orang. Sampel yang digunakan adalah sebagian dari ibu bayi usia 0-9 di Desa Tunge, Kecamatan Wates dengan besar sampel 72, yang dihitung dengan rumus:

n = )(d N 1

N2

Keterangan : n= besar sampel, N= besar populasi, d= tingkat ketepatan (0,05) (Nursalam, 2003: 96) Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling.

Variabel penelitian adalah pengetahuan ibu bayi 0-9 bulan tentang imunisasi campak. Alat ukur yang digunakan adalah angket yang berisi 15 pertanyaan tentang imunisasi campak, pertanyaan yang diberikan responden berupa pilihan ganda dengan alternatif jawaban (a, b, c) dengan teknik menyilang (X) jawaban yang paling benar.

Data dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan

menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan, kemudian disusun persentase.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Umur

Sebagian besar responden berumur 20-30 tahun sebanyak 55 orang (76,3 %).

0

20

40

60

80Umur < 20

Umur 20 - 30

Umur > 30

Gambar 1 . Distribusi Frekuensi Umur Ibu Bayi Usia 0-9 bulan

di Desa Tunge Kecamatan Wates, Kediri Karakteristik Pendidikan

Sebagian besar responden berpendidikan SD sebanyak 29 orang (40%).

0

5

10

15

20

25

30

SD SLTP SLTA PT

Gambar 2. Distribusi Frekuensi

Pendidikan Ibu Bayi Usia 0-9 bulan di Desa Tunge Kecamatan Wates, Kediri

Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Campak

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa sebagian besar sebanyak 35 responden (49%) berpengetahuan cukup tentang imunisasi campak

0

5

10

15

20

25

30

35

Baik

Cukup

Kurang

Gambar 3. Distribusi Frekuensi

Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan Tentang Imunisasi Campak

Page 8: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 3

Pengetahuan Ibu tentang Pengertian Campak

0

5

10

15

20

25

30

Baik

Cukup

Kurang

Gambar 4. Distribusi Frekuensi

Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan Tentang Pengertian Imunisasi Campak

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bawa sebagian besar sebanyak 29 responden (40%) berpengetahuan cukup tentang pengertian imunisasi campak Pengetahuan Ibu tentang Tujuan Imunisasi Campak

0

5

10

15

20

25

30

35

Baik

Cukup

Kurang

Gambar 5. Distribusi Frekuensi

Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan Tentang Tujuan Imunisasi Campak

Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa sebagian besar sebanyak 35 responden (49%) berpengetahuan cukup tentang tujuan imunisasi campak Pengetahuan Ibu tentang Manfaat Imunisasi Campak

0

5

10

15

20

25

30

35

Baik

Cukup

Kurang

Gambar 6. Distribusi Frekuensi

Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan Tentang Manfaat Imunisasi Campak

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa

sebagian besar sebanyak 35 responden (49%) berpengetahuan cukup tentang manfaat imunisasi campak.

Pengetahuan Ibu tentang Materi Imunisasi Campak

0

5

10

15

20

25

30

35

Baik

Cukup

Kurang

Gambar 7. Distribusi Frekuensi

Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan Tentang Materi Imunisasi Campak

Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa

sebagian besar sebanyak 31 responden (43%) berpengetahuan cukup tentang materi imunisasi campak. PEMBAHASAN Pengetahuan Ibu Bayi Usia 0-9 Bulan tentang Imunisasi Campak

Pengetahuan ibu tentang imunisasi

campak pada bayi usia 0-9 bulan dikategorikan cukup mengarah pada kriteria baik dengan rata-rata 66,65 %. Hal-hal yang menyebabkan pengetahuan responden cukup baik dikarenakan sebagian besar responden sudah aktif mencari informasi dengan sering bertukar fikiran atau curah pendapat dengan responden lain pada saat posyandu dilaksanakan. Selain itu sebagian bersar responden berumur 20-30 tahun sedangkan pada masa periode ini kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu untuk merawat bayi sudah optimal.

Hal ini ditegaskan oleh Kruckman (dalam Yanita dan Zamralita, 2001) menyatakan sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal ini masa periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu.

Walaupun sebagian besar responden sudah berpengetahuan cukup baik, akan tetapi masih ada anggapan-anggapan yang masih salah dalam masyarakat tentang penyakit campak, misalnya bila salah satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Menurut mereka, campak hanya terjadi sekali seumur hidup. Hal ini jelas pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan, apalagi dampak campak cukup berbahaya, salah satunya radang paru-paru (broncho

Page 9: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 4

pneumonia), radang otak (ensefalitis). Maka masyarakat patut mewaspadai karena penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. (Ady Chy. 2009)

Salah satu cara mendapatkan dan meningkatkan pengetahuan adalah melalui pendidikan, selain itu melalui media komunikasi seperti surat kabar, TV, radio, dll. Hal ini ditegaskan oleh Slamet (dalam Mirzal Tawi, 2008) bahwa wawasan pengetahuan harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan. Dengan adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan para ibu memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan. Selain itu menurut Muhammad Ali (dalam Mirzal Tawi, 2008) menyatakan bahwa peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karena pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. (Mirzal Tawi, 2008)

1. Pengetahuan tentang Pengertian

Imunisasi Campak

Pengetahuan ibu tentang pengertian imunisasi campak pada bayi usia 0-9 bulan, sebagian besar dikategorikan cukup mengarah pada kriteria baik dengan rata-rata prosentase 75 %. Hal ini disebabkan, sebagian dari responden sudah pernah mendapatkan informasi dari bidan, posyandu, puskesmas, majalah, akan tetapi jika tidak didukung oleh kemauan ibu untuk mencari informasi tentang imunisasi, maka ibu tidak akan pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi campak.

Informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan juga belum tentu lengkap sesuai dengan kebutuhan sehingga perlu keaktifan masyarakat untuk mencari sebanyak-banyaknya tentang konsep imunisasi campak, dalam hal ini tentang pengertian imunisasi campak. Hal ini juga ditegaskan oleh Wied Hary A (dalam Hendra A.W, 2008) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. (Hendra A.W, 2008)

2. Pengetahuan tentang Tujuan Imunisasi

Campak

Pengetahuan ibu tentang tujuan pemberian imunisasi campak sebagian besar dikategorikan cukup mengarah pada kriteria baik, dengan rata-rata 66,7%. Hal ini disebabkan oleh pemahaman responden

yang cukup baik pada waktu proses penyuluhan yang dilakukan oleh bidan. Selama ini bidan memberikan penyuluhan melalui ceramah dengan menggunakan alat bantu seperti poster, leaflet, dsb, sehingga masyarakat sudah ada yang mengerti tentang tujuan imunisasi campak, selain itu ada juga yang masih belum mengerti tentang tujuan imunisasi campak. Tujuan imunisasi campak itu sendiri menurut Dinas Kesehatan Jawa Timur (2008) adalah untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak sehingga pada masing-masing bayi wajib diberikan imunisasi campak guna mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak. (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2008)

Anak yang terkena campak tergolong sakit berat, karena paling tidak menghabiskan waktu sakit selama 3 minggu, dan campak ini juga dikategorikan atas ringan dan berat. Kategori ringan apabila setelah keluar campak demamnya akan turun, sedangkan campak yang berat bila ada komplikasi seperti radang paru-paru dan radang otak (ensefalitis) dan bisa juga menyebar melalui aliran darah, bahkan bila virus itu masuk ke daerah otak bisa menimbulkan kejang.

3. Pengetahuan tentang Manfaat Imunisasi

Campak

Pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian imunisasi campak sebagian besar dikategorikan cukup mengarah pada kriteria baik dengan prosentasi 66,7%. Hal ini disebabkan karena masyarakat sudah aktif mencari informasi, seperti bertanya kepada tenaga kesehatan atau bidan tentang manfaat imunisasi.

Sebagian besar responden aktif mencari informasi tentang kesehatan apalagi tentang imunisasi, karena imunisasi berhubungan dengan kesehatan bayi mereka. Informasi tentang imunisasi dapat diperoleh asalkan ibu-ibu aktif mencari informasi, seperti bila ibu-ibu sering bertanya kepada tenaga kesehatan, pasti akan lebih mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Semua itu berdasarkan perilaku dari masyarakat itu sendiri. Seperti yang ditegaskan Dinas Kesehatan Jawa Timur (2005) yaitu salah satu faktor penting yang mempengaruhi derajat kesehatan adalah aspek pengetahuan, sikap maupun tindakan sehari-hari. (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2005)

4. Pengetahuan tentang materi imunisasi campak Pengetahuan tentang materi imunisasi

campak seperti jadwal pemberian imunisasi,

Page 10: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 5

tempat penyuntikan, efek samping, serta penatalaksanaan efek samping dapat dikategorikan bahwa sebagian besar responden dikategorikan cukup mengarah pada kriteria kurang, dengan rata-rata prosentase 60%. Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman responden kurang, mengenai materi imunisasi campak walaupun responden sudah pernah mendapatkan penyuluhan tentang imunisasi campak. Kurangnya pemahaman responden dikarenakan selama ini responden tidak tahu tentang jadwal pemberian imunisasi serta penatalaksanaan pasca imunisasi sehingga para kader selalu mengingatkan para ibu-ibu untuk datang dan membawa anaknya untuk di imunisasi. Selain itu terbatasnya pengetahuan responden tentang materi imunisasi campak walaupun penyuluhan dengan menggunakan alat peraga seperti leaflet,atau poster sudah pernah diberikan sebelum kegiatan imunisasi dimulai.

Hal ini ditegaskan oleh Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas. Selain itu Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa pengetahuan diperoleh dari hasil penginderaan dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Sebagian besar ibu berpengetahuan cukup tentang imunisasi campak

2. Sebagian besar ibu berpengetahuan cukup tentang pengertian imunisasi

3. Sebagian besar ibu berpengetahuan cukup tentang tujuan imunisasi campak

4. Sebagian besar ibu berpengetahuan cukup tentang manfaat imunisasi campak

5. Sebagian besar ibu berpengetahuan cukup tentang materi imunisasi campak

Saran

1. Disarankan bidan dalam memberikan penyuluhan lebih menarik perhatian responden seperti memberikan leaflet, poster dan lain-lain dan lebih menitik beratkan pada materi

2. Diharapkan Institusi Pendidikan menggunakan hasil penelitian ini untuk menambah informasi bagi mahasiswa sehingga dapat dikembangkan dalam penelitian imunisasi campak selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

A. Azis Alimul. H. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta : EGC

Ady, Chy. 2009. Jangan Anggap Enteng Campak. http://kafeis.or.id. Diakses

Tanggal 4 Juli 2009. A.H. Markum. 2002. Imunisasi. Jakarta :

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Cahyani. 2008. Tinjauan Umum Pengetahuan. http://fuadbahsin. wordpress.com. diakses 22 – 02 – 09

Dwidjo U. Maksum. 2008. Pelayanan Mutu Pelaksanaan Imunisasi di Kabupaten Kediri Rendah. http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 15-02-09

Elizabeth Swanti. 2007. Kampanye Imunisasi Campak Gratis di Pulau Jawa. http://www.kompas.com. Diakses tanggal 14-02-09.

Dinkes Jatim. 2005. Manajemen.

http://www.kesehatankerja.depkes.go.id. Diakses Tanggal 7 Juli 2009.

Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2008. Kumpulan Materi Pelatihan Pratugas Bidan PTT. Lawang ; Dinkes Jawa Timur.

Hendra, AW. 2008. Pengetahuan. http://ajangberkarya.wordpres.com. Diakses Tanggal 7 Juli 2009.

Mirzal Tawi. 2008. Imunisasi dan Faktor Yang Mempengaruhi. http://syehaceh. wordpress.com. Diakses 02-02-09

NurSalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta; Salemba Medika

Poerwodarminto, WJS. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka

Salmandjuli. 2008. Pengertian Imunisasi. http://kesehatan.infogue.com. Diakses Tanggal 4 Juli 2009.

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta ; Rineka Cipta

Soekidjo Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Wahab A. Samik. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Jakarta ; Widya Medika

Yanita dan Zamralita. 2001. Depresi Post Partum. http://klinis.wordpress.com.

Diakses tanggal 25-07-09 Yupi,Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep

Dasar Keperawatan Anak. Jakarta ; EGC. Zakiah. 2001. Faktor-Faktor Pengetahuan

Ibu Yang Mempengaruhi Kegiatan Imunisasi Campak. http://digillib.litbang. depkes.go.id. Diakses tanggal 14-02-09

Zasmiarel. 2001. Penyakit Campak pada Bayi dan Anak. http:// zasmiarel.wordpress.com. Diakses tanggal 14-02-2009.

________.2004.Campak.

http://www.tempointeraktif.com. Diakses tanggal 10-02-09

Page 11: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 6

HUBUNGAN PERILAKU IBU POST

PARTUM DALAM MELAKUKAN PERAWATAN PAYUDARA DENGAN

POLA MENYUSUI

Koekoeh Hardjito (Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes

Kemenkes Malang) Siti Asiyah

(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang) Ribut Eko Wijanti

(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Keberhasilan pemberian ASI secara ekslusif selama enam bulan antara lain ditentukan oleh pola menyusui yang baik. Agar pola menyusui berikutnya berjalan dengan baik maka perlu disiapkan dengan perawatan payudara yang baik pula. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan Perilaku ibu post partum dalam perawatan payudara dengan pola menyusui. Metode: Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik korelasional, dengan pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua

pasien bersalin di Kamar bersalin di Puskesmas Balowerti Kota Kediri selama bulan Agustus 2013. Sampel di ambil dengan teknik sampling consecutive, dengan jumlah sampel adalah 30 orang. Data dianalisa dengan uji Fisher Exact menggunakan α=0,05. Hasil: Perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara di Puskesmas Balowerti Kota Kediri sebagian besar adalah baik yaitu 19 orang (63,3%), dan pola menyusui ibu post partum di Puskesmas Balowerti Kota Kediri sebagian besar adalah teratur yaitu 22 orang (73,3%). Uji Fisher Exact memperoleh signifikansi 0.001, maka ada hubungan antara perilaku ibu post partum dalam perawatan payudara dengan pola menyusui. Saran: Diharapkan puskesmas memberikan penyuluhan tentang perawatan payudara pada masa nifas sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu, sehingga dapat merubah perilaku ibu dalam penatalaksanaan perawatan payudara pada masa nifas menjadi lebih baik lagi.

Kata Kunci: perawatan payudara, pola menyusui.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air susu ibu adalah suatu jenis makanan

yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, social maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, factor pertumbuhan, anti alergi serta anti inflamasi (Purwanti, 2004). Untuk mendapatkan ASI yang cukup sangat ditentukan oleh produksi ASI.

Dalam proses menyusui, payudara memiliki peran yang sangat penting. Mekanisme kerja ASI pada setiap wanita adalah tidak berbeda. Agar tetap berfungsi dengan baik maka payudara perlu dirawat dengan baik pula. Beberapa masalah yang berhubungan dengan payudara adalah puting lecet, payudara bengkak, puting melesak ke dalam, saluran susu tersumbat, mastitis, abses payudara (Rosita Syarifah, 2008)

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi. Pada masa nifas perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang sangat penting untuk merawat payudara terutama untuk memperlancar ASI. Perawatan payudara dilakukan sedini mungkin untuk meningkatkan produksi ASI dengan merangsang kelenjar-kelenjar air susu melalui pemijatan (Made Wiranata, 2010).

Disebutkan dalam hasil SDKI tahun 2007 bahwa hanya 32 persen bayi dibawah 6 bulan yang memperoleh ASI ekslusif. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan hanya 15,3 % bayi sampai usia 6 bulan yang memperoleh ASI ekslusif.

Fase penting dalam pemberian ASI adalah ketika bayi baru lahir segera diberi kesempatan untuk menyusu kepada ibunya. Fase ini dikenal dengan istilah Inisiasi menyusu Dini (Ambarwati, 2008). Kemampuan untuk menyusui bayi, salah satu penentunya adalah produksi ASI yang cukup, hal ini erat kaitannya dengan perawatan yang dilakukan oleh seorang ibu pada payudaranya.

Kelanjutan dari proses menyusui perlu dilaksanakan oleh seorang ibu, hal ini tidak terlepas dari pola menyusui berikutnya. Pola menyusui adalah kebiasaan ibu menyusui meliputi teknik atau cara menyusui, pemberian ASI, lama dan frekuensi menyusui (Depkes RI, 2000)

Menurut Rizka Yulianti Rahayu dan Sari Sudarmiati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengetahuan ibu primipara tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI menunjukkan hasil bahwa pengetahuan

Page 12: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 7

responden tentang perawatan payudara adalah 88,33 % baik, tetapi pengetahuan tentang teknik menyusui didapatkan 61,67 % yang baik. Sri Handini Pertiwi dkk (2012) melaporkan bahwa 47 % ibu menunjukkan perawatan payudara yang kurang baik dan 55 % menunjukkan teknik menyusui yang kurang baik.

Dari studi pendahuluan yang dilaksanakan di Puskesmas perawatan kota Kediri, rerata jumlah persalinan perbulan adalah 40, sedangkan partisipasi ibu dalam perawatan payudara masih dibawah 50%. Dari latar belakang di atas peneliti hendak mengkaji lebih jauh perilaku ibu dalam perawatan payudara dan pola menyusui. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan pola menyusui. METODE PENELITIAN

Desain Penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analitik korelasional, yaitu melihat korelasi antara perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan pola menyusui Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

semua pasien bersalin di

Kamar bersalin di Puskesmas Balowerti Kota Kediri selama bulan Agustus 2013. Sampel adalah sebagian pasien bersalin di Puskesmas Balowerti dengan teknik sampling consecutive. Besar sampel adalah 30 orang.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :Variabel bebas: Perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara. Variabel Terikat: Pola Menyusui. Untuk mengukur Perilaku ibu post partum pada Komponen Pengetahuan dan Sikap dipergunakan lembar quesioner Sedang Untuk mengukur perilaku pada komponen pelaksanaan ibu post partum pada Komponen tindakan dipergunakan lembar Observasi. Pola menyusui diukur dengan menggunakan lembar observasi dan lembar wawancara. Uji statistic yang digunakan adalaf Fisher Exact pada α=5 % HASIL PENELITIAN Perilaku ibu post partum dalam perawatan payudara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu post partum dalam melakukan

perawatan payudara di Puskesmas Balowerti Kota Kediri sebagian besar adalah baik yaitu 19 orang (63,3 %) selengkapnya dapat dilihat pada diagram pie sebagai berikut:

0

5

10

15

20

BAIK TIDAK BAIK

Gambar 1. Perilaku ibu post partum dalam

perawatan payudara

Pola Menyusui Ibu post partum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola

menyusui ibu post partum di Puskesmas Balowerti Kota Kediri sebagian besar adalah teratur yaitu 22 orang (73,3 %) selengkapnya dapat dilihat pada diagram pie sebagai berikut:

0

5

10

15

20

25

TERATUR TIDAK

Gambar 2. Pola Menyusui ibu post partum

Hubungan Perilaku ibu post partum dalam perawatan payudara dengan pola menyusui

Tabel 1. Perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan

Pola menyusui

Jumlah Teratur

Tidak teratur

Perilaku ibu post partum

Baik 18 1 19

Tidak baik

4 7 11

Jumlah 22 8 30

Page 13: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 8

Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh

nilai signifikansi sebesar 0.001 yang lebih kecil dari α=0.05, hal ini menunjukkan H0 ditolak, artinya terdapat hubungan antara perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan pola menyusui.

PEMBAHASAN Perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagaian besar ibu post partum memiliki perilaku yang baik dalam melaksanakan perawatan payudara yakni 19 orang (63,3 %). Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007) perilaku dapat terjadi akibat adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon (Notoatmodjo. 2007). Dalam pelaksanaannya perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor diantaranya pengetahuan, sikap, serta tindakan.

Perilaku seseorang tentang kesehatan secara umum baik menyangkut pentingnya memelihara kesehatan tubuh, pemahaman individu terhadap makna dan manfaat kesehatan bagi kehidupan secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan sseorang terhadap saran dan nasehat tenaga kesehatan. Orang yang memiliki persepsi negatif tentang kesehatan memiliki tingkat perilaku cukup dalam memahami makna dan manfaat kesehatan bagi kehidupan.

Sebaliknya orang yang memiliki persepsi positif terhadap keseahatan akan cenderung lebih berperilaku baik dan patuh terhadap apa yang dikatakan oleh tenaga kesehatan Herani (2009) dalam Dahlia Parapat (2010). Walaupun secara umum perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara sudah baik, tetapi kalau di lihat dalam setiap aspek, maka tampak bahwa aspek yang baik hanya pada 2 aspek yaitu aspek Afektif dan aspek konatif yang masing masing sebesar 100% berperilaku baik. Sedangkan pada aspek kognitif, 100% responden berperilaku tidak baik.

Kognitif (Pengetahuan) merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa responden belum tahu tentang pengertian, manfaat dan tujuan perawatan payudara, waktu yang tepat untuk

melakukan perawatan, permasalahan yang mungkin terjadi jika payudara tidak dirawat, serta cara melakukan perawatan. Ketidaktahuan ini bisa dikarenakan responden belum pernah melihat atau belum pernah mendengar tentang perawatan payudara baik dari media cetak, petugas kesehatan ataupun dari orang-orang disekelilingnya.

Pada aspek konatif dan tindakan, 100% responden berada pada kategori perilaku yang baik. Hal ini dapat dipahami, oleh karena pada aspek ini responden dapat menggunakan rasanya untuk memilih jawaban yang disediakan. Pada saat pelaksanaan perawatan payudara responden dapat melakukan dengan baik karena metode praktek yang diterapkan memudahkan responden untuk meniru. Pola Menyusui

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola

menyusui ibu post partum di Puskesmas Balowerti Kota Kediri sebagian besar adalah teratur yaitu 22 orang (73,3 %). Pola menyusui adalah kebiasaan ibu menyusui meliputi teknik atau cara menyusui, pemberian ASI, lama dan frekuensi menyusui (Depkes RI, 2000). Pada teknik menyusui, peneliti melakukan pengamatan apa yang dilakukan ibu sebelum menyusui, bagaimana ibu memposisikan Bayi, posisi ibu saat menyusui, cara ibu memegang bayi dan cara Ibu melakukan kontak dengan bayi. Sebagian besar ibu sudah dapat melakukan langkah-langkah dengan baik oleh karena menyusui bayi merupakan naluri seorang ibu. Pada teknik menyusui, kesalahan terbanyak adalah pada posisi bayi diperut ibu. Seringkali perut ibu dan bayi tidak menempel, atau saat menghisap hanya putting saja yang masuk ke mulut bayi sementara areola tidak.

Pada lama dan frekuensi menyusui ibu-ibu sudah menerapkan dengan baik. Hal ini sangat mungkin dilakukan bahwa Sebaiknya bayi disusui secara nir-jadwal (on demand),

bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya karena sebagian besar responden (70%) seperti table bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga. Kondisi ini memungkinkan ibu untuk terus dekat dengan bayinya, sehingga saat bayi menangis karena lapar atau jika sewaktu-waktu bayi ingin menyusu, ibu segera bisa menyusui. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak terartur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 2 hari sampai 2 minggu kemudian.

Page 14: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 9

Sebaiknya bayi disusui sesering mungkin, dan segera menyusui bayinya saat bayi menengis. Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyususi nir-jadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan mencegah timbulnya masalah menyusui.

Hubungan Perilaku ibu post partum dalam perawatan payudara dengan pola menyusui

Berdasarkan uji Fisher Exact diperoleh

nilai signifikansi sebesar 0.001 yang lebih kecil dari α 0.05, hal ini menunjukkan H0 ditolak, artinya terdapat hubungan antara perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan pola menyusui. Dengan kata lain, semakin baik perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara, maka semakin baik pula pola menyusuinya.

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoadmodjo, 1997). Green et al (2000) menyebutkan perilaku adalah suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama dan tujuan khusus. Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas daripada manusia itu sendiri.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon. Skiner membedakan adanya dua respons yaitu:Respondent respons atau reflexive,

yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dibedakan menjadi dua yaitu: Perilaku tertutup (covert behaviour). Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Perilaku terbuka (overt behaviour). Respons seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Roger dalam Notoadmodjo (2007) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut dapat terjadi proses yang berurutan yaitu: Awareness: orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus atau obyek terlebih dahulu, Interest: orang mulai tertarik pada stimulus, Evaluation: orang menimbang-nimbang baik atau tidaknya stimulus, Trial: orang mulai mencoba perilaku baru, Adoption: orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Dalam penelitian ini, perilaku ibu yang baik dalam melakukan perawatan payudara akan berdampak kepada membaiknya pola menyusui ibu. Payudara yang terawatt dengan baik yang didasari oleh pengetahuan dan sikap yang baik tentang perawatan akan menyebabkan ibu mampu menyusui bayi dengan baik karena tidak ada hambatan seperti bendungan ASI, putting lecet dan lain-lain. Ibu dapat menyusui bayinya tanpa jadual, tanpa hambatan dan frekuensi menyusui akan dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu penting untuk memperbaiki perilaku ibu untuk melakukan perawatan payudara agar pola menyusui ibu membaik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara sebagian besar dalam kategori baik, Pola menyusui yang terjadi pada ibu post partum sebagian besar adalah teratur serta Terdapat hubungan antara perilaku ibu post partum dalam melakukan perawatan payudara dengan pola menyusui Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, maka disarankan bagi puskesmas dapat memberikan penyuluhan tentang perawatan payudara melalui program KIA khususnya tentang perawatan payudara pada masa nifas sehingga dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang pada akhirnya diharapkan dapat merubah perilaku ibu dalam penatalaksanaan perawatan payudara pada masa nifas menjadi lebih baik lagi.

Page 15: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 10

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YPB-SP, Jakarta.

Abdul Bari Saifuddin. (2006) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YPB-SP, Jakarta

Agus Suprapto (2009) Pola Pertolongan Persalinan 5 Tahun (2003-2007) di Indonesia dan Hubungan dengan Faktor Sosial Ekonomi <http://puslitbangSystem.go.id> Pebruary 10

th 2010.

Basariah (2007) Determinan pemanfaatan Dukun Bayi Dalam Pertolongan Persalinan Di Kecamatan Percut Sei Tuan Deli Serdang <http://www.majalah-farmacia.com Vol. 6 No 12 juli 2007> January 21

th 2010.

BKKBN (2007) <www.bkkbn.go.id/Webs/DetailDataLitbang.php> January 23

th 2010.

Bobak. (2004) Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia ( DEPKES–RI ) (2005) Catatan Tentang Perkembangan dalam Praktek Kebidanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta .

Erny Retna Ambarwati (2010) Askeb di Komunitas, Baik di Rumah, Posyandu dan Polindes dengan Fokus Making Pregnancy Safer <http://enyretnaambarwati.blogspot.com> Pebruary 2

th 2010.

Esty Martiana (2009) Angka Kematian Ibu Melahirkan Turun

<http://jatim.vivanewa.com> Pebruary 5th

2010. Helen Varney. (2007) Varney's Midwefery

(4th ed), Laily Mahmudah dan Gita Trisetyati. (2001) (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.

Heni Puji Wahyuning dkk. (2005) Etika Profesi Kebidanan. Fitramaya, Yogyakarta.

Imam Nuryakin (2009) Definisi Operasional Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Jawa Timur

<http://Spm@ dinkes Jatim.go.id> January 23

th 2010.

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) (2007). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR, Maternal dan Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) (2008). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR, Maternal dan Neonatal Care,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lailya Sulistina. (2008) Asuhan sayang ibu sebagai kebutuhan dasar persalinan <http://www.landasanteoripersalinan.wordpress.com> January 20

th 2010.

Sardjana. (2008). Model Optimal Manajemen Klinik Dalam Rangka Menurunkan Kematian Ibu di Rumah Sakit Tipe C Pemerintah Jawa Timur.

<http://www.adln.lib.unair.ac.id> Pebruary 5

th 2010.

