implementasi gcg

23
Keunikan GCG di perbankan Penerapan GCG perbankan dianggap unik karena bank memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan keuangan jenis lain maupun perusahaan non-keuangan. Keunikan perbankan terutama bila dilihat dari neraca yaitu aset perbankan rata-rata adalah kredit yang sebagian besar bersifat jangka panjang, sedangkan sisi liabilities adalah tabungan dan deposito yang memiliki sifat jangka pendek. Pengelolaan yang tidak hati-hati akan menyebabkan terjadinya mismatch antara aktiva dan pasiva. Terjadinya mismatch dapat menyebabkan pembukuan negatif bagi bank. Khusus untuk pengelolaan kredit maka kredit yang disalurkan tanpa hati-hati akan memunculkan kualitas kredit yang buruk dan akan membawa masalah bagi kesehatan perbankan. Kredit yang buruk, terutama terjadi karena kurang kehati-hatian manajemen (direksi dan komisaris) dalam mengelolanya dan tidak tertutup kemungkinan karena campur tangan pemilik dalam penyaluran kredit kepada pihak terkait. Penyaluran kredit kepada pihak terkait dapat bersifat positif jika keterkaitan itu meminimkan risiko dan sebaliknya akan bersifat negatif jika justru menambah risiko gagal bayar akibat terjadinya moral hazard. Ba-gaimanapun, GCG menjadi kental ketika ada persinggungan kepentingan antara pemilik dan manajemen. Sementara itu, kredit yang buruk dapat disimpan secara akuntansi dalam neraca perbankan untuk periode lama-mengingat sifatnya jangka panjang-sehingga perbankan mengalami kecenderungan vulnerable. Meredam masalah dalam pengelolaan perbankan yang vital bagi perekonomian itu, maka pengelolaan perbankan berdasarkan prinsip- prinsip GCG tidak dapat dielakkan lagi. Adapun prinsip-prinsip dasar

Upload: leila-melati-mukhlishah

Post on 25-Jul-2015

182 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: implementasi GCG

Keunikan GCG di perbankan

Penerapan GCG perbankan dianggap unik karena bank memiliki karakteristik yang berbeda

dengan perusahaan keuangan jenis lain maupun perusahaan non-keuangan. Keunikan

perbankan terutama bila dilihat dari neraca yaitu aset perbankan rata-rata adalah kredit yang

sebagian besar bersifat jangka panjang, sedangkan sisi liabilities adalah tabungan dan

deposito yang memiliki sifat jangka pendek.

Pengelolaan yang tidak hati-hati akan menyebabkan terjadinya mismatch antara aktiva dan

pasiva. Terjadinya mismatch dapat menyebabkan pembukuan negatif bagi bank.

 

Khusus untuk pengelolaan kredit maka kredit yang disalurkan tanpa hati-hati akan

memunculkan kualitas kredit yang buruk dan akan membawa masalah bagi kesehatan

perbankan. Kredit yang buruk, terutama terjadi karena kurang kehati-hatian manajemen

(direksi dan komisaris) dalam mengelolanya dan tidak tertutup kemungkinan karena campur

tangan pemilik dalam penyaluran kredit kepada pihak terkait.

 

Penyaluran kredit kepada pihak terkait dapat bersifat positif jika keterkaitan itu meminimkan

risiko dan sebaliknya akan bersifat negatif jika justru menambah risiko gagal bayar akibat

terjadinya moral hazard. Ba-gaimanapun, GCG menjadi kental ketika ada persinggungan

kepentingan antara pemilik dan manajemen.

Sementara itu, kredit yang buruk dapat disimpan secara akuntansi dalam neraca perbankan

untuk periode lama-mengingat sifatnya jangka panjang-sehingga perbankan mengalami

kecenderungan vulnerable.

Meredam masalah dalam pengelolaan perbankan yang vital bagi perekonomian itu, maka

pengelolaan perbankan berdasarkan prinsip-prinsip GCG tidak dapat dielakkan lagi. Adapun

prinsip-prinsip dasar GCG secara global adalah transparansi yang menyangkut keterbukaan

informasi dan proses dalam peng-ambilan keputusan.

Akuntabilitas tentang kejelasan fungsi dan tanggung jawab agar pengelolaan bank efektif.

Tanggung jawab dalam mematuhi perundang-undangan dan prinsip pengelolaan sehat.

Independensi pengelo-laan yang profesional tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak

manapun. Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder.

