gangguan depresi mayor
DESCRIPTION
PSIKIATRITRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Kamus Medikal Dorland edisi 28, Depresi didefinisikan suatu
keadaan mental karena perubahan mood dengan karakteristik seperti seperti rasa
sedih, dan perasaan putus asa. Depresi diklasifikasikan dalam gangguan mood,
suatu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit yang
berkaitan dengan mood seseorang. Gangguan mood dapat dibahagi kepada 2 jenis,
yaitu gangguan unipolar dan gangguan bipolar. Gangguan depresi mayor dan
dysthymia termasuk dalam golongan gangguan unipolar karena gangguan ini
hanya terjadi dalam satu arah sahaja, yaitu ke arah sedih dan putus asa. Sementara
gangguan bipolar adalah suatu gangguan mood di mana penderita mengalami
perubahan episode mood yang signifikan, daripada sangat tinggi (mania) kepada
sangat rendah (depresi). Cyclothymic personality termasuk dalam golongan
gangguan bipolar (Bjornlund, 2010).
2.1 Gangguan Depresi Mayor
Gangguan Depresi Mayor atau Major Depression merupakan suatu
gangguan mood yang paling sering dijumpai dan paling parah (Bjornlund, 2010).
Kebanyakan dari kita pasti pernah mengalami keadaan seperti ini sepanjang
perjalanan hidup kita sebagai seorang manusia. Namun begitu, gangguan depresi
mayor secara klinis yang sebenar adalah suatu gangguan mood di mana perasaan
sedih, marah, kehilangan, atau frustasi mengganggu kehidupan seharian seseorang
untuk suatu jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
6
2.1.1 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi Gangguan Depresi Mayor tidak diketahui secara jelas namun
kemungkinan yang melibatkan gangguan psikologis dan biologis bisa
menyumbang kepada terjadinya gangguan depresi mayor. Menurut Potter GG,
2007, dalam Belmaker, 2008, penderita dengan gangguan depresi mayor
mungkin mempunyai penyakit jantung yang berkaitan dengan masalah disfungsi
endotelial. Penderita dengan personaliti depresi dan ansietas juga sering
disebabkan oleh pengalaman sewaktu kecil (Kendler, 2000). Menurut American
Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), resiko untuk terjadinya
depresi pada anak-anak dan remaja di masa hadapan bisa ditentukan oleh
beberapa parameter, seperti riwayat episode depresi terdahulu, dysthymia, dan
gangguan ansietas. Faktor-faktor biologis seperti genetik, kelainan neuroendokrin
atau neurodegeneratif juga dikatakan memainkan peran dalam terjadinya depresi.
2.1.2 Gambaran klinis
Tidak semua penderita dengan masalah Gangguan Depresi Mayor
mempunyai gejala yang sama. Antara gejala yang timbul adalah :
Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau perasaan „kosong‟
Perasaan putus asa
Perasaan bersalah, merasa diri tidak berguna
Iritabilitas, cepat marah, resah
Hilang minat beraktivitas, termasuk aktivitas seksual
Lelah dan kepenatan
Masalah konsentrasi, mengingat sesuatu dan membuat keputusan
Insomnia, atau tidur berlebihan
Hilang selera makan, atau makan berlebihan
Idea atau cobaan bunuh diri
Nyeri kepala, kekejangan atau masalah pencernaan yang persisten, tidak
hilang dengan pengobatan
Tabel 2.1 : Simptom Depresi, dikutip dari Depression. National Institute of Mental Health, 2008
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
7
2.1.3 Diagnosis
Diagnosa gangguan depresi mayor adalah berdasarkan karakteristik
perilaku, psikologis dan fisiknya. Biasanya, langkah pertama dalam mendiagnosa
gangguan depresi mayor termasuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan
lain yang bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang berkaitan. Pemeriksaan
fisik, lab, skrining dan sebagainya bisa membantu dokter untuk menegakkan
diagnosa, apakah gejala yang timbul ada kaitan dengan kemungkinan lain.
Apabila dokter sudah menyingkirkan semua kemungkinan, barulah pasien akan
melalui uji diagnostik psikologi. Pemeriksaan ini termasuklah pemeriksaan
simptom yang dialami penderita, tahap kesehatan mental dan sebagainya
(Bjornlund, 2010).
Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas untuk gangguan depresi
mayor ialah dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Suatu episode depresi mayor ditandai
dengan munculnya 5 atau lebih gejala di bawah ini, dalam waktu periode 2
minggu. Salah satu gejala yang timbul harus termasuk poin pertama (depresi
mood) atau poin kedua (penurunan minat). Kriteria ini termasuklah :
1. Depresi mood dialami hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari
- Pada anak-anak dan remaja, iritabilitas bisa terlihat
2. Penurunan minat secara drastis dalam semua atau hampir semua aktivitas,
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
3. Terjadi kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (contoh :
perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan
atau pertambahan selera makan hampir setiap hari
- Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai berat badan
yang sesuai untuk usianya
4. Setiap hari (atau hampir setiap hari) mengalami insomnia atau hipersomnia
(tidur berlebihan)
5. Agitasi yang berlebihan atau melambat respon gerakan hampir setiap hari
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
8
6. Rasa lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Rasa diri tidak berharga atau salah tempat atau rasa bersalah yang
berlebihan atau tidak tepat hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau
membuat keputusan hampir setiap hari
9. Pikiran yang muncul berulang kali tentang kematian atau bunuh diri tanpa
suatu rencana yang spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri,
atau mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri
2.1.4 Terapi
Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita gangguan depresi
mayor, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya, dokter akan bekerjasama
dengan penderita untuk menentukan terapi yang paling sesuai. Diperkirakan
hampir 80% dari penderita dengan gangguan depresi mayor bisa diterapi dengan
baik, tetapi keberhasilan terapi bergantung kepada terapi yang dipilih (Bjornlund,
2010). Penggunaan obat untuk mengurangi gejala (simptomatis) dan psikoterapi
telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan depresi mayor, samada secara
sendirian maupun kombinasi (Halverson, 2011).