Sarwono Prawirohardjo. (2006) Ilmu Kebidanan. YPB-SP, Jakarta.

Sofyan Mustika. (2003). 50 Tahun IBI. Bidan Menyongsong Masa Depan. PP-IBI, Jakarta.

Sumarah, dkk (2008) Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin).

Fitramaya, Yogyakarta.

Page 16: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 11

GAMBARAN PEMAKAIAN PEMBERSIH

VULVA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN PADA MAHASISWI TINGKAT I DI

AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA TAHUN AJARAN 2010/2011.

Sugiarti (Akademi Kebidanan Griya Husada)

ABSTRAK

Latar belakang: Keputihan adalah cairan yang keluar dari vagina secara berlebihan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya didapatkan data bahwa dari 10 mahasiswi mengalami keputihan (100%), 1 orang diantaranya (10%) mengalami keputihan patologis. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran pemakaian pembersih vulva dengan kejadian keputihan pada mahasiswi di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun ajaran 2010/2011. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 59 Mahasiswi Tingkat I. Metode yang digunakan yaitu teknik non probability sampling menggunakan data primer diambil dari 59 mahasiswi tingkat I menggunakan teknik sampling jenuh dengan kuesioner sebagai instrumen penelitian, data di olah di tabulasi frekuensi dan tabulasi silang kemudian disimpulkan. Hasil: Mayoritas yang memakai pembersih vulva (62,71%) dengan berupa produk (97,29%), lama pemakaian tidak teratur (83,78%), cara pemakaian secara eksternal (100%), alasan pemakaian untuk membersihkan daerah kewanitaan (62,16%). Mayoritas mengalami keputihan (100%) dengan keputihan normal (89,83%). Mahasiswi yang memakai pembersih vulva dan mengalami keputihan normal sebanyak 36 orang (97,29%) dibandingkan dengan yang tidak memakai pembersih vulva dan mengalami keputihan tidak normal sebanyak 5 orang (22,73%). Simpulan: Kejadian keputihan pada mahasiswi tingkat I cukup tinggi. Saran: Untuk mencegah atau menanggulangi keputihan antara lain menjaga kebersihan organ reproduksi dan hindari pemakaian pembersih vulva. Bila keputihan bertambah parah dianjurkan memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui secara dini penyebab keputihan. Kata kunci: Pembersih Vulva, Keputihan

PENDAHULUAN

Setiap wanita pasti pernah mengalami keputihan. Normalnya keputihan dialami sebelum atau sesudah menstruasi. Namun, banyak juga wanita yang mengalami keputihan abnormal. Keputihan tidak mengenal faktor usia, bisa muda, bisa tua, bahkan bayi (Andira, D, 2010). Octaviyanti (2006) melaporkan jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75%, sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25% dan untuk wanita usia subur di Indonesia yang mengalami keputihan berjumlah 75% (Elistiawaty,2006). Di salah satu Rumah Sakit di Jakarta, jumlah kasus keputihan pada anak usia 5-12 tahun rata-rata 10 penderita per tahun (Andira, D, 2010).

Keputihan merupakan salah satu gejala dari kanker serviks. Di Surabaya pada tahun 2009 jumlah kasus kanker serviks atau kanker mulut rahim terus meningkat, bahkan beberapa tahun terakhir ini kanker serviks tidak hanya mengintai wanita dewasa usia lanjut, namun juga wanita muda dikisaran usia 15-25 tahun. Di Poli Onkologi RSU dr. Soetomo, setiap hari ditemukan 8 hingga 10 kasus baru kanker serviks, sekitar 60-80 % penderita yang datang ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut (Elistiawaty, 2006). Penyebab terbanyak dari keputihan adalah infeksi, baik dari vagina (vaginitis) maupun di leher rahim (cervisitis). Menurut Eckert LO,

dkk (2009), persentase keluhan pada penderita yang nyata-nyata terinfeksi jamur Candida albicans, sebagai berikut: bercak kekuningan 22%, gatal dan rasa panas pada vulva-vagina 38%, pembengkakan vulva 25% dan keputihan 68%.

Dari hasil studi pendahuluan mahasiswi Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tanggal 29 Maret 2011, dari 10 mahasiswi seluruhnya mengalami keputihan, 10% keputihan dengan masalah (berwarna putih susu, kekuningan atau kehijauan, berbau dan gatal), 80% memakai pembersih vulva dan 20% tidak memakai pembersih vulva. Salah satu penyebab keputihan yaitu pemakaian pembersih vulva. Pembersih vulva adalah membersihkan vulva dengan menyemprotkan cairan tertentu yang biasanya dibeli di pasar swalayan atau apotek pada daerah vulva. Penggunaan sabun antiseptik sebagai pencuci kemaluan dapat menyebabkan perubahan flora normal yang ada dalam kemaluan (lactobacillus vagina). Padahal, flora normal ini dibutuhkan tubuh untuk menjaga vagina pada pH asam sehingga flora (kuman) abnormal tidak dapat tumbuh di vagina. Sebaliknya, dengan

Page 17: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 12

memakai sabun antiseptik, maka flora normal akan mati dan pH vagina menjadi basa sehingga jamur dan bakteri abnormal dapat tumbuh yang menyebabkan timbulnya keputihan patologis (Andira, D, 2010). Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengetahui

gambaran pemakaian pembersih vulva dengan kejadian keputihan pada mahasiswi tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun ajaran 2010/2011. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini akan digambarkan pemakaian pembersih vulva dengan kejadian keputihan pada mahasiswi tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun ajaran 2010/2011. Tempat dilaksanakan penelitian adalah di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya, dengan dasar pertimbangan jumlah mahasiswi yang mengalami keputihan cukup banyak. Populasi adalah semua mahasiswi tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya tahun ajaran 2010/2011 (59 mahasiswi), dan seluruhnya diteliti.

Variabel penelitian adalah pemakaian pembersih vulva dan kejadian keputihan pada mahasiswi tingkat I. Instrumen penelitian adalah kuesioner tertutup. HASIL PENELITIAN Pemakaian pembersih vulva

Tabel 1. Pemakaian Pembersih Vulva

Pembersih Vulva

Frekuensi Persentase

Ya 37 62,71

Tidak 22 37,29

Jumlah 59 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan

bahwa dari 59 Mahasiswi Tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas yang memakai pembersih vulva sebanyak 37 orang (62,71 %).

Jenis pembersih vulva

Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa dari 37 Mahasiswi Tingkat I yang memakai pembersih vulva di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas jenis pemakaian

berupa produk sebanyak 36 orang (97,29 %).

Tabel 2 Jenis Pembersih Vulva

Jenis Pembersih Vulva

Frekuensii Persentase

Berupa produk 36 97,29

Ramuan tradisional

1 2,71

Jumlah 37 100

Lama pemakaian

Tabel 3 Lama Pemakaian Pembersih Vulva

Lama Pemakaian

Frekuensi Persentase

Tidak teratur 31 83,78

Teratur 6 16,22

Jumlah 37 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan

bahwa dari 37 Mahasiswi Tingkat I yang memakai pembersih vulva di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas lama pemakaian yaitu tidak teratur sebanyak 31 orang (83,78%). Cara pemakaian

Tabel 4 Cara Pemakaian Pembersih Vulva

Cara Pemakaian Frekuensi Persentase

Eksternal 37 100

Internal 0 0

Jumlah 37 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan

bahwa dari 37 Mahasiswi Tingkat I yang memakai pembersih vulva di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas cara pemakaian secara eksternal sebanyak 37 orang (100%). Alasan pemakaian

Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa dari 37 Mahasiswi Tingkat I yang memakai pembersih vulva di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas alasan pemakaian yaitu untuk membersihkan daerah kewanitaan sebanyak 23 orang (62,16%).

Page 18: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 13

Tabel 5. Alasan Pemakaian Pembersih

Vulva

Alasan Pemakaian

Frekuensi Persen-tase

Membersihkan daerah kewanitaan

23 62,16

Untuk mengurangi keputihan

14 37,84

Jumlah 37 100

Kejadian keputihan

Tabel 6 Kejadian Keputihan

Keputihan Frekuensi Persentase

Ya 59 100

Tidak 0 0

Jumlah 59 100

Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan

bahwa mayoritas Mahasiswi Tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mengalami keputihan sebanyak 59 orang (100%). Jenis keputihan

Tabel 7 Jenis Keputihan

Jenis keputihan Frekuensi Persentase

Normal 53 89,83

Tidak normal 6 10,17

Jumlah 59 100

Berdasarkan Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa dari 59 Mahasiswi Tingkat I di Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 mayoritas mengalami keputihan yang normal sebanyak 53 orang (89.83 %). Distribusi keputihan berdasarkan pemakaian pembersih vulva

Pemakaian Pembersih

Vulva

Normal Tidak

normal Jumlah

f % f % f %

∑ % ∑ % ∑ %

Ya 36 97,29 1 2,71 37 100

Tidak 17 77,27 5 22,73 22 100

Jumlah 53 89,83 6 10,17 59 100

Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan

bahwa mahasiswi yang memakai pembersih vulva, hampir seluruhnya (97,29%) mengalami keputihan normal, dibandingkan dengan yang tidak pernah memakai pembersih vulva yaitu 77,27%.

PEMBAHASAN

Menurut HK, Joseph (2010) keputihan

atau Fluor Albus merupakan sekresi vagina abnormal pada wanita. Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar (vulva). Yang sering menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur, atau juga parasit. Setiap wanita khususnya remaja putri pasti pernah mengalami keputihan. Normalnya keputihan dialami sebelum atau sesudah menstruasi. Namun, banyak juga wanita yang mengalami keputihan abnormal (Andira, D, 2010).

Mayoritas Mahasiswi Tingkat I Akademi Kebidanan Griya Husada Surabaya Tahun Ajaran 2010/2011 memakai pembersih vulva. Menurut Andira, D (2010) pembersih vulva adalah membersihkan vulva dengan cara menyemprotkan cairan tertentu yang biasa dibeli di pasar swalayan atau apotek pada daerah di sekitar vulva. Penggunaan obat antiseptik sebagai pencuci kemaluan dapat menyebabkan perubahan flora normal yang ada dalam kemaluan (lactobacillus vagina). Padahal, flora normal ini dibutuhkan tubuh untuk menjaga vagina pada pH asam sehingga flora (kuman) abnormal tidak dapat tumbuh di vagina.

Hampir semua wanita pernah mengalami keputihan, bahkan ada yang sampai merasa terganggu. Namun, rasa malu untuk diperiksa pada daerah kewanitaan sering kali mengalahkan keinginan untuk sembuh. Rasa malu untuk periksa ke dokter juga menyebabkan banyak wanita mencoba untuk mengobati keputihannya sendiri, baik dengan obat yang dibeli di toko obat maupun dengan ramuan tradisional.

Mayoritas pembersih vulva yang dipakai berupa produk. Menurut Kusmarjadi, D (2008) berbagai macam produk pembersih vulva banyak terdapat di pasaran saat ini. Zat yang terkandung didalamnya berbeda-beda. Ada yang berasal dari bahan alami (sirih), dari produk susu (mengandung laktat) dan bahan obat seperti bethadine douche. Secara umum semua bahan yang di pakai bersifat antiseptik (dapat membunuh kuman). Penggunaan pembersih vulva secara teratur juga dapat mengubah keseimbangan kimiawi halus di vagina dan membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi.

Mayoritas pemakaian pembersih vulva adalah tidak teratur. Wanita yang memakai pembersih vulva secara teratur dan dalam jangka lama mengalami iritasi vagina dan infeksi seperti bacterial vaginosis dan peningkatan jumlah penyakit menular seksual. Penggunaan rutin pembersih vulva dapat berisiko lebih tinggi secara signifikan

Page 19: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 14

mengembangkan penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease atau PID) (Hartono, S, 2011).

Mayoritas cara pemakaian pembersih vulva adalah secara eksternal. Pembersihan eksternal meliputi pembilasan labia dan bagian luar vagina (vulva) dengan bahan-bahan tertentu, sedangkan internal meliputi memasukkan bahan/alat pembersih ke dalam vagina (SA, Faisah, 2010).

Mayoritas alasan pemakaian pembersih vulva yaitu untuk membersihkan daerah kewanitaan (38,98%). Menurut Kusmarjadi, D (2008) wanita mempergunakan produk ini dengan berbagai tujuan. Ada yang sekedar ingin membuat vulva fresh dan membersihkan vagina dari keputihan. Beberapa wanita percaya bahwa menggunakan pembersih atau penyemprot vulva dapat memberikan manfaat dan merawat organ intimnya. Padahal cara pembersihan vulva ini justru dapat memberikan dampak negatif.

Mayoritas mahasiswi mengalami keputihan dan mayoritas mengalami keputihan normal. Menurut Sarasvati, T (2009) keputihan dibagi menjadi 2 macam yaitu keputihan normal dan keputihan abnormal. Keputihan normal merupakan respons tubuh normal yang biasa keluar sebelum, sesaat, dan sesudah masa siklus haid. Cairan vagina normal biasanya jernih dan kadang sedikit keruh, tidak berbau dan tidak disertai rasa gatal atau rasa terbakar pada vagina. Masa keputihan yang normal terjadi pada masa ovulasi yaitu kurang lebih 12-14 hari setelah menstruasi, dalam keadaan terangsang atau birahi dan dalam keadaan stres emosional. Cairan ini merupakan perlindungan alami, mengurangi gesekan dinding vagina saat berjalan dan saat melakukan hubungan seksual. Sedangkan keputihan abnormal adalah keputihan yang ditandai keluar cairan berwarna putih susu, kekuningan, atau kehijauan, disertai rasa gatal/perih/panas. Keputihan ini harus disikapi dengan serius.

Proporsi kejadian keputihan normal lebih besar pada kelompok mahasiswi yang memakai pembersih vulva. Menurut Andira, D (2010) dengan memakai sabun antiseptik, maka flora normal akan mati dan pH vagina menjadi basa sehingga jamur dan bakteri abnormal dapat tumbuh yang menyebabkan timbulnya keputihan patologis (tidak normal). Sedangkan pada data di atas mayoritas yang memakai pembersih vulva yang mengalami keputihan normal. Hal ini dikarenakan cara pemakaian pembersih vulva pada Mahasiswi Tingkat I secara eksternal yaitu pembilasan yang dilakukan pada bagian luar vagina (vulva), sehingga kandungan yang terdapat

pada produk pembersih vulva tidak masuk ke dalam vagina dan pH vagina tetap normal (Hartono, S, 2010).

Tidak memakai produk pembersih vulva pun setiap wanita bisa mengalami keputihan yang patologis. Menurut Hartono, S (2011) tidak hanya pemakaian vulva, keputihan patologis juga dipengaruhi oleh kebiasaan menjaga kebersihan organ kewanitaan seperti cara cebok yang salah dari belakang ke depan (dari lubang anus ke arah vagina) sebab kuman-kuman yang ada di lubang anus bisa berpindah ke daerah sekitar vulva, memakai pakaian dalam yang terlalu ketat sehingga suasana di daerah intim menjadi lembab yang bisa menjadi tempat berkumpulnya jamur dan kuman, pemakaian pantyliner terlalu sering karena akan membuat vulva menjadi bertambah lembab akibat rambut-rambut di kemaluan mengeluarkan keringat. Jika tertutup terus oleh pantyliner, keringat akan terus bertambah sementara bahan pantyliner yang tidak berpori menghambat sirkulasi udara di sekitar vagina, kebiasaan menahan kencing karena jika menahan kencing, maka air kencing akan menetes ke dalam celana. Padahal air seni ini merupakan lahan subur tempat tumbuhnya kuman ditunjang dengan penggunaan air yang kotor (sarana toilet umum) untuk membersihkan vulva juga dapat menyebabkan vagina berjamur. Untuk itu, menjaga kebersihan organ kewanitaan sangatlah penting untuk mencegah timbulnya keputihan patologis.

Pada umumnya, banyak masyarakat khususnya kaum wanita beranggapan alat kelamin mereka adalah vagina. Jarang diantara mereka mengetahui istilah vulva. Hanya tenaga kesehatan yang mengetahui pengertian vulva tersebut. Menurut teori vulva merupakan alat reproduksi wanita bagian luar (eksternal), sedangkan vagina merupakan alat reproduksi wanita bagian dalam (internal). Sudah terlihat jelas perbedaannya. Sebagai tenaga kesehatan wajib mengubah anggapan masyarakat (kaum wanita) tentang vagina, sehingga kaum wanita tidak salah mengartikan tentang pengertian vagina.

Mahasiswi Tingkat I hendaknya lebih memahami tentang kesehatan reproduksinya. Dengan cara mengetahui gejala dan cara mengatasi keputihan yang patologis dan bila kejadian keputihan patologis dialami, mahasiswi bisa segera melakukan tindakan untuk mengatasi keputihan yang dialaminya atau segera periksa ke dokter, sehingga angka kejadian keputihan lebih sedikit. Tenaga kesehatan hendaknya bekerja sama dengan institusi pendidikan misalnya SMP/SMA/Perguruan

Page 20: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 15

Tinggi dalam memberikan materi/penyuluhan tentang kesehatan reproduksi bagi remaja putri. Untuk pemakaian pembersih vulva sebaiknya tidak dianjurkan sebagai cara yang aman atau sehat untuk membersihkan vulva. Cara yang aman dan sehat untuk membersihkan vulva adalah menjaga kebersihan organ kewanitaan, membilas vulva dengan air yang bersih, menghindari pemakaian pembersih vulva, hindari pemakaian celana dalam yang ketat, hindari pemakaian pantyliner secara terus-menerus dan hindari pemakaian air pada toilet umum agar keseimbangan pH tetap terjaga. Bila kesehatan/imun tubuh dalam keadaan baik tidak akan terjadi keputihan patologis. SIMPULAN

1. Mayoritas mahasiswi memakai pembersih vulva

2. Mayoritas mahasiswi memakai pembersih vulva berupa produk

3. Mayoritas lama pemakaian pembersih vulva adalah tidak teratur

4. Mayoritas cara pemakaian pembersih vulva adalah secara eksternal

5. Mayoritas alasan pemakaian pembersih vulva adalah membersihkan daerah kewanitaan

6. Mayoritas mahasiswi mengalami keputihan

7. Mayoritas mahasiswi mengalami keputihan normal

8. Proporsi kejadian keputihan normal lebih besar pada kelompok mahasiswi yang memakai pembersih vulva.

Saran

1. Diharapkan peneliti melakukan studi lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang memengaruhi terjadinya keputihan patologis pada remaja putri.

2. Mahasiswi hendaknya menambah wawasan dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi khususnya organ kewanitaan, mengenal gejala dan tanda keputihan patologis secara dini dan bila mengalami keputihan patologis segera memeriksakan diri ke dokter.

3. Diharapkan profesi kebidanan menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan informasi di dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya untuk kasus keputihan.

DAFTAR PUSTAKA

Andira, Dita. 2010. Seluk Beluk Kesehatan Repeoduksi Wanita. Yogyakarta: A+ plus books.

Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Budijanto, Didik. 2005. Metodologi Penelitian. Surabaya: Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Politeknik Kesehatan Surabaya.

Elistiawaty. 2006. Wanita RI Alami Keputihan. http://www.detiksNews.com diakses 6 Maret 2011.

Hartono, Santi. 2011. Waspada Dengan Pembersih Vulva. Error! Hyperlink reference not valid.. Diakses 12 September 2011.

Hidayat, A. Aziz. Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

HK, Joseph. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri Untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusmarjadi, Didi. 2008. Hati-hati Dengan Pembersih Vulva. http://www.drdidispog.com diakses 12 September 2011.

Llewellyn Jones, Derek. 2009. Setiap Wanita. Jakarta: Delapratasa Publising.

LO, Eckert. 2009. Vagina Berjamur. http://www.cakmokiblog.com diakses 14 Maret 2011.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pudiastuti, Ratna Dewi. 2010. Pentingnya Menjaga Organ Kewanitaan. Jakarta:

Indeks. Ramona Sari, dr. 2008. Perilaku Seksual

Remaja. http://Error! Hyperlink reference not valid. diakses 11 Maret 2011.

SA, Faizah. 2010. Waspada Kanker Serviks. Yogyakarta: Lintang Aksara.

Sarasvati, Tim. 2009. Cara Holistik dan Praktis Atasi Gangguan Khas Pada Kesehatan Wanita. Jakarta: PT Bhuana

Ilmu Populer. Sayogo, Savitri. 2006. Gizi Remaja Putri.

Jakarta: FKUI. Sri Kusuma Dewi Suryasaputra Manuaba,

Ida Ayu. 2009. Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Widyastuti, Yani. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta:YBP-SP.

Page 21: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 16

HUBUNGAN LAMA KALA II DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN

POSTPARTUM PADA IBU BERSALIN DI RSIA CITRA KELUARGA

KOTA KEDIRI TAHUN 2013

Ribut Eko Wijanti (Jurusan Kebidanan

Poltekes Kemenkes Malang) Dessy Lutfiasari

(Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kadiri)

ABSTRAK

Latar belakang: Perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu bersalin. Bila terjadi Kala II memanjang dapat menyebabkan atonia uteri, retansio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir, infeksi intra uteri, sub involusio uteri, dan tempat plasenta. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan lama kala II dengan kejadian perdarahan postpartum pada ibu bersalin. Metode: Penelitian dilakukan di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri. Jenis penelitian analitik korelasional. Populasi ibu bersalin dengan perdarahan postpartum di RSIA Citra Keluarga kota Kediri tanggal 22 Agustus 2012 sampai 23 Agustus 2013 berjumlah 34 responden. Pengambilan sampel dengan total sampling. Bahan penelitian adalah rekam medik pasien dan buku register persalinan. Instrumen penelitian dengan menggunakan lembar pengumpul data. Data dianalisa menggunakan uji statistik chi square dengan taraf signifikansi 5%. Hasil: Uji statistik menghasilkan x² hitung = 9,207 dan x² tabel= 0,002 (x² hitung ≥ x² tabel) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara Lama Kala II dengan kejadian perdarahan Postpartum pada ibu bersalin di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri. Saran: Ibu bersalin disarankan untuk segera mendatangi pelayanan kesehatan terdekat bila ada perdarahan yang tidak wajar selama masa nifas, dalam upaya pencegahan terjadinya perdarahan postpartum yang tidak tertangani atau terlambat dalam penanganannya. Kata kunci: kala II persalinan, perdarahan postpartum

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penelitian terhadap kematian ibu

memperlihatkan bahwa penderita perdarahan postpartum meninggal dunia akibat terus menerus terjadi perdarahan yang jumlahnya kadang tidak menimbulkan kecurigaan kita. Yang menimbulkan kematian bukanlah perdarahan sekaligus dalam jumlah banyak, tetapi justru perdarahan terus menerus yang terjadi sedikit demi sedikit. Pada suatu seri kasus yang besar, Beacham mendapatkan bahwa interval rata–rata antara kelahiran dan kematian adalah 5 jam 20 menit. Tidak seorang pun ibu yang meninggal dalam waktu 1 jam 30 menit setelah melahirkan. Kenyataan ini menunjukkan adanya cukup waktu untuk melangsungkan terapi yang efektif jika pasiennya selalu diamati dengan seksama, diagnosis dibuat secara dini, dan tindakan yang tepat segera dikerjakan (Oxorn dan William, 2010).

Chapman (2006) menerangkan bahwa 5% dari semua kelahiran, 70% di antaranya disebabkan oleh atonia uterus. Wiknjosastro (2006) mengatakan bahwa pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus meternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan ini tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot–otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah.

Efek perdarahan terhadap ibu hamil tergantung pada volume darah pada saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. (Prawirohardjo, 2008). Ibu yang menderita anemia saat persalinan dapat menyebabkan gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama, dan dapat terjadi partus terlantar, kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri (Manuaba, 2010).

Tidak adanya kemajuan persalinan dalam kala II yang disering disebut kala II memanjang adalah apabila serviks mencapai dilatasi penuh sampai terjadi kelahiran melebihi 2 jam untuk primigravida dan 1 jam untuk multigravida. Penyebab dari kala II memanjang adalah disproporsi fetopelvik (panggul kecil anak besar), malpresentasi dan malposisi, ketidakmampuan/penolakan pasien untuk mengejan, anestesia

Page 22: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 17

berlebihan, distosia jaringan lunak (Oxorn dan William, 2010).

Kewaspadaan dalam pertolongan persalinan sudah dilakukan sejak awal, dengan melakukan observasi CHPB (cortonen, his, penurunan bagian terendah dan bandle), sehingga setiap saat keadaan ibu dan janin dapat diketahui dengan pasti. Puncak kewaspadaan dilaksanakan oleh bidan dengan merujuk pasien ke pusat pelayanan dengan fasilitas setelah melampaui garis waspada agar ibu dapat diterima di pusat pelayanan dalam keadaan optimal.

Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia, terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. Kendati jumlahnya sangat besar, tetapi tidak menarik perhatian karena kejadiannya sporadis. WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3 bayi, maka kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300.000 jiwa dan kematian bayi sebesar 5.600.000 jiwa pertahun (Manuaba, 2010).

Menurut SDKI tahun 2007 angka kematian ibu di Indonesia adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu bervariasi, Perdarahan 28%, Eklamsia 24%, Infeksi 11%, Abortus 5%, Partus lama/ macet 5%, Emboli 3%, Komplikasi masa puerperium 8%, lain-lain 11 %. Sedangkan angka kematian ibu di Jawa timur tahun 2008 adalah 83,14/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu ini adalah Perdarahan 33%, Eklamsi /Pre eklamsia 25%, Penyakit jantung 12%, Infeksi 8%, lain-lain 22%.

Hasil rekapitulasi data yang diambil dari regester persalinan di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri mulai bulan Januari sampai Desember 2011 didapatkan persalinan dengan kala II normal sebanyak 385 persalinan dan yang mengalami kala II memanjang sebanyak 27 persalinan dari 412 persalinan, baik dari rujukan bidan maupun pasien RSIA Citra Keluarga sendiri. Kejadian perdarahan postpartum sebanyak 38 persalinan, dan perdarahan karena kala II memanjang sebanyak 12 persalinan. Kejadian perdarahan karena kala II memanjang ini menempati urutan tertinggi dari semua kejadian perdarahan postpartum yang ada di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri.

Penelitian mengenai perdarahan postpartum cukup banyak yang membuktikan bahwa kasus perdarahan postpartum yang tidak terdeteksi, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami syock maupun kematian karena kehilangan darah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan lama kala II dengan kejadian perdarahatn pospartum di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri tahun 2013.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional, karena data diambil secara bersamaan dalam satu waktu, selanjutnya dinilai hubungan variabel bebas dan variabel terikatnya.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua ibu bersalin

dengan perdarahan postpartum di RSIA Citra Keluarga kota Kediri tanggal 22 Agustus 2012 sampai 23 Agustus 2013 berjumlah 34 orang. Sampel adalah ibu bersalin dengan perdarahan postpartum di RSIA Kota Kediri pada tanggal 22 Agustus 2012 sampai 23 Agustus 2013. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling. Instrumen Penelitian

Instrumen berupa lembar pengumpul

data, yang meliputi data umum dan data khusus. Data dikumpulkan dari rekam medik pasien.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSIA Citra

Keluarga Kota Kediri. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 24 - 31 Agustus 2013.

Analisa Data

Untuk mencari ada tidaknya hubungan

antara lama kala II dengan kejadian perdarahan postpartum digunakan uji Chi Square dengan tingkat signifikan 5%.

HASIL PENELITIAN

Data Umum

Tabel 1. Distribusi Usia Responden

Umur (tahun) Frekuensi Persen

< 20 20-35 >35

7 23 4

20,6 67,6 11,8

Jumlah 34 100

Page 23: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 18

Berdasar Tabel 1 dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar (67,6%) dari 34 responden berusia 20-25 tahun.