Namun, perbankan adalah industri khusus sehingga pengejawantahan lima prinsip GCG itu

perlu penafsiran yang tepat oleh Bank Indonesia maupun pelaku bisnis perbankan. Bank

sentral tampak tidak tinggal diam dan telah menancapkan berbagai rambu-rambu tata kelola

perbankan yang bagus dalam sebuah kerangka sistem yang dijadikan acuan dari segi

struktur, mekanisme, dan output.

Page 2: implementasi GCG

Mereka menetapkan ukuran aplikasi GCG dengan melihat efektivitas fungsi komisaris,

direksi, komite audit, kepatuhan, auditor, kecukupan nilai perusahaan dan rencana bisnis,

perlakuan terhadap pihak terkait, penerapan transparansi kondisi keuangan dan kondisi

non-keuangan.

Bank Indonesia mengeluarkan peraturan PBI 8/4/2006 untuk pelaksanaan GCG bagi bank

umum guna meningkatkan compliance terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan nilai-nilai etika yang berlaku umum di industri perbankan. Bank Indonesia

menyadari bahwa pengelolaan industri perbankan yang buruk menyusul adanya liberalisasi

tanpa peraturan dan pengawasan ketat.

Kompleksitas kegiatan usaha perbankan yang melebar menyebabkan risiko perbankan

meningkat sehingga aplikasi GCG mendesak dan tidak dapat ditawar lagi. Selain itu, praktik

GCG di tataran internasional sudah menjadi keharusan, demikian pula di tataran nasional

juga selayaknya menjadi keharusan.

GCG telah pula dikukuhkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai pilar keempat

dengan landasan berpikir bahwa aplikasi GCG akan memperkuat kondisi internal perbankan

nasional.

Layaknya polisi lalu lintas, otoritas perbankan telah menerapkan rambu-rambu GCG dan

perbankan diharapkan mematuhinya agar tidak kecelakaan, baik karena perbankan

menerabas peraturan atau justru pengawasan yang lalai dari otoritas. 

Perbankan pun hendaknya tidak segan-segan memberikan masukan kepada otoritas

tentang peraturan yang seharusnya dikeluarkan. Ada titik ekuilibrium kepentingan pihak

terkait dan regulasi bukanlah menjadi paksaan tetapi keharusan. Masyarakat juga dapat

mengawasi otoritas perbankan dan perbankan dalam penerapnya.

Ada baiknya GCG dijadikan budaya perusahaan maupun pemerintahan yang terintegrasi

dalam keseharian karena inti dari GCG adalah moral dan etika yang dibarengi dengan

perangkat hukum.

Pengertian Good Corporate Governance

Ada berbagai pengertian Good Corporate Governance yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Corporate governance merupakan seperangkat tata hubungan diantara manajemen

perseroan, direksi, komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan

lainnya. (Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata)

b. Corporate governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam

menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang

Page 3: implementasi GCG

saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan

stakeholders yang lain. (G. Suprayitno)

c. Corporate governance adalah suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan,

pembagian tugas, pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab

dari masing-masing unsur yang membentuk struktur perseroan, dan mekanisme

yang harus ditempuh oleh masing-masing unsur dari perseroan tersebut, serta

hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari struktur perseroan itu mulai dari RUPS,

direksi, komisaris, juga mengatur hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari

struktur perseroan dengan unsur-unsur di luar perseroan yang pada hakekatnya

merupakan stakeholders dari perseroan, yaitu negara yang sangat berkepentingan

akan perolehan pajak dari perseroan yang bersangkutan, dan masyarakat luas yang

meliputi para investor publik dari perseroan itu (dalam hal perseroan merupakan

perusahaan publik), calon investor, kreditor dan calon kreditor perseroan. Corporate

governance adalah suatu konsep yang luas. (Sutan Remy Sjahdeini)

d. Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan

prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability),

pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran

(fairness). (Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good

Corporate Governance Bagi Bank Umum).

Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa Good Corporate Governance adalah suatu sistem pengelolaan perusahaan yang

dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders

dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika

yang berlaku secara umum.

Prinsip GCG

Good Corporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG menerapkan prinsip-prinsip

berdasarkan peraturan Bank Indonesia yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas

(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional), dan

kewajaran (fairness);

a. Keterbukaan (Transparency)

Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,

akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh stakeholders sesuai

dengan haknya.

