gcg audit

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 salah satunya diakibatkan lemahnya penerapan dan praktik-praktik dari Corporate Governance (Jhonson dkk 2000) dalam Deni Darmawati (2004). Iskandar dan Chamlao (2000) dalam Erna (2008) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya Corporate Governance dinegara tersebut, sehingga mereka masuk kedalam perangkat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini ditandai dengan kurangnya transparansi didalam pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah, adanya campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen yang sangat terasa sehingga menimbulkan konflik kepentingan yang menyimpang dan lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi. 1

Upload: hikmanfadli

Post on 05-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mata kuliah seminar audit

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 salah satunya diakibatkan lemahnya penerapan dan praktik-praktik dari Corporate Governance (Jhonson dkk 2000) dalam Deni Darmawati (2004). Iskandar dan Chamlao (2000) dalam Erna (2008) menyampaikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara dan negara lain terjadi bukan hanya akibat faktor ekonomi makro namun juga karena lemahnya Corporate Governance dinegara tersebut, sehingga mereka masuk kedalam perangkat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini ditandai dengan kurangnya transparansi didalam pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah, adanya campur tangan pemegang saham mayoritas pada manajemen yang sangat terasa sehingga menimbulkan konflik kepentingan yang menyimpang dan lemahnya standar-standar akuntansi dan regulasi.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut perusaahaan perlu memiliki sistem pengelolaan perusahaan yang baik, yang mampu memberikan perlindungan efektif kepada para pemegang saham dan pihak kreditur. Sehingga pemegang saham dan kreditur dapat meyakinkan dirinya akan perolehan keuntungan investasinya dengan wajar dan bernilai tinggi. Selain itu juga harus dapat menjamin terpenuhinya kepentingan karyawan serta perusahaan itu sendiri.

Dalam upaya mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, maka para pelaku bisnis indonesia menyepakati penerapan Good Corporate Governanve (GCG) suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik. Hal ini sesuai dengan penandatangan perjanjian Letter of Intent (LOI) dengan IMF tahun 1998, yang salah satu isinya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaaan di Indonesia (Sri Sulistyanto, 2003) dalam Yudha 2007. Melalui penerapan dan pelaksanaan Corporate Governance didalam perusaahn diharapkan : (1) perusahaan mampu meningkatkan kinerjanya melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta mampu meningkatkan pelayanannya kepada stakeholder, (2) perusahaan lebih mudah memperoleh dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat meningkatkan Corporate Value, (3) mampu meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya diIndonesia dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholder dan dividen.

Mekanisme Corporate Governance merupakan satu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antar pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/pengawasan terhadap keputusan tersebut. Ada beberapa mekanisme yang sering digunakan dalam berbagai penelitian mengenai Corporate Governance, diantaranya kepemilikan Institusional, kepemilikan Manajerial, keberadaan Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite Audit, Financial Literacy dan ukuran perusahaan.

Salah satu prasayarat implementasi Good Corporate Governance (GCG) diperusahaan publik Indonesia adalah keberadaan Komite Audit didalam organisasi perusahaan. Komite audit ditetapkan dalam surat keputusan dari Bapepam No : KEP - 41 / PM / 2003 tanggal 22 Desember 2003 pasal 2 tetang Emiten / Emitten atau perusahaan publik wajib memiliki Komite Audit.

Komite Audit beranggotakan auditor independen yang bertanggung jawab dan diketuai komisaris independen. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dan bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen tentang telaah atas ketaatan perusahaan pada peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatanperusahaan dan telaah atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik untuk memastikan semua risiko telah dipertimbangkan. Selain itu, Komite Audit juga bertanggungjawab untuk mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang memadai, meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan, mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit, biaya eksternal audit, dan kemandirian serta objektivitas eksternal auditor.

Berdasarkan tinjauan historis dalam artikel yang ditulis oleh Hekinus (2004 : 5) menunjukkan bahwa keberadaan Komite Audit menjadi semakin penting terutama untuk memulihkan dan mempertinggi daya tahan perusahaan setelah berbagai kasus kecurangan yang terjadi. Tujuan pembentukan Komite Audit umumnya dimaksudkan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi, auditing, serta sistem pengendalian yang lain sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap optimal dalam sistem ekonomi pasar.

Masih dari artikel yang dikemukakan Hekinus, disebutkan bahwa hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolak ukur keberhasilan atau efektivitas suatu Komite Audit. Sementara belum terdapat hasil pembuktian empiris mengenai hal ini, Summer (1991) berpandangan bahwa Komite Audit di banyak perusahaan belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut Summer, banyak Komite Audit yang hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, karena banyak diantara mereka tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai, dan juga banyak yang belum memahami peran pokoknya. Summer berpendapat bahwa adanya Komite Audit yang efektif akan memberi perlindungan bagi akuntan publik yang melakukan kegiatan audit, serta mengangkat hakikat auditor internal karena pelaksanaan fungsinya akan lebih diperhatikan.Menurut Hekinus Manao selaku Kepala Pusat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan Republik Indonesia berpendapat bahwa fakta ketidakefektifan KomiteAudit di Indonesia terlihat dari gagalnya Komite Audit pada BUMN dan bank-bank swasta. Hekinus Manao juga mengatakan kegagalan Komite Audit ini disebabkan beberapa fakta antara lain peran Komisaris yang oportunis, pemahaman fungsi Komite Audit masih rendah, kendala implementasi GCG berkaitan fungsi RUPS yang masih kurang jelas dan masih diperebutkannya auditor eksternal.Berdasarkan uraian diatas mendorong penulis untuk mengkaji apakah ada hubungan antara mekanisme Corporate Governance (CG) dengan peranan dan tanggungjawab Komite Audit dalam mencapai Good Corporate Governance (GCG).1.2 Perumusan MasalahBerdasarkan uraian dari latar belakang sebelumnya, penulismengidentifikasi masalah yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Apakah pengertian, asas, tujuan dan manfaat dari Good Corporate Governance (GCG).2. Apakah terdapat peran Komite Audit dan tanggungjawab Komite Audit dalam mencapai Good Corporate Governance (GCG).3. Bagaimana perkembangan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dan dunia sekarang ini.1.3. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini mempunyai tujuansebagai berikut :

1. Untuk menganalisis hubungan antara mekanisme Corporate Governance (CG) dengan peranan dan tanggungjawab Komite Audit dalam mencapai Good Corporate Governance (GCG).