Tabel 2. Distribusi Tinggi Badan Responden

Tinggi Badan Frekuensi Persen

<150 cm ≥150 cm

8 26

23,5 76,5

Jumlah 34 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian

besar (76,5%) dari 34 responden mempunyai tinggi badan > 150 cm.

Tabel 3. Distribusi Kenaikan Berat Badan Responden

Kenaikan BB Frekuensi Persen

< 6.5 kg ≥ 6,5-16,5 kg

≥ 16,5 kg

3 28 3

8,8 82,4 8,8

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 3, dapat

diinterpretasikan bahwa hampir seluruhnya (82,4%) dari 34 responden mengalami kenaikan berat badan ≥ 6,5-16,5 kg.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasar Paritas

Paritas Frekuensi Persen

Primipara Multipara

21 13

61.8 38,2

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 4 dapat

diinterpretasikan bahwa sebagian besar (61,8%) dari 34 responden adalah primipara Tabel 5. Distribusi Penyebab Perdarahan

Responden

Paritas f %

Sisa Plasenta Robekan jalan lahir

Atonia Uteri Retensio Plasenta

Inersia Uteri

6 4 13 8 3

17,6 11,8 38,3 23,5 8,8

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat

diinterpretasikan bahwa hampir setengahnya (38,3%) dari 34 responden mengalami perdarahan postpartum karena atonia uteri.

Data Khusus

Tabel 6. Distribusi Lama Kala II Persalinan

Lama Kala II Frekuensi Persen

Memanjang Normal

19 15

55.8 44,2

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 6, dapat

diinterpretasikan bahwa sebagian besar (55,8%) dari 34 responden mengalami kala II memanjang.

Tabel 7. Distribusi Kejadian Perdarahann Postpartum

Kejadian Perdarahan Postpartum

Frekuensi Persen

Primer Sekunder

28 6

82,4 17,6

Jumlah 34 100

Hasil penelitian yang dilakukan di RSIA

Citra Keluarga Kota Kediri terhadap kejadian perdarahan postpartum dapat diinterpretasikan bahwa hampir seluruhnya (82,4%) dari 34 responden mengalami perdarahan postpartum primer.

Tabel 8. Kejadian Perdarahan Postpartum Berdasarkan Lama Kala II Persalinan

Kala II Persalinan

Perdarahan Postpartum

Primer Sekunder Jumlah

Memanjang Normal

16 12

3 3

19 15

Jumlah 28 6 34

Hasil uji Chi Square dengan tingkat signifikan 5% diperoleh hasil nilai x² hitung = 9,207 dan x² tabel= 0,002 (x² hitung ≥ x² tabel) sehingga Ho ditolak dan H1 diterima artinya ada hubungan antara Lama Kala II dengan kejadian perdarahan Postpartum pada ibu bersalin di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri PEMBAHASAN Lama Kala II Persalinan

Hasil penelitian diperoleh bahwa

responden dengan kala II memanjang sebesar 55,8% (19 orang). Sedangkan responden dengan kala II normal sebanyak 44,2% (15 orang). Sembilan belas (19) responden dengan Kala II memanjang tersebut mempunyai faktor predisposisi usia

Page 24: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 19

<20 tahun, kenaikan BB selama kehamilan <6,5 kg, TB <150 cm dan primigravida. Adapun rincian faktor predisposisinya adalah: usia <20 tahun sebanyak 3 responden; TB <150 cm, kenaikan BB selama kehamilan <6,5 kg, dan primigravida sebanyak 1 responden; TB <150 cm sebanyak 4 responden; primigravida sebanyak 9 responden; primigravida dan TB <150 cm sebanyak 4 responden, primigravida dan usia <20 tahun sebanyak 4 responden serta, 3 responden dengan faktor predisposisi primigravida dan kenaikan BB selama kehamilan <6,5 kg.

Menurut Manuaba (2010), faktor risiko terjadi Kala II memanjang adalah primigravida dengan TB <150cm. Sedangkan Wirakusumah dkk (2011) mengatakan ditinjau dari usia, faktor resiko terjadi Kala II memanjang adalah primigravida yang berusia kurang dari 20 tahun.

Menurut Prawiroharjo (2008), penyebab kala II memanjang karena kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui vagina, dan pada saat yang sama mengurangi kemampuan pasien untuk mengontraksikan otot-otot abdomen. Keinginan alami untuk mengejan dikalahkan oleh meningkatnya nyeri yang timbul akibat kontraksi. Menurut Chapman (2006), distosia emosional dapat menyebabkan kala II memanjang. Hal ini karena kelahiran bayi dapat mencetuskan kecemasan pada ibu mengenai bayinya, sampai ketakutan tentang nyeri dan robekan. Distosia emosional dapat bermanifestasi pada ibu dengan kehilangan kontrol, berteriak, agresif, atau mengontrol tindakan pemberi asuhan.

Pada penelitian yang dilakukan di RSIA Citra Keluarga didapatkan ibu primigravida berumur <20 tahun mengalami kala II memanjang sebanyak 2 orang. Hal ini kemungkinan responden masih sedikit pengetahuan tentang kehamilan, persalinan, dan sebagai calon ibu. Emosi yang masih tinggi dan labil dapat mempengaruhi proses persalinan. Responden pada saat mengejan berteriak, menangis dan menolak, hal ini sangat mempengaruhi keluarnya janin sehingga dapat menyebabkan kala II memanjang.

Responden dengan lama Kala II normal (44,2%) punyai tinggi badan ≥150 cm dan kenaikan berat badan selama hamil ≥6,5-16,5 kg. Tinggi badan ≥150 cm menandakan tidak ada kelainan panggul dan kenaikan berat badan selama hamil ≥6,5-16,5 kg menandakan janin tidak makrosomia, sehingga dengan kekuatan his dan

mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka vagina, dan bayi bisa lahir.

Menurut Manuaba (2010) bahwa, kala II dimulai dari pembukaan serviks 10 cm (lengkap) sampai dengan lahirnya bayi. Gejala kala II yaitu his semakin kuat dengan interval 2-3 menit dan durasi 50-100 detik, Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena tertekan fleksus Frankenhauser, kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka vagina dan tampak suboksiput sebagai hipomocklion. Kejadian Perdarahan Postpartum

Hasil penelitian tentang kejadian

perdarahan postpartum menunjukkan bahwa responden yang mengalami perdarahan postpartum primer sebanyak 82,4% dan yang mengalami perdarahan post partum sekunder sebanyak 17,6%. Dan 38,3% perdarahan perdarahan sekunder tersebut karena atonia uteri, serta 8,8% karena inersia uteri. Pasien dengan perdarahan postpartum di RSIA Citra Keluarga dipantau selama 24 jam. Penyebab perdarahan postpartum yaitu karena sisa placenta, robekan jalan lahir, atonia uteri, retensio plasenta dan inersia uteri.

Menurut Prawirohardjo (2008) penyebab perdarahan postpartum primer adalah: atonia uteri (termasuk juga inersia uteri), dan retensio plasenta. Sedangkan perdarahan sekunder banyak disebabkan oleh sisa plasenta dan infeksi. Menurut Sastrawinata dkk (2005) gejala perdarahan postpartum adalah perdarahan per vaginam, konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah atau selaput janin serta bisa juga adat anda-tanda syok.

Pada responden yang mengalami perdarahan karena robekan jalan lahir, dilakukan eksplorasi untuk mencari sumber perdarahan selanjutnya dilakukan penjahitan. Responden dengan perdarahan karena atonia uteri dan inersia uteri dilakukan perbaikan kontraksi dengan pemberian uterotonika, transfusi bila tidak berhasil, dilakukan histerektomi. Responden yang mengalami perdarahan karena retensio plasenta dilakukan manual plasenta. Penanganan yang dilakukan pada perdarahan karena sisa plasenta adalah dengan curetage.

Page 25: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 20

Hubungan Lama Kala II dengan Kejadian Perdarahan Postpartum

Hasil penelitian yang dilakukan di RSIA

Citra Keluarga Kota Kediri didapatkan responden dengan kala II memanjang yang mengalami perdarahan postpartum primer sebesar 47,1% dan yang mengalami perdarahan postpartum sekunder sebesar 8,8%. Responden dengan kala II normal yang mengalami perdarahan postpartum primer sebesar 35,3% sedangkan yang mengalami postpartum sekunder sebesar 8,8%. Hasil uji statistik untuk mengetahui adanya hubungan antara lama kala II dengan kejadian perdarahan postpartum menggunakan uji Chi Square dengan tingkat signifikan 5% diketahui ada hubungan antara Lama Kala II dengan kejadian perdarahan Postpartum.

Menurut Varney dkk (2006) faktor predisposisi yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah kala II persalinan yang memanjang. Menurut Manuaba (2007), pada kala II memanjang dapat menyebabkan perdarahan postpartum hal ini karena kala II memanjang menyebabkan otot-otot uterus kelelahan dan tidak dapat berkontraksi dan retraksi sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan. Pada waktu plasenta lepas, lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan. Sebagian masih melekat pada tempat implantasinya menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka dan menimbulkan perdarahan. Pembentukan epitel akan terganggu sehingga menimbulkan perdarahan yang berkepanjangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah ada

Hubungan lama Kala II dengan kejadian perdarahan postpartum pada ibu bersalin di RSIA Citra Keluarga Kota Kediri tahun 2013. Saran

Saran yang disampaikan hendaknya ibu

bersalin sesegera mungkin mendatangi pelayanan kesehatan terdekat bila ada perdarahan yang tidak wajar selama masa nifas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymity. 2008. http://dinkes.jatimprov.go.

id/userfile/dokumen/, diakses Tgl 02 Januari 2012

Bobak dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta: EGC

Chapman Viki. 2008. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran: Jakarta EGC

Cunningham dkk. 2006. Obstetri William.

Edisi 21. Jakarta: EGC Depkes RI. 2008. Pelatihan Asuhan

Persalinan Normal. Jakarta: JNPKKR Hidayat. 2010. Metode Penelitian Kebidanan

Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba

Medika Manuaba dkk. 2007. Pengantar Kuliah

Obstetri. Jakarta: EGC Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Surabaya: Salemba Medika

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Oxorn, William, 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi. Yogyakarta: C.V Andi Offset

Prawiroharjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Santjaka Aris. 2011. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Numed Sastrawinata dkk. 2005. Obstetri Patologi.

Jakarta: EGC Varney dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan

Kebidanan Volume 4. Jakarta: EGC Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Wirakusumah. dkk. 2011.Obstetri Fisiologi. Jakarta:EGC

Page 26: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 21

HUBUNGAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN BAYI

BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) Di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu

Bangkalan

Vinny Prillia Alvionita (Prodi DIII Kebidanan Bangkalan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Kharisma Kusumaningtyas (Prodi DIII Kebidanan Bangkalan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi faktor terbanyak tingginya angka kematian bayi. BBLR terjadi didasarkan pada kesehatan ibu pada masa kehamilan. Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi ialah anemia. Anemia dapat menghambat proses perkembangan dan pertumbuhan janin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan Cross Sectional. Populasi adalah ibu yang mengalami anemia dalam kehamilan pada bulan Januari–Februari 2013 sebanyak 24 orang yang semuanya dijadikan objek penelitian. Variabel dependen bayi berat lahir rendah, sedangkan variabel independen anemia dalam kehamilan. Pengumpulan data menggunakan rekam medik, dan dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil: Mayoritas mengalami anemia fisiologis sebanyak 79,2 % dan minoritas mengalami (BBLR) sebanyak 33,3 %. Sedangkan hasil analisis data didapatkan ρ value > α (0,186 > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan BBLR. Saran: Dari hasil penelitian, petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan asuhan yang komprehensif untuk dapat mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang timbul pada ibu hamil supaya bayi yang akan dilahirkan dalam keadaan sehat dan dapat bertumbuh-kembang dengan optimal. Kata kunci: anemia, bayi berat lahir rendah

PENDAHULUAN

Selama kehamilan terjadi perubahan sistemik mendasar, salah satunya adalah peningkatan volume darah dengan adanya pengenceran darah, diikuti dengan cardiac output yang meninggi sebanyak ±30%. Pembentukan sel-sel darah juga meningkat, tetapi tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma, sehingga konsentrasi hemoglobin menjadi lebih rendah. Kondisi tersebut merupakan anemia fisiologis dalam kehamilan (Sulistyawati, 2009). Namun, jika anemia tersebut tidak diimbangi dengan asupan nutrisi yang baik, maka anemia fisiologis kehamilan akan semakin parah. Defisiensi zat besi secara signifikan akan berisiko lebih besar untuk memiliki bayi lahir prematur atau BBLR (Proverawati, 2011).

Pada tahun 2008 WHO mengeluarkan hasil penelitian mengenai besaran masalah anemia yang terjadi di dunia yakni angka prevalensi anemia ibu hamil di dunia sekitar 25,4%. Dan berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2010, prevalensi anemia gizi ibu hamil di Indonesia mencapai 40%-50%. Itu artinya 5 dari 10 ibu hamil di Indonesia mengalami anemia. Dari hasil Penelitian yang dilakukan PT. Merck Tbk. di Jawa Timur tahun 2010, yang melibatkan 5959 peserta ibu hamil menunjukkan bahwa angka kejadian anemia cukup tinggi yaitu sebanyak 33%.

Berdasarkan data UNICEF secara global tahun 2012, diperkirakan jumlah BBLR mencapai 15% dari bayi lahir, atau lebih dari 20 juta bayi yang baru lahir setiap tahunnya. Sedangkan, besar insiden BBLR di Indonesia mencapai 9%. Selain itu, berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011, jumlah bayi BBLR di Jawa Timur, tercatat 17.561 kasus dari 601.136 kelahiran pada tahun 2011 atau sebesar 2,9%. Sedangkan, jumlah di Bangkalan terdapat 236 kasus BBLR dari 18.066 kelahiran atau sebanyak 1,3%. Menurut data di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan tahun 2012, jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) mencapai 188 dari 861 bayi lahir atau sebanyak 21,8% bayi.

Penyebab BBLR di antaranya adalah faktor ibu (usia, anemia, kehamilan multipel, infeksi, status gizi yang buruk, ibu penderita diabetes dan gangguan vaskular ibu hamil), faktor janin (abnormalitas plasenta, kelainan kromosom, infeksi congenital), dan faktor lain (merokok, trauma, tempat tinggal).

Menurut Fanaroff (1992) dalam buku Penatalaksanaan Bayi Risiko Tinggi persalinan BBLR cenderung lahir disertai masalah yang berat dan mengancam jiwa, meliputi asfiksia, hipoglikemia, polisitemia,

Page 27: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 22

kelainan kongenital, status imunitas kurang, dan mortalitas. Pada anak-anak dan orang dewasa yang dilahirkan dengan BBLR lebih sering mengalami masalah utama, seperti serebral palsi, retardasi mental, ketidakmampuan sensoris dan kognitif serta penurunan kemampuan untuk secara berhasil mengembangkan adaptasi sosial, psikologis, dan fisik terhadap lingkungan yang semakin kompleks (Bobak, 2005).

Jika berat badan bayi normal, maka petumbuhan dan perkembangan bayi berjalan lancar. Keseluruhan organ dan fungsi tubuh berjalan maksimal, terutama fungsi otak yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain itu, dengan fungsi tubuh yang baik akan memiliki ketahanan tubuh yang baik pula sehingga risiko penyakit pada bayi lebih rendah (Wayana, 2010).

Mengingat BBLR merupakan faktor terbesar penyebab kematian neonatus, tenaga kesehatan diharapkan dapat melaksanakan program pemerintah dengan sebaik-baiknya. Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai pencegahan yaitu, pemeriksaan Antenatal Care (ANC) minimal

empat kali selama kehamilan disertai KMS ibu hamil yang sesuai program pemerintah dan melaksanakan standar 14 T yang terdiri dari ukur tinggi badan/berat badan, tekanan darah, tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT, pemberian tablet zat besi, test terhadap penyakit menular seksual/VDRL, temu wicara/konseling, test/pemeriksaan Hb, test/pemeriksaan urin protein, test reduksi urin, perawatan payudara (tekan pijat payudara), pemeliharaan tingkat kebugaran (senam hamil), terapi yodium kapsul (khusus daerah endemik gondok), terapi malaria. Tujuan

1. Mengidentifikasi gambaran anemia pada kehamilan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013.

2. Mengidentifikasi kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013.

3. Menganalisis hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik, yang bertujuan mengetahui adanya hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan. Sebagai populasi pada penelitian ini adalah ibu yang mengalami anemia dalam kehamilan pada bulan Januari–Februari 2013 dengan target populasi sebanyak 24 responden, sedangkan sampelnya adalah total populasi. Sebagai variabel independen anemia dalam kehamilan, sedangkan dependen bayi berat lahir rendah. Pengumpulan data menggunakan rekam medik. Hasilnya dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact Test dengan tingkat signifikan 0,05. HASIL PENELITIAN Data Khusus

Dalam data khusus disajikan hasil pengumpulan data meliputi kejadian anemia kehamilan dan kejadian BBLR, serta hubungan antara keduanya. Kejadian Anemia Dalam Kehamilan

Sebanyak 19 responden (79,2%) mengalami anemia fisiologis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi kejadian anemia kehamilan di IRNA C RSUD Syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan bulan

Januari- Februari 2013.

Anemia Dalam Kehamilan f %

Anemia Fisiologis Anemia Patologis

19 5

79.2 20.8

Jumlah 24 100

Kejadian BBLR

Sebanyak 16 responden (66,7%) yang tidak mengalami BBLR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Distribusi kejadian BBLR di IRNA C

RSUD Syarifah Ambami Rato Ebhu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013

Kejadian BBLR f %

BBLR Tidak BBLR

8 16

33.3 66.7

Jumlah 24 100

Hubungan antara Kejadian Anemia Kehamilan dengan Kejadian BBLR

Untuk mendapatkan gambaran hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian BBLR digunakan menggunakan tabulasi silang (cross tabulation) terhadap masing-masing variabel tersebut dengan pembuktian hipotesis menggunakan uji Chi Square.

Page 28: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 23

Tabel 3. Distribusi Kejadian BBLR berdasarkan Anemia Kehamilan di RSUD

Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Februari 2013.

Anemia Dalam Kehamilan

Kejadian BBLR Total

BBLR Tidak BBLR

Σ % Σ % Σ %

Anemia Fisiologis

5 26,3 14 73,7 19 100

Anemia Patologis

3 60 2 40 5 100

Uji Statistik Chi-Square α= 0,05 df = 1 Fisher’s Exact Test ρ = 0,186

Kejadian BBLR pada ibu dengan anemia

fisiologis adalah 26,3%, sedangkan kejadian BBLR pada kelompok ibu dengan anemia patologis adalah 60%.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Chi Square didapatkan bahwa ada 2 cell yang mempunyai nilai expected kurang dari 5. Hal tersebut tidak memenuhi syarat penggunaan uji Chi Square. Oleh karena itu, peneliti menggunakan uji Fisher’s Exact Test yang menunjukkan nilai probability (0,186) lebih besar daripada nilai taraf signifikan (0,05) sehingga H0 diterima. Jadi, tidak ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan berat bayi lahir rendah. PEMBAHASAN Anemia Dalam Kehamilan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

ibu anemia dalam kehamilan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Kabupaten Bangkalan hampir seluruhnya mengalami anemia fisiologis yaitu sebanyak 19 (79,2 %) ibu anemia yang tertulis pada Tabel 1.

Kemungkinan ibu lebih banyak mengalami anemia fisiologis dikarenakan selama kehamilan ibu mengalami proses adaptasi terhadap kehamilannya secara signifikan termasuk volume darah. Pada saat kehamilan, volume darah mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan kadar sel darah sehingga terjadilah hemodilusi yang mengakibatkan anemia. Hal ini akan terjadi pada setiap ibu hamil.

Menurut Sulistyawati (2009), anemia fisiologis disebabkan oleh pembentukan sel-sel darah dalam kehamilan meningkat, tetapi peningkatan tersebut tidak sebanding dengan peningkatan volume plasma yang jauh lebih besar. Sehingga, konsentrasi hemoglobin (Hb) dalam darah menjadi lebih

rendah. Peningkatan curah jantung selama kehamilan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan dalam aliran darah ke rahim. Janin yang terus tumbuh menyebabkan darah lebih banyak dikirim ke rahim ibu. Pada akhir usia kehamilan, rahim menerima seperlima dari seluruh darah ibu. Selama trimester kedua biasanya tekanan darah menurun tetapi akan kembali normal pada trimester ketiga.

Disamping itu, terdapat ibu yang mengalami anemia patologis sebanyak 5 orang. Dari jumlah tersebut didapatkan satu orang ibu yang berusia <20 tahun dan tiga orang ibu memiliki pendidikan SD. Kehamilan pada usia muda akan menyebabkan banyak tekanan dan depresi terhadap remaja. Hal ini dikarenakan perubahan yang terjadi signifikan baik secara fisik maupun psikologis membuat remaja mengalami pergolakan dalam dirinya. Perubahan signifikan inilah yang kurang diterima oleh remaja, sehingga remaja kurang memperhatikan kebutuhan kehamilannya. Selain itu, terdapat faktor-faktor pendukung lainnya yang juga berpengaruh terhadap terjadinya anemia patologis, seperti kurangnya asupan zat besi, mual muntah berlebih, dan jarak kehamilan yang dekat.

Menurut Bobak (2005) dalam bukunya Buku Ajar Keperawatan Maternitas menyatakan bahwa kehamilan pada masa remaja menghentikan proses pembentukan identitas dan tugas perkembangan. Mencoba secara simultan memenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa hamil dan pada masa remaja normal dapat sangat menyulitkan. Beban psikologi dapat menyebabkan depresi dan penundaan dalam memperoleh identitas seorang yang dewasa.

Menurut Proverawati (2010) dalam bukunya Anemia dan Anemia Kehamilan menyatakan bahwa tubuh berada pada risiko tinggi untuk menjadi anemia selama kehamilan jika mengalami dua kehamilan yang berdekatan, hamil dengan lebih dari satu anak, sering mual dan muntah karena sakit pagi hari, tidak mengkonsumsi cukup zat besi, mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan, hamil saat masih remaja dan kehilangan banyak darah (misalnya, dari cedera atau selama operasi).

Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat bayi dengan tidak mengalami BBLR sebanyak 16 (66,7 %) bayi yang tertulis pada Tabel 2. Hal ini dapat terjadi mungkin dikarenakan pencegahan melalui pemantauan kehamilan yang baik,

Page 29: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 24

penyuluhan kesehatan, dan perencanaan kehamilan yang tertata. Pemantauan kehamilan oleh tenaga kesehatan secara berkala dapat menggambarkan kesehatan janin sehingga masalah yang terjadi dapat dideteksi dan segera ditangani. Selain itu, penyuluhan kesehatan sangat membantu dalam meningkatkan pengetahuan ibu tentang kehamilan dan kebutuhannya.

Menurut Pantiawati (2010), pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan, yaitu dengan meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda, penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik, dan hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).

Disamping itu, terdapat pula kejadian bayi berat lahir rendah sebanyak 8 bayi yang tertulis pada Tabel 2. Dari data itu, didapatkan enam bayi lahir dengan prematur. Dari data tersebut, menunjukkan masih ada bayi yang mengalami berat lahir rendah, hal ini dapat disebabkan dari berbagai faktor baik ibu, janin dan plasenta. Namun faktor yang paling sering muncul yakni premature. Usia kehamilan yang masih

muda menandakan kematangan dan kesiapan bayi untuk bertahan hidup lebih sedikit, dikarenakan bayi belum terbentuk sempurna sehingga seringkali terjadi komplikasi-komplikasi pada bayi.

Menurut Surasmi (2003), tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan diluar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi premature berhubungan dengan belum matangnya fungsi organ-organ tubuhnya. Makin muda umur kehamilan, makin tidak sempurna organ-organnya. Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang, bayi premature cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal.

Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Berat Bayi Lahir Rendah

Hasil uji statistik adalah tidak ada

hubungan antara anemia dalam kehamilan dengan berat bayi lahir rendah. Hal ini menandakan kejadian BBLR tidak dipengaruhi oleh anemia pada kehamilan

melainkan dikarenakan berbagai faktor lain yang mungkin lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Pantiawati, 2010).

Salah satu faktor bayi yang tidak mengalami BBLR hampir seluruhnya usia ibu diatas 20 tahun yaitu sebanyak 87,5 % ibu anemia. Hal tersebut dapat menandakan bahwa usia ibu sangat mempengaruhi psikologis dan kesiapan ibu dalam penerimaan kehadiran bayinya dan perawatan ibu selama proses kehamilan. Sehingga, usia yang lebih muda dianggap kurang mampu dalam merawat kehamilannya.

Menurut Berhman (2000), ibu usia remaja memiliki kemungkinan kecil untuk menikah atau untuk mendapatkan pendidikan lanjutan, dan besar kemungkinannya mereka menjadi pengangguran, hidup miskin, dan mempunyai anak, dibandingkan dengan wanita yang menunda mempunyai anak hingga setelah umur 20 tahun.

Mencoba secara simultan memenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa hamil dan pada masa remaja normal dapat sangat menyulitkan. Beban psikologi dapat menyebabkan depresi dan penundaan dalam memperoleh identitas seorang yang dewasa (Bobak, 2005).

Disamping itu, pendidikan ibu anemia dalam kehamilan juga dapat mempengaruhi status gizi pada kejadian BBLR. Pendidikan ibu anemia dalam kehamilan, sebagian besar pernah mendapatkan pendidikan formal yaitu sebanyak 75 % ibu anemia. Pendidikan ibu anemia dapat mempengaruhi pemahaman ibu dalam pemenuhan nutrisi yang dibutuhkan selama kehamilan. Pendidikan ibu juga mungkin dapat mempengaruhi pemahaman dalam perawatan, proses, pengambilan keputusan, dan penerimaan ibu terhadap kehamilannya.

Menurut Bobak (2005), Faktor-faktor yang membuat nutrisi seorang wanita berisiko, seperti kemiskinan, kurang pendidikan, lingkungan yang buruk, kebiasaan makan yang buruk, dan kondisi kesehatan yang buruk akan terus berpengaruh pada status gizi dan pertumbuhan serta perkembangan janin. Selama trimester pertama kebutuhan nutrisi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Hal ini berarti diet ibu hamil harus seimbang dan mencakup beraneka makanan dalam piramida makanan, tetapi tidak perlu

Page 30: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 25

mengkonsumsi makanan lebih banyak daripada makanan yang biasa dikonsumsi. Trimester terakhir kehamilan ialah periode dimana kebanyakan pertumbuhan janin berlangsung dan juga terjadi penimbunan simpanan lemak, besi, dan kalsium untuk kebutuhan pertumbuhan pascanatal (Bobak, 2005).

Selain itu, hasil ini mungkin dapat menunjukkan kesuksesan program antenatal care, terutama penanganan anemia dalam kehamilan dengan cara pemberian tablet Fe 90 tablet. Program antenatal care harus tetap menjadi prioritas utama dalam mencegah komplikasi terhadap ibu dan janin. Jika mengalami anemia selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Memastikan bahwa wanita hamil melakukan kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati,2010). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Mayoritas kejadian anemia kehamilan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan adalah anemia fisiologis.

2. Kejadian BBLR di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan adalah 33%.

3. Tidak ada hubungan anemia kehamilan dengan kejadian BBLR di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.

Saran

1. Diharapkan para peneliti

mengembangkan penelitian lebih lanjut dengan populasi lebih besar.

2. Diharapkan setiap ibu hamil meningkatkan kunjungan ke tenaga kesehatan dalan upaya menjaga, merawat, mendeteksi dini dan menangani masalah selama kehamilannya.

3. Petugas kesehatan diharapkan dapat memberikan asuhan yang bersifat komprehensif untuk dapat mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang timbul pada ibu hamil supaya bayi yang akan dilahirkan dalam keadaan sehat dan dapat bertumbuh-kembang dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA Berhman, dkk, (2000), Ilmu Kesehatan Anak

Nelson, Jakarta: EGC. Bobak, dkk, (2005), Buku Ajar Keperawatan

Maternitas, Jakarta: EGC.