Page 4: implementasi GCG

Informasi yang harus diungkapkan meliputi tapi tidak terbatas pada hal-hal yang

bertalian dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi

keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali,

cross shareholding, pejabat eksekutif, pengelolaan risiko (risk management),

sistem pengawasan dan pengendalian intern, status kepatuhan, sistem dan

pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi

bank.

Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk

memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dan yang berhak memperoleh informasi tentang

kebijakan tersebut.

b. Akuntabilitas (Accountability)

Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari masing-masing organ

organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran usaha dan strategi

perusahaan.

Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank mempunyai

kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan memahami perannya dalam

pelaksanaan GCG.

Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system dalam

pengelolaan bank.

Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-

ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan (corporate values),

sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki rewards and punishment system.

c. Tanggung Jawab (Responsibility)

Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip

kehati-hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya

ketentuan yang berlaku.

Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan yang baik)

termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan tanggung jawab sosial.

d. Independensi (Independency)

Page 5: implementasi GCG

Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder

manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari

benturan kepentingan (conflict of interest).

Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari segala tekanan

dari pihak manapun.

e. Kewajaran (Fairness)

Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders

berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).

Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders untuk

memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan bank

serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

prinsip-prinsip GCG memegang peranan penting, antara lain:

1. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu perusahaan

sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham atau calon investor untuk

menanamkan modalnya;

2. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan

wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh direksi atau komisaris

perusahaan;

3. Perwujudan tanggung jawab perusahaan untuk mematuhi dan menjalankan setiap

aturan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan di negara asalnya atau

tempatnya berdomisili secara konsisten, termasuk peraturan dibidang lingkungan

hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan konsumen,

dan sebagainya.

Good Corporate Governance akan memberikan empat manfaat besar yaitu:

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan

keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta

lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Meningkatkan corporate value.

3. Meningkatkan kepercayaan investor.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus

akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.

Page 6: implementasi GCG

Pedoman Good Corporate Governance

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), GCG diperlukan untuk

mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan

perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling

berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai

pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip

dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:

1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang

menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan

perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law

enforcement).

2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar

pelaksanaan usaha.

3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang

terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan

melakukan kontrol sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.

Corporate governance mempunyai dua aspek:

1. Aspek pertama berkaitan dengan pola hubungan dan perilaku aktor dalam

perseroan. Perilaku manajemen dengan karyawan; perilaku perseroan dengan

pemasok, dengan kreditor, dan lain-lain. Indikator yang digunakan untuk melihat

bagaimana perilaku ini memberikan manfaat adalah bagaimanakah tingkat efisiensi

perusahaan, bagaimanakah kinerja perusahaan, pertumbuhan, perlakuan kepada

pemegang saham dan pemangku kepentingan, dan lain-lain. Aspek ini disebut aspek

perilaku korporasi dan sasarannya adalah peningkatan kinerja (performance).

2. Aspek kedua berkaitan dengan seperangkat peraturan dan norma yang membentuk

perilaku di atas. Hal ini meliputi hukum perusahaan, peraturan perundang-undangan

lainnya, standar dan norma, seperti kode etik profesi, pedoman etika korporasi, dan

lain-lain. Semua ini disebut aspek normatif dari corporate governance dan

sasarannya adalah kepatuhan (comformance).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka diperlukan adanya perangkat hukum atau pedoman

dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance. Di Indonesia, pemerintah

melalui Keputusan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri No.

Kep/31/M.EKUIN/08/1999, telah membentuk suatu badan yang diberi nama Komite Nasional

Page 7: implementasi GCG

Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)). Komite Nasional ini bertugas untuk

merumuskan dan merekomendasikan kebijakan nasional mengenai pengelolaan

perusahaan. Komite Nasional ini telah merumuskan suatu Kerangka Kerja Good Corporate

Governance atau Pedoman Good Corporate Governance.

Pedoman Good Corporate Governance yang dikeluarkan KNKCG telah beberapa kali

disempurnakan, yakni pada tahun 2001 dan 2006. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu

sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang tidak sama, maka pada awal

tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG Perbankan Indonesia.

Untuk industri perbankan Indonesia saat ini terdapat tiga dokumen yang dapat dijadikan

acuan penerapan GCG pada bank umum. Sesuai dengan tahun terbitnya, ketiga dokumen

tersebut adalah:

1. “Enhanching Corporate Governance for Banking Organization” yang diterbitkan

pertama kali tahun 1999 oleh Basel Committee on Banking Supervisoion, Bank for

International Settlement, dan direvisi pada bulan Februari 2006;

2. “Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia” yang diterbitkan oleh

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada bulan Januari

2004;

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tentang perubahan PBI No.