Penggunaan obat antidepresan merupakan terapi pertama untuk penderita
gangguan depresi mayor dewasa dengan rekuren dan persisten. Antidepresan
bekerja dengan cara menormalkan kembali neurotransmitter yang memberi efek
pada mood seseorang, biasanya neurotransmitter serotonin dan norepinefrin. Ada
juga obat antidepresan yang bekerja pada neurotransmitter dopamine (National
Institute of Mental Health, 2008). Obat yang paling sering digunakan adalah
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). SSRIs meningkatkan jumlah
neurotransmitter serotonin dengan cara menghambat reuptake kembali serotonin
ke sel presinaps. Hasilnya, jumlah serotonin di synaptic cleft yang akan berikatan
dengan reseptor akan meningkat. Contoh obat yang digunakan adalah fluoxetine
(Prozac), paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft). SSRIs paling sering digunakan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
9
karena obat ini efektif dan mempunyai efek samping yang kurang berbanding obat
antidepresan yang digunakan dahulu (Bjornlund, 2010). Sesetengah penderita
memberi respon baik terhadap obat antidepresan lain, seperti jenis monoamine
oxidase inhibitor-A atau antidepresan trisiklik. Tetapi obat ini mempunyai efek
samping yang berat (North, 2010). Monoamine oxidase inhibitor bekerja dengan
cara menghambat enzim monoamine oxidase, maka jumlah norepinefrin dan
serotonin akan meningkat.
Selain terapi farmakologi, salah satu terapi yang penting bagi penderita
gangguan depresi mayor adalah psikoterapi. Psikoterapi terdiri dari beberapa
jenis, yaitu cognitive therapy, behavioral therapy, interpersonal therapy, group
therapy dan marital therapy. Cognitive therapy bertujuan untuk mengidentifikasi
adanya kesadaran yang negatif dan kemudian ini nantinya akan diganti dengan
kesadaran positif. Behavioral therapy pula, penderita akan diajari perilaku baru
dan skil interpersonal untuk mendapat respon yang diingini dari orang lain.
Latihan skil sosial adalah satu jenis behavioral therapy yang mementingkan
latihan ketegasan, kompetensi verbal dan non-verbal dan memanfaatkan main
peran untuk mengembangkan kemahiran. Interpersonal therapy memudahkan
penderita untuk sehat kembali dengan memfokuskan tentang keadaan sekarang,
bukan tentang sebelumnya. Tujuannya supaya penderita bisa mengembangkan
skil menyelesaikan masalah, sosial dan interpersonal. Group therapy pula,
seorang dokter dan satu kumpulan penderita gangguan depresi mayor berusaha
bersama-sama untuk mengubah keadaan emosional dan perilaku mereka sendiri.
Sementara Marital therapy bisa dilaksanakan oleh seorang individual, pasangan
atau ahli keluarga sendiri (North, 2010).
Apabila penderita gangguan depresi mayor tidak memberi respon terhadap
terapi farmakologi maupun psikoterapi, maka satu lagi terapi bisa digunakan yaitu
Electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi syok. Terapi ini bekerja dengan
mengalirkan arus listrik melalui otak penderita, dengan sengaja membuat
penderita kejang untuk satu jangka masa yang singkat. Langkah ini dipercayai
mengubah aktivitas kimia otak, karena pelepasan sejumlah besar neurotransmitter
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
10
dalam masa yang singkat, hingga hasilnya adalah perubahan dalam mood
penderita dan meningkatkan fungsi otak (Bjornlund, 2010). ECT juga digunakan
jika suatu respon antidepresan yang cepat diperlukan. Hasil yang terlihat bisa
lebih cepat berbanding terapi farmakologi, kira-kira kurang 1 minggu sejak
permulaan terapi. ECT dipercayai efektif untuk pengobatan depresi delusi, dan
juga terapi pilihan untuk penderita psikotik (Halverson, 2011)
2.1.5 Prognosis
Gangguan depresi mayor adalah suatu penyakit yang mempunyai potensi
morbiditas dan mortalitas yang signifikan, karena depresi bisa menyumbang
kepada terjadinya kasus bunuh diri, salahguna obat, gangguan hubungan
interpersonal, dan kehilangan masa kerja. Suatu studi dari WHO dan WB
menemukan gangguan depresi mayor merupakan penyebab keempat terbanyak
yang menyumbang kepada kecacatan di seluruh dunia, dan angka ini dijangka
meningkat menjadi penyebab kedua terbanyak menyebabkan kecacatan pada
tahun 2020 (Bjornlund, 2010). Menurut National Alliance on Mental Illness,
gangguan depresi mayor merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan di
Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya.