Dinkes Jatim, (2012), Tabel Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011[Excel],

Bersumber dari: http://dinkes.jatimprov.go.id/ [diakses bulan Februari 2013].

Handayani, Wiwik, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi, Jakarta, Salemba Medika.

Hidayat, (2007), Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknis Analisis Data, Jakarta, Salemba Medika.

Holmes, Debbie, (2011), Ilmu Kebidanan, Jakarta: EGC.

Kemenkes, (2012), Pertemuan Lintas Program Surveilans Kesehatan Anak [Internet], 22 Januari, Bersumber dari: http: // www. Kesehatananak depkes. go.id/ [diakses bulan Maret 2013].

Manuaba, I, (2007), Pengantar Kuliah Obstetri, Jakarta, EGC.

Notoatmodjo, (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, PT. Rineka Cipta.

Nursalam, (2011), Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta,

Salemba Medika. Pantiawati, Ika, (2010), Bayi Dengan BBLR,

Yogyakarta, Nuha Medika. , (2010), Asuhan Kebidanan I

(Kehamilan), Yogyakarta, Nuha Medika. Proverawati, Atikah, (2011), Anemia Dan

Anemia Kehamilan, Yogyakarta, Nuha Medika.

Sulistyawati, Ari, (2009), Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan, Jakarta, Salemba Medika.

Unicef, (2012), Country Profile : Indonesia

[pdf], Bersumber dari: http://www.childinfo.org/ [iakses Februari 2013].

Varney, Helen, (2007), Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Editor 4, Volume I, Jakarta, EGC.

Wayana, SKM.,M.Kes, (2010), Gizi Reproduksi, Yogyakarta, Pustaka Rihama.

WHO, (2008), Anaemia As A Public Health Problem By Country: Pregnant Women [pdf], Bersumber dari: http://www.who.int/ [diakses Februari 2013].

Page 31: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 26

PERBEDAAN NYERI PERSALINAN PADA INPARTU PRIMIGRAVIDA KALA I FASE

AKTIF SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN KOMPRES PANAS

DI RS. AURA SYIFA KEDIRI

Chatarina Retty Puspitasari (Jurusan Kebidanan,

Poltekkes Kemenkes Malang) Suwoyo

(Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Persalinan adalah proses pengeluaran janin, plasenta, dan selaput membran ke dunia luar melalui jalan lahir secara spontan dan tidak mengalami komplikasi. Pada primigravida kala I persalinan, kontraksi uterus mengakibatkan adanya dilatasi, penipisan serviks dan iskemia uterus yang merupakan penyebab nyeri. Nyeri karena persalinan perlu ditangani karena jika ibu mengalami nyeri dan cemas, maka dapat menyebabkan gangguan pada plasenta sehingga janin bisa kekurangan oksigen dan pembukaan serviks melambat (partus lama). Secara umum, AKI yang diakibatkan oleh partus lama adalah 9% dan merupakan peringkat ke-5 dari AKI di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri persalinan pada ibu inpartu primigravida kala I fase aktif sesudah diberikan kompres panas di Rumah Sakit Aura Syifa. Metode: Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah preeksperimen dengan one group pre-post test design. Besar sampel yang digunakan sejumlah 13 responden, dengan teknik accidental sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan formulir observasi. Hasil: Analisa hasil penelitian menggunakan uji Wilcoxon Match Pairs Test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan intensitas nyeri persalinan sebelum dan setelah diberikan kompres panas. Hasil uji beda didapatkan t hitung (3) < t tabel (17), maka Ho ditolak artinya ada perbedaan intensitas nyeri persalinan sebelu dan setelah pemberian kompres panas. Kata Kunci: Intensitas nyeri, Persalinan, Kompres Panas

PENDAHULUAN Latar Belakang

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Abdul Bari Saifudin, 2008).

Kemajuan persalinan dan kelahiran berlangsung dalam empat tahap (Ladewig, 2006). Kala satu persalinan didefinisikan sebagai permulaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang progresif dan diakhiri dengan pembukaan lengkap (10 sentimeter). Hal ini dikenal dengan tahap pembukaan serviks (Varney, 2007).

Menurut Penny Simkin dan Ruth Ancheta (2005), kemajuan persalinan dapat di fasilitasi apabila wanita merasa aman, dihormati, dan dirawat oleh seorang ahli yang bertanggungjawab terhadap keamanannya, dan ketika nyerinya ditangani secara adekuat dan aman. Michel Odent, MD, seorang pengamat dan mahasiswa kelahiran normal sejak awal tahun 1960-an, telah merumuskan bahwa jika wanita dibiarkan melahirkan dengan cara sebagaimana mamalia maka persalinan itu cenderung akan berlangsung tanpa kesulitan (Simkin, 2005).

Untuk mengatasi nyeri tersebut, menurut Rosemary Mander (2003), ada dua cara yaitu metode pengendalian nyeri secara farmakologis dan bukan farmakologis. Bagaimanapun caranya, terdapat 3 prinsip penting yang memandu penatalaksanaan dan penurunan rasa nyeri, meliputi penurunan impuls nyeri yang mencapai korteks otak, menatalaksanakan, ansietas, dan mengurangi kebiasaan (penggunaan teknik yang sama berulang kali) (Sharon J. Reeder, 2011).

Adapun metode farmakologis antara lain: obat analgesik, suntikan epidural, spinal, Intrathecal Labor Analgesia, Paracervical Block, blok saraf perineal dan pudendal, TENS (Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan) (Bonny Danuatmaja, 2004). Tetapi kebutuhan yang dirasakan untuk dan menggunakan medikasi untuk nyeri melahirkan harus dipertimbangkan dalam konteks budaya sistem keyakinan ibu. Misalnya, wanita Belanda yang mempertahankan keyakinan budaya mereka

Page 32: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 27

meyakini bahwa melahirkan tidak memerlukan analgesia (Linda V. Walsh, 2007). Suatu penelitian prospektif skala besar (Green, 1993) menemukan bahwa ibu yang menghindari penggunaan obat cenderung lebih puas dengan pelahiran bayinya dibandingkan dengan ibu yang menggunakan obat (Hellen Baston, 2011). Sedangkan metode non farmakologis, Kompres panas salah satu cara untuk nyeri (Constance Sinclair, 2009).

Data yang di dapat, di Kabupaten Kediri terdapat 1,74% kejadian partus lama dari 21.785 persalinan (Dinkes Kabupaten, 2012). Sedangkan data partus lama yang didapat dari Rumah Sakit Aura Syifa, selama tribulan terakhir sebanyak 46 kasus, 17,9% dari persalinan yang ada. Sedangkan jumlah keseluruhan dari Rumah sakit yang ada di Kabupaten Kediri sebanyak 189 kasus dengan rata-rata tiap bulan yaitu 46 kasus. Sehingga bisa dikatakan sebagian besar kasus partus lama yang ada di Kabupaten Kediri, ada di RS. Aura Syifa. Selain itu, di RS. Aura Syifa primipara maupun multipara yang tidak kuat menahan rasa sakit sejumlah 257 selama 3 bulan, sehingga dilakukan persalinan dengan seksio sesarea (Aura Syifa, 2013).

Dilihat dari berbagai masalah dan hasil dari pengamatan, maka peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan nyeri persalinan ibu inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan setelah diberikan kompres panas.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengatahui perbedaan nyeri persalinan pada inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan setelah diberikan kompres panas di Rumah Sakit Aura Syifa.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental dengan pra-pasca tes dalam satu kelompok (one group pre-post test design).

Subyek Pra Perlakuan Pasca

K O I OI

Keterangan : K : Subyek O : Observasi I : Intervensi OI : Observasi setelah intervensi

Subyek penelitian dilihat nyeri

persalinannya, kemudian setelah itu

diberikan kompres panas selama 20 menit, kemudian diobservasi kembali nyeri persalinan yang dialami. Hal ini dilakukan untuk membedakan nyeri persalinan sebelum dan setelah dilakukan kompres panas.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu inpartu kala I fase aktif primigravida di RS. Aura Syifa selama 2 minggu. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu inpartu kala I fase aktif primigravida yang sesuai dengan kriteria inklusi. Besar sample pada penelitian ini adalah 13 orang yang diambil secara accidental dan disesuaikan dengan kriteria inklusi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling.

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Wilcoxon Match Pairs Test dengan derajat kesalahan (α) 0,5.

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian tentang perbedaan nyeri persalinan pada inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan setelah diberikan kompres panas di Rumah Sakit Aura Syifa. Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Juni-9 Juli 2013 dengan jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 13 orang yang diambil dengan accidental sampling. Hasil penelitian sebagai berikut: Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Sebelum Diberikan Kompres Panas.

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan, didapatkan data sebelum dibrikan kompres panas, yaitu disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1. Nyeri Persalinan Sebelum Diberikan Kompres Panas

Skala Nyeri

Intensitas nyeri

Sebelum Diberikan

Kompres Panas

f %

Skala1 Tidak nyeri 0 0%

Skala 2 Skala 3 Skala 4

Nyeri ringan

0 0 0

0% 0% 0%

Skala 5 Skala 6

Nyeri sedang 4 1

30,77% 7,69%

Skala 7 Skala 8 Skala 9

Nyeri berat

6 0 1

46,15% 0%

7,69%

Skala 10 Nyeri sangat berat

1 7,69%

Jumlah 13 100%

Page 33: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 28

Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Setelah Diberikan Kompres Panas

Tabel 2. Nyeri Persalinan

Sesudah Diberikan Kompres Panas

Skala Nyeri

Intensitas nyeri

Sesudah Diberikan

Kompres Panas

f %

Skala1 Tidak nyeri 0 0%

Skala 2 Skala 3 Skala 4

Nyeri ringan

0 0 5

0% 0%

38,46%

Skala 5 Skala 6

Nyeri sedang 5 1

38,46% 7,69%

Skala 7 Skala 8 Skala 9

Nyeri berat

1 1 0

7,69% 7,69%

0%

Skala 10 Nyeri sangat berat

0 0%

Jumlah 13 100%

Perbedaan Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Sebelum dan Setelah Diberikan Kompres Panas

Supaya lebih jelas dalam melihat adanya

perbedaan nyeri persalinan sebelum dan sesudah diberikan kompres panas, maka disajikan tabel di bawah ini

Tabel 3. Intensitas Nyeri Persalinan Primigravida Kala I Fase Aktif Sebelum dan Setelah Diberikan Kompres Panas.

Sebelum Kompres Panas

Setelah Kompres Panas

Penu-runan skala nyeri

Skala nyeri

Intensitas nyeri

Skala nyeri

Intensitas nyeri

6 sedang 4 ringan 2

7 berat 5 sedang 2

5 sedang 4 ringan 1

10 sangat berat

5 sedang 5

7 berat 6 sedang 1

9 berat 8 berat 1

7 berat 5 sedang 2

5 sedang 4 ringan 1

7 berat 4 ringan 3

7 berat 7 berat 0

7 berat 5 sedang 2

5 sedang 4 ringan 1

5 sedang 5 sedang 0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat

bahwa ada 2 ibu yang tidak mengalami penurunan skala nyeri. Hasil Wilcoxon Match Pairs Test sebesar 0 dengan taraf signifikasi 0,05 dan n = 11, sehingga t hitung < t tabel,

maka Ho ditolak yaitu ada perbedaan nyeri persalinan pada inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan sesudah diberikan kompres panas.

PEMBAHASAN

Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Sebelum Diberikan Kompres Panas

Berdasarkan data hasil penelitian

terhadap 13 responden, sebelum diberikan kompres panas, didapatkan hasil nyeri sangat berat (7,69%), nyeri berat (53,85%), nyeri sedang (38,46%), nyeri ringan (0%), dan tidak nyeri (0%). Dari data tersebut menunjukkan bahwa nyeri berat adalah nyeri yang paling banyak dirasakan oleh responden sebelum dilakukan kompres panas yaitu sebanyak 53,85%.

Dari data yang didapat, dapat disimpulkan bahwa semua ibu yang sedang bersalin, mengalami nyeri, baik nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, ataupun nyeri sangat berat. hal ini disebabkan karena nyeri persalinan disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan pembukaan dan penipisan serviks. Seperti teori yang dikemukakan oleh Yuliatun (2008) bahwa pada kala I persalinan, nyeri disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks dan iskemia pada uterus. Nyeri akibat dilatasi serviks dan iskemia uterus ini merupakan nyeri viseral yang dirasakan oleh ibu pada bagian baawah abdomen dan menyebar ke daerah lumbar, punggung, dan paha. Nyeri tersebut dirasakan ibu saat kontraksi dan menurun atau menghilang pada interval kontraksi.

Dalam penelitian ini, semua responden adalah primigravida. Primigravida mengalami nyeri lebih berat daripada nyeri yang dialami oleh multigravida. Seperti teori dalam Yuliatun (2008) bahwa umur dan paritas mempengaruhi nyeri seseorang. Karena proses persalinan pada primigravida lebih lama sehingga mengalami kelelahan yang lama. Sedangkan kelelahan itu sendiri juga mempengaruhi nyeri persalinan.

Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Setelah Diberikan Kompres Panas

Berdasarkan penelitian yang sudah

dilakukan pada 13 responden setelah dilakukan kompres panas, didapatkan hasil 38,46% mengalami nyeri ringan, 46,15% nyeri sedang, 15,38% nyeri berat, dan 0% tidak mengalami nyeri dan nyeri berat. Hal ini

Page 34: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 29

menunjukkan bahwa setelah dilakukan kompres panas, sebagian besar ibu mengalami nyeri sedang. Hal ini menunjukkan adanya penurunan nyeri jika dibandingkan dengan nyeri persalinan sebelum diberikan kompres panas. Karena kompres panas bersifat memberikan kenyamanan, merelaksasi otot, melancarkan peredaran darah, dan mengurangi nyeri.

Kompres panas adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi nyeri persalinan secara non farmakologi. Menurut Reeder (2011) kompres panas baik untuk meredakan ketegangan dan meningkatkan relaksasi secara keseluruhan. Panas mendilaasi pembuluh darah. Sedangkan menurut Simkin (2005) manfaat kompres panas sangat besar dalam menghilangkan rasa nyeri ataupun untuk menormalkan fisiologi tubuh.

Kompres panas juga mempengaruhi tubuh dengan cara memperbesar pembuluh darah (vasodilatasi), memberi tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel dan membuang sampah-sampah tubuh, meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh, mempercepat penyembuhan, dan dapat menyejukkan (Hegner, 2003).

Dengan kompres panas, pembuluh darah mengalami vasodilatasi sehingga peredaran menjadi lancar. Lancarnya predaran darah tersebut melancarkan pasokan oksigen ke seluruh organ. Sedangkan nyeri persalinan disebabkan oleh kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya iskenia plasenta. Sehingga jika aliran oksigen yang menuju ke plasenta dan uterus lancar, nyeri persalinan bisa terkurangi.

Perbedaan Nyeri Persalinan Inpartu Primigravida Kala I Fase Aktif Sebelum dan Setelah Diberikan Kompres Panas

Hasil penelitian yang dilakukan pada 13

responden dengan menggunakan uji statistik “Wilcoxon Match Pairs Test” dengan taraf signifikasinya 5% menunjukkan adanya perbedaan nyeri persalinan inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan setelah diberikan kompres panas di Rumah Sakit Aura Syifa Kabupaten Kediri.

Data yang didapat dari penelitian, menunjukkan hampir semua ibu mengalami penurunan skala nyeri persalinan. Sedangkan yang tidak mengalami penurunan intensitas nyeri persalinan ada 3 ibu, 1 tetap mengalami nyeri sedang dan 2 ibu tetap mengalami nyeri berat.

Selain itu, sebelum dilakukan kompres panas, nyeri yang paling banyak dialami oleh ibu adalah nyeri berat yaitu mencapai 53,85%. Sedangkan setelah diberikan

kompres panas, nyeri yang paling banyak dialami oleh ibu adalah nyeri sedang. Hal ini menunjukkan nyeri persalinan yang dialami ibu mengalami penurunan. Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Dian Puspita Yani (2012) yang menyimpulkan ada pengaruh pemberian kompres panas terhadap penurunan rasa nyeri dan rasa nyaman dalam proses persalinan kala I fase aktif. Penelitian yang dilakukan Ermala Sari juga menyatakan bahwa terdapat penurunan nyeri persalinan kala I fase aktif setelah dilakukan kompres panas.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kompres panas berpengaruh pada nyeri persalinan ibu. Karena air menstransfer panas ke tubuh dan memberikan rasa nyaman. Semua rangsangan ini dapat menutup gerbang nyeri pada tingkat kornu dorsal, karenanya menurunkan persepsi nyeri. Selebihnya, hidroterapi dapat menurunkan stres emosi yang disebabkan oleh persalinan dan karennya menurunkan pelepasan katekolamin dan kortisol, yang secara terbalik mempengaruhi aktifitas uterus dan memajukan persalinan (Walsh, 2007).

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan perbedaan nyeri persalinan pada inpartu primigravida kala I fase aktif setelah diberikan kompres panas di RS. Aura Syifa: 1. Lebih dari setengah responden

mengalami nyeri berat sebelum diberikan kompres panas.

2. Kurang dari setengah responden mengalami nyeri sedang setelah dilakukan kompres panas dan merupakan nyeri yang paling banyak dialami.

3. Ada perbedaan nyeri persalinan inpartu primigravida kala I fase aktif sebelum dan setelah diberikan komres panas.

Saran

Setelah melihat hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka saran yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagi berikut : 1. Disarankan kepada pihak rumah sakit

untuk mengatasi kecemasan dan nyeri yang dialami dengan metode non farmakologi terlebih dahulu, seperti kompres panas.

2. Disarankan kepada peneliti yang selanjutnya untuk meneliti perbedaan intensitas nyeri persalinan pada inpartu primigravida dan multigravida.

Page 35: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 30

DAFTAR PUSTAKA

________. (2008) Asuhan Persalinan Normal

& Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta: JNPK-KR

Abdullah, Syafiq Bin. (2011) “Pengukuran Nyeri”. <http://www.scribd.com/doc/52959412/Pengukuran-Nyeri>. Diakses tanggal 8 April 2013 pukul 22.45 WIB.

Andy. “Jaga Keberadaan Hormon Oksitosin” 13 Maret 2013. <http://www.oktomagazine.com/oktolifestyle/love_sex/2535/jaga.keberadaan.hormon.oksitosin>.

Anshor, Maria Ulfah. (2010) “Anggaran kesehatan tepat, angka kematian ibu turun”. <http://infokorupsi.com/id/apbn-apbd.php?ac=Analisis&l=541&d=132>. Diakses tanggal 18 Maret 2013 pukul 01.15 WIB.

Arikunto,Suharsimi. (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Asmadi. (2008) Teknik Prosedural keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

Baston, Hellen. (2011) Midwiffery Essentials Persalinan. Jakarta: EGC

Berman, Audrey. (2009) Buku Ajar Praktik keperawatan Klinis Kozier Erb. Jakarta : EGC

Bobak. (2004) Buku Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Budiartha, Putu. (2009) Kompres Panas. <http://nursingbegin.com/tag/kompres-hangat/>. Diakses hari Kamis, 21 Februari 2013 jam 04.28 WIB.

Chapman, Vicky. (2006) Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta: EGC

Danuatmadja, Bonny. (2004) Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta: Puspa Swara

Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri.(2012) “PWS Ibu Bersalin Kabupaten Kediri”

Hidayat,A.Azis.A. (2010) Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika

Indiarti, MT. (2006) Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan dan Perawatan Bayi. Jogjakarta: Diglossia Media

Ladewig, Patricia W. (2006) Buku Saku Asuhan Ibu & Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

Leveno, Kenneth. (2009) Obstetri Williams: Panduan Ringkas. Jakarta: EGC

Mander, Rosemary. (2003) Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. (2009) Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC

Maulana, Mirza. (2010) Penyakit Kehamilan dan Pengobatannya. Jogjakarta: Katahati

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Medforth, Janet. (2011) Kebidanan Oxford: dari Bidan untuk Bidan. Jakarta: EGC

Oxorn, harry. (2010) Ilmu kebidanan : Patologi & fisiologi Persalinan. Yogyakarta : YEM

Reeder, Sharon J. (2011) Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi & keluarga. Jakarta: EGC

Saifudin, Abdul Bari. (2008) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP

Simkin, Penny. (2007) Kehamilan, Melahirkan & Bayi: Panduan Lengkap. Jakarta: ARCAN

Simkin, Penny & Ruth Ancheta. (2005) Buku Saku Persalinan. Jakarta: EGC

Sinclair, Constance. (2009) Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC

Sugiyono. (2010) Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sumarah. (2009) Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya

Varney, Helen. (2007) Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

Walsh, Linda V. (2007) Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC

Wiknjosastro, Hanifa. (2008) Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

Yani, Dian Puspita. (2012) “Pengaruh Pemberian Kompres Air Hangat terhadap Rasa Nyaman dalam Proses Persalinan Kala I Fase Aktif”. <http://www.journal.unipdu.ac.id>. Diakses tanggal 25 Juli 2013 pukul 19.00 WIB

Page 36: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 31

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI DENGAN USIA MENOPAUSE

DI BPS KISWORO PRATIWI SURABAYA

Sondang Sidabutar

(Akbid Griya Husada Surabaya)

ABSTRAK Latar belakang: Menurut data yang diperoleh dari BPS Kisworo Pratiwi Surabaya menunjukkan bahwa didapatkan 3 orang (20%) mengalami menopause di usia <45 tahun, dan 4 orang (26,6%) yang memasuki menopause pada usia >50 tahun. Tujuan: Berdasarkan masalah diatas maka dilakukan penelitian dengan tujuan menganalisis hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan desain penelitian cross sectional dan tipe yang digunakan adalah systematic random sampling, jumlah populasi 80 orang dan sampelnya 45 orang. Pengumpulan data dengan wawancara. Data kemudian diolah dengan tabel frekuensi, tabulasi silang kemudian dianalisa dengan uji Chi-Square. Hasil: Mayoritas penggunaan kontrasepsi non hormonal 64,44% dan mayoritas mengalami usia menopause cepat 57,78%. Dari hasil Chi-Square, (χ2) hitung > (χ2 ) tabel (8,55 > 3,84). Simpulan: Ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. Saran: Sebaiknya dalam menghadapi masa menopause diperlukan kesiapan diri, pemahaman ibu tentang menopause dan gejala gejala yang akan timbul pada masa menopause, serta mempersiapkan fisik dan psikologis untuk memasuki masa menopause mengingat kontrasepsi dapat mempengaruhi usia menopause. Kata kunci: kontrasepsi hormonal, menopause

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada masa pre menopause terjadi ketidakteraturan siklus haid, dimulai sekitar usia 40 tahun. Menstruasi atau haid menjadi lebih sedikit atau siklusnya menjadi lebih panjang, lebih pendek atau tidak beraturan sama sekali. Kadang kadang disertai timbulnya nyeri haid. Pada proses premenopause terjadi penurunan fungsi indung telur dan hormon-hormon reproduksi. Padahal hormon-hormon reproduksi itu berguna untuk proses dalam tubuh seorang wanita. Setelah terjadi penurunan fungsi ovarium dimana hormone progesterone sudah sangat berkurang, sementara masih ada sedikit hormone esterogen seringkali menyebabkan ketidakseimbangan hormonal (Atikah, 2010). Dengan berhentinya menstruasi berarti proses ovulasi atau pembuahan sel telur juga berhenti. Perubahan fisik yang terjadi meliputi: kulit mengendur, hot flushes (peningkatan suhu tubuh secara tiba tiba), mudah lupa, sulit tidur, perubahan psikologis antara lain: merasa cemas, takut, lekas marah, mudah tersinggung, gugup, strees, bahkan depresi (Noor, 2009).

Turunnya hormone esterogen secara fisiologis dimulai pada masa klimakterium (usia 40-65 tahun) penurunan ini juga menyebabkan keluhan keluhan yang mengganggu, diawali umumnya dengan gangguan haid yang tidak teratur, siklik, menjadi tidak teratur, tidak siklik atau jumlah darah dapat berkurang atau bertambah (Atikah, 2010).

Menurut WHO, peningkatan wanita menopause pada tahun mendatang sulit ditekan. Diperkirakan tahun 2030 nanti ada 1,2 miliar wanita yang berusia 50 tahun. Sebagian besar dari mereka (sekitar 80%) tinggal di negara berkembang. Dan setiap tahun populasi wanita menopause meningkat sekitar 3% (Republika, 14 maret 2012).

Saat ini di Indonesia baru mempunyai 14 juta wanita menopause. Namun menurut proyeksi penduduk Indonesia tahun 1995-2005 badan pusat statistic jumlah penduduk diatas 50 tahun adalah 15,9 juta orang, bahkan tahun 2025 diperkirakan akan ada 60 juta perempuan menopause. (Seksfile, 2008).Usia rata-rata menopause adalah 51,4 tahun tetapi 10% wanita berhenti menstruasi pada usia 40 tahun dan 5 % tidak berhenti menstruasi sampai usia 60 tahun. (Bobak, dkk, 2004).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di BPS kisworo pada dengan cara wawancara dari 15 wanita menopause, di

Page 37: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 32

dapatkan 4 orang (26,6%) menggunakan kontrasepsi hormonal, 1 orang (6,7%) menggunakan kontrasepsi non hormonal, dan 10 orang (66,7%) tidak menggunakan kontrasepsi. Dalam memasuki usia menopause pun juga berbeda–beda. Dari 15 wanita menopause didapatkan 3 orang (20%) mengalami menopause di usia < 45 tahun, 8 orang (53,3%) memasuki menopause di usia 45-50 tahun, dan 4 orang (26,6%) yang memasuki menopause pada usia >50 tahun. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa usia menopause tiap wanita berbeda-beda.

Kontrasepsi hormonal yang mengandung progesteron dan esterogen memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofise melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi (Ida, A.C, dkk,2010). Hal ini bisa terjadi juga karena cara kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur, jika sel telur tidak di produksi maka tidak akan terjadi pengurangan sel telur sehingga siklus menstruasi masih bisa terus berjalan sampai sel telur tersebut habis (menopause) sehingga pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini akan lebih lama atau tua memasuki menpause.

Dampak yang dapat terjadi pada wanita yang menopause yaitu terjadi penurunan kadar hormonal esterogen ovarium yang sangat berperan dalam hal reproduksi dan seksualitas. Dimana penurunan kadar esterogen tersebut sering menimbulkan gejala yang sering mengganggu aktifitas kehidupan para wanita, bahkan mengancam kebahagiaan rumah tangga. Gejala tersebut disebut syndrome menopause. Sangat penting bagi kita untuk memberikan konseling kepada wanita mengenai perlunya menggunakan kontrasepsi pada fase ini karena kehamilan diusia tua membahayakan kondisi fisik, yang dapat menimbulkan trauma psikologis.(Gilly, 2011).

Karena sebagian besar keluhan yang timbul disebabkan oleh kekurangan hormone esterogen, maka pengobatan yang tepat adalah dengan pemberian hormone esterogen. Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa pemberian esterogen dapat menghilangkan keluhan vasomotorik, atrofi urogenital dan manifestasi psikogenik. Meskipun tanpa keluhan, para ahli menyarankan untuk menggunakan hormone esterogen, karena esterogen telah terbukti pada pemberian jangka panjang dapat mencegah seorang wanita menopause atau pascamenopause dari kekeroposan tulang, dan bila mungkin merangsang pembentukan tulang baru. Perlu disadari bahwa

pengobatan bukan untuk mencegah terjadinya proses penuaan melainkan untuk menjadikan usia tua menjadi lebih cerah. (Levina S, 1996). METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian analitik ini adalah

cross sectional, yang dilakukan di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya. Pemilihan tempat tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: Masih ditemukannya usia menopause < 45 tahun sebesar 20% di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya.

