gangguan depresi mayor

21
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Kamus Medikal Dorland edisi 28, Depresi didefinisikan suatu keadaan mental karena perubahan mood dengan karakteristik seperti seperti rasa sedih, dan perasaan putus asa. Depresi diklasifikasikan dalam gangguan mood, suatu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit yang berkaitan dengan mood seseorang. Gangguan mood dapat dibahagi kepada 2 jenis, yaitu gangguan unipolar dan gangguan bipolar. Gangguan depresi mayor dan dysthymia termasuk dalam golongan gangguan unipolar karena gangguan ini hanya terjadi dalam satu arah sahaja, yaitu ke arah sedih dan putus asa. Sementara gangguan bipolar adalah suatu gangguan mood di mana penderita mengalami perubahan episode mood yang signifikan, daripada sangat tinggi (mania) kepada sangat rendah (depresi). Cyclothymic personality termasuk dalam golongan gangguan bipolar (Bjornlund, 2010). 2.1 Gangguan Depresi Mayor Gangguan Depresi Mayor atau Major Depression merupakan suatu gangguan mood yang paling sering dijumpai dan paling parah (Bjornlund, 2010). Kebanyakan dari kita pasti pernah mengalami keadaan seperti ini sepanjang perjalanan hidup kita sebagai seorang manusia. Namun begitu, gangguan depresi mayor secara klinis yang sebenar adalah suatu gangguan mood di mana perasaan sedih, marah, kehilangan, atau frustasi mengganggu kehidupan seharian seseorang untuk suatu jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008). Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Upload: nur-hidayah

Post on 25-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PSIKIATRI

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kamus Medikal Dorland edisi 28, Depresi didefinisikan suatu

keadaan mental karena perubahan mood dengan karakteristik seperti seperti rasa

sedih, dan perasaan putus asa. Depresi diklasifikasikan dalam gangguan mood,

suatu istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit yang

berkaitan dengan mood seseorang. Gangguan mood dapat dibahagi kepada 2 jenis,

yaitu gangguan unipolar dan gangguan bipolar. Gangguan depresi mayor dan

dysthymia termasuk dalam golongan gangguan unipolar karena gangguan ini

hanya terjadi dalam satu arah sahaja, yaitu ke arah sedih dan putus asa. Sementara

gangguan bipolar adalah suatu gangguan mood di mana penderita mengalami

perubahan episode mood yang signifikan, daripada sangat tinggi (mania) kepada

sangat rendah (depresi). Cyclothymic personality termasuk dalam golongan

gangguan bipolar (Bjornlund, 2010).

2.1 Gangguan Depresi Mayor

Gangguan Depresi Mayor atau Major Depression merupakan suatu

gangguan mood yang paling sering dijumpai dan paling parah (Bjornlund, 2010).

Kebanyakan dari kita pasti pernah mengalami keadaan seperti ini sepanjang

perjalanan hidup kita sebagai seorang manusia. Namun begitu, gangguan depresi

mayor secara klinis yang sebenar adalah suatu gangguan mood di mana perasaan

sedih, marah, kehilangan, atau frustasi mengganggu kehidupan seharian seseorang

untuk suatu jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

6

2.1.1 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi Gangguan Depresi Mayor tidak diketahui secara jelas namun

kemungkinan yang melibatkan gangguan psikologis dan biologis bisa

menyumbang kepada terjadinya gangguan depresi mayor. Menurut Potter GG,

2007, dalam Belmaker, 2008, penderita dengan gangguan depresi mayor

mungkin mempunyai penyakit jantung yang berkaitan dengan masalah disfungsi

endotelial. Penderita dengan personaliti depresi dan ansietas juga sering

disebabkan oleh pengalaman sewaktu kecil (Kendler, 2000). Menurut American

Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), resiko untuk terjadinya

depresi pada anak-anak dan remaja di masa hadapan bisa ditentukan oleh

beberapa parameter, seperti riwayat episode depresi terdahulu, dysthymia, dan

gangguan ansietas. Faktor-faktor biologis seperti genetik, kelainan neuroendokrin

atau neurodegeneratif juga dikatakan memainkan peran dalam terjadinya depresi.

2.1.2 Gambaran klinis

Tidak semua penderita dengan masalah Gangguan Depresi Mayor

mempunyai gejala yang sama. Antara gejala yang timbul adalah :

Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau perasaan „kosong‟

Perasaan putus asa

Perasaan bersalah, merasa diri tidak berguna

Iritabilitas, cepat marah, resah

Hilang minat beraktivitas, termasuk aktivitas seksual

Lelah dan kepenatan

Masalah konsentrasi, mengingat sesuatu dan membuat keputusan

Insomnia, atau tidur berlebihan

Hilang selera makan, atau makan berlebihan

Idea atau cobaan bunuh diri

Nyeri kepala, kekejangan atau masalah pencernaan yang persisten, tidak

hilang dengan pengobatan

Tabel 2.1 : Simptom Depresi, dikutip dari Depression. National Institute of Mental Health, 2008

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

7

2.1.3 Diagnosis

Diagnosa gangguan depresi mayor adalah berdasarkan karakteristik

perilaku, psikologis dan fisiknya. Biasanya, langkah pertama dalam mendiagnosa

gangguan depresi mayor termasuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan

lain yang bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang berkaitan. Pemeriksaan

fisik, lab, skrining dan sebagainya bisa membantu dokter untuk menegakkan

diagnosa, apakah gejala yang timbul ada kaitan dengan kemungkinan lain.