2. Untuk memberikan gambaran bagaimana penerapan dan perkembangan Good Corporate Governance (GCG) di Indonesia dan dunia pada kondisi perekonomian sekarang ini.1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dari penulisan makalah ini dapat menambah informasi dan wawasan bagi penulis dan masyarakat pada umumnya mengenai mekanisme Corporate Governance (CG) dan hubungannya dengan peranan dan tanggungjawab Komite Audit dalam meningkatkan Good Corporate Governance (GCG).

2. Selain itu penulisan ini bisa menjadi masukan bagi regulator terutama berkaitan dengan masukan dalam usaha untuk terus mendorong akan pentingnya penerapan Good Corporate Governance (GCG).BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi sebuah istilah dan gerakan yang hangat dibicarakan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah konsep yang makin populer, GCG ternyata tidak memiliki definisi tunggal. Di kalangan bisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan. Beberapa negara mendefinisikan GCG dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah.2.1.1 Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance (GCG) sendiri merupakan kelanjutan dari teori agensi yang dalam tataran empirik kurang memadai untuk digunakan sebagai alat penyelenggarakan perusahaan modern dimana terdapat ciri menonjol terpisahnya kepemilikan dengan pengelolaan serta digunakannya dana pinjaman selain dana dari para pesaham. Teory agensi memberikan wawasan analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan Agent dengan principal atau principal dengan principal.Teori agensi muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolaan terdapat dimana-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar modern sehingga teori perusahaan klasik tidak lagi dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu. Pada teori perusahaan klasik, pemilik perusahaan yang berjiwa wiraswasta, mengendalikan sendiri perusahaannya, mengambil keputusan demi kehidupan perusahaannya sehingga diharapkan adalah maksimum profit sebagai syarat mati untuk bisa bertahan hidup dan berkembang.Teori agensi menjawab dengan menggambarkan hal-hal apa saja yang berpeluang akan terjadi, manakala pengelolaan perusahaan diserahkan kepada agent oleh pemegang saham (principal) dan bagaimana agent menggunakan dana pinjam dalam menjalankan usahanya. Konflik kepentingan akan terjadi baik antara agent (pengelola) dengan principal (pemegang saham) maupun antara principal (pemegang saham) dengan principal (pemberi pinjaman). Pengertian principal dalam teori agensi adalah pihak-pihak yang menyerahkan sebagian atau seluruh welth-nya untuk dikembangkan oleh pihak lain. Dengan adanya perdebatan dalam Teori Agensi tersebut maka dibutuhkan sebuah Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik.

Governance diambil dari kata latin, yaitu governance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi Corporate Governance(CG) yang artinya sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi, termasuk perusahaan.

Ada beberapa definisi yang berkaitan dengan Good Corporate Governance (GCG) menurut Sheilefer dan Vishny di jelaskan bahwa Good Corporate Governance (GCG) sebagai bagian dari cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh imbal hasil (return) yang sesuai dengan investasi yang telah ditanamkan.

Definisi Corporate Governance (CG) sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No.117/2002, adalah :

Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stokeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika(2002).Pengertian Corporate Governance (CG) menurut OECD atau negara-negara maju dalam tatanan common law system, mengacu kepada pembagian kewenangan antara semua pihak yang menentukan arah dan performance suatu perusahaan. Pihak-pihak tersebut adalah pemegang saham, manajemen, dan board of directors. Karena perbedaan sistem hukum di Indonesia yang menganut civil law, maka ketiga pelaku utama tersebut adalah pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris. Dengan demikian, direksi di Indonesia adalah manajemen menurut terminologi yang digunakan dalam bahasa Corporate Governance (CG), sedangkan dewan komisaris lebih merupakan board of directors.Komite Cadburry (dalam Che Haat, 2005) melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG :

"GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya."

Center for European Policy Studies (1999) mendefinisikan GCG sebagai berikut :"GCG merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak {right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan."

Organization for Economic Coorperation and Development (2004) mendefinisikan:"GCG adalah cara - cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada sharehoider-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggung jawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya."

Finance Committee on Corporate Governance Malaysia (2008), menurut lembaga tersebut didefinisikan sebagai berikut :

"GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholders lainnya."Sedangkan secara umum istilah Good Corporate Governance (GCG) merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari nilai-nilai yang terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). GCG berusaha menjaga keseimbangan antara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha yang berjalan secara berkesinambungan (sustainable) untuk menaikan nilai saham, sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholder, karyawan, kreditor dan masyarakat.2.1.2 Prinsip Dasar Good Corporate Governance (GCG)

Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu tansparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan.

1. Transparansi (Transparency)

Prinsip DasarUntuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.Pedoman Pokok Pelaksanaan

a. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.b. Informasi harus diungkapkan, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.c. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.d. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.2. Akuntabilitas (Accountability)Prinsip Dasar

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.Pedoman Pokok Pelaksanaana. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.b. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.c. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.d. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).e. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.3. Responsibilitas (Responsibility)

Prinsip Dasar

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

Pedoman Pokok Pelaksanaan

a. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).b. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.4. Independensi (Independency)

Prinsip Dasar

Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.Pedoman Pokok Pelaksanaan

a. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.b. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Prinsip DasarDalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.Pedoman Pokok Pelaksanaan

a. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.b. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.

c. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.2.1.3Manfaat Good Corporate GovernanceDengan melaksanakan Corporate Governance, menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI) ada beberapa manfaat yang diperoleh, antara lain :

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia,

4. Pemegang saham akan puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholder Value dan deviden.2.1.4 Tujuan Pelaksanaan Corporate Governance

Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama, yaitu :

a) Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.

b) Melindungi hak dan kepentingan para anggota the stakeholders non pemegang saham.

c) Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

d) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan

e) Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

Penerapan Good corporate Governance dilingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2001 pada pasal 4 yaitu :

a) Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.

b) Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisiensi, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.

c) Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.

d) Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.

e) Meningkatkan iklim investasi nasional.

f) Mensukseskan program privatisasi.

2.1.5 Sistem One-tier dan Two-tierOne-tier system banyak dipakai di negara anglo-saxon seperti US, UK, Canada dan Australia. Sedangkan two-tier system banyak dipakai di negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda. Indonesia termasuk menganut sistem two-tier.

Dalam one-tier system, peran dewan komisaris (pengawas) dan peran dewan direksi (pelaksana/eksekutif) dijadikan dalam satu wadah. Wadah ini disebut board of director (BOD). Penyatuan ini membuat tidak jelasnya peran dari pengawas dan pelaksana. Sedangkan di dalam two-tier system, peran dewan komisaris dan dewan direksi dipisah secara jelas. Dewan komisaris akan mengawasi kerja dewan direksi.

Gambar One-Tier

Di dalam one-tier corporate governance system, ada empat tipe struktur board:

1. Semua direktur eksekutif adalah anggota board.Top managers adalah juga anggota board. ini banyak ditemukan pada perusahaan kecil, perusahaan keluarga dan start-up business

2. Mayoritas anggota board adalah direktur eksekutif.Di struktur ini ada direktur non-eksekutif dalam board namun jumlahnya sedikit (minoritas)

3. Mayoritas adalah direktur non-eksekutif.Sebagian besar dari direktur non-eksekutif ini adalah direktur independen.

4. Semua non-eksekutif direktur adalah anggota board. Banyak ditemukan dalam organisasi non-laba. Struktur ini hampir mirip dengan struktur two-tier Eropa.Untuk two-tier corporate governance system, struktur yang ada ialah terdiri dari dua board:

1. Dewan pengawas (supervisory board). Ini terdiri dari direktur non-eksekutif independent dan direktur non-eksekutif tidak independent (connected)

2. Dewan pelaksana (executive board). Ini terdiri dari semua direktur pelaksana spt. CEO, CFO, COO, CIO (C-level management).

Seperti disebutkan di atas, Indonesia menganut sistem two-tier governance. Hal ini mungkin karena pengaruh Belanda yang juga menganut sistem itu. Hanya saja, sistem two-tier ala Eropa menempatkan wakil dari karyawan (employee) pada level dewan direksi. Hal ini yang tidak ditiru oleh sistem di Indonesia.

Gambar Two-Tier

2.1.6 Pengawasan Perusahaan (Corporate Control)

Tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian internal serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intem.

Disamping itu, definisi baru tentang audit internal memperkuat tanggung jawab komite audit dalam hal Corporate Control karena dalam definisi tersebut dinyatakan, bahwa audit internal merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses pengelolaan perusahaan.

2.1.7 Pihak yang Berperan Dalam Good Corporate Governance Pengelolaaan perusahaan (Corporate Governance) itu sendiri dapat didefinisikan secara luas dan terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan hubungan antara Manajer, Direktur, dan Pemegang Saham.Sedangkan secara luas istilah pengelolaan perusahaan dapat meliputi kombinasi hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang meningkatkan perusahaan menarik modal masuk, memiliki kinerja yang efisien, menghasilkan keuntungan, serta memenuhi harapan masyarakat secara umum dan sekaligus kewajiban hukum .Keberadaan organ-organ tambahan tersebut memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pelaksanaan Good Corporate Governance(GCG).

Struktur Umum Suatu perusahaan berbentuk PT di Indonesia, adalah :

Gambar Organ Utama

A. Pemegang Saham / Rapat Umum Pemegang Saham (Rups) Wewenang Rapat Umum Pemegang Saham adalah:

a. Menyetujui atau menolak Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)

b. Menetapkan perhitungan alokasi laba perusahaan untuk:

Laba yang ditahan dan cadangan

Dividen kepada Pemegang Saham

Bonus Direksi, Komisaris, dan Pekerja

Mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris

Menetapkan target kinerja masing-masing Direksi dan Komisaris

Melakukan penilaian kinerja secara kolektif maupun masing-masing Direksi dan Komisaris

Menetapkan auditor eksternal untuk melakukan audit keuangan atas laporan keuangan

Menetapkan remunerasi Komisaris dan Direksi

Menetapkan kebijakan mengenai kemungkinan adanya konflik kepentingan yang terkait dengan Komisaris

Menetapkan jumlah maksimum jabatan Komisaris yang boleh dirangkap oleh seorang Komisaris

Menetapkan jumlah maksimum jabatan Komisaris yang boleh dirangkap oleh Direksi pada Anak Perusahaan.Mendelegasikan kepada Komisaris tentang pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi.

Pemegang Saham memiliki hak untuk, sebagai berikut:

a. Menghadiri RUPS dan memberikan suara pada RUPS

b. Memperoleh informasi material (termasuk hak bertanya) baik dari Komisaris maupun Direksi mengenai keuangan atau hal-hal lain yang menyangkut Perusahaan secara lengkap, tepat waktu, dan teratur

c. Memperoleh pembagian laba Perusahaan (dividen)

d. Menyelenggarakan RUPS dalam hal Direksi dan/atau Komisaris lalai menyelenggarakan RUPS Tahunan dan sewaktu-waktu meminta penyelenggaraan RUPS Luar Biasa bila dipandang perlu, misalnya bila Perusahaan menghadapi penurunan kinerja yang signifikan.B. Komisaris

Komisaris harus mengawasi dan memberi nasihat kepada Direksi mengenai penyelenggaraan perusahaan.Komisaris Berdasarkan UU PT diharuskan, dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab, untuk melaksanakan tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan.Berdasarkan hukum Komisaris ataupun RUPS diberi wewenang untuk menskors (memberhentikan sementara) anggota Direksi. Komisaris sama-sama dengan Direksi, harus menandatangani laporan tahunan perusahaan.Dengan demikian, turut bertanggung jawab secara hukum atas laporan keuangan yang menyesatkan yang karenanya menyebabkan kerugian kepada pihak manapun. Setiap anggota dewan Komisaris harus mengungkapkan kepada perusahaan, berdasarkan UU PT, setiap kepentingan kepemilikan saham yang dipegang olehnya atau keluarganya dalam perusahaan tersebut atau perusahaan-perusahaan lainnya. Namun, pelaksanaan tanggung jawab Komisaris tersebut hingga kini dinilai sangat langka.C. Direksi

Direksi bertanggung jawab penuh atas manajemen perusahaan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh dan secara pribadi jika ia bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas-tugasnya. Direksi diharuskan oleh UU PT untuk menjalankan, dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab, tugas-tugasnya untuk kepentingan perusahaan. Setiap anggota secara pribadi bertanggungjawab atas penyimpangan atau kelalaian dalam menjalankan tanggungjawab tersebut. Direksi wajib mengadakan pembukaan perusahaan, mempersiapkan dan mengajukan kepada RUPS tahunan suatu laporan tahunan dan laporan keuangan tahunan di samping mengadakan dan memelihara daftar Pemegang Saham serta Risalah RUPS. Seorang anggota Direksi juga harus mengungkapkan kepada perusahaan, berdasarkan pasal 87 UU PT, setiap kepentingan pemegang saham yang dipegang olehnya atau oleh keluarganya dalam perusahaan tersebut atau perusahaan-perusahaan lain. Direksi berkewajiban mematuhi Pasal 34 UU Perseroan Terbatas yang mengharuskan perusahaan menyelenggarakan dan memelihara daftar.Pemegang saham dan daftar khusus yang memuat keterangan tentang kepemilikan saham para anggota Direksi dan Komisaris serta keluarga mereka didalam perusahaan tersebut dan atau di perusahaan-perusahaan lainnya berikut pencatatan tanggal saham-saham itu diperoleh atau dilepaskan. Direksi wajib menyediakan Daftar Pemegang Saham pada Kantor perusahaan. Menurut peraturan-peraturan yang berlaku suatu perusahaan yang terdaftar di bursa saham diharuskan untuk mengangkat seorang corporate secretary,dimana corporate secretary tersebut bertugas sebagai penghubung investor (investor relation office). Di samping itu, juga sedang diusulkan di mana corporate secretary juga bertindak sebagai petugas ketaatan (compliance officer) dan pemegang dokumen-dokumen perusahaan seperti Daftar Pemegang Saham serta Daftar Khusus perusahaan, termasuk pula risalah rapat setiap RUPS. Salah seorang anggota Direksi dapat ditunjuk sebagai corporate secretary.Organ Pendukung

Gambar Organ Pendukung1. Sekretaris Perseroan

Sekretaris Perusahaan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Mempersiapkan penyelenggaraan RUPS.

b. Menghadiri rapat Direksi dan rapat gabungan antara Komisaris dengan Direksi.

c. Mengelola dan menyimpan dokumen yang terkait dengan kegiatan Perusahaan meliputi dokumen RUPS, risalah rapat Direksi, risalah rapat gabungan antara Direksi dengan Komisaris, dan dokumen-dokumen Perusahaan yang penting lainnya.

d. Mencatat Daftar Khusus berkaitan dengan Direksi dan keluarganya serta Komisaris dan keluarganya baik dalam Perusahan maupun afiliasinya yang mencakup kepemilikan saham, hubungan bisnis, dan peranan lain yang menimbulkan benturan kepentingan dengan kepentingan Perusahaan.

e. Melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung-jawabnya kepada Direktur Utama secara berkala.

f. Menghimpun semua informasi yang penting mengenai Perusahaan dari setiap unit kerja.

g. Menentukan kriteria mengenai jenis dan materi informasi yang dapat disampaikan kepada stakeholders, termasuk informasi yang dapat disampaikan sebagai public document.

h. Memelihara dan memutakhirkan informasi tentang Perusahaan yang disampaikan kepada stakeholders, baik dalam website, buletin, atau media informasi lainnya.

i. Memastikan bahwa Laporan Tahunan Perusahaan (Annual Report) telah mencantumkan penerapan GCG di lingkungan Perusahaan.2. Satuan Pengawasan Intern (SPI)

SPI mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Membuat strategi, kebijakan, serta rencana kegiatan pengawasan;

b. Memonitor pencapaian tujuan dan strategi pengawasan secara keseluruhan serta melakukan kajian secara berkala.

c. Memastikan sistem pengendalian internal Perusahaan berfungsi efektif termasuk melakukan kegiatan yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan serta melakukan assesment terhadap sistem tersebut secara berkala.

d. Melaksanakan fungsi pengawasan pada seluruh aktivitas usaha yang meliputi antara lain bidang akuntansi, keuangan, sumber daya manusia dan operasional.

e. Melakukan audit guna mendorong terciptanya kepatuhan baik pekerja maupun manajemen Perusahaan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Melakukan audit khusus (investigasi) untuk mengungkap kasus yang mempunyai indikasi terjadinya penyalahgunaan wewenang, penggelapan, penyelewengan, dan kecurangan (fraud).

g. Memberikan saran-saran perbaikan yang diperlukan dan informasi yang obyektif tentang kegiatan yang diaudit kepada semua tingkatan manajemen.

h. Memberikan konsultasi terhadap seluruh jajaran manajemen mengenai upaya peningkatan efektivitas pengendalian intern, peningkatan efisiensi, manajemen risiko, dan kegiatan lainnya terkait dengan peningkatan kinerja.

i. Mendukung penerapan GCG di lingkungan Perusahaan.

j. Menyiapkan dukungan data, informasi dan analisis untuk Direksi dalam rangka penyampaian laporan Direksi kepada Komisaris.

k. Melaporkan seluruh hasil kegiatan pengawasannya langsung kepada Direktur Utama dan memberikan tembusan kepada Komisaris melalui Komite Audit. 3. Piagam SPI

Kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab SPI serta hubungan kelembagaan antara SPI dengan Komite Audit dan Auditor Eksternal dituangkan dalam Piagam SPI yang ditandatangani oleh Direktur Utama, Kepala SPI, dan Komisaris selaku Ketua Komite Audit. 4. Sekretariat Komisaris

Sekretariat Komisaris dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Komisaris guna membantu Komisaris di bidang kegiatan kesekretariatan:

a. Pelaksanaan peran sebagai penghubung antara Komisaris, Direksi, dan Pemegang Saham

b. Penyiapan undangan rapat dan penyiapan bahan-bahan rapat Komisaris

c. Pendokumentasian surat-surat

d. Penyusunan notulen rapat

e. Pengumpulan data atau informasi yang relevan dengan pelaksanaan tugas Komisaris

Sekretariat Komisaris dilengkapi dengan uraian tugas yang jelas dan jumlah staf yang sesuai dengan kebutuhan. 2.1.8 Faktor dalam Good Corporate Governance

1) Pimpinan perusahaan

Faktor pertama yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah mengenai pimpinan perusahaan.Dalam suatu perusahaan pasti terdapat satu pimpinan dengan karakteristiknya sendiriuntuk mengatur kinerja perusahaan. Apabila sering terjadi pergantian pimpinan,maka karakteristik gaya kepemimpinan yang diterapkan tiap tiap pimpinan kepadaanak buahnya tentu saja akan berbeda beda, sehingga akan mempengaruhi kinerjaperusahaan. Apabila kinerja perusahaan sudah terganggu, maka akan berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan tersebut, karena sudah tidak ada keseimbangan kinerja dalam perusahaan tersebut.2) Faktor kepemilikan orang dalam (Insider Holding) dan faktor Blockholder.

Faktor kedua yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah adanya faktor kepemilikan orang dalam (Insider Holding) dan faktor Blockholder. Faktor kepemilikan orang dalam dapat mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini dari segi tekanan dan pengaruh yang diberikan dari pemilik perusahaan kepada auditor dengan segala cara untuk dapat merubah opini yang akan diberikan oleh auditor, demikian juga dengan adanya faktor Blockholder. Blockholder disini diartikan oleh Parker et.al. (2005) sebagai saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak luar perusahaan sekurang kurangnya sebesar 5% dari saham yang beredar. Dengan adanya kepemilikan saham tersebut, maka dari pihak luar juga merasa memiliki bagian kekuasaan dari perusahaan tersebut, sehingga keputusan pihak pihak tersebut dapat menekan auditor untuk memberikan opini audit sesuai dengan keinginan pihak luar tersebut.

3) Faktor komite audit

Faktor ketiga yang dapat mempengaruhi pemberian opini audit Going-Concern dalam Struktur Good Corporate Governance adalah faktor komite audit. Ada atau tidaknya komite audit dalam suatu perusahaan dapat mempengaruhi auditor dalammemberikan opini audit Going-Concern. Pengaruh yang diberikan komite auditterhadap pemberian opini audit, dapat dilihat dari keefektifan dan keefisienan kinerja komite audit itu sendiri dalam memeriksa dan membenarkan laporan auditperusahaannya, atau dapat juga dilihat dari banyaknya pertemuan atau rapat komiteaudit yang dilakukan. Hal ini terbukti menurut Parker et.al. (2005), bahwa semakin sering dilakukan rapat atau pertemuan komite audit, maka dapat memberikan pengaruh terhadap pemberian opini audit dari segi kinerja komite audit, karena dengan semakin banyaknya dilakukan pertemuan atau rapat tersebut, maka kinerja mereka akan semakin terlihat untuk membenahi laporan keuangan yang salah untuk memajukan perusahaan.4) Faktor Kelangsungan Hidup Perusahaan itu sendiri

Faktor kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Didalam Faktor Kelangsungan Hidup Perusahaan tersebut, terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terganggunya hidup perusahaan, diantaranya adalah menyangkut mengenai laporan keuangan perusahaan, masalah-masalah internal perusahaan seperti masalah karyawan, sistem perusahaan, dan sebagainya, serta masalah-masalah eksternal seperti masalah pada pemasok yang memberikan suplai kepada perusahaan, peraturan-peraturan yang dapat merugikan perusahaan, dan sebagainya.2.1.9 Implementasi Penilaian Good Corporate Governance (GCG)Implementasi GCG pada sebuah perusahaan akan berdampak positif bagi kelangsungan perusahaan. Dampak positif tersebut antara lain dipercaya investor. Sistem tata kelola perusahaan yang baik merupakan merupakan jalinan keterkaitan antar stakeholder perusahaan yang digunakan untuk meningkatkan strategi perusahaan.

Penilaian Implementasi GCG adalah sebagai berikut :1. Hak Pemegang Saham

Hak dan kewajiban pemegang saham, efektifitas perusahaan dalam melindungi hak-hak semua pemegang saham, agar pemegang saham dapat melaksanakannya berdasarkan prosedur yang benar yang ditetapkan oleh perseroan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.2. Kebijakan Corporate GovernanceStruktur dan pengaturan Direksi dan Komisaris.Kemampuan Komisaris secara independen untuk menilai kinerja manajemen dan membuat manajemen bertanggung jawab terhadap pemegang saham dan para pihak pemegang kepentingan (Stakeholder).

3. Praktek Corporate GovernancePraktek penerapan GCG merupakan sistem pengelolaan yang didasarkan atas prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi, pertanggung jawaban dan kewajaran. Dalam prakteknya prinsip-prinsip GCG yang baik ini perlu dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan pedoman GCG yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan para karyawan, mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip GCG yang baik yang akan dijalankan perusahaan.4. Penyingkapan (Disclosure)

Terhadap kebijakan dan Praktek-praktek tertentu Disclosure : ketelitian dan ketepatan waktu perusahaan menyingkap kedudukan keuangan. Keadaan perusahaan dan prospek-prospeknya, dan informasi non-keuangan lain, serta kemungkinan investor prospektif memperoleh informasi tersebut. Penyingkapan informasi non-keuangan meliputi susunan kepemilikan perusahaan, corporate governance dan pedoman etika lainnya, yang seharusnya diketahui umum.5. AuditPada prinsipnya audit merupakan kegiatan yang membandingkan kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kondisi yang dimaksud di sini merupakan keadaan yang seharusnya dapat digunakan oleh auditor sebagai pedoman untuk mengevaluasi informasi dalam lingkup akuntansi dan keuangan, istilah audit dikenal dengan nama auditing.