Populasi penelitian adalah semua wanita lansia di posyandu lansia BPS Kisworo Pratiwi sebesar 80 orang. Sampel adalah pada penelitian ini adalah sebagian wanita lansia yang ada di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya pada periode Mei-juni 2012 sebesar 45 orang. Rumus sample yang digunakan:

QPDN

QPNn

.)1(

..

Keterangan : n: Besar sampel yang dikehendaki N: Besar populasi P: Proporsi di populasi dari suatu karakteristik yang hendak dipelajar Q: 1 – P D:

4

2B

dimana B : Bound of the Error on Estimation = 0,1 Jadi besar sampel yang dipilih adalah 45 orang. Sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah probability sampling dengan teknik systematic random sampling.

Variabel independen penelitian adalah penggunaan kontrasepsi dan variabel dependen adalah usia menopause. Teknik pengumpulan data adalah wawancara. Data yang telah terkumpul dan diolah secara manual, kemudian dilakukan analisa data dengan menggunakan uji Chi-square dimana skala ordinal direduksi menjadi nominal. HASIL PENELITIAN

Penggunaan Kontrasepsi

Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan

bahwa mayoritas ibu lansia menggunakan kontrasepsi non hormonal sebanyak 29 orang (64,44%).

Page 38: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 33

Tabel 1. Penggunaan kontrasepsi Ibu Lansia di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya

Penggunaan kontrasepsi f %

Hormonal Non hormonal

16 29

35,56 64,44

Jumlah 45 100

Usia Menopause

Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan

bahwa mayoritas ibu lansia mengalami usia menopause normal yaitu sebanyak 24 orang (53,33%). Tabel 2. Distribusi frekuensi usia menopause Ibu Lansia di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya.

Usia Menopause f %

Cepat (<45 tahun) Normal (45-50 tahun) Lambat (>50 tahun)

3 24 18

6,67 53,33

40

Jumlah 45 100

Hubungan antara penggunaan kontrasepsi dengan usia menopause di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya

Tabel 4. Distribusi Usia Menopause Menurut

Penggunaan Kontrasepsi di BPS Kisworo Pratiwi Surabaya.

Penggunaan Kontrasepsi

Menopause Jumlah

Cepat Lambat

f % f % ∑ %

Hormonal Non Hormonal

5 22

31,25 75,86

11 7

68,75 24,14

16 29

100 100

Jumlah 27 60 18 40 45 100

Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa

ibu lansia yang menggunakan kontrasepsi non hormonal mayoritas mengalami usia menopause cepat sebanyak 22 orang (75,86%), sedangkan ibu lansia yang menggunakan kontrasepsi hormonal mayoritas mengalami usia menopause lambat sebanyak 11 orang (68,75%).

Hasil uji Chi-Square adalah χ2 hitung > χ2 tabel yaitu 8,55 > 3,84. Maka H0 di tolak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. PEMBAHASAN

Menopause adalah Menopause

merupakan berhentinya haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir setelah terdapat amenorhoe sekurang kurangnya 1 tahun. Pengertian Menopause yang lain adalah haid terakhir atau saat menstruasi terakhir,

senggang waktu sekitar 1 sampai 2 tahun.(Bobak, dkk, 2004). Menopause dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor predisposisi yaitu melahirkan, paritas, sosial ekonomi. Adapun faktor pendukung terjadinya menopause yaitu status gizi, psikologis, perokok, genetik. Selain itu terdapat juga faktor pendorong yaitu menarche dan kontrasepsi.

Pada faktor kontrasepsi dapat mempengaruhi terjadinya menopause, dimana pada ibu yang menggunakan kotrasepsi hormonal akan mengalami kelambatan menopause dibandingkan dengan yang mengunakan kontrasepsi non hormonal. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 didapatkan bahwa mayoritas ibu di BPS Kisworo Pratiwi yang menggunakan kontrasepsi non hormonal sebanyak 66,44 % sedangkan 35,55% sisanya menggunakan kontrasepsi hormonal. Setelah dilakukan tabulasi silang, persentasi ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal lebih banyak mengalami usia menopause cepat sebanyak 75,86 % dibandingkan pada ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lebih banyak mengalami usia menopause lambat sebanyak 68,75%. Data yang sudah ditabulasi silang kemudian di uji Chi-Square. Hasil akhir menunjukkan bahwa χ2 hitung > χ2 tabel yaitu 8,55 > 3,84. Hal ini berarti ada hubungan antara kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. Menurut Ida A.C, 2010, bahwa kontrasepsi hormonal yang mengandung progesteron dan esterogen memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofise melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Hal ini bisa terjadi juga karena cara kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur, jika sel telur tidak di produksi maka tidak akan terjadi pengurangan sel telur sehingga siklus menstruasi masih bisa terus berjalan sampai sel telur tersebut habis (menopause) sehingga pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini akan lebih lama atau tua memasuki menopause.

Menurut Endang Purwoastuti (2008), menopause merupakan peristiwa yang sangat alamiah dan normal terjadinya pada seorang wanita, tetapi banyak menimbulkan keluhan dan gangguan yang dirasakan. Keluhan dan gangguan yang dirasakan hanya ditanggapi sebagai proses “menua” atau justru disangka sebagai gejala dari penyakit lain. Sebenarnya proses menua telah terjadi sejak manusia dilahirkan kedunia dan proses ini terjadi terus menerus sepanjang kehidupannya sesuai dengan hukum alam. Proses penuaannya

Page 39: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 34

mempunyai dampak tersendiri sehubungan dengan adanya siklus haid setiap bulannya yang mulai terganggu dan akhirnya menghilang sama sekali. Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid ini merupakan masalah normal sedangkan penerimaanya berbeda beda diantara para wanita, maka alangkah baiknya menopause diketahui secara jelas oleh setiap wanita di indonesia.

Menurut manuaba (1999) menopause terjadi pada usia 45-50 tahun dengan gambaran klinis normal mestruasi berhenti. Sebagian wanita juga sudah mulai merasakan gejalanya pada usia 40-an dan puncaknya tercapai pada usia 50 tahun. Seperti sering berkeringat pada malam hari, mudah capek,dan susah tidur,(Eva, dkk, 2010).

Dalam hal ini, untuk menanggulangi terjadinya kelambatan ataupun kecepatan usia menopause dapat juga dengan memilih alat kontrasepsi sesuai kebutuhannya masing-masing, karena semua alat kontrasepsi memiliki fungsi yang sama yaitu untuk mencegah dan menunda kehamilan. Namun dari sekian banyak pilihan kontrasepsi, ada alat kontrasepsi yang dianggap terbaik di setiap rentang usia.

Usia wanita mengalami kehamilan dan kelahiran terbaik, yaitu yang berisiko paling rendah untuk ibu dan anak adalah antara 20-35 tahun. Untuk itu, bagi wanita yang menikah sebelum usia 20 tahun, sebaiknya menunda kehamilan hingga usianya mencukupi dan benar-benar siap secara psikologi menjadi seorang ibu:

Untuk menunda kehamilan (sebelum usia 20 tahun), ada beberapa pilihan alat kontrasepsi yang bisa digunakan, yaitu :a) Pil KB, b) IUD (Uterine Device yaitu spiral), c) Konvensional (dengan menghitung masa subur atau sistem kalender), d) Suntik KB, e) Implant. Untuk menunda kehamilan sebelum usia 20 tahun, yang terbaik adalah pil KB karena ketika dihentikan akan lebih mudah untuk bisa hamil.

Sedangkan rentang usia 20-35 tahun, alat kontrasepsi berfungsi untuk memberi jarak antar dua kehamilan. Jarak terbaik antara dua kelahiran sebaiknya 2-4 tahun, sebelum 2 tahun risiko komplikasi pada ibu akan tinggi dan lebih dari 5 tahun juga akan tinggi. Pilihan alat kontrasepsi yang bisa digunakan di rentang usia 20-35 tahun antara lain: a) IUD, b) Suntik KB, c) Pil KB, d) Implant, e) Konvensional(dengan menghitung masa subur atau system kalender). Kontrasepsi setelah kehamilan sebaiknya adalah IUD (spiral), karena tidak akan menekan produksi ASI (air susu ibu) bagi ibu yang masih menyusui.

Di atas usia 35 tahun, seorang wanita tidak dianjurkan untuk hamil lagi, karena secara biologis tubuhnya sudah tidak mendukung untuk mengalami kehamilan, sehingga risiko komplikasi pun akan semakin besar. Pilihan alat kontrasepsi yang bisa digunakan di rentang usia 20-35 tahun antara lain: a) Steril (tubektomi untuk wanita atau vasektomi untuk pria), b) IUD, c) Pil KB, d) Implan, e) Suntik KB, f) Konvensiona. Di atas usia 35 tahun jangan hamil lagi, jadi kontrasepsi terbaik adalah steril. (http://www.doktersahabatkita.com).

Bagi usia perimenopause (antara 40 tahun) tingkat kesuburan mulai berkurang saat akhir usia 30-an dan berlanjut hingga awal 40-an. Wanita mungkin menganggap diri mereka tidak subur selama fase perimenopause meski pada kenyataannya mereka masih mungkin hamil. Maka dari itu penggunaan kontrasepsi pada fase ini masih sangat penting karena kehamilan di usia tua membahayakan kondisi fisik, yang dapat menimbulkan trauma psikologis.

Pilihan alat kontrasepsi yang bisa digunakan pada perimenopause antara lain: a) Pil kontrasepsi, b) AKDR, c) Sterilisasi. Pada wanita perimenopause dapat diberikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah asalkan tidak memiliki kontraindikasi seperti perokok, tekanan darah tinggi, kegemukan, penyakit jantung, nyeri kepala hebat, kencing manis dll. Pil kombinasi dosis rendah member pengaruh sedikit sekali terhadap tekanan darah dan terhadap metabolisme karbohidrat. Resiko terkena tumor hati rendah, dapat menurunkan risiko osteoporosis, mengurangi keluhan vasomotorik, pil kombinasi dosis rendah dapat diberikan sampai usia 48 tahun, bahkan dalam keadaan tertentu dapat diberikan hingga usia 52 tahun. Namun kadang kadang pada wanita usia perimenopause tidak boleh diberikan pil kombinasi maupun AKDR karena kontraindikasi yang ada sehingga satu satunya alat kontrasepsi yang dapat dianjurkan adalah sterilisasi. (Ali, 2003).

Dalam menghadapi masa menopause juga sangat diperlukan kesiapan diri, pemahaman ibu tentang menopause dan gejala gejala yang akan timbul pada masa menopause selain itu upaya yang sebaiknya dilakukan ketika memasuki masa menopause antara lain: menghindari makanan yang berlemak, menghindari minuman beralkohol atau bersoda, menghindari minuman berkafein, mengkonsumsi makanan sehat terutama yang mengandung kalsium, berolah raga, melakukan pemeriksaan kesehatan umum dan ginekologik secara rutin. Semua wanita

Page 40: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 35

usia reproduktif sebaiknya mempersiapkan fisik dan psikologis untuk memasuki masa menopause mengingat kontrasepsi dapat mempengaruhi usia menopause. Selain itu upaya untuk menanganinya yaitu dengan melakukan terapi sulih hormone (TSH) yaitu terapi menggunakan hormone esterogen dan progesterone, esterogen yang digunakan ini merupakan esterogen alami, bukan sintetis.

Esterogen alami (estradiol, estron, dan estriol) mengakibatkan kadar esterogen sirkulasi hampir sama dengan kadar saat pramenopaause. TSH dapat diberikan melalui oral, transdermal, implan dan krim. Namun yang paling efektif adalah pemberian secara oral, keuntungan pemberian secara oral adalah dapat menstimulasi metabolisme kolesterol dan faktor faktor tertentu di hati yang dapat membentuk metabolisme kalsium, sehingga sangat baik digunakan untuk mencegah kekeroposan tulang dan perkapuran dinding pembuluh darah (aterosklerosis). (Levina S, 1996).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya menopause lambat pada ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal bagi petugas kesehatan adalah dengan memberikan penyuluhan atau konseling KB, tentang cara penggunaan kontrasepsi yang sesuai dengan karakteristiknya masing masing. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Mayoritas ibu lansia menggunakan kontrasepsi non hormonal 64,44%, mayoritas ibu lansia mengalami usia menopause cepat 57,78%, dan ada hubungan antara kontrasepsi hormonal dengan usia menopause. Saran

1. Diharapkan masyarakat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang faktor yang mempengaruhi terjadinya menopause sebagai persiapan untuk menghadapinya.

2. Diharapkan profesi bidan menggunakan hasil penelitian ini dalam memberikan KIE tentang menopause.

3. Diharapkan BPS Kisworo Pratiwi menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan dalam melakukan pelayanan di Posyandu lansia.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012.www.ayurai.wordpress.co Anonim.2012.www.creasoft.wordpress.co Anonim. 2012.www.doktersahabatkita.co

Anonim.2012.http://sinarharapan.co.i Alimul, Aziz Hidayat. 2009. Metodologi

Penelitian Kebidanan dan Teknik nalisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Andrews, Gilly.2009.Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita.jakarta:EGC

Arikunto, Suharsini.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Baziad, Ali.2003. Menopause dan Andropause. Jakarta:YBP-SP

Budijanto, Didik. 2005. Metologi Penelitian. Surabaya : P3SKK.

Bobak, Irene.2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC

BKKBN.2004. Panduan Praktis Memilih Kontrasepsi. Surabaya

Ellya, Eva, dkk.2010.Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Trans Info Media

Hamid. Marjati. 1996. Pelayanan Kontrasepsi . Malang : SPK Cilaket Malang.

Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : PT. Penerbar Swadaya.

http://www.doktersahabatkita.com (30 maret 2012).

IAC. Manuaba.2010.Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC

IBG. Manuaba. 1999. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Kasdu,dini.2002. Kiat Bahagia dan Sehat di Usia Menopause.

Levina,S.1996. Menopause Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta : FKUI

Mochtar Rustam, 1998. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Notoatmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.

Proverawati, Atikah.2010. Menopause dan Sindrom Menopause. Yogyakarta: Nuha Medika

Purwoastuti, Endang.2008. Menopause Siapa Takut?. Yogyakarta : Kasinus

Saifudin Abdul Bari. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin. Abdul Bari. 2006. modul Pelatihan Konseling Bagi Bidan Jakarta: Depkes RI.

Page 41: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 36

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU SELAMA HAMIL DENGAN BERAT BADAN BAYI

LAHIR DI BPM WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIRON KECAMATAN

BANYAKAN KEDIRI

Siti Asiyah (Prodi kebidanan Kediri,

Poltekkes Kemenkes Malang) Indah Kurniawati

(Prodi kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Status gizi adalah ekspresi dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, pengukuran tersebut berhubungan erat dengan berat badan bayi lahir. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan status gizi ibu dengan berat badan bayi lahir. Metode: Jenis penelitian adalah analitik dengan rancangan cross seccional. Populasi penelitian yaitu seluruh ibu yang bersalin (17 orang) dengan besar sampel 16 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Data

dikumpulkan dengan lembar wawancara dan obsevasi dengan alat timbangan bayi yang dinyatakan dalam skala ordinal dan ordinal. Analisis data menggunakan uji korelasi Spearman Rank. Hasil: Status gizi dari pertambahan berat badan ibu didapatkan setengah dari responden memiliki status gizi normal, dan berdasarkan LILA didapatkan hampir seluruh responden status gizinya termasuk normal. Status gizi berdasarkan perrtambahan berat badan ibu didapatkan hasil (0,658) dari LLA didapatkan hasil (0,553) dari kedua hasil > dari rs tabel (0,509) dengan taraf kesalahan 5%, maka H0 ditolak berarti ada hubungan status gizi ibu dengan berat badan bayi lahir. Hasil kedua uji status gizi ibu yang lebih erat hubungannya adalah berdasarkan pertambahan berat badan ibu. Hal ini disebabkan untuk pertumbuhan janin dalam kandungan diperlukan nutrisi dari ibu. Simpulan: Untuk mencapai BBL normal maka diperlukan dukungan status gizi ibu hamil yang baik. Saran: Diharapkan tempat penelitian selalu memantau perkembangan status gizi ibu selama hamil dengan melakukan pengukuran berat badan secara periodik dan LILA.

Kata Kunci: status gizi, ibu hamil, berat badan lahir

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil (Winkjosastro, 2005). Ada beberapa cara untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas, dan mengukur Kadar HB.

Prevalensi ibu hamil di Indonesia tahun 2011 terdapat 24,6% yang megalami KEK, di Dinas Kesehatan Jawa Timur tahun 2011 ibu hamil yang mengalami KEK terdapat 21,9% (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2012). Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kab. Kediri pada tahun 2012 ada 6,1% ibu hamil mengalami KEK sedangkan di wilayah Tiron terdapat 100% ibu hamil yang dperiksa mengalami KEK.

WHO memperkirakan >20 juta bayi berat lahir rendah (BBLR) lahir setiap tahun dan mempengaruhi 16% dari BBLR di negara berkembang. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar 23,6%, sedangkan di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9%, jadi kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding dengan BBLR di negara maju (Mulyawan, 2009). Berdasarkan SDKI, angka BBLR 7,5%, lebih besar dari target BBLR pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yaitu maksimal 7% (Setianingsih, 2011). Dari laporan Kab./Kota tahun 2011 diketahui jumlah bayi BBLR di Jawa Timur 17.561 bayi dari 601.136 bayi lahir hidup dan kematian terbesar pada neonatal karena BBLR sebesar 38,3% (Profil Kesehatan Jawa Timur, 2012). Di Kab. Kediri pada tahun 2012 ada 570 (2,23%) kasus BBLR dari 25467 kelahiran hidup. Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Tiron ada 14 bayi dengan BBLR (Dinkes Kab. Kediri, 2012). METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah cross sectional, untuk menguji hubungan antara status gizi Ibu selama hamil dengan berat badan bayi lahir di BPM Wilayah Kerja Puskesmas Tiron Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri. Populasi adalah seluruh ibu yang bersalin di BPM wilayah kerja Puskesmas Tiron, Banyakan, Kab. Kediri pada Bulan Agustus 2013, yaitu dengan menggunakan asumsi persalinan selama 2 minggu pada bulan juni 2013 berjumlah 17 orang. Besar sampel 17 orang, dihitung dengan rumus:

Page 42: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 37

n =

Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Penelitian dilaksanakan BPM di wilayah kerja Puskesmas Tiron, Banyakan, Kab. Kediri, pada tanggal 31 Juli-15 Agustus 2013. Data status gizi ibu (LILA dan pertambahan BB) dikumpulkan dari Buku KIA, dan berat badan lahir diukur dengan timbangan bayi. Lalu data dianalisis dengan Uji Spearman Rank dengan taraf kesalahan 0.05

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Status Gizi Ibu selama hamil berdasarkan Pertambahan Berat Badan

Status Gizi f %

<normal Normal >normal

6 9 2

35,3 52,9 11,8

Jumlah 17 100

Tabel 2. Status Gizi Ibu selama hamil berdasarkan LILA

Status Gizi Bumil f %

KEK Normal

3 14

17,65 82,35

Jumlah 17 100

Tabel 3. Berat Badan Bayi saat diLahirkan

Berat Badan Bayi saat lahir f %

BBLR Normal

2 15

11,76 88,24

Jumlah 17 100

Dari Tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi normal, berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa ada 17,65% kejadian KEK, dan berdasarkan Tabel 3 diketahui hampir seluruh bayi memiliki berat badan lahir normal.

Tabel 4. Distribusi berat badan lahir bayi

berdasarkan status gizi (pertambahan berat badan ibu)

Berat bayi

Jumlah BBLR

Non BBLR

Status Gizi (BB)

Kurang dari

normal

2 (33,3%)

4 (66,67%)

6 (100%)

Normal 0

(0%) 9

(100%) 9

(100%)

Lebih dari

Normal

0 (0%)

2 (100%)

2 (100%)

Jumlah 2

(11,76%) 15

(88,24%) 17

(100%)

Tabel 5. Distribusi berat badan lahir bayi berdasarkan status gizi (LILA)

Berat bayi

Jumlah BBLR

Non BBLR

Status Gizi

(LILA)

KEK 2

(66,67%) 1

(33,3%) 3

(100%)

Normal 0

(0%) 14

(100%) 14

(100%)

Jumlah 2

(11,76%) 15

(88,24%) 17

(100%)

Tabel 4 menunjukkan bahwa ibu dengan

penambahan berat badan normal dan lebih dari normal, tak ada yang melahirkan BBLR. Sedangkan ibu dengan penambahan berat badan kurang, ada 33,3% yang melahirkan BBLR. Hasil uji spearman Rank adalah rs hitung 0,658 > rs tabel 0,490, maka Ho ditolak atau ada hubungan antara status gizi ibu berdasarkan pertambahan berat badan dengan berat badan bayi saat lahir.

Tabel 5 menyajikan bahwa 66,67% ibu KEK telah melahirkan BBLR, dan tak satupun ibu dengan status gizi normal yang melahirkan BBLR. Uji spearman Rank adalah rs hitung 0,553 > rs tabel 0,490, maka Ho ditolak (ada hubungan antara status gizi ibu saat hamil dengan berat badan bayi yang dilahirkan di BPM wilayah kerja Puskesmas Tiron, Banyakan, Kab. Kediri. PEMBAHASAN

Status Gizi Ibu Berdasarkan Pertambahan Berat badan

Setengah ibu memiliki status gizi normal dan rerata berat badan ibu di awal kehamilan dalam kategori normal. Seluruh responden dengan berat badan normal berdasarkan awal kehamilan yaitu mencapai 13 responden. Ini menunjukkan bahwa status gizi awal kehamilan sangat penting pada semua wanita di usia reproduksi, dimana usia ini sangat mempengaruhi pada kehamilan, meskipun saat hamil pertambahan berat badan tercapai dengan baik. Indikator pertambahan berat badan selama hamil sangat nampak pada seseorang karena pada hamil pasti dilakukan penimbangan secara periodik. Menurut Arisman (2010), pemeriksaan antropometris yang biasa dilakukan adalah penimbangan berat, pengukuran tinggi, penentuan berat ideal, dan pola pertambahan berat. Berat pada kunjungan pertama ditimbang, sementara berat sebelumnya jangan terlewat untuk ditanyakan. Berat sebelum hamil berguna untuk penentuan prognosis serta

Page 43: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 38

keputusan perlu tidaknya dilakukan terapi gizi secara intensif.

Status gizi buruk ditandai oleh berat sebelum hamil 10% dibawah atau 20% di atas berat ideal. Berat kini diperlukan untuk menentukan pola pertambahan berat. Menurut Bobak (2005) dan Arisman (2010), semua wanita perlu mengalami peningkatan berat selama hamil, sekurang-kurangnya sama dengan berat produk konsepsi (janin, plasenta, cairan amnion). Peningkatan tersebut akan didistribusikan ke janin, bila peningkatannya berjalan baik maka janin mendapatkan cukup pasokan makanan dan dapat berkembang dengan baik dan sehat.

Untuk ibu dengan status gizi normal (BMI=19,8-26,0), pertambahan berat badanya 11,5-16,0 kg, ibu dengan status gizi tinggi (26,1-29,0) pertambahan BB normalnya adalah 7,0-11,5 dan ibu dengan status gizi obesitas (>29,0) pertambahan berat badan 6,0 kg (Waryana, 2010). Semua zat gizi perlu tambahan untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin, maka perlu tambahan kalori ekstra setiap hari, sehingga tidak dijumpai masalah seperti KEK.

Umumnya status gizi sebelum hamil sangat berpengaruh dengan berat badan bayi lahir. Dalam hal ini wanita yang menderita kekurangan gizi sebelum hamil atau pada usia kehamilan di minggu pertama cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak karena sistem saraf pusat sangat peka pada 2-5 minggu pertama. Pertambahan berat badan ibu selama hamil menjadi ukuran yang paling umum untuk menilai status gizi ibu hamil dan janin selama kehamilan. Berat badan ibu sangat sensitif terhadap kekurangan gizi akut selama kehamilan, dan merupakan indikator yang mudah dilihat untuk menilai pertumbuhan janin dibanding pengukuran antropomeri lainnya.

Faktor lain disebabkan oleh kondisi paritas dari ibu. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki anak ke-1 atau primigravida. Ibu yang terlalu sering hamil dapat menguras cadangan zat gizi dalam tubuh (arisman, 2010) . Jarak yang lebih pendek tidak memungkinkkan waktu yang cukup bagi ibu untuk mengembalikan tingkat cadangan nutrisi yang diperlukan bagi perkembangan tubuh ibu dan janin. Pada penelitian ini ibu yang memililki paritas yang rendah cenderung lebih memperhatikan kondisi dirinya dan kondisi janin yang berada dalam kandungannya.

Menurut penelitian Fajrina (2011) ibu yang mengalami kehamilan lebih dari dua kali Akan melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 3000 gram. Hal ini

menunjukkan ada perbedaan antara berat bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami kehamilan kurang atau sama dengan dua kali dan lebih dari dua laki.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan berat selama kehamilan harus berlangsung sesuai dengan peningkatan berat badan ibu hamil yang direkomendasikan agar nanti ibu hamil dapat mendapatkan berat badan bayi lahir yang normal. Dengan ibu mengetahui penambahan berat badan yang normal baik dalam kondisi IMT rendah, normal ataupun tinggi dan obes, apabila terjadi peningatan yang tidak sesuai akan dapat segera di tindak lanjuti. Status Gizi ibu selama hamil Berdasarkan LILA

Hampir seluruh ibu memiliki status gizi normal dan sebagian kecil ibu dengan KEK. Dapat diketahui bahwa bayi dengan berat badan lahir normal diperoleh dari ibu yang memiliki status gizi baik, sedangkan pada ibu hamil dengan KEK cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan dihadapkan pada resiko kematian yang lebih besar dbanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan berat badan normal.

Menurut Supariasa (2012), bila LILA <23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan melahirkan bayi BBLR. Kondisi tersebut disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya status sosial ekonomi. Dalam hal ini kejadian BBLR cukup rendah, kemungkinan karena banyak ibu rumah tangga sehingga mempunyai cukup waktu untuk istirahat dan tidak melakukan aktifitas yang berat sehingga hemat tenaga dibandingkan dengan ibu bekerja. Diharapkan ibu hamil tetap dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik selama kehamilan.

Selain itu, status sosial dan ekonomi yang cukup dapat mempengaruhi status gizi ibu selama hamil. Status gizi ibu yang baik dan adekuat dapat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan, dengan status gizi yang baik nantinya akan melahirkan bayi yang normal, sehat tidak mudah terkena penyakit dibanding dengan ibu yang status sosial dan ekonomi kurang yaitu ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami kurang energi kronis (KEK) cenderung akan melahirkan bayi BBLR mudah terkena infeksi dan dihadapkan pada risiko kematian. Berat Badan Bayi saat dilahirkan

Page 44: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 39

Hampir seluruh bayi dilahirkan dengan berat badan lahir normal. Berat badan bayi normal sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu yang baik pula. Peran ibu saat hamil sangat penting dalam perkembangan bayinya, sehingga menurut Shelov (2004: 130) bahwa jika kedua orang tua besar atau kecil, bayi biasanya akan mengikuti ukuran orang tua. Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahirdapat dikelompokan: bayi kurang bulan (BKB),yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu (259 hari). Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259-293 hari), dan Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294 hari) (Kosim dkk, 2009). Berat badan bayi baru lahir ditentukan oleh (disamping faktor genetis) status gizi janin. Status gizi janin ditentukan antara lain oleh status gizi ibu pada waktu konsepsi (Waryana, 2010). Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara ≥2500–4000 gram, dan bila dibawah atau kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram) dikatakan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Faktor yang dapat mempengaruhi berat badan lahir antara lain faktor internal meliputi umur ibu. Didapatkannya hampir seluruh responden berat badan lahir bayinya termasuk kategori normal .Jika dilihat dari faktor usia ibu sesuai dengan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden berusia 20-35 tahun. Usia ini tergolong usia reproduktif dan paling aman untuk melangsungkan kehamilan dan persalinan. Kondisi ini tentunya mendukung kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya sehingga pertumbuhan janin di dalam kandungan juga optimal. Oleh karena kondisi demikian ini maka bayi lahir akan memiliki berat badan lahir yang optimal atau normal (2500-4000 gram). Hal ini akan berbeda jika usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Umumnya lebih berisiko sehingga dapat berpengaruh terhadap BB lahir bayi sehingga bias terjadi BBLR. Hubungan antara Status Gizi Ibu dengan Berat Badan Bayi lahir

Berdasarkan pertambahan berat badan

ibu, ada hubungan antara status gizi dengan berat badan bayi lahir. Oleh karena itu selama kehamilan kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat. Peningkatan tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan maupun perubahan

komposaisi dan metabolisme tubuh ibu. Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Waryana, 2010). Saat hamil seorang wanita memerlukan asupan gizi lebih banyak karena selain kebutuhan gizi untuk tubuh, ibu hamil harus memberikan nutrisi yang cukup untuk janin. Ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan 10-12 kg. Pada trimester pertama kenaikan kurang dari 1 kg, trimester kedua kurang lebih 3 kg, dan trimester terakhir kira-kira 6 kg (Paath, 2005).