Apabila dokter sudah menyingkirkan semua kemungkinan, barulah pasien akan

melalui uji diagnostik psikologi. Pemeriksaan ini termasuklah pemeriksaan

simptom yang dialami penderita, tahap kesehatan mental dan sebagainya

(Bjornlund, 2010).

Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas untuk gangguan depresi

mayor ialah dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Suatu episode depresi mayor ditandai

dengan munculnya 5 atau lebih gejala di bawah ini, dalam waktu periode 2

minggu. Salah satu gejala yang timbul harus termasuk poin pertama (depresi

mood) atau poin kedua (penurunan minat). Kriteria ini termasuklah :

1. Depresi mood dialami hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari

- Pada anak-anak dan remaja, iritabilitas bisa terlihat

2. Penurunan minat secara drastis dalam semua atau hampir semua aktivitas,

hampir sepanjang hari, hampir setiap hari

3. Terjadi kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (contoh :

perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan

atau pertambahan selera makan hampir setiap hari

- Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai berat badan

yang sesuai untuk usianya

4. Setiap hari (atau hampir setiap hari) mengalami insomnia atau hipersomnia

(tidur berlebihan)

5. Agitasi yang berlebihan atau melambat respon gerakan hampir setiap hari

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

8

6. Rasa lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Rasa diri tidak berharga atau salah tempat atau rasa bersalah yang

berlebihan atau tidak tepat hampir setiap hari

8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau

membuat keputusan hampir setiap hari

9. Pikiran yang muncul berulang kali tentang kematian atau bunuh diri tanpa

suatu rencana yang spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri,

atau mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri

2.1.4 Terapi

Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita gangguan depresi

mayor, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya, dokter akan bekerjasama

dengan penderita untuk menentukan terapi yang paling sesuai. Diperkirakan

hampir 80% dari penderita dengan gangguan depresi mayor bisa diterapi dengan

baik, tetapi keberhasilan terapi bergantung kepada terapi yang dipilih (Bjornlund,

2010). Penggunaan obat untuk mengurangi gejala (simptomatis) dan psikoterapi

telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan depresi mayor, samada secara

sendirian maupun kombinasi (Halverson, 2011).

Penggunaan obat antidepresan merupakan terapi pertama untuk penderita

gangguan depresi mayor dewasa dengan rekuren dan persisten. Antidepresan

bekerja dengan cara menormalkan kembali neurotransmitter yang memberi efek

pada mood seseorang, biasanya neurotransmitter serotonin dan norepinefrin. Ada

juga obat antidepresan yang bekerja pada neurotransmitter dopamine (National

Institute of Mental Health, 2008). Obat yang paling sering digunakan adalah

selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). SSRIs meningkatkan jumlah

neurotransmitter serotonin dengan cara menghambat reuptake kembali serotonin

ke sel presinaps. Hasilnya, jumlah serotonin di synaptic cleft yang akan berikatan

dengan reseptor akan meningkat. Contoh obat yang digunakan adalah fluoxetine

(Prozac), paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft). SSRIs paling sering digunakan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

9

karena obat ini efektif dan mempunyai efek samping yang kurang berbanding obat

antidepresan yang digunakan dahulu (Bjornlund, 2010). Sesetengah penderita

memberi respon baik terhadap obat antidepresan lain, seperti jenis monoamine

oxidase inhibitor-A atau antidepresan trisiklik. Tetapi obat ini mempunyai efek

samping yang berat (North, 2010). Monoamine oxidase inhibitor bekerja dengan

cara menghambat enzim monoamine oxidase, maka jumlah norepinefrin dan

serotonin akan meningkat.

Selain terapi farmakologi, salah satu terapi yang penting bagi penderita

gangguan depresi mayor adalah psikoterapi. Psikoterapi terdiri dari beberapa

jenis, yaitu cognitive therapy, behavioral therapy, interpersonal therapy, group

therapy dan marital therapy. Cognitive therapy bertujuan untuk mengidentifikasi

adanya kesadaran yang negatif dan kemudian ini nantinya akan diganti dengan

kesadaran positif. Behavioral therapy pula, penderita akan diajari perilaku baru

dan skil interpersonal untuk mendapat respon yang diingini dari orang lain.

Latihan skil sosial adalah satu jenis behavioral therapy yang mementingkan

latihan ketegasan, kompetensi verbal dan non-verbal dan memanfaatkan main

peran untuk mengembangkan kemahiran. Interpersonal therapy memudahkan

penderita untuk sehat kembali dengan memfokuskan tentang keadaan sekarang,

bukan tentang sebelumnya. Tujuannya supaya penderita bisa mengembangkan

skil menyelesaikan masalah, sosial dan interpersonal. Group therapy pula,

seorang dokter dan satu kumpulan penderita gangguan depresi mayor berusaha

bersama-sama untuk mengubah keadaan emosional dan perilaku mereka sendiri.

Sementara Marital therapy bisa dilaksanakan oleh seorang individual, pasangan

atau ahli keluarga sendiri (North, 2010).