Tetapi dengan terapi yang sesuai, 70-80% dari penderita gangguan depresi
mayor bisa mencapai pengurangan gejala secara signifikan, walaupun masih kira-
kira 50% dari penderita mungkin tidak memberi respon pada permulaan terapi.
40% dari individu dengan gangguan depresi mayor yang tidak diterapi selama 1
tahun akan terus termasuk dalam kriteria diagnosa, manakala 20% lainnya akan
mengalami remisi. Remisi parsial dengan atau adanya riwayat gangguan depresi
mayor kronis akan menjadi satu faktor resiko untuk terjadinya episode rekuren
dan resisten terhadap terapi.
Hasil pengobatan biasanya baik, tetapi tidak untuk semua penderita.
gangguan depresi mayor adalah satu penyakit dengan angka rekuren yang tinggi.
Bagi penderita gangguan depresi mayor yang mengalami episode depresi yang
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
11
berulang, terapi cepat dan berterusan diperlukan untuk mengelak terjadinya
gangguan depresi mayor kronis dan berterusan, hingga bisa menyebabkan
seseorang penderita gangguan depresi mayor itu perlu berterusan diterapi untuk
jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).
2.2 Wanita Hamil
Suatu kehamilan akan mengambil waktu kira-kira 40 minggu, yaitu kira-
kira 280 hari, dikira bermula dari hari pertama haid terakhir. Menurut Bergsjo et
al. dalam Cunningham, 2005, suatu studi pada 427,581 wanita hamil di Swedish
Birth Registry, menunjukkan mean durasi untuk suatu kehamilan adalam 281 hari
dengan standar deviasi 13 hari. Mengikut hukum Naegele, adalah suatu kebiasaan
untuk mengestimasi masa partus dengan cara menambah 7 hari pada hari pertama
haid terakhir yang normal dan mengira 3 bulan ke belakang (F. Gary et.al, 2005).
40 minggu kehamilan ini biasanya dibagikan kepada 3 trimester. Trimester
pertama dikira bermula 14 minggu pertama, trimester kedua 28 minggu, dan
trimester ketiga dikira termasuk minggu ke-29 hingga minggu ke-42 kehamilan.
Secara mudahnya, trimester bisa dikira dengan cara membagi 42 minggu kepada 3
durasi dengan 14 minggu di dalamnya masing-masing (Cunningham, 2005).
Kehamilan bisa menyebabkan perubahan pada tubuh wanita. Perubahan ini akan
menimbulkan beberapa gejala, yang normalnya akan dialami oleh semua wanita
hamil. Tetapi, beberapa penyakit seperti Diabetes Gestational, bisa timbul
sewaktu wanita hamil. Oleh itu, wanita hamil harus mengetahui cara membedakan
gejala yang normal dialami oleh seorang wanita hamil dengan gejala yang tidak
normal (Merck Manual, 2007).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
12
2.2.1 Perubahan Umum
Apabila seorang wanita itu hamil, beberapa gejala yang dianggap fisiologis
akan muncul, dan perubahan ini biasanya terjadi segera setelah fertilisasi dan terus
berlanjut selama kehamilan. Secara umum, gejala ini tidak menjurus kepada
penyakit apapun dan bisa hilang setelah wanita tersebut partus Satu hal yang
menakjubkan adalah bahwa hampir semua perubahan ini akan kembali seperti
keadaan sebelum hamil setelah proses persalinan dan menyusui (Hadijanto, 2008).
Proses adaptasi fisiologis yang berjadi pada tubuh ibu hamil merupakan respon
terhadap keperluan fetus. Ini termasuklah :
1. Mendukung keperluan fetus sepanjang kehamilan (nutrisi, oksigenasi)
2. Proteksi fetus (starvasi, obat, toksin)
3. Mempersiapkan uterus untuk melahirkan
Antara gejala yang umum adalah lelah atau kepenatan. Ini dianggap fisiologis
bagi wanita hamil dan ini biasanya dirasakan pada minggu ke-12 kehamilan dan
pada minggu-minggu akhir kehamilan (Merck Manual, 2007). Mekanisme
homeostasis secara normal akan terjadi apabila tubuh mendeteksi adanya
perubahan pada tubuh. Tetapi berbeda dengan wanita hamil, manipulasi dari
mekanisme homeostasis dipengaruhi oleh antisipasi keperluan fetus yang
berkembang. Hasilnya, perubahan pada awal kehamilan akan terlihat signifikan
apabila keperluan fetus yang tersedia adalah minimal. Contohnya, perubahan pada
fungsi perifer seperti volume darah dan jumlah air badan dimediasi oleh hormon
estrogen, sementara keseimbangan energi dan kontrol respirasi terjadi karena
pengaruh dari perubahan hormon progesterone (Joan Pitkin, 2003). Hormon
progensterone juga berperan dalam menginduksi relaksasi pada otot polos.