8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum,

yang dikeluarkan pada tanggal 30 Januari dan 5 Oktober 2006.

Pedoman dari Basel Committee bersifat imperatif secara moral, karena anggota Bank for

International Settlement (BIS) adalah bank-bank sentral dari berbagai negara, termasuk

Bank Indonesia. Pedoman dari KNKCG bersifat sukarela dan tidak mempunyai sifat

mengikat maupun imperative bagi bank umum serta berfungsi sebagai acuan saja.

Sedangkan pedoman penerapan GCG yang diterbitkan Bank Indonesia selaku otoritas

pengawas bank di Indonesia mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia tersebut maka Bank Umum wajib

melaksanakan GCG. Apabila tidak dipatuhi akan dikenakan sanksi. Namun, sekiranya

pedoman tersebut bukan dianggap sebagai tempelan saja, bahwa perbankan masih

memandang GCG sebatas beban yang merepotkan alias regulation as barrier, sama sekali

tidak menyambut GCG sebagai sebuah keniscayaan. Padahal GCG bukan sekedar proses

dan prosedur control ataupun peraturan ‘mati’ an sich. Lebih dari semua itu pelaksanaan

GCG sejati adalah merupakan sebuah produk budaya perusahaan.

Page 8: implementasi GCG

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah penyelarasan dari prinsip-prinsip yang

dituangkan dalam pedoman-pedoman GCG di atas dengan kebijakan manajemen

(management policy) dan pedoman operasional (standard operating procedures) lain. Selain

itu, perusahaan dapat membuat Code of Corporate and Business Conduct sebagai

pedoman bagi seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan dalam menjalankan aktivitas

sehari-. Wujudnya berupa kodifikasi kebijakan perusahaan, peraturan pegawai, dan

kesepakatan yang telah dibuat bersama antara perusahaan dengan pegawai yang harus

dijadikan pedoman sewaktu menjalankan aktivitas perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip

GCG.

Terdapat tiga kelompok pelaku kegiatan dalam pelaksanaan GCG pada bank umum.

Kelompok pertama terdiri dari organ perseroan dan organ pendukung, atau secara

sederhana disebut boards. Kelompok ini terdiri dari RUPS, Direksi, Komisaris, Komite Audit,

Komite Nominasi dan Renumerasi, Komite Pemantau Risiko, komite lainnya dari komisaris,

bila ada dan Satuan Kerja Audit Intern atau Satuan Pengawas Intern. Sedangkan kelompok

kedua merupakan seluruh jajaran karyawan atau disebut sebagai enterprise-wide, yang

menjadi sarana Direksi untuk melaksanakan tugas pengelolaan perusahaan. Kelompok

ketiga adalah pihak luar atau stakeholders, yaitu regulator, nasabah, dan lain sebagainya

yang berinteraksi dengan baik.

Ketiga kelompok pelaku di atas terlibat dalam berbagai aktivitas pelaksanaan GCG untuk

memastikan:

1. Kepatuhan (Compliance) terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Setiap kebijakan corporate governance atau kebijakan perusahaan harus mengacu

dan tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku (regulatory

driven).

2. Kesesuaian (Comformance) antara berbagai kebijakan corporate governance

termasuk pedoman etika usaha dan etika kerja dengan kebijakan manajemen dan

berbagai prosedur kerja yang diberlakukan dalam rangka menggerakkan proses

bisnis perusahaan. Dalam proses ini, terjadi internalisasi prinsip-prinsip GCG dan

nilai-nilai etika kedalam proses bisnis maupun sikap kerja sehari-hari yang pada

gilirannya akan muncul suatu budaya GCG dalam perusahaan (ethics driven).

3. Pencapaian kinerja (Performance), baik itu kinerja perusahaan, unit bisnis,

departemen, seksi dan seluruh jajaran baik secara kolektif maupun perorangan mulai

dari level Komisaris, Direksi, sampai kepada karyawan level paling terendah (market

driven).

Page 9: implementasi GCG

Kekhususan Good Corporate Governance pada Bank

Secara sepintas nampaknya penerapan GCG di bank umum tidak berbeda

dengan perusahaan lainnya, akan tetapi tidaklah demikian halnya. Good Corporate

Governance pada lembaga keuangan, khususnya bank memiliki keunikan bila

dibandingkan governace pada lembaga keuangan non bank. Dalam banyak perilaku

manajer dan pemilik bank merupakan faktor utama yang memerlukan perhatian dalam

penerapan GCG. Dalam banyak hal konsep teori keagenan (agency theory) yang sering

digunakan dalam penerapan GCG tidak sepenuhnya dapat digunakan dalam industri

perbankan.