Apabila penderita gangguan depresi mayor tidak memberi respon terhadap

terapi farmakologi maupun psikoterapi, maka satu lagi terapi bisa digunakan yaitu

Electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi syok. Terapi ini bekerja dengan

mengalirkan arus listrik melalui otak penderita, dengan sengaja membuat

penderita kejang untuk satu jangka masa yang singkat. Langkah ini dipercayai

mengubah aktivitas kimia otak, karena pelepasan sejumlah besar neurotransmitter

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

10

dalam masa yang singkat, hingga hasilnya adalah perubahan dalam mood

penderita dan meningkatkan fungsi otak (Bjornlund, 2010). ECT juga digunakan

jika suatu respon antidepresan yang cepat diperlukan. Hasil yang terlihat bisa

lebih cepat berbanding terapi farmakologi, kira-kira kurang 1 minggu sejak

permulaan terapi. ECT dipercayai efektif untuk pengobatan depresi delusi, dan

juga terapi pilihan untuk penderita psikotik (Halverson, 2011)

2.1.5 Prognosis

Gangguan depresi mayor adalah suatu penyakit yang mempunyai potensi

morbiditas dan mortalitas yang signifikan, karena depresi bisa menyumbang

kepada terjadinya kasus bunuh diri, salahguna obat, gangguan hubungan

interpersonal, dan kehilangan masa kerja. Suatu studi dari WHO dan WB

menemukan gangguan depresi mayor merupakan penyebab keempat terbanyak

yang menyumbang kepada kecacatan di seluruh dunia, dan angka ini dijangka

meningkat menjadi penyebab kedua terbanyak menyebabkan kecacatan pada

tahun 2020 (Bjornlund, 2010). Menurut National Alliance on Mental Illness,

gangguan depresi mayor merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan di

Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya.

Tetapi dengan terapi yang sesuai, 70-80% dari penderita gangguan depresi

mayor bisa mencapai pengurangan gejala secara signifikan, walaupun masih kira-

kira 50% dari penderita mungkin tidak memberi respon pada permulaan terapi.

40% dari individu dengan gangguan depresi mayor yang tidak diterapi selama 1

tahun akan terus termasuk dalam kriteria diagnosa, manakala 20% lainnya akan

mengalami remisi. Remisi parsial dengan atau adanya riwayat gangguan depresi

mayor kronis akan menjadi satu faktor resiko untuk terjadinya episode rekuren

dan resisten terhadap terapi.

Hasil pengobatan biasanya baik, tetapi tidak untuk semua penderita.

gangguan depresi mayor adalah satu penyakit dengan angka rekuren yang tinggi.

Bagi penderita gangguan depresi mayor yang mengalami episode depresi yang

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

11

berulang, terapi cepat dan berterusan diperlukan untuk mengelak terjadinya

gangguan depresi mayor kronis dan berterusan, hingga bisa menyebabkan

seseorang penderita gangguan depresi mayor itu perlu berterusan diterapi untuk

jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).

2.2 Wanita Hamil

Suatu kehamilan akan mengambil waktu kira-kira 40 minggu, yaitu kira-

kira 280 hari, dikira bermula dari hari pertama haid terakhir. Menurut Bergsjo et

al. dalam Cunningham, 2005, suatu studi pada 427,581 wanita hamil di Swedish

Birth Registry, menunjukkan mean durasi untuk suatu kehamilan adalam 281 hari

dengan standar deviasi 13 hari. Mengikut hukum Naegele, adalah suatu kebiasaan

untuk mengestimasi masa partus dengan cara menambah 7 hari pada hari pertama

haid terakhir yang normal dan mengira 3 bulan ke belakang (F. Gary et.al, 2005).

40 minggu kehamilan ini biasanya dibagikan kepada 3 trimester. Trimester

pertama dikira bermula 14 minggu pertama, trimester kedua 28 minggu, dan

trimester ketiga dikira termasuk minggu ke-29 hingga minggu ke-42 kehamilan.

Secara mudahnya, trimester bisa dikira dengan cara membagi 42 minggu kepada 3

durasi dengan 14 minggu di dalamnya masing-masing (Cunningham, 2005).

Kehamilan bisa menyebabkan perubahan pada tubuh wanita. Perubahan ini akan

menimbulkan beberapa gejala, yang normalnya akan dialami oleh semua wanita

hamil. Tetapi, beberapa penyakit seperti Diabetes Gestational, bisa timbul

sewaktu wanita hamil. Oleh itu, wanita hamil harus mengetahui cara membedakan

gejala yang normal dialami oleh seorang wanita hamil dengan gejala yang tidak

normal (Merck Manual, 2007).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

12

2.2.1 Perubahan Umum

Apabila seorang wanita itu hamil, beberapa gejala yang dianggap fisiologis

akan muncul, dan perubahan ini biasanya terjadi segera setelah fertilisasi dan terus

berlanjut selama kehamilan. Secara umum, gejala ini tidak menjurus kepada

penyakit apapun dan bisa hilang setelah wanita tersebut partus Satu hal yang

menakjubkan adalah bahwa hampir semua perubahan ini akan kembali seperti

keadaan sebelum hamil setelah proses persalinan dan menyusui (Hadijanto, 2008).

Proses adaptasi fisiologis yang berjadi pada tubuh ibu hamil merupakan respon

terhadap keperluan fetus. Ini termasuklah :

1. Mendukung keperluan fetus sepanjang kehamilan (nutrisi, oksigenasi)

2. Proteksi fetus (starvasi, obat, toksin)

3. Mempersiapkan uterus untuk melahirkan

Antara gejala yang umum adalah lelah atau kepenatan. Ini dianggap fisiologis

bagi wanita hamil dan ini biasanya dirasakan pada minggu ke-12 kehamilan dan

pada minggu-minggu akhir kehamilan (Merck Manual, 2007). Mekanisme

homeostasis secara normal akan terjadi apabila tubuh mendeteksi adanya

perubahan pada tubuh. Tetapi berbeda dengan wanita hamil, manipulasi dari

mekanisme homeostasis dipengaruhi oleh antisipasi keperluan fetus yang

berkembang. Hasilnya, perubahan pada awal kehamilan akan terlihat signifikan

apabila keperluan fetus yang tersedia adalah minimal. Contohnya, perubahan pada

fungsi perifer seperti volume darah dan jumlah air badan dimediasi oleh hormon

estrogen, sementara keseimbangan energi dan kontrol respirasi terjadi karena

pengaruh dari perubahan hormon progesterone (Joan Pitkin, 2003). Hormon

progensterone juga berperan dalam menginduksi relaksasi pada otot polos.

Perubahan fisiologis ini akan dirasakan makin hebat jika wanita itu mengalami

kehamilan multipel (Bernstein, 2000).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

13

Beberapa gejala-gejala lain yang harus diperiksa oleh dokter yang

bertanggungjawab supaya tidak dicurigai suatu penyakit antaranya adalah :

1. Nyeri kepala yang luar biasa atau persisten

2. Mual dan muntah persisten

3. Pusing

4. Gangguan penglihatan

5. Nyeri atau kejang di bagian bawah abdomen

6. Rasa kontraksi

7. Ada perdarahan di vagina

8. Air ketuban merembes

9. Bengkak pada tangan atau kaki

10. Kurang produksi urin

11. Infeksi, demam atau penyakit lain

12. Tremor

13. Seizure atau kejang

14. Denyut nadi meningkat

15. Kurang pergerakan fetus

Tabel 2.2 : Physical Changes; Merck Manual, 2007

2.2.2 Perubahan pada Sistem Reproduksi

Pada wanita yang normal, uterus adalah suatu organ yang mempunyai

struktur yang hampir padat, dengan berat kira-kira 70g dan mempunyai ruang

hanya 10mL atau kurang. Tetapi sewaktu kehamilan, uterus akan bertransformasi

kepada suatu organ berotot yang dindingnya relatif nipis dan mempunyai

kapasitas yang cukup untuk menampung fetus, placenta dan cairan amnion.

Volume totalnya kira-kira 5L namun bisa meningkat hingga 20L atau lebih,

hingga pada akhir kehamilan, uterus bisa mencapai kapasitas 500 hingga 1000

kali lebih banyak berbanding sewaktu wanita tersebut tidak hamil. Sewaktu

kehamilan, pembesaran uterus melibatkan peregangan dan hipertrofi yang jelas

dari sel otot, di mana produksi sel baru adalah terbatas. Selain itu, peningkatan

dari ukuran sel otot ini juga diikuti oleh akumulasi dari jaringan fibrous dan

jaringan elastis, terutamanya pada lapisan otot eksternal. Perubahan ini akan

bertujuan untuk menambah kekuatan dinding uterus. Walaupun dinding korpus

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

14

akan menjadi tebal pada beberapa bulan awal kehamilan, namun ia akan berubah

menjadi tipis secara bertahap dengan meningkatnya usia kehamilan. Hasilnya,

pada akhir usia kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu kantung muskular

dengan dinding yang tipis dan lembut. Pembesaran uterus paling ketara terlihat

pada bagian fundus (Cunningham, 2005). Pada awal kehamilan, penebalan uterus

distimulasi terutamanya oleh hormon estrogen dan sedikit oleh hormon

progesterone. Hal ini dapat dilihat dengan perubahan uterus pada awal kehamilan

mirip dengan kehamilan ektopik. Akan tetapi, setelah kehamilan 12 minggu lebih

penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan dari hasil konsepsi. Pada

awal kehamilan juga, tuba fallopii, ovarium, dan ligamentum rotundum berada

sedikit di bawah apeks fundus, sementara pada akhir kehamilan akan berada

sedikit di atas pertengahan uterus. Posisi plasenta juga mempengaruhi penebalan

sel-sel otot uterus, di mana bagian uterus yang mengelilingi tempat implantasi

plasenta akan bertambah besar lebih cepat berbanding bagian lainnya sehingga

akan menyebabkan uterus tidak rata. Fenomena ini dikenal dengan tanda

Piscaseck (Hadijanto, 2008).

2.2.3 Perubahan pada Homeostatis Volume Darah dan Sistem Kardiovaskular

Salah satu perubahan sistemik yang sangat mendasar apabila seseorang

wanita itu hamil adalah retensi cairan, yang diperkirakan antara 8-10kg dari berat

badan rata-rata yang bertambah (11-13kg). Terdapat peningkatan pada cairan

intraselular tetapi yang paling jelas itu adalah pertambahan cairan ekstraselular,

terutamanya dalam volume plasma. Hal ini bisa meningkatkan volume darah

sampai 45% - 50% dan jumlah ini bisa meningkat pada ibu yang hamil multipel

(Pernoll, 2001). Peningkatan ini akan mencapai takat maksimum sewaktu minggu

ke-30 (Elmar, 2000). Jumlah cairan di dalam darah meningkat melebihi jumlah sel

darah merah, hingga ini bisa membawa kepada manifestasi anemia ringan.

Konsentrasi hemoglobin bisa menurun dari 13,3g/dL (normal) kepada 10,9g/dL

pada minggu ke-36 gestasi. Hal ini masih dianggap normal (Stuart, 2000).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

15

Pertambahan jumlah cairan tubuh ini memberi efek yang signifikan pada

pertambahan berat badan ibu hamil, dan ini sangat jelas sewaktu trimester pertama

dan kedua (Scott, 2003). Peningkatan volume plasma mungkin disebabkan

peningkatan renin plasma, karena dipicu oleh peningkatan hormon estrogen dan

progesterone. Ini akan membawa kepada retensi natrium dengan proses sekresi

aldosterone. Hasilnya, jumlah cairan tubuh wanita hamil bisa meningkat hingga 6-

8 liter, di mana 4-6 liter akan berada di ekstraselular. Distribusi volume darah juga

dipengaruhi oleh perubahan posisi tubuh. Ini dibuktikan dengan supine

hypotensive syndrome, yaitu suatu keadaan hipotensi karena kurangnya aliran

darah ke jantung karena penekanan uterus pada vena kava inferior (Pernoll, 2001).

Sewaktu kehamilan, jantung dan sirkulasi akan mengalami suatu adaptasi

fisiologis yang luar biasa. Menurut Mclaughlin dan Roberts, 1999 dalam F. Gary

et.al, 2005, perubahan paling penting dalam fungsi jantung bermula sejak 8

minggu pertama kehamilan. Peningkatan cardiac output bermula seawal minggu

ke-5 kehamilan dan peningkatan ini disebabkan oleh berkurangnya resistensi

vaskuler sistemik dan peningkatan denyut jantung. Penyebab khusus dari

fenomena ini masih dipertanyakan tetapi dikatakan ada pengaruh dari faktor

vasoaktif dari endotelium, seperti nitrit oksida (Stuart, 2000). Kerja ventrikular

sewaktu kehamilan juga dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskuler sistemik

ini dan perubahan dalam aliran arteri.

Selain dari perubahan pada pembuluh darah seluruh tubuh, jantung itu

sendiri juga mengalami beberapa perubahan sebagai suatu respon adaptasi

fisiologis pada wanita hamil. Sewaktu kedudukan diafragma semakin meninggi

karena membesarnya uterus, jantung sendiri akan terpindah ke arah kiri dan ke

atas, serta berputar pada aksisnya. Hasilnya, apeks jantung akan terlihat bergerak

ke arah lateral dari kedudukan asalnya. Perubahan ini pastinya bergantung kepada

besar dan posisi dari uterus, tone otot abdominal dan konfigurasi dari abdomen

dan toraks (Cunningham, 2005). Sewaktu gestasi, jantung wanita perlu bekerja

lebih keras karena semakin membesar fetus, semakin kuat jantung harus

memompa darah ke uterus. Hingga sewaktu trimester terakhir, uterus akan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

16

menerima hampir satu per lima dari suplai darah. Jantung juga harus memompa

dengan kuat karena volume darah yang meningkat karena retensi cairan tadi.

Hasilnya, cardiac output akan meningkat kira-kira 30-50%. Penurunan resistensi

vaskuler dan tekanan darah arteri serta peningkatan volume darah dan kadar

metabolisme basal pada wanita hamil juga merupakan beberapa faktor yang

menyumbang kepada terjadinya perubahan pada cardiac output. Sewaktu partus

pula, cardiac output ini bisa meningkat lagi 10%, dan akan mulai turun setelah

partus. Kadarnya akan kembali normal dalam waktu 6 minggu setelah partus

(Merck Manual, 2007). Oleh sebab itu, bunyi desah jantung (murmur) dan detak

jantung irregular bisa timbul. Ini masih dianggap normal. Menurut Stuart, 2000,

bunyi jantung yang masih dianggap normal pada wanita hamil antara lain :

1. Bunyi s1 dan s2 meningkat

2. Komponen mitral dan trikuspid dari s1 meningkat

3. Tiada perubahan konstan pada s2

4. Bunyi s3 kuat sewaktu minggu ke-20 kehamilan

5. < 5% dari wanita hamil akan ada bunyi s4

6. > 95% wanita hamil akan mengalami desah jantung sistolik yang

normalnya akan hilang setelah partus

7. 20% wanita hamil akan mengalami desah jantung diastolik transien

8. 10% wanita hamil akan mengalami bunyi desah jantung yang berterusan

karena peningkatan aliran darah pada bagian mammae

Saiz uterus yang semakin membesar juga akan mengganggu aliran darah kembali

ke jantung dari kaki dan area pelvis. Hasilnya, edema bisa ditemukan dan

biasanya di kaki. Varicose vein juga bisa muncul di kaki dan di area sekitar

vagina. Ini seringkali menimbulkan rasa tidak enak pada ibu hamil (Stuart, 2000).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

17

2.2.4 Perubahan pada Sistem Respirasi

Diafragma akan menaik kira-kira 4 cm sewaktu kehamilan. Sudut subkosta

melebar dengan diameter transversal kosta meningkat kira-kira 2 cm. Lingkaran

toraks juga meningkat kira-kira 6 cm namun ini tidak cukup untuk menghalang

pengurangan dari volume residual udara dalam paru hasil dari diafragma yang

menaik. Kadar pernapasan akan mengalami sedikit perubahan sewaktu kehamilan,

tetapi volume tidal, minute ventilatory volume dan minute oxygen uptake

meningkat dengan jelas dengan meningkatnya usia kehamilan. Maximum

breathing capacity, forced dan timed vital capacity tidak menunjukkan perubahan

yang jelas. Functional residual capacity dan volume residual udara pula

berkurang sebagai akibat dari diafragma yang menaik.