Perubahan fisiologis ini akan dirasakan makin hebat jika wanita itu mengalami
kehamilan multipel (Bernstein, 2000).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
13
Beberapa gejala-gejala lain yang harus diperiksa oleh dokter yang
bertanggungjawab supaya tidak dicurigai suatu penyakit antaranya adalah :
1. Nyeri kepala yang luar biasa atau persisten
2. Mual dan muntah persisten
3. Pusing
4. Gangguan penglihatan
5. Nyeri atau kejang di bagian bawah abdomen
6. Rasa kontraksi
7. Ada perdarahan di vagina
8. Air ketuban merembes
9. Bengkak pada tangan atau kaki
10. Kurang produksi urin
11. Infeksi, demam atau penyakit lain
12. Tremor
13. Seizure atau kejang
14. Denyut nadi meningkat
15. Kurang pergerakan fetus
Tabel 2.2 : Physical Changes; Merck Manual, 2007
2.2.2 Perubahan pada Sistem Reproduksi
Pada wanita yang normal, uterus adalah suatu organ yang mempunyai
struktur yang hampir padat, dengan berat kira-kira 70g dan mempunyai ruang
hanya 10mL atau kurang. Tetapi sewaktu kehamilan, uterus akan bertransformasi
kepada suatu organ berotot yang dindingnya relatif nipis dan mempunyai
kapasitas yang cukup untuk menampung fetus, placenta dan cairan amnion.
Volume totalnya kira-kira 5L namun bisa meningkat hingga 20L atau lebih,
hingga pada akhir kehamilan, uterus bisa mencapai kapasitas 500 hingga 1000
kali lebih banyak berbanding sewaktu wanita tersebut tidak hamil. Sewaktu
kehamilan, pembesaran uterus melibatkan peregangan dan hipertrofi yang jelas
dari sel otot, di mana produksi sel baru adalah terbatas. Selain itu, peningkatan
dari ukuran sel otot ini juga diikuti oleh akumulasi dari jaringan fibrous dan
jaringan elastis, terutamanya pada lapisan otot eksternal. Perubahan ini akan
bertujuan untuk menambah kekuatan dinding uterus. Walaupun dinding korpus
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
14
akan menjadi tebal pada beberapa bulan awal kehamilan, namun ia akan berubah
menjadi tipis secara bertahap dengan meningkatnya usia kehamilan. Hasilnya,
pada akhir usia kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu kantung muskular
dengan dinding yang tipis dan lembut. Pembesaran uterus paling ketara terlihat
pada bagian fundus (Cunningham, 2005). Pada awal kehamilan, penebalan uterus
distimulasi terutamanya oleh hormon estrogen dan sedikit oleh hormon
progesterone. Hal ini dapat dilihat dengan perubahan uterus pada awal kehamilan
mirip dengan kehamilan ektopik. Akan tetapi, setelah kehamilan 12 minggu lebih
penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan dari hasil konsepsi. Pada
awal kehamilan juga, tuba fallopii, ovarium, dan ligamentum rotundum berada
sedikit di bawah apeks fundus, sementara pada akhir kehamilan akan berada
sedikit di atas pertengahan uterus. Posisi plasenta juga mempengaruhi penebalan
sel-sel otot uterus, di mana bagian uterus yang mengelilingi tempat implantasi
plasenta akan bertambah besar lebih cepat berbanding bagian lainnya sehingga
akan menyebabkan uterus tidak rata. Fenomena ini dikenal dengan tanda
Piscaseck (Hadijanto, 2008).
2.2.3 Perubahan pada Homeostatis Volume Darah dan Sistem Kardiovaskular
Salah satu perubahan sistemik yang sangat mendasar apabila seseorang
wanita itu hamil adalah retensi cairan, yang diperkirakan antara 8-10kg dari berat
badan rata-rata yang bertambah (11-13kg). Terdapat peningkatan pada cairan
intraselular tetapi yang paling jelas itu adalah pertambahan cairan ekstraselular,
terutamanya dalam volume plasma. Hal ini bisa meningkatkan volume darah
sampai 45% - 50% dan jumlah ini bisa meningkat pada ibu yang hamil multipel
(Pernoll, 2001). Peningkatan ini akan mencapai takat maksimum sewaktu minggu
ke-30 (Elmar, 2000). Jumlah cairan di dalam darah meningkat melebihi jumlah sel
darah merah, hingga ini bisa membawa kepada manifestasi anemia ringan.
Konsentrasi hemoglobin bisa menurun dari 13,3g/dL (normal) kepada 10,9g/dL
pada minggu ke-36 gestasi. Hal ini masih dianggap normal (Stuart, 2000).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
15
Pertambahan jumlah cairan tubuh ini memberi efek yang signifikan pada
pertambahan berat badan ibu hamil, dan ini sangat jelas sewaktu trimester pertama
dan kedua (Scott, 2003). Peningkatan volume plasma mungkin disebabkan
peningkatan renin plasma, karena dipicu oleh peningkatan hormon estrogen dan
progesterone. Ini akan membawa kepada retensi natrium dengan proses sekresi
aldosterone. Hasilnya, jumlah cairan tubuh wanita hamil bisa meningkat hingga 6-
8 liter, di mana 4-6 liter akan berada di ekstraselular. Distribusi volume darah juga
dipengaruhi oleh perubahan posisi tubuh. Ini dibuktikan dengan supine
hypotensive syndrome, yaitu suatu keadaan hipotensi karena kurangnya aliran
darah ke jantung karena penekanan uterus pada vena kava inferior (Pernoll, 2001).