2.2 Komite AuditTelah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite.

Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:

a. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee)Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan-kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.

b. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee)Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses nominasinya.

c. Komite Audit (Audit Committee)

Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen (Egon Zehnder International, 2000: p. 21)2.2.1 Pengertian

Arens dan Loebbecke (2000) dalam buku Auditing: An Integrated Approach (hal 90-91) menyatakanbahwa:

An audit committee is a selected number of members of company board ofdirectors whose responsibilities include helping auditors remain independentof management. Most audit committees are made up three to five or sometimesas many as seven directors who are not a part of company management.Davies dan Parker (1995) dalam buku Auditing Handbook menyatakan bahwa: Audit Committee" means a committtee comprising a majority ofindependent/non-executive members of the governing body of an entity towhich has been assigned, among other functions, the oversight of the financialreporting and auditing process; "Governing body means the entitys boardof directors, trustees or governors, or other equivalent body or person.Dari kedua definisi diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum, komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris (dalam two tier systems) untuk mengawasi kinerja kegiatan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal di dalam perusahaan. Dan karenanya untuk mempertahankan independensi, komite audit beranggotakan komisaris independen, dan pihak-pihak diluar perusahaan yang terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan.Bila kita berbicara mengenai definisi, maka akan sangat beriringan pada bagaimana fungsi dan peran komite audit itu. Komite audit berperan untuk memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen.

Keberadaan komite audit pada saat ini telah menjadi salah satu aspek dalam kriteria penilaian dalam hal pelaksanaan good corporate governance. Selain itu, kehadirannya juga telah mendapat respon positif dari berbagai pihak, antara lain Pemerintah, Bapepam, Bursa Efek, Para Investor, Profesi Hukum, Profesi Akuntan, dan lain-lain. Hal ini sejalan dengan perkembangan dunia bisnis yang terus diwarnai oleh berbagai skandal yang terkait dengan pengelolaan perusahaan.

2.2.2 Bentuk Komite Audit

Komite audit merupakan salah satu dari beberapa komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris. Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks, Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit.

Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (governance) oleh manajemen. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional, disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota komisaris independen.

Hal ini telah diakomodasi oleh BEJ dan Bapepam dalam berbagai peraturannya yang khusus mengatur mengenai komite audit dalam kerangka GCG. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komite audit merupakan suatu institusi yang berada di bawah koordinasi dewan komisaris yang memiliki fungsi, utama untuk menjembatani pemegang saham (shareholder), stakeholder dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen, auditor internal dan auditor eksternal.

2.2.3 Struktur Komite Audit

Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.Menurut Institute of Internal Auditor dalam Internal Auditing and The AuditCommittee yang dikutip oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia dalam booklet Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance(Tata Kelola Perusahaan).Terdapat beberapa kualifikasi anggota komite audit, antara lain:

Independen : Memahami aktivitas bisnis (broad business knowledge)

Memiliki kemampuan komunikasi, natural curiosity dan healthy skepticism.

Menurut Hiro Tugiman (1996), anggota komite audit disamping harus ahli di bidangnya juga dituntut untuk mengetahui dan menguasai bidang akuntansi dan auditiug, analisa laporan keuangan, pembelanjaan perusahaan, sistem informasi manajemen, sistem dan pengendalian perusahaan, serta tanggap terhadap segala perkembangan.Menurut American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), jumlah anggota (size) dari komite audit berdasarkan hasil survey terhadap perusahaan yang memiliki komite audit adalah sekitar 90% memiliki komite audit dengan jumlah 3 sampai dengan 5 anggota.

Pada umumnya, sebagian besar komite audit tersebut memiliki anggoia yang berpengalaman dan mempunyai judgment tentang bisnis (perusahaan) dengan baik. Berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-315/BEJ/06/ 2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatatyang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris.

Sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. Kep-133/M- PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang yaitu satu orang anggota komisaris sekaligus sebagai ketua komite auditdan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan. Selanjutnya untuk dapat diangkat sebagai anggota komite audit perlu dipenuhi beberapa persyaratan sesuai pasal 5 SK tersebut, yaitu:

1. Memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup di bidang pengawasan/pemeriksaan dan bidang-bidang lainnya yang dianggap perlu sehingga dapat melaksanakan fungsinya secara optimal,

2. Tidak memiliki kepentingan/keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak negatif dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan, misalnya mempunyai kaitan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping dengan pegawai atau pejabat BUMN yang bersangkutan, mempunyai kaitan dengan rekanan BUMN yang bersangkutan,

3. Mampu berkomunikasi secara efektif

Selain itu, keanggotaan komite audit perlu dibatasi masa tugasnya, misalnya hanya boleh menjadi anggota komite audit suatu perusahaan maksimal dua periode (dua tahun) saja atau hanya dapat diperpanjang maksimal 1 (satu) kali.Dari berbagai peraturan mengenai komite audit diatas, yang dikeluarkan oleh berbagai institusi, penulis dapat mengambil benang merahnya yaitu bahwa komite audit hendaknyamemiliki struktur organisasi yang tidak terlalu kompleks yang berangggotakan orang-orang yang memiliki integritas dan independensi. Selain itu, kualitas kemampuan dan kompetensi juga tak kalah pentingnya untuk dimiliki oleh para anggota komite audit.2.2.4 Fungsi dan Peranan Komite Audit

Menurut The Institute of Internal Auditors dalam internal Auditing and The AuditCommittee yang dikutip oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam booklet terbitannya yang berjudul Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance, pada umumnya, komite audit mempunyai tanggungjawab pada laporan keuangan (finance reporting).Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:

1. Kondisi keuangan;

2. Hasil Usahanya;

3. Rencana dan komitmen jangka panjang.

Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1. Merekomendasikan auditor eksternal;

2. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu:

Surat penunjukkan auditor.

Perkiraan biaya audit.

Jadwal kunjungan auditor.

Koordinasi dengan internal audit.

Pengawasan terhadap hasil audit.

Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.

3. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;

4. Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi:

Laporan Paruh Tahun (Interim Financial Statements).

Laporan Tahunan (Annual Financial Statements).

Opini Auditor dan Management Letters.

Khusus tentang penilaian atas kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.2.3 Good Governence di Indonesia

2.3.1 Keadaan Good Governence di IndonesiaKomite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah diterapkan di tingkat internasional. Namun,walau menyadari pentingnya GCG, banyak pihak yang melaporkan masih rendahnya perusahaan yang menerapkan prinsip tersebut. Masih banyak perusahaan menerapkan prinsip GCG karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yang ada dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut sebagai bagian dari kultur perusahaan. Kondisi pelaksanaan corporate governance oleh perusahaanperusahaandi Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut (dalam Aries, 2008):1. Hasil survei internasional memberikan nilai yang rendah kepada perusahaan perusahaan di Indonesia dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporategovernance, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Hasil survei tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:a. Survei yang dilakukan oleh Credit Lyonnais Securities Asia (CLSA)terhadap standar-standar corporate governance yang dilakukan oleh 495 perusahaan di 25 negara berkembang selama bulan Februari sampai dengan bulan April tahun 2001 menunjukkan bahwa rata-rata skor total untukperusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya sebesar 37,81 dariskala 0,00-100,00 (100,00 adalah nilai tertinggi). Skor ini lebih rendah jikadibandingkan dengan skor total untuk perusahaan-perusahaan yang disurveidi negara Singapura (64,50), Malaysia (56,60), India (55,60), Thailand(55,10), Taiwan (54,60), Cina (49,10), Korea (47,10), dan Filipina (43,90) (Aries 2008,). Dalam hal ini terdapat tujuh aspek yang dinilai oleh CLSA, yaitu: transparansi, kedisplinan manajemen, kemandirian, akuntabilitas,tanggung jawab, keadilan, dan kepedulian sosial dari perusahaan.b. Pada tahun 2003, CLSA pertama kali bekerja sama dengan Asian corporategovernance Association (ACGA) dalam melakukan survei terhadappelaksanaan corporate governance oleh perusahaan-perusahaan di kawasanAsia. Survei ini masih menggunakan standar penilaian yang sama dengantahun 2001 dan 2002 dan dilakukan terhadap 380 perusahaan di 10(sepuluh) negara Asia. Hasil survei menunjukkan bahwa rata-rata skor totaluntuk perusahaan-perusahaan di Indonesia yang disurvei hanya sebesar 43,00 dari skala 0,00 100,00. Walaupun skor ini tampak lebih tinggidibandingkan dengan skor pada tahun sebelumnya, namun masih lebihrendah dibandingkan dengan skor dari kebanyakan negara Asia lainnya.c. Hanya ada satu negara yang disurvei yang memiliki skor lebih rendah dibandingkan Indonesia, yaitu Filipina. Singapura mempunyai skor 69,50,Malaysia mempunyai skor 65,00, India mempunyai skor 64,80, Thailandmempunyai skor 60,20, Taiwan mempunyai skor 58,70, Cina mempunyaiskor 57,40, Korea mempunyai skor 70,80, dan Filipina mempunyai skor39,80 (Gill dan Allen, 2003).

d. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2004, CLSA danACGA melakukan penilaian pelaksanaan corporate governanceberdasarkan pada 5 (lima) aspek makro, yaitu: (i) hukum dan praktik, (ii)penegakan hukum, (iii) lingkungan politik, (iv) standar-standar akuntansidan audit, serta (v) budaya corporate governance. Masing-masing aspekmempunyai sejumlah pernyataan yang harus dijawab dengan jawaban yaatau tidak atau kadang-kadang. Jawaban ya diberi nilai satu, jawabantidak diberi nilai nol, dan jawaban kadang-kadang diberi nilai setengah.e. Hasil survei pada tahun 2004 ini menunjukkan bahwa Indonesiamempunyai skor yang masih rendah di bandingkan dengan negara-negaraAsia lainnya, yaitu 40,00. Sebagai perbandingan, Singapura mempunyaiskor 75,00, Hongkong mempunyai skor 67,00, India mempunyai skor62,00, Malaysia mempunyai skor 60,00, Taiwan mempunyai skor 55,00,Korea mempunyai skor 58,00, Thailand mempunyai skor 53,00, Filipinamempunyai skor 50,00, dan Cina mempunyai skor 48,00 (Allen, 2004).

f. Pada tahun 2005, dengan menggunakan standar penilaian yang samadengan tahun 2004, hasil survei dari CLSA dan ACGA menunjukkanbahwa Indonesia masih menempati posisi yang terendah dengan skorsebesar 37,00. Sebagai perbandingan, Singapura mempunyai skor 70,00,Hongkong mempunyai skor 69,00, India mempunyai skor 61,00, Malaysiamempunyai skor 56,00, Taiwan mempunyai skor 52,00, Korea danThailand mempunyai skor 50,00, Filipina mempunyai skor 46,00, dan Cinamempunyai skor 44,00 (Gill dan Allen, 2005).

g. Pada tahun 2007, dengan menggunakan standar penilaian yang samadengan tahun 2004 dan 2005, hasil survei dari CLSA dan ACGA terhadap582 perusahaan yang terdaftar pada bursa saham di 11 (sebelas) negaraAsia menunjukkan bahwa Indonesia masih menempati posisi yang terendahdengan skor sebesar 37,00. Sebagai perbandingan, Hongkong mempunyaiskor 67,00, Singapura mempunyai skor 65,00, India mempunyai skor56,00, Taiwan mempunyai skor 54,00, Jepang mempunyai skor 52,00,2. Hasil penelitian Sulistyanto dan Nugraheni menunjukkan bahwa corporate governance belum mampu mengurangi manipulasi laporan-laporan keuanganyang dipublikasikan oleh perusahaan-perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) (Sulistyanto, 2003).2.3.2 Penyebab GCG belum Berjalan secara Optimal di Indonesia

Perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mampu melaksanakan corporate governance dengan sungguh-sungguh sehingga perusahaan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah kendala yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan tersebut pada saat perusahaan berupaya melaksanakan corporate governance demi terwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik. Kendala ini dapat dibagi tiga, yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan kendala yang berasal dari struktur kepemilikan. Kendala internal, meliputi kurangnya komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan, rendahnya tingkat pemahaman dari pimpinan dan karyawan perusahaantentang prinsip-prinsip good corporate governance, kurangnya panutan atau teladanyang diberikan oleh pimpinan, belum adanya budaya perusahaan yang mendukungterwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance, serta belum efektifnyasistem pengendalian internal. Kendala eksternal, dalam pelaksanaan corporate governance terkait dengan perangkat hukum, aturan dan penegakan hukum (law-enforcement). Indonesia tidak kekurangan produk hukum.Secara implisit ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalamUUPT, Undang-undang dan Peraturan Perbankan, Undang-undang Pasar Modal danlain-lain. Namun penegakannya oleh pemegang otoritas, seperti Bank Indonesia,Bapepam, BPPN, Kementerian Keuangan, BUMN, bahkan pengadilan sangatlemah. Oleh karena itu diperlukan test-case atau kasus preseden untuk membiasakan proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial dalam menyelesaikan praktik-praktik pelanggaran hukum perusahaan atau GCG. Baik kendala internal maupun kendala eksternal sama-sama penting bagi perusahaan, namun demikian, jika kendala internal bisa dipecahkan maka kendala eksternal akan lebih mudah diatasi. Kendala struktur kepemilikan, berdasarkan persentasi kepemilikandalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitukepemilikan yang terkonsentrasi dan kepemilikan yang menyebar. Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki secara dominan olehseseorang atau sekelompok orang saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yangmenyebar terjadi pada saat suatu perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yangbanyak dengan jumlah saham yang kecil-kecil (satu pemegang saham hanyamemiliki saham sebesar 5% atau kurang). Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat mewujudkan prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumberdaya perusahaan secara dominan sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan. Sama seperti halnya kendala eksternal, dampak negatif yang ditimbulkan dari struktur kepemilikan dapat diatasi jika perusahaan memiliki sistem pengendalian internal yang efektif, seperti mempunyai sistem yang menjamin pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab secara adil di antara berbagai partisipan dalam organisasi (Dewan Komisaris,Dewan Direksi, manajer, pemegang saham, serta pemangku kepentingan lainnya),dan dampak negatif ini juga akan hilang jika dalam stuktur organisasinya,perusahaan mempunyai Komisaris Independen dengan jumlah tertentu danmemenuhi kualifikasi yang ditentukan (syarat-syarat yang ditentukan untuk menjadiKomisaris Independen). Keberadaan Komisaris Independen ini diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih independen, objektif, dan menempatkan keadilan sebagai prinsip utama yang memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya. Peran Komisaris Independen ini diharapkan mampu mendorong diterapkannya prinsip dan praktik corporate governance pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasukBUMN. Upaya perusahaan untuk menghadirkan sistem pengendalian internal yangefektif tersebut terkait dengan upaya perusahaan untuk mengatasi kendala internalnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dampak negatif dari strukturkepemilikan akan hilang jika perusahaan mampumengatasi permasalahan yang terkait dengan kendala internalnya (Aries, 2008).

BAB III

KESIMPULAN

Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut menuntut adanya pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan adanya pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada para Pemegang Saham. Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham, yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Terlebih lagi, Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada kemandirian komisaris dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris : 1) Memiliki kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen; 2) Dilengkapi dengan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan; Dan 3) Berpartisipasi secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi.Hal ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik, memiliki latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman yang serius tentang perusahaan dan bisnis.Mengingat bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya tentang kecukupan (adequacy) Corporate Governance. Demikian pula halnya tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar dan penting bagi semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk mengupayakan mengurangi bahkan menghilangkan krisis kepercayaan (credibility gap) dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan tersebut. Dalam hal ini Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. (Improving Audit Committee Performance: What Works Best -A Research Report prepared by Pricewater house Coopers, the Institute of Internal Auditors Research Foundation)Akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam, danyang terpenting - independen yang mengikuti proses-proses efektif yang ditempuh oleh Dewan Komisaris dan komite-komite yang berkaitan adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan bahwa aset-aset perusahaan telah dialokasikan untuk pemanfaatannya secara produktif.DAFTAR PUSTAKA

Bapepam. Pembentukan dan Pedoman Kerja Komite Audit, Desember, Kep-41/PM/2003.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FGCI).2002. Tata Keloal Perusahaan (Corporate Governance). Mid II Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Melaksanakan Corporat Governance (Tata Kelola Perusahaan). Diambil dari http://www.cic fcgi.org /news /files /FGCI_ Booklet_ II.pdf.

Goodwin, Jenny. 2003, The relationship Between The Audit Committe and The Internal Audit Function: Evidence from Australia and New Zealand. International Journal of Auditing, Vol. 7, Issue 3, November 2003, pp.263.Jurnal Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. 2006. Komite Nasional Kebijakan Governance.

Kep. Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002.Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004, Standar Profesi AuditInternal, Jakarta.Learmount, S. (2002) : Theorizing corporate governance New Organiza-tional Alternatives, Journal of Interdiscplinary Economics, 14, 1, 159 173.Manao, Hekinus .1997, Memperjelas fungsi dewan audit. Media Akuntansi. Edisi 22. Oktober-November.

Sedarmayanti. 2012, Good Governance Kepemerintahan yang Baik & Good Corporate Governance Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, Edisi Revisi. Bandung : Mandar Maju.

Sulistyanto. 2003, GOOD corporate governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia? Jurnal Widya Warta, No.2 Tahun XXVI.Susanti, Aries. 2008, Hubungan Antara Fungsi Elemen Organisasi dengan Terwujudnya Prinsip Good corporate governance. Institute Teknologi Bandung.Yuthiaghina.Contoh Penerapan Good Corporate Governance. Diakses melalui: http://yuthiaghina.blogspot.com/2009/10/good-corporate-governance_30.html.

Board of Directors

Non Executive Directors (part time independent members)

Executive directors (Senior Management)

Organ Pendukung

Komite Audit

Sekretariat Komisaris

Satuan Pengawasan Intern

Sekretaris Perseroan

47