Pusat respirasi akan diset menjadi kurang dari 4kPa pCO2 (dari 6kPa) hasil

dari pengaruh hormon progesterone, membolehkan fetus untuk membuang sisa

gasnya. Ventilasi meningkat 40% pada trimester pertama karena peningkatan tidal

volume. Tetapi semakin meningkatnya usia kehamilan, akan terjadi pengurangan

kapasitas total paru karena ukuran uterus yang membesar. Tiada perubahan yang

jelas pada expiratory peak flow rate. Dyspnea yang wujud pada awal kehamilan

mungkin disebabkan oleh penurunan pCO2. Aktivitas ringan bisa menurunkan

tingkat pCO2 hingga bisa menurunkan aliran darah cerebral dan bisa

menimbulkan pusing. pCO2 yang rendah dikompensasi dengan jumlah plasma

bikarbonat yang rendah bagi mempertahankan pH normal (Joan Pitkin, 2003).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

18

2.2.5 Perubahan pada Sistem Perkemihan

Perubahan fisiologis yang berlaku pada wanita hamil terjadi juga pada

sistem perkemihan. Ini termasuklah perubahan anatomi dari salur perkemihan itu

sendiri, metabolisme elektrolit dan sebagainya. Pada bulan-bulan pertama

kehamilan, kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar

sehingga sering menimbulkan rasa ingin berkemih. Keadaan ini akan hilang

dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada

akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul,

keluhan itu akan timbul kembali (Hadijanto, 2008). Ginjal akan membesar, dan

diameter ureter meningkat karena efek relaksasi dari hormon progesterone pada

otot polos. Glomerular filtration rate juga akan meningkat dan ini bisa membawa

kepada keadaan glikoibua karena kemampuan tubulus proksimal untuk reabsorbsi

glukosa telah berkurang (Cunningham, 2005). Pada ekskresi akan dijumpai kadar

asam amino dan vitamin larut air dalam jumlah yang banyak. Tetapi, jika

ditemukan proteinuria atau hematuria, maka itu sudah termasuk suatu hal yang

abnormal. Pada fungsi renal, akan dijumpai peningkatan creatinine clearance

lebih tinggi dari 30% (Hadijanto, 2008).

Sewaktu kehamilan normal, akan berlaku retensi hampir 1000 mEq

natrium dan 300 mEq kalium. Walaupun glomerular filtration rate untuk natrium

dan kalium meningkat, ekskresi dari elektrolit ini tetap tidak berubah karena

peningkatan keupayaan penyerapan kembali oleh tubular. Jumlah akumulasi dari

natrium dan kalium ini tetap tidak bisa meningkatkan konsentrasinya dalam darah

malah akan terlihat sedikit rendah karena volume plasma yang meningkat. Jumlah

kalsium dalam darah pula akan turun sewaktu kehamilan. Fetus yang membesar

memaksakan suatu keperluan yang signifikan untuk kalsium. Menurut Pitkin,

1985 dalam Cunningham, 2005, pada trimester ketiga, kira-kira 200 mg kalsium

akan dideposit pada tulang fetus setiap hari. Maka, asupan kalsium yang

mencukupi diperlukan bagi mengelak terjadinya kekurangan kalsium pada ibunya.

Selain itu, jumlah magnesium juga didapati menurun. Bardicef et. al, 1995

menyimpulkan kehamilan merupakan suatu keadaan di mana terjadi kekurangan

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

19

magnesium ekstraselular. Berbanding dengan wanita yang normal, ditemukan

bahwa jumlah magnesium total dan yang terionisasi signifikan rendah pada wanita

hamil. Di sisi lain, jumlah fosfat masih tidak berubah, masih seperti sewaktu tidak

hamil. Ambang ginjal untuk ekskresi fosfat meningkat pada waktu kehamilan

karena efek dari hormon kalsitonin. Kesimpulannya, kehamilan bisa menginduksi

perubahan pada metabolisme beberapa mineral, selain retensi jumlah yang

adekuat untuk perkembangan fetus.

2.2.6 Perubahan pada Sistem Endokrin (Hormon)

Dengan bermulanya kehamilan, corak hormon sirkulasi juga berubah

dengan signifikan. Produksi hormon steroid seksual (estrogen dan progesterone)

oleh plasenta sahaja tidak akan mencukupi. Maka, kelenjar adrenal dari ibu dan

fetus telah memproduksi prekursor yang dibutuhkan supaya plasenta bisa

menghasilkan hormon secukupnya. Ini merupakan dasar dari konsep maternal-

fetal-placental unit (Pernoll, 2001).

Payudara

Pada awal kehamilan, perempuan akan merasakan payudaranya menjadi

lebih lunak. Setelah bulan kedua, payudara akan bertambah ukurannya dan vena-

vena di bawah kulit akan lebih terlihat. Ini akan terlihat seperti striae yang ada di

perut. Puting payudara akan lebih besar, kehitaman dan tegak. Suatu cairan

berwarna kekuningan yang disebut kolostrum akan keluar dalam bulan pertama

kehamilan. Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai

bersekresi. Meskipun dapat dikeluarkan, air susu belum dapat diproduksi karena

hormon prolaktin ditekan oleh prolactin inhibiting hormone. Setelah persalinan,

kadar progesterone dan estrogen akan menurun sehingga pengaruh inhibisi

progesterone terhadap α-laktabulmin akan hilang. Peningkatan prolaktin akan

meransang sintesis laktose dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi air

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

20

susu. Pada bulan yang sama, areola akan lebih besar dan cenderung untuk

menonjol keluar.

Estrogen

Estrogen diproduksi oleh sel syncytiotrophoblast. Estrogen yang paling

poten adalah 17b-estradiol, berasal dari dehydroepiandrosterone ibu dan fetus.

Jumlah estrogen ini meningkat hingga 1000 kali lipat sewaktu kehamilan.