Pada dasarnya mempunyai dua ciri khas yang tidak terdapat pada jenis industri

lainnya yaitu:

1. Informasi Asimetri dalam Industri Perbankan

Informasi yang asimetri pada industri perbankan mempunyai dimensi dan

kompleksitas yang lebih tinggi dari industri lainnya. Asimetri ini terjadi diantara

deposan, manajer bank, pengurus bank, debitor, pemilik/pemegang saham, bank

dan regulator. Semakin besar informasi asimetri antara pihak luar bank dan pihak

dalam bank, maka akan semakin sulit bagi pihak luar untuk memonitor kinerja

governance bank. Hal ini menjadi semakin sulit karena deposan dan debitor yang

sangat banyak jumlahnya dan tersebar (diffuse). Bila jumlah pemegang saham juga

banyak dan tersebar, maka kompleksitasnya akan semakin bertambah. Bila terdapat

pemegang saham pengendali yang dominan, pengendalian manajemen akan lebih

mudah, akan tetapi juga terdapat bahaya adanya misconduct, fraud atau

penyalahgunaan bank dan dana masyarakat untuk kepentingan pribadi atau

kelompok usahanya. Informasi keuangan yang asimetri ini adalah sumber risiko yang

tinggi, baik risiko kredit, risiko operasional maupun risiko hukum serta menjadi salah

satu sumber utama terjadinya kejahatan perbankan.

2. Peran Regulasi dalam Corporate Governance Perbankan

Peran regulator dalam industri perbankan adalah melakukan kebijakan pengaturan

dan pengawasan untuk mewujudkan stabilitas ekonomi nasional yang berkelanjutan

melalui sistem kelembagaan perbankan yang lebih kuat, efisien dan bermanfaat.

Aturan corporate governance dalam industri umumnya bersifat sukarela (voluntary)

dan tidak mencampuri urusan proses governance perusahaan tersebut. Dalam

industri perbankan regulasi yang ada mempengaruhi proses governance bank

Page 10: implementasi GCG

secara langsung dan merupakan hal yang harus dipatuhi, karena dinyatakan dalam

bentuk peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap regulasi tersebut

merupakan pelanggaran kepatuhan dan mempunyai ancaman sanksi hukum.

Penerapan GCG perbankan dianggap unik karena memiliki karakteristik yang

berbeda dengan perusahaan keuangan jenis lain maupun perusahaan non keuangan.

Keunikan perbankan terutama dilihat dari neraca yaitu aset perbankan rata-rata adalah

kredit yang sebagian besar bersifat jangka panjang, sedangkan sisi liabilities adalah

tabungan dan deposito yang memiliki sifat jangka pendek. Pengelolaan yang tidak hati-

hati akan menyebabkan terjadinya mismatch antara aktiva dan pasiva. Terjadinya

mismatch dapat menyebabkan pembukuan negatif bagi bank. Penyaluran kredit kepada

pihak terkait dapat bersifat positif jika keterkaitan itu meminimkan risiko dan sebaliknya

akan bersifat negatif jika justru menambah risiko gagal bayar akibat terjadinya moral

hazard. Bagaimanapun, GCG menjadi kental ketika ada persinggungan kepentingan

antara pemilik dan manajemen.

Implementasi Good Corporate Governance

Dalam pelaksanaan GCG di perbankan adalah penting bagi perbankan untuk

melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi bank,

dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan

mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam bank.

Pedoman GCG Perbankan Indonesia menguraikan bahwa pengaturan dan

implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran

organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy)

dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi perbankan

Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam satunya kata dan

perbuatan, merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan GCG. Adapun

pedoman yang terdapat dalam Pedoman GCG Perbankan Indonesia, adalah sebagai

berikut:

1. Pelaksanaan GCG dapat dilakukan melalui lima tindakan, yaitu:

a. Penetapan visi, misi dan corporate values

b. Penyusunan corporate governance structure

c. Pembentukan corporate culture

d. Penetapan sarana public disclousures

e. Penyempurnaan berbagai kebijakan bank sehingga memenuhi prinsip GCG

Page 11: implementasi GCG

2. Penetapan visi, misi dan corporate values merupakan langkah awal yang harus

dilaksanakan dalam penerapan GCG oleh suatu bank.

3. Corporate governance structure dapat diterapkan secara bertahap dan terdiri dari

sekurang-kurangnya:

a. Kebijakan corporate governance yang selain memuat visi dan misi bank, juga

memuat tekad untuk melaksanakan GCG dan pedoman-pedoman pokok

penerapan prinsip GCG yaitu Transparency, Accountability, Responsibility,

Independency dan Fairness.

b. Code of Conduct yang memuat pedoman perilaku wajar dan dapat dipercaya dari

pimpinan dan karyawan bank.

c. Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris dan Tata Tertib Kerja Direksi yang memuat

hak dan kewajiban serta akuntabilitas dari Dewan Komisaris dan Direksi maupun

para anggotanya masing-masing.

d. Organisasi yang di dalamnya tercermin adanya risk management, internal control

dan compliance.

e. Kebijakan risk management, audit dan compliance.

f. Human resourse policy yang jelas dan transparan.

g. Corporate plan yang menggambarkan arah jangka panjang yang jelas.

4. Pembentukan corporate culture untuk memperlancar pencapaian visi dan misi serta

implementasi corporate governance structure. Corporate culture terbentuk melalui

penetapan prinsip dasar (guilding principles), nilai-nilai (values) dan norma-norma

(norms) yang disepakati serta dilaksanakan secara konsisten dengan contoh konkrit

dari pimpinan bank. Corporate culture perlu didiskusikan secara berkesinambungan

dan ditunjang oleh social communication.

5. Pembentukan pola dan sasaran disclousure sangat diperlukan sebagai bagian dari

akuntabilitas bank kepada stakeholders. Sarana disclousure dapat melalui laporan

tahunan (annual report), situs internet (website), review pelaksanaan GCG dan

sarana lainnya.

Ada pula tahapan penerapan GCG pada bank yang dikemukakan oleh Leo J.

Susilo dan Karlen Simarmata (2007:141). Pentahapan tersebut diberi nama GCG (Good

Corporate Governance), GGC (Good Governed Corporate) dan GCC (Good Corporate

Citizen). Secara garis besar tahapan tersebut diilustrasikan pada skema 3.1 berikut ini:

Page 12: implementasi GCG

PERSIAPAN PEN

ERAPAN G

CG

GCGGood Corporate Governance

GGCGood Governed Corp. governance.

GCCGood Corp. Citizen

Memenuhi ketentuan dan peraturan (mandatory maupun voluntary) dalam tata kelola perusahaan

Dapat mengendalikan operasi bisnis terutama aspek risiko usaha secara efektif

Menjadi warga industri maupun masyarakat sosial yang etis dan bertanggung jawab

GOOD GOVERNANCE & VALUE CREATION

Bulan ke 1 s.d 9

Bulan ke 6 s.d 18

Setelah bulan ke 12

Skema 2.1

Tahapan Penerapan GCG

Continuous

Improvement

1. Tahap GCG (Good Corporate Governance)

Tujuan dari penerapan GCG pada tahap ini adalah memenuhi semua ketentuan

penerapan GCG yang berlaku (compliance). sesuai dengan tujuan dari tahap ini

maka aktivitas utamanya adalah penyusunan pedoman GCG sesuai dengan

peraturan perundang-undangan dan kelengkapan struktur dan proses yang diminta.

Pedoman GCG yang harus disusun pada tahap ini pada dasarnya terdiri dari:

a. Pedoman Corporate governance yang meliputi:

Pedoman umum GCG untuk perusahaan (GCG Code)

Page 13: implementasi GCG

Pedoman GCG untuk Direksi dan Komisaris (Board Manual)

Pedoman etika korporasi (Code of Conduct) termasuk aturan tentang

benturan kepentingan.

b. Piagam untuk komite-komite yang diwajibkan, misalnya:

Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Governance, Nominasi dan

Renumerasi (Audit Charter, Risk Committee Charter, Governance and

Nomination & Renumeration Committee Charter, etc.);

Pedoman untuk komite-komite eksekutif bila ada;

Pedoman untuk Satuan Kerja Auditor Intern/Satuan pengawasan Intern.

c. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penerapan GCG dan prudential

regulation, yang antara lain meliputi:

Kebijakan disclousure and transparency;

Kebijakan Manajemen Risiko;

Kebijakan Sistem Pengendalian Intern;

Kebijakan Pelaksanaan BMPK;

Kebijakan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;

Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy).

Setelah pedoman GCG selesai disusun, maka aktivitas berikutnya dalam tahap GCG

adalah melakukan sosialisasi implementasi awal. Sosialisasi dilakukan dengan

metode top down approach, dimulai dari Direksi dan Komisaris. Ini perlu karena

dalam banyak hal pembentukan tone at the top merupakan hal yang penting dalam

pelaksanaan GCG. Khusus terkait dengan penerapan etika korporasi dan penegakan

sistem pengendalian intern bank, maka unsur tone at the top mutlak diperlukan.

Untuk implementasi awal yang menjadi sasaran adalah pelaksanaan GCG pada

tingkat organ perseroan dan organ pendukungnya. Sedangkan untuk prudential

regulating haruslah disusun standar pelaksanaan operasionalnya (standar operating

procedures) yang lebih rinci terlebih dahulu.

Setelah sosialisasi dan implementasi awal dilakukan maka perlu diadakan self

assessment untuk menilai seberapa jauh pelaksanaan awal GCG telah berhasil.

Apakah sudah sesuai rencana, ataukah masih menemui hambatan. Dengan

mengetahui kondisi peta pelaksanaan awal GCG ini maka dapat dilakukan perbaikan

seperlunya untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan GCG. Hasil self assessment

ini juga harus dilaporkan ke Bank Indonesia, sebagaimana dituntut oleh PBI No.

8/14/PBI/2006 jo PBI No. 8/4/PBI/2006.

2. Tahap GGC (Good Governed Corporate)

Page 14: implementasi GCG

Tujuan tahap ini adalah pelaksanaan prinsip-prinsip GCG pada semua proses bisnis

dengan didukung oleh tersedianya pedoman perusahaan dari tingkat manajemen

puncak hingga tingkat operasional. Melalui pelaksanaan yang lebih intensif,

diharapkan secara perlahan tetapi pasti terbentuk “Budaya GCG” diseluruh jajaran

perusahaan. Dengan demikian diharapkan “prudential banking” sudah menjadi

second nature bagi seluruh karyawan bank. Tahap ini merupakan tahap terpanjang

dan kritis dari pelaksanaan GCG pada bank.

Secara garis besar aktivitas pada tahap GCG adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan buku pedoman perusahaan untuk semua kebijakan prudential

regulation yang telah ditetapkan oleh Direksi bank dan diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan dan prinsip-prinsip GCG;

b. Penyusunan buku pedoman perusahaan untuk semua kegiatan penunjang

operasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-

prinsip GCG;

c. Sosialisasi dan penerapan buku pedoman peruasahaan yang telah disusun

secara bertahap hingga ke seluruh aspek operasional perusahaan;

d. Melakukan asesmen dan evaluasi berkala untuk meningkatkan efektifitas

penerapan buku pedoman perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG dan

peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan sosialisasi dilakukan secara terbatas. Artinya pihak-pihak yang terkait

langsung dengan proses bisnis tersebut wajib untuk memahami buku pedoman

perusahaan tersebut. Oleh karena itu, mereka harus terlibat dengan intens dalam

sosialiasasinya. Untuk pihak lain sosialisasi lebih didasarkan pada need to know

basis saja dan tidak perlu ikut secara intens. Selama proses sosialisasi tersebut,

pedoman etika korporasi dan asas prudential bank harus selalu dijadikan acuan

proses, sehingga dalam pelaksanaan implementasinya nanti budaya GCG dapat

betul-betul secara perlahan menjadi “second nature’.

Evaluasi dan self assessment secara berkala haruslah dilaksanakan sebagai sarana

untuk mengukur kemajuan yang telah dicapai dan juga sekaligus untuk melakukan

perbaikan serta peningkatan pelaksanaan GCG. Selain itu hasil dari evaluasi dan

self assessment ini menjadi bahan untuk dilaporkan ke Bank Indonesia,

sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/14/PBI/2006 jo. PBI No. 8/4/PBI/2006.

3. Tahap GCC (Good Corporate Citizen)

Tahapan yang terakhir adalah GCG dimana perusahaan sudah menjadikan prinsip-

prinsip GCG menjadi bagian dari budaya perusahaan. Salah satu ciri kegiatan

Page 15: implementasi GCG

penerapan GCG pada tahap ini adalah pelaksanaan Corporate Social Responsibility

(CSR). Melalui kegiatan ini perusahaan menjadi mampu membuat citra perusahaan

menjadi perusahaan yang etis dan sekaligus mempunyai kinerja baik. Selain itu juga

ikut berperan dalam penciptaan lingkungan sosial dan kehidupan masyarakat yang

lebih baik, serta pelestarian lingkungan hidup. Dari aktivitas inilah perusahaan

mendapatkan predikat sebagai Good Corporate Citizen.

Tahapan implementasi GCG yang diungkapkan oleh Wilson Arafat meliputi 5

langkah strategis yang dapat ditempuh untuk meretas dan meniti “The GCG Ways”

sebagai berikut:

Langkah I: Membangun Awareness

Membangun awareness dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan (inhouse

training) agar segenap jajaran dan jenjang organisasi di suatu perusahaan mendapat

pemahaman dan pengetahuan utuh berkenaan dengan segala sesuatu tentang

GCG. Efektivitas implementasi GCG tidak akan dapat tercapai dengan baik jika hal

ini tidak terpenuhi.

Langkah II: Membangun Manual

Dengan bekal pengetahuan dan pemahaman yang utuh serta – yang terpenting –

sangat menyadari keniscayaan implementasi GCG yang diperoleh dari pelatihan

maka suatu perusahaan dapat melakukan workshop dengan fokus untuk

membangun manual GCG. Manual GCG tersebut minimal telah mengakomodir

semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga otoritas yang mengatur industri

yang bersangkutan. Tersedianya manual GCG bagi suatu perusahaan sangat

diperlukan sebagai pedoman dasar ketika melaksanakan GCG di lapangan bagi

semua tingkatan dan jenjang organisasi.

Langka III: Benchmarking

Untuk lebih meyakinkan bahwa Manual GCG yang telah dibuat suatu perusahaan

telah sesuai dengan best practice maka harus dilakukan proses benchmarking.

Tujuan benchmarking tersebut adalah untuk memahami dan mengevaluasi posisi

dari bisnis yang dilakukan oleh suatu organisasi yang berhubungan dengan best

practice dan untuk mengidentifikasi area-area yang dibutuhkan sehingga dapat

dipahami dengan baik dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi tersebut.

Langka IV: Pengembangan Software

Betapa sulit, rumit dan peliknya manajemen dan person yang menjadi koordinator

implementasi GCG di suatu perusahaan ketika melakukan koordinasi, evaluasi dan

Page 16: implementasi GCG

monitoring terhadap pelaksanaan GCG tanpa bantuan sebuah tools, berupa

software. Oleh karena itu, mengembangkan software untuk mendukung efektifitas

implementasi GCG sangat dibutuhkan.

Keempat langkah di atas merupakan cara strategis untuk membangun sistem kontrol

yang dapat ditempuh oleh suatu perusahaan di dalam mengimplementasikan GCG.

Langkah V: Transformasi Budaya Kerja

Dengan membangun sistem kontrol saja belum cukup untuk dapat

mengimplementasikan GCG dengan baik. Oleh karena itu, harus dibumikan budaya

kerja GCG. Singkat kata, harus dilakukan proses transformasi budaya kerja atau

membumikan budaya kerja yang mengadopsi prinsip-prinsip GCG dengan cara

berikut ini:

a. Melakukan paradigm shift dengan melaksanakan sembilan langkah transformasi

budaya kerja perbankan, yang meliputi:

Terapi budaya kerja

Inventaris & kodifikasi nilai budaya kerja

Evaluasi dan analisis

Rumuskan nilai budaya kerja kunci

Tentukan “gap” budaya kerja

Uji sampel representatif

Tanamkan nilai budaya kerja baru

Lakukan pengendalian

b. Membangun dan atau menetapkan Corporate Code of Conduct. Hal ini harus

dilakukan karena kebutuhan implementasi harus membumi dan terukur. Salah

satu caranya adalah melalui penyempurnaan dan implementasi Corporate Code

of Conduct baik bagi board (komisaris dan direksi) maupun pegawai. Tujuan

penyempurnaan dan implementasi Corporate Code of Conduct adalah

membangun komitmen segenap jajaran perusahaan untuk mengaplikasikan

GCG dalam mencapai keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Dengan

ungkapan lain dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan apa yang dipahami

sebagai GCG ke dalam bentuk kongkret, suatu perusahaan perlu merumuskan

dan menerapkan nilai-nilai etika berusaha sesuai dengan prinsip-prinsip GCG

dan budaya perusahaan yang dimilikinya kedalam panduan etia alias Corporate

Code of Conduct.