Terbuktinya hipotesis di atas sesuai dengan pernyataan Bobak (2005) yaitu peningkatan berat badan masa hamil berkontribusi penting terhadap kesuksesan kehamilan. Peningkatan ini di distribusikan ke janin yang sedang berkembang dan peningkatan cairan tubuh dan jaringan payudara ibu. Sebagian peningkatan disimpan sebagai lemak cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan janin selama trimester terakhir.

Menururt Arisman (2010), laju pertambahan berat selama hamil merupakan petunjuk yang sama pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Maka, sebaiknya ditentukan patokan besaran pertambahan berat sampai kehamilan berakhir sekaligus memantau prosesnya,dan kemudian mencatatnya dalam KMS. Pertambahan yang berlebihan setelah minggu ke 20 menyaratkan terjadinya retensi air dan juga berkaitan dengan janin besar dan resiko penyulit Disproporsi Kepala Panggul (DKP), Retensi berlebihan juga merupakan tanda awal preeklamsi. Sebaliknya pertambahan berat <1 kg selama trimester II dan trimester III, tidak cukup dan dapat memperbesar risiko kelahiran berat badan rendah, pemunduran pertumbuhan dalam rahim, dan kematian prenatal.

Pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang terpenting keadaan gizi ibu hamil dan makanan ibu selama berlangsung kehamilan. BB sebelum hamil dan perubahan BB selama kehamilan merupakan parameter klinik penting untuk memprediksi berat badan lahir bayi.

Wanita dengan berat badan rendah sebelum hamil , atau kenaikan berat badan rendah sebelum hamil, atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak pada saat hamil cenderung melahirkan bayi BBLR. Kenaikan berat badan yang dianggap baik untuk orang Indonesia adalah 9 kg. Kenaikan berat badan ibu tidak sama, tetapi umumnya tertinggi pada umur kehamilan 16-20 minggu, dan terrendah pada 10 minggu pertama kehamilan (Supariasa, 2012).

Page 45: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 40

Berdasarkan LILA, ada hubungan antara status gizi dengan berat badan bayi lahir. Satu-satunya nutrisi yang didapat janin adalah dari ibu. Ibu yang kurus atau KEK menyebabkan cadangan nutrisi tubuh kurang sehingga nutrisi yang diambil janin juga kurang. Ini akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin maupun pertambahan besar organ janin. Sebaliknya ibu dengan status gizi normal atau asupan nutrisi cukup, maka nutrisi yang dapat diambil dari ibu untuk janin juga cukup untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Ini menyebabkan janin dapat tumbuh secara optimal sehingga berat badan lahir tergolong normal (rentang 2500-4000 gram). Perlu diketahui bahwa LILA telah digunakan sebagai indikator proksi terhadap risiko KEK untuk ibu hamil di Indonesia karena pada umumnya tidak terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil. Menurut Supariasa (2012) hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu <23,5 cm dan ≥23,5 cm. Jika <23,5 cm berarti risiko KEK dan >23,5 cm berarti tidak beresiko KEK. Jadi, untuk menapis wanita yang mempunyai ukuran LILA <23,5 cm, sebelum hamil harus mempunyai ukuran LILA >23,5 cm, yaitu dengan memperbanyak asupan gizi seimbang, dan apabila ukuran LILA <23,5 cm disarankan untuk menunda kehamilan terlebih dahulu agar nantinya tidak melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Simpulan penelitian adalah: 1) Setengah ibu memiliki pertambahan berat badan normal, 2) Hampir seluruh ibu memiliki ukuran LILA normal, 3) Hampir seluruh bayi dilahirkan dengan berat badan normal, 4) Ada hubungan antara status gizi ibu (baik berdasarkan pertambahan berat badan maupun LILA) dengan berat badan bayi di BPM Wilayah Kerja Puskesmas Tiron, Banyakan, Kab. Kediri. Saran

Saran yang dikemukakan adalah sebagai berikut: 1) Diharapkan BPM Wilayah Kerja Puskesmas Tiron, Banyakan, Kab. Kediri lebih meningkatkan penyuluhan serta perkembangan status gizi ibu selama hamil, 2) Diharapkan petugas kesehatan menggunakan hasil penelitian ini sebagai media pendidikan kesehatan, 3) Diharapkan peneliti selanjutnya melaksanakan penelitian

mengenai berat badan lahir bayi dihubungkan dengan faktor lain. DAFTAR PUSTAKA

Albugis, Djamilah. (2008). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK Pada Ibu Hamil Diwilayah Puskesmas Jembatan Serong Kecamatan Pancoran Mas Depok Jawa Barat Tahun 2008 . http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123472-S...pdf Diakses Tanggal 19-03-2013 jam 01.44 WIB

Arisman.(2010). Gizi dalam Daur Kehidupan.Jakarta : EGC

Dinas Kesehatan Jawa Timur (2012), Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, Surabaya : Dinkes Provinsi.

Fajrina. Adiba. (2012) “Hubungan pertambahan berat badan selama hamil dan faktor lain dengan berat badan lahir dirmah bersalin lestari Ciampea Bogor Tahun 2010-2011”, Depok: FKM UI

Mulyawan, Handry. (2009). Gambaran Kejadian BBLR Pada Keluarga Vegetarian 17 Kota Di Indonesia Tahun 2009. Digital_126294-s-5688-Gambaran-Kejadian-Pendahuluan-1-pdf. Diakses Tanggal 10-05-2013 jam 14.13 wib

Nursalam. (2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian ilmu Keperawatan Edisi2. Jakarta: Salemba

Paath,Erma Francin.dkk. (2005). Gizi Dalam kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC

Prawiroharjo, S. (2007) Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP

Provaerawati, dkk. (2010). Ilmu Gizi Uutuk Keperawatan & Gizi Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika Setiyaningsih, dyan. (2011). Perbedaan

berat badan pada bayi BBLR berdasarkan rute pemberian diet, berat lahir dan jenis kelamin di ruang perawatan bayi resikotinggi (PBRT) RS Dr. Kariadi Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jtptunimus-gdl-diyansetiy-6498-2-babisk-n.pdf diakses tanggal 10-05-2013 jam 05.59 wib

Sistiarini, 2008, “Faktor Maternal dan Kwalitas Pelayanan Antenaal yang Berisiko terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah “ (Thesis ) ; Universitas Diponogoro Semarang.

Sugiyono.(2007). Statistika Untuk Penelitian..

Bandung : Alfabeta Supariasa, I Dewa Nyoman.dkk. 2012.

Penilaian Status Gizi .Jakarta : EGC Waryana, (2010). Gizi Reproduksi.

Yogyakarta: Pustaka Rihama Wiknjosastro H. (2005). Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Salemba

Page 46: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 41

PARTISIPASI PENGGUNAAN KONDOM

PRIA DENGAN KEJADIAN FLUOR ALBUS PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KLINIK

SEROJA KOTA KEDIRI

Shinta Kristianti (Program Studi Kebidanan Kediri,

Poltekkes Kemenkes Malang) Susanti Pratamaningtyas

(Program Studi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

Dini Eka Pripuspita (Program Studi Kebidanan Kediri,

Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Salah satu upaya yang telah banyak dilakukan adalah pemakaian kondom sebagai satu-satu nya alat yang mampu mencegah penularan IMS, khususnya ditekankan pada populasi kunci yaitu wanita pekerja seks (WPS). Infeksi menular diawali oleh kejadian fluor albus yang dapat dideteksi lebih awal dan lebih mudah. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis korelasi partisipasi wanita pekerja seks dalam pemakaian kondom pria dengan kejadian fluor albus di Klinik Seroja kota Kediri. Metode: Populasi penelitian cross sectional ini adalah PSK yang berkunjung di Klinik Seroja Kediri. Sampel 80 orang diambil dengan teknik consecoutif sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner lalu dianalisis dengan uji Chi square. Hasil: Sebagian besar didapatkan tidak berpartisipasi dalam pemakaian kondom pria, yaitu sebanyak 72,5% (58 orang), angka kejadian fluor albus, juga sebagian besar terjadi pada PSK di Klinik Seroja kota Kediri yakni sebesar 71,25% (57 orang). Hasil uji statistik menyatakan terdapat korelasi yang bermakna antara partisipasi WPS dalam pemakain kondom pria dengan kejadian fluor albus di Klinik Seroja kota Kediri. Penularan IMS melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan seperti pada kalangan WPS. Maka cara yang harus ditempuh adalah dengan berpartisipasi dengan baik dan konsisten dalam pemakaian kondom pria. Kedisiplinan tersebut mutlak dibutuhkan sebagai solusi utama mengatasi permasalahan fluor albus sebagai upaya mempertahankan fungsi reproduksinya.

Kata Kunci: partisipasi, kondom, fluor albus, Wanita Pekerja Seks (WPS)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kementerian Kesehatan RI menegaskan bahwa salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan penularan HIV/AIDS dan penyakit menular seks lainnya adalah dengan mencanangkan penggunaan kondom sebagai alat pengaman khususnya pada populasi kunci, yaitu mereka yang melakukan seks beresiko. Dalam penelitian Sugiri Syarif tahun 2009, dipaparkan bahwa pemakaian kondom amat penting selain untuk mencegah kehamilan, juga untuk mencegah kemungkinan tertular infeksi menular seksual (IMS). Sedangkan sasaran pemakaian kondom adalah masyarakat umum, pasangan yang sudah menikah maupun kelompok yang sudah rentan beresiko tertular IMS seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). (BKKBN pusat, 200).

PSK sangat rentan terhadap infeksi menular seksual (IMS), namum untuk memberantasnya pemerintah membutuhkan solusi perluasan lapangan kerja yang rumit. Sebagai bentuk upaya meminimalkan banyaknya efek samping negatif keberadaan WPS ini, pemerintah sering memberikan penyuluhan dan konseling tentang kondom (Sunarya, 2011).

Masalah yang muncul adalah bagaimana kebersediaan pasangan dari WPS tersebut untuk memakai kondom, sedangkan paradigma yang banyak muncul menunjukkan rendahnya partisipasi pemakaian kondom dilatarbelakangi banyak hal. Laporan penelitian di jurnal Archives of Sexual Behavior (2010) menemukan banyak pria yang memilih tidak memakai kondom karena sangat mengurangi kenikmatan. Maka, dalam stuasi-situasi tertentu para PSK melakukan hubungan seksual tanpa kondom, sehingga terjadi hubungan seksual yang beresiko besar terjangkitnya kedua pasangan tersebut terhadap IMS. Berdasarkan data Kemenkes RI, penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko yaitu 35% di tahun 2012, padahal di tahun 2014 ditargetkan 65%. Maka dibutuhkan penyadaran bagi mereka akan bahaya berhubungan seks beresiko tanpa kondom.(Kemenkes RI, 2012).

Efektivitas kondom sangat tinggi bila dipakai secara benar dan disiplin, dengan tingkat keberhasilan mencapai 95% dalam mencegah vaginitis, pelvic inflamatory disease (PID), gonorrhea, chlamydia, syphilis, dan Human Immunodeficiency Virus (HIV). Selain itu kondom yang terbuat dari latex juga mampu mencegah terhadap Human Papiloma virus (HPV) yang dapat

Page 47: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 42

menyebabkan genital warts, Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat menyebabkan genital herpes dan virus hepatitis B.

Manifestasi klinis tersering dari IMS tersebut adalah keputihan atau fluor albus, sebagai tanda gejala paling awal yang dapat diamati untuk menegakkan diagnosa selanjutnya, apakah seorang wanita mengalami salah satu IMS atau tidak.

Pada tahun 2012, di Indonesia terdapat 279.812 kejadian IMS, 1052 di antaranya terjadi di Kota Kediri (Dinas Kesehatan Kota Kediri). Seluruh data bersumber dari Klinik Seroja, binaan Puskesmas Balowerti. Sebesar 90% kunjungan pemeriksaan IMS pada klinik ini adalah oleh WPS dari kawasan Lokalisasi Semampir. Angka penurunan resiko IMS adalah indikator dari penggunaan yang benar dan konsistensi dalam penggunaan kondom (Prmob, 2012). Sehingga dapat dianalogikan pula bahwa angka kejadian IMS di Klinik Seroja merupakan indikator yang bisa dgunakan ntuk menggambarkan bagaimana konsistensi dari klien-klien PSK dalam mematuhi program kewajiban menggunakan kondom di wilayah Lokalisasi Semampir. Program tersebut dapat dikatakan berhasil jika angka kejadian IMS menurun, dan tentu saja hal ini membutuhkan partisipasi yang baik dari PSK maupun klien-klien nya.

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian cross sectional ini adalah jumlah rata-rata WPS yang datang untuk periksa di Klinik Seroja setiap bulan, yaitu sebanyak 100 WPS. Sampel adalah 80 WPS yang datang periksa di Klinik Seroja pada saat penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam adalah consecutive sampling. Pengumpulan data tentang partisipasi penggunaan kondom dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas, sedangkan data tentang kejadian fluor albus dikumpulkan melalui pemeriksaan WPS. Analisa data menggunakan uji Chi kuadrat.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Partisipasi Pemakaian Kondom Pria di Klinik Seroja Tahun 2013.

Partisipasi f %

Berpartisipasi 22 27,50 Kurang Berpartisipasi 58 72,50

Total 80 100

Hasil analisis partisipasi pemakaian kondom pria tampak pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa sebagian besar pria

kurang berpartisipasi dalam pemakaian kondom. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kejadian Fluor

Albus Pada Wanita Pekerja Seks di Klinik Seroja Tahun 2013

Fluor Albus f %

Ada Kejadian 57 71,25 Tidak Ada Kejadian 23 28,75

Total 80 100

Hasil analisis kejadian fluor albus tampak

pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa terdapat kejadian fluor albus pada sebagian besar responden. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian Fluor Albus pada WPS berdasarkan Partisipasi

Pemakaian Kondom Pria dengan di Klinik Seroja Tahun 2013.

KejadianFluor Albus

Partisipasi

Total Berpartisipasi

Kurang Berpartisi

pasi

f % f % ∑ %

Ada 8 10 49 61,25 57 71,25

Tidak Ada

14 17,50 9 11,25 23 28,75

Total 22 27,50 58 72,50 80 100

Hasil analisis hubungan partisipasi pemakaian kondom pria dengan kejadian fluor albus pada wanita pekerja seks komersial tampak pada Tabel 3. Hasil uji Chi square dengan tingkat signifikansi 0,05 dan df=1, adalah X

2 hitung = 15,756, X

2 tabel

3,481 , sehingga X2 hitung > X

2 tabel, maka

disimpulkan H0 ditolak, artinya ada hubungan partisipasi penggunaan kondom pria dengan kejadian fluor albus pada Wanita Pekerja Seks (WPS) di Klinik Seroja.

PEMBAHASAN

Partisipasi Pekerja Seks Komersial dalam Pemakaian Kondom Pria.

Sebagian besar responden kurang berpartisipasi dalam pemakaian kondom pria. Menurut Sastropoetro (2008), ada 5 unsur yang menentukan keberhasilan dalam partisipasi, yaitu komunikasi yang menumbuhkan pengertian yang efektif dan berhasil, perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran, kesadaran yang didasarkan pada perhitungan dan pertimbangan, kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain

Page 48: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 43

dan adanya rasa tangungjawab terhadap kepentingan bersama. Jika kelima faktor tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks pentingnya pemakaian kondom pria di kalangan WPS, maka sebagian besar WPS diharapkan dapat berpartisipasi dalam pemakaian kondom pria. Namun dalam penelitian ini fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan partisipasi tidak berjalan sesuai dengan teori. Terdapat berbagai macam hambatan baik dari dalam diri WPS maupun dari para pelanggannya. Dari individunya sendiri, adanya kemauan untuk berusaha selalu mengingatkan, mengajak atau mengajarkan merupakan suatu potensi yang tidak selalu sama dimiliki oleh setiap WPS. Mereka memiliki prinsip-prinsip dengan tujuan yang berbeda-beda. Beberapa WPS masih mengingat pentingnya peran dirinya dalam keluarga, baik sebagai istri maupun ibu. Keselamatan dan ketahanan dirinya merupakan hal penting yang harus dijaga untuk kelangsungan masa depan diri dan keluarganya. Di sisi lain, tidak semua WPS memiliki kesadaran bahwa pekerjaannya dapat membawa efek jangka panjang yang fatal jika sampai terjadi IMS atau bahkan HIV/AIDS.

Persyaratan utama untuk berpartisipasi adalah adanya motivasi. Timbulnya motivasi harus dari seseorang itu sendiri dan pihak luar hanya merangsang saja. Untuk itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang timbulnya motivasi. Di klinik Seroja, pendidikan kesehatan selalu dilakukan oleh para petugas secara berkala pada setiap kunjungan, yaitu pemberian arahan mengenai resiko dan cara untuk meminimalkan resiko tersebut. Tentu saja, pencanangan program kondom masih merupakan titik utama. Diharapkan dapat selalu dibangun motivasi dalam diri para WPS untuk mau berpartisipasi mempertahankan kesehatan reproduksinya. Para WPS dapat menjadi individu yang lebih mampu untuk mencari cara-cara baru dalam meningkatkan kemauan pelanggan memakai kondom. Kemampuan dan usaha inilah yang merupakan bukti nyata partisipasi WPS dalam pemakaian kondom pria.

Hal penting lain untuk meningkatkan partisipasi adalah komunikasi. Komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide, dan informasi kepada seseorang. Berbagai media dapat digunakan dan efektifitas cara menyampaikan pesan akan meningkatkan partisipasi seseorang (Notoatmodjo, 2007). Untuk mencapai hal itu, para WPS sudah dibekali pengetahuan tentang IMS dan kondom sebagai satu-

satunya cara mencegah. Dengan pengetahuan yang cukup, WPS mampu menyampaikan tujuan program dengan bahasa sendiri, dengan daya tarik tersendiri untk setiap pelanggan, sebagai bentuk partisipasi WPS dalam mencapai partisipasi dalam pemakaian kondom pria.

Dalam situasi tertentu, WPS dihadapkan pada kondisi dimana mereka tidak mampu menerapkan keinginannya agar pelanggan mau memakai kondom, misalnya jika pelanggan dalam kondisi mabuk, yang diperburuk jika orientasi yang lebih diutamakan adalah karena mengejar target setoran sesuai dengan ketentuan dari masing-masing pengelola yang menaungi WPS tersebut. Para WPS tidak memiliki pilihan lain, walaupun akhirnya bertentangan dengan program wajib kondom dan keyakinan bahwa hubungan seks yang aman adalah dengan memakai kondom.

Kejadian Fluor Albus.

Kejadian fluor albus cukup tinggi (71,25%). WPS mempunyai pola seksual dengan frekuensi tinggi dan juga hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti. Jika semua penghuni lokalisasi dan tamunya tidak memiliki kedisiplinan menggunakan kondom saat berhubungan seksual, maka telah terjadi jejaring penularan IMS yang sangat dahsyat. Maka bukan hal aneh lagi jika para WPS dominan mengeluhkan keputihan atau fluor albus. (Machmudah, Tri Hartiti,dkk, 2006).

Fluor albus adalah tanda paling awal untuk menegakkan diagnosis IMS. Jika keputihan tersebut mengarah pada IMS, maka sangat bijak untuk mengambil tindakan pengobatan sedini mungkin. Hal ini sebagai usaha mempertahankan fungsi organ reproduksi yang merupakan komponen esensial dalam siklus kehidupan wanita (Henny, 2011). Kejadian fluor albus yang tinggi pada WPS merupakan pertanda awal resiko terjadinya IMS. Frekuensi hubungan seksual yang tinggi merupakan faktor predisposisi utama, penularan terjadi tanpa disadari pada situasi tersebut karena antara WPS maupun pelanggan pada awalnya tidak akan tau dari pihak mana yang membawa agen penyebab IMS.

Pola aktivitas beresiko tersebut memicu ketidakseimbangan flora normal vagina, sehingga terjadi penurunan fungsi dari lactobacillus doderlin. Hal ini membuka peluang aktivitas mikroorganisme patologis yang selama ini ditekan oleh flora normal. Progresifitas mikroorganisme patologis secara klinis akan memberikan reaksi inflamasi di daerah vagina. Sistem imun tubuh akan bekerja membantu fungsi

Page 49: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 44

lactobacillus doderlin sehingga terjadi pengeluaran leukosit, dan terjadilah fluor albus (Ramayanti, 2004). Fluor albus bukan penyakit, tetapi merupakan gejala dari penyakit. Fluor albus bila tidak diatasi dapat menimbulkan infertilitas dan radang panggul (pelvic inflamatory disease). Fluor albus patologis juga bisa mempredisposisi keganasan pada organ reproduksi. Fluor albus merupakan tanda gejala awal yang

paling mudah diamati bahkan oleh WPS itu sendiri, sehingga WPS memiliki sensor untuk mengidentifikasi apakah organ reproduksinya bermasalah atau tidak, serta pengetahuan tentang fluor albus dibutuhkan,

sehingga diharapkan WPS tidak meremehkan munculnya tanda gejala ini.

Hubungan Partisipasi Pemakaian Kondom Pria dengan Kejadian Fluor Albus pada Pekerja Seks Komersial

Kelompok WPS yang kurang berpartisipasi dalam pemakaian kondom pria, maka kejadian fluor albus-nya juga tinggi. Hal ini dilatarbelakangi oleh pola aktivitas seksual yang sangat beresiko akibat rendahnya partisipasi penggunaan kondom pria. Namun, dari data penelitian ini, muncul fenomena bahwa pada kelompok WPS yang sudah berpartisipasi, mereka tetap mengalami kejadian fluor albus. Hal ini rasional, mengingat partisipasi itu sendiri perlu dijabarkan lagi apakah mereka konsisten melakukannya. Jika partisipasi dilakukan tidak secara konsisten, maka tentu saja peluang untuk terjadinya infeksi tetap terbuka. Ditambah lagi, bagaimana sistem imun seseorang dalam merespon progresifitas mikroorganisme akan berbeda pada masing-masing individu. Jadi, sedikit saja celah terbuka untuk terjadinya penyimpangan kedisiplinan pemakaian kondom, akan menjembatani terjadinya fluor albus. Perjalanan infeksi pada masing-masing individu membutuhkan waktu yang berbeda. Pada sebagian orang dapat berlangsung lama, dan pada yang lainnya bisa berlangsung cepat. Jika pada saat penelitian didapatkan data bahwa WPS kurang berpartisipasi dalam pemakaian kondom, tetapi tidak terjadi fluor albus, maka pada saat itu perjalanan infeksi bisa jadi masih berlangsung dan belum direspon tubuh untuk mengeluarkan fluor albus sebagai barier proteksi. Sehingga, tetap perlu ada observasi pada kelompok yang tidak mengalami fluor albus. Mereka tetap perlu mendapatkan informasi dan edukasi bahwa partisipasi dalam pemakaian kondom mutlak dibutuhkan jika WPS menginginkan ketahanan sistem roproduksi yang baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan penelitian ini yaitu: 1) sebagian besar WPS di Klinik Seroja kurang berpartisipasi dalam pemakaian kondom pria, 2) sebagian besar WPS di Klinik Seroja mengalami kejadian fluor albus, 3) ada hubungan antara partisipasi pemakaian kondom pria dengan kejadian fluor albus pada WPS di Klinik Seroja kota Kediri.

Saran

Saran yang dapat diberikan di antaranya: 1) Diharapkan Klinik Seroja meningkatkan pemberian informasi dan konseling yang lebih fokus pada masalah seputar kesehatan reproduksi khususnya pada masalah fluor albus patologis dengan melibatkan Pokja, 2) WPS harus melaksanakan aturan yang berlaku sebagai bukti partisipasi yang nyata yaitu konsisten menggunakan kondom 3) WPS harus menjamin bahwa risiko pekerjaan mereka dapat mereka minimalkan bagi kesehatan reproduksi jangka pendek maupun jangka panjang dengan menggunakan kondom pada setiap hubungan seksual yang berisiko, 4) seyogyanya WPS mau mengubah pola pikir mereka untuk mencari sumber penghasilan yang bebas dari risiko penularan IMS.

DAFTAR PUSTAKA

Agus (2005) dalam Yanita Hernie (2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb2013

Amstel, V.B dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb2013

Anwar. (2007) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb2013

Ardarini. (2006) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb2013

Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Rineka Cipta,Jogjakarta

Aulia. (2012). Seabrek Problematika Seksual Pria. Laksana,Jogjakarta

Bahari,H. (2012). Cara Mudah Atasi Keputihan. Bukubiru,Jogjakarta

BKKBN. (2005). Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB & KR. http:www.bkkbn.go.id. diakses tanggal 1 Februari 2013

------. (2009). Studi Gender Peningkatan Peran Pria dalam Penggunaan

Page 50: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 45

Kontrasepsi di DIY. http:www.bkkbn. go.id. diakses 1 Feb. 2013

Bonger,W.A dalam Yanita Hernie.(2012).WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/ WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses tanggal 5 Feb. 2013

Ekanurmawaty. (2010). Pelacuran Manurut Agama. http://ekanurmawaty.com/2010/ 03/makalah-pekerja-seks-komersial.html. diakses tanggal 4 Feb. 2013

Green.W.Lawrence dan Marshall W Kreuter. (2000). Health Promotion Planning an Educational and Eviroment al approach

Gunarsa. (2003) dalam Yanita Hernie.(2012).WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/ WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses tanggal 5 Feb. 2013

Hidayat,A. (2010). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Surabaya

IBI. (2006) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb. 2013

Kasnodihardjo. (2005) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/ WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses tanggal 5 Feb. 2013

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Kesehatan Reproduksi Modul Mahasiswa. Kemenkes RI, Jakarta

Lina,Nur. (2009). Faktor-faktor Resiko Kejadian Gonorhe, Jurnal Prosiding Seminar Nasional. FKM Universitas Siliwangi, Sukabumi

Machmudah, Tri Hartiti, dkk. (2006). Studi Etnometodologi Wanita Penjaja Seks (WPS) dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Lokalisasi Sunan Kuning Kota Semarang, Jurnal Unimus. Universitas

Muhamadiyah, Semarang Mahardika. (2005) dalam Yanita

Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/ WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses tanggal 5 Feb. 2013

Manuaba,Gde.B.I. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC, Jakarta

May,G dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb. 2013

Mudjino. (2005) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb. 2013

Notoatmodjo,S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta

------. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Surabaya

Prawirohardjo,S. (2005). Ilmu Kebidanan.

Bina Pustaka, Jakarta Prmob. (2012). Para Usual Indikator PMS.

http://id.prmob.net/penyakit-menular-seksual/aids/hiv-1927899.html. diakses 27 Feb. 2013

Purwanti,H. (2011). Upaya Peningkatan Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Sebagai Wujud Kesetaraan Gender,

Jurnal Argumentum Vol 10(2). STIH Jendral Sudirman, Lumajang

Satiadarma. (2006) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/ WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb. 2013

Siswanto. (2007). Pelacuran. http://www.

rakyatmerdeka.co.id. Diakses 4 Feb.2013 Subadara. (2007) dalam Yanita Hernie.

(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb.2013

Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Jakarta

Sunarya. (2011). Pekerja Seks Komersial.

http://www.scribd.com/doc/75980999/pengertian-WPS. diakses 5 Feb. 2013

Trisnadi. (2005) dalam Yanita Hernie. (2012). WPS (Pekerja Seks Komersial).

http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb.2013

Ulfahkania. (2012). Peran Pria dalam kesehatan Reproduksi. http://ulfahkania.

wordpress.com/2012/12/20/peran-pria-dalam-kesehatan-reproduksi/. Diakses 4 Feb. 2013

USU. (2009). Kondom Melindungi dari PMS.

http://universitassumaterautara.ac.id. Diakses 4 Feb. 2013

Wahid. (2007) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 4 Feb.2013

Yusmarni. (2006) dalam Yanita Hernie. (2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 4 Feb.2013

Yustinawaty. (2007) dalam Yanita Hernie.(2012). WPS (Pekerja Seks Komersial). http:itanieta.com/2012/07/

WPS-pekerja-seks-komersial.html. diakses 5 Feb. 2013

Page 51: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 46

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN PARITAS IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR

RENDAH

Henny Juaria

(Akbid Griya Husada Surabaya)

ABSTRAK

Latar belakang: Angka kematian Ibu dan Bayi di Indonesia masih tinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN. Pada tahun 2005 AKI sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB tahun 2002 sebesar 45 per 1000 kelahiran hidup. Dalam upaya menurunkan AKI dan AKB dilakukan pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan kepada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Berdasarkan hasil survei data sekunder di BPS Ny. Arifin, angka kejadian BBLR masih kurang dari target yaitu sebesar 8,39% dari target yang diharapkan sebesar 7%. Maka masalah ini dipandang perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian BBLR. Metode: Penelitian ini termasuk penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dan pengambilan sampel secara sistematik random sampling sejumlah 81 orang. Hasil penelitian dibuat tabel frekuensi, ditabulasi silang dan dianalisa dengan uji Chi-Square dengan

ketentuan = 0,05 dengan χ2Tabel = 3,48. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu bersalin yang melahirkan bayi BBLR adalah umur >35 tahun 63,16%, pada paritas mayoritas multipara 75,76%. Setelah dilakukan uji Chi-Square didapatkan bahwa χ2 Hitung > χ2 Tabel yang berarti H0 ditolak. Simpulan: Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian BBLR. Saran: Diharapkan ibu hamil dapat meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan sehingga dapat terdeteksi secara dini kemungkinan terjadinya komplikasi saat hamil maupun persalinan. Kata Kunci: umur, paritas, BBLR

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berat badan lahir secara normal pada

umumnya berkisar 3.000 gram dengan usia kehamilan yang cukup. Sedangkan bayi berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.000 gram sampai dengan 2.499 gram.

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab utama kematian neonatal adalah berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 29%, asfiksia 27% dan tetanusneonatorum 10%. Sedangkan jumlah BBLR yang telah dilaporkan di Jawa Timur sebanyak 65.526 jiwa (10,24%), dari 610.640 bayi lahir hidup. Namun ternyata bayi yang lahir dengan BBLR tertangani sebanyak 9.441 jiwa (15,10%) dan yang belum tertangani sebanyak 53.058 jiwa (84,9%).

Harapan yang ingin dicapai di Indonesia untuk kejadian BBLR dan ditekan hingga 7% (www.DepkesRI.go.id, 22 Januari 2009), sedangkan harapan yang ingin dicapai di kota Surabaya adalah 6% (Laporan Dinkes Kota Surabaya, 2007).

Dari register di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya ditemukan kejadian BBLR pada 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi yaitu 6,56% pada tahun 2005, tahun 2006 sebesar 6,00%, dan tahun 2007 sebesar 6,36%.

Faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah faktor ibu (gizi ibu hamil, umur kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun, pekerjaan yang terlalu berat saat hamil), faktor kehamilan (hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil: pre eklampsi/eklampsi, ketuban pecah dini), faktor janin (cacat bawaan, infeksi dalam rahim), sosial ekonomi dan lingkungan. Selain faktor-faktor di atas, faktor lain yang dapat menjadi penyebab adalah keteraturan kontrol hamil (ANC) antara lain: umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap serta faktor pendukung antara lain sosial ekonomi dan dukungan keluarga. METODE PENELITIAN

Peneltian survei cross sectional ini

dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2009, dengan populasi seluruh ibu bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo pada bulan Januari-Desember 2008. Besar populasi adalah 536 orang. Sampel diambil dengan teknik systematic random sampling

Variabel penelitian adalah umur, paritas dan BBLR. Data dikumpulkan dari data

Page 52: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 47

sekunder yaitu status pasien dan kohort ibu hamil di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya. Selanjutnya data dianalisis dengan uji Chi-square, di mana skala ordinal direduksi menjadi skala nominal. HASIL PENELITIAN

Wilayah penelitian di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya yang mana BPS tersebut melayani pertolongan persalinan, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan anak sakit, KB dan imunisasi. Adapun lokasi BPS Ny. Arifin Wonorejo Gg. 3 No. 33 Surabaya. Subyek penelitian adalah ibu bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya. Umur Ibu

Tabel 1 Frekuensi Umur Ibu Bersalin di BPS

Ny. Arifin Wonorejo Surabaya Tahun 2008

Umur (tahun) Frekuensi Persen

< 20 20-35 >35

20 42 19

24,69 51,85 23,46

Jumlah 81 100

Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan

bahwa mayoritas umur ibu bersalin adalah 20-30 tahun sebesar 51,85%. Paritas Ibu

Tabel 2 Frekuensi Paritas Ibu Bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya Tahun 2008

Paritas Frekuensi Persen

Primipara Multipara

Grandemultipara

31 33 17

38,27 40,74 20,99

Jumlah 81 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat disimpulkan

bahwa mayoritas paritas ibu bersalin adalah multipara sebesar 40,74%. Kejadian BBL

Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan

bahwa kejadian BBL mayoritas adalah BBLR sebesar 53,09%.

Tabel 3 Frekuensi Kejadian BBL di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya Tahun 2008

Kejadian BBL Frekuensi Persen

BBLR BBLN

43 38

53,09 46,91

Jumlah 81 100

Hubungan Umur Ibu dengan BBL

Tabel 4. Distribusi kejadian BBL berdasarkan umur ibu di BPS Ny. Arifin

Surabaya Tahun 2008

Umur (thn)

Kejadian BBL Jumlah

BBLR BBLN

f % f % ∑ %

< 20 11 55 9 45 20 100

20-35 19 45,24 23 54,76 42 100

> 35 12 63,16 7 36,84 19 100

Jumlah 42 39 81 100

Dari hasil Tabel 4 dapat dilihat bahwa mayoritas ibu umur >35 tahun melahirkan BBLR sebanyak 63,16% dibandingkan dengan ibu umur 20-35 tahun melahirkan BBLN sebanyak 54,76%.

Tabel 5. Distribusi kejadian BBL berdasarkan paritas ibu di BPS Ny. Arifin

Surabaya Tahun 2008

Paritas

Kejadian BBL Jumlah

BBLR BBLN

f % f % ∑ %

Primi-para

7 22,58 24 77,42 31 100

Multi-para

25 75,76 8 24,24 33 100

Grande multi-para

10 58,82 7 41,18 17 100

Jumlah 42 39 81 100

Dari hasil Tabel 5 dapat dilihat bahwa mayoritas ibu multipara melahirkan BBLR sebanyak 75,76% dibandingkan dengan ibu primipara melahirkan BBLN sebanyak 77,42%.

Pada variabel umur dilakukan reduksi 3 kategori menjadi 2 kategori, lalu didapatkan bahwa χ2 Hitung > χ2 Tabel yaitu 6,2 > 3,84, maka H0 ditolak berarti ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR.

Pada variable paritas dilakukan reduksi 3 kategori menjadi 2 kategori, lalu didapatkan

Page 53: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 48

bahwa χ2 Hitung > χ2 Tabel yaitu 16,8 > 3,84, maka H0 ditolak berarti ada hubungan paritas ibu dengan kejadian BBLR. PEMBAHASAN

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan (Depkes RI, 2003). Bahkan menurut Saifuddin (2002) terdapat standar operasioanal yang diterapkan untuk pelayanan minimal antenatal adalah “7T” yaitu : timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi badan, pemberian imunisasi TT lengkap, pemberian tablet zat besi (minimum 90 tablet selama kehamilan), tes terhadap penyakit menular seksual dan temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. Hubungan antara Umur dengan Kejadian BBLR

Mayoritas umur ibu adalah 20-35 tahun.

Menurut Winkjosastro (2002), usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun sebab kehamilan di usia < 20 tahun dan > 35 tahun sering terjadi penyulit (komplikasi) baik pada ibu maupun janin.

Mayoritas ibu berumur >35 tahun melahirkan BBLR (63,16%) dibandingkan dengan ibu umur 20-35 tahun melahirkan BBLN (54,76%). Hasil uji Chi-Square adalah ada hubungan antara umur dengan kejadian BBLR. Hal ini sesuai dengan teori bahwa umur kehamilan yang relatif muda (<20 tahun) dapat menyebabkan komplikasi kehamilan baik pada ibu maupun janin karena belum matangnya alat reproduksi sehingga mengakibatkan kelahiran prematur, BBLR dan cacat bawaan. Sedangkan pada usia >35 tahun, otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi komplikasi baik saat hamil maupun persalinan seperti pre-eklampsi, hipertensi, diabetes mellitus, anemia yang juga dapat mengakibatkan kelahiran prematur atau BBLR. Hubungan antara Paritas Ibu Bersalin dengan Kejadian BBLR

Mayoritas paritas ibu bersalin adalah

multipara. Menurut Saifuddin (2002) jumlah anak yang banyak memerlukan persiapan baik secara mental maupun material. Kehamilan yang termasuk kategori ”4 terlalu” diantaranya adalah terlalu sering hamil dan

terlalu banyak anak. Hal ini selain akan mempengaruhi status kesehatan ibu dan anak juga mempengaruhi kesejahteraan keluarga.

Mayoritas ibu multipara melahirkan BBLR (75,76%) dibandingkan dengan ibu primipara melahirkan BBLN (77,42%). Hasil uji Chi-Square didapatkan χ2 Hitung > χ2 Tabel atau ada hubungan antara paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR. Hal ini sesuai dengan teori bahwa jarak kelahiran dan banyaknya anak akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anaknya. Resiko BBLR dan kematian ibu ataupun anak akan meningkat apabila jarak kelahiran terlalu dekat. Hal ini dikarenakan fisik ibu dan rahim masih kurang cukup istirahat. Ibu yang sering hamil, lebih-lebih dengan jarak yang pendek akan menyebabkan ibu terlalu payah akibat dari hamil, melahirkan, menyusui, merawat anaknya terus menerus.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR. Sehingga dapat dicari solusi guna mencegah terjadinya berat badan lahir rendah yaitu dengan salah satu cara petugas kesehatan memberi pengetahuan atau penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan sehingga ibu hamil mau memeriksakan kehamilannya secara teratur ke petugas kesehatan. Dengan pemeriksaan kehamilan secara teratur dapat mencegah terjadinya komplikasi atau timbulnya penyulit bagi ibu maupun janin antara lain anemia, abortus, partus prematurus, inersia uteri, BBLR, perdarahan pasca persalinan. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian mengenai hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian Berat Badan Lahir Rendah di BPS Arifin Wonorejo Surabaya Tahun 2008, maka disimpulkan bahwa: 1. Ibu bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo

Surabaya tahun 2008 mayoritas berumur 20-35 (51,85%).

2. Ibu bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya tahun 2008 mayoritas multipara (40,74%).

3. Ibu bersalin di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya tahun 2008 mayoritas melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (53,09%).

4. Ada hubungan antara umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian BBLR di BPS Ny. Arifin Wonorejo Surabaya.

Page 54: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 49

Saran

1. Diharapkan ibu hamil melakukan

kunjungan ANC secara teratur pada kehamilan berikutnya.

2. Diharapkan sebagai Bidan profesional, hendaknya dapat meningkatkan mutu pelayanan dan kemampuannya serta pada setiap penyuluhan ibu hamil Bidan lebih menekankan terhadap pentingnya manfaat pemeriksaan kehamilan agar ibu dapat mengerti dan mau memeriksakan kehamilannya secara teratur.

3. Diharapkan BPS lebih meningkatkan mutu pelayanan terhadap ibu hamil, petugas kesehatan diharapkan mampu memantau kesehatan ibu hamil dan menyarankan pada ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara rutin.

4. Penelitian ini jauh dari sempurna dan perlu adanya penelitian lanjutan yang lebih bermutu tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR serta dapat mencakup wilayah yang lebih luas dan lebih banyak. Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dalam melakukan penelitian selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Jenjang Pendidikan.

(online). id.wikipedia.org/wiki/ pendidikan, 24 Januari 2009.

Anonimous. 2006. Profil Kesehatan Jawa

Timur. (online). www.Dinkes.go.id, 15 Januari 2009.

Bobak. 2004. Keperawatan Maternitas.

Jakarta : EGC. Budijanto, Didik dan Prajoga. 2005.

Metodologi Penelitian. DepKes RI. 2002. Pedoman Teknis Audit

Maternal Perinatal di Tingkat Kabupaten Kota. Jakarta.

DepKes RI. 2004. Pedoman Pemantauan

Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta.

Dinkes Surabaya. 2004. Laporan PWS-KIA

Tahun 2004. Surabaya. Dinkes Surabaya 2005. Laporan PWS-KIA

Tahun 2005. Surabaya.

Dinkes Surabaya 2006. Laporan PWS-KIA Tahun 2006. Surabaya.

Dinkes Surabaya 2007. Laporan PWS-KIA

Tahun 2007. Surabaya. Hellen, Farrer. 2001. Pengaruh Alkohol

Terhadap Ibu Hamil. (online). (www.ayahbunda.com, 10 Januari 2009)

Klaus dan Fanaroff. 1998. Faktor-faktor

Pengaruh Terjadinya BBLR. (online). (www.Dinkes.go.id, 18 Januari 2009)

Lucianawati, Mercy. 2008. Gender dan

Kekerasan Terhadap Perempuan. (online). (www.ayahbunda.com,15 Januari 2009).

Linda V, Wlsh. 2008. Pengaruh Plasenta

Terhadap Pertumbuhan Janin. (online). (www.google.com, 15 Januari 2009).

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kebidanan,

Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri

Jilid I. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, Soekidjo.2002.Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003.Pendidikan dan

Prilaku Kesehatan.Yogyakarta: Andi Offset.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nursalam dan Pariani. 2001. Pendekatan

Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Acuan

Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi

Resiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Page 55: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 50

Tjandar, Yofa. 2006. Penyebab Perkembangan Fisik pada Anak. (online). (www.google.com, 20 Januari 2009)

Page 56: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 51

PENGARUH PEMIJATAN PERINEUM

PADA IBU PRIMIGRAVIDA TERHADAP ROBEKAN PERINEUM SAAT

PERSALINAN

Finta Isti Kundarti (Prodi Kebidanan Kediri,

Poltekkes kemenkes Malang) Dwi Estuning R

(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes kemenkes Malang)

Temu Budiarti (Prodi Kebidanan Kediri,

Poltekkes kemenkes Malang)

ABSTRAK

Latar belakang: Sekitar 40%-85% dari wanita yang melahirkan normal mengalami robekan perineum dan sekitar 2/3 dari wanita ini memerlukan penjahitan. Trauma genital dapat diakibatkan episiotomi, robekan spontan atau keduanya. Salah satu cara mencegah laserasi perineum adalah pijat perineum. Tujuan: Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh pemijatan pada perineum pada ibu primigravida terhadap robekan perineum. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kohort. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil primigravida dengan usia kehamilan diatas 36 minggu sebanyak 60 responden yaitu 30 orang untuk kelompok perlakuan dan 30 orang untuk kelompok kontrol. Tempat penelitian yaitu Puskesmas Wilayah Kota Kediri. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan formulir lembar pemantauan pijat perineum. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemijatan terhadap robekan perineum dan variabel moderator menggunakan uji chi square dan untuk uji multivariate menggunakan regresi logistik. Hasil: Risiko tidak terjadinya robekan

perineum pada kelompok dipijat sebesar 80%. Sedangkan kelompok tidak dipijat sebesar 30%. Secara statistik hasilnya signifikan (p<0,05), artinya terdapat pengaruh antara pijat perineum dengan robekan perineum. Simpulan: Terdapat pengaruh antara pijat perineum dengan robekan perineum. Umur ibu serta berat badan lahir bayi juga mempunyai pengaruh terhadap terjadinya robekan perineum. Kata kunci: pijat perineum, robekan perineum, primigravida

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Elsevier (2005) memperkirakan sekitar 40% sampai 85% wanita yang melahirkan normal akan mengalami robekan perineum

dan sekitar 2/3 dari wanita ini memerlukan penjahitan. Trauma genital dapat diakibatkan episiotomi, robekan spontan atau keduanya. Pencegahan ruptur perineum merupakan hal penting dilakukan oleh bidan (Henderson, 2001). Salah satu cara mencegah laserasi jalan lahir antara lain: water birth, senam pelvic floor, hypnobirthing, pijat perineum dan sebagainya. Indivara (2008) juga menambahkan cara menghindari episiotomy meliputi: pijat perineum, senam kegel dan mengatur nafas saat persalinan. Pijat perineum antenatal adalah teknik memijat perineum beberapa minggu sebelum melahirkan guna meningkatkan aliran darah ke daerah ini dan meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan mencegah kejadian robekan perineum maupun episiotomi (Herdiana, 2009).

Penelitian Beckmann dan Garrett (2006) membuktikan wanita yang melakukan pijat perineum kemungkinan kecil untuk dilakukan episiotomi saat persalinan. Mei dkk (2008), juga menyatakan bahwa pijat perineum meningkatkan elastisitas dan menurunkan risiko robekan perineum karena episiotomi dan robekan spontan.

Menurut Cochrane Review (2006) pijat perineum ini harus selalu dijelaskan pada ibu hamil agar mereka mengetahui keuntungannya. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 14 sampai 17 Maret 2012, di Puskesmas Sukorame, dari 18 persalinan pada primigravida terdapat 11 ibu mengalami robekan perineum, maka penting diteliti tentang pengaruh pemijatan perineum terhadap robekan perineum saat persalinan.

METODE PENELITIAN

Populasi penelitian prospektif dengan desain kohort ini adalah ibu primigravida berusia kehamilan ≥36 minggu di wilayah Kota Kediri pada bulan Agustus sampai Oktober 2012. Besar sampel adalah 60 (30 kelompok perlakuan dan 30 kelompok kontrol), yang diambil dengan teknik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas wilayah Kota Kediri (Puskesmas Mrican, Puskesmas Sukorame, Puskesmas Mojoroto) pada pada tanggal pada 1 Agustus sd 31 Oktober 2012. Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner dan catatan hasil kunjungan rumah (formulir pemantauan pijat perineum). Alat dan bahan yang saat melaksanakan penyuluhan adalah

1

1

Page 57: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 52

phantom ibu, minyak kelapa, dan leaflet. Analisa data menggunakan uji regresi logistik.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian

Variabel Kelompok

X2 (t) p Dipijat Tidak

n % n %

BB Bayi

2500-3000 g 9 30,0 10 33,3 0,77 0,78 3001-4000 g 21 70,0 20 66,7

Umur ibu

20-29 thn 25 83,3 24 80,0 0,11 0,73 ≥ 30 thn 5 16,7 6 20,0

Pendidikan

Tinggi 16 53,3 15 50,0 0,06 0,79

Rendah 14 46,7 15 50,0

Pekerjaan

IRT 17 56,7 15 50,0 0,92 0,81

PNS 3 10,0 2 6,7 Swasta 6 20,0 9 30,0

Wiraswasta 4 13,3 4 13,3

Penghasilan <500 ribu 1 3,3 1 3,3 4,48 0,61

500-1 juta 11 36,7 7 23,3

>1-1.5 juta 8 26,7 7 23,3

>1.5-2 juta 1 3,3 3 10,0

2-2.5 juta 4 13,3 8 26,7

>2.5-3 juta 3 10,0 1 3,3

>3 juta 2 6,7 3 10,0

Tabel 2. Pengaruh Pijat Perineum terhadap Robekan Perineum

Pemijatan perineum

Robekan perineum

Tidak Robek 2

n % n %

Dipijat 24 80,0 6 20,0 15,15 Tidak 9 30,0 21 70,0

P value= 0,00 RR= 2,66 95% Cl= 1,50-4,73

Tabel 3. Pengaruh Usia terhadap Robekan Perineum

Usia

Robekan perineum

Tidak Robek 2

n % n %

20-29 thn 32 65,3 17 34,7 11,47 ≥ 30 thn 1 9,1 10 90,9

P value= 0,01 RR= 7,18 95% Cl= 1,09-4,07

Tabel 4. Pengaruh Berat Bayi Lahir terhadap Robekan Perineum

Usia

Robekan perineum

Tidak Robek 2

n % n %

2500-3000 gr 15 78,9 4 21,1 6,44 3001-4000 gr 18 43,9 23 56,1

P value= 0,01 RR= 1,79 95% Cl= 1,18-2,72

Tabel 5. Pengaruh Pijat Perineum Terhadap Robekan Perineum dengan Mengontrol Usia

ibu dan Berat Badan Lahir Bayi (Analisis Regresi Logistik)

Model1 Model2 Model3 Model4 Variabel OR OR OR OR

95% CI 95% CI 95% CI 95% CI pvalue pvalue Pvalue Pvalue

Pemijatan Perineum

Dipijat 9,33 17,17 20,13 38,80 (2,84-

30,60) (3,90-75,50)

(3,87-104,64)

(5,76-261,26)

0,000 0,000 0,000 0,000 Tidak dipijat

BB Bayi 10,88 9,21 (2,12-

55,87) (1,67-

50,63) 0,004 0,011

Umur ibu 20-29 th. 52,07 64,44

(3,87-104,64)

(3,76-1102,64)

≥ 30 th. 0,000 0,004

R2 0,19 0,31 0,38 0,47 N 60 60 60 60

Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi robekan perineum pada kelompok dipijat hanya 20%, sedangkan kelompok tidak dipijat 70%, perbedaan ini signifikan (p<0,05), RR = 2,66 (tanpa pijat perineum berisiko robekan perineum 2,66 kali lebih besar dibandingkan dengan yang dipijat perineum, sebaliknya ibu yang dipijat bisa mencegah terjadinya robekan perineum).

Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi robekan pada ibu berumur ≥30 tahun adalah 90,9% jauh lebih besar dari ibu berusia 20-29 tahun (34,7%). Perbedaan ini signifikan (p<0,05), RR = 7,18 (umur ≥30 tahun

berisiko 7,18 kali lebih besar untuk mengalami robekan perineum, sebaliknya ibu yang dipijat bisa tercegah).

Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi robekan perineum pada berat badan lahir 3001-4000 adalah 56,1%, sedangkan untuk berat 2500-3000 hanya 21,1%, perbedaan ini signifikan (p<0,05) , dengan RR = 1,79 (berat

bayi 3001-4000 berisiko 1,79 kali lebih besar untuk mengalami robekan perineum, sebaliknya ibu yang dipijat bisa mencegah terjadinya robekan perineum).

Dengan strata umur ibu 20-90, dihasilkan nilai RR = 2,45, sehingga ibu yang tidak dipijat berisiko 2,45 kali lebih besar untuk mengalami robekan perineum, sebaliknya ibu yang dipijat bisa tercegah.

Dengan strata berat bayi lahir 2500-3000 gram, dihasilkan nilai RR = 1,26, sehingga ibu yang tidak dipijat berisiko 7,61 kali lebih besar untuk mengalami robekan perineum,

Page 58: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 53

sebaliknya ibu yang dipijat bisa mencegah terjadinya robekan perineum.

Tabel 5 menunjukkan bahwa model 1 dibangun untuk melihat pengaruh pemijatan perineum terhadap robekan perineum tanpa menyertakan variabel lain, dengan hasil bermakna. Pemijatan perineum berpeluang 9,33 kali untuk mencegah robekan perineum. R

2 = 0,19, maka pemijatan perineum bisa

mencegah robekan sebesar 19%. Model 2 dibangun untuk melihat

pengaruh pemijatan perineum terhadap variabel robekan perineum setelah menyertakan variabel berat bayi lahir bayi, hasilnya ada pengaruh bermakna secara statistik dan klinis. Pemijatan perineum berpeluang 17,17 kali untuk mencegah robekan perineum. R

2 = 0,31 (pemijatan

perineum setelah mempertimbangkan berat bayi lahir, akan mencegah robekan perineum sebesar 31%. Berarti berat bayi lahir sebagai efek modifikasi pengaruh pemijatan terhadap robekan perineum sebesar 11%.

Model 3 dibangun untuk melihat pengaruh pemijatan perineum terhadap robekan perineum setelah dikontrol variabel umur ibu, hasilnya adalah signifikan secara statistik dan klinis. Pemijatan perineum berpeluang 20,13 kali untuk mencegah robekan perineum. R

2 = 0,38 (pemijatan

perineum setelah mempertimbangkan variabel umur ibu akan mencegah robekan perineum sebesar 38%. Ini berarti umur ibu sebagai efek modifikasi pengaruh pemijatan terhadap robekan perineum sebesar 19%.

Model 4 dibangun untuk melihat pengaruh pemijatan perineum terhadap robekan perineum setelah dikontrol variabel umur ibu dan berat badan lahir bayi, dengan hasil bermakna secara statistik dan klinis. Pemijatan perineum berpeluang 38,80 kali untuk mencegah robekan perineum. R

2 =

0,47, maka pemijatan perineum setelah dikontrol umur ibu dan berat badan lahir bayi akan mencegah robekan perineum sebesar 47%. Berarti variabel umur ibu dan berat badan lahir bayi sebagai efek modifikasi pengaruh pemijatan terhadap tidak terjadinya robekan perineum sebesar 28%.

Model yang dipilih adalah model 4 yang memenuhi prinsip sesuai dan efisien/hemat. Model 4 lebih efektif dibanding model lain karena semua variabel bermakna, nilai R2 lebih tinggi dibandingkan model lainnya. PEMBAHASAN

Kejadian robekan perineum lebih banyak terjadi pada kelompok kontrol dibandingkan kelompok perlakuan, dan pemijatan perineum terbukti bisa mencegah robekan perineum. Beckmann, MM dan Garret AJ

(2006) melaporkan bahwa perineum massage mengurangi risiko trauma

penjahitan, dan menurunkan angka kejadian episiotomi. Mellisa D (2005) melaporkan bahwa episiotomi atau robekan perineum derajat 2 atau lebih terjadi pada kelompok yang dipijat (48%) dan tidak dipijat (77%). Elad Mei et al (2008) melaporkan bahwa pemijatan perineum mengurangi kebutuhan episiotomi, robekan perineum pada kelompok dipijat mayoritas mengalami pada derajat I dan pada kelompok tak dipijat mayoritas pada derajat II, meskipun secara statistik tidak signifikan. Vendittelli (2001) melaporkan bahwa pijat perineum mengurangi kejadian robekan perineum dan tindakan episiotomi pada primipara dan nullipara). Attarha M (2009) melaporkan pemijatan perineum pada nullipara pada usia kehamilan 34-42 minggu dapat mencegah episiotomi dan mengurangi derajat robekan jalan lahir pada kala II.

Saat kepala bayi keluar dari vagina, perineum meregang untuk memberi jalan bagi janin. Pemijatan perineum pada bulan-bulan terakhir kehamilan meningkatkan hormonal yang melembutkan jaringan ikat sehingga perineum lebih elastis dan mudah teregang dan melatih ibu mengendurkan perineum ketika merasakan tekanan saat kepala bayi muncul, juga mengurangi nyeri akibat peregangan. Peningkatan elastisitas perineum akan mencegah robekan perineum dan episiotomi. Peregangan dan robekan perineum selama persalinan dapat melemahkan otot-otot dasar panggul pada dinding vagina. Trauma perineum memicu ketidaknyamanan dan nyeri saat kontak seksual (Kettle and Tohil 2008).

Pemijatan perineum membuat kelahiran bayi dengan perineum utuh, menstimulasi aliran darah ke perineum yang mempercepat penyembuhan, membantu ibu mempelajari sensasi proses persalinan (saat kepala crowning) sehingga ibu menjadi rileks saat bersalin, membantu menyiapkan mental ibu terhadap tekanan dan regangan perineum, menghindari episiotomi atau robeknya perineum di kala II dengan meningkatkan elastisitas perineum (Yesie Aprillia, 2010).

Pengaruh umur 20-29 terhadap tidak terjadinya robekan perineum sebesar 7,18 kali bila dibandingkan dengan umur ≥ 30. Hornemann A et al (2010) melaporkan bahwa salah satu penyebab terjadinya robekan perineum adalah usia ibu, Kudish et al (2008) melaporkan bahwa robekan perineum salah satunya disebabkan oleh usia ibu dengan.

Bertambahnya usia seseorang, membuat DNA dan molekul lain saling melekat dan memilin. Ini akan mengurangi elastisitas

Page 59: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 54

protein dan molekul akibatnya elastisitas jaringan menurun (Santoso & Ismail, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh berat bayi lahir terhadap robekan perineum. Lewis T et al (2011) melaporkan bahwa berat badan bayi ≥3500 gram berhubungan dengan ruptur perineum derajat 3 dan 4. Groutz A et al (2011) dan Dahlen et al (2007) melaporkan bahwa robekan perineum berhubungan dengan berat badan bayi saat lahir (Dahlen et al, 2007). Jastrow N et al (2010) melaporkan bahwa semakin besar BB bayi maka resiko robekan perineum juga semakin besar. Ogunyemi et al (2006) melaporkan bahwa berat badan lahir bayi mempengaruhi terjadinya robekan perineum 3,5 kali lipat. Avtan H (2005) melaporkan bahwa robekan perineum salah satunya disebabkan oleh berat badan lahir bayi. Sedangkan Kudish et al (2008) melaporkan bahwa robekan perineum salah satunya disebabkan oleh berat badan lahir.

Semakin besar janin maka komplikasi yang terjadi juga semakin banyak. Bayi yang besar maka memiliki kepala dan bahu dengan ukuran yang lebih besar. Saat melewati jalan lahir maka kepala dan bahu dapat mengakibatkan robekan perineum terutama jika ibu primigravida. Karena pada primigravida vagina belum pernah dilewati oleh janin dan perineum juga kurang elastis sehingga vagina harus meregang sedemikian rupa untuk mengeluarkan janin.

Umur ibu dan berat badan lahir bayi sebagai efek modifikasi pengaruh pemijatan terhadap tidak terjadinya robekan perineum. Ini membuktikan bahwa robekan perineum juga disebabkan oleh umur ibu dan berat badan lahir. Jika variabel luar tersebut bisa dikontrol maka resiko robekan perineum juga semakin kecil. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah bahwa pemijatan perineum efektif untuk mencegah terjadinya robekan perineum. Selanjutnya disarankan: 1) meningkatkan pemahaman ibu tentang pemijatan perineum melalui pendidikan kesehatan sebagai upaya meningkatkan kemandirian ibu dalam pijat perineum di rumah, 2) diperlukan analisis kualitatif dari faktor pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam melaksanakan pijat perineum.

DAFTAR PUSTAKA

Aprillia,Y. (2010) Hipnostetri: Rileks, Nyaman dan Aman Saat Hamil dan Melahirkan. Jakarta: Gagas media.

Altha, dkk.“Episiotomy” 2011. Encyclopedia of Episiotomi 3 Pebruari 2012

<http://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Episiotomy.html>

Aytan H, Tapisiz OL, Tuncay G, Avsar FA. (2005) Severe Perineal Lacerations in Nulliparous Women and Episiotomy Type. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. Vol : 1;121(1):p 46-50.

Beckmann MM dan Garrett AJ (2006) Antenatal Perineal Massage for Reducing Perineal. Cochrane Database Syst Rev.

Bruce, E. Everything you need to know to prevent perineal tearing, 65 Midwifery Today. <http://www.midwiferytoday-

enews/0525=/perineal_massage/.html> Burns, Ethel. Antenatal perineal massage :

Information for women. OMI !9.1 Oxfordradcliffe hospital NHS Trust 2009 Aug :1-6

Callcott, Sharon. Well mother : Suporting The Wisdom for Parents and Babies (2009) diakses tanggal 11-08-2012 pukul 12.00.www.wellmother.org/projects/sharon-callcott.html

Champbell, S. (2005) Kehamilan Hari ke Hari. Jakarta : EGC.

Copra D, Simon D dan Abram V. (2006) Panduan Holistic Kehamilan dan Kelahiran. Bandung : Kaifa.

Campbell, D.T. & Stanley, J.C. (1966) Experimental and quasi experimental design for research. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.

Danuatmaja, B dan Meiliasari, M (2008) Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Jakarta: Puspa Swara Nusantara

Dahlen HG, Ryan M, Homer CS, Cooke M. (2007) An Australian Prospective Cohort Study of Risk Factors for Severe Perineal Trauma During Childbirth. Midwifery. Vol 23(2):p 196-203.

Elad, M et al. (2008) Perineal Massage during Pregnancy: A Prospective Controlled Trial. IMAJ. Vol 10 : p 499-502.

Elsevier. Share With Women : Perineal Massage in Pregnancy. Journal of

Midwifery & Women’s Health 2005. Vol : 50.

Ethel Burns. (2009) Antenatal perinesl massage : Information for women.

Oxfordradcliffe hospital diakses tanggal 27-2-2012 pukul 18.00.www.oxfordradcliffe.nhs.uk/forpatients/.../090924perinealmassage.pdf

Groutz A, Cohen A, Gold R, Hasson J, Wengier A, Lessing JB, Gordon D. (2011) Risk Factors for Severe Perineal Injury During Childbirth: a Case-Control Study of 60 Consecutive Cases. Colorectal Dis. Vol : 13(8): p 216-9.

44

Page 60: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 55

Henderson, C. (2005) Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.

Herdiana, Tri Rejeki. “Health Topics Tips Pijat Perineum”. Klik dokter beta menuju Indonesia sehat (2009) diakses tanggal 20 Februari

2011.http://www.klikdokter.com Hornemann A, Kamischke A, Luedders

DW, Beyer DA, Diedrich K, Bohlmann MK. (2010) Advanced Age is a Risk Factor for Higher Grade Perineal Lacerations During Delivery in Nulliparous Women. Arch Gynecol Obstet. Vol 281(1):p 59-64.

Indivana, N. (2008) The Mom’s Secret.

Yogyakarta : Pustaka Anggrek. Jenkins, K., Maxwell, C., and Watt, K.

“Antenatal Perineal Massage”. OU-Tulsa College of Nursing. (2010) diakses tanggal 3 februari 2010 pukul11.00.www.nursing.ouhsc.edu/Research/.../OUTeam14MassageEpistiotomyRuskjer2010.pptx>

Jennifer A. McFarland , (2009). Perineal Massage. diakses tanggal 23 maret 2011

<http://www.mybirthbydesign.com/Perineal%20Massage%20Instructions.pdf

Jastrow N, Roberge S, Gauthier RJ, Laroche L, Duperron L, Brassard N, Bujold E. (2010) Effect of Birth Weight on Adverse Obstetric Outcomes in Vaginal Birth after Cesarean Delivery. Obstet Gynecol. Vol : 115(2 Pt 1):p 338-43.

Kalichman L (2008). Perineal Massage to Prevent Perineal Trauma in Childbirth Department of Physical Therapy. IMAJ. vol 10 hal:531–533.Diakses tanggal 27februari 2011 pukul 11.00 . www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf

Kudish B, Sokol RJ, Kruger M. (2008) Trends in Major Modifiable Risk Factors for Severe Perineal Trauma. Int J Gynaecol

Obstet. Vol : 102(2):p 165-70. Lewis T, DaCosta V, Harriott J, Wynter

S, Christie L, Cawich S. (2011) Factors Related to Obstetric Third and Fourth Degree Perineal Lacerations in a Jamaican Cohort. West Indian Med J. Vol : 60(2):p 195-8.

M. K. Shipman dkk, (2005). Antenatal perineal massage and subsequent perineal outcomes: a randomised controlled trial. BJOG: An International Journal of Obstetrics &Gynaecology. Volume 104, Issue 7, July 1997, Pages: 787–791diakses tanggal 27 februari 2011 pukul 17.00<http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1471-528.1997.tb12021.x/full

Mochtar, Rustam. (1998) Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

Mc Call, Pauline,. (1993). Midwifery A Textbook and Reference Book For Midwives In Southern Africa. : Creda Press.

Nasir A, Muhith A dan Ideputri ME. (2011) Metodologi Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta : Nuha Medika. Ogunyemi D, Manigat B, Marquis

J, Bazargan M. (2006) Demographic Variations and Clinical Associations of Episiotomy and Severe Perineal Lacerationsin Vaginal Delivery. J Natl Med Assoc. Vol : 98(11): p 1874-81.

Republika Newsroom. 27 Oktober 2009 <www.Republikaonline.com>

Simkin P. (2001) The Birth Partner : Everything You Need To Know T Help A Woman. USA : Harvard Common Press.

Simkin, Penny. (2005). Buku Saku Persalinan. Jakarta: EGC.

Simkin, P., Whaley, J., dan Kepper, A. (2007) Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan Dan Bayi.Jakarta: Arcan.

Sinsin L. (2008). Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta : Media Komputindo.

Saifuddin AB. (2002) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.

Santoso, H dan Ismail, H. (2009) Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta: Gunung Mulia.

Sumarah dkk. (2009) Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: Fitramaya.

Wiknjosastro, Hanifa (2007) Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Yolasite, B. Home page. 25 Juli 2012. <Http://drboyke.yolasite.com/kanker-leher-rahim.php.htm>

Page 61: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 56

HUBUNGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KALORI PER HARI DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN BALITA USIA 4-5 TAHUN

DI KELURAHAN SUKORAME KOTA KEDIRI

Eny Sendra(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

Suwoyo (Prodi Kebidanan Kediri,

Poltekkes Kemenkes Malang) Vina Zunita Simahera

(Prodi Kebidanan Kediri, Poltekkes Kemenkes Malang)

ABSTRAK Latar belakang: Kecukupan energi bagi balita ditandai oleh berat badan yang normal. Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemenuhan kebutuhan kalori per hari tentang kenaikan berat badan balita usia 4-5 tahun. Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan populasi 102 responden yang dilaksanakan pada tanggal 10 – 29 mei 2010 di Kelurahan Sukorame Kota Kediri. Didapatkan sampel sejumlah 51 responden dengan teknik sampling simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner, analisis data menggunakan Chi Kuadrat. Hasil: Balita usia 4-5 tahun sejumlah 62,75 % pemenuhan kebutuhan kalorinya adekuat, sedangkan 19 balita pemenuhan kebutuhan kalorinya tidak adekuat sebanyak 37,25% . Balita usia 4-5 tahun sejumlah 50,98 % kenaikan berat badannya optimal dan balita usia 4-5 tahun sejumlah 49,02 % kenaikan berat badannya tidak optimal. Saran dari penelitian ini adalah agar ibu lebih memperhatikan pemenuhan kebutuhan kalori balitanya secara seimbang dan agar kenaikan berat badannya optimal sesuai usia. Kata kunci: kebutuhan kalori perhari, berat badan, balita

PENDAHULUAN Latar Belakang

Masa balita merupakan masa kehidupan

yang sangat penting dan perlu perhatian yang serius. Pada masa ini berlangsung proses tumbuh kembang yang sangat pesat yaitu pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan sosial (Depkes, 2000).

Balita tidak tumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama. Di masa balita ini nutrisi memegang peranan penting dalam perkembangan seorang anak. Masa balita adalah masa transisi, terutama di usia 1-2 tahun, dimana seorang anak akan mulai makan makanan padat dan menerima rasa dan tekstur makanan yang baru. Di masa balita, anak membutuhkan nutrisi dari berbagai sumber dan makanan (Ibu dan balita, 2009).

Setiap balita dianjurkan makan dengan hidangan yang cukup mengandung sumber zat tenaga atau energi, agar dapat melaksanakan kegiatannya sehari-hari seperti bermain, belajar, rekreasi, dan kegiatan lainnya. Kecukupan energi dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Kecukupan energi bagi balita sangat penting agar diperoleh pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Kecukupan energi bagi balita sangat ditandai oleh berat badan yang normal (Depkes, 2000).

Berat badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan seorang anak, di samping faktor tinggi badan. Karena itu terdapat istilah tumbuh kembang pada anak. Tumbuh berarti bertambah besar sel-selnya dan kembang berarti bertambah matang fungsi sel-selnya. Bila anak kurus beratnya tak sesuai dengan berat badan ideal menurut umur, maka dikatakan pertumbuhannya kurang baik (Dedeh Kurniasih, 2009).

Pada dasarnya kebutuhan gizi berbeda antara individu yang satu dengan lainnya. Perbedaan kebutuhan gizi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam tubuhnya maupun dari luar tubuh. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi: jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, aktivitas, keadaan faal dan kondisi sakit (Rahmi Untoro, 2009).

Keseimbangan energi dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini akan menghasilkan berat badan yang ideal atau normal (Sunitra Almatsier, 2005). Data Organisasi Kesehatan

Page 62: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 57

Dunia (World Health Organization atau WHO) tahun 2002 menunjukkan 60 persen kematian bayi dan balita terkait dengan kasus gizi kurang, sedangkan Angka kejadian gizi kurang di 53 kabupaten/kota di Indonesia masih di atas 40 persen dari populasi balita (KEMKOKESRA, 2010).

Menurut Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,19%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Tahun 2005 berdasarkan data susenas 2005, prevalensi status gizi anak balita untuk gizi kurang sebesar 19,20% dan gizi buruk 8,80%. Tidak ada penurunan yang berarti antara tahun 2003 dan 2005 bahkan terlihat cenderung statis (Depkes RI, 2006). Sedangkan di propinsi Jawa timur sendiri berdasarkan catatan komite penangan kemiskinan Pemprov Jatim diperkirakan jumlah penderita gizi buruk di Jatim mencapai 50.072 balita pada akhir tahun 2005 (Kang Irwan, 2008). Sementara itu kasus balita gizi untuk di kota Surabaya masih cukup mengkhawatirkan, berdasarkan data dinas kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya kasus balita gizi buruk sepanjang tahun 2008 mencapai 2.068 atau sekitar 1,81% dari jumlah seluruh balita sebanyak 114.108. (Roqib M, 2008). Sedangkan di Kediri dari jumlah balita 80.698 yang di timbang di posyandu sekitar 54.857 atau sekitar 67, 98% yang mengalami kenaikan berat badan selebihnya tidak mengalami kenaikan berat badan bahkan mengalami penurunan (Kang Irwan, 2008).

Faktor penyebab gizi buruk dan gizi kurang bermacam-macam, paling banyak dikarenakan kurangnya asupan gizi yang seimbang dalam waktu lama (Billy, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan yang di Kelurahan Sukorame Kota Kediri yang dilakukan tanggal 18 pebruari 2010, ketika mengikuti posyandu RW 7 di dapatkan informasi, dari beberapa ibu yang anaknya mengalami penurunan berat badan setelah ditimbang di posyandu didapatkan 80 % dikarenakan dietnya yang tidak benar, sering jajan, tidak nafsu makan. Mereka mengatakan bahwa anaknya hanya mau makan makanan ringan seperti chiki, dan sulit sekali untuk mengonsumsi makanan yang bergizi seperti nasi, dan sayur-sayuran. Di sana juga di dapatkan dengan balita gizi baik sebanyak 97,46 %, gizi kurang 17%, gizi lebih 0,63 %, KEP ringan 1,5 % diantara kelima kelurahan yang ada. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan kalori perhari

dengan kenaikan berat badan balita usia 4-5 tahun di Kelurahan Sukorame Kota Kediri. METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah cross sectional untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara variabel pemenuhan kalori per hari dengan kenaikan berat badan, kedua variabel (faktor resiko dan efek) diobservasi sekaligus pada waktu yang sama.

Populasi penelitian adalah seluruh ibu di Kelurahan Sukorame yang memiliki balita sehat dan KMS umur 4-5 tahun (102 responden). Sampel diambil dengan teknik Simple Random Sampling berupa undian.

Peneliti mendatangi posyandu-posyandu untuk mengumpulkan data dari responden dengan menggunakan kuesioner, setelah menyelesaikan informed consent. Kuesioner berisi daftar makanan balita yang terdiri dari makanan utama, makanan selingan, minuman balita perhari.

Analisis dengan Koefisiensi Kontingensi jika H0 ditolak, maka ada hubungan yang signifikan antara kedua variael.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan Tabel 1 yaitu tentang analisis hubungan antara pemenuhan kebutuhan kalori per hari dengan kenaikan berat badan balita usia 4-5 tahun per hari, menggunakan rumus chi kuadrat (χ²) atau dengan tabel bantu untuk menghitung:

χ ² = ∑ ([fo – fh] – 0,5) ² fh

Setelah ditemukan nilai χ² = 8,82,

kemudian dikonsultasikan kedalam harga kritik χ² dengan taraf signifikasi 5% dengan db (derajat bebas) =1, Jadi χ ² tabel = 3,481

Tabel 1. Tabel Kontingensi Hubungan pemenuhan kebutuhan kalori per hari dengan kenaikan berat badan balita

usia 4-5 tahun

Pemenuhan kebutuhan

kalori

Kenaikan Berat Badan

Jumlah

Optimal Tidak

Adekuat Tidak adekuat

22 4

10 15

32 19

Jumlah 26 25 51

Sehingga: harga χ² hitung (8,82) > χ ² tabel (3,481), maka H0 ditolak (ada hubungan antara kedua variabel). Nilai C (Koefisiensi kontingensi) dan C max kemudian dibandingkan, maka didapatkan: Chitung (0,39) < Cmax (0,707). Jadi hubungan kedua variabel kurang kuat.

Page 63: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 58

Keterangan Korelasi hubungan C hitung: 0 : tidak ada hubungan 0,1 – 0,25 : lemah 0,25 - 0,5 : kurang kuat 0,5 - 0,75 : kuat 0,75 – 0,9 : sangat kuat 1 : sempurna

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 51 responden di Kelurahan Sukorame Kota Kediri, didapatkan 32 balita usia 4-5 tahun (62,75%) pemenuhan kebutuhan kalorinya adekuat, sedangkan 19 balita pemenuhan kebutuhan kalorinya tidak adekuat (37,25%).

Sekitar 43,14% atau sebanyak 22 balita dengan pemenuhan kebutuhan kalori per harinya adekuat bertempat tinggal di lokasi perumahan TNI-AD (Brigif). Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan penghasilan orang tua yang cukup sehingga pemenuhan nutrisi akan anak mereka dapat terpenuhi.

Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada balita dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi atau penghasilan orang tua mereka. Dalam menu makanan mereka, para Ibu balita selalu menyediakan menu makanan yang lengkap yang mengandung semua kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh balitanya. Oleh sebab itu, balita yang bertempat tinggal di perumahan TNI memiliki pemenuhan nutrisi yang lebih adekuat dikarenakan faktor ekonomi orang tuanya yang relatif berkecukupan.

Seperti yang dikemukanan oleh Bascommetro (2009) bahwa faktor yang mempengaruhi pemenuhan nutrisi adalah pengetahuan, prasangka, kebiasaan, kesukaan, dan ekonomi. Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi seseorang, dalam menyediakan makanan yang bergizi dibutuhkan dana. Dengan kata lain orang yang berstatus ekonomi menengah ke atas tidak sulit menyediakan makanan yang bergizi.

Berdasarkan hasil penelitian tentang kenaikan berat badan dari 51 responden didapatkan 26 balita usia 4-5 tahun (50,98 %) mengalami kenaikan berat badan optimal dan 25 balita usia 4-5 tahun ( 49,02 %) kenaikan berat badannya tidak optimal. Balita yang mengalami kenaikan berat badan optimal dikarenakan pengkonsumsian makanan yang mengandung kalori tinggi. Berdasarkan data jenis makanan yang terlapir (lampiran 18), dari 51 responden hampir keseluruhan menyatakan balita mereka mengkonsumsi nasi yaitu 50

responden atau 98,03%. Sedangkan untuk lauk yang diberikan sebagai pendamping nasi mayoritas adalah ayam sebanyak 42 responden atau 82,35% dan pengonsumsian susu segar sebanyak 31 balita atau 60,78%. Telah diketahui bahwa ayam dan susu segar merupakan sumber kalori yang tinggi, sehingga pengonsumsian dalam jumlah yang cukup akan berdampak pada kenaikan berat badan balita yang optimal. Dalam PUGS (2000) menyatakan jika balita diberikan gizi seimbang yaitu makanan yang dikonsumsi balita dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, maka tumbuh kembang balita dapat optimal.

Berdasarkan dari hasil analisis data didapatkan bahwa ada hubungan yang kurang kuat antara pemenuhan kebutuhan kalori per hari dengan kenaikan berat badan balita usia 4-5 tahun. Kenaikan berat badan pada balita usia 4-5 tahun tidak hanya dipengaruhi oleh pemenuhan kebutuhan kalori per hari, hal tersebut dapat dipengaruhi salah satunya oleh tingkat aktivitas balita itu sendiri. Berdasarkan pengamatan pada pelaksanaan posyandu di kelurahan Sukorame tanggal 12 – 17 Mei 2010, diperoleh bahwa balita yang datang ke posyandu memilki aktivitas yang cukup tinggi. Balita usia 4 – 5 tahun memiliki aktifitas yang lebih banyak, karena pada usia ini balita sudah mulai memiliki kemampuan mengembangkan daya inisiatifnya. Hal tersebut sesuai dengan teori psycho – sosial yang di kemukakan oleh Erickson, bahwa anak usia 4 – 5 tahun berada pada fase inisiatif dan rasa bersalah, dimana dalam tahap ini anak akan banyak bertanya dalam segala hal, sehingga berkesan cerewet. Pada usia ini juga mereka mengalami pengembangan inisiatif atau ide, sampai pada hal-hal yang berbau fantasi. Sedangkan, Ayu Dutika (2008) menyatakan pemenuhan kebutuhan kalori tergantung dari pemenuhan nutrisi dan kandungan gizi yang terdapat dalam makanan, akan tetapi faktor lain yang juga cukup berpengaruh adalah tingkat aktivitas dan keluarga atau lingkungan. Balita dengan aktivitas yang banyak seperti bermain, belajar, olahraga kecil dll, membutuhkan energi yang lebih dari makanan yang dikonsumsi. Agar tidak terjadi penurunan berat badan, dan terjadi keseimbangan energi yang masuk melalui makanan dengan energi yang keluar melalui aktivitas, maka dibutuhkan makanan dengan jumlah kalori yang besar untuk balita tersebut (Sunitra, 2005).

Page 64: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 59

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian ini ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan kalori perhari dengan kenaikan berat badan balita usia 4-5 tahun. Saran yang disampaikan bagi tempat penelitian adalah diharapkan bidan dapat memberikan penyuluhan kepada ibu dengan balita yang memiliki aktifitas lebih untuk memberikan menu makanan yang seimbang terutama dengan jumlah kalori yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Arisaman. (2003). Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam

Daur Kehidupan. EGC, Jakarta Astikah Proverawati. (2009). Buku ajar Gizi

untuk kebidanan. Nuha Medika, Yogyakarta

Aziz Alimul Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta

Bascommetro. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi. Diakses tanggal 23 Februari 2010. Jam : 20.20 <http://bascommetro.blogspot.com/ 2009/12/faktor-yang-mempengaruhi-kebutuhan.html>

Dahsyaat. (2010). Gambaran penerapan pola asuh orang tua pada balita. Diakses pada tanggal 24 Peb.2010. Jam 20.03

<http://dahsyaat.com/gambaran-penerapan-pola-asuh-orang-tua-pada-balita-dengan-kekurangan-energi-protein-kep/>

Deddy Mochtadi. (2009). Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta, Bandung

FKUI. 2003. Pengkajian Status Gizi (Studi Epidemiologi). Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Donna L Wong. (2006). Buku ajar keperawatan pediatric volume 1. EGC, Jakarta

Frisianflag. (2009). Panduan nutrisi pada balita. Diakses tanggal 19 Peb. 2010. Jam 18.00. <http://ibudanbalita.com/ pojokcerdas/panduan-nutrisi-balita>

Genis Ginanjar Wahyu. (2009). Obesitas pada anak. B First, Yogyakarta

Goodhealth. (2008). Cara ilmiah menjadi langsing. Diakses tanggal 24 Peb. 2010. Jam 19.40 <http://goodhealthgoodprofits. com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id34>

Gsianturi. (2003). Gizi net. Diakses pada tanggal 23 Peb. 2010. Jam 19.23 <http://www.gizi.net/>

Husaini Usman. (2006). Pengantar statistik.

Bumi Aksara, Yogyakarta

I Dewa Nyoman Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta

Nakita. (2009). Pojok cerdas. Diakses pada tanggal 24 Peb. 2010. Jam 21.35 <http://ibudanbalita.com/pojokcerdas/artikel456/index>

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan., Salemba Medika, Jakarta

Parentsguide. (2008). Berat badan balita.

Diakses tanggal 25 Pebruari 2010. Jam 19.35 <http://www.parentsguide.co.id/ smf/index.php?topic=351.0>

Potter Patricia A. (2006). Fundamental keperawatan volume 1 edisi keempat.

EGC, Jakarta Rahmi Untoro. (2009). Kebutuhan gizi net.

Diakses tanggal 18 Pebruari 2010. Jam 20.16 <http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/ fullnews.cgi?newsid1050558446,21079,>

Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alma Alfabeta, Bandung

Soegeng Santoso. (2004). Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta, Jakarta

Soekidjo Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta,

Jakarta Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur

Penelitian. PT Rineka Cipta, Jakarta Sugiyono. (2006). Statistika Untuk Penelitian.

Alfabeta, Bandung Sunita Almatsier. (2005). Prinsip Dasar Ilmu

Gizi. Gramedia, Jakarta Sutrisno Hadi. ( 1995 ). Metodologi Riset.

Andi offset, Yogyakarta -------. (2000). Gizi Seimbang Menuju Hidup

Sehat bagi Balita. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, Jakarta

-------. (2006). Pedoman Penatalaksanaan Stimulasi,Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI, Jakarta

-------. (2008). Faktor-faktor terjadinya gizi terjadinya gizi buruk. Diakses pada tanggal 24 Pebruari 2010. Jam 19.54 <http://www.luwuutara.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=964&Itemid=229&date=2010-03-01>

-------. (2010). Balita. Diakses pada tanggal 20 Pebruari 2010. Jam 20.31. <http://wapedia.mobi/id/Balita >

-------. (2010). Gizi Buruk. Diakses pada

tanggal 24 Pebruari 2010. Jam 22.11. <http://www.menkokesra.go.id/content/view/2817/1/>

-------. (2010). Profil supervisor. Diakses pada tanggal 26 Pebruari 2010. Jam 11.26.<http:ikafkunud.blogspot.com/20/

Page 65: Gema BIDAN INDONESIA - griyahusada.idgriyahusada.id/files/serdos-2015/jurnal/jurnal bu henny/gebi-3-1... · Koekoeh Hardjito, Siti Asiyah, Ribut Eko Wijanti Halaman 11-15 GAMBARAN

Volume III Nomor 1, Maret 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 60

10/02/profil-supervisor-dibagian-ilmu.html>