Sementara estrone, yang disintesa dari kolestrol ibu dan

dehydroepiandrostenedione fetus hanya meningkat 100 kali lipat. Kedua-dua

hormon ini berperan penting dalam perkembangan fetus (Pernoll, 2001). Satu lagi

bagian terbesar dari jumlah estrogen adalah estriol. Hormon ini dihasilkan dari

16-hydroxydehydroepiandrosterone, dan sering digunakan sebagai marker untuk

monitor keadaan fetus. Jika ada terjadi sesuatu pada fetus, maka jumlah estrogen

akan didapati menurun (Bernstein, 2000).

Progesterone

Progesterone merupakan satu lagi hormon penting dalam menjaga

kelangsungan suatu kehamilan. 17a-Hydroxyprogesterone adalah satu jenis

progesterone yang dihasilkan pada mulanya oleh korpus luteum sewaktu 7

minggu yang pertama, dan kemudian peran ini diambil alih oleh plasenta. Hormon

progesterone yang dihasilkan ini akan meningkat jumlahnya setiap hari sepanjang

kehamilan hingga mencapai jumlah 2 kali lipat berbanding biasa. Hormon ini

penting untuk mempertahankan dinding endomentrium supaya sesuai untuk

pertumbuhan fetus.

Human Chorionic Gonadotropins (hCG)

Hormon plasenta yang disebut human chorionic gonadotropina (hCG) ini

diproduksi oleh syntrophoblast. Konsentrasinya akan meningkat secara mendadak

setelah berlakunya implantasi oleh ovum yang telah disenyawakan dan bisa

mencapai kadar puncak 100,000 mIU / mL dalam 8 – 10 minggu kehamilan.

Setelah itu, hormon ini akan menurun jumlahnya hingga ke suatu tahap dalam

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

21

waktu kira-kira 120 hari dan jumlah itu akan menetap hingga wanita tersebut

partus (Pernoll, 2001). Hormon ini bersifat luteotropic, seperti hormon LH yang

menstimulasi produksi dari progesterone, 17-hydroxyprogesterone dan estrogen.

Fungsi hormon ini pada akhir waktu kehamilan masih menjadi tanda tanya.

Tetapi, hormon ini telah digunakan secara global sebagai suatu petanda kehamilan

karena jumlah hormon ini akan meningkat secara mendadak pada awal kehamilan.

Jika jumlah hormon ini lebih rendah dari yang dijangka, ada kemungkinan

terjadinya suatu kehamilan ektopik atau aborsi. Jika jumlahnya lebih daripada

biasa, ada kemungkinan terjadi kehamilan multipel, kehamilan molar atau trisomy

21 (Bernstein, 2000).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

22

2.3 Depresi pada Wanita Hamil

Gangguan Depresi Mayor adalah salah satu masalah yang paling sering

dijumpai pada wanita berusia produktif. Oleh itu, wanita hamil juga tidak

terkecuali termasuk dalam golongan yang sangat beresiko mengalami gangguan

depresi mayor, walaupun pada saat hamil. Sekarang ini, skrining untuk kelainan

mental, riwayat penggunaan ubat psikoaktif dan sebagainya pada pemeriksaan

prenatal sering dijalankan untuk memastikan status mental wanita hamil. Menurut

Benedict et. al, 1999 dalam Pernoll 2001, faktor resiko untuk gangguan depresi

mayor harus dievaluasi. Riwayat sebelumnya atau riwayat keluarga merupakan

suatu resiko yang signifikan untuk terjadinya depresi rekuren. Wanita dengan

riwayat penderaan seksual juga cenderung untuk mengalami simptom depresi,

sebelum atau sewaktu kehamilan.

2.3.1 Etiologi dan Faktor Resiko

Terdapat kemungkinan bahwa kedua-dua faktor biokimia dan tekanan

hidup yang mempengaruhi onset untuk terjadinya depresi dalam kehamilan.

Hormon seperti yang diketahui akan memberi kesan kepada mood, contohnya

seperti sindroma pre-menstrual dan depresi menopause. Estrogen akan

memodulasi fungsi serotonin dan prinsip ini telah diaplikasi untuk mengobati

masalah depresi. Maka, ini mungkin merupakan faktor terjadinya elevasi mood

yang dirasai oleh wanita sewaktu hamil. Tingkat hormon yang absolut dan kadar

perubahan mereka juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh. Konsentrasi

hormon seksual wanita yang meningkat sewaktu kehamilan akan memberi

pengaruh kepada bagian otak yang terlibat dalam modulasi mood. Ternyata,

wanita yang mengalami depresi postpartum biasanya mempunyai tingkat estrogen

dan progesterone yang tinggi sebelum partus, dan kemudian mengalami

pengurangan jumlah yang banyak secara signifikan selepas partus (Pernoll, 2001).

Selain itu, terdapat peningkatan yang signifikan pada hormon yang terlibat dalam

sistem stres kortisol. Hiperaktivitas dari aksis hipotalamus – pituitary – adrenal

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

23

(HPA) biasanya dijumpai pada pasien dengan masalah depresi (O‟Keane, 2007).

Dikatakan juga terdapat sebagian kecil wanita hamil mempunyai fungsi tiroid

yang abnormal hingga bisa membawa kepada masalah depresi (Evans, 2001).

Walaupun kebanyakan wanita sangat menginginkan kehamilan, namun kehamilan

juga sering dianggap satu tekanan hidup yang dianggap mayor dan bisa

mengeksaserbasi kecenderungan terjadinya masalah depresi. Wanita yang

mengalami masalah depresi selama hidupnya bisa merasakan kehamilannya itu

adalah beban tambahan kepadanya (O‟Keane, 2007). Kehamilan juga membawa

beberapa tuntutan yang kadang-kala seorang wanita itu tidak sanggup untuk

menghadapinya, hingga wanita itu bisa mengalami masalah depresi. Ketakutan

untuk melahirkan, kerisauan tentang status sosioekonomi dan sebagainya bisa

bertindak sebagai stresor. Ini dapat dilihat dalam Evans, 2001 mengatakan depresi

pada wanita hamil lebih tinggi pada minggu ke-32 kehamilan berbanding minggu

ke-8. Depresi lebih sering terjadi berhubungan dengan masalah ibu bapa,

kehamilan yang tidak diingini, riwayat depresi dan kurangnya status

sosioekonomi (Pernoll, 2001). Selain itu, penyebab terjadinya kasus relaps yang

tinggi pada waktu kehamilan untuk wanita yang pernah mengalami riwayat

depresi sebelumnya masih menjadi tanda tanya. Walaupun banyak penyebab yang

bisa menimbulkan relaps, namun hipotesa yang lebih spesifik dan penyumbang

paling diterima adalah karena penghentian pengobatan. Studi prospektif pada

wanita dengan depresi yang rekuren menyatakan, 68% dari mereka yang berhenti

menggunakan obat antidepresi sewaktu hamil mengalami depresi relaps,

berbanding dengan 26% lagi yang terus mengambil obat antidepresi tanpa

berhenti (O‟Keane, 2007).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

24

2.3.2 Pengaruh Depresi pada Kehamilan

Studi berkaitan komplikasi yang terjadi pada wanita dengan depresi

sewaktu kehamilan agak susah diinterpretasi karena kemungkinan akibat dari

depresi tidak dapat dibedakan dari kemungkinan akibat dari pengambilan obat

antidepresi. Beberapa penemuan seperti dalam Hedegaard, 1993 mengatakan

bahwa wanita hamil dengan depresi mempunyai resiko tinggi terjadinya

komplikasi kehamilan seperti kehamilan prematur. Tetapi, semua masalah ini

terlihat lebih cenderung disebabkan obat antidepresi yang diambil sewaktu hamil.

Terdapat bukti bahawa depresi pada waktu kehamilan memberi pengaruh yang

signifikan pada perkembangan sistem saraf pusat bayi (O‟Keane, 2007). Satu

hipotesa yang menjelaskan pengaruh depresi pada kehamilan adalah sistem

hormon kortisol. Stresor yang bermacam-macam, seperti gangguan psikososial,

kelaparan, infeksi dan sebagainya akan menstimulasi sekresi kortisol sewaktu, dan

setelah kehamilan. Peningkatan aktivitas sistem kortisol ini sewaktu kehamilan,

ditambah dengan peningkatan sekresi corticotropin realeasing hormone oleh

plasenta (memicu peningkatan jumlah kortisol), telah terlihat dapat membawa

kepada terjadinya kasus kelahiran prematur (O‟Keane, 2007). Hipotesa lain yang

menghubungkan depresi dengan kehamilan adalah sikap yang tidak sehat,

berhubungan dengan depresi seperti merokok, minum alkohol dan

penyalahgunaan zat oleh ibu hamil. Semua ini nantinya akan memicu kepada

terjadinya efek yang merugikan pada kehamilan (O‟Keane, 2007).

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara

25

2.3.3 Penatalaksanaan

Episode depresi bisa bervariasi bermula dari sindroma ringan hinggalah

yang berat. Pada kasus depresi yang ringan, tatalaksana pilihan adalah psikoterapi.

Suatu percobaan klinikal kontrol pernah dijalankan dan terbukti efektif, tetapi

psikoterapi ini tidak dapat diterima dengan segera dan biasanya respon yang

diharapkan timbul lebih lama berbanding terapi dengan obat-obatan (O‟Keane,

2007). Tatalaksana dengan menggunakan obat antidepresan biasanya

diindikasikan pada wanita dengan riwayat depresi berat atau rekuren. Namun,

penggunaan obat-obat antidepresan ini mempunyai efek samping yang

berpengaruh pada kandungan. Contohnya, obat selective serotonin reuptake

inhibitors seperti paroxetine, bisa meningkatkan resiko terjadinya malformasi

kongenital pada bayi. Serotonin withdrawal syndrome juga bisa terjadi pada

neonatus yang terpapar dengan obat selective serotonin reuptake inhibitors

sewaktu bayi tersebut dalam kandungan ibunya (O‟Keane, 2007). Maka,

penggunaan obat ini haruslah dengan nasihat dokter. Biasanya, terapi untuk kasus

depresi yang berat dan rekuren biasanya bersifat kombinasi, yaitu dengan

psikoterapi dan terapi farmakologi.

2.3.4 Rumusan

Depresi pada kehamilan merupakan suatu masalah yang harus diberi

perhatian. Walaupun masalah depresi pasca kehamilan lebih sering terjadi, namun

kebanyakan dari kasus depresi pasca kehamilan ini sebenarnya sudah bermula

sejak dari waktu kehamilan (Evans et. al, 2001). Jika tidak ditangani dengan baik,

maka masalah ini bisa berlanjutan sampai tingkat yang lebih parah. Oleh itu,

dokter yang bertanggungjawab haruslah menilai apakah terdapat masalah depresi

pada wanita hamil sebagai salah satu bagian rutin dari perawatan antenatal. Jika

perlu, maka terapi yang sesuai bisa segera diberikan supaya masalah ini tidak

berlanjutan.

Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara