gangguan depresi mayor
TRANSCRIPT
Gangguan Depresi Mayor: Perspektif Klinis Terbaru,
Neurobiologis, dan Terapi
David J Kupfer, MD, Ellen Frank, PhD, and Mary L Phillips, MD
Abstrak
Dalam Seminar ini kita membahas perkembangan 5 tahun terakhir dalam diagnosis,
neurobiologi, dan pengobatan gangguan depresi mayor. Untuk diagnosis, komorbiditas
psikiatri dan medis telah ditekankan sebagai faktor penting dalam meningkatkan
penilaian yang tepat dan pengelolaan depresi. Kemajuan dalam neurobiologi juga telah
meningkat, dan kami bertujuan untuk menunjukkan studi genetika, molekuler, dan
neuroimaging yang relevan untuk seleksi penilaian dan pengobatan gangguan ini.
Penelitian lebih lanjut yang juga dibahas antara lain mengenai psikoterapi spesifik-
depresi, aplikasi lanjutan antidepresan, pengembangan terapi baru, dan status
pengobatan somatik terbaru. Kami membahas dua isu terkait pengobatan: risiko bunuh
diri dengan selective serotonin reuptake inhibitor, dan keamanan antidepresan pada
kehamilan. Meskipun kemajuan telah dicapai, sampai saat ini belum tersedia
pengobatan depresi mayor yang memuaskan.
Epidemiologi, Komorbiditas dan Diagnosis
Di seluruh dunia, depresi merupakan masalah kesehatan serius pada masyarakat yang
memiliki prevalensi tinggi. Gangguan depresi mayor memiliki prevalensi 12 bulan
sebesar 6,6% dan prevalensi seumur hidup sebesar 16,2%, dua kali lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria, dan menyebabkan kerusakan yang cukup besar. Distribusi
age-of-onset menunjukkan depresi dapat terjadi sepanjang hidup. Gangguan ini tidak
hanya menghasilkan penurunan dalam kesehatan yang setara dengan penyakit kronis
lainnya (misalnya, angina, arthritis, asma, dan diabetes), tetapi juga memperburuk
berarti skor kesehatan secara substansial bertambah ketika komorbid dengan penyakit
ini, daripada ketika hanya terkena penyakit kronis saja. Implikasi penting adalah bahwa
penyedia layanan kesehatan primer tidak boleh mengabaikan adanya depresi ketika
pasien memiliki gangguan fisik kronis.
Overdetection dan underdetection merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan untuk memastikan diagnosis yang tepat dan manajemen depresi.
Meskipun sebuah meta-analisis menyimpulkan bahwa dokter umum dapat dengan benar
mengecualikan depresi pada sebagian besar individu yang tidak depresi, overdetection
(positif palsu) dapat melebihi kasus yang terdeteksi. Adanya kecemasan dengan depresi
dapat meningkatkan kesulitan dalam diagnosis. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
pembentukan depresi cemas sebagai diagnosis spesifik secara substansial akan
meningkatkan identifikasi depresi dalam manajemen perawatan primer, dan seperti
kategori yang telah diusulkan untuk edisi kelima diagnostic and statistical manual of
mental disorder (DSM-5) dan revisi 11 dari international classification of disease (ICD-
11) .
Meskipun dalam Seminar ini kita fokus pada gangguan depresi mayor (gangguan
bipolar telah dibahas dalam Seminar lainnya di The Lancet), studi yang lebih baik dalam
menjelaskan batas dan deskripsi fenotipikal dari gangguan ini sangat relevan. Pada 40%
pasien, depresi mayor dikaitkan dengan kejadian manik terisolasi atau gejala hipomanik
yang tidak dikelompokkan dengan diagnosis hipomania. Selain itu, beberapa gejala
dapat bersamaan dengan gangguan syndromal-level depresi mayor. Investigasi lebih
lanjut diperlukan untuk menguji pengobatan dan prognosis depresi mayor yang terkait,
atau pada poin lain dalam riwayat pasien, dengan gejala hipomanik. Investigasi ini dapat
difasilitasi oleh perubahan yang diusulkan dalam DSM-5, yang meliputi kemungkinan
spesifikasi campuran yang menunjukkan adanya sub-thresold gejala hipomanik pada
gangguan unipolar.
Gangguan depresi mayor diasumsikan mendahului gangguan kecemasan umum hingga
32 tahun studi prospektif lanjutan yang menantang gagasan ini muncul. Memang, pola
terbalik tampaknya sering hadir, dan kombinasi dari gangguan kecemasan umum dan
depresi berat mungkin mewakili penyulit tambahan. Gangguan kecemasan sosial (fobia
sosial) kini juga dianggap sebagai faktor risiko yang penting dan konsisten untuk
pengembangan depresi yang berat. Selanjutnya, komorbid gangguan kepribadian
tampaknya memberikan prognosis dan respon terapi yang lebih buruk daripada
gangguan depresi mayor saja. Beberapa faktor risiko sindrom metabolik (misalnya,
obesitas), mungkin juga meningkatkan risiko depresi dan, pada gilirannya, depresi
meningkatkan risiko perburukan obesitas. Hubungan dua arah ini mungkin menjadi
alasan untuk peningkatan hubungan antara depresi dan penyakit arteri koroner.
Kendler et al telah menunjukkan hubungan utama antara depresi dan penyakit arteri
koroner, terutama di negara-negara akut. Depresi berat dapat terjadi dalam beberapa
minggu masuk setelah perawatan di rumah sakit pada pasien sindrom koroner akut, atau
respons pengobatan yang tidak memadai dalam depresi, dapat melipatgandakan angka
kematian jantung pada 6-7 tahun selanjutnya. Studi mengenai depresi dan kecemasan
sebagai prediktor dari pasien jantung selama 2 tahun dengan penyakit arteri koroner
stabil telah menunjukkan kemungkinan besar perburukan penyakit jantung pada mereka
dengan depresi. Hasil ini telah menghasilkan rekomendasi bahwa semua pasien dengan
penyakit arteri koroner perlu screening untuk depresi, namun rekomentdasi ini masih
kontroversial. Studi tentang hubungan antara depresi dan diabetes telah menyebabkan
kesimpulan baru misalnya, bahwa depresi klinis dikaitkan dengan 65% peningkatan
risiko diabetes pada lansia. depresi mayor dan minor tampaknya berimplikasi dalam
hubungan ini. Studi ini menekankan pentingnya identifikasi dan pengobatan depresi
pada penyakit fisik.
Kemajuan dalam Neurobiologi
Studi Genetik
Studi genetik, molekular, dan neuroimaging terus berkontribusi dalam kemajuan
mengenai neurobiologis penyakit depresi. Namun, sejauh mana temuan dari studi
neurobiologis dapat membantu meningkatkan hasil klinis dan fungsional dari individu
dengan gangguan ini masih belum pasti. Dengan demikian, dalam 5 tahun terakhir,
penelitian neurobiologis dari depresi bertujuan untuk: (1) memahami patofisiologi
penyakit, dan (2) mengidentifikasi tindakan neurobiologis untuk membantu pemilihan
terapi.