Sewaktu kehamilan, jantung dan sirkulasi akan mengalami suatu adaptasi
fisiologis yang luar biasa. Menurut Mclaughlin dan Roberts, 1999 dalam F. Gary
et.al, 2005, perubahan paling penting dalam fungsi jantung bermula sejak 8
minggu pertama kehamilan. Peningkatan cardiac output bermula seawal minggu
ke-5 kehamilan dan peningkatan ini disebabkan oleh berkurangnya resistensi
vaskuler sistemik dan peningkatan denyut jantung. Penyebab khusus dari
fenomena ini masih dipertanyakan tetapi dikatakan ada pengaruh dari faktor
vasoaktif dari endotelium, seperti nitrit oksida (Stuart, 2000). Kerja ventrikular
sewaktu kehamilan juga dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskuler sistemik
ini dan perubahan dalam aliran arteri.
Selain dari perubahan pada pembuluh darah seluruh tubuh, jantung itu
sendiri juga mengalami beberapa perubahan sebagai suatu respon adaptasi
fisiologis pada wanita hamil. Sewaktu kedudukan diafragma semakin meninggi
karena membesarnya uterus, jantung sendiri akan terpindah ke arah kiri dan ke
atas, serta berputar pada aksisnya. Hasilnya, apeks jantung akan terlihat bergerak
ke arah lateral dari kedudukan asalnya. Perubahan ini pastinya bergantung kepada
besar dan posisi dari uterus, tone otot abdominal dan konfigurasi dari abdomen
dan toraks (Cunningham, 2005). Sewaktu gestasi, jantung wanita perlu bekerja
lebih keras karena semakin membesar fetus, semakin kuat jantung harus
memompa darah ke uterus. Hingga sewaktu trimester terakhir, uterus akan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
16
menerima hampir satu per lima dari suplai darah. Jantung juga harus memompa
dengan kuat karena volume darah yang meningkat karena retensi cairan tadi.
Hasilnya, cardiac output akan meningkat kira-kira 30-50%. Penurunan resistensi
vaskuler dan tekanan darah arteri serta peningkatan volume darah dan kadar
metabolisme basal pada wanita hamil juga merupakan beberapa faktor yang
menyumbang kepada terjadinya perubahan pada cardiac output. Sewaktu partus
pula, cardiac output ini bisa meningkat lagi 10%, dan akan mulai turun setelah
partus. Kadarnya akan kembali normal dalam waktu 6 minggu setelah partus
(Merck Manual, 2007). Oleh sebab itu, bunyi desah jantung (murmur) dan detak
jantung irregular bisa timbul. Ini masih dianggap normal. Menurut Stuart, 2000,
bunyi jantung yang masih dianggap normal pada wanita hamil antara lain :
1. Bunyi s1 dan s2 meningkat
2. Komponen mitral dan trikuspid dari s1 meningkat
3. Tiada perubahan konstan pada s2
4. Bunyi s3 kuat sewaktu minggu ke-20 kehamilan
5. < 5% dari wanita hamil akan ada bunyi s4
6. > 95% wanita hamil akan mengalami desah jantung sistolik yang
normalnya akan hilang setelah partus
7. 20% wanita hamil akan mengalami desah jantung diastolik transien
8. 10% wanita hamil akan mengalami bunyi desah jantung yang berterusan
karena peningkatan aliran darah pada bagian mammae
Saiz uterus yang semakin membesar juga akan mengganggu aliran darah kembali
ke jantung dari kaki dan area pelvis. Hasilnya, edema bisa ditemukan dan
biasanya di kaki. Varicose vein juga bisa muncul di kaki dan di area sekitar
vagina. Ini seringkali menimbulkan rasa tidak enak pada ibu hamil (Stuart, 2000).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
17
2.2.4 Perubahan pada Sistem Respirasi
Diafragma akan menaik kira-kira 4 cm sewaktu kehamilan. Sudut subkosta
melebar dengan diameter transversal kosta meningkat kira-kira 2 cm. Lingkaran
toraks juga meningkat kira-kira 6 cm namun ini tidak cukup untuk menghalang
pengurangan dari volume residual udara dalam paru hasil dari diafragma yang
menaik. Kadar pernapasan akan mengalami sedikit perubahan sewaktu kehamilan,
tetapi volume tidal, minute ventilatory volume dan minute oxygen uptake
meningkat dengan jelas dengan meningkatnya usia kehamilan. Maximum
breathing capacity, forced dan timed vital capacity tidak menunjukkan perubahan
yang jelas. Functional residual capacity dan volume residual udara pula
berkurang sebagai akibat dari diafragma yang menaik.
Pusat respirasi akan diset menjadi kurang dari 4kPa pCO2 (dari 6kPa) hasil
dari pengaruh hormon progesterone, membolehkan fetus untuk membuang sisa
gasnya. Ventilasi meningkat 40% pada trimester pertama karena peningkatan tidal
volume. Tetapi semakin meningkatnya usia kehamilan, akan terjadi pengurangan
kapasitas total paru karena ukuran uterus yang membesar. Tiada perubahan yang
jelas pada expiratory peak flow rate. Dyspnea yang wujud pada awal kehamilan
mungkin disebabkan oleh penurunan pCO2. Aktivitas ringan bisa menurunkan
tingkat pCO2 hingga bisa menurunkan aliran darah cerebral dan bisa
menimbulkan pusing. pCO2 yang rendah dikompensasi dengan jumlah plasma
bikarbonat yang rendah bagi mempertahankan pH normal (Joan Pitkin, 2003).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
18
2.2.5 Perubahan pada Sistem Perkemihan
Perubahan fisiologis yang berlaku pada wanita hamil terjadi juga pada
sistem perkemihan. Ini termasuklah perubahan anatomi dari salur perkemihan itu
sendiri, metabolisme elektrolit dan sebagainya. Pada bulan-bulan pertama
kehamilan, kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar
sehingga sering menimbulkan rasa ingin berkemih. Keadaan ini akan hilang
dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada
akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul,
keluhan itu akan timbul kembali (Hadijanto, 2008). Ginjal akan membesar, dan
diameter ureter meningkat karena efek relaksasi dari hormon progesterone pada
otot polos. Glomerular filtration rate juga akan meningkat dan ini bisa membawa
kepada keadaan glikoibua karena kemampuan tubulus proksimal untuk reabsorbsi
glukosa telah berkurang (Cunningham, 2005). Pada ekskresi akan dijumpai kadar
asam amino dan vitamin larut air dalam jumlah yang banyak. Tetapi, jika
ditemukan proteinuria atau hematuria, maka itu sudah termasuk suatu hal yang
abnormal. Pada fungsi renal, akan dijumpai peningkatan creatinine clearance
lebih tinggi dari 30% (Hadijanto, 2008).
Sewaktu kehamilan normal, akan berlaku retensi hampir 1000 mEq
natrium dan 300 mEq kalium. Walaupun glomerular filtration rate untuk natrium
dan kalium meningkat, ekskresi dari elektrolit ini tetap tidak berubah karena
peningkatan keupayaan penyerapan kembali oleh tubular. Jumlah akumulasi dari
natrium dan kalium ini tetap tidak bisa meningkatkan konsentrasinya dalam darah
malah akan terlihat sedikit rendah karena volume plasma yang meningkat. Jumlah
kalsium dalam darah pula akan turun sewaktu kehamilan. Fetus yang membesar
memaksakan suatu keperluan yang signifikan untuk kalsium. Menurut Pitkin,
1985 dalam Cunningham, 2005, pada trimester ketiga, kira-kira 200 mg kalsium
akan dideposit pada tulang fetus setiap hari. Maka, asupan kalsium yang
mencukupi diperlukan bagi mengelak terjadinya kekurangan kalsium pada ibunya.
Selain itu, jumlah magnesium juga didapati menurun. Bardicef et. al, 1995
menyimpulkan kehamilan merupakan suatu keadaan di mana terjadi kekurangan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
19
magnesium ekstraselular. Berbanding dengan wanita yang normal, ditemukan
bahwa jumlah magnesium total dan yang terionisasi signifikan rendah pada wanita
hamil. Di sisi lain, jumlah fosfat masih tidak berubah, masih seperti sewaktu tidak
hamil. Ambang ginjal untuk ekskresi fosfat meningkat pada waktu kehamilan
karena efek dari hormon kalsitonin. Kesimpulannya, kehamilan bisa menginduksi
perubahan pada metabolisme beberapa mineral, selain retensi jumlah yang
adekuat untuk perkembangan fetus.
2.2.6 Perubahan pada Sistem Endokrin (Hormon)
Dengan bermulanya kehamilan, corak hormon sirkulasi juga berubah
dengan signifikan. Produksi hormon steroid seksual (estrogen dan progesterone)
oleh plasenta sahaja tidak akan mencukupi. Maka, kelenjar adrenal dari ibu dan
fetus telah memproduksi prekursor yang dibutuhkan supaya plasenta bisa
menghasilkan hormon secukupnya. Ini merupakan dasar dari konsep maternal-
fetal-placental unit (Pernoll, 2001).
Payudara
Pada awal kehamilan, perempuan akan merasakan payudaranya menjadi
lebih lunak. Setelah bulan kedua, payudara akan bertambah ukurannya dan vena-
vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Ini akan terlihat seperti striae yang ada di
perut. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman dan tegak. Suatu cairan
berwarna kekuningan yang disebut kolostrum akan keluar dalam bulan pertama
kehamilan. Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai
bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum dapat diproduksi karena
hormon prolaktin ditekan oleh prolactin inhibiting hormone. Setelah persalinan,
kadar progesterone dan estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi
progesterone terhadap α-laktabulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan
meransang sintesis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi air
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
20
susu. Pada bulan yang sama, areola akan lebih besar dan cenderung untuk
menonjol keluar.
Estrogen
Estrogen diproduksi oleh sel syncytiotrophoblast. Estrogen yang paling
poten adalah 17b-estradiol, berasal dari dehydroepiandrosterone ibu dan fetus.
Jumlah estrogen ini meningkat hingga 1000 kali lipat sewaktu kehamilan.
Sementara estrone, yang disintesa dari kolestrol ibu dan
dehydroepiandrostenedione fetus hanya meningkat 100 kali lipat. Kedua-dua
hormon ini berperan penting dalam perkembangan fetus (Pernoll, 2001). Satu lagi
bagian terbesar dari jumlah estrogen adalah estriol. Hormon ini dihasilkan dari
16-hydroxydehydroepiandrosterone, dan sering digunakan sebagai marker untuk
monitor keadaan fetus. Jika ada terjadi sesuatu pada fetus, maka jumlah estrogen
akan didapati menurun (Bernstein, 2000).
Progesterone
Progesterone merupakan satu lagi hormon penting dalam menjaga
kelangsungan suatu kehamilan. 17a-Hydroxyprogesterone adalah satu jenis
progesterone yang dihasilkan pada mulanya oleh korpus luteum sewaktu 7
minggu yang pertama, dan kemudian peran ini diambil alih oleh plasenta. Hormon
progesterone yang dihasilkan ini akan meningkat jumlahnya setiap hari sepanjang
kehamilan hingga mencapai jumlah 2 kali lipat berbanding biasa. Hormon ini
penting untuk mempertahankan dinding endomentrium supaya sesuai untuk
pertumbuhan fetus.
Human Chorionic Gonadotropins (hCG)
Hormon plasenta yang disebut human chorionic gonadotropina (hCG) ini
diproduksi oleh syntrophoblast. Konsentrasinya akan meningkat secara mendadak
setelah berlakunya implantasi oleh ovum yang telah disenyawakan dan bisa
mencapai kadar puncak 100,000 mIU / mL dalam 8 – 10 minggu kehamilan.
Setelah itu, hormon ini akan menurun jumlahnya hingga ke suatu tahap dalam
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
21
waktu kira-kira 120 hari dan jumlah itu akan menetap hingga wanita tersebut
partus (Pernoll, 2001). Hormon ini bersifat luteotropic, seperti hormon LH yang
menstimulasi produksi dari progesterone, 17-hydroxyprogesterone dan estrogen.
Fungsi hormon ini pada akhir waktu kehamilan masih menjadi tanda tanya.
Tetapi, hormon ini telah digunakan secara global sebagai suatu petanda kehamilan
karena jumlah hormon ini akan meningkat secara mendadak pada awal kehamilan.
Jika jumlah hormon ini lebih rendah dari yang dijangka, ada kemungkinan
terjadinya suatu kehamilan ektopik atau aborsi. Jika jumlahnya lebih daripada
biasa, ada kemungkinan terjadi kehamilan multipel, kehamilan molar atau trisomy
21 (Bernstein, 2000).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
22
2.3 Depresi pada Wanita Hamil
Gangguan Depresi Mayor adalah salah satu masalah yang paling sering
dijumpai pada wanita berusia produktif. Oleh itu, wanita hamil juga tidak
terkecuali termasuk dalam golongan yang sangat beresiko mengalami gangguan
depresi mayor, walaupun pada saat hamil. Sekarang ini, skrining untuk kelainan
mental, riwayat penggunaan ubat psikoaktif dan sebagainya pada pemeriksaan
prenatal sering dijalankan untuk memastikan status mental wanita hamil. Menurut
Benedict et. al, 1999 dalam Pernoll 2001, faktor resiko untuk gangguan depresi
mayor harus dievaluasi. Riwayat sebelumnya atau riwayat keluarga merupakan
suatu resiko yang signifikan untuk terjadinya depresi rekuren. Wanita dengan
riwayat penderaan seksual juga cenderung untuk mengalami simptom depresi,
sebelum atau sewaktu kehamilan.
2.3.1 Etiologi dan Faktor Resiko
Terdapat kemungkinan bahwa kedua-dua faktor biokimia dan tekanan
hidup yang mempengaruhi onset untuk terjadinya depresi dalam kehamilan.
Hormon seperti yang diketahui akan memberi kesan kepada mood, contohnya
seperti sindroma pre-menstrual dan depresi menopause. Estrogen akan
memodulasi fungsi serotonin dan prinsip ini telah diaplikasi untuk mengobati
masalah depresi. Maka, ini mungkin merupakan faktor terjadinya elevasi mood
yang dirasai oleh wanita sewaktu hamil. Tingkat hormon yang absolut dan kadar
perubahan mereka juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh. Konsentrasi
hormon seksual wanita yang meningkat sewaktu kehamilan akan memberi
pengaruh kepada bagian otak yang terlibat dalam modulasi mood. Ternyata,
wanita yang mengalami depresi postpartum biasanya mempunyai tingkat estrogen
dan progesterone yang tinggi sebelum partus, dan kemudian mengalami
pengurangan jumlah yang banyak secara signifikan selepas partus (Pernoll, 2001).
Selain itu, terdapat peningkatan yang signifikan pada hormon yang terlibat dalam
sistem stres kortisol. Hiperaktivitas dari aksis hipotalamus – pituitary – adrenal
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
23
(HPA) biasanya dijumpai pada pasien dengan masalah depresi (O‟Keane, 2007).
Dikatakan juga terdapat sebagian kecil wanita hamil mempunyai fungsi tiroid
yang abnormal hingga bisa membawa kepada masalah depresi (Evans, 2001).
Walaupun kebanyakan wanita sangat menginginkan kehamilan, namun kehamilan
juga sering dianggap satu tekanan hidup yang dianggap mayor dan bisa
mengeksaserbasi kecenderungan terjadinya masalah depresi. Wanita yang
mengalami masalah depresi selama hidupnya bisa merasakan kehamilannya itu
adalah beban tambahan kepadanya (O‟Keane, 2007). Kehamilan juga membawa
beberapa tuntutan yang kadang-kala seorang wanita itu tidak sanggup untuk
menghadapinya, hingga wanita itu bisa mengalami masalah depresi. Ketakutan
untuk melahirkan, kerisauan tentang status sosioekonomi dan sebagainya bisa
bertindak sebagai stresor. Ini dapat dilihat dalam Evans, 2001 mengatakan depresi
pada wanita hamil lebih tinggi pada minggu ke-32 kehamilan berbanding minggu
ke-8. Depresi lebih sering terjadi berhubungan dengan masalah ibu bapa,
kehamilan yang tidak diingini, riwayat depresi dan kurangnya status
sosioekonomi (Pernoll, 2001). Selain itu, penyebab terjadinya kasus relaps yang
tinggi pada waktu kehamilan untuk wanita yang pernah mengalami riwayat
depresi sebelumnya masih menjadi tanda tanya. Walaupun banyak penyebab yang
bisa menimbulkan relaps, namun hipotesa yang lebih spesifik dan penyumbang
paling diterima adalah karena penghentian pengobatan. Studi prospektif pada
wanita dengan depresi yang rekuren menyatakan, 68% dari mereka yang berhenti
menggunakan obat antidepresi sewaktu hamil mengalami depresi relaps,
berbanding dengan 26% lagi yang terus mengambil obat antidepresi tanpa
berhenti (O‟Keane, 2007).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
24
2.3.2 Pengaruh Depresi pada Kehamilan
Studi berkaitan komplikasi yang terjadi pada wanita dengan depresi
sewaktu kehamilan agak susah diinterpretasi karena kemungkinan akibat dari
depresi tidak dapat dibedakan dari kemungkinan akibat dari pengambilan obat
antidepresi. Beberapa penemuan seperti dalam Hedegaard, 1993 mengatakan
bahwa wanita hamil dengan depresi mempunyai resiko tinggi terjadinya
komplikasi kehamilan seperti kehamilan prematur. Tetapi, semua masalah ini
terlihat lebih cenderung disebabkan obat antidepresi yang diambil sewaktu hamil.
Terdapat bukti bahawa depresi pada waktu kehamilan memberi pengaruh yang
signifikan pada perkembangan sistem saraf pusat bayi (O‟Keane, 2007). Satu
hipotesa yang menjelaskan pengaruh depresi pada kehamilan adalah sistem
hormon kortisol. Stresor yang bermacam-macam, seperti gangguan psikososial,
kelaparan, infeksi dan sebagainya akan menstimulasi sekresi kortisol sewaktu, dan
setelah kehamilan. Peningkatan aktivitas sistem kortisol ini sewaktu kehamilan,
ditambah dengan peningkatan sekresi corticotropin realeasing hormone oleh
plasenta (memicu peningkatan jumlah kortisol), telah terlihat dapat membawa
kepada terjadinya kasus kelahiran prematur (O‟Keane, 2007). Hipotesa lain yang
menghubungkan depresi dengan kehamilan adalah sikap yang tidak sehat,
berhubungan dengan depresi seperti merokok, minum alkohol dan
penyalahgunaan zat oleh ibu hamil. Semua ini nantinya akan memicu kepada
terjadinya efek yang merugikan pada kehamilan (O‟Keane, 2007).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
25
2.3.3 Penatalaksanaan
Episode depresi bisa bervariasi bermula dari sindroma ringan hinggalah
yang berat. Pada kasus depresi yang ringan, tatalaksana pilihan adalah psikoterapi.
Suatu percobaan klinikal kontrol pernah dijalankan dan terbukti efektif, tetapi
psikoterapi ini tidak dapat diterima dengan segera dan biasanya respon yang
diharapkan timbul lebih lama berbanding terapi dengan obat-obatan (O‟Keane,
2007). Tatalaksana dengan menggunakan obat antidepresan biasanya
diindikasikan pada wanita dengan riwayat depresi berat atau rekuren. Namun,
penggunaan obat-obat antidepresan ini mempunyai efek samping yang
berpengaruh pada kandungan. Contohnya, obat selective serotonin reuptake
inhibitors seperti paroxetine, bisa meningkatkan resiko terjadinya malformasi
kongenital pada bayi. Serotonin withdrawal syndrome juga bisa terjadi pada
neonatus yang terpapar dengan obat selective serotonin reuptake inhibitors
sewaktu bayi tersebut dalam kandungan ibunya (O‟Keane, 2007). Maka,
penggunaan obat ini haruslah dengan nasihat dokter. Biasanya, terapi untuk kasus
depresi yang berat dan rekuren biasanya bersifat kombinasi, yaitu dengan
psikoterapi dan terapi farmakologi.
2.3.4 Rumusan
Depresi pada kehamilan merupakan suatu masalah yang harus diberi
perhatian. Walaupun masalah depresi pasca kehamilan lebih sering terjadi, namun
kebanyakan dari kasus depresi pasca kehamilan ini sebenarnya sudah bermula
sejak dari waktu kehamilan (Evans et. al, 2001). Jika tidak ditangani dengan baik,
maka masalah ini bisa berlanjutan sampai tingkat yang lebih parah. Oleh itu,
dokter yang bertanggungjawab haruslah menilai apakah terdapat masalah depresi
pada wanita hamil sebagai salah satu bagian rutin dari perawatan antenatal. Jika
perlu, maka terapi yang sesuai bisa segera diberikan supaya masalah ini tidak
berlanjutan.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara