gambaran kecelakaan kerja di lokasi kerja …
TRANSCRIPT
GAMBARAN KECELAKAAN KERJA DI LOKASI KERJA
BERDASARKAN DATA SUDINAKERTRANS JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014-2016
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM)
Oleh:
NURSYAHBANI YULIANTI
1113101000057
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/ 2017 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi dengan judul “Gambaran Kecelakaan Kerja Di Lokasi Kerja Berdasarkan
Data Sudinakertrans Jakarta Timur Tahun 2014-2016” ini merupakan hasil karya
Saya yang dijadikan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar
Strata 1 (S1) Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli Saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2017
Nursyahbani Yulianti
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2017
Nursyahbani Yulianti, NIM: 1113101000057
“Gambaran Kecelakaan Kerja Di Lokasi Kerja Berdasarkan Data Sudinakertrans
Jakarta Timur Tahun 2014-2016”
149 halaman, 17 tabel, 3 gambar, 15 lampiran
ABSTRAK q
Di Jakarta Timur, pada tahun 2016 terdapat 1.349 kasus kecelakaan kerja yang
terjadi di luar dan di dalam lokasi kerja, hal ini menandakan masih tingginya jumlah
kecelakaan di Jakarta Timur, sehingga dibutuhkan pengendalian yang tepat untuk mencegah
kecelakaan kerja. Penelitian ini menganalisis gambaran kecelakaan kerja yang terjadi di
dalam lokasi kerja di wilayah Jakarta Timur pada tahun 2014 s.d. 2016 dengan sampel 940
laporan kecelakaan kerja yang diterima oleh Sudinakertrans Jakarta Timur.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif untuk mengetahui gambaran
kecelakaan kerja di Jakarta Timur menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah
laporan kecelakaan kerja. Penelitian ini menggunakan analisis univariat, dilakukan sejak Mei
s.d. November 2017. Variabel yang diteliti adalah kecelakaan kerja, usia pekerja, jenis
kelamin, tindakan tidak aman (unsafe acts), jenis pekerjaan, jam kecelakaan, jenis industri,
sumber kecelakaan, kondisi tidak aman (unsafe condition), tingkat risiko lingkungan kerja,
corak kecelakaan, bagian tubuh yang cidera, dan sifat luka/kelainan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kecelakaan di Jakarta Timur cenderung
meningkat selama tahun 2014-2016. Kecelakaan kerja yang tertinggi terjadi pada pekerja
berusia diatas 25 tahun 370 (64,80%), dengan jenis kelamin laki-laki 557 (97,55%) dan
disebabkan oleh tidakan tidak aman yaitu berupa posisi saat bekerja tidak aman 142 (24,87%),
selain itu, kecelakaan kerja terjadi pada pukul 06.01-12.00 236 (41,33%), angka kecelakaan
tertinggi terdapat di industri manufaktur 370 (64,80%) dan konstruksi 152 (26,62%), serta
banyak terjadi pada pekerja kerah biru sebanyak 555 (97,2%). Kemudian, kondisi lingkungan
yang paling banyak menyebabkan kecelakaan disebabkan oleh sumber kecelakaan berupa
mesin seperti pres, bor, gergaji, dan lain-lain 158 (27,6%), kondisi tidak aman yang tertinggi
yaitu pengaman atau penghalang yang tidak memadai 74 (12,95%), dan industri tingkat risiko
lingkungan kerja sedang sebanyak 381 (66,73%) . Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang
diberikan untuk mengurangi kecelakaan kerja di Jakarta Timur antara lain memberikan
pembinaan dan pelatihan kepada perusahaan terkait keselamatan operator mesin dan
mengawasi kelengkapan peralatan keselamatan pada industri manufaktur maupun konstruksi.
Selain itu, menerapkan pelaporan secara online/data berbasis komputer, sehingga lebih mudah
untuk dianalisis untuk penerapan program yang tepat.
Daftar bacaan : 115 (1959-2017)
Kata kunci : Jakarta Timur, kecelakaan kerja, kecelakaan industri
iv
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, December 2017
Nursyahbani Yulianti, NIM: 1113101000057
"The Description of Work Accidents In The Workplace Based on East Jakarta Sub
Department of Labour and Transmigration’s Data of 2014-2016"
149 pages, 17 tables, 3 pictures, 15 attachments
ABSTRACT a
There were 1,349 cases of work accidents that occurred outside and inside the work
site in 2016 in East Jakarta, which is considered a high number workplace accident in East
Jakarta, so it needs proper controls to prevent accidents. This research analyzes the accident
at work that happened in work location in East Jakarta from 2014 until 2016 through a
sample of 940 accident reports received by Sub Department of Labour and Transmigration.
The type of this research is descriptive quantitative to know the description of
occupational accident’s risk factors in East Jakarta using secondary data obtained through
the observation of accident report. This study used univariate analysis, that was began from
May until November, 2017. The accidents were characterised by studying variables in order
to know workplace accident, age of worker, gender, unsafe actions, type of occupaions, the
hour of the day of the accident, type of industries, accident source, unsafe conditions, risk
level of workplace environment, accident pattern, injured body parts, wound/abnormality.
The results of this study show that accidents in East Jakarta tend to increase during
the year of 2014-2016. This study indicates that the highest accidents occured in workers
aged over 25 years are 370 workers (64,80%), 557 male workers (97,55%), and caused by
152 unsafe working positions (unsafe acts) (24,87%), in addition, the highest work accidents
occured at 06.01-12.00 are 236 (41,33%), 370 accidents at manufacturing (64,80%) and 152
accicents at construction industries (26,62%), as well as so many accidents happened to blue-
collar worker 555 (97,2%). Then, environmental conditions that caused the most accidents,
are caused by accident sources such as machines (press, drill, saws, etc.) (27,6%), and
improper safety or barrier (unsafe conditions) (12,95%), and risk level of workplace
environment (66,73%). Based on the results of this study, suggestions that can be given to
reduce occupational accidents in East Jakarta, is providing the coaching and training to
companies related to the safety of machine operators and supervising the completeness of
safety equipment in manufacturing and construction industries. In addition, implementing
online reporting / computer-based data is recommended to make it easier to analyze for
proper program implementation.
References : 115 (1959-2017)
Keywords : East Jakarta, workplace accident, industrial accident
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
GAMBARAN KECELAKAAN KERJA DI LOKASI KERJA
BERDASARKAN DATA SUDINAKERTRANS JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014-2016
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Januari 2018
Oleh:
Nursyahbani Yulianti
NIM. 1113101000057
Mengetahui,
Pembimbing
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.K.M., M.KKK
vi
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NURSYAHBANI YULIANTI
NIM: 1113101000057
Jakarta, Januari 2018
Ketua Sidang,
Catur Rosidati, M.K.M
NIP. 19750210 200801 2 028
Anggota Penguji Sidang I,
Dela Aristi, M.K.M
Anggota Penguji Sidang II,
Ir. Rulyenzy Rasyid, M.KKK
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nursyahbani Yulianti
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Juli 1995
Alamat : Duren Tiga, Kec. Pancoran, Jakarta Selatan
Pendidikan : 2000-2004 : SD Negeri Pengadilan 5 Bogor
2004-2007 : SD Negeri Duren Tiga 01
2007-2010 : SMP Negeri 154 Jakarta
2010-2013 : SMA Negeri 55 Jakarta
2013-Sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi :
2013-2014 Anggota Futsal Putri Tingkat Universitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014-2015 Anggota Departemen Pengembangan Ekonomi Badan
Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2015-2016 Anggota Departemen Media dan Komunikasi Himpunan
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
2015-2016 Anggota Gerakan Anti Narkoba UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015-2016 Anggota Komunitas Fakta Bahasa Jakarta Selatan
2016-2017 Anggota Departemen Finance Forum Studi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2016- 2017 Ketua Departemen Kewirausahaan Ikatan Himpunan
Mahasiswa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Indonesia
Wilayah Sumatera, Jakarta dan Jawa Barat
2016-2017 Ketua Departemen Information and Technology (IT)
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
e-mail : [email protected]
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul “Gambaran Kecelakaan Kerja Di Lokasi
Kerja Berdasarkan Data Sudinakertrans Jakarta Timur Tahun 2014-2016” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
proses memperoleh gelar sarjana. Dalam proses penyusunannya, penulis mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Fajar Subagja, Ibu Nanie Sumaryanti, serta keluarga tercinta, yang selalu
melimpahkan kasih sayang, doa dan semangat kepada penulis.
2. Dr. H. Arif Sumantri S.K.M., M.Kes., Selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis S.K.M., M.KKK, selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan ilmu serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati ST. MKKK selaku dosen penanggung jawab
peminatan Keselamatan Kesehatan Kerja dan sebagai dosen penguji sidang
proposal skripsi dan sidang hasil.
5. Ibu Catur Rosidati, M.K.M, Ibu Dela Aristi, M.K.M, dan Bapak Ir. Rulyenzi
Rasyid, M.KKK selaku dosen penguji sidang skripsi.
6. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat
x
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta
seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, terimakasih atas ilmu yang
telah diberikan.
7. Staf administrasi Program Studi Kesehatan Masyarakat dan FKIK yang telah
membantu dalam kelancaran proses administrasi akademik.
8. Bapak Haryono, Ibu Jiah, dan Bapak Ferdi yang telah menerima dan membantu
penulis untuk melakukan penelitian di Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jakarta Timur
9. Bapak Akhmad Zaynuddin, dan Mba Magdalena atas bantuannya dalam
pengerjaan interpretasi data.
10. Rati Mahisara yang telah membersamai dan menyemangati dalam pembuatan
skripsi
11. Teman-teman satu angkatan PSKM 2013, Katigabelas (K3 2013) yang selalu
memberi semangat kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun,
semoga terdapat manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca yang lain.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Desember 2017
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xix
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................ xx
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................ 8
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 9
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
1.4.1. Tujuan Umum ................................................................................. 10
1.4.2. Tujuan Khusus ................................................................................ 11
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
1.5.1 Bagi Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur ... 12
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ............... 12
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................ 12
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 14
2.1 Kecelakaan Kerja ...................................................................................... 14
2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja .................................................................... 16
xii
2.3 Kerugian Akibat Kecelakaan .................................................................... 20
2.4 Faktor Manusia (Human Factor) .............................................................. 21
2.5 Human Error ............................................................................................. 23
2.6 Teori Kecelakaan ....................................................................................... 25
a. Teori Domino .................................................................................. 26
b. Teori International Loss Causation Institute (ILCI) ....................... 29
c. Model Epidemiologi ....................................................................... 33
2.7 Determinan Kecelakaan Kerja................................................................... 35
2.7.1 Faktor Manusia ............................................................................... 35
1. Usia ......................................................................................... 35
2. Jenis Kelamin ......................................................................... 36
3. Masa Kerja ............................................................................. 37
4. Tingkat Pendidikan ................................................................. 37
5. Kedisiplinan ............................................................................ 38
6. Pengalaman ............................................................................ 38
7. Antroergonomi ....................................................................... 39
8. Kondisi psikologis .................................................................. 40
2.7.2 Faktor Pekerjaan.............................................................................. 40
1. Unit Kerja ............................................................................... 40
2. Jam Kecelakaan ...................................................................... 41
3. Jenis Pekerjaan ....................................................................... 41
4. Shift Kerja .............................................................................. 42
5. Jenis Industri ........................................................................... 43
6. Housekeeping ......................................................................... 45
2.7.3 Faktor Lingkungan Kerja ................................................................ 46
2.8 Investigasi dan Analisa Laporan Kecelakaan ............................................ 50
2.9 Pencegahan kecelakaan ............................................................................. 51
xiii
2.10 Kerangka Teori .......................................................................................... 54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ....... 55
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 55
3.2 Definisi Operasional .................................................................................. 57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 68
4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 68
4.2 Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 68
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................. 68
4.4 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 69
4.5 Instrumen Penelitian .................................................................................. 69
4.6 Analisis Data ............................................................................................. 79
4.7 Penyajian Data ........................................................................................... 79
BAB V HASIL ............................................................................................... 80
5.1 Gambaran Pekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Di Jakarta Timur
Tahun 2014-2016 ...................................................................................... 80
5.2 Kecelakaan Kerja ...................................................................................... 81
5.3 Determinan Kecelakan Kerja .................................................................... 82
5.3.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Pekerja Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016................................................................ 82
5.3.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016................................................................ 83
5.3.3 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan Tidak
Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur ............................................ 84
5.3.4 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016................................................................ 89
5.3.5 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan Kerja Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ................................................... 90
5.3.6 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016................................................................ 92
5.3.7 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sumber Kecelakan Kerja
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 .............................................. 94
xiv
5.3.8 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi Tidak
Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur ................................. 96
5.3.9 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ................ 99
5.4 Hasil Kecelakaan Kerja ........................................................................... 101
5.4.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak Kecelakaan Kerja
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ............................................ 101
5.4.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik yang Cidera
Pada Korban Kecelakaan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
..................................................................................................... 103
5.4.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat Luka/Kelainan Pada
Korban Kecelakaan Kerja di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ... 104
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 107
6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 107
6.2 Kecelakaan Kerja .................................................................................... 108
6.3 Determinan Kecelakaan Kerja................................................................. 109
6.3.1 Faktor Pekerja ............................................................................... 110
6.3.1.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Pekerja .. 110
6.3.1.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin 112
6.3.1.3 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Tindakan Tidak Aman (Unsafe Actions) ......................... 114
6.3.2 Faktor Pekerjaan............................................................................ 117
6.3.2.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan
......................................................................................... 118
6.3.2.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan
......................................................................................... 120
6.3.2.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri. 123
6.3.3 Faktor Lingkungan Pekerjaan ....................................................... 125
6.3.3.1 Distribusi Kecelakaan Berdasarkan Sumber Kecelakaan 125
xv
6.3.3.2 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi
Tidak Aman (Unsafe Condition) ..................................... 128
6.3.3.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja ............................................................ 131
6.4 Hasil Kecelakaan Kerja ........................................................................... 133
6.4.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak Kecelakaan ...... 133
6.4.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik yang Cidera
Pada Korban Kecelakaan Kerja ................................................... 135
6.4.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat Luka/Kelainan Pada
Korban Kecelakaan Kerja ............................................................ 137
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 140
7.1 Simpulan .................................................................................................. 140
7.2 Saran ........................................................................................................ 142
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 144
LAMPIRAN ....................................................................................................... 150
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Definisi Operasional ............................................................................ 57
Tabel 4. 1 Koding Variabel ................................................................................... 71 a
Tabel 5. 1 Gambaran Pekerja di Jakarta Timur Berdasarkan Lapangan Pekerjaan
Tahun 2014-2016 .................................................................................. 80
Tabel 5. 2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Di Jakarta Timur Tahun
2014-2016 ............................................................................................. 82
Tabel 5. 3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Di Jakata
Timur Tahun 2014-2016 ....................................................................... 84
Tabel 5. 4 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan Tidak
Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur Tahun 2014............................... 85
Tabel 5. 5 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan Tidak
Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur Tahun 2015-2016 ..................... 87
Tabel 5. 6 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016 ....................................................................... 89
Tabel 5. 7 Distribusi Kcelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan Kerja Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016 .......................................................... 91
Tabel 5. 8 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016 ....................................................................... 92
Tabel 5. 9 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sumber Kecelakaan Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016 .......................................................... 95
xvii
Tabel 5. 10 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi Tidak
Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur Tahun 2014 ............... 97
Tabel 5. 11 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi Tidak
Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur Tahun 2015-2016 ...... 98
Tabel 5. 12 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ................ 100
Tabel 5. 13 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak Kecelakaan Kerja
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ............................................... 102
Tabel 5. 14 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik yang Cidera
Pada Korban Kecelakaan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
....................................................................................................... 103
Tabel 5. 15 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat Luka/Kelainan Pada
Korban Kecelakaan Kerja di Jakarta Timur Tahun 2014-2016 ..... 105
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Rasio Kecelakaan Kerja Menurut Frank E. Bird............................. 16
Gambar 2. 2 Model Human Factors berdasarkan The OGP Model ..................... 22
Gambar 2. 3 Domino Model of Accident Causation............................................. 26
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Taksonomi Human Error .................................................................... 24
Bagan 2. 2 Loss Causation Model......................................................................... 29
Bagan 2. 3 Konsep Model Epidemiologi .............................................................. 33
Bagan 2. 4 Kerangka Teori ................................................................................... 54
. Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ................................................................................ 56
xx
DAFTAR ISTILAH
ANZSCO :Australian and New Zealand Standard Classification of
Occupation
APD : Alat Pelindung Diri
BPJSTK : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
ILCI : International Loss Control Institute
ILO : International Labour Organization
ISIC : International Standard Industrial Classification of All Economic
Activities
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
WHO : World Health Organization
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Kecelakaan Kerja
Lampiran 2 Lembar Checklist
Lampiran 3 Output Usia Pekerja
Lampiran 4 Output Jenis Kelamin
Lampiran 5 Output Unsafe Act
Lampiran 6 Output Jenis Pekerjaan
Lampiran 7 Output Jam Kecelakaan
Lampiran 8 Output Jenis Industri
Lampiran 9 Output Sumber Kecelakaan
Lampiran 10 Output Unsafe Condition
Lampiran 11 Output Corak Kecelakaan
Lampiran 12 Output Bagian Fisik yang Cidera
Lampiran 13 Output Sifat Luka/Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja
Lampiran 14 Output Trend Kecelakaan Kerja 2014-2016 di Jakarta Timur
Lampiran 15 Klasifikasi Jenis Industri Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecelakaan sebagai suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat
mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda dan biasanya terjadi
sebagai akibat dari adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi
ambang batas atau struktur (Bird, 1990). Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah
diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban
manusia maupun harta benda. Suatu kecelakaan dinyatakan sebagai
kecelakaan kerja jika kecelakaan yang terjadi masih berhubungan dengan
hubungan kerja, baik terjadi di tempat kerja, ataupun di lalu lintas yang biasa
dilalui dari rumah untuk menuju tempat kerja dan sebaliknya (Depnakertrans,
1970).
Penelitian H.W. Heinrich mengenai penyebab-penyebab kecelakaan
menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan pada umumnya adalah 88% karena
faktor manusia (unsafe act), 10% karena faktor kondisi yang tidak aman
(unsafe condition), dan 2% karena faktor lainnya. Hal ini menunjukan bahwa
faktor manusia adalah faktor yang paling tinggi yang menjadi penyebab
kecelakaan (Goetsch, 2011). Faktor manusia yang dimaksud dalam penyebab
kecelakaan dapat berupa karakteristik yang dimiliki tenaga kerja yang dapat
2
menyebabkan kecelakaan, seperti karakteristik usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pengalaman kerja, kondisi psikologis, maupun interaksi tenaga
kerja dengan lingkungan kerja (James, 1993).
Berdasarkan UU No 13. tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa, baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Di dunia, populasi
penduduk usia kerja terus meningkat, pada tahun 2000-2015 populasinya
meningkat dari angka 62,97% menjadi 65,62% (World Bank, 2017).
Meningkatnya angka penduduk usia kerja dunia ini sejalan dengan
meningkatnya angka kecelakaan di dunia. Secara global, ILO memperkirakan
sekitar 2,2 juta orang di seluruh dunia meninggal pada tahun 2013 dan
meningkat pada tahun 2014 dengan 337 juta kecelakaan kerja terjadi tiap
tahunnya yang mengakibatkan sekitar 2,3 juta pekerja kehilangan nyawanya.
Setiap harinya terjadi sekitar 6.000 kecelakaan kerja fatal di dunia (ILO, 2014)
(Pemerintah Republik Indonesia, 2003)
Menurut Pusat Data dan Informasi Ketenagakerjaan (2016), di
Indonesia pada Agustus 2015 terdapat penduduk usia kerja yaitu sebanyak
186,10 juta orang, dengan penduduk yang bekerja yaitu 114,82 juta orang.
Tenaga kerja yang terdaftar pada wajib lapor ketenagakerjaan terus meningkat
dari tahun 2011-2015, dengan jumlah tenaga kerja yang terbilang tinggi
hingga 2015 yaitu mencapai 12.752.821 orang dengan 68,93% laki-laki dan
31,07% perempuan. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Jumlah pekerja di
Jakarta Timur juga mengalami peningkatan pada tahun 2012 s.d. 2016 yaitu
pada tahun 2012 terdapat 1.199.918 pekerja, meningkat pada 2013 menjadi
1.239.710, dan meningkat pada 2014 menjadi 1.240.635. (Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan, 2016)
3
Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja, di Indonesia,
Jumlah kasus kecelakaan kerja dari tahun 2011-2013 menunjukan
kecenderungan peningkatan. Namun pada tahun 2014, jumlah kasus
kecelakaan kerja mengalami penurunan, tetapi walaupun menurun, angka
kecelakaan pada tahun 2014 masih terbilang tinggi. Tahun 2011, terdapat
8.922 kasus kecelakaan kerja, tahun 2012 meningkat menjadi 14.240 kasus
kecelakaan kerja, tahun 2013 meningkat lagi menjadi 16.619 kasus kecelakaan
kerja, dan tahun 2014 menurun menjadi 14.519 kasus kecelakaan kerja.
Hingga pada tahun 2015, tercatat 13.131 kasus kecelakaan kerja, dimana
jumlah korban akibat kecelakaan kerja yang meninggal dunia sebanyak 275
orang, yang mengalami cacat sebanyak 245 orang dan sementara tidak mampu
bekerja sebanyak 4.906 orang (Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan,
2015). Sedangkan menurut data BPJS Ketenagakerjaan (2013), jumlah
pesertanya yang mengalami kecelakaan kerja sebanyak 129.911 orang. Dari
jumlah tersebut 75,8 persen berjenis kelamin laki-laki,dan sebagian besar atau
sekitar 69,59% terjadi di dalam perusahaan ketika mereka bekerja. Sedangkan
yang di luar perusahaan sebanyak 10,26% dan sisanya 20,15% merupakan
kecelakaan lalu lintas yang dialami para pekerja.
Menurut data dari Jamsostek (2013), setiap hari terdapat 9 pekerja
meninggal akibat kecelakaan kerja. Selain itu, persentase jumlah pekerja
korban cacat dan meninggal (fatal) akibat kecelakaan kerja pada tahun 2014 di
Indonesia berkurang dibandingkan tahun 2011, dengan 5,21 persen dari
korban akibat kecelakaan kerja mengalami kecacatan pada tahun 2011, dan
pada tahun 2014 turun menjadi 1,89 persen. Namun, tidak sebanding dengan
4
penurunan jumlah pekerja korban cacat dan meninggal, korban meninggal
dunia akibat kecelakaan kerja justru meningkat trendnya jika dibandingkan
antara tahun 2011 hingga 2014. Pada tahun 2011, dilaporkan mencapai 1,29
persen pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja, dan meningkat di tahun
2014 menjadi 1,70 persen (Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan, 2016).
Menurut data Pusdatinaker (2016), di DKI Jakarta, penduduk yang
bekerja pada tahun 2015 mencapai 4.724.029 orang dari jumlah penduduk usia
kerja yaitu 7.670.587 orang. Jumlah penduduk usia kerja di DKI Jakarta
meningkat 1%, yaitu dari 66% menjadi 67% pada tahun 2011-2015 (World
Bank, 2017). Maka itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja juga wajib untuk dilakukan agar pekerja mendapatkan hak atas pekerjaan
yang layak (Pemerintah Republik Indonesia, 2003).
Menurut data dari BPJS Ketenagakerjaan di DKI Jakarta, Pada tahun
2013 tercatat sebenyak 7.062 kasus kecelakaan kerja dan pada tahun 2015
kecelakaan kerja kecelakaan kerja menurun menjadi 5.567 kasus. Menurut
pernyataan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta,
Priyono (2016) mengatakan bahwa angka kecelakaan kerja di Ibukota masih
tinggi (Joko, 2016).
Di Jakarta Timur, angka kecelakaan masih terbilang tinggi yaitu pada
tahun 2016 terdapat 1.349 kasus kecelakaan kerja (terjadi di luar dan di dalam
lokasi kerja) yang terlapor di Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta Timur. Angka kecelakaan kerja yang terjadi di dalam lokasi kerja di
5
Jakarta Timur juga meningkat dari tahun 2014 s.d. 2016 yaitu didapatkan 186
kasus pada tahun 2014, 203 kasus pada tahun 2015 dan 571 kasus pada
tahun 2016, peningkatan ini sesuai dengan data di Badan Pusat Statistik bahwa
pertumbuhan perusahaan di Jakarta Timur terus meningkat dan jumlah pekerja
terus bertambah setiap tahunnya. Di wilayah Pulogadung, pada tahun 2014
khusus di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Pulogadung, terdapat 670
kasus atau 3 kasus kecelakaan kerja terjadi per harinya. Dari keseluruhan
kasus yang terjadi di Pulogadung, terbanyak (71 %) terjadi di dalam
lingkungan pekerjaan, yaitu sebanyak 474 kasus atau 2 kasus per harinya dan
54 kasus (8%) mengalami cacat serta 13 kasus (2%) nya menyebabkan
meninggal dunia (Tri, 2014).
Semakin besar jumlah tenaga kerja maka semakin besar potensinya
untuk menjadi korban kecelakaan kerja. Perkembangan industri di Indonesia,
khususnya di Jakarta, diikuti dengan pertumbuhan zona-zona industri yang
secara sporadik merebak di berbagai sudut wilayah kota. Jakarta Timur
memiliki lebih dari 2000 perusahaan di wilayahnya (Disnakertrans, 2017)
Salah satunya adalah di Kawasan Industri terbesar di Jakarta Timur yaitu
Kawasan Industri Pulogadung, dengan luas lahan 500 Ha dan terdiri dari
1.524 perusahaan, serta pertumbuhan tenaga kerja yang meningkat pesat dari
kurang lebih 60.000 tenaga kerja pada tahun 2013, menjadi 119.309 tenaga
kerja pada tahun 2014 (PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung, 2017; Tri,
2014). Pertumbuhan industri ini seharusnya sejalan dengan pentingnya
peningkatan perlindungan pekerja terhadap kecelakaan kerja. Salah satu upaya
pemerintah yaitu melakukan pengawasan ketenagakerjaan di masing-masing
6
daerah dengan sistem otonomi daerah dan memberikan kewenangan dalam
menetapkan kebijakan ketenagakerjaan termasuk didalamnya bidang K3
(Kemnaker, 2015).
Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berwenang mengawasi
kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di daerahnya, salah satunya yaitu
penerimaan laporan kecelakaan kerja di wilayahnya. Salah satu upaya
pengawasan K3 untuk mengendalikan kecelakaan kerja yang dilakukan Suku
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur adalah pelaporan
kecelakaan. Pelaporan kecelakaan dilakukan maksimal 48 jam setelah
kecelakaan kerja tersebut terjadi sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No
44 Tahun 2015 (Pemerintah Republik Indonesia, 2015b). Pelaporan
kecelakaan bertujuan untuk tindakan korektif dan pencegahan, memberikan
informasi statistik untuk digunakan dalam semua fase kecelakaan, dan
pemenuhan persyaratan pelaporan kecelakaan (Reese, 2012).
Hasil penelitian tentang kecelakaan kerja dan cedera yang dialami oleh
pekerja industri di kawasan industri Pulogadung Jakarta menunjukan bahwa
faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja pada pekerja industri
adalah pekerja laki-laki, aktifitas kerja sedang, status distres, keluhan nyeri,
dan pemakaian APD, untuk faktor risiko fisik tempat kerja yang berhubungan
dengan kejadian kecelakaan kerja meliputi kebisingan, ruangan terlalu panas,
ruang pengapor, bau menyengat, ruang berdebu dan ruang berasap (Riyadina,
2007).
Menurut Suma’mur (2009), kecelakaan kerja terjadi karena dua faktor
yaitu faktor manusia, diperkirakan 85% dari kecelakaan kerja yang terjadi
7
disebabkan oleh faktor manusia seperti kemampuan pekerja (seperti usia,
jenis kelamin, pengalaman, kecakapan, dan lambatnya mengambil
keputusan), tindakan tidak aman, kedisiplinan, faktor fisik dan mental. Hal ini
dikarenakan pekerja tidak memenuhi persyaratan keselamatan, lengah,
ceroboh, mengantuk dan sebagainya. Faktor lainnya, yaitu faktor mekanik dan
lingkungan, letak mesin tidak dilengkapi alat pelindung, alat kerja yang rusak,
tidak terpeliharanya house keeping, ketidaktepatan rencana kerja, dan
sebagainya. ( Suma'mur, 2009b)
Setiap kejadian kecelakaan di suatu instansi/perusahaan wajib
dilaporkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja seperti
yang tertulis pada UU No. 1 Tahun 1970 pasal 11 (Depnakertrans R.I., 1970).
Hasil pelaporan kecelakaan kerja dapat dianalisis untuk mengetahui gambaran
faktor risiko kecelakaan pada kasus-kasus kecelakaan yang dilaporkan yang
berguna untuk menentukan program pencegahan kecelakaan kerja (E.
Hollnagel, 2008).
Dalam melakukan program atau upaya pencegahan kecelakaan akibat
kerja, terlebih dahulu perlu dilakukan suatu studi karakteristik dari kecelakaan
itu sendiri. Studi semacam ini lazim dikenal dengan epidemiologi. Analisa
epidemiologi dapat memberikan gambaran kecenderungan-kecenderungan
karakteristik kecelakaan. Dengan diketahuinya karakteristik dari risiko
kecelakaan, maka dapat disusun suatu program pencegahan kecelakaan kerja.
(Colling, 1990). Analisis karakteristik risiko kecelakaan melalui telaah laporan
kecelakaan kerja penting untuk dilakukan dalam mencegah kecelakaan yang
serupa terjadi lagi karena hasil analisis dari laporan kecelakaan kerja berguna
8
dalam menentukan program yang tepat dalam mencegah kecelakaan kerja
berdasarkan faktor risiko yang mendasari kecelakaan kerja.
Pada tahun 2014-2016 Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Jakarta Timur telah menerima laporan kasus kecelakaan kerja yang dapat
dianalisis, namun laporan kecelakaan tersebut belum pernah dianalisis
karakteristik kecelakaan kerjanya. Sampai saat ini, penelitian lanjut dari data
kecelakaan kerja di Jkarta Timur belum pernah dilakukan. Berdasarkan hasil
cleaning data laporan kecelakaan kerja Sudinakertrans tahun 2014-2016,
diperoleh presentase sampel yang dapat dianalisis sebesar 97,92% yaitu
sebanyak 940 sampel dari 960 sampel. Oleh karena itu, dikarenakan
tersedianya data tersebut, penelitian ini penting untuk dilakukan dan peneliti
tertarik untuk mengetahui gambaran karaktesistik risiko kecelakaan kerja
yang terjadi di Jakarta Timur berdasarkan data di laporan kecelakaan kerja
pada tahun 2014-2016.
1.2 Rumusan masalah
Meningkatnya jumlah perusahaan yang berada di Jakarta, khususnya
di Jakarta Timur, sejalan dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja. Terdapat
lebih dari 2000 perusahaan berada di Jakarta Timur mengakibatkan tingkat
kecelakaan kerja di Jakarta Timur sangat tinggi, terutama kasus kecelakaan
kerja yang terjadi di dalam lokasi kerja yang lebih tinggi daripada kasus
kecelakaan kerja di luar lokasi kerja. Semakin besar jumlah tenaga kerja, maka
semakin besar potensinya untuk menjadi korban kecelakaan kerja.
9
Terdapatnya kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Jakarta Timur menandakan
masih adanya masalah keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.
Dengan diketahuinya gambaran kecelakaan kerja melalui laporan kecelakaan
kerja dapat juga berguna untuk mengetahui tindakan korektif yang sesuai dan
tepat sasaran untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja untuk masa yang
akan datang dan merancang program yang tepat untuk mencegah kecelakaan.
Analsis gambaran kecelakaan kerja belum dilakukan pemerintah terutama
Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur, maka peneliti
tertarik untuk meneliti gambaran kecelakaan kerja di lokasi kerja yang terjadi
di Jakarta Timur melalui data laporan kecelakaan kerja wilayah Jakarta Timur.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun
2014-2016?
2. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja di
Jakarta Timur pada tahun 2014-2016?
3. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis kelamin
di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016?
4. Bagaimana distribusi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan
tindakan tidak aman di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016?
5. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis pekerjaan
di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016?
6. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jam kecelakaan
di Jakarta Timur tahun 2014-2016?
10
7. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis industri di
Jakarta Timur tahun 2014-2016?
8. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan sumber
kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016?
9. Bagaimana distribusi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan
kondisi tidak aman di Jakarta Timur tahun 2014-2016?
10. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan tingkat risiko
lingkungan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016?
11. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan corak
kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016?
12. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan bagian fisik
yang cidera pada korban kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun
2014-2016?
13. Bagaimana distribusi kecelakaan kerja berdasarkan sifat
luka/kelainan pada korban kecelakaan kerja di Jakarta timur tahun
2014-2016?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran kecelakaan kerja berdasarkan data
laporan kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
11
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja
di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016.
2. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis kelamin
di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016.
3. Diketahuinya distribusi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan
tindakan tidak aman di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
4. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis
pekerjaan di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016.
5. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jam
kecelakaan di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
6. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis indusrti
di Jakarta timur tahun 2014-2016
7. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan sumber
kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
8. Diketahuinya distribusi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan
kondisi tidak aman di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
9. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan tingkat risiko
lingkungan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
10. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan corak
kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014-2016.
11. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan bagian fisik
yang cidera pada korban kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun
2014-2016.
12
12. Diketahuinya distribusi kecelakaan kerja berdasarkan sifat
luka/kelainan pada korban kecelakaan kerja di Jakarta timur tahun
2014-2016.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak, antara lain:
1.5.1 Bagi Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta
Timur
Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pihak Suku
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengenai gambaran pada
kecelakaan kerja yang terjadi selama periode tahun 2014 sampai
dengan tahun 2016, sehingga dapat menjadi salah satu dasar
evaluasi dan pengembangan program pengendalian kecelakaan
kerja di wilayah pengawasannya.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi
mengenai kecelakaan kerja.
1.5.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi
terkait penelitian mengenai kecelakaan kerja dan dikembangkan
dengan metode penelitian lain.
13
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran kecelakaan kerja
yang terjadi di dalam lokasi kerja di Jakarta Timur selama tahun 2014-
2016. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder yang ditelaah merupakaan formulir laporan kecelakaan
kerja yang telah terisi dan terlapor di Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan sejak Mei s.d
November 2017. Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini
menggunakan analisis univariat yang dilakukan dengan penyajian dalam
tabel/grafik distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Kerja
Menurut Frank E. Bird (1989), kecelakaan kerja adalah peristiwa
tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan kerugian fisik/cidera pada
manusia atau kerusakan pada harta. Hal ini biasanya merupakan hasil
kontak dengan sumber energi, yaitu kinetik, listrik, kimia, termal, dan lain-
lain. Selain itu, menurut Menakertrans, kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan
pulang ke rumah melalui jalan yang biasa dilalui (Menakertrans,2012).
Menurut H.W. Heinrich, pola pendekatan terhadap sebab
kecelakaan disebabkan oleh adanya perilaku tidak aman yang mengarah
pada faktor manusia yang menjadi penyebab sebagian besar pada kejadian
kecelakaan, yaitu dengan suatu pernyataan bahwa 88% penyebab
kecelakaan dikarenakan faktor manusia (unsafe act), 10% karena faktor
kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition), dan 2% faktor lainnya
(Heinrich, 1959).
Berdasarkan penelitian International Loss Control Institute (ILCI)
mengemukakan bahwa faktor manusia merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya kecelakaan setelah manajemen yang terdiri dari
15
pengetahuan, motivasi dan keterampilan yang kurang, stres fisik atau
mental dan kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental (Bird,
1990). Menurut Suma’mur (2009), Secara umum, terdapat dua golongan
penyebab kecelakaan yaitu (1) tindakan/ perbuatan manusia yang tidak
memenuhi keselamatan (unsafe human acts) dan (2) keadaan lingkungan
yang tidak aman (unsafe condition), berikut ini merupakan beberapa
penyebab kecelakaan kerja, antara lain:
1. Faktor manusia yaitu tindakan tidak aman unsafe acts dan
karakteristik pekerja seperti jenis kelamin, umur, pengalaman
kerja, kelelahan, antroergonomi, kondisi tubuh, tingkat
pendidikan
2. Faktor mekanis dan lingkungan kerja antara lain kesalahan
letak mesin dan alat kerja yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja, tidak adanya machine safeguard, alat kerja yang rusak.
Untuk kondisi lingkungan kerja yang berperan dalam
kecelakaan yaitu terdiri dari kerapihan (house keeping), cara
penyimpanan bahan dan alat kerja yang tidak pada tempatnya,
lantai kotor dan licin, pencahayaan dan ventilasi yang buruk.
16
Berikut merupakan rasio kecelakaan yang dipaparkan oleh Frank
E. Bird (1990):
Sumber: Bird, 1990
Gambar 2. 1 Rasio Kecelakaan Kerja Menurut Frank E. Bird
Bird (1990) menyatakan bahwa kecelakaan pada prinsipnya
memiliki pola dimana semua jenis kecelakaan diawali dari near miss
(kejadian hampir celaka). Berdasarkan hasil penelitiannya, dinyatakan
bahwa dalam setiap 600 buah kasus kejadian hampir celaka akan terdapat
30 kasus kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan harta benda, 10 kasus
kasus kecelakaan yang mengakibatkan cidera ringan, hingga 1 buah kasus
cidera serius bahkan kematian akibat kecelakaan.
2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut OSHA, setiap kecelakaan kerja yang terjadi dapat
diketahui besar kecilnya dampak kerugian yang ditimbulkan. Kecelakaan
Cidera Serius / fatality
Cidera Ringan
Kerusakan Harta Benda
Kejadian Hampir Celaka
17
kerja dapat digolongkan menjadi berdasarkan kategori akibat kecelakan,
antara lain (OSHA, 2009) :
1. First Aid Case (Perawatan Ringan)
Kecelakaan jenis ini adalah kecelakaan ringan, dimana
korban hanya memerlukan pertolongan pertama pada kecelakaan
seperti pembersihan luka, diberi band aid dan tidak memerlukan
perawatan dokter atau mendapatkan pengobatan yang diresepkan
oleh dokter.
2. Medical Treatment Case (Perawatan Medis)
Kecelakaan yang mengakibatkan korban harus menjalani
perawatan dokter dan mendapat pengobatan jalan tetapi bisa
kembali untuk melakukan pekerjaan seperti biasanya.
3. Restricted Work Case (Jumlah hari kerja dengan aktivitas
terbatas)
Kecelakaan yang mengakibatkan korban tidak dapat
melaksanakan pekerjaannya seperti biasanya dan mendapat
larangan untuk melakukan tugas-tugas tertentu sehubungan
dengan cideranya, tetapi masih dapat mengerjakan tugas lainnya
dengan berarti untuk sementara waktu.
4. Days away from work (Jumlah hari tidak bekerja)
Setiap kecelakaan yang berakibat tenaga kerja tidak dapat
melakukan pekerjaannya pada jadwal kerja selanjutnya.
Kecelakaan ini dikategorikan sebagai kecelakaan yang
mengakibatkan kehilangan hari kerja.
18
5. Fatality (Kematian)
Setiap kecelakaan yang berakibat meninggalnya korban
saat kejadian kecelakaan maupun setelah dilakukan perawatan
medis.
Terdapat klasifikasi kecelakaan kerja menurut International
Labour Organization (1962) dalam Suma’mur (1987), yaitu sebagai
berikut: (Suma’mur, 1987)
A. Kecelakaan kerja berdasarkan jenis pekerjaan (corak kecelakaan):
1. Terjatuh
2. Tertimpa benda jatuh
3. Tertumbuk atau terkena benda-benda
4. Terjepit oleh benda
5. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
6. Pengaruh suhu tinggi
7. Terkena arus listrik
8. Kontak bahan berbahaya atau radiasi
B. Kecelakaan kerja berdasarkan penyebab:
1. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin
penggergajian kayu, dan sebagainya.
2. Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan
peralatannya, alat angkut darat, udara dan air.
19
3. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, bejana tekanan, tangga, scaffolding
dan sebagainya.
4. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,
debu, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya.
5. Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan
dibawah tanah)
C. Kecelakaan kerja berdasarkan sifat luka atau kelainan:
1. Patah tulang
2. Dislokasi (keseleo)
3. Regang otot atau urat
4. Memar dan luka dalam yang lain
5. Amputasi
6. Luka di permukaan
7. Gegar dan remuk
8. Luka bakar
9. Keracunan mendadak
10. Pengaruh radiasi
11. Mati lemas
12. Pengaruh arus listrik
13. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
D. Kecelakaan kerja berdasarkan kelainan atau luka di tubuh:
1. Kepala
20
2. Leher
3. Badan
4. Anggota atas
5. Anggota Bawah
6. Banyak tempat
7. Letak lain yang tidak dimasukan klasifikasi tersebut
2.3 Kerugian Akibat Kecelakaan
Kecelakaan dapat mengakibatkan lima jenis kerugian yaitu
kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan
cacat, kematian (Suma'mur, 1994). Kerugian-kerugian tersebut dapat
diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya
kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat kecelakan sering kali besar.
Biaya ini dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi (P. E.
Hagan, 2001):
a. Biaya Langsung
Menurut Hagan, biaya langsung kecelakaan adalah jumlah
biaya akibat kecelakaan yang dapat dihitung secara langsung,
seperti: biaya perawatan atau pengobatan korban kecelakaan dan
biaya untuk mengganti peralatan yang rusak (P. E. Hagan, 2001).
Biaya langsung adalah biaya atas P3K, pengobatan dan perawatan,
biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu
bekerja, kompensasi cacat, dan biaya atas kerusakan bahan,
perlengkapan, peralatan dan mesin.
21
b. Biaya Tidak Langsung/Tersembunyi
Sedangkan, biaya tidak langsung/tersembunyi dari
kecelakaan kerja lebih sulit untuk dihitung karena biaya tersebut
bersifat tersembunyi (P. E. Hagan, 2001). Biaya tersembunyi
meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan
beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi
berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja lainnya
menolong korban atau berhenti bekerja sebagaimana biasa dialami
pada peristiwa terjadinya celaka, biaya yang harus diperhitungkan
untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit
serta berada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa
bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan (Suma'mur,
2009a).
2.4 Faktor Manusia (Human Factor)
Menurut Christiansen, et al (1988) dalam buku Dennis Attwood
yang berjudul Human Factors Methods for Improving Performance in The
Process Of Industries, human factors ialah cabang ilmu pengetahuan dan
teknologi yang meliputi teori tentang perilaku manusia dan karakteristik
biologi manusia yang dapat diterapkan pada spesifikasi, desain, evaluasi,
operasi dan perawatan produk dan sistem untuk meningkatkan kerja yang
aman, efektif, dan memuaskan oleh manusia, kelompok, maupun
organisasi/institusi (Attwood, 2007; J. M Christiansen, 1988).
22
Menurut The International Association of Oil and Gas Procedures
(OGP), human factors adalah istilah umum yang diberikan untuk disiplin
ilmu secara luas mengenai interaksi di lingkungan kerja antara manusia
dengan manusia, fasilitas dan peralatan (equipment) ataupun terhadap
sistem manajemen (OGP, 2005). Sedangkan, Menurut The UK Health and
Safety Executive, human factors adalah faktor lingkungan, organisasi dan
pekerjaan, serta manusia dan karakteristik individu yang mempengaruhi
perilaku bekerja dimana dapat memberikan efek bagi kesehatan dan
keselamatan (HSG84, 1999).
Model dasar dari human factor pada proses industri yang
dikembangkan oleh OGP (2005) dapat terlihat pada gambar dibawah ini:
Sumber: OGP, 2005
Gambar 2. 2 Model Human Factors berdasarkan The OGP Model
Masing-masing aspek dalam human factors memiliki domain
tersendiri, yaitu untuk domain dari fasilitas dan peralatan (facilities &
equipment) meliputi perhatian terhadap karakteristik secara fisik dan area
kerja, desain, dan perawatan dari peralatan dan daya tahan uji peralatan.
23
Domain dari manusia (people) meliputi perhatian terhadap sifat manusia,
keahlian, komunikasi, beban kerja, shift kerja, persepsi, dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kesahatan, stres, dan kelelahan. Kemudian,
untuk aspek sistem manajemen (management systems) domainnya adalah
prosedur, training, sistem keselamatan dalam bekerja, behavior based
safety, project planning, maintenance, safe work practices, sistem izin
kerja, manajemen terhadap perubahan, kesiapsiagaan dan tanggap darurat,
dan aspek-aspek lainnya dari safety culture (OGP, 2005).
Terdapat banyak aspek dari human factors, tetapi semuanya
memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menyesuaikan pekerjaan dan
lingkungan kepada pekerja, daripada memaksa pekerja untuk beradaptasi
dalam melakukan pekerjaan (Attwood, 2007).
2.5 Human Error
Menurut James Reason (1990) dalam bukunya Human Error,
“error” merupakan istilah umum yang mencakup seluruh kondisi dimana
terjadinya kegagalan untuk mencapai tujuan dari rangkaian kegiatan, baik
mental ataupun fisik. Kegiatan yang direncanakan dapat mengalami
kegagalan dikarenakan tindakan yang diambil tidak berjalan sesuai
rencana, atau bisa juga dikarenakan rencana yang telah dibuat tidak layak
untuk mencapai tujuan itu sendiri. Error terdiri dari berbagai jenis yang
berbeda. Kesalahan manusia tersebut terdiri dari (Reason, 1990):
24
Bagan 2. 1 Taksonomi Human Error
Sumber: James Reason, 1990
Berdasarkan bagan diatas, berikut merupakan penjelasan mengenai
jenis error, antara lain (Reason, 1990):
1. Mistake, merupakan akibat dari kesalahan dalam
merencanakan. Pada proses pengambilan keputusan atau
penilaian, kegagalan ini dapat terjadi karena tidak
memperhatikan apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak
dengan kerangka keputusan yang direncanakan.
2. Lapse, yaitu bentuk kesalahan yang tersembunyi atau tidak
terlihat yang melibatkan kegagalan dalam mengingat. Hal
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia,
kemampuan kognitif atau penyakit tertentu.
Unsafe Acts
Unintended Action
Slip Attentional
Failures
Lapse Memory Failures
Mistake Rule-Based or Knowledge-
based Mistake
Intended
Action Violation
Routine Violations
Exceptional violation
Sabotage
Basic Error
25
3. Slips, yaitu kesalahan yang terjadi akibat
penerapan/eksekusi yang tidak sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan, tanpa memperhatikan apakah rencana
tersebut telah sesuai atau tidak sesuai dengan pencapaian
suatu tujuan.
4. Violations, adalah situasi dimana operator/pekerja dengan
sengaja melakukan tindakan yang bertentangan dengan
prosedur atau aturan yang berlaku di perusahaan.
2.6 Teori Kecelakaan
Model teori kecelakaan menyajikan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan untuk menjelaskan bagaimana kecelakaan dapat terjadi, dan
juga faktor risiko yang berperan dalam kecelakaan (Sabet, 2013).
Kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
terdapat dua golongan penyebab kecelakaan kerja (Suma'mur, 2009b).
Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi
segala sesuatu selain faktor manusia. Faktor mekanis dan lingkungan
dapat dikelompokkan menurut keperluan dan maksud tertentu misal
dikelompokkan berdasarkan pengolahan bahan, mesin penggerak, dan
pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat
secara manual, menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda
pijar, dan transportasi. Sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia
itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan (Suma'mur, 2009a).
Menurut James Reason (1990), kecelakaan terjadi ketika terdapat
26
kerusakan dalam interaksi antara komponen yang terlibat dalam proses
produksi atau pekerjaan. Menurut Heinrich (1980), 88% kecelakaan
disebabkan oleh tindakan tidak aman, 10% kondisi tidak aman, dan 2%
karena takdir atau nasib yang tidak bisa dihindari.
Sebelum memahami bagaimana kecelakaan itu dapat dicegah
melalui program pencegahan kecelakaan, terlabih dahulu kita harus
memahami urutan bagaimana kecelakaan dapat terjadi dan penyebabnya.
Terdapat berberapa macam teori-teori kecelakaan, yaitu sebagai berikut:
a. Teori Domino
Sumber: Modifikasi dari Heinrich, 1931
Gambar 2. 3 Domino Model of Accident Causation
Teori domino dikembangkan oleh Heinrich pada tahun 1931.
Heinrich berfokus pada faktor manusia (human factors), yang ia sebut
dengan “kegagalan manusia”, sebagai penyebab dari kebanyakan
kecelakaan. Heinrich menemukan bahwa kecelakaan disebabkan oleh 88%
tindakan tidak aman, 10% kondisi tidak aman, dan 2% adalah faktor lain.
Ia menjelaskan bahwa cidera (injury) disebabkan oleh beberapa faktor
27
yang terangkai dan saling berkaitan, dimana akhir rangkaian tersebut
menyebabkan injury.
Analogi dari teori domino sesuai dengan namanya, yaitu faktor-
faktor penyebab kecelakaan diibaratkan sebagai satu rangkaian domino,
yang apabila salah satunya gagal/terjatuh, maka dapat menyebabkan
rangkaian lain jatuh sehingga berakhir pada kecelakaan dan menyebabkan
cidera (Heinrich, 1959; P. E. Hagan, 2001).
Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan salah satu faktor
sehingga dapat mencegah timbulnya dampak berikutnya (Heinrich, 1959).
Berdasarkan model domino, Heinrich mengemukakan bahwa tindakan
tidak aman (unsafe acts) dan bahaya mekanik/kondisi tidak aman (unsafe
conditions) merupakan pusat dari faktor dalam tahapan kecelakaan,
dimana jika dihilangkan pada faktor tersebut dapat membuat faktor
selanjutnya menjadi tidak efektif (OHS Body Of Knowledge, 2012).
Dari temuannya, Heinrich berhasil mengidentifikasi 5 faktor dalam
tahapan terjadinya kecelakaan. Lima faktor tesebut adalah social
environment and anchestry, fault of person, unsafe act/unsafe condition,
accident, dan injury.
1. Social Environment And Anchestry
Faktor lingkungan sosial dan sifat bawaan (social
environment and anchestry). Heinrich menjelaskan bahwa dalam
faktor ini, manusia memiliki sifat bawaan yang tidak baik, seperti
keras kepala dan ceroboh yang diperoleh karena keturunan atau
28
pengaruh lingkungan dan pendidikan atau keduanya yang
berkontribusi atas terjadinya kesalahan manusia.
2. Fault of Person
Kesalahan manusia (fault of person), faktor kedua ini
terbentuk dari kegagalan/kecacatan lingkungan dan keturunan yang
mempengaruhi seseorang hingga kurang hati-hati dan banyak
membuat kesalahan.
3. Unsafe act & Unsafe Condition
Perilaku tidak aman dan atau kondisi tidak aman (unsafe
act / unsafe condition) merupakan tindakan berbahaya dan kondisi
yang berbahaya seperti mekanik/mesin dan bahaya fisik lainnya
yang memudahkan untuk terjadinya rangkaian berikutnya.
Heinrich meyatakan bahwa unsafe act dan unsafe condition adalah
faktor utama dalam mencegah kecelakaan, dan faktor penyebab
kecelakaan yang paling mudah untuk diperbaiki.
4. Accident
Kecelakaan (accident) yaitu peristiwa kecelakaan yang
menimpa pekerja yang pada umumnya disertai kerugian.
5. Injury
Cidera (injury) merupakan kerugian yang dihasilkan oleh
kecelakaan kerja. Heinrich mengibaratkan 5 rangkaian domino
yang disusun berurutan sebagai faktor-faktor penyebab kecelakaan.
Cidera dapat dicegah dengan menghilangkan faktor-faktor
29
sebelumnya, seperti tindakan tidak aman dan bahaya
mekanis/kondisi tidak aman.
Heinrich mengungkapan bahwa penyebab terbesar dalam
kecelakaan disebabkan karena kegagalan manusia (man failure),
maka itu Heinrich mengusulkan bahwa tindakan tidak aman dan
kondisi tidak aman merupakan faktor utama dalam urutan
kecelakaan kerja, dan dengan menghilangkan faktor utama
tersebut, menyebabken faktor-faktor sebelumnya tidak efektif
(OHS Body Of Knowledge, 2012).
b. Teori International Loss Causation Institute (ILCI)
Bagan 2. 2 Loss Causation Model
Sumber: Bird dan Germain (1985)
Loss Causation Model merupakan pengembangan dari teori
Domino milik Heinrich. Teori ini berisi mengenai petunjuk yang
memudahkan penggunanya untuk memahami bagaimana menemukan
faktor penting dalam rangka mengendalikan meluasnya kecelakaan dan
kerugian termasuk persoalan manajemen. Bird dan Germain (1985)
menyatakan bahwa kecelakaan berawal dari lemahnya
Lemahnya Pengendalian
• Tidak adekuatnya program, standar dan pemenuhan standar
Penyebab Dasar
•Faktor Personal
•Faktor Pekerjaan
Penyebab Langsung
•Tindakan tidak aman
•Kondisi tidak aman
Kecelakaan
•Kontak dengan energi atau substansi
Kerugian
•Manusia
•Harta Bernda
•Peoses
30
pengawasan/pengendalian manajemen yang memicu timbulnya penyebab
dasar. Pendekatan dari teori ini merupakan pendekatan manajemen.
Menurut Bird dan Germain (1985), pada teori ILCI ini, penyebab dasar
yang digambarkan akan menimbulkan penyebab langsung. Penyebab
langsung yaitu kondisi atau tindakan dibawah standar yang dapat mamicu
kontak antara pekerja dengan energi atau substansi yang tidak mampu
ditoleransi. Kontak yang terjadi kemudian akan menimbulkan kecelakaan
dan kerugian. Skema kejadian kecelakaan berdasarkan teori Loss
Causation Model, sebagai berikut:
a. Lemahnya Pengendalian
Menurut ILCI, pengendalian merupakan satu dari empat
fungsi esensial manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Ketika
pengendalian manajemen dalam program K3, prosedur dan
pemenuhan standar terganggu, maka akan memicu timbulnya
dasar kejadian kecelakaan. Ada tiga penyebab lemahnya
pengendalian, yaitu karena program K3 yang tidak adekuat
karena terlalu sedikitnya aktivitas program yang dilaksanakan,
standar program yang tidak adekuat, dan pemenuhan standar
yang tidak memadai.
b. Penyebab Dasar
Penyebab dasar adalah penyebab sesungguhnya yang
tersembunyi di balik gejala-gejala yang ada di dalam urutan
31
terjadinnya kecelakaan kerja. Penyebab dasar adalah alasan
terjadinya tindakan maupun kondisi tidak aman yang
menimbulkan kecelakaan. Penyebab dasar menjelaskan kenapa
orang-orang bertindak di bawah standar dan kondisi tidak
standar muncul di tempat kerja. ILCI membagi dua jenis
penyebab dasar, yaitu penyebab yang berasal dari faktor
personal dan faktor pekerjaan.
c. Penyebab Langsung
Penyebab langsung adalah tindakan atau kondisi
langsung yang mendahului kontak antara segala sesuatu dan
berisiko menerimanya dengan energi atau substansi. Penyebab
langsung biasanya diamati dengan indera yang dimiliki
manusia normal. Penyebab langsung dibagi menjadi dua jenis,
yaitu tindakan dibawah standar dan kondisi tidak aman.
d. Kecelakaan/Kontak
Kecelakaan atau kontak adalah kejadian yang
mendahului timbulnya kerugian. Ketika terdapat potensi
penyebab kecelakaan, maka kemungkinan untuk terjadinya
kontak dengan sumber energi di atas amabang batas dari tubuh
atau struktur akan selalu ada. Di dalam keputusan Ditjen
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan tahun 2008
(Depnakertrans RI, 2008) telah terklasifikasikan mengenai
corak penyebab kecelakaan, diantaranya adalah:
32
1. Terbentur, tertusuk, tersayat
2. Terpukul
3. Terjepit, tertimbun, tenggelam
4. Jatuh dari ketinggian yang sama dan tergelincir
5. Jatuh dari ketinggian berbeda
6. Keracunan
7. Tersentuh arus listrik
8. Lain-lain
e. Kerugian
Kerugian adalah konsekuensi yang harus diterima dari
kejadian kecelakaan. Kerugian dapat menimpa manusia, proses
dan harta benda serta mengurangi pendapatan. Kerugian dapat
berupa cedera, kehilangan/kerusakan harta benda, dan
terhentinya proses.
33
c. Model Epidemiologi
Salah satu teori yang menyebutkan karakteristik kecelakaan yang
menjadi faktor risikonya adalah teori epideomiologi, yang menjelaskan
faktor risiko yaitu host, agent, dan environment, dimana dalam penelitian
ini dijelaskan orang/korban kecelakaan sebagai host, agent sebagai
penyebab/kecelakaan, dan environment adalah lingkungan kerja tempat
orang mengalami kecelakaan (Colling, 1990).
Sumber: Industrial Safety-Management and Technology, Colling, 1990
Teori model epidemiologi yang berttujuan untuk mengetahui
penyebab kecelakaan ini dirancang oleh Suchman dan dikembangkan lagi
Pekerja
-Umur
-Jenis Kelamin
-Masa Kerja
-Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
-Unit Kerja
-Waktu Kerja
Lingkungan Pekerjaan
-Fisik
-Biologi
-Kimia
Kecelakaan Kerja
Bagan 2. 3 Konsep Model Epidemiologi
34
oleh Surry, dimana terdapat hubungan kausal antara penyakit dengan
faktor lingkungan atau kombinasi dengan karakteristik situasional
termasuk risk assessment yang dapat menjadi penyebab atau pengendali
terjadinya kecelakaan. (Colling, 1990). Menurutnya, fenomena kecelakaan
adalah tindakan yang tidak direncanakan, tidak dapat dihindari dan tidak
diperhatikan yang dihasilkan dari interaksi host (pekerja), agent
(mesin/pekerjaan), dan faktor-faktor lingkungan ataupun kombinasi-
kombinasi dari hal-hal tersebut yang menggangu proses kerja dan dapat
menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan, kematian, kerusakan
properti ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya. Definisi tersebut
lebih mendekati untuk teori kejadian kecelakaan dari definisi epidemiologi
sebagai studi tentang interaksi sekelompok orang (agent) dan lingkungan
yang menyebabkan penyakit.
Menurut pendekatan ini, cedera dan kerusakan merupakan
petunjuk dari kecelakaan yang dapat diukur, tetapi kecelakan itu sendiri
tindakannya tidak diharapkan, dan tidak dapat dihindari, yang dihasilkan
dari interaksi dari korban atau penyebab kerusakan dan faktor-faktor
lingkungan disertai dengan situasi yang melibatkan pengambilan risiko
dan persepsi terhadap bahaya. Model ini sejalan dengan yang digunakan
untuk studi penyakit. Dalam menerapkan pendekatan ini seseorang
mencari suatu penjelasan pada kejadian kecelakan beserta sekelompok
orang (korban kecelakaan), agen, dan faktor lingkungan (Colling, 1990).
35
2.7 Determinan Kecelakaan Kerja
2.7.1 Faktor Manusia
Berikut merupakan faktor-faktor manusia yang berpengaruh
terhadap kejadian kecelakaan kerja:
1. Usia
Usia adalah lama hidup individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun terakhir. Standar dari ILO
(2007) untuk batas usia terendah bagi pekerja adalah 15 tahun.
Penduduk usia kerja menurut ILO dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu muda (15-25 tahun) dan dewasa (>25 tahun). BPJS
Ketenagakerjaan (2015) menyatakan bahwa pekerja berusia di
bawah 25 tahun lebih banyak mengalami kecelakaan kerja.. (ILO, 2007)
Hartono (2004) menemukan bahwa kecelakaan sedikit
ditemui pada pekerja dengan usia tua. Hasil penelitian Safe
Work Australia menunjukkan bahwa pekerja muda, yaitu yang
berusia dibawah 25 tahun, lebih banyak mengalami kecelakaan
kerja dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua yang berusia
25 tahun keatas (Safe Work Australia, 2013). Sedangkan,
menurut Sudibyo (2012) pekerja yang berusia 30-35 tahun
memiliki persentase terbesar pada setiap jenis kecelakaan yang
ada hal ini terjadi dimungkinkan karena golongan usia antara
30-35 tahun merasa telah memiliki pengalaman kerjanya cukup
lama, sehingga mereka terkadang melupakan standar
operasional (SOP) dan menganggap remeh terhadap hal-hal
36
yang kecil, sikap kurang hati-hati dan mengutamakan
keselamatan dalam bekerja, berdampak terhadap semakin
besarnya resiko kecelakaan yang mungkin terjadi (Sudibyo,
2012).
Menurut Sriwahyudi dkk. (2014) usia berbanding lurus
dengan kapasistas kerja dan usia 25 tahun dianggap sebagai
usia puncak, sedangkan usia 25-60 tahun terdapat penurunan
kemampuan fisik, sebesar 25% untuk kekuatan otot, dan 60%
untuk kemampuan sensoris dan motoris. (Dalimunthe, 2012; Hartono Muljadi, 2004; Sriwahyudi, 2014. )
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik biologis dan fisiologis
yang membedakan seorang laki-laki dan perempuan (WHO,
2016). Menurut penelitian Riyadina (2007) pekerja laki-laki
tiga kali lebih berisiko untuk mengalami kecelakaan kerja.
Hoskins (2005) menyatakan pekerja laki-laki lebih banyak
mengalami kecelakaan kerja dibandingkan perempuan, karena
secara umum pekerja perempuan tidak bekerja dalam profesi
yang secara konsisten berisiko untuk menimbulkan cedera dan
penyakit akibat kerja. Dalam penelitian yang sama disebutkan,
pekerja perempuan mengalami kecelakaan lebih banyak
disebabkan oleh pembunuhan dan kecelakaan di jalan raya.
(Hoskins, 2005; Riyadina, 2007)
37
3. Masa Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masa kerja
adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor,
badan atau sebagainya. Kewaspadaan terhadap kecelakaan
akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia
dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan
(Suma’mur, 1989). Menurut M. A. Tulus, masa kerja dapat
dikategorikan menjadi; masa kerja baru (< 6 tahun), Masa kerja
sedang yaitu (6-10 tahun), dan masa kerja lama (>10 tahun).
4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam
berpikir mengenai keselamatan kerja. Permasalahan yang
menjadi faktor tersebut salah satunya tingkat pendidikan
rendah yang menjadi dasar rendahnya kesadaran dalam
penggunaan alat pelindung diri dan cara berperilaku selamat
(Riyadina, 2007).
Sebuah penelitian oleh Sudibyo (2012), berdasarkan
pendidikan yang banyak mengalami kecelakaan pekerja kontrak
yaitu yang berpendidikan SD-SMP sebesar 55% dibanding
pekerja yang berpendidikan SMA/STM yaitu sesebesar 40%
dan yang berpendidikan D3-SI yaitu sebesar 5%. Hal ini
menunjukan bahwa tingkat pendidikan SD-SMP memiliki
persentse terbesar pada setiap jenis kecelakaan, jika
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan
38
tinggi Diploma persentase kecil. Pendidikan seseorang sangat
penting diperhatikan untuk meningkatkan kesadaran akan arti
pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja (Depnaker RI,
1988).
5. Kedisiplinan
Disiplin memiliki arti tata tertib/ketaatan pada peraturan
(Depdiknas, 2008). Kedisiplinan dalam bekerja merupakan
tindakan atau usaha untuk menyelesaikan pekerjaan dengan taat
kepada tata tertib/peraturan yang berlaku. Ketika tata
tertib/peraturan kerja tidak terpenuhi maka disebut sebagai
pelanggaran dalam bekerja. Pelanggaran dalam bekerja adalah
penyimpangan dari prosedur pengoperasian yang aman
(Glendon dkk., 2006).
6. Pengalaman
Menurut Root (1981) pengalaman kerja berpengaruh
pada kejadian kecelakaan kerja. Minimnya pengalaman kerja
merupakan salah satu faktor penyebab tingginya angka
kecelakaan pada pekerja berusia muda. Penelitian di Hong
Kong menunjukkan bahwa cedera di bagian tangan paling
banyak terjadi pada pekerja yang memiliki masa kerja kurang
dari satu tahun, yaitu sebesar 43% (Ong, 1982). Pengalaman
kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan, terutama pengalaman kerja dengan peralatan yang
dipergunakan dalam suatu proses kerja (Soetanto, 1991).
39
7. Antroergonomi
Menurut Sritomo (1989), anthropometri yang berasal
dari “anthro” yang berarti manusia dan “metron” yang berarti
ukuran. Secara definitif anthropometri dinyatakan sebagai suatu
studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia dan
aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa, dan
kekuatan tubuh. (Sritomo, 1989)
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,
kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada
sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman
(Sutalaksana, 1979).
Menurut Soetanto (1991) mesin dan alat yang ada di
Indonesia berasal dari luar negeri dimana peralatan tersebut
sesuai dengan kondisi pekerja luar negeri sehingga ukurannya
kurang sesuai dengan kondisi fisik pekerja di Indonesia. Hal
tersebut meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan kerja di
Indonesia.
40
8. Kondisi psikologis
Aspek psikologis mencakup kognisi, emosi, dan
perilaku individu dalam bekerja (Glendon, 2006). Menurut
Grandjean (1993), kondisi psikologis seperti kebosanan dan
kelelahan adalah keadaan yang disertai dengan penurunan
efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, kelelahan merupakan
fenomena kompleks psikologis maupun fisiologis yang sering
menyebabkan kecelakaan (Grandjean, 1993).
2.7.2 Faktor Pekerjaan
1. Unit Kerja
Pada beberapa penelitian terdahulu, kecelakaan kerja
berdasarkan unit kerja umumnya memang terdapat di bagian
kerja yang menggunakan mesin seperti penelitian Anggraeni
(1993) yang mendapatkan kecelakaan kerja terbanyak terjadi
di unit kerja yang banyak menggunakan dan berhubungan
dengan mesin serta benda kerja.(Anggraeni, 1993)
Riyadina (2008) mengungkapkan bahwa pekerja di
bagian unit produksi mempunyai risiko yang tertinggi
mengalami kecelakaan. Mayoritas cedera akibat kerja pada
pekerja industri adalah luka terbuka (37,2%), lecet atau
superfisial (29,6%) dan cedera mata (14,8). Bagian tubuh yang
mengalami cedera didominasi oleh cedera sendi-pinggul-
41
tungkai atas (40,2%), kepala (24,8%) dan pergelangan tangan
(14,3%). Penyebab cedera terbanyak adalah tertusuk (43,1%)
pada industri garmen dan mata kemasukan serpihan
logam/gram (10%) pada industri baja.
2. Jam Kecelakaan
Penelitian Dalimunthe (2012) menunjukkan kecelakaan
kerja di Jakarta Selatan selama tahun 2007-2011 paling banyak
terjadi pada jam 06.01-12.00. Menurut laporan tahunan BPJS
Ketenagakerjaan (2015) kecelakaan kerja di Indonesia pada
tahun 2014 paling banyak terjadi pada jam 06.01-12.00.
BPJSTK membagi waktu kecelakaan kerja menjadi: waktu
pagi yaitu sejak pukul 00.01-06.00, waktu siang pukul 06.01-
12.00, waktu sore 12.01-18.00, dan waktu malam 18.01-24.00.
3. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan dapat diklasifikasikan berdasarkan dua jenis
yaitu pekerjaan kerah biru (blue collar) dan kerah putih (white
collar). Pekerja kerah biru adalah pekerja yang melakukan
aktivitas kerja menggunakan tangan secara berulang-ulang,
membutuhkan keterampilan fisik dan ketahanan energi,
sedangkan pekerja kerah putih adalah kebalikan dari pekerja
kerah biru antara lain Manajer, Profesional, Pramuniaga,
42
Pekerja Administrasi, Sales, dan Pekerja Pelayanan
Masyarakat. Sedangkan pekerja kerah biru adalah Teknisi,
Operator Mesin dan Pengemudi, dan Buruh (ANZSCO, 2009).
Menurut Hagg et al (2015) kecelakaan kerja lebih
sering terjadi pada pekerja kerah biru dibanding pada pekerja
kerah putih karena pekerja kerah biru memiliki jadwal kerja
dengan sistem shift dan lebih dekat dengan sumber bahaya di
tempat kerja (Hagg, 2015).
4. Shift Kerja
Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja
sebagai pengganti atau tambahan kerja siang hari sebagaimana
yang biasa dilakukan, shift kerja biasanya dibagi atas kerja
pagi, sore, malam. Shift kerja menjadi salah satu tuntutan tugas
yang memiliki konsekuensi terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja (Strank, 2005). Terdapat dua masalah utama
pada pekerja yang bekerja secara bergiliran, yaitu
ketidakmampuan pekerja beradaptasi dengan kerja pada malam
hari dan tidur pada siang hari (Arifin, 2004). Menurut Folkard
dan Monk (1979) dan McCormick dan Ilgen (1985), ritme
circadian tiap individu berbeda dalam menyesuaikan kerja
terutama pada shift malam. Selain itu, pola aktivitas tubuh
43
akan terganggu apbila bekerja pada malam dan maksimum
terjadi selama shift malam (Singleton, 1972). (McCormic k, 1985) (Monk T. and Fo lkard S., 1983)
5. Jenis Industri
International Standard Industrial Classification of All
Economic Activities (ISIC) didefinisikan oleh United Nation
Statistic Division sebagai standar klasifikasi dari kegiatan
ekonomi (termasuk perdagangan barang dan jasa) yang diatur
sedemikian rupa sehingga entitas dapat diklasifikasikan sesuai
dengan aktivitas yang dijalankan industri. Jenis industri yang
memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi dari jenis industri
lainnya menurut beberapa penelitian adalah pada industri
pertambangan, pertanian, perhutanan, perikanan dan industri
konstruksi (Korea Ministry of Labor, 2001).
Menurut United Nations Statistic Division (2017),
Klasifikasi jenis industri dibagi menjadi, sebagai berikut:
1. Pertanian kehutanan dan perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Manufaktur
4. Listrik, gas, uap, dan pendingin udara
5. Persediaan air, pembuangan limbah, pengelolaan
limbah dan kegiatan remediasi
6. Konstruksi
44
7. Perdagangan grosir dan eceran
8. Transportasi dan penyimpanan
9. Kegiatan pelayanan makanan dan minuman
10. Informasi dan komunikasi
11. Aktivitas keuangan dan asuransi
12. Properti
13. Kegiatan professional, ilmiah, dan teknis
14. Kegiatan administrasi dan pendukung
15. Administrasi dan pertahanan publik, jaminan sosial
wajib
16. Pendidikan
17. Aktivitas kerja kesehatan dan sosial manusia
18. Seni, hiburan dan rekreasi
19. Aktivitas pelayanan lainnya
20. Aktivitas rumah tangga yang mempekerjakan pekerja
21. Organisasi ekstra (Division, 2017)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Rapublik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian, tingkat
risiko lingkungan kerja, terdapat 5 kelompok tingkat risiko
jenis industri yang menentukan besarnya iuran Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK) peserta penerima upah (dapat dilihat
pada lampiran 15), sebagai berikut (Pemerintah Republik
Indonesia, 2015a):
45
1. Tingkat risiko sangat rendah: 0,24% dari upah sebulan
2. Tingkat risiko rendah: 0,54% dari upah sebulan
3. Tingkat risiko sedang: 0,89% dari upah sebulan
4. Tingkat risiko tinggi: 1,27% dari upah sebulan
5. Tingkat risiko sangat sangat tinggi: 1,74% dari upah
sebulan.
6. Housekeeping
Housekeeping merupakan serangkaian aktivitas di
tempat kerja yang berupa pemilahan, penataan, pembersihan,
pemeliharaan, dan pembiasaan, yang semuanya diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik (NSW, 2007;
Putri, 2012). Penelitian dari Putri (2012) menunjukan bahwa
housekeeping memiliki hubungan yang signifikan dengan
kecelakaan kerja di sebuah perusahaan. Menurut Work Cover
Authority of NSW (2010), berdasarkan data kompensasi pekerja
pada tahun 2008 dan 2009, tergelincir, tersandung, dan terjatuh
menyumbang angka presentase sebesar 25% terhadap
kecelakaan kerja yang mengakibatkan cidera.
Housekeeping merupakan faktor lingkungan yang harus
diperhatikan karena dapat menjadi potensi penyebab langsung
terjadinya kecelakaan kerja. House keeping yang buruk dapat
juga berupa tidak terawatnya peralatan-peralatan yang
digunakan dalam bekerja (ILO, 2013a).
46
2.7.3 Faktor Lingkungan Kerja
Berikut merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang
berpengaruh terhadap kejadian kecelakaan kerja:
1. Faktor Fisika
Faktor fisika atau bahaya fisika terdiri dari paparan atas
kebisingan, listrik, getaran, radiasi, suhu ekstrim, dan lain
sebagainya (CCOHS, 2016a). Menurut ILO (2013), faktor
fisika adalah faktor di dalam area kerja yang bersifat fisika,
antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja,
gelombang mikro, dan sinar ultra violet. Faktor fisika dapat
menjadi bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi
ataupun produk samping yang tidak diinginkan.
Faktor fisika yang mempengaruhi gangguan pada
pekerja sehingga dapat terjadi kecelakaan salah satunya adalah
kebisingan. Kebisingan adalah suara-suara yang tidak
diinginkan manusia. Kebisingan di tempat kerja dapat
berpengaruh terhadap pekerja karena kebisingan dapat
menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi
sehingga menyebabkan salah pengertian, tidak terdengarnya
instruksi maupun informasi yang diberikan, dan hal ini dapat
berakibat terjadinya kecelakaan kerja, maupun kehilangan
pendengaran sementara atau menetap (Suma'mur, 1994).
47
Contoh pekerjaan yang mengandung bahaya fisika,
anatara lain (Menakertrans, 2003):
a. Pekerjaan di bawah tanah, dibawah air atau dalam ruangan
tertutup yang sempit dengan ventilasi yang terbatas
(confined space) misalnya sumur ataupun tangki.
b. Pekerjaan yang dilakukan pada tempat ketinggian lebih
dari 2 meter.
c. Pekerjaan dengan menggunakan atau dalam lingkungan
yang terdapat listrik bertegangan diatas 50 volt.
d. Pekerjaan yang menggunakan peralatan las listrik dan/atau
gas.
e. Pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan suhu dan
kelembaban ekstrim atau kecepatan angin yang tinggi.
f. Pekerjaan dalam lingkungan kerja dengan tingkat
kebisingan dan getaran yang melebihi ambang batas.
g. Pekerjaan menangani, menyimpan, mengangkut, dan
menggunakan bahan radioaktif.
h. Pekerjaan yang menghasilkan atau dalam lingkungan kerja
yang terdapat bahaya radiasi mengion.
i. Pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan yang
berdebu.
j. Pekerjaan yang dilakukan dan dapat menimbulkan bahaya
listrik, kebakaran dan/atau peledakan.
48
2. Faktor Kimia
Menurut Kemnaker melalui Keputusan Menteri Tenaga
Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang pengendalian bahan
kimia berbahaya di tempat kerja, bahan kimia berbahaya
adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yang
berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi
berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan.
Bahan kimia berbahaya dapat memasuki aliran darah dan
bersifat beracun yang menyebabkan kerusakan pada sistem
tubuh dan organ lainnya, hingga potensi kebakaran di tempat
kerja. Bahan kimia berbahaya dapat berupa wujud padat, cair,
uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam
tubuh melalui tiga cara, yaitu inhalasi (menghirup), pencernaan
(menelan), penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif
(ILO, 2013a). (Kemnaker, 1999)
Pekerjaan yang megandung bahaya kimia, antara lain
(Menakertrans, 2003):
a. Pekerjaan yang dilakukan dalam lingkungan kerja yang
terdapat pajanan (exposure) bahan kimia berbahaya.
b. Pekerjaan yang menangani, menyimpan, mengangkut,
dan menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat
toksik, eksplosif, mudah terbakar, mudah menyala,
49
oksidator, korosif, iritatif, karsinogenik, mutagenik,
dan/atau teratogenik.
c. Pekerjaan yang menggunakan asbes.
d. Pekerjaan yang menangani, menyimpan, menggunakan
dan/atau mengangkut pestisida.
3. Faktor Biologi
Bahaya biologi yang dapat mengakibatkan kecelakaan
dapat berupa gangguan bakteri, virus, fungi, parasit dan
binatang (ILO, 2013b). Menurut KEPMEN No. 235 Tahun
2003 pekerjaan yang mengandung bahaya biologi, antara lain:
a. Pekerjaan yang terpajan dengan bakteri, virus, fungi,
parasit dan sejenisnya, misalnya pekerjaan lingkungan
laboratorium klinik, penyamakan kulit, pencucian
getah/karet.
b. Pekerjaan ditempat pemotongan, pemrosesan, dan
pengepakan daging hewan.
c. Pekerjaan yang dilakukan di perusahaan peternakan
seperti memerah susu, memberi makan ternak,
membersihkan kandang.
d. Pekerjaan di dalam silo atau gudang penyimpanan hasil-
hasil pertanian.
e. Pekerjaan penangkaran binatang buas. (Menakertrans,
2003)
50
2.8 Investigasi dan Analisa Laporan Kecelakaan
Perbedaan diantara investigasi dengan analisa laporan kecelakaan
adalah pada lingkup (scope) masing-masing kegiatan. Investigasi
kecelakaan secara logis, mencakup segala sesuatu dari awal perencanaan
yaitu bagaimana cara menyelidiki suatu kecelakaan, alokasi dan
penjadwalan sumber daya, pengumpulan data dan informasi, analisis
kesesuaian, rekomendasi berdasarkan hasil analisis, penerapan
rekomendasi, dan terakhir adalah evaluasi dampak dari rekomendasi yang
dilakukan. Sedangkan, analisis kecelakakaan berfokus pada bagaimana
untuk memahami apa yang terjadi berdasarkan data-data dan informasi
yang tersedia. Tepatnya membahas mengenai kumpulan laporan
kecelakaan atau bagian dari investigasi (E. Hollnagel, 2008).
Analisis laporan kecelakaan bermanfaat dalam menentukan cara
pengumpulan data pada saat investigasi, khususnya jika organisasi atau
perusahaan menerapkan teknik tersendiri dalam melakukan investigasi dan
diterapkan secara rutin, agar dapat menentukan rekomendasi yang tepat (E.
A. Hollnagel, UK: Ashgate, 2008). Walaupun kegiatan memeriksa dan
menganalisa laporan kecelakaan merupakan kegiatan yang secara
prosedural dilakukan setelah terjadinya kecelakaan, namun kegiatan ini
dapat mencegah terjadinya kecelakaan serupa (John Ridley, 2002)
Menurut Hagan, dkk (2011), analisis kecelakaan kerja dapat
menghasilkan manfaat seperti berikut: (P. E. Hagan, 2001)
51
1. Mengidentifikasi lokasi maupun sumber kecelakaan dengan melihat
dari peristiwa yang terjadi, cara kerja, bahan, mesin dan alat yang
paling sering menghasilkan cidera.
2. Dapat menemukan sifat dan ukuran masalah kecelakaan di
departemen dan pekerjaan.
3. Menunjukan pentingnya rekayasa teknik dengan mengidentifikasi
bahaya utama yang terkait dengan berbagai jenis peralatan dan
bahan.
4. Mengungkapkan inefisiensi dalam proses operasi dan prosedur,
misalnya desain tata letak yang buruk, keusangan, tugas yang
berlebihan, atau pelanggaran prosedur.
5. Menemukan praktik tidak aman yang perlu diperbaiki dengan
pelatihan pekerja atau mengubah metode kerja.
6. Memberikan supervisor informasi mengenai bahaya yang terdapat di
departemen kerjanya, sehingga mereka dapat memberikan upaya
terhadap keselamatan kerja.
7. Memungkinkan evaluasi objektif tentang kemajuan program
keselamatan dengan menganalisis efek tindakan perbaikan, teknik
edukasi, dan metode lainnya yang diadopsi untuk mencegah cidera.
2.9 Pencegahan kecelakaan
Pencegahan kecelakaan dapat diterapkan berdasarkan pengetahuan
tentang penyebab kecelakaan. Salah satu upaya pencegahaan kecelakaan
yaitu mengetahui berbagai penyebab kecelakaan dengan melakukan
52
analisis terhadap kecelakaan yang terjadi. Selain itu juga sangat penting
untuk melakukan identifikasi bahaya yang meungkin menyebabkan
kecelakaan dan melakukan assessment besarnya risiko bahaya (E.
Hollnagel, 2008).
Intervensi pencegahan kecelakaan kerja menurut Suma’mur (2009)
ditujukan kepada faktor manusia, lingkungan, mesin, peralatan kerja, dan
perlengkapan kerja. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Faktor manusia
Pencegahan kecelakaan kerja terhadap faktor manusia
meliputi peraturan kerja, mempertimbangkan batas
kemampuan dan keterampilan pekerja, meniadakan hal-hal
yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakan disiplin kerja,
menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta
menghilangkan adanya ketidakcocokan antara fisik dan
mental.
2. Faktor lingkungan
Syarat lingkungan kerja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum,
sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan
di tempat kerja, dan pengaturan suhu udara ruang kerja.
b. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung
dan tempat kerja yang dapat menjamin keselamatan
c. Memenuhi peyelenggaraan ketatarumahtanggaan
(house keeping), meliputi pengaturan penyimpanan
53
barang, penempatan dan pemasangan mesin,
penggunaan tempat dan ruangan.
3. Mesin dan peralatan kerja
Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada
perencanaan yang baik dengan memperhatikan ketentuan yang
berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau
penutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas
yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar
atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan
pasti efektf atau tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut
yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap
mesin atau alat serta perkakas.
4. Perlengkapan kerja
Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang
harus dipenuhi bagi pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian
kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemaunya harus sesuai
ukuran dan nyaman bila digunakan pekerja.
54
2.10 Kerangka Teori
Kerangka teori pada penelitian ini menggunakan Teori Model Epidemiologi
dari Colling (1990) dan teori dari Suma’mur (2009). Berikut gambaran kerangka
teorinya:
Bagan 2. 4 Kerangka Teori
Sumber: Colling 1990; Suma’mur, 2009
Determinan Kecelakaan
Faktor Pekerja
Usia
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Tingkat Pendidikan
Kedisiplinan
Antroergonomi
Kondisi Psikologis
Tindakan Tidak Aman
Faktor Pekerjaan
Unit Kerja
Jam kecelakaan
Jenis Pekerjaan
Jenis Industri
Faktor Lingkungan Kerja
Sumber Kecelakan (Bahaya
Fisika, Kimia, Biologi)
Kondisi Tidak Aman
Tingkat Risiko Lingkungan
Kerja
Hasil Kecelakaan
Corak Kecelakaan
Bagian fisik yang cidera
Sifat luka atau kelainan
pada kecelakaan
Kecelakaan Kerja
55
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kecelakaan kerja
yang terjadi di dalam lokasi kerja dengan melakukan analisis terhadap data
laporan kecelakaan kerja yang terjadi di lokasi kerja yang telah terlapor di
Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur dalam periode
Januari 2014 sampai dengan Desember 2016. Analisis karakteristik
kecelakaan kerja menggunakan Model Epidemiologi dari Colling (1990) dan
teori dari Suma’mur (2009). Pada kerangka konsep penelitian ini, variabel
yang diteliti yaitu kecelakaan kerja, determinan kecelakaan kerja yang terdiri
dari faktor pekerja (usia, jenis kelamin dan tindakan tidak aman), faktor
pekerjaan (jam kecelakaan, jenis pekerjaan, dan jenis industri), faktor
lingkungan kerja (sumber kecelakaan kerja, kondisi tidak aman dan tingkat
risiko lingkungan kerja), dan hasil dari kecelakan (corak kecelakaan, bagian
fisik yang cidera, sifat luka atau kelainan pada kecelakaan).Variabel yang
tidak diteliti adalah masa kerja, tingkat pendidikan, kedisiplinan,
antroergonomi, kondisi psikologis, dan unit kerja. Variabel-variabel tersebut
tidak diteliti karena data mengenai variabel-variabeltersebut tidak dapat
dianalisis melalui data laporan kecelakaan yang tersedia, ataupun tidak terisi
secara lengkap.
56
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
Determinan Kecelakaan
Faktor Pekerja
Usia
Jenis Kelamin
Tindakan Tidak Aman
Faktor Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Jam kecelakaan
Jenis Industri
Faktor Lingkungan Kerja
Sumber kecelakaan
Kondisi tidak aman
Tingkat risiko
lingkungan kerja
Hasil Kecelakaan
Corak Kecelakaan
Bagian Fisik yang cidera
Sifat luka atau kelainan
Kecelakaan Kerja
57
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
1. Kecelakaan
Kerja
Kecelakaan yang
dialami oleh pekerja di
suatu perusahaan dan
terjadi di dalam lokasi
kerja.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
Jumlah pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja
Nominal
2. Usia Pekerja Lamanya hidup pekerja
sejak lahir sampai saat
mengalami kecelakaan
kerja.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. 15-25 Tahun
2. >25 Tahun
(ILO, 2007)
Ordinal
3. Jenis Kelamin Perbedaan tanda fisik
secara biologis dan
Observasi
Data
Lembar Checklist,
Laporan
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
58
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
anatomis yang dibawa
sejak lahir oleh pekerja
yang mengalami
kecelakaan.
Sekunder Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
4. Tindakan Tidak
Aman (Unsafe
Act)
Tindakan/perilaku
berbahaya yang
dilakukan oleh pekerja
yang dapat memicu
kecelakaan.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Mengoperasikan alat tanpa
wewenang
2. Gagal memperingatkan
3. Gagal mengamankan,
gangguan konsentrasi
4. Mengoperasikan alat dengan
kecepatan yang tidak sesuai
5. Membuat alat pengaman tidak
beroperasi
6. Menggunakan alat yang rusak
7. Menggunakan alat dengan
tidak sesuai fungsi
8. Gagal menggunakan Alat
Pelindung Diri
Nominal
59
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
9. Memuat beban tidak sesuai
10. Penempatan tidak sesuai
11. Pengangkatan tidak sesuai
12. Posisi saat bekerja tidak aman
13. Memperbaiki alat ketika
beroperasi
14. Bukan salah satunya
(Bird & Germain, 1990)
5. Jenis Pekerjaan Macam pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja
dengan karakteristik
yang sama.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Kerah Biru: Teknisi, Operator
Mesin, Pengemudi, dan Buruh.
2. Kerah Putih: Manajer,
Profesional, Pekerja
Administrasi, Sales dan Pekerja
Pelayanan Masyarakat.
(ANZSCO, 2009)
Nominal
6. Jam kecelakaan Waktu ketika
kecelakaan terjadi
(BPJS Ketenagakerjaan,
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
1. Pukul 06.01-12.00
2. Pukul 12.01-18.00
3. Pukul 18.01-24.00
Nominal
60
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
2015). Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
4. Pukul 00.01-06.00
(BPJS Ketenagakerjaan, 2015)
7. Jenis Industri Klasifikasi industri
sesuai dengan
aktivitas/kegiatan yang
dijalankan industri.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Pertanian kehutanan dan
perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Manufaktur
4. Listrik, gas, uap, dan pendingin
udara
5. Persediaan air, pembuangan
limbah, pengelolaan limbah dan
kegiatan remediasi
6. Konstruksi
7. Perdagangan grosir dan eceran
8. Transportasi dan penyimpanan
9. Kegiatan pelayanan makanan
dan minuman
10. Informasi dan komunikasi
Nominal
61
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
11. Aktivitas keuangan dan asuransi
12. Properti
13. Kegiatan professional, ilmiah,
dan teknis
14. Kegiatan administrasi dan
pendukung
15. Administrasi dan pertahanan
publik, jaminan sosial wajib
16. Pendidikan
17. Aktivitas kerja kesehatan dan
sosial manusia
18. Seni, hiburan dan rekreasi
19. Aktivitas pelayanan lainnya
20. Garment
21. Kimia
(United Nations Statistic Division,
2017) (Division, 2017)
62
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
8. Sumber
Kecelakaan
Bahaya di tempat kerja
yang langsung
memapar pekerja dan
menyebabkan cidera.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Mesin (Press, bor, gergaji, dll)
2. Pengangkut/pengangkat barang
3. Perkakas pekerjaan tangan,
benda tajam
4. Bahan mudah terbakar dan
benda panas
5. Penggerak mula (turbin, mesin
uap, kincir angin) dan pompa
6. Conveyor
7. Pesawat uap
8. Debu berbahaya
9. Lift (barang, orang)
10. Alat transmisi mekanik
11. Peralatan Listrik
12. Radiasi dan bahan radioaktif
13. Permukaan lantai di lingkungan
kerja
14. Bahan Kimia
Nominal
63
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
15. Gigitan/cakaran/sengatan
binatang
16. Lain-lain
(Peraturan Menteri Tahun 1998
tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan)
9. Kondisi Tidak
Aman
Kondisi lingkungan
kerja berbahaya yang
dapat memicu
kecelakaan.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Pengaman atau penghalang
yang tidak memadai
2. Perlengkapan pengaman yang
tidak memadai
3. Alat, bahan atau perlengkapan
yang rusak
4. Kemacetan atau tindakan yang
dibatasi
5. Kerapihan yang buruk
6. Kondisi lingkungan yang
berbahaya seperti gas, debu,
asap, uap, fume
Nominal
64
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
7. Paparan kebisingan
8. Bukan salah satunya
(Bird & Germain, 1990)
10. Tingkat Risiko
Lingkungan
Kerja
Bagian suatu cabang
industri/usaha yang
mempunyai ciri khusus
yang sama dalam
tingkat risiko di
lingkungan kerja
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Tingkat risiko lingkungan kerja
sangat rendah
2. Tingkat risiko lingkungan kerja
rendah
3. Tingkat risiko lingkungan kerja
sedang
4. Tingkat risiko lingkungan kerja
tinggi
5. Tingkat risiko lingkungan kerja
sangat tinggi
Ordinal
11. Corak
Kecelakaan
Kontak energi yang
menimbulkan
kecelakaan.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
Corak Kecelakaan :
1. Terbentur, tertusuk, tersayat
2. Terpukul
3. Terjepit, tertimbun, tenggelam
4. Jatuh dari ketinggian yang sama
Nominal
65
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
2014-2016 dan tergelincir
5. Jatuh dari ketinggian berbeda
6. Keracunan
7. Tersentuh arus listrik
8. Terpapar
9. Lain-lain
(Depnakertrans RI, 2008)
12. Bagian Tubuh
yang Cidera
Bagian fisik pekerja
yang mengalami cidera
akibat dari kecelakaan
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
Cidera:
1. Kepala/wajah
2. Mata
3. Telinga
4. Badan
5. Organ tubuh bagian dalam
6. Tungkai atas/lengan
7. Telapak/jari tangan
8. Tungkai bawah
9. Telapak/jari kaki
10. Di banyak bagian tubuh
Nominal
66
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
(Depnakertrans RI, 2008)
13. Sifat
luka/kelainan
Keadaaan
luka/kelainan yang
dialami bagain tubuh
korban kecelakaan
kerja akibat kontak
dengan bahaya di
lingkungan kerja.
Observasi
Data
Sekunder
Lembar Checklist,
Laporan
Kecelakaan Kerja
Sudinakertrans
Jakarta Timur
2014-2016
1. Patah tulang
2. Dislokasi (keseleo)
3. Regang otot atau urat
4. Memar dan luka dalam yang
lain
5. Amputasi
6. Luka sobek di permukaan
7. Luka iritasi/bengkak di bagian
mata
8. Gegar dan remuk
9. Luka bakar
10. Keracunan mendadak
11. Pengaruh radiasi
12. Mati lemas
13. Pengaruh arus listrik
14. Luka-luka yang banyak dan
berlainan sifatnya
Nominal
67
No. Variabel Definisi Metode Alat Ukur Hasil ukur Skala
15. Lain-lain
(Depnakertrans RI, 2008)
68
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif, dan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk
menganalisis kecelakaan kerja berdasarkan data yang tersedia. Data yang
digunakan merupakan data sekunder yaitu dokumen laporan kecelakaan
kerja dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi selama tahun 2014
sampai dengan tahun 2016 di Wilayah Jakarta Timur. Laporan kecelakaan
kerja yang terdapat di Sudinakertrans Jakarta Timur memenuhi variabel-
variabel yang akan diteliti yaitu terdapat pada Formulir KK (Kecelakaan
Kerja) Tahap 1 (lampiran 1) yang diberlakukan oleh BPJS
Ketenagakerjaan. Formulir laporan kecelakaan kerja tersebut telah terisi
dengan cukup lengkap dan jelas.
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jakarta Timur pada bulan Mei-November 2017.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Sedangkan
Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil menggunakan teknik
tertentu (Wasis, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
laporan kecelakaan kerja wilayah Jakarta Timur yang telah dilaporkan ke
69
Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Timur pada
tahun 2014-2016 yaitu sebanyak 940 laporan kecelakaan kerja, yaitu
khususnya kecelakaan yang terjadi di dalam lokasi kerja. Sampel
penelitian ini menggunakan total keseluruhan populasi. Sampel pada
penelitian ini merupakan jumlah seluruh kecelakaan kerja yang terjadi di
dalam lokasi kerja. Kecelakaan lalu lintas tidak dimasukan kedalam
sampel karena data yang didapatkan tidak sesuai dengan tujuan penelitian
ini, sehingga termasuk kriteria eksklusi.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini didapat dengan cara menelaah laporan
kecelakaan kerja yang terlapor di Suku Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Jakarta Timur yaitu dengan mengisi checklist yang berisi
variabel-variabel yang ingin diteliti sesuai dengan data yang ada di
formulir laporan kecelakaan kerja.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipergunakan dalam
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
formulir laporan kecelakaan kerja dan lembar checklist.
a. Formulir Kecelakaan Kerja
Formulir kecelakaan kerja yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan formulir laporan kasus kecelakaan kerja tahap I
yaitu terdiri dari variabel-variabel yaitu 1. Nama perusahaan, 2.
Nama pekerja, 3. Jenis kelamin, 4. Tanggal lahir, 5. Jenis
70
pekerjaan/jabatan, 6. Unit/bagian perusahaan, 7. Tempat kejadian
kecelakaan, 8. Tanggal kecelakaan, 9. Deskripsi kecelakaan
(tindakan bahaya penyebab kecelakaan, kondisi yang menimbulkan
bahaya dan menjadi pencetus terjadinya kecelakaan, 10. Corak
kecelakaan yang terjadi, 11. Sumber penyebab cidera, 12. Uraian
kejadian kecelakaan, 13. Mesin, instalasi, atau lingkungan yang
menyebabkan cidera, 14. Akibat yang diderita korban, 15. Bagian
tubuh yang luka, 16. Fasilitas kesehatan yang memberikan
pertolongan pertama, dan 17. Keadaan penderita setelah
pemeriksaan pertama.
b. Lembar Checklist
Lembar checklist pada penelitian ini digunakan untuk
memudahkan dalam melakukan entry data. Data yang telah terisi
pada formulir laporan kecelakaan kerja dimasukan ke lembar
checklist yang telah diberi kode sesuai dengan kategori yang telah
ditetapkan sebelumnya.
1. Mengkode Data (Coding)
Coding dilakukan untuk mengklasifikasi data menurut kategori
masing-masing sehingga memudahkan dalam pengelompokkan data.
Pada proses ini variabel akan diberi kode untuk memudahkan dalam
menganalisa. Coding dilakukan saat sebelum pengambilan data, hal ini
untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data selanjutnya.
Variabel yang akan diberi kode, antara lain:
71
Tabel 4. 1 Koding Variabel
Variabel Kategori Kode
Kecelakaan Kerja Jumlah pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja
A1
Usia Pekerja 1. 15-25 Tahun
2. >25 Tahun
B1
Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
B2
Tindakan Tidak Aman 1. Mengoperasikan alat tanpa
wewenang
2. Gagal memperingatkan
3. Gagal mengamankan,
gangguan konsentrasi
4. Mengoperasikan alat dengan
kecepatan yang tidak sesuai
5. Membuat alat pengaman
tidak beroperasi
6. Menggunakan alat yang
rusak
7. Menggunakan alat dengan
tidak sesuai fungsi
8. Gagal menggunakan Alat
Pelindung Diri
9. Memuat beban tidak sesuai
10. Penempatan tidak sesuai
11. Pengangkatan tidak sesuai
12. Posisi saat bekerja tidak
aman
13. Memperbaiki alat ketika
beroperasi
14. Bukan salah satunya
B3
Jenis Pekerjaan 1. Kerah Biru
2. Kerah Putih
C1
Jam Kecelakaan 1. Pukul 06.01-12.00
2. Pukul 12.01-18.00
3. Pukul 18.01-24.00
4. Pukul 00.01-06.00
C2
Jenis Industri 1. Pertanian kehutanan dan
perikanan
2. Pertambangan dan
penggalian
3. Manufaktur
4. Listrik, gas, uap, dan
pendingin udara
C3
72
Variabel Kategori Kode
5. Persediaan air, pembuangan
limbah, pengelolaan limbah
dan kegiatan remediasi
6. Konstruksi
7. Perdagangan grosir dan
eceran
8. Transportasi dan
penyimpanan
9. Kegiatan pelayanan makanan
dan minuman
10. Informasi dan komunikasi
11. Aktivitas keuangan dan
asuransi
12. Properti
13. Kegiatan professional,
ilmiah, dan teknis
14. Kegiatan administrasi dan
pendukung
15. Administrasi dan pertahanan
publik, jaminan sosial wajib
16. Pendidikan
17. Aktivitas kerja kesehatan dan
sosial manusia
18. Seni, hiburan dan rekreasi
19. Aktivitas pelayanan lainnya
20. Garment
21. Kimia
Sumber Kecelakaan 1. Mesin (Press, bor, gergaji,
dll)
2. Pengangkut/pengangkat
barang
3. Perkakas pekerjaan tangan
4. Bahan mudah terbakar dan
benda panas
5. Penggerak mula dan pompa
6. Conveyor
7. Pesawat uap
8. Debu berbahaya
9. Lift (barang, orang)
10. Alat transmisi mekanik
11. Peralatan Listrik
12. Radiasi dan bahan radioaktif
13. Permukaan lantai di
lingkungan kerja
14. Bahan Kimia
15. Gigitan/cakaran/sengatan
binatang
D1
73
Variabel Kategori Kode
16. Lain-lain
Kondisi Tidak Aman 1. Pengaman atau penghalang
yang tidak memadai
2. Perlengkapan pengaman
yang tidak memadai
3. Alat, bahan atau
perlengkapan yang rusak
4. Kemacetan atau tindakan
yang dibatasi
5. Kerapihan yang buruk
6. Kondisi lingkungan yang
berbahaya seperti gas, debu,
asap, uap, fume
7. Paparan kebisingan
8. Bukan salah satunya
D2
Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja
1. Tingkat risiko lingkungan
kerja sangat rendah
2. Tingkat risiko lingkungan
kerja rendah
3. Tingkat risiko lingkungan
kerja sedang
4. Tingkat risiko lingkungan
kerja tinggi
5. Tingkat risiko lingkungan
kerja sangat tinggi
D3
Corak Kecelakaan 1. Terbentur, tertusuk, tersayat
2. Terpukul
3. Terjepit, tertimbun,
tenggelam
4. Jatuh dari ketinggian yang
sama dan tergelincir
5. Jatuh dari ketinggian
berbeda
6. Keracunan
7. Tersentuh arus listrik
8. Lain-lain
E1
Cidera 1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Badan
5. Organ tubuh bagian dalam
6. Tungkai atas/lengan
7. Telapak/jari tangan
8. Tungkai bawah
9. Telapak/jari kaki
10. Di banyak bagian tubuh
E2
74
Variabel Kategori Kode
Sifat Luka/Kelainan 1. Patah tulang
2. Dislokasi (keseleo)
3. Regang otot atau urat
4. Memar dan luka dalam
yang lain
5. Amputasi
6. Luka di permukaan
7. Luka di bagian mata
8. Gegar dan remuk
9. Luka bakar
10. Keracunan mendadak
11. Pengaruh radiasi
12. Mati lemas
13. Pengaruh arus listrik
14. Luka-luka yang banyak dan
berlainan sifatnya
15. Lain-lain.
E3
Adapun rincian jenis industri untuk setiap kategori dalam variabel
tingkat risiko lingkungan kerja pada penelitian ini dibagi menjadi 5
kategori tingkatan yang didapat dari pengelompokan jenis industri oleh
ISIC (International Standard Industrial Classification of All Economic
Activities) yaitu sebagai berikut:
No. Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja Jenis Industri
1. Sangat Rendah Perdagangan grosir dan eceran
Kegiatan pelayanan makanan dan
minuman
Informasi dan Komunikasi
Aktivitas keuangan dan asuransi
Kegiatan professional, ilmiah dan teknis
Kegiatan administrasi dan pendukung
Administrasi, pertahanan publik,
jaminan sosial wajib
Pendidikan
Aktivitas kerja kesehatan dan sosial
manusia
Aktivitas pelayanan lainnya
2. Rendah Pertanian, kehutanan dan perikanan
75
Properti
Seni hiburan dan rekreasi
3. Sedang Manufaktur
4. Tinggi Listrik, gas, uap, dan pendingin udara
Persediaan air, pembuangan limbah,
pegelolaan limbah
Transportasi dan penyimpanan
5. Sangat Tinggi Pertambangan dan penggalian
Konstruksi
2. Validasi
Pada penelitian ini, dilakukan validasi agar data yang dianalisa
dapat dipercaya hasil penelitiannya. Validasi dilakukan khususnya pada
variabel tindakan tidak aman (unsafe actions), kondisi tidak aman (unsafe
condition) yang dibantu oleh ahli investigasi kecelakaan kerja agar hasil
penelitian lebih valid dan mengurangi subjektifitas penelitian.
Validasi pada penelitian ini dilakukan karena terdapat perbedaan
struktur di formulir kecelakaan kerja, yaitu pada variabel tindakan tidak
aman (unsafe actions) dan kondisi tidak aman (unsafe conditions). Pada
formulir kecelakaan kerja tahap 1 yang telah terisi oleh pelapor
kecelakaan yakni pihak perusahaan, terdapat perbedaan struktur formulir
laporan kecelakaan kerja dari pihak BPJS Ketenagakerjaan yang berlaku
pada tahun 2014 dengan 2015 dan 2016. Formulir laporan kecelakaan
kerja yang berlaku di tahun 2014 hanya menyediakan kolom uraian
kejadian/kronologi kecelakaan, sedangkan formulir laporan kecelakaan
kerja pada tahun 2015-2016 tersedia dalam bentuk checklist dan kolom
uraian kejadian/kronologi kecelakaan, maka peneliti memiliki cara untuk
76
menganalisis data dari formulir laporan kecelakaan yang tersedia. yaitu
pada form tahun 2014, dengan cara sebagai berikut:
1. Peneliti dibantu oleh ahli di bidang investigasi kecelakaan
pertama-tama membaca kronologis kecelakaan yang terdapat di
kolom kecelakaan kerja atau pada lampiran kronologis secara
lengkap pada laporan kecelakaan kerja,
2. Peneliti bersama ahli di bidang investigasi kecelakaan
mengkategorikan uraian kecelakaan sesuai dengan apa yang
dibaca, misalnya “Pekerja X mengambil objek yang tersangkut
di dalam mesin dengan menggunakan pulpen, saat sampah
diambil dengan pulpen, bagian mesin yang tajam melukai
tangan pekerja X hingga luka sobek dan berdarah”,
3. Peneliti mengkategorikan penyebab kecelakaan berdasarkan
kejadian kecelakaan dalam keterangan uraian kejadian
kecelakaan kerja. Pada kasus diatas, hal tersebut masuk ke
dalam kategori “Menggunakan alat dengan tidak sesuai fungsi”
yaitu pada variabel “Unsafe actions”.
Sedangkan pada formulir laporan kecelakaan yang berlaku pada
tahun 2015-2016 yang telah terisi variabel tindakan tidak aman dan
kondisi tidak aman dapat digambarkan melalui keterangan pada kolom
kronologi kecelakaan (uraian kejadian kecelakaan) dan 8 kategori pada
form checklist di formulir laporan kecelakaan kerja milik BPJSTK, untuk
itu peneliti dibantu oleh ahli investigasi kecelakaan melakukan analisa
dengan mengkategorikan variabel tersebut ke dalam checklist yang telah
77
tersedia yaitu 14 kategori tindakan tidak aman (unsafe actions) yang lebih
lengkap dibandingkan di form laporan kecelakaan kerja. Pada jenis
formulir laporan kecelakaan kerja tahun 2015-2016, peneliti melakukan
pengumpulan data bersama ahli dalam bidang investigasi kecelakaan
dengan cara sebagai berikut:
1. Peneliti dibantu oleh ahli di bidang investigasi kecelakaan
pertama-tama membaca checklist “tindakan bahaya yang
menyebabkan kecelakaan” dan “kondisi yang menimbulkan
bahaya dan memicu kecelakaan” pada poin 5a dan 5b pada
formulir laporan kecelakaan kerja dan membaca kronologis
kecelakaan yang terdapat di kolom kecelakaan kerja, atau
lampiran kronologis secara lengkap pada laporan kecelakaan
kerja.
2. Peneliti bersama ahli di bidang investigasi kecelakaan
mengkategorikan keterangan di formulir pada bagian checklist di
formulir laporan kecelakaan kerja, dan uraian kecelakaan sesuai
dengan apa yang dibaca. Apabila keterangan pada checklist sesuai
dengan uraian kejadian kecelakaan, maka peneliti
mengkategorikannya sesuai dengan apa yang ada di checklist
“tindakan bahaya penyebab kecelakaan” atau “kondisi yang
menimbulkan bahaya dan memicu kecelakaan” pada formulir
laporan kecelakaan kerja.
3. Apabila terdapat perbedaan pada keterangan di checklist formulir
laporan kecelakaan kerja dengan uraian kejadian kecelakaan,
78
maka peneliti dan dengan bantuan ahli di bidang investigasi
kecelakaam memutuskan untuk melakukan pengkategorian
berdasarkan keterangan di laporan kecelakaan kerja, yaitu
berdasarkan pada bagian uraian kejadian kecelakaan/kronologi
kecelakaan.
3. Entry Data
Entry Data merupakan proses memasukan data dari lembar
checklist ke dalam komputer dengan menggunakan bantuan program
komputer. Setelah semua jawaban dari lembar checklist diberi kode,
kemudian dimasukan satu per satu kode pada angka pada setiap
variabel yang terdapat pada lembar checklist.
4. Cleaning
Cleaning yaitu proses pemeriksaan kembali data yang telah di-
entry untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pada data tersebut.
Apabila terdapat kesalahan dalam entry data, maka akan dilakukan
koreksi. Berdasarkan hasil cleaning data laporan kecelakaan kerja
Sudinakertrans tahun 2014-2016, diperoleh presentase sampel yang
dapat dianalisis sebesar 97,92% yaitu sebanyak 940 sampel dari 960
sampel.
5. Tabulasi
Setelah seluruh data yang telah siap diolah telah di entry, dan
diperiksa kembali. Kemudian, ditabulasikan sehingga diperoleh
frekuensi dari masing-masing variabel.
79
4.6 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
univariat. Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi
frekuensi dari setiap variabel yang diteliti, dan kemudian dijelaskan atau
dideskripsikan. Pada penelitian ini penyajian dilakukan dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
4.7 Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk menampilkan data yang sederhana
dan jelas, agar mudah dibaca. Selain itu, penyajian data juga dimaksudkan
agar orang lain mudah memahami data yang ada, untuk kemudian
melakukan penilaian atau perbandingan, dan lain-lain.
80
BAB V
HASIL
Berikut hasil penelitian yang didapat setelah dilakukan penelitian
mengenai kecelakaan kerja melalui data kecelakaan kerja di Suku Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jakarta Timur dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2016.
5.1 Gambaran Pekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016
Berikut ini merupakan data jumlah penduduk yang bekerja
di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016:
Tabel 5. 1 Gambaran Pekerja di Jakarta Timur Berdasarkan Lapangan
Pekerjaan Tahun 2014-2016
No. Lapangan Pekerjaan Utama Tahun
2014 2015 2016
1. Pertanian, perkebunan, kehutanan,
perburuan dan perikanan 38.973.033 37.748.228 37.770.165
2. Pertambangan dan Penggalian 1.436.370 1.320.466 1.476.484
3. Industri 15.254.674 15.255.099 15.540.234
4. Listrik, Gas, dan Air Minum 289.193 288.697 357.207
5. Konstruksi 7.280.086 8.208.086 7.978.567
6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa
Akomodasi 24.829.734 25.686.342 26.689.630
7. Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi 5.113.188 5.106.817 5.608.749
8. Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha
Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3.031.038 3.266.538 3.531.525
9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan
Perorangan 18.420.710 17.938.926 19.459.412
Total 114.628.026 114.819.199 118.411.973
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Timur
81
Berdasarkan Tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa pekerja di Jakarta Timur
memiliki jumlah yang bertambah setiap tahunnya, pada tahun 2014, terdapat
114.628.026 pekerja, meningkat pada tahun 2015 menjadi 114.819.199 pekerja,
dan meningkat tajam pada tahun 2016 menjadi 118.411.973 pekerja.
5.2 Kecelakaan Kerja
Pada penelitian ini, diteliti tren kejadian kecelakaan kerja yaitu
kecelakaan yang terjadi di dalam lokasi kerja yakni dapat dilihat pada
grafik 5.1.
Grafik 5. 1 Tren Kecelakaan Kerja di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Berdasarkan grafik 5.1, dapat dilihat bahwa di Jakarta Timur
tren kejadian kecelakaan kerja meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2014, terdapat 166 kasus kecelakaan kerja, meningkat pada tahun
2015 menjadi 203 kecelakaan kerja dan pada tahun 2016 meningkat
tajam menjadi 571 kasus kecelakaan kerja. Angka kecelakaan kerja
tertinggi berada pada tahun 2016, dan terendah berada pada tahun
2014.
166 203
571
0
100
200
300
400
500
600
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016
Kecelakaan Kerja
82
5.3 Determinan Kecelakan Kerja
Determinan kecelakaan kerja yang diteliti pada penelitian ini
antara lain fakor pekerja (usia, jenis kelamin, dan tindakan tidak
aman), faktor pekerjaan (jenis pekerjaan, jam kecelakaan kerja, dan
jenis industri), dan faktor lingkungan kerja (sumber kecelakaan,
kondisi tidak aman, dan tingkat risiko lingkungan kerja).
5.3.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Pekerja Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, usia pekerja dikategorikan menjadi
dua, yaitu pekerja usia 15-25 tahun dan pekerja usia diatas 25
tahun (ILO, 2007). Menurut International Labour
Organization (2003) pekerja muda dikategorikan antara usia
15 sampai dengan 25 tahun, dan pekerja dewasa
dikaterogorikan ke dalam usia diatas 25 tahun. Berikut ini
adalah distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan usia
pekerja di Jakarta Timur tahun 2014 sampai dengan 2016
yakni dapat dilihat di tabel 5.2 (ILO, 2003)
Tabel 5. 2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Di Jakarta Timur
Tahun 2014-2016
No.
Usia
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. >25 Tahun 86 51,80% 129 63,55% 370 64,80%
2. 15-25 Tahun 80 48,19% 74 36,46% 201 35,20%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
83
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa trend kejadian
kecelakaan pada usia pekerja diatas 25 tahun cenderung
meningkat dari tahun 2014 sampai dengan 2016. Sedangkan
kejadian kecelakaan pada pekerja usia 15-25 tahun mengalami
kecenderungan fluktuatif dari tahun 2014 sampai dengan 2016.
Pada tahun 2014, kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada
pekerja >25 tahun dengan jumlah 86 pekerja. Pada tahun 2015,
kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada pekerja usia >25 tahun
dengan jumlah meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
menjadi 129 pekerja, dan pada tahun 2016 meningkat tajam
menjadi 370 pekerja. Dapat diketahui bahwa kejadian
kecelakaan selama tahun 2014-2016 di Jakarta Timur paling
banyak terjadi pada usia 25 tahun keatas yaitu sebesar 370
kasus kecelakaan kerja pada tahun 2016.
5.3.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini pekerja laki-laki dan perempuan
diteliti untuk mengetahui kecelakaan kerja berdasarkan jenis
kelamin. Berikut ini merupakan distribusi kecelakaan kerja
berdasarkan jenis kelamin di Jakarta Timur tahun 2014-2016
yang dapat dilihat pada tabel 5.3
84
Tabel 5. 3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin Di
Jakata Timur Tahun 2014-2016
No.
Jenis
Kelamin
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Laki-laki 151 90,96% 196 96,55% 557 97,55%
2. Perempuan 15 9,04% 7 3,45% 14 2,45%
Total 166 100% 203 21,6% 571 100%
Hasil pada tabel 5.3 Dapat dilihat bahwa trend kejadian
kecelakaan selama tahun 2014 s.d. 2016 pada pekerja laki-laki
mempunyai kecenderungan naik, dan pada pekerja perempuan
cenderung fluktuatif. Pada tahun 2014, kecelakaan kerja
tertinggi terjadi pada laki-laki dengan jumlah 151 pekerja,
meningkat pada tahun 2015 menjadi 196 pekerja, dan pada
tahun 2016 meningkat menjadi 557 pekerja. Dapat diketahui
bahwa kejadian kecelakaan selama tahun 2014-2016 di Jakarta
Timur paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu
sebesar 557 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2016.
5.3.3 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Tindakan Tidak Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur
Pada penelitian ini, penyebab kecelakaan kerja yaitu
tindakan tidak aman (unsafe act) diteliti untuk mengetahui
distribusi frekuensi tindakan tidak aman pada kecelakaan kerja
berupa penggolongan beberapa contoh tindakan pekerja yang
85
dapat memicu kecelakaan kerja. Namun, terdapat perbedaan
struktur formulir laporan kecelakaan kerja pada variabel unsafe
actions di tahun 2014 dengan tahun 2015-2016, maka hasil
analisis penelitian ini dibuat terpisah, yang disebabkan oleh
perbedaan cara interpretasi pada formulir laporan kecelakaan
tahun 2014 dengan formulir laporan kecelakaan kerja tahun
2015-2016.
Berikut ini merupakan distribusi penyebab kecelakaan
kerja (tindakan tidak aman) di Jakarta Timur tahun 2014, yaitu
dapat di lihat pada tabel 5.4
Tabel 5. 4 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan
Tidak Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur Tahun 2014
No. Tindakan Tidak Aman
Tahun
2014
N %
1. Gagal mengamankan, gangguan
konsentrasi 48 28,9%
2. Gagal menggunakan alat pelindung diri 21 12,7%
3. Pengangkatan tidak sesuai 17 10,2%
4. Posisi saat bekerja tidak aman 14 8,4%
5. Memperbaiki alat ketika beroperasi 10 6,0%
6. Penempatan tidak sesuai 5 3,0%
7. Gagal memperingatkan 4 2,4%
8. Menggunakan alat dengan tidak sesuai
fungsi 4 2,4%
86
No. Tindakan Tidak Aman
Tahun
2014
N %
9. Mengoperasikan alat dengan kecepatan
yang tidak sesuai 4 2,4%
10. Menggunakan alat yang rusak 4 2,4%
11. Mengoperasikan alat tanpa wewenang 4 2,4%
12. Memuat beban tidak sesuai 2 1,20%
13. Membuat alat pengaman tidak beroperasi 2 1,20%
14. Bukan salah satunya 27 16,3%
Total 166 100%
Hasil pada tabel 5.4, dapat diketahui bahwa pada tahun
2014, jumlah kecelakaan tertinggi yang disebabkan oleh
tindakan tidak aman yaitu berupa gagal mengamankan dan
ganguan konsentrasi sebanyak 48 kasus kecelakaan kerja
(28,9%), dan gagal menggunakan alat pelindung diri sebanyak
21 kasus kecelakaan kerja (12,7%), dan pengangkatan yang
tidak sesuai sebanyak 17 kasus kecelakaan kerja (10,2%).
Sedangkan, pada tahun 2015-2016, distribusi penyebab
kecelakaan kerja (tindakan tidak aman) di Jakarta Timur, yaitu
dapat di lihat pada tabel 5.5.
87
Tabel 5. 5 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan
Tidak Aman (Unsafe Act) Di Jakarta Timur Tahun 2015-2016
No. Tindakan Tidak Aman
Tahun
2015 2016
N % N %
1. Posisi saat bekerja tidak aman 34 16,75% 142 24,87%
2. Gagal mengamankan, gangguan
konsentrasi 46 22,66% 113 19,79%
3. Gagal menggunakan alat
pelindung diri 39 19,21% 93 16,29%
4. Penempatan tidak sesuai 7 3.45% 29 5,08%
5. Memperbaiki alat ketika
beroperasi 7 3,45% 14 2,45%
6. Gagal memperingatkan 7 3,45% 21 3,68%
7. Menggunakan alat dengan tidak
sesuai fungsi 3 1,48% 15 2,63%
8. Pengangkatan tidak sesuai 6 2,96% 8 1,40%
9. Memuat beban tidak sesuai 1 0,49% 14 2,45%
10. Mengoperasikan alat dengan
kecepatan yang tidak sesuai 5 2,46% 2 0,35%
11. Menggunakan alat yang rusak 2 0,99% 2 0,35%
12. Mengoperasikan alat tanpa
wewenang 0 0% 3 0,53%
13. Membuat alat pengaman tidak
beroperasi 0 0% 0 0%
88
No. Tindakan Tidak Aman
Tahun
2015 2016
N % N %
14. Bukan salah satunya 46 22,66% 115 20,14%
Total 203 100% 571 100%
Pada Tabel 5.5, dapat dilihat bahwa bahwa trend
penyebab kecelakaan kerja yang mempunyai kecenderungan
meningkat jumlahnya dari tahun 2015-2016 yaitu disebabkan
oleh tindakan tidak aman berupa posisi saat bekerja tidak
aman, gagal mengamankan dan gangguan konsentrasi, gagal
menggunakan alat pelindung diri, penempatan tidak sesuai,
memperbaiki alat ketikak beroperasi, gagal memperingatkan,
menggunakan alat dengan tidak sesuai fungsi, pengangkatan
yang tidak sesuai, memuat beban tidak sesuai, dan
mengoperasikan alat tanpa wewenang. Sedangkan, trend
penyebab kecelakaan kerja yang menurun disebabkan oleh
mengoperasikan alat dengan kecepatan yang tidak sesuai. Pada
penelitian ini dapat dilihat bahwa, penyebab kecelakaan kerja
yang tertinggi berdasarkan tindakan tidak aman antara lain
disebabkan oleh posisi saat bekerja tidak aman yaitu sebanyak
142 kecelakaan kerja (24,87%) yaitu pada tahun 2016.
89
5.3.4 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, jenis pekerjaan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok pekerja kerah biru dan kerah putih
(ANZSCO, 2009). Pekerja kerah biru adalah pekerja yang
melakukan aktivitas kerja menggunakan tangan secara
berulang-ulang, membutuhkan keterampilan fisik dan
ketahanan energi, sedangkan pekerja kerah putih adalah
kebalikan dari pekerja kerah biru antara lain Manajer,
Profesional, Pramuniaga, Pekerja Administrasi, Sales, dan
Pekerja Pelayanan Masyarakat. Sedangkan pekerja kerah biru
adalah Teknisi, Operator Mesin dan Pengemudi, dan Buruh
(ANZSCO, 2009).
Berikut ini merupakan distribusi kecelakaan kerja
berdasarkan jenis pekerjaan di Jakarta Timur tahun 2014-2016
yang terdapat pada tabel 5.6
Tabel 5. 6 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016
No.
Jenis
Pekerjaan
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Kerah Biru 154 92,77% 195 96,06% 555 97,20%
2. Kerah Putih 12 7,22% 8 3,94% 16 2,80%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
90
Hasil pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa trend kejadian
kecelakaan pada pekerja kerah biru mempunyai kecenderungan
naik, dan pada pekerja kerah putih cenderung fluktuatif. Trend
kejadian kecelakaan pada pekerja kerah biru cenderung
meningkat dari tahun 2014 sampai dengan 2016. Pada tahun
2014, kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada kerah biru dengan
jumlah 154 pekerja. Pada tahun 2015, kecelakaan kerja
tertinggi juga terjadi pada pekerja kerah biru dengan jumlah
meningkat menjadi 195 pekerja, dan terus meningkat pada
tahun 2016 menjadi 555 pekerja. Dapat diketahui bahwa
kecelakaan kerja selama di Jakarta Timur paling banyak terjadi
pada pekerja kerah biru yaitu sebanyak 555 pekerja kerah biru
pada tahun 2016.
5.3.5 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan
Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, peneliti membagi jam kejadian
kecelakaan menjadi 4 bagian yaitu pukul pukul 06.01-12.00,
pukul 12.01-18.00, pukul 18.01-24.00 dan pukul 24.01-06.00
(BPJS Ketenagakerjaan, 2015) Berikut ini merupakan
distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jam kecelakaan di
Jakarta Timur tahun 2014-2016 yang terdapat pada tabel 5.7.
(Ketenagakerjaan, 2015)
91
Tabel 5. 7 Distribusi Kcelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan
Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Tahun
No. Jam
Kecelakan 2014 2015 2016
N % N % N %
1. Pukul 06.01-
12.00 51 30,72% 80 39,41% 236 41,33%
2. Pukul 12.01-
18.00 70 4,22% 87 42,86% 201 35,20%
3. Pukul 18.01-
24.00 35 21,08% 26 12,81% 92 16,64%
4. Pukul 24.00-
06.00 10 6,02% 10 4,93% 40 7,00%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
Hasil pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pada tahun
2014 s.d. 2016 trend kejadian kecelakaan pada jam kecelakaan
pukul 06.01-12.00 dan pukul 12.01-18.00 cenderung naik.
Pada tahun 2014, kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada pukul
06.01-12.00 dengan jumlah 51 kasus kecelakaan kerja. Pada
tahun 2015, kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada pukul
12.01-18.00 dengan jumlah 87 kecelakaan kerja. Pada tahun
2016, kecelakaan kerja tertinggi terjadi pada pukul 06.01-12.00
dengan jumlah 236 kasus kecelakan kerja. Kecelakaan kerja
selama tahun 2014 sampai dengan 2016 di Jakarta Timur
paling banyak terjadi pada pukul 06.01-12.00 yaitu sebanyak
236 kasus kecelakaan pada tahun 2016, dan di urutan kedua
92
yaitu pada pukul 12.01-18.00 dengan jumlah yang juga tinggi
yaitu 201 kasus pada tahun 2016.
5.3.6 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri
Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, jenis industri dibagi menjadi
beberapa jenis industri berdasarkan International Standard
Industrial Classification of All Economic Activities (United
Nations Statistic Division, 2017). Berikut ini merupakan
distribusi kecelakaan kerja berdasarkan jenis industri di Jakarta
Timur tahun 2014-2016 yang terdapat pada tabel 5.8.
Tabel 5. 8 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri Di
Jakarta Timur Tahun 2014-2016
No.
Tahun
Jenis Industri 2014 2015 2016
N % N % N %
1. Manufaktur 112 67,47% 167 82,27% 370 64,80%
2. Konstruksi 11 66,26% 22 10,84% 152 26,62%
3. Aktivitas pelayanan
lainnya 1 0,60% 5 2,46% 23 4,03%
4. Kimia 6 3,61% 4 1,97% 9 1,58%
5. Perdagangan grosir
dan eceran 10 6,02% 2 0,76% 1 0,18%
6.
Listrik, gas, uap,
dan pendingin
udara
7 4,22% 0 0% 2 0,35%
7. Transportasi dan
penyimpanan 4 2,40% 1 0,49% 4 0,70%
8. Garmen 4 2,40% 0 0% 2 0,35%
9.
Kegiatan
administrasi dan
Pendukung
0 0% 0 0% 5 0,88%
93
No.
Tahun
Jenis Industri 2014 2015 2016
N % N % N %
10. Seni, hiburan, dan
rekreasi 3 1,81% 1 0,49% 0 0%
11.
Kegiatan pelayanan
makanan dan
minuman
2 1,20% 0 0% 1 0,18%
12. Properti 2 1,20% 0 0% 1 0,18%
13.
Aktivitas kerja
kesehatan dan
sosial manusia
2 1,20% 0 0% 1 0,18%
14.
Kegiatan
profesional, ilmiah
dan teknis
1 0,60% 1 0,49% 0 0%
15.
Persediaan air,
pembuangan
limbah,
pengelolaan limbah
dan kegiatan
remediasi
1 0,60% 0 0% 0 0%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
Hasil pada tabel 5.8 dapat dilihat bahwa trend
kecelakaan kerja yang mempunyai kecenderungan meningkat
jumlahnya dari tahun 2014-2016 adalah terdapat pada industri
manufaktur, konstruksi, kegiatan administrasi dan pendukung,
dan aktivitas pelayanan lainnya. Selain itu, jenis industri
dengan trend kecelakaan kerja yang fluktuatif terdapat pada
industri listrik, gas, uap dan pendingin udara, transportasi dan
penyimpanan, kegiatan pelayanan makanan dan minuman,
properti, aktivitas kerja kesehatan dan sosial manusia, garmen,
dan kimia. Sedangkan, jenis industri dengan trend kecelakaan
yang menurun terdapat pada industri persediaan air,
94
pembuangan limbah, pengelolaan limbah, dan kegiatan
remediasi, perdagangan grosir dan eceran, kegiatan
profesional, ilmiah dan teknis, serta di industri seni, hiburan
dan rekreasi. Dapat diketahui bahwa pada tahun 2014 s.d. 2016
kecelakaan kerja yang tertinggi terjadi pada jenis industri
manufaktur sebanyak 370 kasus kecelakaan dan yang kedua
tertinggi adalah konstruksi sebanyak 152 kasus kecelakaan.
Sedangkan, kecelakaan kerja yang terendah terdapat pada
kegiatan profesional ilmiah dan teknis serta persediaan air,
pembuangan limbah, pengelolaan limbah dan kegiatan
remediasi.
5.3.7 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sumber
Kecelakan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Sumber kecelakaan kerja dalam penelitian ini dibagi
menjadi beberapa kategori yang didalamnya telah termasuk
sumber bahaya berupa faktor fisika, kimia, dan biologi.
Berikut ini merupakan distribusi kecelakaan kerja berdasarkan
sumber kecelakaan di Jakarta Timur tahun 2014-2016 yang
terdapat pada tabel 5.9.
95
Tabel 5. 9 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sumber
Kecelakaan Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
No. Sumber Kecelakaan
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Mesin (Pres, bor,
gergaji, dll) 51 30,72% 64 31,53% 158 27,67%
2. Perkakas pekerjaan
tangan, benda tajam 33 19,88% 44 21,67% 155 27,15%
3. Pengangkut/pengangkat
barang 14 8,43% 21 10,34% 62 10,86%
4. Permukaan lantai di
lingkungan kerja 17 10,24% 9 4,43% 55 9,63%
5. Debu berbahaya 3 1,81% 21 10,34% 36 6,30%
6. Lain-lain 23 13,8% 17 8,37% 17 2,98%
7. Bahan mudah terbakar
dan benda panas 6 3,61% 11 5,42% 31 5,43%
8. Bahan kimia 4 2,40% 11 5,42% 25 4,39%
9. Conveyor 3 1,81% 3 1,48% 13 2,28%
10.
Penggerak mula (turbin,
mesin uap, kincir angin)
dan pompa
4 2,40% 0 0% 8 1,40%
11. Alat transmisi mekanik 5 3,01% 2 0,98% 3 0,52%
12. Peralatan listrik 1 0,60% 0 0% 4 0,70%
13. Lift barang/orang 1 0,60% 0 0% 3 0,52%
14. Pesawat uap 1 0,60% 0 0% 0 0%
15. Gigitan/cakaran/sengatan
binatang 0 0% 0 0% 1 0,18%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
Hasil pada tabel 5.9 dapat dilihat bahwa trend
kecelakaan kerja yang mempunyai kecenderungan meningkat
jumlahnya dari tahun 2014-2016 yaitu disebabkan oleh sumber
kecelakaan kerja berupa mesin (press, bor, gergaji, dll),
pengangkut/pengangkat barang, perkakas pekerjaan tangan,
96
benda tajam, bahan mudah terbakar dan benda panas,
conveyor, debu berbahaya, bahan kimia, dan
gigitan/cakaran/sengatan binatang. Selain itu, trend kecelakaan
kerja yang cenderung mengalami trend fluktuatif disebabkan
oleh sumber berupa penggerak mula (turbin, mesin uap, kincir
angin) dan pompa, lift barang/orang, alat transmisi mekanik,
peralatan listrik, Permukaan lantai di lingkungan kerja.
Sedangkan, trend kecelakaan kerja yang menurun terdapat
yaitu yang disebabkan oleh pesawat uap dan lain-lain.
Dapat diketahui bahwa selama tahun 2014 sampai
dengan 2016, angka kecelakaan tertinggi berdasarkan sumber
kecelakaan yaitu diakibatkan oleh mesin (press, bor, gergaji,
dll) sebanyak 158 kasus kecelakaan pada tahun 2016, perkakas
pekerjaan tangan dan benda tajam sebanyak 155 pada tahun
2016, dan akibat pengangkat/pengangkut sebanyak 62 kasus
kecelakaan pada tahun 2016. Sedangkan yang terendah adalah
disebabkan oleh pesawat uap dan gigitan/cakaran/sengatan
binatang.
5.3.8 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan
Kondisi Tidak Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur
Pada penelitian ini, Penyebab kecelakaan yaitu kondisi
tidak aman (unsafe condition) diteliti untuk mengetahui
distribusi frekuensi kondisi tidak aman pada kecelakaan kerja
berupa penggolongan beberapa contoh kondisi yang dapat
97
memicu kecelakaan kerja. Namun, terdapat perbedaan struktur
formulir laporan kecelakaan kerja pada variabel unsafe
condition di tahun 2014 dengan tahun 2015-2016, maka hasil
analisis penelitian ini dibuat terpisah, yang disebabkan oleh
perbedaan cara interpretasi pada formulir laporan kecelakaan
tahun 2014 dengan formulir laporan kecelakaan kerja tahun
2015-2016.
Berikut ini merupakan distribusi penyebab kecelakaan
kerja (kondisi tidak aman) di Jakarta Timur tahun 2014, yaitu
dapat di lihat pada tabel 5.10
Tabel 5. 10 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi
Tidak Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur Tahun 2014
No. Kondisi Tidak Aman
Tahun
2014
N %
1. Pengaman atau penghalang yang
tidak memadai 41 24,70%
2. Perlengkapan pengaman yang tidak
memadai 16 9,6%
3. Kerapihan yang buruk 14 8,43%
4. Alat, bahan atau perlengkapan yang
rusak 12 7,29%
5. Kondisi lingkungan yang berbahaya
seperti gas, debu, asap uap, fume 9 5,42%
6. Kemacetan atau tindakan yang
dibatasi 2 1,20%
7. Bukan salah satunya 72 43,37%
Total 166 100%
98
Hasil pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa jumlah
kecelakaan tertinggi selama tahun 2014 disebabkan oleh
kondisi tidak aman yaitu berupa kondisi pengaman atau
penghalang yang tidak memadai sebanyak 41 kasus kecelakaan
kerja (24,7%), akibat perlengkapan pengaman yang tidak
memadai sebanyak 16 kasus kecelakaan kerja (9,6%), akibat
kerapihan yang buruk sebanyak 14 kasus kecelakaan kerja
(8,43%), dan alat, bahan atau perlengkapan yang rusak
sebanyak 12 kasus kecelakaan kerja sebanyak 12 kasus
kecelakaan kerja (7,29%) pada tahun 2016.
Sedangkan, berikut ini merupakan distribusi penyebab
kecelakaan kerja (kondisi tidak aman) di Jakarta Timur tahun
2015-2016, yaitu dapat di lihat pada tabel 5.11
Tabel 5. 11 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi
Tidak Aman (Unsafe Condition) Di Jakarta Timur Tahun 2015-2016
No. Kondisi Tidak Aman
Tahun
2015 2016
N % N %
1. Pengaman atau penghalang yang tidak
memadai 40 19,70% 74 12,95%
2. Kerapihan yang buruk 17 8,37% 54 9,46%
3. Kondisi lingkungan yang berbahaya
seperti gas, debu, asap uap, fume 11 5,42% 52 9,11%
4. Perlengkapan pengaman yang tidak
memadai 8 3,94% 37 6,48%
5. Alat, bahan atau perlengkapan yang rusak 21 10,34% 34 5,95%
99
No. Kondisi Tidak Aman
Tahun
2015 2016
N % N %
6. Kemacetan atau tindakan yang dibatasi 4 1,97% 3 0,53%
7. Paparan kebisingan 1 0,49% 3 0,52%
8. Bukan salah satunya 101 49,75% 313 54,82%
Total 203 100% 571 100%
Pada Tabel 5.11, dapat dilihat bahwa bahwa trend
penyebab kecelakaan kerja yang mempunyai kecenderungan
meningkat jumlahnya dari tahun 2015-2016 yaitu disebabkan
oleh kondisi tidak aman berupa pengaman atau penghalang
yang tidak memadai, kerapihan yang buruk,kondisi lingkungan
yang berbahaya seperti gas, debu, asap uap, fume,
perlengkapan pengaman yang tidak memadai, alat, bahan atau
perlengkapan yang rusak, dan paparan kebisingan. Kemudian,
untuk penyebab kecelakaan tertinggi berdasarkan kondisi tidak
aman, ditempati oleh kondisi berupa pengaman atau
penghalang yang tidak memadai sebanyak 74 kasus kecelakaan
(12,95%), dan kerapihan yang buruk sebanyak 54 (9,46%)
yaitu terjadi pada tahun 2016.
5.3.9 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Tingkat risiko lingkungan kerja pada penelitian ini
dibagi menjadi 5 kelompok tingkat risiko lingkungan kerja
100
sesuai dengan PP No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Program JKK, dengan pengelompokan jenis industri
berdasarkan International Standard Industrial Classification of
All Economic Activities (ISIC), pembagian jenis industri pada
tiap kategorinya. Distribusi frekuensi tingkat risiko lingkungan
kerja di wilayah Jakarta Timur tahun 2014-2016 dapat dilihat
pada tabel 5.12.
Tabel 5. 12 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Tahun
No.
Tingkat Risiko
Lingkungan
Kerja
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Sedang 122 73,49% 171 84,24% 381 66,73%
2. Sangat Tinggi 11 6,63% 22 10,84% 152 26,62%
3. Rendah 5 3,0% 1 0,49% 1 0,18%
4. Tinggi 12 7,23% 1 0,49% 6 1,05%
5. Sangat Rendah 16 9,6% 8 3,94% 31 5,43%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
Hasil pada tabel 5.12 dapat dilihat bahwa trend
kecelakaan kerja berdasarkan tingkat risiko lingkungan kerja
sedang, dan sangat tinggi memiliki kecenderungan meningkat.
Sedangkan, tingkat risiko lingkungan kerja sangat rendah dan
101
tinggi memiliki kecenderungan trend fluktuatif. Lain halnya
pada industri dengan tingkat risiko lingkungan kerja rendah,
kelompok tersebut memiliki kecenderungan yang menurun dari
tahun 2014 sampai dengan 2016. Dapat diketahui bahwa angka
kecelakaan tertinggi berdasarkan tingkat risiko lingkungan
kerja sedang yaitu pada kelompok industri dengan tingkat
risiko sedang yaitu sebesar 381 kecelakaan kerja pada tahun
2016.
5.4 Hasil Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
mengenai gambaran dari corak kecelakaan, bagian fisik yang cidera
dan sifat luka atau kelainan.
5.4.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak
Kecelakaan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, corak kecelakaan kerja diteliti untuk
mengetahui trend dan frekuensi corak kecelakaan pada
kecelakaan kerja berupa kontak energi yang diterima pekerja
pada saat kecelakan. Berikut ini merupakan distribusi corak
kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014 sampai dengan
2016, yaitu dapat di lihat pada tabel 5.13.
102
Tabel 5. 13 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak Kecelakaan
Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-2016
No. Corak
Kecelakaan
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Terbentur,
tertusuk, tersayat 88 53,01% 92 45,32% 227 39,75%
2. Terjepit 40 26,50% 45 22,17% 139 24,34%
3. Terpapar 17 10,24% 41 20,20% 93 16,29%
4.
Jatuh dari
ketinggian yang
sama
11 6,63% 9 4,43% 29 5,08%
5. Jatuh dari
ketinggian berbeda 9 5,42% 4 1,97% 32 5,60%
6. Keracunan 0 0% 0 0% 27 4,73%
7. Terpukul 1 0,60% 9 4,43% 13 2,28%
8. Lain-lain 0 0% 3 1,48% 8 1,40%
9. Tersentuh arus
listrik 0 0% 0 0% 3 0,52%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
Hasil pada tabel 5.13 dapat dilihat bahwa trend
kecelakaan kerja yang meningkat yaitu dengan corak
kecelakan terbentur, tertusuk, tersayat, terpukul, terjepit. Pada
corak kecelakaan yang cenderung menurun jumlahnya yaitu
pada corak jatuh dari ketinggian yang sama, jatuh dari
ketinggian berbeda, keracunan, tersentuh arus listrik, terpapar,
dan lain-lain.
Dapat diketahui bahwa jumlah kecelakaan tertinggi
berdasarkan corak kecelakaan yaitu pada kasus terbentur,
103
tertusuk, tersayat sebanyak 227, dan terjepit sebanyak 139
pada tahun 2016. Serta yang terendah adalah corak kecelakaan
tersentuh arus listrik.
5.4.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik
yang Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja Di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, bagian fisik yang cidera diteliti
untuk mengetahui trend dan frekuensi bagaian fisik mana saja
yang mengalami kontak atau pengaruh pada saat kecelakaan
kerja. Berikut ini merupakan distribusi bagian fisik yang
cidera pada korban kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun
2014 sampai dengan 2016, yaitu apat di lihat pada tabel 5.14.
Tabel 5. 14 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja Di Jakarta Timur Tahun 2014-
2016
No. Bagian Fisik yang Cidera Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Telapak/jari tangan 79 47,60% 88 43,35% 222 38,88%
2. Kepala/wajah 19 11,45% 17 8,37% 64 11,21%
3. Mata 6 3,61% 31 15,27% 62 10,86%
4. Tungkai atas atau lengan 20 12,05% 15 7,39% 50 8,76%
5. Tungkai bawah 16 9,64% 18 8,87% 47 82,23%
6. Telapak/jari kaki 12 7,23% 12 5,91% 53 9,29%
7. Organ tubuh bagian dalam 3 1,80% 0 0% 41 7,18%
8. Di banyak bagian tubuh 8 4,82% 18 8,87% 16 2,80%
9. Badan 2 1,20% 4 1,97% 13 2,28%
10. Telinga 1 0,60% 0 0% 3 0,52%
Total 166 100% 203 100% 571 100%
104
Hasil pada tabel 5.14 dapat dilihat bahwa trend kecelakaan
yang meningkat berdasarkan bagian fisik yang cidera adalah
pada bagian kepala/wajah, mata, badan, telapak/jari tangan,
tungkai bawah, telapak/jari kaki. Sedangkan pada bagian fisik
yang mengalami cidera bagian telinga, organ tubuh bagian
dalam, tungkai atas/lengan, dan banyak bagian tubuh lainnya
memiliki kecenderungan fluktuatif. Dari hasil tersebut
menunjukan bahwa jumlah kecelakaan tertinggi berdasarkan
bagian fisik yang cidera yaitu pada bagaian tubuh telapak/ jari
tangan sebanyak 222 pekerja, kepala/wajah sebanyak 64
pekerja, dan mata sebanyak 62 orang pada tahun 2016.
5.4.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat
Luka/Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja di Jakarta
Timur Tahun 2014-2016
Pada penelitian ini, untuk mengetahui gambaran
kecelakaan, diteliti sifat luka/kelainan pada korban
kecelakaan. Berikut ini merupakan distribusi sifat
luka/kelainan pada korban kecelakaan di Jakarta Timur tahun
2014-2016, dapat dilihat pada tabel 5.15.
105
Tabel 5. 15 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat
Luka/Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja di Jakarta Timur Tahun
2014-2016
No.
Sifat
Luka/Kelainan
Tahun
2014 2015 2016
N % N % N %
1. Luka sobek di permukaan 83 50% 111 54,68% 293 51,31%
2. Memar dan luka dalam yang lain 28 16,87% 25 12,31% 75 13,13%
3. Luka iritasi/bengkak dan lainnya
di bagian mata
10 6,02% 30 14,77% 57 10%
4. Patah tulang 14 8,43% 9 4,43% 30 5,25%
5. Luka bakar 11 6,63% 14 6,90% 28 4,90%
6. Amputasi 8 4,82% 3 1,48% 18 3,15%
7. Keracunan mendadak 0 0% 0 0% 27 4,74%
8. Lain-lain 1 0,60% 3 1,48% 19 3,33%
9. Gegar dan remuk 3 1,81% 3 1,48% 8 1,40%
10. Dislokasi/keseleo 2 1,20% 1 0,50% 7 1,23%
11. Luka-luka yang banyak dan
berlainan sifatnya
3 1,81% 3 1,48% 4 0,70%
12. Regang otot/urat 1 0,60% 1 0,50% 3 0,53%
13. Mati lemas 2 1,20% 0 0% 1 0,18%
14. Pengaruh arus listrik 0 0% 0 0% 1 0,18%
Total 16
6
100% 203 100% 571 100%
Berdasarkan hasil pada tabel 5.15, dapat dilihat bahwa
trend kecelakaan kerja berdasarkan sifat luka yang dialami
korban kecelakaan kerja yang memiliki kecenderungan
meningkat yaitu regang otot/urat, luka sobek di permukaan,
luka iritasi/bengkak dan lainnya di bagian mata, gegar dan
remuk, luka bakar, keracunan mendadak, pengaruh arus listrik,
luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya, dan lain-lain.
Sedangkan untuk trend kecelakaan berdasarkan sifat
luka/kelainan yang dialami korban kecelakaan yang
mengalami kecenderungan fluktuatif antara lain patah tulang,
106
dislokasi/keseleo, memar dan luka, dan mati lemas. Dari hasil
diatas, menunjukan bahwa jumlah kecelakaan tertinggi
berdasarkan sifat luka/kelainan yang diderita korban
kecelakaan yaitu luka sobek di permukaan 293 pekerja, memar
dan luka dalam yang lain sebanyak 75 pekerja, dan luka
iritasi/bengkak dan lainnya dibagian mata sebanyak 57 orang
pada tahun 2016.
107
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa
keterbatasan antara lain:
1. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari
formulir laporan kecelakaan kerja yang menyebabkan
terbatasnya informasi, dan harus menyesuaikan dengan data
yang ada.
2. Penyebab dasar kecelakaan kerja tidak diteliti karena peneliti
hanya bisa mengobservasi penyebab langsung kecelakaan yaitu
berdasarkan kronologis dan lembar checklist pada formulir
laporan kecelakaan kerja dan intrepretasi dibantu oleh expert/
orang yang berpengalaman dalam kegiatan investigasi
kecelakaan.
3. Terdapat perbedaan pada struktur formulir kecelakaan kerja
pada tahun 2014 dengan tahun 2015 dan 2016 karena
perubahan kebijakan pemerintah (PP No. 44 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
dan Jaminan Kematian) sehingga peneliti harus menyesuaikan
variabel yang tersedia di formulir agar formulir laporan
kecelakaan kerja dapat diteliti, dan peneliti memisahkan hasil
analisa data tahun 2014 dengan data tahun 2015 dan 2016
108
4. yaitu pada data di variabel pada formulir laporan kecelakaan
kerja yang berbeda cara interpretasinya.
6.2 Kecelakaan Kerja
Pada penelitian ini ditemukan bahwa di Jakarta Timur trend
kejadian kecelakaan kerja meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014,
terdapat 166 kasus kecelakaan kerja, meningkat pada tahun 2015 menjadi
203 kecelakaan kerja dan pada tahun 2016 meningkat tajam menjadi 571
kasus kecelakaan kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota
Jakarta Timur (2016) jumlah pekerja berdasarkan lapangan pekerjaan di
Jakarta Timur, angkanya terus bertambah, yaitu pada tahun 2014 terdapat
114.628.026 pekerja, bertambah pada tahun 2015 menjadi 114.819.199
pekerja, dan meningkat tajam pada tahun 2016 menjadi 118.411.973
pekerja. Seiring bertambahanya jumlah pekerja di Jakarta Timur pada
tahun 2014 sampai dengan 2016, kecelakaan kerja pun dapat bertambah
jumlahnya. Angka kecelakaan di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016
didominasi oleh pekerja laki-laki sebanyak 557 kasus, pekerja dengan usia
diatas 25 tahun dengan jumlah tertinggi 370 kasus, dan terjadi paling
banyak pada kelompok kerja kerah biru dengan jumlah 555 pekerja kerah
biru, dan banyak terjadi di industri manufaktur sebanyak 370 kecelakaan
kerja. Berdasarkan karakteristik yang ditemukan tersebut, dapat diketahui
bahwa industri manufaktur dengan ciri mempekerjakan laki-laki memiliki
jumlah yang tinggi dalam menyumbang angka kecelakaan kerja di Jakarta
Timur.
109
Meningkatnya jumlah pelaporan kecelakaan kerja selama tahun
2014-2016 dapat dikarenakan pada tahun 2015 terdapat sosialisasi yang
dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Tenaga Kerja
(BPJSTK) yaitu mengenai perubahan peraturan wajib lapor kecelakaan
kerja agar peserta Jaminan Kecelakaan Kerja wajib melampirkan laporan
kecelakaan kerja jika terjadi kecelakan kerja untuk mendapatkan klaim
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), yaitu berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 44 Tahun 2015 tentang Program Jaminan Kecelakaan dan Jaminan
Kematian yang semula adalah PP No. 14 Tahun 1993 yang tidak berlaku
lagi. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah pelaporan yang ada dari
tahun 2014 sampai dengan 2016, dimana berubahan mulai
diberlakukannya jangka waktu tertentu terkait kadaluarsa klaim terhitung
sejak terjadi kecelakaan kerja, yang semula tidak diberlakukan di PP No.
14 tahun 1993, sehingga pelaporan kecelakan kerja meningkat seiring
diberlakukannya kebijakan waktu kadaluarsa klaim tersebut.
6.3 Determinan Kecelakaan Kerja
Determinan Kecelakaan Kerja dalam penelitian ini terdiri dari
fakor pekerja (usia, jenis kelamin, dan tindakan tidak aman), faktor
pekerjaan (jenis pekerjaan, jam kecelakaan kerja, dan jenis industri), dan
faktor lingkungan kerja (sumber kecelakaan dan kondisi tidak aman). Pada
bagian ini, peneliti akan membahas lebih dalam mengenai hasil penelitian
mengenai kecelakaan kerja di Jakarta Timur tahun 2014 sampai dengan
2016, sebagai berikut:
110
6.3.1 Faktor Pekerja
Faktor pekerja yang diteliti dalam penelitian ini yaitu faktor
usia, jenis kelamin, dan tindakan tidak aman. Berdasarkan hasil
penelitian, kecelakaan kerja tertinggi di Jakarta Timur berdasarkan
data kecelakaan kerja banyak dialami oleh pekerja berusia diatas 25
tahun, pekerja laki-laki, dan tindakan tidak aman berupa gagal
mengamankan dan gangguan konsentrasi.
6.3.1.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Usia Pekerja
International Labour Organization (2003) dalam bukunya
yang berjudul Key Indicators of The Labour Market menyebutkan
bahwa pekerja muda dikelompokan pada usia 15-25 tahun, dan
pekerja dewasa/tua dikategorikan ke dalam usia diatas 25 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa jumlah kecelakan
kerja di tempat kerja pada pekerja usia >25 tahun lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja usia 15-25 tahun. Di Jakarta Timur,
kasus kecelakan kerja yang tertinggi terjadi pada pekerja yang
berusia diatas 25 tahun berjumlah 370 pekerja yaitu pada tahun
2016. Menurut Sriwahyudi, dkk (2014) usia berbanding lurus
dengan kapasistas kerja dan usia 25 tahun dianggap sebagai usia
puncak, sedangkan usia 25-60 tahun terdapat penurunan fisik,
sebesar 25% untuk kekuatan otot, dan 60% untuk kemampuan
sensoris dan motoris. Menurut Sudibyo (2012), Pekerja yang
berusia 30-35 tahun memiliki persentase terbesar pada setiap jenis
kecelakaan yang ada, hal ini terjadi dimungkinkan karena golongan
111
usia antara 30-35 tahun merasa telah memiliki pengalaman
kerjanya cukup lama, sehingga mereka terkadang melupakan
standar operasional (SOP) dan menganggap remeh terhadap hal-hal
yang kecil, sikap kurang hati-hati dan kurang mengutamakan
keselamatan dalam bekerja berdampak terhadap semakin besarnya
risiko kecelakaan yang mungkin terjadi. Sama halnya dengan
penelitian di Amerika tahun 2005, jumlah kecelakaan kerja yang
mengakibatkan pekerja yang lebih tua (usia >25 tahun) menderita
cidera dan meninggal di tempat kerja lebih tinggi dibandingkan
pekerja yang lebih muda (Elizabeth Rogers, 2005). Pekerja yang
lebih tua lebih banyak menderita kecelakaan berupa kondisi patah
tulang dan banyak cidera lainnya dibandingkan dengan pekerja
muda (Elizabeth Rogers, 2005). (Dalimunthe, 2012 ; Hartono Muljadi, 2004 ; Sr iwahyudi, 2014. ) (Sudibyo, 2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Bureau of Labour Statistics
menyebutkan hal yang berbeda dibandingkan penelitian ini,
penelitian tersebut menyatakan bahwa pekerja muda (<25 tahun)
lebih banyak mengalami kecelakaan kerja (N. Root, 1981). Hasil
penelitian Safe Work Australia menunjukkan bahwa pekerja muda,
yaitu yang berusia dibawah 25 tahun, lebih banyak mengalami
kecelakaan kerja dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua yang
berusia 25 tahun keatas (Safe Work Australia, 2013). Menurut Root
(1981), yang menyebabkan jumlah kecelakaan pekerja tua/dewasa
yang berusia diatas 25 tahun terbilang lebih rendah angka
kecelakaan kerjanya dibandingkan pekerja muda dikarenakan
112
pekerja yang lebih tua lebih berpengalaman, lebih matang, dan
memiliki kesadaran terhadap bahaya di tempat kerja, namun angka
kecelakaan kerja pada pekerja tua juga dapat lebih tinggi
dikarenakan kesembronoan atau kecerobohan, melakukan
pelanggaran, refleks yang menurun, kemampuan pendengaran dan
pengelihatan yang menurun. Di sisi lain, pekerja yang masih muda
(<25 tahun) tinggi jumlah kecelakaannya karena kecerobohan,
belum berpengalaman terhadap bahaya kecelakaan, dan
mengerjakan pekerjaan yang berbahaya; sebaliknya, pekerja muda
lebih rendah angka kecelakaannya, dikarenakan refleks yang baik,
dan lebih sedikit terpapar pekerjaan yang berbahaya (Root, 1981).
6.3.1.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Timur
pada tahun 2014 jumlah pekerja berumur 15 tahun keatas yang
bekerja menurut jenis kelamin yaitu jumlah pekerja laki-laki lebih
banyak dibandingkan pekerja perempuan, dengan jumlah pekerja
laki-laki sebanyak 2.940.596 pekerja (63,45%) dan pekerja
perempuan sebanyak 1.693.773 pekerja (36,54%) (BPS, 2014).
Pada hasil penelitian ini, menunjukan bahwa pekerja laki-laki lebih
banyak mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan pekerja
perempuan. Di Jakarta Timur, kejadian kecelakaan selama tahun
2014-2016 paling banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki yaitu
sebesar 557 pada tahun 2016. Sama halnya dengan salah satu
penelitian di Pulo Gadung, Jakarta Timur (2007) menyebutkan
113
bahwa jumlah kecelakaan kerja pada pekerja laki-laki lebih tinggi
dibandingkan pada pekerja perempuan, yaitu 647 pekerja laki-laki
dan 303 pekerja perempuan mengalami kecelakaan kerja.
Menurut Mary Stergiou et al (2015), jumlah pekerja laki-
laki yang bekerja di industri yang berisiko tinggi lebih banyak
daripada perempuan, seperti industri konstruksi, pertambangan,
pemadam kebakaran, militer, pertanian, perikanan dan pekerjaan
berisiko tinggi lainnya (Arcury, 2014; Breslin, 2003 ; Desmond,
2006; Ibanez, 2011 ; Lawson, 2010; Messing, 2003; Phakathi,
2013; Power, 2010; Stergiou, 2015). Hoskins (2005) menyatakan
pekerja laki-laki lebih banyak mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan perempuan, karena secara umum pekerja perempuan
tidak bekerja dengan profesi yang secara konsisten berisiko
menimbulkan cedera. Selain itu, pekerja laki-laki dan perempuan
memiliki perbeedaan jenis cedera, yaitu pekerja laki-laki cenderung
terpapar oleh bahaya dan cidera trauma sedangkan perempuan lebih
terpapar pada bahaya ergonomi seperti cidera muskuloskeletal.
Selain itu, pekerja laki-laki yang bekerja pada pekerjaan berisiko
tinggi lebih banyak mengalami paparan risiko fisik yang berkaitan
dengan mekanikal, elekrikal, dan bahan-bahan kimia (Ely, 2010;
Safe Work Australia., 2013). (Hoskins, 2005). ( Stergiou, 2015)
Lebih banyaknya jumlah pekerja laki-laki yang mengalami
kecelakaan kerja, maka dari itu penting bagi pengelola perusahaan
untuk memberikan perhatian yang lebih terkait keselamatan kerja
114
terhadap pekerja laki-laki, terutama pada pekerjaan yang berisiko
tinggi dengan memberikan pelatihan dan sertifikasi sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukan pekerja agar angka kecelakaan kerja
pada pekerja laki-laki dapat ditekan sehingga tidak bertambah
jumlahnya.
6.3.1.3 Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh Tindakan
Tidak Aman (Unsafe Actions)
Penelitian Heinrich (1959) menyebutkan bahwa 85%
kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak aman. Blackmon dan
Gramopadhye (1995) menyatakan 98% kecelakaan disebabkan
oleh unsafe behavior atau perilaku tidak aman. Menurut Health
and Safety Executive (2002) mengungkapkan bahwa 80-90%
kecelakaan dan insiden di tempat kerja disebabkan oleh perilaku
tidak aman.
Sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan
cara analisis/ interpretasi hasil penelitian pada variabel usafe acts
di tahun 2014 dengan tahun 2015 dan 2016 dikarenakan terdapat
perbedaan struktur formulir kecelakaan kerja akibat pergantian
kebijakan (PP No. 44 Tahun 2015), maka penyebab kecelakaan
kerja di Jakarta Timur dapat disebabkan oleh tindakan tidak aman,
yaitu terbagi menjadi tahun 2014 dengan tahun 2015 dan 2016,
antara lain:
115
A. Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Tindakan Tidak Aman (Unsafe Actions) Di Jakarta
Timur Tahun 2014
Menurut James T. Reason (2008), tindakan tidak
aman timbul karena dari gagalnya proses mental, seperti
lupa, tidak perhatian, gangguan konsentrasi, kurangnya
pengetahuan, kurangnya keahlian dan pengalaman, serta
kesalahan berupa kelalaian ataupun bahkan kecerobohan.
Pada tahun 2014, jumlah kecelakaan tertinggi yang
disebabkan oleh perilaku tidak aman di Jakarta Timur yaitu
berupa gagal mengamankan dan ganguan konsentrasi
sebanyak 48 kasus kecelakaan kerja (28,9%), dan gagal
menggunakan alat pelindung diri sebanyak 21 kasus
kecelakaan kerja (12,7%), dan pengangkatan yang tidak
sesuai sebanyak 17 kasus kecelakaan kerja (10,2%).
Tingginya penyebab gangguan konsentrasi pekerja dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, anatara lain istirahat yang
kurang, kebisingan, ventilasi di tempat kerja yang kurang
sesuai, kondisi psikologis pekerja, dan lain sebagainya (ILO,
2013b). (James Reason, 2008) (Blac kmon, 1995; Health and Safety Executive, 2002)
Menurut Petersen, solusi untuk memecahkan
perbaikan perilaku manusia di masa yang akan datang dapat
diterapkan dengan Beaviour-based Safety atau yang biasa
disebut dengan BBS (Petersen, 2001). BBS adalah penerapan
116
program secara sistematis, yaitu berasal dari penelitian
psikologi pada perilaku manusia untuk masalah keselamatan,
dan juga merupakan proses yang membantu pekerja
mengidentifikasi dan memilih perilaku selamat dibandingkan
perilaku tidak selamat (Cooper, 1994).
B. Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Tindakan Tidak Aman (Unsafe Actions) Di Jakarta
Timur Tahun 2015-2016
Pada penelitian ini, selama tahun 2015 dan 2016,
penyebab kecelakaan kerja yang tertinggi berdasarkan
tindakan tidak aman antara lain disebabkan oleh posisi saat
bekerja tidak aman yaitu sebanyak 142 kecelakaan kerja
(24,87%) yaitu terjadi pada tahun 2016. Posisi bekerja yang
tidak aman dapat dikarenakan pekerja tidak memperhatikan
beberapa aspek saat bekerja, misalnya tidak memperhatikan
objek dan bahaya di lingkungan kerja saat bekerja, jarak yang
tidak aman seperti terlalu jauh atau terlalu dekat dengan
objek yang ia kejakan, buruknya tata letak ruangan saat
bekerja, berdiri pada permukaan lantai yang licin maupun
tidak rata, dan lain sebagainya (CCOHS, 2016b).
Salah satu pencegahan kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh posisi tidak aman yaitu dengan
menggunakan beberapa prinsip, seperti contohnya penerapan
program Behavior Based Safety (BBS), salah satunya adalah
117
program STOP dari DuPont yaitu dengan siklus kegiatan
berupa kegiatan memutuskan untuk berhenti dan mengamati
perilaku tidak aman pekerja yang lain, melakukan tindakan
berupa berbicara kepada pekerja dan memberitahukan jika
pekerja berada pada posisi yang tidak aman dan melakukan
pekerjaan secara tidak aman, serta melaporkan pekerja yang
bekerja dengan tidak aman atau yang dikenal dengan siklus
Decide-Stop-Observe-Act-Report. Prinsip dasar dari program
ini adalah semua kecelakaan kerja dapat dicegah, yang
menitikberatkan pada kegiatan sehari-hari berupa melatih
pekerja agar mencegah kecelakaan dengan mengamati
pekerja pada saat mereka sedang bekerja, berbicara dengan
pekerja dengan tujuan mengoreksi perilaku tidak aman
pekerja, dan mendorong mereka untuk bekerja dengan
selamat (Petroleum Development Oman, 2010).
6.3.2 Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu jenis
pekerjaan, jam kecelakaan, dan jenis industri. Pada jenis pekerjaan,
kecelakaan kerja tertinggi dialami oleh pekerja kerah biru. Kejadian
kecelakaan kerja paling sering terjadi yaitu pada pukul 06.01-12.00.
Sedangkan, jenis industri yang paling tinggi kecelakaan kerjanya yaitu
pada industri manufakatur dan konstruksi. Pembahasan terkait
gambaran hasil pada faktor pekerjaan dalam kejadian kecelakaan kerja
118
di Jakarta Timur tahun 2014 sampai dengan 2016 adalah sebagai
berikut:
6.3.2.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan pada penelitian ini diklasifikasikan
berdasarkan dua jenis yaitu pekerjaan kerah biru dan kerah putih.
Pekerja kerah biru adalah pekerja yang melakukan aktivitas kerja
menggunakan tangan secara berulang-ulang, membutuhkan
keterampilan fisik dan ketahanan energi, sedangkan pekerja kerah
putih adalah kebalikan dari pekerja kerah biru antara lain
Manajer, Profesional, Pramuniaga, Pekerja Administrasi, Sales,
dan Pekerja Pelayanan Masyarakat. Sedangkan pekerja kerah biru
adalah Teknisi, Operator Mesin dan Pengemudi, dan Buruh
(ANZSCO, 2009).
Pada penelitian ini, kecelakaan kerja di Jakarta Timur
paling banyak terjadi pada pekerja kerah biru yaitu sebanyak 555
pekerja kerah biru pada tahun 2016. Sama halnya dengan
penelitian mengenai tingkat cedera yang berhubungan dengan
pekerjaan di Korea, pekerja kerah biru memiliki 3,47 kasus lebih
tinggi per 100 orang-tahun daripada pekerja kerah putih (Won,
2007). Dalam penelitian ini pekerja kerah biru lebih berisiko
mengalami kecelakaan kerja disebabkan karena pekerja kerah biru
lebih banyak berhubungan langsung dengan mesin, perkakas
pekerjaan tangan, bahan kimia berbahaya dan material berbahaya
lainnya dibandingkan dengan pekerja kerah putih. Namun,
119
Menurut data yang ada pada sebuah perusahaan minyak di
Indonesia, dari hasil evaluasi di lapangan membuktikan dari
kecelakaan yang terjadi, sebesar 30% adalah kontribusi pekerja
lapangan (pekerja kerah biru) sementara 70% disumbang oleh
pekerja kerah putih, atau mereka yang melakukan planning dan
me-manage pekerjaan ini. Hal tersebut menunjukan bahwa
kecelakaan yang terjadi pada kerah biru dapat disebabkan oleh
perencanaan yang kurang matang, ataupun kesalahan oleh kerah
putih (Suherlan, 2011).
Tingginya jumlah kecelakaan pada kerah biru menunjukan
bahwa pentingnya perusahaan melakukan evaluasi mengenai
kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja kerah biru. Pelatihan
yang tepat dan pengenalan bahaya kepada pekerja kerah biru
perlu dilakukan agar pekerja kerah biru memiliki pengetahuan
dan kesadaran yang baik mengenai risiko yang dapat terjadi pada
pekerjaan yang dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan kerja.
Kemudian, dapat juga dilakukan pendekatan pada sistem
manajemen (management systems) yang domainnya adalah
menerapkan prosedur, melakukan training, menerapkan sistem
keselamatan dalam bekerja, behavior based safety, project
planning, maintenance, safe work practices, sistem izin kerja,
manajemen terhadap perubahan, kesiapsiagaan dan tanggap
darurat, dan aspek-aspek lainnya dari safety culture (OGP, 2005).
120
6.3.2.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jam Kecelakaan
BPJS Ketenagakerjaan (2015) membagi waktu kecelakaan
kerja menjadi: waktu pagi yaitu sejak pukul 00.01-06.00, waktu
siang pukul 06.01-12.00, waktu sore 12.01-18.00, dan waktu
malam 18.01-24.00. Berdasarkan hasil penelitian ini, Kecelakaan
kerja selama tahun 2014 sampai dengan 2016 di Jakarta Timur
paling banyak terjadi pada pukul 06.01-12.00 yaitu sebanyak 236
kasus kecelakaan pada tahun 2016, dan di urutan kedua yaitu pada
pukul 12.01-18.00 dengan jumlah yang juga tinggi yaitu 201 kasus
pada tahun 2016 Hal ini sejalan dengan laporan tahunan BPJS
Ketenagakerjaan (2015) kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun
2014 paling banyak terjadi pada jam 06.01-12.00.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, No. Kep. 102/MEN/VI/2004 ketentuan jam kerja
shift telah diatur dalam 2 sistem, yaitu: 1) 7 jam kerja dalam 1 hari
atau 40 jam kerja dalam 1 minggu; atau 2) 8 jam kerja dalam 1 hari
atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu. Sedangkan, untuk karakteristik dari pekerjaan shift kerja
mempunyai dua macam bentuk, yaitu shift berputar (rotation) dan
shift (permanent). Karakteristik shift pada berbagai macam industri
menerapkan beberapa kriteria yang dijadikan dasar pertimbangan
shift kerja, yaitu, setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua
shift, seorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari
berturut-turut (seharusnya 5 hari kerja, 2 hari libur), dan terdapat
121
libur setidaknya 2 hari dalam sehari, rotasi shift mengikuti
matahari.
Beberapa penelitian menemukan bahwa pekerja yang
bekerja pada shift pagi atau memulai pekerjaannya sebelum pukul
7 pagi cenderung mempunyai waktu tidur yang lebih pendek pada
malam harinya, dan lebih merasakan kantuk selama bekerja (M. K.
Sallinen, G. , 2010). Bahkan, terdapat 4 kecelakaan terbesar pusat
listrik tenaga nuklir di Amerika yang disebabkan oleh faktor
manusia pada waktu permulaan shift pagi, sebagian besar
disebabkan oleh kelelahan dan ganguan tidur (Harrison Y., 2000).
Pada penelitian ini ditemukan tingginya angka kecelakaan
pada pukul 12.01-18.00 yang dapat terjadi karena faktor kelelahan,
yaitu sejalan dengan pernyataan di penelitian Folkard dan Tucker
(2003), bahwa risiko kecelakaan kerja meningkat setelah empat
setengah sampai lima jam memulai pekerjaan dan dua jam setelah
pekerja beristirahat karena pekerja mengalami kelelahan. Salah satu
faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
manusia adalah stres dan kelelahan (fatigue). Kelelahan kerja
memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja
(Setyawati, 2007). Kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik
ataupun tekanan mental. Salah satu penyebab fatigue adalah
ganguan tidur (sleep distruption) yang antara lain dapat
dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan pada
122
circadian rhythm yang dapat diakibatkan oleh shift kerja (Wicken,
et al, 2004).
Pada sebagian besar penelitian terhadap pekerja yang
bekerja dimalam hari, mengungkapkan bahwa kurangnya jam tidur
sejalan dengan meningkatnya kelelahan, mengantuk dan
meningkatnya risiko kecelakaan (M. Sallinen, Kecklund, G., 2010).
Bagi pekerja yang bekerja di malam hari, untuk mengurangi tingkat
kesalahan, Berger dan Hobbs (2006), menyarankan untuk
melakukan tidur siang pada pekerja shift malam, dan
menghilangkan kerja lembur hingga lebih dari 12 jam dan
mengerjakan tugas sebelum jam 4 pagi untuk shift malam. (Berger,
2006)Untuk mengurangi risiko kecelakaan kerja pekerja akibat
kelelahan seharusnya pekerja memanfaatkan jam istirahat untuk
berisitirahat dengan baik sesuai dengan jam istirahat yang diberikan
perusahaan. Waktu istirahat juga dapat mengurangi
musculoskeletal discomfort (MsD), gangguan mata, mood dan
kinerja pekerja (Galinsky, 2000). Menurut International Labour
Organization (2013), untuk bekerja dibutuhkan pikiran yang jernih
dan terfokus, maka diperlukan tempat/fasilitas istirahat dan
rekreasi, semua pekerja termasuk pekerja shift memerlukan ruang
istirahat minimal untuk berbaring agar dapat bekerja lebih
produktif (ILO, 2013b).
123
6.3.2.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenis Industri
Jenis Industri pada penelitian ini mengacu pada
International Standard Industrial Classification of All Economic
Activities (ISIC), ISIC mengklasifikasikan jenis-jenis industri
berdasarkan karakteristik kegiatan yang dilakukan. Masing-masing
industri mempunyai karakteristik pekerjaan yang menentukan
bahaya apa saja yang terdapat pada industri tersebut. Berdasarkan
hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa di Jakarta Timur dari
tahun 2014 sampai dengan 2016 kecelakaan kerja yang tertinggi
terjadi pada jenis industri manufaktur sebanyak 649 kasus
kecelakaan dan yang kedua tertinggi adalah konstruksi sebanyak
185 yang terjadi pada tahun 2016. Berdasarkan laporan kecelakaan
kerja pada penelitian ini, kecelakaan kerja di Jakarta Timur pada
tahun 2014 sampai dengan 2016 didominasi oleh beberapa pabrik
di industri manufaktur yaitu pada bagian produksi plastik, farmasi,
gelas kaca, plat baja, makanan dan minuman, otomotif, produksi
tabung gas, industri per mobil, sabun, peleburan besi baja, logam,
lem, wiremesh, pipa baja, pengecoran logam, pabrik knalpot,
kosmetika, alat kesehatan, dan lainnya.
Pada penelitian sebelumnya, oleh US Bureau of Labour
Statistics (2014), melaporkan bahwa angka kecelakaan manufaktur
tinggi karena disebabkan oleh kontak pekerja dengan mesin, yaitu
pada tahun 2013, mengungkapkan bahwa total sebanyak 717
kecelakaan kerja fatal terjadi akibat kontak dengan benda dan
124
peralatan mesin. Sedangkan, menurut Alizadeh (2015), tingginya
angka kecelakaan di konstruksi disebabkan oleh industri konstruksi
bersifat dinamis, kompleks dan berbahaya disebabkan oleh sifat
pekerjaan, pekerja, dan lingkungan kerja yang bermacam-macam
serta kompleks dan juga sifat lingkungan kerja dan tenaga kerja
yang sementara dan tidak menetap (Alizadeh, 2015).
Sebuah penelitian oleh Alizadeh (2015) yang menganalisis
kecelakaan kerja fatal dan cidera di Iran pada tahun 2008 sampai
dengan 2012, menemukan bahwa di jenis industri konstruksi
terdapat 727 kecelakaan kerja (49,73%), di industri manufaktur
terdapat 354 kecelakaan kerja (24,19%), di industri pelayanan
terdapat 86 kecelakaan kerja (5,87%), di indusri perhotelan, dan
restaurant terdapat 22 kecelakaan kerja (1,52%), di pertambangan
terdapat 12 kecelakaan kerja (0,83%), di pertanian, kehutanan dan
perikanan terdapat 43 kecelakaan kerja (2,94%), dan listrik, gas,
dan persediaan air terdapat 11 kecelakaan kerja (0,75%), pelayanan
perbaikan peralatan rumah tangga dan kendaraan sebanyak 16
kecelakaan kerja (1,1%), kegiatan bisnis terdapat 29 kecelakaan
kerja (2%), dan jenis industri lainnya sebanyak 162 kecelakaan
kerja (11,07%). Sedangkan, kejadian fatality di jenis industri
konstruksi terdapat 106 kematian (62,71%), di industri manufaktur
terdapat 18 kematian (10,64%), di industri pelayanan terdapat 12
kematian (7,10%), di indusri perhotelan, dan restoran terdapat 1
kematian (0,6%), di pertambangan terdapat 1 kematian (0,6%), di
125
pertanian, kehutanan dan perikanan terdapat 12 kematian (7,10%),
dan listrik, gas, dan persediaan air terdapat 2 kematain (1,2%),
pelayanan perbaikan peralatan rumah tangga dan kendaraan
sebanyak 1 kematian (0,6%), kegiatan bisnis terdapat 3 kematian
(1,8%), dan jenis industri lainnya sebanyak 13 kematian (7,7%)
(Alizadeh, 2015).
6.3.3 Faktor Lingkungan Pekerjaan
Pada penelitian ini faktor lingkungan pekerjaan yang diteliti
adalah sumber kecelakaan kerja, faktor kondisi tidak aman (unsafe
condition), dan tingkat risiko lingkungan kerja. Sumber kecelakaan
kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahaya di tempat
kerja yang langsung memapar pekerja dan menyebabkan cidera. Pada
penelitian ini, di Jakarta Timur pada tahun 2014 sampai dengan 2016
jumlah kecelakaan tertinggi berdasarkan sumber kecelakaan yaitu
diakibatkan oleh mesin (press, bor, gergaji, dan lain-lain), dan
penyebab kecelakaan berdasarkan kondisi tidak aman yang paling
tinggi yaitu disebabkan oleh kondisi pengaman atau penghalang yang
tidak memadai. Sedangkan tingkat risiko lingkungan kerja yang paling
tingggi kecelakaan kerjanya adalah pada industri dengan tingkat risiko
lingkungan kerja sedang.
6.3.3.1 Distribusi Kecelakaan Berdasarkan Sumber Kecelakaan
Pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa selama tahun
2014-2016 di Jakarta Timur kecelakaan tertinggi berdasarkan
sumber kecelakaan yaitu diakibatkan oleh mesin (press, bor,
126
gergaji, dll) sebanyak 158 kasus kecelakaan, perkakas pekerjaan
tangan dan benda tajam sebanyak 155, dan akibat
pengangkat/pengangkut sebanyak 62 kasus kecelakaan pada
tahun 2016. Tingginya angka kecelakaan kerja akibat mesin
dikarenakan pekerja melakukan banyak intervensi pada mesin di
semua fase, yaitu; pemasangan mesin, pengoperasian, perawatan,
pemecahan masalah (trouble-shooting), perbaikan, pengaturan,
penanganan gangguan produksi, pembersihan dan pembongkaran,
pekerja terpapar bahaya yang bersumber dari mesin (Chinniah,
2015). Berdasarkan laporan kecelakaan kerja di Jakarta Timur
tahun 2014 sampai dengan 2016, ditemukan beberapa mesin dan
perkakas pekerjaan tangan yang rentan menjadi penyebab
kecelakaan kerja, antara lain pressing machine, chucking machine,
jig, filling machine, rolling machine, conveyor, pulley, furnance &
billet cutter, mesin gerinda, bar bending, dan lain sebagainya.
Sedangkan, The Health And Safety Executive melaporkan bahwa
50% kecelakaan yang berkaitan dengan begian mesin yang berjalan
di Inggris disebabkan oleh mesin cetak dan konveyor (HSE,
2006).
Tingginya angka kecelakaan yang diakibatkan oleh mesin
diakibatkan banyaknya kontak pekerja dengan mesin dalam proses
kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuvin Chinniah (2015),
penyebab utama kecelakaan yang disebabkan oleh mesin yaitu
mudahnya akses pekerja ke mesin yang sedang bergerak,
127
kurangnya safeguards atau pengaman, tidak adanya prosedur
lockout, pekerja yang tidak berpengalaman, pekerja yang melewati
batas aman maupun safeguards, kurangnya risk assessment,
kurangnya pengawasan (supervision), design mesin yang buruk,
metode kerja yang tidak aman, tidak jelasnya instruksi kepada
pekerja tentang bekerja yang aman dengan mesin.
Mesin memiliki beberapa bahaya dengan sifatnya yang
berbeda-beda dan paparan terhadap bahaya yang terdapat pada
mesin, antara lain; bahaya struktur (tepian yang tajam), bahaya
mekanik (menghancurkan/meremukkan, memotong), bahaya fisika
(tegangan listrik, gas bertekanan, kebisingan dan getaran, suhu
panas atau dingin), bahaya ergonomi (posisi kerja yang janggal,
manual handling, gerakan berulang), slip/trip/fall (permukaan
jalan/lantai yang buruk, dan keadaan railings), bahaya kimia (gas,
asap, cairan), kondisi penggunaan mesin (lokasi, pengaruh kepada
layout tempat kerja) dan bahaya biologi (bakteri dan jamur) (ANSI
B11-TR3, 2000; Bluff, 2014; CSA Z 432, 2004; ISO 12100, 2010)
Hal ini dapat dihindari dengan menambahkan pengaman
pada mesin (machine guards), dengan tujuan untuk mencegah
kontak langsung dengan peralatan yang bergerak misalnya; pisau
(blade), belt yang berputar, komponen listrik bertegangan tinggi,
benda panas, dan material yang berbahaya (CCOHS, 2017).
128
6.3.3.2 Distribusi Penyebab Kecelakaan Kerja Berdasarkan Kondisi
Tidak Aman (Unsafe Condition)
Unsafe condition adalah kondisi lingkungan kerja yang
tidak baik atau kondisi peralatan kerja yang berbahaya, akibat yang
ditimbulkan dari unsafe condition yaitu dapat menimbulkan
potensi bahaya bahkan kecelakaan (Anizar, 2009). Sesuai dengan
hasil penelitian ini bahwa terdapat perbedaan cara analisis/
interpretasi hasil penelitian pada variabel unsafe conditions di
tahun 2014 dengan tahun 2015 dan 2016 dikarenakan terdapat
perbedaan struktur formulir kecelakaan kerja akibat pergantian
kebijakan (PP No. 44 Tahun 2015), maka penyebab kecelakaan
kerja di Jakarta Timur dapat disebabkan olehkondisi tidak aman,
yaitu terbagi menjadi tahun 2014 dengan tahun 2015 dan 2016,
antara lain:
A. Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Kondisi Tidak Aman (Unsafe Conditions) Di Jakarta
Timur Tahun 2014
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui
bahwa jumlah kecelakaan tertinggi selama tahun 2014
disebabkan oleh kondisi tidak aman yaitu berupa kondisi
pengaman atau penghalang yang tidak memadai sebanyak 41
kasus kecelakaan kerja (24,7%), akibat perlengkapan
pengaman yang tidak memadai sebanyak 16 kasus
kecelakaan kerja (9,6%), akibat kerapihan yang buruk
129
sebanyak 14 kasus kecelakaan kerja (8,43%), dan alat, bahan
atau perlengkapan yang rusak sebanyak 12 kasus kecelakaan
kerja sebanyak 12 kasus kecelakaan kerja (7,29%) pada tahun
2016. Pada penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh
Chinniah (2015), ditemukan terdapat 14 kecelakaan yang
terjadi akibat dilepaskannya pengaman (safe-guards).
Menurut penelitian tersebut, beberapa alasan yang membuat
pengaman dilepas antara lain; operator mengeluhkan
kurangnya visabilitas, pekerja yang memperbaiki mesin
merasa sulit untuk memasang pengaman, dan melepasnya
untuk melumasi atau memperbaiki mesin, dan jika pengaman
dilepas akan mepermudah pemindahan produk yang terjatuh
secara cepat tanpa menghentikan mesin.
B. Distribusi Kecelakaan Kerja yang Disebabkan Oleh
Kondisi Tidak Aman (Unsafe Conditions) Di Jakarta
Timur Tahun 2015-2016
Pada hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa trend
penyebab kecelakaan kerja yang mempunyai kecenderungan
meningkat jumlahnya dari tahun 2015-2016 yaitu disebabkan
oleh kondisi tidak aman berupa pengaman atau penghalang
yang tidak memadai, kerapihan yang buruk, kondisi
lingkungan yang berbahaya seperti gas, debu, asap uap, fume,
perlengkapan pengaman yang tidak memadai, alat, bahan
atau perlengkapan yang rusak, dan paparan kebisingan.
130
Kemudian, untuk penyebab kecelakaan tertinggi berdasarkan
kondisi tidak aman, ditempati oleh kondisi berupa pengaman
atau penghalang yang tidak memadai sebanyak 74 kasus
kecelakaan (12,95%), dan kerapihan yang buruk sebanyak 54
(9,46%) yaitu terjadi pada tahun 2016.
Sejalan dengan penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Apfeld di Jerman (2010), mengungkapkan bahwa kurang
lebih 37% mesin tidak menggunakan peralatan pelindung
(safety devices). Hal ini menyebabkan sekitar 25%
kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh tidak adanya
peralatan pelindung. Sama halnya pada tahun 2008 di
Jerman, sebanyak 8 kecelakaan fatal dan lebih dari 10.000
kecelakaan disebabkan oleh gagalnya perlengkapan
pelindung (Apfeld, 2010).
Perusahaan yang menggunakan otomatisasi
disarankan dapat menerapkan sistem manajemen K3 dengan
baik terutama untuk pekerja yang berada di proses produksi,
maupun pada saat maintenance mesin, perusahaan harus
memprioritaskan penilaian risiko (risk assessment) atau
melakukian identifikasi bahaya (hazard identification),
menggunakan pelindung tetap (fixed guards) serta pelindung
yang terpasang dan dapat dipindahkan untuk memberikan
proteksi terhadap area berbahaya ataupun bagian mesin yang
bergerak, memastikan prosedur lockout diterapkan,
131
memberikan pelatihan dan pengawasan kepada pekerja yang
baru atau tidak berpengalaman, dan mencegah dengan
menghindari mesin yang tidak menggunakan pelindung
keselamatan (safeguards) (Chinniah, 2015).
6.3.3.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja
Pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa angka
kecelakaan kerja tertinggi berdasarkan tingkat risiko lingkungan
kerja yaitu terjadi pada lingkungan kerja dengan tingkat risiko
sedang dengan 381 kecelakaan kerja pada tahun 2016. Adapun
jenis industri yang masuk ke dalam tingkat risiko sedang pada
penelitian ini yaitu kelompok industri manufaktur. Di Jakarta
Timur, kejadian kecelakaan kerja di industri manufaktur yaitu
terdapat 112 kasus pada tahun 2014, naik menjadi 167 kasus pada
tahun 2015 dan meningkat tajam menjadi 370 pada tahun 2016.
Berdasarkan laporan kecelakaan kerja pada penelitian ini,
kecelakaan kerja di Jakarta Timur pada tahun 2014 sampai dengan
2016 beberapa industri manufaktur yang tercatat angka kecelakaan
kerjanya yaitu pada industri plastik, farmasi, gelas kaca, plat baja,
makanan dan minuman, otomotif, produksi tabung gas, industri per
mobil, sabun, peleburan besi baja, logam, lem, wiremesh, pipa baja,
pengecoran logam, pabrik knalpot, kosmetika, alat kesehatan, dan
lainnya. Tingginya angka kecelakaan di industri yang tingkat
risikonya sedang dikarenakan jumlah tenaga kerja di Jakarta Timur
132
di sektor industri manufaktur jumlahnya meningkat, pada tahun
2014 jumlah tenaga kerja pada industri ini adalah 15.254.674
pekerja, pada tahun 2015 naik menjadi 15.255.099 pekerja dan
pada tahun 2016 meningkat ke angka 15.540.234 pekerja. Selain
itu, di industri manufaktur, kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh
sumber seperti mesin-mesin dan peralatan kerja yang langsung
kontak dengan pekerja. Di Jakarta Timur, sumber kecelakaan
banyak disebabkan oleh kontak dengan mseni dan peralatan antara
lain pressing machine, chucking machine, jig, filling machine,
rolling machine, conveyor, pulley, furnance & billet cutter, mesin
gerinda, bar bending, dan lain sebagainya.
Tingginya angka kecelakan kerja pada pekerja operator
mesin, menandakan pentingnya diadakan pelatihan dan
kepemilikan sertifikasi atau lisensi operator dalam mengoperasikan
mesin agar meminimalisasi kecelakaan kerja. Bird dan Germain
(1990) menyarankan diadakan pelatihan karena dalam pemberian
pelatihan pada pekerja memberikan keuntungan yaitu
mengeliminasi insiden atau menguranginya, pekerja yang terlatih
mengetahui bahaya dari pekerjaan dan apa yang harus dilakukan
dalam mengahadapinya, meningkatkan kepuasan pekerja, semakin
sedikit kemungkinan pekerja melakukan kesalahan sehingga waktu
untuk mengoreksi kesalahan berkurang, dan memenuhi peraturan
yang berlaku.
133
6.4 Hasil Kecelakaan Kerja
Pada penelitian ini di bagian hasil dari kecelakaan kerja meneliti
tentang corak kecelakaan kerja, bagian fisik yang cidera pada korban
kecelakaan, dan sifat luka/kelainan pada korban kecelakaan. Pada corak
kecelakaan kerja yang tertinggi di Jakarta Timur pada tahun 2014-2016
adalah pada kasus terbentur. Bagian fisik yang banyak mengalami cidera
antara lain bagian tubuh telapak/ jari tangan, kepala/wajah, dan mata.
Selain itu, sifat/kelainan luka yang diderita korban kecelakaan antara lain
luka sobek di permukaan, memar dan luka dalam yang lain, dan luka
iritasi/bengkak dan lainnya dibagian mata.
6.4.1 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Corak Kecelakaan
Setiap jenis pekerjaan mempunyai risiko yang berbeda-beda
yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Suma’mur, 1987).
Seperti halnya di Jakarta Timur, tingginya jumlah perusahaan jasa
kontraktor dan perusahaan manufaktur menyebabkan banyaknya
kecelakaan kerja di industri konstruksi yaitu misalnya tertusuk
paku, tergores material, terjepit mesin bar bending, terbentur
benda/material dan kecelakan pada industri manufaktur misalnya
terpotong mesin cutting, terjepit mesin press, dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa selama tahun 2014
sampai dengan 2016 di Jakarta Timur jumlah kecelakaan tertinggi
berdasarkan corak kecelakaan yaitu pada kasus terbentur, tertusuk,
tersayat sebanyak 227 kasus, dan terjepit sebanyak 139 kasus
pada tahun 2016. Sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh US
134
Bureau of Labour Statistics atau US BLS (2014), juga menunjukan
corak yang serupa, US BLS melaporkan bahwa angka kecelakaan
manufaktur tinggi karena disebabkan oleh kontak pekerja dengan
mesin, yaitu pada tahun 2013, US BLS mengungkapkan bahwa
total sebanyak 717 kecelakaan kerja fatal terjadi akibat kontak
dengan benda dan peralatan mesin, yaitu jumlah tersebut mencakup
503 pekerja yang terluka parah akibat terbentur oleh objek atau
peralatan mesin. Dari 503 pekerja, sebanyak 245 pekerja terbentur
oleh objek maupun peralatan yang jatuh, sebanyak 131 pekerja
terjepit oleh peralatan mesin, termasuk 105 pekerja yang terjepit
oleh mesin atau peralatan yang sedang berjalan, sedangkan 78
pekerja terbentur, terjepit atau tertimpa dalam struktur, peralatan,
atau material yang ambruk. Selain itu penelitian yang dilakukan
oleh Perez (2012) di Spanyol sejalan dengan kasus tertinggi pada
penelitian ini, ia menyatakan bahwa terdapat beberapa corak
kecelakaan dengan frekuensi kecelakaan terbesar pada, yaitu yang
tertinggi adalah luka terpotong, luka tusukan, dan kontak dengan
bahan keras dan kasar sebesar 27,78%, dan diikuti oleh kecelakaan
kerja berupa terjatuh dari ketinggian berbeda sebesar 18,89%,
trauma psikis, paparan radiasi, kebisingan, cahaya, dan tekanan
2,78%.
135
6.4.2 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja
Pengertian cidera menurut Heinrich et al. (1980) adalah
patah, retak, cabikan, dan sebagainya yang diakibatkan oleh
kecelakaan. Depnakertrans RI (2008), menyatakan bahwa bagian
tubuh yang terkena cidera dan sakit terbagi menjadi kepala/wajah,
mata, telinga, badan, organ tubuh bagian dalam, tungkai atas/lengan,
telapak/jari tangan, tungkai bawah, telapak/jari kaki, di banyak
bagian tubuh. Tujuan menganalisa gambaran cidera atau sakit yang
mengenai anggota bagian tubuh yang spesifik adalah untuk
membantu mengembangkan program untuk mencegah terjadinya
cidera karena kecelakaan.
Pada hasil penelitian ini, menunjukan bahwa di Jakarta
Timur angka kecelakaan tertinggi berdasarkan bagian fisik yang
cidera yaitu pada bagaian tubuh telapak/ jari tangan sebanyak 222
pekerja, kepala/wajah sebanyak 64 pekerja, dan mata sebanyak 62
orang pada tahun 2016. Tingginya cidera pada bagian telapak/jari
tangan terjadi pada pekerja yang berinteraksi langsung dengan
mesin, perkakas tangan/alat atau bahan yang berbahaya. Pekerja
yang bekerja di bagian operartor mesin contohnya, kejadian tangan
terjepit, tersayat banyak ditemukan pada penelitian ini.
Pada penelitian di kawasan Industri Pulogadung pada tahun
2007, bagian tubuh yang cidera yang tertinggi adalah pada bagian
tubuh yaitu tangan sebanyak 107 pekerja (40,2%), kemudian diikuti
136
oleh cidera bagian kepala sebanya 66 pekerja (24,8%), siku dan
lengan bawah 38 pekerja (14,3%), lutut, tungkai bawah 20 pekerja
(7,5%), pergelangan kaki 18 pekerja (6,8%), perut, punggung,
punggang, punggul sebanyak 6 pekerja (2,2%), sendi, pinggul,
tungkai atas sebanyak 5 pekerja (1,9%), leher sebanyak 2 orang
(0,7%), dada sebanyak 2 orang (0,7%), dan bahu, lengan atas
sebanyak 2 orang (0,7%) (Riyadina, 2007).
Sejalan dengan penelitian ini, pada penelitian sebelumnya
yaitu pada 106 pekerja di beberapa sektor industri di provinsi
Quebec, Canada (2015), bahwa dari total 31 pekerja yang mengalami
cidera serius banyak terjadi pada tangan sebesar 25,8% pekerja
terpotong, tercabik/tergores dalam, remuk, dan pada jari tangan
sebesar 16,12% pekerja terpotong, serta pada kepala sebesar 3,23%
pekerja tertimpa objek yang jatuh. Sedangkan, dari total 75 kasus
kecelakaan fatal yang menimpa pekerja di Quebec yaitu mengenai
bagian tubuh thorax maupun abdomen sebesar 34% pekerja, bagian
kepala sebesar 24% pekerja mengalami tertimpa objek, remuk
ataupun retak. Lain halnya dengan penelitian di sebuah industri
konstruksi oleh Perez (2012), bagian tubuh yang terkena kontak
akibat kecelakaan kerja yang terbesar adalah thorax dan punggung
sebesar 13,33%, bagian tubuh bawah selain kaki sebesar 11,67%,
dan cidera kaki sebesar 11,11%.
137
6.4.3 Distribusi Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat Luka/Kelainan
Pada Korban Kecelakaan Kerja
Penggunaan teknologi canggih seperti mesin produksi dalam
perindustrian membawa efek samping yaitu berupa berbagai macam
kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan luka ataupun cidera
(Mohamad, 2005). Gambaran sifat luka/kelainan pada korban
kecelakaan kerja diteliti agar perusahaan mampu mencegah dan
memberi penanganan ataupun pertolongan yang tepat jika terjadi
kecelakaan kerja (Perez, 2012).
Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa di Jakarta Timur
pada tahun 2014-2016 jumlah kecelakaan kerja tertinggi berdasarkan
sifat luka/kelainan yang diderita korban kecelakaan yaitu luka sobek
di permukaan 487 pekerja, memar dan luka dalam yang lain
sebanyak 128 pekerja, dan luka iritasi/bengkak dan lainnya dibagian
mata sebanyak 97 orang. Sama halnya dengan penelitian oleh
Alizadeh (2015) yang menganalisis kecelakaan kerja fatal dan
cidera pada pekerja industri di Iran pada tahun 2008 sampai dengan
2012, menemukan bahwa jenis sifat luka/kelainan yang diderita
korban kecelakaan kerja antara lain; luka sobek diderita oleh 272
pekerja (18,58%), luka bakar sebanyak 51 pekerja (3,48%), patah
tulang sebanyak 641 (43,79%), kematian sebanyak 169 pekerja
(11,54%), amputasi sebanyak 229 pekerja (15,64%), keracunan
sebanyak 4 pekerja (0,27%), dan lain-lain sebanyak 98 pekerja
(6,7%) (Alizadeh, 2015).
138
Kasus luka terbuka dapat disebabkan oleh sumber bahaya
berupa material, perkakas pekerjaan tangan, dan mesin yang
memiliki komponen yang tajam dan tidak diberi pelindung (Giraud,
2009). Pada penelitian kecelakaan industri di Kawasan Industri
Pulogadung tahun 2009 misalnya, ditemukan kesamaan dengan
penelitian ini, bahwa sifat luka yang paling sering terjadi adalah luka
terbuka 98 pekerja (37,2%), diikuti oleh sifat luka lainnya antara lain
superfisial 78 pekerja (29,6%), cidera mata 39 pekerja (14, 8%),
cidera pembuluh darah 13 pekerja (4,9%), dislokasi, strain, sprain
sebanyak 11 pekerja (4,2%), patah tulang (termasuk gigi) 9 pekerja
(3,4%), cidera otot dan tendon 6 pekerja (2,3%), amputasi 5 pekerja
(1,9%), dan lainnya 4 pekerja (1,5%) (Riyadina, 2007).
Tingginya angka luka sobek atau luka dipermukaan pada
pekerja yang mengalami kecelakaan kerja menunjukan bahwa
perusahaan perlu mempersiapkan penanganan berupa pertolongan
pertama pada kecelakaan, agar korban kecelakaan kerja mendapat
perawatan sebelum mendapat perawatan dari paramedis (Mohamad,
2005). Pertolongan pertama harus dilakukan semaksimal mungkin
dengan tujuan menyelamatkan jiwa korban, meringankan
penderitaan mereka serta mencegah agar cidera tidak semakin parah,
dan mempertahankan daya tahan korban hingga pertolongan yang
lebih pasti dapat diberikan (Mohamad, 2005). Selain itu, penting
dilakukan usaha eliminasi risiko seperti melakukan penilaian risiko
(risk assessment) yaitu menganalisis besarnya risiko di tempat kerja
139
hingga evaluasi risiko (risk evaluation), dan jika hasil evaluasi
menyatakan mesin atau alat-alat yang digunakan dalam bekerja
belum aman digunakan, maka yang dilakukan adalah mengusahakan
pengurangan risiko (risk reduction) yaitu berupa pemasangan
pengaman pada mesin, perlengkapan pelindung, tanda bahaya
(warning signs), prosedur kerja selamat, dan alat pelindung diri
ataupun jika diperlukan dilakukan training mengenai bahaya di
tempat kerja (Giraud, 2009).
140
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 940 data
laporan kecelakaan kerja Sudinakertrans Jakarta Timur tahun 2014 sampai
dengan 2016, dapat disimpulkan bahwa:
1. Di Jakarta Timur, distribusi frekuensi kecelakaan kerja yang terjadi di
lokasi kerja tahun 2014 sampai dengan 2016 meningkat, pada tahun
2014 terdapat 166 kasus kecelakaan kerja, tahun 2015 terdapat 203
kasus kecelakaan kerja, dan pada tahun 2016 terdapat 571 kasus
kecelakaan kerja.
2. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan usia pekerja yang
tertinggi terjadi pada pekerja usia >25 tahun sebanyak 370 (64,80%)
kecelakaan kerja pada tahun 2016.
3. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan jenis kelamin yang
tertinggi terjadi pada pekerja laki-laki sebanyak 557 (97,55%)
kecelakaan kerja pada tahun 2016.
4. Distribusi frekuensi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan tindakan
tidak aman (Unsafe action) yang tertinggi yaitu disebabkan oleh posisi
saat bekerja tidak aman sebanyak 142 (24,87%) kecelakaan kerja pada
tahun 2016.
141
5. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan jenis pekerjaan
yang tertinggi yaitu pada pekerja kerah biru sebanyak 555 (97,2%)
kecelakaan kerja pada tahun 2016.
6. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan jam kecelakaan
kerja yang tertinggi yaitu pada pukul 06.01-12.00 sebanyak 236
(41,33%) kecelakaan kerja pada tahun 2016.
7. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan jenis industri yang
tertinggi yaitu pada industri manufaktur sebanyak 370 (64,80%) dan
kedua tertinggi yaitu industri konstruksi sebanyak 152 (26,62%) pada
tahun 2016.
8. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan sumber kecelakaan
kerja yang tertinggi yaitu disebabkan oleh mesin (press, bor, gergaji,
dll) sebanyak 158 (27,67%) kecelakaan kerja pada tahun 2016.
9. Distribusi frekuensi penyebab kecelakaan kerja berdasarkan kondisi
tidak aman (Unsafe condition) yang tertinggi yaitu disebabkan oleh
pengaman atau penghalang yang tidak memadai sebanyak 74
(12,95%) kecelakaan kerja pada tahun 2016.
10. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja tertinggi berdasarkan tingkat
risiko lingkungan kerja banyak terjadi pada jenis industri di tingkat
risiko lingkungan sedang, sebanyak 381 (66,73%) kecelakaan kerja
pada tahun 2016.
11. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan corak kecelakaan
kerja yang tertinggi adalah corak kecelakaan terbentur, tertusuk,
tersayat sebanyak 227 (39,75%) kecelakaan kerja pada tahun 2016.
142
12. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan bagian fisik yang
cidera pada korban kecelakaan kerja yang tertinggi yaitu pada
telapak/jari tangan sebanyak 222 (38,88%) kecelakaan kerja pada
tahun 2016.
13. Distribusi frekuensi kecelakaan kerja berdasarkan sifat luka/kelainan
pada korban kecelakaan kerja yang tertinggi yaitu luka sobek di
permukaan sebanyak 293 (51,31%) pada tahun 2016.
7.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan:
A. Bagi Sudinakertrans Jakarta Timur
1. Sebaiknya meningkatkan pengawasan terhadap
pelaksanaan SMK3 perusahaan di wilayahnya, terutama
pada industri manufaktur dan konstruksi yang tinggi angka
kecelakaannya.
2. Memberikan pembinaan dan/atau pelatihan kepada P2K3
(Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
perusahaan terkait permasalahan pada pekerja yang belum
berpengalaman/belum tersertifikasi, dan pekerja yang
berisiko tinggi mengalami kecelakaan.
3. Meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada
perusahaan terkait keselamatan operator mesin dan
kelengkapan peralatan keselamatan pada kegiatan yang
berhubungan dengan mesin.
143
4. Memberikan sosialisasi kepada perusahaan di wilayahnya
terkait pencegahan kecelakaan kerja dan bekerja sama
dengan BPJS Ketenagakerjaan maupun badan
pemerintahan lainnya terkait program pencegahan
kecelakaan kerja.
B. Bagi BPJS Ketenagakerjaan
1. Sebaiknya menerapkan pelaporan kecelakaan kerja secara
online ataupun dengan data berbasis komputer, sehingga
data dapat lebih mudah diolah guna menerapkan program
K3 yang tepat di wilayahnya.
2. Sebaiknya memberikan pelatihan atau sosialisasi untuk
mengisi formulir laporan kecelakaan kerja kepada
perusahaan agar dapat terisi dengan baik dan lebih lengkap,
sehingga lebih mudah dianalisis.
3. Sebaiknya memberikan panduan cara mengisi formulir
kecelakaan kerja kepada perusahaan yang wajib
melaporkan kecelakaan, agar laporan kecelakaan kerja terisi
lebih lengkap dan dapat dianalisis lebih mudah.
C. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebaiknya meneliti dengan menggunakan formulir laporan
kecelakaan dengan satu jenis formulir atau instrumen yang
menyediakan kategori yang lengkap dan lebih terstruktur.
144
DAFTAR PUSTAKA
Alizadeh, S. S. (2015). Analysis of Occupational Accident Fatalities and Injuries
Among Male Group in Iran Between 2008 and 2012. Iran: Iran Red
Crescent Journal.
Anggraeni, R. (1993). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kecelakaan
Kerja Di PT. Intirub Jakarta Timur Tahun 1990-1992. Depok: Fakultas
Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia.
Anizar. (2009). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Medan:
Graha Ilmu.
ANSI B11-TR3. (2000). Risk Assessment and Risk Reduction – A Guide to
Estimate, Evaluate and Reduce Risk Associated with Machine Tools. US:
American National Standards Institute.
ANZSCO. (2009). ANZSCO - Australian and New Zealand Standard
Classification of Occupation. Canberra.
Apfeld, R. (2010). Stop Defeating The Safeguards Of Machines. In: Proceedings
Of The 6th Safety Of Industrial Automated System Conference-Sias 2010.
Tempere, Finland.
Arcury, T. A., Summers, P., Carrillo, L., Grzywacz, J.G., Quandt, S.A., Mills,
T.H., . (2014). Occupational Safety Beliefs Among Latino Residential
Roofing Workers: Am. J. Ind. Med.
Arifin, S. (2004). Hubungan Menstruasi dengan Kecelakaan Kerja di PT. X
Tahun 2004. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Attwood, D. (2007). Human Factors Methods Foe Improving Performance In The
Process Industries. Canada: American Institute of Chemical Engineer.
Berger, A. M., dan Hobbs, B. (2006). Impact of Shift Work On Health And Safety
On Nurses And Patients, Clinical Journal of Ocology Nursing.
Bird, F. E. (1990). Practical Loss Control Leadership. Georgia: International Loss
Control Leadership.
Blackmon, R. B., Gramopadhye, A.K. (1995). Improving construction safety by
pro-viding positive feedback on backup alarms. : J. Construct. Eng.
Manage. .
Bluff, E. (2014). Safety In Machinery Design And Construction: Performance For
Substantive Safety Outcomes. (Saf. Sci. 66, 27-35 ed.).
BPS. (2014). Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin (Jiwa), 2014. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Breslin, F. C., Mustard, C., . (2003 ). Factors Influencing The Impact Of
Unemployment On Mental Health Among Young And Older Adults In A
Longitudinal, Population-Based Survey. : Scand. J. Work Environ. Health
CCOHS. (2016a). Physical Hazards Introductions. Canada.
CCOHS. (2016b). Working in a Standing Position - Basic Information. Canada:
CCOHS.
CCOHS. (2017). Tools and Machine. Canada: Canadian Centre for Occupational
Health and Safety.
145
Chinniah, Y. (2015). Analysis And Prevention Of Serious And Fatal Accidents
Related To Moving Parts Of Machinery. Canada: Department of
Mathematics and Industrial Engineering, Polytechnique Montreal.
Colling, D. A. (1990). Industrial Safety Management and Technology: Pentice
Hall Inc.
Cooper, M. D. (1994). Implementing the behavior based approach to safety:
a practical
guide. : Safety Health Pract. .
CSA Z 432. (2004). Safeguarding of Machinery. . Mississauga Ontario, Canada:
Canadian Standards Association, .
Dalimunthe, M. E. U. I. (2012). Analisis Trend Kecelakaan Kerja Dari Tahun
2007 sampai dengan Tahun 2011 Berdasarkan Data PT Jamsostek
(Persero) Kantor Cabang Gatot Subroto I. Depok: Universitas Indonesia.
Depnaker RI. (1988). Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.03/MEN/1998
Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaaan Kecelakaan. Indonesia:
Depnaker RI.
Depnakertrans. (1970). Undang-undang Mengenai Keselamatan Kerja No. 1
Tahun 1970. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Depnakertrans R.I. (1970). Undang-undang Mengenai Keselamatan Kerja.
Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Desmond, M. ( 2006). Becoming A Firefighter.: Ethnography.
Division, U. N. S. (2017). International Standard Industrial Classification of All
Economic Activities, Rev. 4. United States of America: United Nations
Elizabeth Rogers, W. J. W. (2005). Injuries, Illnesses, and Fatalities Among
Older Workers. Bureau: Bureau of Labor Statistics.
Ely, R. J., Meyerson, D.E., . (2010). An Organizational Approach To Undoing
Gender: The Unlikely Case Of Offshore Oil Platforms. .
Galinsky, T., Swanson, N. G., Sauter, S. L., Hurrell, J., Schleifer, L. M. (2000). A
Field Study Of Supplementary Rest Breaks For Data-Entry Operators,
Ergonomics, .
Giraud, L. (2009). Machine Safety. Québec: Institut de recherche Robert-Sauvé en
santé et en sécurité du travail.
Glendon, A. I., Clarke, S. G. & McKenna, E. F. . (2006). Human Safety and Risk
Management. United States of America: CRC Press.
Goetsch, D. L. (2011). Occupational Safety and Health for Technologist,
Engineers, and Managers. New Jersey: Pearson.
Grandjean, E. (1993). Fatigue Dalam: Parmeggiani, L.ed Encyclopedia of
Occupational Health and Safety, Third (Revised) edt. Geneva:
International Labour Organization.
Hagg, S., Toren K, Lindberg, E.,. (2015). Role Of Sleep Disturbances In
Occupational Accidents Among Women. Sweden: Department of Medical
Sciences, Respiratory Medicine and Allergology, Akademiska Sjukhuset,
Uppsala University.
Harrison Y., H. J. (2000). The Impact Of Sleep Depriviation On Decision Making:
A Review: Journal Of Experimental Psychology: Applied, 6 (3), 236-358.
Hartono Muljadi. (2004). Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Jakarta:
Puspaswara.
146
Health and Safety Executive. (2002). Strategies to promote safe behavior as
part of a health and safety management system. . Merseyside, UK:
HSE.
Heinrich, H. (1959). Industrial Accident Prevention, A Sprcific Approach.
Hollnagel, E. (2008). Study on Developments in Accident Investigation Methods:
A Survey of the "State-of-the-Art". Swedia: Swedish Nuclear Power
Inspectorate.
Hollnagel, E. A., UK: Ashgate. (2008). Investigation As An Impediment To
Learning. United Kingdom: Aldershot.
Hoskins. (2005). Occupational Injuries, Illness, and Fatalities among Women. .
Occupational Safety and Health.
HSE. (2006). Analysis of RIDDOR Machinery Accidents in the UK Printing and
Publishing Industries, 2003–2004. UK: HSE.
HSG84. (1999). Reducing Error And Influencing Behavior. Sudbury, UK: HSE
Books
Ibanez, M., Narocki, C., . (2011 ). Occupational Risk And Masculinity: The Case
Of The Construction Industry In Spain. : J. Workplace Rights
ILO. (2003). Key Indicators of The Labor Market. New York: International Labor
Organization.
ILO. (2007). Key Indicators of the labor Market, 5th Edition. Geneva: ILO.
ILO. (2013a). Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja: Sarana untuk
Produktivitas. Jakarta: International Labour Organization.
ILO. (2013b). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk Produktivitas.
Jakarta: ILO Indonesia.
ILO. (2014). Safety and Health at Work: A vision for Sustainable Prevention: XX
World Congress on Safety and Health at Work Frankfurt: ILO.
ISO 12100. (2010). Safety of Machinery – General Principles for Design – Risk
Assessment and Risk Reduction. Geneva, Switzerland: International
Organization for Standardization.
J. M Christiansen, e. a. (1988). Human Factors Definitions Revisited: Human
Factors Society Buletin (Vol. v. 31).
James, H. (1993). Dictionary for Human Factors/Ergnomics. Boca Raton, LA:
CRC Press.
James Reason. (2008). The Human Contribution: Unsafe Acts, Accident and
Heroic Recoveries USA: Ashgate.
John Ridley, D. P. (2002). Safety With Machinery. Great Britain: Butterworth-
Heinemann.
Joko. (2016). Sektor Konstruksi Rajai Kecelakaan Kerja di DKI. Jakarta: Poskota
News.
Kemnaker. (1999). Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999
Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja. Jakarta:
Kementerian Tenaga Kerja RI.
Kemnaker. (2015). Data dan Informasi Pengawasan Ketenagakerjaan. Jakarta:
Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan.
Ketenagakerjaan, B. (2015). Laporan Tahunan. Jakarta.
Korea Ministry of Labor. (2001). Statistic of Industrial Accidents. Seoul: Korea
Ministry of Labor.
147
Lawson, J. C. B. (2010). Explaining Workplace Injuries Among Bc Loggers:
Cultures Of Risk And Of Desperation: Bc Stud.: B. C. Quart.
McCormick, E. J. a. I. (1985). Industrial and Organization Psychology,
EightEdition. New Yersey: PrenticeHall Englewood Cliffs.
Menakertrans. (2003). KEPMEN No. 235 Tahun 2003 Tentang Jenis-jenis
Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral
Anak. Jakarta: Menteri tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia.
Messing, K., Punnett, L., Bond, M., et al. (2003). Be The Fairest Of Them All:
Challenges And Recommendations For The Treatment Of Gender In
Occupational Health Research. : Am. J. Ind. Med.
Mohamad, K. (2005). Pertolongan Pertama
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Monk T. and Folkard S. (1983). Circadian Rhythm and Shift Work, . New York:
John Wiley Sons.
NSW, W. (2007). Preventing Slips, Trips, And Fall.
OGP. (2005). A Model for Human Factors based on the OGP.
OHS Body Of Knowledge. (2012). Models of Causation: Safety. Victoria,
Australia: Safety Institute of Australia Ltd.
Ong, S. G., Fung, S. C., Chow, S. P. & Kleevens, J. W. L. (1982). A study of
Major Factors Associated with Severe Occupational Hand Injury in Hong
Kong Island. Journal of Social Occupational and Medicine, Vol. 32.
OSHA. (2009). Injury And Illnesses Rate. from http://www.osha.gov
P. E. Hagan, M. J. F. J. T. O. r. (2001). Accident Prevention Manual for Business
& Industry Itasca, Illinois: National Safety Council.
Pemerintah Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Nomor 13 Tentang
Ketenagakerjaan. Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (2015a). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja Dan jaminan Kematian. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2015b). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 44 Tahun 2015 Tentang Program Jaminan Kecelakaan Dan
Jaminan Kematian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Perez, A. J. e. a. (2012). Accidents in the greenhouse-construction industry of SE
Spain. Spanyol: Rural Engineering Department, University of Almería.
Petersen, D. (2001). Authentic Involvement. National Safety Council: NSC Press.
Petroleum Development Oman. (2010). STOP Specification for PDO and
contractors Safety Training Observation Programme Oman: HSE IC.
Phakathi, S. T. (2013). ‘‘Getting On” And ‘‘Getting By” Underground: Gold
Miners’ Informal Workingpractice Of Making A Plan (PLANISA): J. Org.
Ethnogr.
Power, N. G., Baqee, S., . (2010). Constructing A ‘‘Culture Of Safety”: An
Examination Of The Assumptions Embedded In Occupational Safety And
Health Curricula Delivered To High School Students And Fish Harvesters
In Newfoundland And Labrador, Canada. . Canada: Policy Pract. Health
Saf. .
148
PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung. (2017). Profile Perusahaan (Vol. JIEP):
Jakarta.
Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan. (2015). Data dan Informasi
Pengawasan Ketenagakerjaan. Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Pusat Data Dan Informasi Ketenagakerjaan. (2016). Statistik Ketenagakerjaan.
Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Putri, V. Y. (2012). Hubungan Antara Sikap Tenaga Kerja, Kondisi Lingkungan
Kerja Dan Penerapan Program Housekeeping dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja Di Dipo Lokomotif Jember: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember.
Reason, J. (1990). Human Error. New York: Cambridge University Press.
Reese. (2012). Accident/Incident Prevention Techniques. Boca Raton: CRC.
Riyadina. (2007). Kecelakaan Kerja dan Cedera yang Dialami oleh Pekerja
Industri Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Makara Kesehatan,,
Vol. 11.
Root. (1981). Inuries at Work are Fewer among Older Employees.
Root, N. (1981). Injuries at Work Fewer Among Older Employees. Bureau:
Occupational Safety and Health Statistics, Bureau of Labor Statistics
Sabet, P. G. P. (2013). Application of Domino Theory to Justify and Prevent
Accident Occurance in Construction Sites (Vol. Volume 6).
Safe Work Australia. (2013). Work-Related Injuries Experienced by Young
Workers in Australia, 2009-2010.
Safe Work Australia. (2013). Work-Related Traumatic Injury Fatalities Australia.
Sallinen, M., Kecklund, G. (2010). Shift Work, Sleep And Sleepiness - Differences
Between Shift Schedules And Systems. : Scand. J. Work, Environ. Health
36, 121e133.
Sallinen, M. K., G. . (2010). "Shift Work, Sleep And Sleepiness - Differences
Between Shift Schedules And Systems": In Scandinavian Journal Of Work,
Environment & Health, Vol. 36, No. 2, P. 13.
Setyawati, L. M. (2007). Promosi Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pelatihan
Para Medis Seluruh Jawa Tengah, RSU Soeradji Klaten.
Singleton, W. T. (1972). Introduction to Ergonomics. Geneva: WHO.
Sritomo, W. (1989). Teknik Tata Cara Pengukuran Kerja. Jakarta: PT. Guna
Widya.
Sriwahyudi, N., M. F. & Wahyuni, A. . (2014. ). Hubungan Kebisingan dengan
Keluhan Kesehatan Non Pendengaran pada Pekerja Instalasi Laundry
Rumah Sakit Kota Makassar. . K3 FKM Universitas Hassanudin.
Stergiou, M. (2015). Danger Zone: Men, Masculinity And Occupational Health
And Safety In High Risk Occupations. Canada: Department of
Occupational Science and Occupational Therapy, University of Toronto,
Toronto, ON, Canada.
Strank, J. (2005). Stress At Work: Management And Prevention. Oxford: Elsevier.
Sudibyo, A. (2012). Analisis Deskriptif Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja
Pada Tenaga Kerja Kontrak di PT. Pertamina RU VI Balongan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Wiralodra.
Suherlan, N. (2011). Warta Pertamina. Jakarta: PT. Pertamina (PERSERO).
Suma'mur. (1994). Hygiene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Masagung.
149
Suma'mur. (2009a). Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.
Suma'mur. (2009b). Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.
Suma’mur. (1987). Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Cetakan
Pertama. Jakarta: CV. Haji Mas Agung.
Sutalaksana, I., dkk. (1979). Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Departemen
Teknik Industri ITB.
Tri. (2014). Di Jakarta Sehari Ada 30 Kecelakaan Kerja. Jakarta: Poskota News.
Wasis. (2006). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. (2016). Women and Health
Won, J. (2007). Occupational Injuries In Korea: A Comparison of Blue-Collar
and White-Collar Workers' Rates And Underreporting. Korea: Journal of
Occupational Health: Yonsei University College of Medicine, Institute for
Occupational Health.
World Bank. (2017). Population Ages 15-64: The World Bank Group.
150
LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Kecelakaan Kerja
Formulir Laporan Kecelakaan Kerja Tahun 2015-2016 (PP 44 Tahun 2015)
Formulir Laporan Kecelakaan Kerja Tahun 2014 (PP. 14 Tahun 1993)
Lampiran 2 Lembar Checklist
No. : _________
Variabel Kategori Kode
Kecelakaan Kerja Jumlah pekerja yang mengalami
kecelakaan.
A1 [ ]
Usia Pekerja 1. 15-25 Tahun
2. >25 Tahun
B1 [ ]
Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
B2 [ ]
Tindakan Tidak Aman 1. Mengoperasikan alat tanpa
wewenang
2. Gagal memperingatkan
3. Gagal mengamankan,
gangguan konsentrasi
4. Mengoperasikan alat
dengan kecepatan yang
tidak sesuai
5. Membuat alat pengaman
tidak beroperasi
6. Menggunakan alat yang
rusak
7. Menggunakan alat dengan
tidak sesuai fungsi
8. Gagal menggunakan Alat
Pelindung Diri
9. Memuat beban tidak sesuai
10. Penempatan tidak sesuai
11. Pengangkatan tidak sesuai
12. Posisi saat bekerja tidak
aman
13. Memperbaiki alat ketika
beroperasi
14. Bukan salah satunya
B3 [ ]
Jenis Pekerjaan 1. Kerah Biru
2. Kerah Putih
C1 [ ]
Jam Kecelakaan 1. Pukul 06.01-12.00
2. Pukul 12.01-18.00
3. Pukul 18.01-24.00
4. Pukul 00.01-06.00
C2 [ ]
Jenis Industri 1. Pertanian kehutanan dan
perikanan
2. Pertambangan dan
penggalian
3. Manufaktur
4. Listrik, gas, uap, dan
C3 [ ]
Variabel Kategori Kode
pendingin udara
5. Persediaan air, pembuangan
limbah, pengelolaan limbah
dan kegiatan remediasi
6. Konstruksi
7. Perdagangan grosir dan
eceran
8. Transportasi dan
penyimpanan
9. Kegiatan pelayanan
makanan dan minuman
10. Informasi dan komunikasi
11. Aktivitas keuangan dan
asuransi
12. Properti
13. Kegiatan professional,
ilmiah, dan teknis
14. Kegiatan administrasi dan
pendukung
15. Administrasi dan
pertahanan publik, jaminan
sosial wajib
16. Pendidikan
17. Aktivitas kerja kesehatan
dan sosial manusia
18. Seni, hiburan dan rekreasi
19. Aktivitas pelayanan lainnya
20. Garment
21. Kimia
Sumber Kecelakaan 1. Mesin (Press, bor, gergaji,
dll)
2. Pengangkut/pengangkat
barang
3. Perkakas pekerjaan tangan
4. Bahan mudah terbakar dan
benda panas
5. Penggerak mula dan pompa
6. Conveyor
7. Pesawat uap
8. Debu berbahaya
9. Lift (barang, orang)
10. Alat transmisi mekanik
11. Peralatan Listrik
12. Radiasi dan bahan
radioaktif
13. Permukaan lantai di
lingkungan kerja
14. Bahan Kimia
15. Gigitan/cakaran/sengatan
D1 [ ]
Variabel Kategori Kode
binatang
16. Lain-lain
Kondisi Tidak Aman 1. Pengaman atau penghalang
yang tidak memadai
2. Perlengkapan pengaman
yang tidak memadai
3. Alat, bahan atau
perlengkapan yang rusak
4. Kemacetan atau tindakan
yang dibatasi
5. Kerapihan yang buruk
6. Kondisi lingkungan yang
berbahaya seperti gas, debu,
asap, uap, fume
7. Paparan kebisingan
8. Bukan salah satunya
D2 [ ]
Tingkat Risiko
Lingkungan Kerja
1. Tingkat risiko lingkungan
kerja sangat rendah
2. Tingkat risiko lingkungan
kerja rendah
3. Tingkat risiko lingkungan
kerja sedang
4. Tingkat risiko lingkungan
kerja tinggi
5. Tingkat risiko lingkungan
kerja sangat tinggi
D3 [ ]
Corak Kecelakaan 1. Terbentur, tertusuk, tersayat
2. Terpukul
3. Terjepit, tertimbun,
tenggelam
4. Jatuh dari ketinggian yang
sama dan tergelincir
5. Jatuh dari ketinggian berbeda
6. Keracunan
7. Tersentuh arus listrik
8. Lain-lain
E1 [ ]
Cidera 1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Badan
5. Organ tubuh bagian dalam
6. Tungkai atas/lengan
7. Telapak/jari tangan
8. Tungkai bawah
9. Telapak/jari kaki
10. Di banyak bagian tubuh
E2 [ ]
Sifat Luka/Kelainan 1. Patah tulang
2. Dislokasi (keseleo)
E3 [ ]
Variabel Kategori Kode
3. Regang otot atau urat
4. Memar dan luka dalam yang
lain
5. Amputasi
6. Luka di permukaan
7. Luka di bagian mata
8. Gegar dan remuk
9. Luka bakar
10. Keracunan mendadak
11. Pengaruh radiasi
12. Mati lemas
13. Pengaruh arus listrik
14. Luka-luka yang banyak dan
berlainan sifatnya
15. Lain-lain.
Lampiran 3 Output Usia Pekerja
Usia Pekerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Usia Pekerja 15-25 Count 80 74 201 355
% within Usia Pekerja 22.5% 20.8% 56.6% 100.0%
% of Total 8.5% 7.9% 21.4% 37.8%
>25 Count 86 129 370 585
% within Usia Pekerja 14.7% 22.1% 63.2% 100.0%
% of Total 9.1% 13.7% 39.4% 62.2%
Total Count 166 203 571 940
% within Usia Pekerja 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 4 Output Jenis Kelamin
Jenis Kelamin * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Jenis Kelamin Laki-laki Count 151 196 557 904
% within Jenis Kelamin 16.7% 21.7% 61.6% 100.0%
% of Total 16.1% 20.9% 59.3% 96.2%
Perempuan Count 15 7 14 36
% within Jenis Kelamin 41.7% 19.4% 38.9% 100.0%
% of Total 1.6% .7% 1.5% 3.8%
Total Count 166 203 571 940
% within Jenis Kelamin 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 5 Output Unsafe Act
Tindakan Tidak Aman * Tahun Kecelakaan (Tahun 2014) Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014
Tindakan
Tidak Aman
Mengoperasi
kan alat
tanpa
wewenang
Count 4 4
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.4% 2.4%
% of Total 2.4% 2.4%
Gagal
memperingat
kan
Count 4 4
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.4% 2.4%
% of Total 2.4% 2.4%
Gagal
mengamanka
n, gangguan
konsentrasi
Count 48 48
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 28.9% 28.9%
% of Total 28.9% 28.9%
Mengoperasi
kan alat
dengan
kecepatan
yang tidak
sesuai
Count 4 4
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.4% 2.4%
% of Total 2.4% 2.4%
Membuat
alat
pengaman
tidak
beroperasi
Count 2 2
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 1.2% 1.2%
% of Total 1.2% 1.2%
Menggunaka
n alat yang
rusak
Count 4 4
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.4% 2.4%
% of Total 2.4%
2.4%
Menggunaka
n alat dengan
tidak sesuai
fungsi
Count 4 4
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.4% 2.4%
% of Total 2.4%
2.4%
Gagal
menggunaka
n Alat
Pelindung
Diri
Count 21 21
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 12.7% 12.7%
% of Total 12.7% 12.7%
Memuat
beban tidak
sesuai
Count 2 2
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 1.2% 1.2%
% of Total 1.2% 1.2%
Penempatan
tidak sesuai
Count 5 5
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.0% 3.0%
% of Total 3.0% 3.0%
Pengangkata
n tidak sesuai
Count 17 17
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 10.2% 10.2%
% of Total 10.2% 10.2%
Posisi saat
bekerja tidak
aman
Count 14 14
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 8.4% 8.4%
% of Total 8.4% 8.4%
Memperbaiki
alat ketika
beroperasi
Count 10 10
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 6.0% 6.0%
% of Total 6.0% 6.0%
Bukan salah
satunya
Count 27 27
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 16.3% 16.3%
% of Total 16.3% 16.3%
Total Count 166 166
% within Tindakan Tidak
Aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 100.0% 100.0%
% of Total 100.0% 100.0%
Tindakan Tidak Aman * Tahun Kecelakaan (Tahun 2015-2016) Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2015 2016
Tindaka
n Tidak
Aman
Mengoperasikan alat tanpa
wewenang
Count 0 3 3
% within Tindakan Tidak
Aman .0% 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan .0% .5% .4%
% of Total .0% .4% .4%
Gagal memperingatkan Count 7 21 28
% within Tindakan Tidak
Aman 25.0% 75.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.4% 3.7% 3.6%
% of Total .9% 2.7% 3.6%
Gagal mengamankan,
gangguan konsentrasi
Count 46 113 159
% within Tindakan Tidak
Aman 28.9% 71.1% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 22.7% 19.8% 20.5%
% of Total 5.9% 14.6% 20.5%
Mengoperasikan alat
dengan kecepatan yang
tidak sesuai
Count 5 2 7
% within Tindakan Tidak
Aman 71.4% 28.6% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.5% .4% .9%
% of Total .6% .3% .9%
Menggunakan alat yang
rusak
Count 2 2 4
% within Tindakan Tidak
Aman 50.0% 50.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 1.0% .4% .5%
% of Total .3% .3% .5%
Menggunakan alat dengan
tidak sesuai fungsi
Count 3 15 18
% within Tindakan Tidak
Aman 16.7% 83.3% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 1.5% 2.6% 2.3%
% of Total .4% 1.9% 2.3%
Gagal menggunakan Alat
Pelindung Diri
Count 39 93 132
% within Tindakan Tidak
Aman 29.5% 70.5% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 19.2% 16.3% 17.1%
% of Total 5.0% 12.0% 17.1%
Memuat beban tidak
sesuai
Count 1 14 15
% within Tindakan Tidak
Aman 6.7% 93.3% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan .5% 2.5% 1.9%
% of Total .1% 1.8% 1.9%
Penempatan tidak sesuai Count 7 29 36
% within Tindakan Tidak
Aman 19.4% 80.6% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.4% 5.1% 4.7%
% of Total .9% 3.7% 4.7%
Pengangkatan tidak sesuai Count 6 8 14
% within Tindakan Tidak
Aman 42.9% 57.1% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.0% 1.4% 1.8%
% of Total .8% 1.0% 1.8%
Posisi saat bekerja tidak
aman
Count 34 142 176
% within Tindakan Tidak
Aman 19.3% 80.7% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 16.7% 24.9% 22.7%
% of Total 4.4% 18.3% 22.7%
Memperbaiki alat ketika
beroperasi
Count 7 14 21
% within Tindakan Tidak
Aman 33.3% 66.7% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.4% 2.5% 2.7%
% of Total .9% 1.8% 2.7%
Bukan salah satunya Count 46 115 161
% within Tindakan Tidak
Aman 28.6% 71.4% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 22.7% 20.1% 20.8%
% of Total 5.9% 14.9% 20.8%
Total Count 203 571 774
% within Tindakan Tidak
Aman 26.2% 73.8% 100.0%
Lampiran 6 Output Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Jenis Pekerjaan Kerah biru Count 154 195 555 904
% within Jenis Pekerjaan 17.0% 21.6% 61.4% 100.0%
% of Total 16.4% 20.7% 59.0% 96.2%
Kerah putih Count 12 8 16 36
% within Jenis Pekerjaan 33.3% 22.2% 44.4% 100.0%
% of Total 1.3% .9% 1.7% 3.8%
Total Count 166 203 571 940
% within Jenis Pekerjaan 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 7 Output Jam Kecelakaan
Jam Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Jam
Kecelakaan
Pukul 06.01-12.00 Count 51 80 238 369
% within Jam
Kecelakaan 13.8% 21.7% 64.5% 100.0%
% of Total 5.4% 8.5% 25.3% 39.3%
Pukul 12.01-18.00 Count 70 87 201 358
% within Jam
Kecelakaan 19.6% 24.3% 56.1% 100.0%
% of Total 7.4% 9.3% 21.4% 38.1%
Pukul 18.01-24.00 Count 35 26 92 153
% within Jam
Kecelakaan 22.9% 17.0% 60.1% 100.0%
% of Total 3.7% 2.8% 9.8% 16.3%
Pukul 24.01-06.00 Count 10 10 40 60
% within Tahun
Kecelakaan 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 26.2% 73.8% 100.0%
% within Jam
Kecelakaan 16.7% 16.7% 66.7% 100.0%
% of Total 1.1% 1.1% 4.3% 6.4%
Total Count 166 203 571 940
% within Jam
Kecelakaan 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 8 Output Jenis Industri
Jenis Industri * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Jenis
Industri
Manufaktur Count 112 167 370 649
% within Jenis Industri 17.3% 25.7% 57.0% 100.0%
% of Total 11.9% 17.8% 39.4% 69.0%
Listrik, gas, uap dan
pendingin udara
Count 7 0 2 9
% within Jenis Industri 77.8% .0% 22.2% 100.0%
% of Total .7% .0% .2% 1.0%
Persediaan air,
pembuangan limbah,
pengelolaan limbah,
produksi bahan kimia dan
kegiatan remediasi
Count 1 0 0 1
% within Jenis Industri 100.0% .0% .0% 100.0%
% of Total .1% .0% .0% .1%
Konstruksi Count 11 22 152 185
% within Jenis Industri 5.9% 11.9% 82.2% 100.0%
% of Total 1.2% 2.3% 16.2% 19.7%
Perdagangan grosir dan
eceran
Count 10 2 1 13
% within Jenis Industri 76.9% 15.4% 7.7% 100.0%
% of Total 1.1% .2% .1% 1.4%
Transportasi dan
penyimpanan
Count 4 1 4 9
% within Jenis Industri 44.4% 11.1% 44.4% 100.0%
% of Total .4% .1% .4% 1.0%
Kegiatan pelayanan
makanan dan minuman
Count 2 0 1 3
% within Jenis Industri 66.7% .0% 33.3% 100.0%
% of Total .2% .0% .1% .3%
Properti Count 2 0 1 3
% within Jenis Industri 66.7% .0% 33.3% 100.0%
% of Total .2% .0% .1% .3%
Kegiatan profesional,
ilmiah dan teknis
Count 1 1 0 2
% within Jenis Industri 50.0% 50.0% .0% 100.0%
% of Total .1% .1% .0% .2%
Kegiatan administrasi dan
pendukung
Count 0 0 5 5
% within Jenis Industri .0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% .5% .5%
Aktivitas kerja kesehatan
dan sosial manusia
Count 2 0 1 3
% within Jenis Industri 66.7% .0% 33.3% 100.0%
% of Total .2% .0% .1% .3%
Seni, hiburan, dan rekreasi Count 3 1 0 4
% within Jenis Industri 75.0% 25.0% .0% 100.0%
% of Total .3% .1% .0% .4%
Aktivitas pelayanan
lainnya
Count 1 5 23 29
% within Jenis Industri 3.4% 17.2% 79.3% 100.0%
% of Total .1% .5% 2.4% 3.1%
Garmen Count 4 0 2 6
% within Jenis Industri 66.7% .0% 33.3% 100.0%
% of Total .4% .0% .2% .6%
Kimia Count 6 4 9 19
% within Jenis Industri 31.6% 21.1% 47.4% 100.0%
% of Total .6% .4% 1.0% 2.0%
Total Count 166 203 571 940
% within Jenis Industri 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 9 Output Sumber Kecelakaan
Sumber Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Sumber
Kecelakaan
Mesin (Pres, bor,
gergaji, dll)
Count 51 64 158 273
% within Sumber
Kecelakaan 18.7% 23.4% 57.9% 100.0%
% of Total 5.4% 6.8% 16.8% 29.0%
Pengangkut/pengangk
at barang
Count 14 21 62 97
% within Sumber
Kecelakaan 14.4% 21.6% 63.9% 100.0%
Sumber Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
% of Total 1.5% 2.2% 6.6% 10.3%
Perkakas pekerjaan
tangan, benda tajam
Count 33 44 155 232
% within Sumber
Kecelakaan 14.2% 19.0% 66.8% 100.0%
% of Total 3.5% 4.7% 16.5% 24.7%
Bahan mudah terbakar
dan benda panas
Count 6 11 31 48
% within Sumber
Kecelakaan 12.5% 22.9% 64.6% 100.0%
% of Total .6% 1.2% 3.3% 5.1%
Penggerak mula
(turbin, mesin uap,
kincir angin) dan
pompa
Count 4 0 8 12
% within Sumber
Kecelakaan 33.3% .0% 66.7% 100.0%
% of Total .4% .0% .9% 1.3%
Conveyor Count 3 3 13 19
% within Sumber
Kecelakaan 15.8% 15.8% 68.4% 100.0%
% of Total .3% .3% 1.4% 2.0%
Pesawat uap Count 1 0 0 1
% within Sumber
Kecelakaan 100.0% .0% .0% 100.0%
% of Total .1% .0% .0% .1%
Debu berbahaya Count 3 21 36 60
% within Sumber
Kecelakaan 5.0% 35.0% 60.0% 100.0%
% of Total .3% 2.2% 3.8% 6.4%
Lift barang/orang Count 1 0 3 4
% within Sumber
Kecelakaan 25.0% .0% 75.0% 100.0%
% of Total .1% .0% .3% .4%
Alat transmisi
mekanik
Count 5 2 3 10
% within Sumber
Kecelakaan 50.0% 20.0% 30.0% 100.0%
% of Total .5% .2% .3% 1.1%
Peralatan listrik Count 1 0 4 5
% within Sumber
Kecelakaan 20.0% .0% 80.0% 100.0%
% of Total .1% .0% .4% .5%
Permukaan lantai di Count 17 9 55 81
Sumber Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
lingkungan kerja % within Sumber
Kecelakaan 21.0% 11.1% 67.9% 100.0%
% of Total 1.8% 1.0% 5.9% 8.6%
Bahan kimia Count 4 11 25 40
% within Sumber
Kecelakaan 10.0% 27.5% 62.5% 100.0%
% of Total .4% 1.2% 2.7% 4.3%
Gigitan/cakaran/senga
tan binatang
Count 0 0 1 1
% within Sumber
Kecelakaan .0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% .1% .1%
Lain-lain Count 23 17 17 57
% within Sumber
Kecelakaan 40.4% 29.8% 29.8% 100.0%
% of Total 2.4% 1.8% 1.8% 6.1%
Total Count 166 203 571 940
% within Sumber
Kecelakaan 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 10 Output Unsafe Condition
Kondisi tidak aman * Tahun Kecelakaan (Tahun 2014) Crosstabulation
Tahun
Kecelakaan
Total 2014
Kondisi tidak aman Pengaman atau
penghalang yang tidak
memadai
Count 41 41
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 24.7% 24.7%
% of Total 24.7% 24.7%
Perlengkapan pengaman
yang tidak memadai
Count 16 16
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 9.6% 9.6%
% of Total 9.6% 9.6%
Alat, bahan atau
perlengkapan yang rusak
Count 12 12
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 7.2% 7.2%
% of Total 7.2% 7.2%
Kemacetan atau tindakan
yang dibatasi
Count 2 2
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 1.2% 1.2%
% of Total 1.2% 1.2%
Kerapihan yang buruk Count 14 14
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 8.4% 8.4%
% of Total 8.4% 8.4%
Kondisi lingkungan yang
berbahaya seperti gas,
debu, asap, uap, fume
Count 9 9
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 5.4% 5.4%
% of Total 5.4% 5.4%
Bukan salah satunya Count 72 72
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 43.4% 43.4%
% of Total 43.4% 43.4%
Total Count 166 166
% within Kondisi tidak
aman 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 100.0% 100.0%
% of Total 100.0% 100.0%
Kondisi tidak aman * Tahun Kecelakaan (tahun 2015-2016) Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2015 2016
Kondisi tidak aman Pengaman atau
penghalang yang tidak
memadai
Count 40 74 114
% within Kondisi tidak
aman 35.1% 64.9% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 19.7% 13.0% 14.7%
% of Total 5.2% 9.6% 14.7%
Perlengkapan pengaman
yang tidak memadai
Count 8 37 45
% within Kondisi tidak
aman 17.8% 82.2% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 3.9% 6.5% 5.8%
% of Total 1.0% 4.8% 5.8%
Alat, bahan atau
perlengkapan yang rusak
Count 21 34 55
% within Kondisi tidak
aman 38.2% 61.8% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 10.3% 6.0% 7.1%
% of Total 2.7% 4.4% 7.1%
Kemacetan atau tindakan
yang dibatasi
Count 4 3 7
% within Kondisi tidak
aman 57.1% 42.9% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 2.0% .5% .9%
% of Total .5% .4% .9%
Bahaya api dan ledakan Count 0 1 1
% within Kondisi tidak
aman .0% 100.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan .0% .2% .1%
% of Total .0% .1% .1%
Kerapihan yang buruk Count 17 54 71
% within Kondisi tidak
aman 23.9% 76.1% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 8.4% 9.5% 9.2%
% of Total 2.2% 7.0% 9.2%
Kondisi lingkungan yang
berbahaya seperti gas,
debu, asap, uap, fume
Count 11 52 63
% within Kondisi tidak
aman 17.5% 82.5% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 5.4% 9.1% 8.1%
% of Total 1.4% 6.7% 8.1%
Paparan kebisingan Count 1 3 4
% within Kondisi tidak
aman 25.0% 75.0% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan .5% .5% .5%
% of Total .1% .4% .5%
Bukan salah satunya Count 101 313 414
% within Kondisi tidak
aman 24.4% 75.6% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 49.8% 54.8% 53.5%
% of Total 13.0% 40.4% 53.5%
Total Count 203 571 774
% within Kondisi tidak
aman 26.2% 73.8% 100.0%
% within Tahun
Kecelakaan 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 26.2% 73.8% 100.0%
Lampiran 11 Output Corak Kecelakaan
Corak Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Corak
Kecelakaan
Terbentur, tertusuk,
tersayat
Count 88 92 227 407
% within Corak
Kecelakaan 21.6% 22.6% 55.8% 100.0%
% of Total 9.4% 9.8% 24.1% 43.3%
Terpukul Count 1 9 13 23
% within Corak
Kecelakaan 4.3% 39.1% 56.5% 100.0%
% of Total .1% 1.0% 1.4% 2.4%
Terjepit Count 40 45 139 224
% within Corak
Kecelakaan 17.9% 20.1% 62.1% 100.0%
% of Total 4.3% 4.8% 14.8% 23.8%
Jatuh dari ketinggian
yang sama, tergelincir
Count 11 9 29 49
% within Corak
Kecelakaan 22.4% 18.4% 59.2% 100.0%
Corak Kecelakaan * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
% of Total 1.2% 1.0% 3.1% 5.2%
Jatuh dari ketinggian
berbeda
Count 9 4 32 45
% within Corak
Kecelakaan 20.0% 8.9% 71.1% 100.0%
% of Total 1.0% .4% 3.4% 4.8%
Keracunan Count 0 0 27 27
% within Corak
Kecelakaan .0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% 2.9% 2.9%
Tersentuh arus listrik Count 0 0 3 3
% within Corak
Kecelakaan .0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% .3% .3%
Terpapar Count 17 41 93 151
% within Corak
Kecelakaan 11.3% 27.2% 61.6% 100.0%
% of Total 1.8% 4.4% 9.9% 16.1%
Lain-lain Count 0 3 8 11
% within Corak
Kecelakaan .0% 27.3% 72.7% 100.0%
% of Total .0% .3% .9% 1.2%
Total Count 166 203 571 940
% within Corak
Kecelakaan 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 12 Output Bagian Fisik yang Cidera
Bagian Fisik yang Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Bagian Fisik yang
Cidera Pada
Korban
Kecelakaan Kerja
Kepala/wajah Count 19 17 64 100
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
19.0% 17.0% 64.0% 100.0%
% of Total 2.0% 1.8% 6.8% 10.6%
Mata Count 6 31 62 99
Bagian Fisik yang Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
6.1% 31.3% 62.6% 100.0%
% of Total .6% 3.3% 6.6% 10.5%
Telinga Count 1 0 3 4
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
25.0% .0% 75.0% 100.0%
% of Total .1% .0% .3% .4%
Badan Count 2 4 13 19
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
10.5% 21.1% 68.4% 100.0%
% of Total .2% .4% 1.4% 2.0%
Organ tubuh
bagian dalam
Count 3 0 41 44
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
6.8% .0% 93.2% 100.0%
% of Total .3% .0% 4.4% 4.7%
Tungkai
atas/lengan
Count 20 15 50 85
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
23.5% 17.6% 58.8% 100.0%
% of Total 2.1% 1.6% 5.3% 9.0%
Telapak/jari
tangan
Count 79 88 222 389
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
20.3% 22.6% 57.1% 100.0%
% of Total 8.4% 9.4% 23.6% 41.4%
Tungkai
bawah
Count 16 18 47 81
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
19.8% 22.2% 58.0% 100.0%
% of Total 1.7% 1.9% 5.0% 8.6%
Telapak/jari
kaki
Count 12 12 53 77
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
15.6% 15.6% 68.8% 100.0%
% of Total 1.3% 1.3% 5.6% 8.2%
Di banyak Count 8 18 16 42
Bagian Fisik yang Cidera Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
bagian tubuh % within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
19.0% 42.9% 38.1% 100.0%
% of Total .9% 1.9% 1.7% 4.5%
Total Count 166 203 571 940
% within Bagian Fisik yang
Cidera Pada Korban
Kecelakaan Kerja
17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 13 Output Sifat Luka/Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja
Sifat luka/ Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Sifat luka/
Kelainan Pada
Korban
Kecelakaan Kerja
Patah tulang Count 14 9 30 53
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
26.4% 17.0% 56.6% 100.0%
% of Total 1.5% 1.0% 3.2% 5.6%
Dislokasi/
keseleo
Count 2 1 7 10
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
20.0% 10.0% 70.0% 100.0%
% of Total .2% .1% .7% 1.1%
Regang
otot/urat
Count 1 1 3 5
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
20.0% 20.0% 60.0% 100.0%
% of Total .1% .1% .3% .5%
Memar dan
luka dalam
yang lain
Count 28 25 75 128
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
21.9% 19.5% 58.6% 100.0%
% of Total 3.0% 2.7% 8.0% 13.6%
Amputasi Count 8 3 18 29
Sifat luka/ Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
27.6% 10.3% 62.1% 100.0%
% of Total .9% .3% 1.9% 3.1%
Luka sobek di
permukaan
Count 83 111 293 487
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
17.0% 22.8% 60.2% 100.0%
% of Total 8.8% 11.8% 31.2% 51.8%
Luka
iritasi/bengka
k dan lainnya
di bagian
mata
Count 10 30 57 97
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
10.3% 30.9% 58.8% 100.0%
% of Total 1.1% 3.2% 6.1% 10.3%
Gegar dan
remuk
Count 3 3 8 14
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
21.4% 21.4% 57.1% 100.0%
% of Total .3% .3% .9% 1.5%
Luka bakar Count 11 14 28 53
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
20.8% 26.4% 52.8% 100.0%
% of Total 1.2% 1.5% 3.0% 5.6%
Keracuanan
mendadak
Count 0 0 27 27
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
.0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% 2.9% 2.9%
Mati lemas Count 2 0 1 3
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
66.7% .0% 33.3% 100.0%
% of Total .2% .0% .1% .3%
Pengaruh arus
listrik
Count 0 0 1 1
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
.0% .0% 100.0% 100.0%
% of Total .0% .0% .1% .1%
Sifat luka/ Kelainan Pada Korban Kecelakaan Kerja * Tahun Kecelakaan Crosstabulation
Tahun Kecelakaan
Total 2014 2015 2016
Luka-luka
yang banyak
dan berlainan
sifatnya
Count 3 3 4 10
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
30.0% 30.0% 40.0% 100.0%
% of Total .3% .3% .4% 1.1%
Lain-lain Count 1 3 19 23
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
4.3% 13.0% 82.6% 100.0%
% of Total .1% .3% 2.0% 2.4%
Total Count 166 203 571 940
% within Sifat luka/
Kelainan Pada Korban
Kecelakaan Kerja
17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
% of Total 17.7% 21.6% 60.7% 100.0%
Lampiran 14 Output Trend Kecelakaan Kerja 2014-2016 di Jakarta Timur
Lampiran 15 Kategori Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Sangat Rendah
1. Penjahit/Konveksi
2. Pabrik topi
3. Industri pakaian lainnya (payung, kulit ikat pinggang, ganntungan
celana/bretel)
4. Pembikinan layar dan krey dari tekstil
5. Pabrik keperluan rumah tangga (sprei, selimut, terpal, gorden, dan lain-
lain yang ditenun)
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Sangat Rendah
6. Perdagangan ekspor-impor
7. Perdagangan besar lainnya (agen-agen perdagangan besar, distributor,
makelar, dan lain-lain)
8. Perdagangan lainnya (toko, koperasi, penjualan makanan, dan lain-lain).
9. Bank dan kantor-kantor perdagangan
10. Perusahaan pertangguangan/asuransi
11. Jasa Pemerintahan
12. Apotik, pengobatan dan kesehatan lainnya
13. Organisasi-organisasi keagamaan
14. Lembaga kesejahteraan/sosial
15. Persatuan perdagangan dan organisasi buruh
16. Balai penyidikan yang berfiri sendiri
17. Jasa pengaman dan jasa-jasa umum lainnya seperti museum,
perpustakaan, kebun binatang, dan lain-lain
18. Pemangkas rambut dan salon kecantikan
19. Peternakan
20. Industri kreatif (animasi, desain grafis, arsitektur, dan lain-lain)
21. Jasa Profesi (dokter, pengacara, akuntan, konsultan, dan lain-lain)
22. Reparasi arloji dan lonceng
23. Bioskop
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Rendah
1. Pertanian rakyat
2. Perkebunan gula
3. Perkebunan tembakau
4. Perkebunan bukan tahunan, terkecuali gula dan tembakau
5. Perkebunan tahunan seperti karet, cokelat, kelapa, dan lain-lain
6. Pabrik teh
7. Penggorengan dan pembuatan kopi bubuk
8. Pabrik rokok (sigaret, cerutu, kretek, dan lain-lain)
9. Perusahaan tembakau lainnya
10. Pabrik kina
11. Pabrik alat-alat pengangkutan lainnya
12. Industri alat-alat pekerjaan, pengetahuan, pengukuran dan pemeriksaan
laboratorium
13. Reparasi arloji dan lonceng
14. Industri alat-alat musik
15. Pabrik alat-alat olahraga
16. Pabrik mainan anak
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Rendah
17. Perdagangan barang-barang tak bergerak (penyewaan alat, tanah, rumah,
garasi, dan lain-lain)
18. Jasa perhubungan seperti handy talky dan radio
19. Perusahaan pembuatan film dan pengedar film
20. Bioskop
21. Sandiwara, komedi, opera, sirkus, band, dan lain-lain
22. Jasa hiburan selain sandiwara dan bioskop
23. Perusahaan binatu, laundry
24. Perusahaan potret/studio foto
25. Penyiaran radio
26. Rumah makan dan minum
27. Hotel, penginapan, dan ruang sewa
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Sedang
1. Pelayanan pengairan
2. Perusahaan kehutanan
3. Pengumpulan hasil hutan
4. Pembakaran arang (di hutan)
5. Perburuan
6. Pemeliharaan ikan tawar
7. Pemeliharaan ikan laut
8. Penangkapan ikan tawar
9. Pemotongan hewan
10. Pemotongan dan pengawetan daging
11. Pengolahan susu dan mentega
12. Pabrik pengawetan sayur dan buah
13. Pabrik pengawetan ikan
14. Penggilingan padi
15. Pabrik tepung (beras, tapioka, dan lain-lain)
16. Perusahaan pengupasan (kacang tanah dan lain-lain)
17. Pabrik roti dan kue
18. Pabrik biskuit
19. Pabrik gula
20. Pabrik kembang gula, cokelat dan lain-lain
21. Pabrik mie dan bihun
22. Pabik kerupuk
23. Pabrik tahu
24. Pabrik kecap
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Sedang
25. Pabrik es
26. Pabrik bargarine, minyak goreng, dan lemak
27. Industri makanan lainnya
28. Pabrik alkohol dan spirtus
29. Pabrik anggur
30. Pabrik bir
31. Pabrik soda, sari buah dan minuman
32. Pabrik pemintalan
33. Pemintalan tali sepatu
34. Pertenunan
35. Permadani
36. Pabrik triko (kaos, kaus kaki, dan pabrik rajut)
37. Pabrik tali temali (kabel, pukat, ranu, sabut, dan lain-lain)
38 Industri tekstil lainnya
39. Pabrik keperluan kaki, terkecuali sepatu karet, sendal plastik, dll
termasuk pabrik barang-barang plastik
40. Reparasi barang-barang keperluan kaki
41. Pabrik kayu gabus
42. Penggergajian kayu
43. Pabrik peti dan gentong kayu
44. Pembikinan barang-barang lainnya
45. Pembikinan meubel dari rotan dan bambu
46. Pabrik meubel dari kayu dan bahan-bahan lainnya
47. Pabrik kertas koran dan karton
48. Pabrik barang-barang dari kertas koran dan karton
49. Perusahaan percetakan, penerbitan
50. Penyamakan kulit
51. Pabrik barang dari kulit seperti kopor, tas, dan lainnya.
52. Penuiling karet
53. Pabrik barang-barang dari karet (ban kendaraan dan dalam, mainan anak-
ank dan lain-lain)
54. Perusahaan vulkanisisr
55. Pabrik garam
56. Pabrik zat asam
57. Industri kimia pokok lainnya
58. Terpentin dan damar
59. Industri minyak kelapa
60. Industri minyak kelapa sawit
61. Industri minyak dan gemuk dari tumbuh-tumbuhan
62. Industri minyak gemuk dari hewan
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Sedang
63. Pabrik sabun
64. Pabrik obat-obatan/farmasi
65. Pabrik wangi-wangian/kosmetik
66. Pabrik barang-barang untuk mengkilap
67. Pabrik kimia lainnya (lilin gambar, obat nyamuk, pestisida, dan lain-lain)
68. Cokes oven (distribusi gas)
69. Pabrik bahan bangunan dari tanah liat
70. Pabrik bahan bangunan dari tanah liat
71. Pabrik barang-barang dari tanah liat dan porselin
72. Pabrik semen
73. Pabrik gamping
74. Pabrik tegel, ubin, pipa beton
75. Pabrik pengecoran besi dan pembuatan baja
76. Pabrik barang-barang dari logam (batangan besi, kisi-kisi, lembaran besi,
pipa corong)
77. Pabrik timbangan
78. Pabrik klise dan huruf cetak
79. Pabrik galvanisir (partikel)
80. Pabrik barang-barang logam lainnya
81. Pabrik reparasi kapal dari kayu
82. Pembikinan dan reparasi kapal dari kayu
83. Reparasi perusahaan perak
84. Industri optik
85. Industri arloji dan lonceng
86. Perusahaan perak
87. Industri barang-barang dari logam mulia
88. Pabrik es
89. Industri-industri lain seperti perusahaan plastik, perusahaan bulu-bulu
burung, pipa tembakau
90. Perusahaan air (pengumpulan penyaringan dan distribusi)
91. Pembersihan (sampah dan kotoran)
92. Jasa pengangkutan seperti ekspedisi laut dan udara
93. Stasiun pengisian bahan bakar umum
94. Pabrik gula
95. Pabrik cat dan lak
96. Pabrik tinta dan lem
97. Pabrik bata merah dan genteng
98. Reparasi kendaraan bermotor (mobil, truk, dan sepeda motor)
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Tinggi
1. Pebrik hasil dari minyak tanah
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Sedang
2. Pabrik barang-barang dari minyak tanah atau batu bara
3. Pabrik dan reparasi dan mesin-mesin (bengkel motor, mobil dan mesin)
4. Pembikinan dan reparasi kapal dari baja
5. Pembikinan dan reparasi alat-alat perhubungan kereta api
6. Pabrik kendaraan bermotor dan bagian-bagiananya
7. Pabrik dan reparasi kapal udara
8. Perusahaan kereta api
9. Perusahaan trem dan bus
10. Pengangkutan barang dan penumpang di jakan (bus, truk, taksi dan
pengangkutan massal)
11. Penimbunan barang/veem
12. Pengolahan limbah B3
13. Perusahaan pengisian bahan bakar gas dan elpiji
14. Pabrik alkohol dan spirtus
15. Pabrik gas dan sejenisnya
16. Pabrik semen
17. Pabrik pengecoran besi dan pembuatan baja
18. Perusahaan listrik/ pembangkit, pemindahan dan distribusi tenaga listrik
19. Pabrik gas distribusi untuk rumah tangga dan pabrik-pabrik
20. Industri uap untuk tenaga
21. Penangkapan ikan laut
22. Penangkapan ikan laut lainnya
23. Pengumpulan hasil laut terkecuali ikan
24. Lori perkebunan
No. Kelompok Tingkat Risiko Lingkungan Kerja Sangat Tinggi
1. Penebangan dan pemotongan kayu
2. Asam blerang
3. Pabrik pupuk
4. Pabrik kaleng
5. Perbaikan rumah, jalan-jalan, terusan-terusan konstruksi berat, pipa air,
jembatan kereta aoi dan instalasi listrik
6. Pengangkutan barang-barang dan penumpang di laut
7. Pengangkutan barang-barang dan penumpang di udara
8. Pabrik korek api
9. Pertambangan minyak mentah dan gas bumi
10. Penggalian batu
11. Penggalian tanah liat
12. Penggalian pasir
13. Penggalian gamping
14. Penggalian belerang
15. Tambang intan dan batu perhiasan
16. Pertambangan lainnya
17. Tambang emas dan perak
18. Penghasilan batu bara
19. Tambang besi mentah
20. Tambang timah
21. Tambang bauksit
22. Tambang mangan
23. Tambang mangan
24. Tambang logam lainnya
25. Pabrik bahan peledak, bahan petasan, dan kembang api.