gambaran kebutuhan psikologis pada anak dengan … · anak-anak yang berkembang secara fisik,...

52
GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PADA ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU (Tinjauan Kualitatif dengan Art Therapy sebagai Metode Penggalian Data) Disusun oleh: A. A. Ayu Wulan Dwi Anggaswari IGAP Wulan Budisetyani PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Upload: others

Post on 01-Feb-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

GAMBARAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU

(Tinjauan Kualitatif dengan Art Therapy sebagai Metode Penggalian Data)

Disusun oleh:

A. A. Ayu Wulan Dwi Anggaswari

IGAP Wulan Budisetyani

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

ii

iii

Gambaran Kebutuhan Psikologis pada Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku

(Tinjauan Kualitatif dengan Art Therapy sebagai Metode Penggalian Data)

A.A.Ayu Wulan Dwi Anggaswari dan I.G.A.P. Wulan Budisetyani

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]

ABSTRAK

Dalam proses tumbuh kembang anak akan timbul kebutuhan-kebutuhan pada diri

anak yang harus dipenuhi. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersebut salah satunya adalah

kebutuhan psikologis. Kebutuhan tersebut mutlak diperlukan, bahkan memegang peranan

penting untuk memberikan landasan dari mana pertumbuhan dan perkembangan aspek

fisik, kognitif dan sosioemosional dilanjutkan. Ketika anak tidak mampu memperoleh

kebutuhannya dengan baik, maka akan muncul masalah penyesuaian diri pada anak, salah

satunya adalah gangguan emosi dan perilaku. Untuk dapat mengetahui kebutuhan

psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku, dapat menggunakan art

therapy. Art therapy dapat digunakan sebagai media berkomunikasi karena anak dengan

gangguan emosi dan perilaku memiliki kesulitan untuk mengungkapkan atau mengenali

emosi yang sedang dirasakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku melalui wawancara

dan observasi dengan menggunakan metode art therapy.

Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini adalah

seorang anak perempuan berusia 12 tahun dengan gangguan emosi dan perilaku. Teknik

penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dengan

menggunakan media art therapy dan catatan lapangan. Data yang terkumpul dianalisis

menggunakan teknik analis studi kasus menurut Cresswell (2007).

Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa terdapat 23 kategori yang dapat

dikelompokan menjadi tiga pola. Pola-pola tersebut adalah 1. faktor penyebab anak dengan

gangguan emosi dan perilaku; 2. karakteristik psikologis; dan 3. kebutuhan psikologis pada

anak dengan gangguan emosi dan perilaku.

Kata Kunci: art therapy, kebutuhan psikologis, anak, gangguan emosi dan perilaku

iv

The Description of Psychological Needs in Children with Emotional Behavior Disorders

(Qualitative Review with Art Therapy as a Method of Data Collection)

A.A.Ayu Wulan Dwi Anggaswari and I.G.A.P. Wulan Budisetyani

Department of Psychology, Faculty of Medicine, Udayana University

[email protected]

ABSTRACT

In the process of child development, Children have needs and it’s has to be filled. One of

these needs called psychological needs. Psychological needs are a very important role which can

give an impact to the growth and development of physical, cognitive, and socio-emotional. When

children are not able to obtain their needs, it would cause adjustment problems and one of the

problems is emotional and behavioral disorders. There are so many way to detect children with

emotional and behavioral disorders, one of these is art therapy. Art therapy can be used as a

communication media for children with emotional and behavioral disorders which have

difficulty to express or recognize emotions. The purpose of this study is for knowing the

psychological needs of children with emotional and behavioral disorders through interview and

observation with art therapy.

This qualitative study uses a case study approach. The sampling technique of the study

was purposive sampling. Subject in this study was a 12-year-old girl with emotional and

behavioral disorders. The data was collected with observation, filed note and interview by using

art therapy as a media. The collected data are analyzed according to Cresswell’s theory (2007).

Based on the results of data analysis, it was found that there are 23 categories which can

be classified into three patterns. These patterns are 1. the causes of children with emotional and

behavioral disorders; 2. psychological characteristics; and 3. the psychological needs of children

with emotional and behavioral disorders.

Keywords: Art therapy, Psychological needs, Child, Emotional and Behavioral Disorders

1

LATAR BELAKANG

Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan

dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah

yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

Seorang anak yang dikatakan tumbuh dan berkembang secara normal dan sehat merupakan

anak-anak yang berkembang secara fisik, kognitif, sosial dan emosi dengan baik dan sesuai

dengan tahapan perkembangan usianya seperti yang dikemukan oleh The UN dalam Rights

of The Child (Fawcett, 2000).

Di Negara-negara bagian barat, terdapat berbagai teori tahapan perkembangan,

seperti teori tahapan perkembangan Piaget atau Erikson, yang dimana tahapan

perkembangan tersebut memetakan kemajuan perkembangan anak secara sistematis untuk

menjadi individu dewasa yang matang, rasional, dan kompeten (Fawcett, 2000). Tujuan

dari tahapan perkembangan tersebut adalah untuk mengidentifikasi tahapan-tahapan

kronologis anak dalam mengikuti urutan perkembangan yang normal. Orangtua memiliki

harapan dan cita-cita agar anak mereka dapat berkembang dengan maksimal, sehingga

anak tersebut mampu dan berhasil dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan yang

berlaku umum untuk setiap umur atau sesuai dengan fase perkembangan yang akan atau

sedang dilalui oleh anak (Atmodiwirjo, 2008).

Selama proses perkembangan anak menjadi dewasa seutuhnya, terdapat kebutuhan-

kebutuhan dasar atau keinginan anak untuk menjadi sesuatu (Gunarsa, 2008). Maslow

(dalam Gunarsa, 2008) membagi kebutuhan dasar individu menjadi dua kelompok, yaitu

kebutuhan primer atau kebutuhan fisologis seperti makan dan minum, serta kebutuhan

sekunder atau kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan primer

atau fisiologis dan kebutuhan sekunder atau psikologis akan dapat terpenuhi dengan cara

individu melakukan tindakan atau perilaku tertentu. Seperti misalnya untuk memenuhi

2

kebutuhan fisiologis, ketika individu merasakan lapar, maka individu akan berperilaku

tertentu untuk mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan, sedangkan ketika individu

membutuhkan rasa aman, maka individu akan berperilaku tertentu untuk memperoleh

perasaan dicintai, diterima, didukung dan dihargai oleh lingkungan sekitar. Kebutuhan

psikologis terkait kebutuhan akan rasa aman tersebut merupakan kebutuhan yang sangat

penting dipenuhi pada masa perkembangan anak setelah kebutuhan primer atau kebutuhan

fisiologis terpenuhi, kerena pemenuhan kebutuhan rasa aman tersebut akan mempengaruhi

perkembangan psikologis anak baik dari segi emosi, mental maupun kepribadian. Ketika

anak berhasil memenuhi kebutuhan psikologis, maka anak akan matang secara emosi dan

perilaku dimana kematangan emosi dan perilaku tersebut akan berpengaruh terhadap

kemampuan anak dalam belajar dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Faktanya, kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut memang mutlak diperlukan, bahkan

memegang peranan penting untuk memberikan landasan dari mana pertumbuhan dan

perkembangan aspek lain dilanjutkan (Gunarsa, 2008). Feist & Feist (2010) juga

mengungkapkan jika tidak terpenuhinya salah satu dari kebutuhan-kebutuhan mendasar

dapat mengarah pada beberapa macam penyakit. Maslow (dalam Feist & Feist, 2010)

berasumsi bahwa semua orang dimanapun termotivasi oleh kebutuhan dasar yang sama,

sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan faktor utama dalam mendorong

individu untuk memenuhi kebutuhan dasar diri sendiri. Makmun (dalam Efendi, 2008)

menjelaskan bahwa dalam setiap proses pemenuhan kebutuhan, individu seringkali harus

berhadapan dengan sejumlah alternatif, baik yang berkenaan dengan instrumental behavior

(kemungkinan tindakan yang akan ditempuh) maupun goals (tujuan yang hendak dicapai)

dengan memperhitungkan untung ruginya. Apabila individu mampu menyelesaikan

rintangan yang menjadi hambatan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan sebagai dasar

dalam proses penyesuaian diri, maka individu telah melakukan tindakan penyesuaian yang

3

sehat dan rasional sehingga dapat mencapai tujuan. Akan tetapi, jika individu tidak dapat

mengatasi tantangan yang menghadang maka individu akan mengalami kekecewaan yang

mendalam atau frustrasi. Tantangan sebagai penyebab timbulnya frustrasi tersebut dapat

bersumber pada orang lain, peristiwa tertentu, diri pribadi dan lain-lain.

Adanya pengalaman-pengalaman yang mengecewakan atau frustrasi tersebut yang

menimpa diri seorang anak pada masa perkembangannya akan memudahkan timbulnya

masalah gangguan penyesuaian diri dikemudian hari (Atmodiwirjo, 2008). Salah satu

bentuk gangguan penyesuaian diri yang dapat dialami oleh anak-anak adalah gangguan

emosi dan perilaku.

Menurut Somantri (2007), anak dengan gangguan emosi dan perilaku merupakan

anak yang kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik

terhadap lingkungannya, dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya. Penelitian

Kauffman dan Landrum (dalam Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009) pada beberapa kota

di Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat enam hingga 10 persen anak-anak dan

remaja yang bersekolah di sekolah anak berkebutuhan khusus dan umum mengalami

gangguan emosi dan perilaku yang serius. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku

cenderung memiliki kepribadian yang kurang percaya diri, menunjukkan sikap curiga

terhadap orang lain, rendah diri, dan sebaliknya yaitu dengan menunjukkan sikap

permusuhan terhadap lingkungan atau otoritas, mengisolasi diri, kecemasan yang

berlebihan, tidak memiliki ketenangan jiwa, dan sering melakukan perkelahian atau

bentrokan (Efendi, 2008).

Peran orangtua sangatlah penting dalam membantu anak memenuhi kebutuhan-

kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan psikologis. Delphie (2006) menjelaskan

hambatan yang ada pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku pada usia sekolah

dasar atau taman kanak-kanak, umumnya berkaitan dengan sering terjadinya konflik

4

dengan orangtua, dengan saudara atau pasangan saudara kembarnya, sehingga anak dengan

gangguan emosi dan perilaku mempunyai perwatakan yang keras, menyangkut perilaku

yang lekas marah, serta mempunyai pola tidur dan makan yang tidak pada umumnya.

Umumnya, apabila anak sering mendapatkan tanggapan-tanggapan negatif dari keluarga,

sekolah atau orang lain dalam lingkungan kehidupan yang dijalani, akan menyebabkan

anak menjadi lebih agresif, dan lebih sering menghindarkan diri dari kerumunan orang-

orang di sekitarnya. Adanya tekanan-tekanan yang sering terjadi di masyarakat terhadap

anak, ditambah dengan ketidakberhasilan anak bersangkutan dalam pergaulan lingkungan

sekitar juga sering menjadi penyebab perilaku-perilaku yang menyimpang.

Geddes, D. (dalam Delphie, 2006) menyatakan bahwa para ahli psikoanalisis

mempercayai bahwa interaksi negatif yang terjadi sejak usia dini antara orangtua dan anak

merupakan penyebab utama dari permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan

kelainan emosi dan perilaku yang serius. Gunawan (2013) menyatakan bahwa salah satu

faktor penyebab munculnya gangguan emosi dan perilaku pada anak adalah karena adanya

konflik antara orangtua dan anak. Dengan demikian, para orangtua memiliki tanggung

jawab yang besar dalam memperhatikan, memahami, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan

baik fisiologis maupun psikologis pada anak mereka. Menurut Missa (2014), keluarga,

terutama orang tua, merupakan kebutuhan paling mendasar pada diri seorang anak. Meier

(dalam Missa, 2014) menjelaskan bahwa seorang anak akan berkembang menjadi orang

dewasa yang matang dan bahagia, baik secara emosi dan rohani, jika berada di dalam

keluarga yang sehat secara mental.

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan membantu

memahami anak dengan gangguan emosi dan perilaku, antara lain yaitu melalui cognitive

behavior therapy (CBT), play therapy, dan art therapy (Pawitri, 2014). Anak dengan

gangguan emosi dan perilaku cenderung mengalami kesulitan dalam mengekspresikan

5

perasaan atau keinginan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan media art therapy

sebagai metode dalam berkomunikasi antara peneliti dengan anak dengan gangguan emosi

dan perilaku.

Menurut The British Association of Art Therapists (2014), art therapy merupakan

bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni sebagai modal utama untuk

berkomunikasi. Tujuan keseluruhan dari kegiatan art therapy ini adalah untuk

memungkinkan individu untuk berubah dan tumbuh pada tingkat pribadi melalui

penggunaan bahan-bahan seni di lingkungan yang aman dan memfasilitasi. Hal tersebut

menawarkan kesempatan untuk berekspresi, berkomunikasi dan dapat sangat membantu

untuk individu yang merasa sulit untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan.

Menurut Pawitri (2014), art therapy memiliki banyak keunggulan dalam membantu

dan memahami anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Selain dapat diterapkan pada

berbagai kalangan usia, art therapy juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain

dengan cara melukis, menggambar, mewarnai, membuat patung atau membuat tembikar.

Art therapy yang paling sederhana untuk diterapkan adalah melukis, menggambar dan

mewarnai. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adriani & Satiadarma (2011)

mengenai efektivitas art therapy dalam mengurangi kecemasan pada remaja pasien

leukemia menunjukkan bahwa art therapy efektif dalam mengurangi kecemasan pada

pasien leukemia. Melalui proses art therapy yang dilakukan dengan menggambar, remaja

pasien leukemia mampu mengekspresikan gejolak perasaan cemas sehingga dengan

demikian, beban kecemasan menjadi berkurang. Menurut Hirawan (2014), secara sosial

dan emosional, kegiatan menggambar dan mewarnai dapat melepaskan perasaan tegang

dan mengurangi kecemasan, pemrosesan kepercayaan diri, memfasilitasi identifikasi emosi

dan ekspresi, serta kesadaran akan individualitas dan keunikan. Selain itu, secara

komunikasi, melalui menggambar dan mewarnai, anak-anak dapat mengembangkan

6

ekspresi nonverbal, emosi, menyalurkan ide-ide, mempromosikan hubungan dan interaksi

dengan orang lain, serta kesempatan untuk menyampaikan ekspresi verbalnya secara

spontan.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penelitian ini peneliti menggunakan art

therapy sebagai metode dalam melakukan wawancara dan observasi untuk melihat

gambaran kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku karena

mengingat anak dengan gangguan emosi dan perilaku cenderung sulit dalam

mengungkapkan perasaan atau emosi yang dirasakannya dengan baik dan tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana art therapy sebagai metode

dalam berkomunikasi dapat membantu mengungkap dan memahami kebutuhan psikologis

pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku.

Metode Penelitian

Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain studi kasus.

Menurut Patton (dalam Ahmadi, 2014), metode kualitatif digunakan untuk memahami

fenomena yang sedang terjadi secara alamiah (natural). Bogdan & Biklen (dalam Ahmadi,

2014) menyatakan penelitian studi kasus merupakan suatu kajian yang rinci tentang satu

latar, atau subjek tunggal, atau satu tempat penyimpanan dokumen, atau suatu peristiwa

tertentu. Studi kasus bertujuan untuk dapat memberikan informasi tentang kekhawatiran,

harapan, fantasi, pengalaman traumatis, latar belakang pendidikan, relasi keluarga,

kesehatan mental, untuk dapat memahami pikiran atau perilaku individu (Santrock, 2002).

7

Kriteria Subjek

Adapun kriteria subjek yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku

2. Berusia 6 – 12 tahun

3. Tinggal bersama orang tua

4. Bersekolah di sekolah umum

Penelitian ini menggunakan teknik Purposive sampling. Purposive sampling

merupakan teknik pengambilan sampel sebagai sumber data dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2013). Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik

penelitian, peneliti memilih subjek sebagai unit analisisnya (Satori & Komariah, 2014).

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Turiya School yang berlokasi di jalan Palapa, Denpasar.

Turiya School adalah sebuah layanan tumbuh kembang dan pendidikan anak yang

berbentuk pelayanan bimbingan belajar plus. Gedung Turiya School memiliki dua tingkat,

yaitu satu ruangan belajar di lantai satu, satu tempat belajar di teras belakang, dan dua

ruangan di lantai dua. Saat proses wawancara dan observasi dilakukan, peneliti

menggunakan dua ruangan, yaitu salah satu ruangan di lantai dua dan tempat belajar di

teras belakang.

Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap

subjek dengan menyesuaikan jadwal terapi subjek di Turiya School, yaitu pada hari Senin,

Rabu dan Jumat, pukul 14.30 WITA-15.30 WITA. Peneliti melakukan wawancara

sebanyak 12 kali dan observasi terhadap subjek sebanyak 14 kali dalam rentang waktu tiga

bulan. Sedangkan wawancara dengan significant others, yaitu ibu subjek, guru sekolah dan

psikolog yang dilakukan sebanyak satu kali.

8

Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang paling umum digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini, selain menggunakan metode

wawancara dan observasi, peneliti juga menggunakan catatan lapangan agar tidak terdapat

fakta-fakta yang terlewatkan.

1. Wawancara

Wawancara (interview) adalah proses komunikasi interaksional antara dua pihak

dimana salah satu pihak telah memiliki tujuan yang telah ditentukan sebelumnya atau

tujuan yang serius, yang di dalamnya terdapat proses bertanya dan menjawab pertanyaan

(Stewart & Cash, 2008). Esterberg (dalam Sugiyono, 2013) mengemukakan beberapa

macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur.

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini merupakan anak dengan gangguan

emosi dan perilaku yang cenderung mengalami kesulitan dalam mengekspresikan atau

mengungkapkan emosi atau perasaan sehingga sangat sulit untuk melakukan wawancara

secara langsung. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan art therapy sebagai media

yang dapat membantu proses wawancara sehingga anak dengan gangguan emosi dan

perilaku dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan atau emosi terkait dengan

kebutuhan psikologis. Adapun prosedur yang dilakukan yaitu peneliti menyiapkan

instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Selain menyiapkan

pertanyaan-pertanyaan, peneliti juga menyiapkan alat bantu rekam serta material lain yang

dibutuhkan dalam kegiatan art therapy sebagai sarana yang dapat membantu pelaksanaan

wawancara agar dapat berjalan dengan lancar. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan

dalam kegiatan art therapy. Peneliti bersama psikolog membuat rancangan kegiatan yang

disesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kebutuhan-

9

kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Dalam setiap

rancangan kegiatan, terdapat pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada subjek.

Wawancara semi terstruktur ini tidak hanya dilakukan pada subjek, tetapi juga

dengan informan atau significant others yang dirasa dapat memberikan informasi terkait

dengan kondisi dan kebutuhan psikologis pada subjek sebagai anak dengan gangguan

emosi dan perilaku. Berbeda dengan wawancara kepada subjek, wawancara kepada

informan tidak dengan metode art therapy.

2. Observasi

Syaodih (dalam Satori dan Komariah, 2014) menyatakan bahwa observasi

merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan

pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Jenis observasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif. Dalam observasi partisipatif, peneliti

terlibat dalam kegiatan subjek yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber

data penelitian (Sugiyono, 2013). Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan

kegiatan yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Pada

penelitian ini, observasi digunakan secara bersama-sama pada saat melakukan wawancara

sehingga peneliti akan mendapatkan data tambahan seperti kegiatan yang dilakukan oleh

subjek, penampilan fisik subjek, ekspresi emosi, bahasa tubuh, cara bicara serta aspek non

verbal lainnya yang ditunjukkan oleh subjek terkait kebutuhan psikologis. Seperti misalnya

melalui kegiatan colored candy go around, subjek menunjukkan perilaku menghindar saat

ditanya lebih mendalam mengenai hubungan subjek dengan ibunya.

10

3. Catatan Lapangan

Dalam menggali data melalui observasi dan wawancara, peneliti juga menggunakan

catatan lapangan sebagai alat bantu yaitu dengan mencatat ketika peneliti menemukan

fakta atau informasi yang dirasa penting dan menarik untuk digali lebih dalam. Catatan

lapangan merupakan catatan tertulis mengenai apa yang didengar, dilihat, dialami, dan

dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian

kualitatif (Satori & Komariah, 2014). Catatan lapangan langsung dibuat setelah

pengambilan data melalui observasi atau wawancara.

Analisis Data

Stake (dalam Creswell, 2007) mengungkapkan bahwa terdapat empat tahapan

analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu: (1) Categorical

Aggregation atau pengumpulan kategori, yaitu peneliti mencari suatu kumpulan kategori

dari data yang diperoleh dan kemudian peneliti dapat menemukan makna yang relevan

dengan isu yang akan muncul; (2) Direct Interpretation atau interpretasi langsung, yaitu

setelah terbentuk kategori, peneliti dapat menarik makna dari kategori tersebut tanpa

terpengaruh oleh kategori-kategori lainnya. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik

data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih

bermakna; (3) peneliti membentuk Pattern atau pola dengan mencari kesepadanan antara

dua atau lebih kategori; (4) terakhir, peneliti mengembangkan Naturalistic Generalization

atau generalisasi naturalistik yaitu dari analisa data, yaitu generalisasi yang dimana orang

atau peneliti lain dapat belajar dari penelitian kasus ini sehingga dapat diterapkan untuk

dirinya sendiri atau untuk penelitian selanjutnya.

11

Teknik Triangulasi

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sebagai uji kredibilitas data.

Triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

waktu (Satori & komariah, 2014), sehingga terdapat tiga teknik triangulasi, yaitu :

triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.

Triangulasi Sumber digunakan untuk mencari data dari sumber yang beragam yang

masih terkait satu sama lain. Selain mendapatkan data dari subjek, peneliti juga melakukan

wawancara pada informan yang memiliki kaitan dengan subjek penelitian. Pada penelitian

ini, peneliti mewawancarai ibu subjek, guru subjek dan psikolog yang menangani subjek

yang peneliti rasa dapat memberikan informasi terkait dengan kondisi sosial dan

emosional, serta kebutuhan-kebutuhan psikologis subjek.

Triangulasi teknik adalah penggunaan beragam teknik pengungkapan data yang

dilakukan kepada sumber data, yaitu mengecek data kepada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Penelitian ini menggunakan art therapy sebagai sarana atau media

dalam berkomunikasi dengan subjek. Dalam penerapannya, peneliti menggunakan teknik

wawancara untuk mengetahui kondisi kebutuhan-kebutuhan psikologis subjek serta

melakukan observasi selama kegiatan art therapy berlangsung.

Triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada waktu dan

situasi yang berbeda. Kegiatan art therapy dilakukan beberapa kali sampai informasi atau

data yang dibutuhkan dirasa cukup. Dalam kegiatan ini, peneliti akan melakukan

wawancara yaitu terdapat beberapa pertanyaan yang menanyakan hal yang sama.

Etika Penelitian

Terdapat beberapa isu etika yang harus diperhatikan dan disampaikan kepada

responden maupun informan dalam penelitian ini. Sebelum penelitian dimulai, peneliti

harus menjelaskan mengenai tujuan dan proses pengambilan data kepada subjek dan

12

informan (ibu subjek, guru sekolah subjek dan psikolog yang menangani subjek). Dalam

pengambilan data, peneliti diharapkan dapat memahami kondisi subjek dan situasi

lingkungan subjek terkait dengan isu-isu sensitive dan sopan santun. Peneliti juga

berkewajiban untuk menjelaskan aspek kerahasiaan kepada subjek dan informan , sehingga

subjek dan informan dapat merasa aman dan nyaman selama proses penelitian. Apabila

pada suatu keadaan tertentu subjek atau informan merasa tidak nyaman akan

berlangsungnya penelitian ini, subjek atau informan dapat membatalkan atau

mengundurkan diri dalam penelitian ini. Seluruh informasi mengenai isu etik ini diberikan

dalam bentuk informed consent dan disetujui bersama dengan menandatangani surat

persetujuan.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti

selama kegiatan art therapy dan didukung dengan pernyataan dari ibu, guru sekolah dan

psikolog yang menangani subjek, maka dalam penelitian ini, peneliti menemukan terdapat

23 kategori yang berhubungan dengan kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan

emosi dan perilaku. Kategori ini dikelompokkan berdasarkan hasil wawancara dengan

menggunakan media art therapy dan observasi yang telah peneliti lakukan. Dua puluh tiga

kategori tersebut kemudian membentuk tiga pola, yaitu :

13

Gambar 2. Hasil Penelitian

Kebutuhan Psikologis pada Anak dengan Gangguan Emosi dan

Perilaku

Pola 1.

Faktor Penyebab

a. Perlakuan ibu terhadap LN

b. Perlakuan ayah terhadap LN

c. Perlakuan saudara kandung

terhadap LN

Pola 2.

Karakteristik Psikologis

a. Kondisi emosi yang tidak stabil (emosi)

b. LN memiliki banyak sahabat (sosial)

c. LN bicara ketus dan akan memukul ketika

marah (perilaku)

d. Nilai akademis LN yang kurang baik

(kognitif)

Pola 3.

Kebutuhan Psikologis

a. LN tidak membalas perlakuan ibunya karena kasih sayang (Need of Abasement)

b. LN membela diri ketika mendapat perlakuan yang tidak adil (Need of

Defendance)

c. LN akan membalas dengan memukul atau menyingkirkan benda-benda di sekitarnya

ketika marah (Need of Aggression)

d. Ayah sebagai pelindung saat LN dimarahi oleh ibunya (Need of Harm Avoidance)

e. LN ingin mendapatkan kasih sayang dari ibu dan rindu dengan ayahnya (Need of

Succorance)

f. LN tidak ingin dilupakan oleh sahabat (Need of Affiliation)

g. Pergi berkemah dengan sahabat (Need of Sentience)

h. Menjadi juara ke tiga dalam lomba mewarnai (Need of Achievement)

i. Teringat akan sosok guru TK saat mengikuti lomba mewarnai (Need of

Deference)

j. Cerita LN mengenai prestasi dan kehidupan keluaraganya (Need of

Exhibition)

k. Perilaku LN yang kerapkali menolak dan mengeluh saat menjawab pertanyaan

peneliti (Need of Rejection)

l. Setelah dibujuk, LN mau untuk mencoba lagi (Need of Counteraction)

m. LN menghindar menjawab pertanyaan peneliti dengan mengajak melakukan hal

yang lain (Need of In Avoidance)

n. LN tidak ingin dilarang dan diatur oleh orang lain (Need of Autonomy)

o. LN menyukai kebersihan (Need of Order)

p. Keinginan LN untuk berubah menjadi anak yang baik (Need of Understanding)

14

Pola 1. Faktor penyebab anak dengan gangguan emosi dan perilaku

a. Perlakuan ibu terhadap LN

b. Perlakuan ayah terhadap LN

c. Perlakuan saudara kandung terhadap LN

Pola 2. Karakteristik psikologis anak dengan gangguan emosi dan perilaku

a. Kondisi emosi yang tidak stabil (emosi)

b. LN memiliki banyak sahabat (sosial)

c. LN bicara ketus dan akan memukul ketika marah (perilaku)

d. Nilai akademis LN yang kurang baik (kognitif)

Pola 3. Kebutuhan psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku

a. LN tidak membalas perlakuan ibunya karena kasih sayang (Need of Abasement)

b. LN membela diri ketika mendapat perlakuan yang tidak adil (Need of

Defendance)

c. LN akan membalas dengan memukul atau menyingkirkan benda-benda di

sekitarnya ketika marah (Need of Aggression)

d. Ayah sebagai pelindung saat LN dimarahi oleh ibunya (Need of Harm Avoidance)

e. LN ingin mendapatkan kasih sayang dari ibu dan rindu dengan ayahnya (Need of

Succorance)

f. LN tidak ingin dilupakan oleh sahabat (Need of Affiliation)

g. Pergi berkemah dengan sahabat (Need of Sentience)

15

h. Menjadi juara ke tiga dalam lomba mewarnai (Need of Achievement)

i. Teringat akan sosok guru TK saat mengikuti lomba mewarnai (Need of Deference)

j. Cerita LN mengenai prestasi dan kehidupan keluaraganya (Need of Exhibition)

k. Perilaku LN yang kerapkali menolak dan mengeluh saat menjawab pertanyaan

peneliti (Need of Rejection)

l. Setelah dibujuk, LN mau untuk mencoba lagi (Need of Counteraction)

m. LN menghindar menjawab pertanyaan peneliti dengan mengajak melakukan hal

yang lain (Need of In Avoidance)

n. LN tidak ingin dilarang dan diatur oleh orang lain (Need of Autonomy)

o. LN menyukai kebersihan (Need of Order)

p. Keinginan LN untuk berubah menjadi anak yang baik (Need of Understanding)

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil data yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung,

peneliti menemukan tiga pola yang membentuk 23 kategori terkait dengan kebutuhan

psikologis pada anak dengan gangguan emosi dan perilaku melalui wawancara dan

observasi dengan menggunakan metode art therapy. Hirawan (2014) menyatakan bahwa

melalui art therapy, seperti kegiatan melukis atau mewarnai, anak dapat mengembangkan

ekspresi nonverbal, emosi, menyalurkan ide-ide, menunjukkan hubungan dan interaksi

dengan orang lain serta memberikan kesempatan pada anak untuk menyampaikan ekspresi

verbal secara spontan. Seperti penelitan yang dilakukan oleh Perkins (2007) yang berjudul

creating containment and facilitating freedom: group art therapy with children with

emotional behavioural disorders, menunjukkan bahwa melalui kegiatan art therapy yaitu

16

the animal art project menyediakan media bagi anak dengan attention deficit hyperactive

disorder (ADHD) untuk menuangkan kreativitas serta memberikan kesempatan untuk

mengeksplorasi masalah-masalah pribadi anak ADHD serta melihat hubungan dan

interaksi dalam kelompok.

Pada penelitian ini dirancang beberapa kegiatan art therapy sebagai suatu metode

wawancara yang digunakan untuk mengetahui gambaran kebutuhan psikologis pada LN

yang terganggu emosi dan perilakunya. Pemilihan kegiatan art therapy disesuaikan dengan

usia dan kemampuan LN yang berusia 12 tahun dan masih duduk di bangku kelas tiga

sekolah dasar. Melalui kegiatan art therapy, LN dapat menunjukkan dengan bebas ekspresi

emosi dan perilaku terkait dengan kebutuhan psikologisnya. Selama proses penelitian

berlangsung, LN menunjukkan 16 bentuk kebutuhan psikologis. Beberapa kebutuhan

psikologis LN tidak terpenuhi dengan baik. hal tersebut dapat diketahui dengan melihat

hubungan subjek dengan keluarga, teman sekolah, dan perilaku LN terhadap lingkungan

sekitarnya.

Perbedaan perlakuan antar anggota keluarga terhadap LN, menyebabkan LN

menunjukkan respon, baik secara perilaku maupun emosional yang berbeda terhadap setiap

anggota keluarga. Hurlock (1980) menyatakan bahwa hubungan keluarga mempengaruhi

penyesuaian diri anak di lingkungan luar rumah. Sikap orangtua sangat menentukan

hubungan keluarga sebab sekali hubungan terbentuk maka hubungan tersebut akan

cenderung bertahan. Menurut Fabes dkk. (dalam Papalia et al., 2010), ketika orangtua

menunjukkan ketidaksetujuan atau menghukum, emosi negatif yang ditunjukkan bisa jadi

semakin intens dan dapat merusak penyesuaian sosial anak.

Perbedaan perlakuan keluarga terhadap subjek menyebabkan tidak terpenuhinya

kebutuhan subjek akan pertolongan dalam kesusahan (Need of Succorance). LN kurang

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ibunya, sedangkan ayah LN yang selalu

17

melindungi LN (Need of Harm Avoidance) pun sangat jarang berada di dekat LN karena

tuntutan pekerjaan. Ketika ibu LN berperilaku kasar terhadap LN, maka LN akan membela

diri dengan membentak (Need of Defendance) kemudian LN mau untuk menuruti perintah

ibunya tersebut. Perilaku patuh LN tersebut menunjukkan bahwa LN memenuhi

kebutuhannya yaitu dengan tunduk terhadap kekuatan luar (Need of Abasement). Tindakan

LN untuk tetap patuh tersebut menunjukkan mekanisme pertahanan diri menurut Freud

yaitu reaction formation. Freud (dalam Feist & Feist 2010) menjelaskan bahwa reaction

formation merupakan salah satu cara agar dorongan yang ditekan tersebut bisa disadari

adalah dengan cara menyembunyikan diri dalam tindakan atau perilaku yang bertentangan

dengan perilaku aslinya.

Ketika LN merasa kesal dan marah terhadap perilaku kasar ibunya tersebut, LN

tidak segan untuk memukul atau menyingkirkan benda-benda yang ada di sekelilingnya

(Need of Aggression). Perilaku agresi yang dilakukan oleh LN tersebut merupakan salah

satu bentuk pengalihan atau displacement menurut Freud (dalam Feist & Feist, 2010).

Perilaku agresi yang ditunjukkan oleh LN merupakan bentuk perilaku yang sama seperti

saat ibu berperilaku kasar terhadap LN. Hartini (2009) mengungkapkan bahwa perilaku

agresi pada anak dapat terjadi antara lain karena faktor belajar. Thorndike dan Watson

(dalam Hergenhahn & Olson, 2010) menyatakan bahwa belajar berasal dari direct

experience, yaitu belajar terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan

lingkungannya. Dari interaksi ketika LN mendapat perlakuan kasar dari ibunya, LN

merasakan marah dan dendam kemudian berperilaku agresi baik fisik mau pun verbal,

sama seperti dengan yang ditunjukkan oleh ibunya. Perilaku agresi LN tersebut juga

muncul pada situasi yang membuat LN menjadi kurang nyaman atau yang tidak

menyenangkan bagi dirinya.

18

Dilihat berdasarkan kategori usia LN yang saat ini menginjak 12 tahun, maka saat

ini LN termasuk dalam periode masa anak-anak akhir. Menurut Papalia et al. (2010), pada

periode masa anak-anak akhir, anak-anak belajar mengenai hal-hal atau situasi yang

membuat anak-anak menjadi merasakan marah, senang, sedih atau takut dan bagaimana

orang lain bereaksi dalam menunjukkan emosi-emosi tersebut dan anak-anak juga belajar

mengadaptasi perilaku dengan emosi tersebut. Emosi yang ditunjukkan oleh LN sesuai

dengan kriteria emosi anak dengan gangguan emosi dan perilaku yang dijelaskan oleh

Somantri (2007), yaitu ketidakmampuan mengekspresikan emosi secara tepat, kehidupan

emosi yang tidak stabil, dan pengendalian diri yang kurang sehingga anak dengan

gangguan emosi dan perilaku seringkali menjadi sangat emosional.

LN yang memiliki gangguan emosi dan perilaku dapat membina hubungan yang

baik dengan sahabat-sahabatnya di sekolah seperti anak pada umumnya. Hubungan yang

baik antara LN dengan sahabat-sahabatnya tersebut LN tunjukkan melalui kebutuhan

psikologisnya, yaitu LN tidak ingin dilupakan oleh sahabat-sahabatnya (Need of

Affiliation) dan keinginan subjek untuk pergi berkemah dengan sahabat-sahabatnya

tersebut (Need of Sentience). Hal tersebut dijelaskan oleh Hurlock (1980) yang

mengemukakan bahwa pada periode masa anak-anak akhir sering disebut juga sebagai usia

berkelompok, karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman,

meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok dan

akan merasa kesepian dan tidak puas bila tidak bersama dengan teman-temannya.

Somantri (2007) menyatakan tidak berarti bahwa anak dengan gangguan emosi dan

perilaku sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membentuk hubungan sosial

dengan orang lain. Anak dengan gangguan emosi dan perilaku ternyata dapat menjalin

hubungan sosial yang sangat erat dengan teman-temannya, bahkan mereka mampu

membentuk suatu kelompok yang kompak dan akrab serta membangun keterikatan antara

19

yang satu dengan yang lainnya. Namun, di Turiya School LN menolak memulai untuk

menjalin hubungan pertemanan dengan anak lainnya yang usianya lebih kecil dari LN

(Need of Rejection). Papalia et al. (2010) menyatakan bahwa adanya jarak usia yang telalu

lebar tampaknya membuat LN merasakan perbedaan dan kurang tertarik untuk berkenalan

hingga menjalin hubungan pertemanan. Terkait dengan kebutuhan LN untuk menolak

sesuatu yang kurang menyenangkan bagi dirinya juga ditunjukkan pada saat LN menolak

untuk menggambar orang. Berdasarkan pernyataan oleh psikolog yang menangani LN,

perilaku menolak LN tersebut menunjukkan bahwa konsep diri pada LN mengalami

gangguan sehingga LN enggan menunjukkannya dengan cara menolak untuk menggambar

orang. Terganggunya konsep diri LN sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman LN

terkait dengan hubungannya dengan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar.

Soetjiningsih (2012) menyatakan bahwa berbagai penelitian telah menunjukkan

bahwa hambatan dalam perkembangan sosial-emosional berakibat pada munculnya

masalah-masalah akademis. Hal tersebut juga muncul pada diri LN, yaitu LN yang sampai

saat ini masih belum mampu untuk membaca, menulis dan berhitung, sehingga LN

mengalami tinggal kelas sebanyak dua kali. Rendahnya prestasi belajar anak dengan

gangguan emosi dan perilaku di sekolah, diduga karena anak kehilangan minat belajar dan

konsentrasi belajar rendah akibat gangguan emosi (Moerdiani dalam Efendi, 2008).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat dilihat bahwa tingkah laku dan emosi

yang ditunjukkan oleh LN sangat erat sekali kaitannya dengan upaya LN dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan psikologisnya. Efendi (2008) menyatakan bahwa

beberapa perilaku yang seringkali ditampakkan oleh anak dengan gangguan emosi dan

perilaku merupakan bagian dari upayanya untuk melakukan penyesuaian terhadap

lingkungan sosial. Akan tetapi karenanya akan menimbulkan persoalan, antara lain

perilaku agresif, regresi, proyeksi, rasionalisasi, kompensasi, destruksi dan sejenisnya.

20

Adapun saran untuk keluarga dari anak dengan gangguan emosi dan perilaku

adalah keluarga diharapkan dapat memahami hambatan-hambatan terkait dalam mengenal

dan mengekspresikan emosi dan perilaku serta terkait kebutuhan psikologis yang dimiliki

oleh anak dengan gangguan emosi dan perilaku. Sehingga pemahaman tersebut dapat

dijadikan sebagai acuan dalam menghadapi dan mengasuh anak dengan gangguan emosi

dan perilaku kedepannya. Bagi praktisi lainnya, diharapkan dapat menggunakan art

therapy sebagai media terapi yang dapat membantu mengatasi dan memahami anak

berkebutuhan khusus. Sedangkan, untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat

menambahkan jumlah subjek guna mendapatkan hasil data yang lebih mendalam dan dapat

menggambarkan fenomena terkait dengan kebutuhan psikologis pada anak dengan

gangguan emosi dan perilaku serta diharapkan juga dapat merancang dan menggunakan

kegiatan art lainnya yang lebih bervariasi dan kreatif.

21

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, S. N. & Satiadarma, M. P. (2011). Efektifitas art therapy dalam mengurangi

kecemasan pada remaja pasien leukemia. Indonesian Journal of Cancer Vol. 5 No.

1, 31-47. Diunduh tanggal 17 Mei 2015.

Ahmadi, R. (2014). Metodologi penelitian kualitatif. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Atmodiwirjo, E. T. (2008). Perkembangan anak – suatu tinjauan dari sudut psikologi

perkembangan. Dalam Singgih D. Gunarsa & Ny. Y. Singgih D. Gunarsa,

Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

Atwater, E. (1983). Psychology adjustment, second edition. USA: Prentice-Hall.

Buchalter, S. I. (2009). Art therapy techniques and application. London: Jessica Kingsley

Publisher.

Creswell, J. W. (2007). Qualitative inquiry and research design: choosing among five

approaches, second edition. London: Sage.

Damayanti, D. (2007). Kebutuhan psikologis remaja yang dititipkan orang tuanya di panti

asuhan. Skripsi (tidak dipublikasikan), Fakultas Psikologi, Universitas Katolik

Soegijapranata, Semarang. Diunduh tanggal 9 April 2015.

Delphie, B. (2006). Pembelajaran anak berkebutuhan khusus (dalam setting pendidikan

inklusi). Bandung: PT Refika Aditama.

Edwards, D. (2004). Art therapy. London: Sage.

Efendi, M. (2008). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Farrell, P. (1995). Emotional and behavioral difficulties: causes, definition and assessment.

Dalam Peter Farrell, Children with emotional and behavioral difficulties: strategies

for assessment and intervention. London: The Falmer Press.

Fawcett, M. (2000). Historical views of childhood. Dalam M. Boushel, M. Fawcett & J.

Selwyn, Focus on early childhood: principles and reaities. USA: Blackwell

Publishing Company.

Feist, J. & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian, edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Goble, F. G. (1987). Mazhab ketiga: psikologi humanistik Abraham Maslow. Alih bahasa

A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.

Goleman, D. (2015). Emotional Intelligence. Alih bahasa T. Hermaya. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka.

Gunarsa, S. D. (2008). Memadu rangsang lingkungan untuk memacu perkembangan anak.

Dalam Singgih D. Gunarsa & Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi perkembangan

anak dan remaja. Jakarta: Gunung Mulia.

22

Gunawan, A. W. (2013 agustus). Konflik orang tua dan anak sebagai sumber gangguan

emosi dan perilaku. Diunduh dari

http://www.adiwgunawan.com/?p=article&action=shownews&pid=167 7 April

2015.

Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Psikologi kepribadian 2: teori-teori holistik (organismik-

fenomenologis). Alih bahasa A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.

Hallahan, D P., Kauffman, J. M. & Pullen, P. C. (2009). Exceptional Learners: an

introduction to special education, eleventh edition. USA: Pearson.

Hartini, L. (2009). Agresi anak yang tinggal dalam keluaraga dengan kekerasan rumah

tangga. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma

Jakarta. Diunduh tanggal 10 Juli 2015.

Hergenhahn, B. R. & Olson, M. H. (2010). Theories of learning (teori belajar), edisi

ketujuh. Alih bahasa Tri Wibowo B. S. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Hirawan, A. (2014). Art is fun (peony’s busy book). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Hurlock, E. B., (1980). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang

kehidupan. Alih bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

Lowenstein, L. (2011). Favorite therapeutic activities for children, adolescents, and

families: practitioners share their most affective interventions. Toronto: Champion

Press.

Maisyarah. (2013). Kecemasan ditinjau dari kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Jurnal

Online Psikologi Vol. 1 No.1, 143-158. ISSN: 2301-8259 diunduh tanggal 2 Mei

2015.

Malchiodi, C. A. (2003). Handbook of art therapy. New York: The Guilford Press.

Matsumoto, D. & Juang, L. (2008). Culture and psychology, fourth edition. Belmont:

Tomson.

Missa, D. Y. (2014 Juli). Kebutuhan dasar anak. Diunduh dari

http://www.kompasiana.com/atonimeto/kebutuhan-dasar-

anak_54f690eba3331137028b50c7 2 Mei 2015.

Murtie, A. (2014). Ensiklopedi anak berkebutuhan khusus. Yogyakarta: Redaksi Maxima.

Nuryanti, L. (2008). Psikologi anak. Jakarta: PT Indeks.

Papalia, D.E., et al. (2010). Human development (Psikologi Perkembangan). Alih bahasa

A. K. Anwar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pawitri, Rahayu. (2014 Juli). Berbagai jenis gangguan emosi anak. Diunduh dari

http://id.theasianparent.com/terapi-emosi-untuk-anak/2/ 23 Juli 2014.

Perkins, S. (2007). Creating containment and facilitating freedom: group art therapy with

children with emotional behavioural disorders. A research paper. The Departemen

of creative arts therapies, Concordia University. ISBN : 978-0-494-34763-8

diunduh pada tanggal 2 Mei 2015.

23

Poerwandari, E K. (1998). Pendekatan kualitaitif dalam penelitian psikologi. Jakarta:

LPSP3.

Purnomo, H. B. (1990). Memahami dunia anak-anak. Bandung: CV Mandor Maju.

Santoso, G. A. & Royanto, L. R. M. (2009). Teknik penulisan laporan penelitian kualitatif.

Jakarta: LPSP3.

Santrock, J.W. (2002). Life span development:perkembangan masa hidup, edisi 5, jilid 1.

Alih bahasa Juda Damanik dan Achmad Chusairi. Jakarta: Erlangga.

Satori, D. & Komariah A. (2014). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Shokiyah, N. N. (2014). Analisis hubungan antara kegiatan melukis dengan kebutuhan

psikologis pada remaja. Jurnal Seni Budaya Vol. 12 No.1, 37-43. Diunduh tanggal

17 Mei 2015.

Slavin, R. E. (2008). Psikologi pendidikan: teori dan praktik, edisi kedelapan, jilid 1. Alih

bahasa Marianto Samosir. Jakarta: PT Indeks.

Soetjiningsih, C. H. (2012). Perkembangan anak sejak pertumbuhan sampai dengan

kanak-kanak akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Somantri, S. (2007). Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT Refika Aditama.

Stewart, C J. & Cash, W. B. (2008). Interviewing: principles and practices. New York:

McGraw-Hill.

Sugiyono. (2013). Metodologi penelitian kombinasi (mix method). Bandung: Alfabeta.

The British Association of Art Therapist. (2014). What is art therapy?. Diunduh dari

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&ved=0C

EAQFjAEahUKEwjw3qfg--

bGAhVSGY4KHUWCAG8&url=http%3A%2F%2Fwww.baat.org%2FAssets%2F

Docs%2FGeneral%2FART%2520THERAPY%2520TRAINING%2520July%2520

%25202014.pdf&ei=U3mrVbDpHNKyuATFhIL4Bg&usg=AFQjCNE7PoUzJOY

KSVsCuLknjs2HOl42Rg&cad=rja 7 April 2015.

Pelaksanaan Wawancara dan Observasi

Responden Tgl. Pelaksanaan Tempat Kegiatan

Art Therapy Verbatim Fieldnote

1 2 3 4 5 6

LN 9 Februari 2015 Turiya

School

Clay Sculpture √

LN 11 Februari 2015 Turiya

School

Meronce Gelang √ √

LN 13 Februari 2015 Turiya

School

Colored Candy Go

Around

√ √

LN 16 Februari 2015 Turiya

School

Emotion Draw

Faces

√ √

LN 23 Februari 2015 Turiya

School

My School √ √

LN 27 Februari 2015 Turiya

School

My House √ √

LN 11 Maret 2015 Turiya

School

Expresion Emotion √ √

LN 14 Maret 2015 Turiya

School

Camping* √ √

LN 23 Maret 2015 Turiya

School

Pom Pom √ √

LN 25 Maret 2015 Turiya

School

Kartu Ucapan √ √

LN 1 April 2015 Turiya School

Tabungan Semangat

√ √

LN 24 April 2015 Turiya

School

Paper Flowers √ √

LN 11 Mei 2015 Turiya

School

Mozaik √ √

LN 15 Mei 2015 Sekolah

Subjek

Psikolog 6 Februari 2015 Turiya

School

- √

Ibu subjek 5 Mei 2015 Turiya

School

- √

Wali Kelas

subjek

15 Mei 2015 Sekolah

Subjek

- √

* kegiatan art therapy muncul dari keinginan subjek karena subjek menolak untuk melakukan

kegiatan yang telah disusun oleh peneliti sebelumnya

Rancangan Kegiatan Art Therapy

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 1 (9 Februari 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu di sekolah & di rumah

30 menit “CLAY SCULPTURE”

Minta anak untuk membuat suatu benda

yang menceritakan/ menggambarkan sesuatu tentang siapa dirinya, apa yang

disukainya, atau sesuatu yang ingin

diketahui oleh anak.

Terapis bisa membuat ‘benda’ juga

bersama-sama untuk memotivasi anak

membuatnya. Tidak masalah apakah benda yang dibuat realistis atau abstrak.

Warna-warna yang dipakai

menggambarkan emosi, tetapi jangan

diinfokan ke anak.

Saat benda sudah selesai, tanyakan bbrp hal

berikut ini dan catat jawabannya:

1. Benda ini akan kamu kasih nama apa?

2. Tanyakan tentang masing-masing

warna menggambarkan apa? 3. Tanyakan apa yg akan dikatakan

Bahan: plastisin warna-warni,

kertas, pensil/pulpen

’benda’ ini kepada ibunya?

Ayahnya? Saudaranya? Kakek/neneknya? Bibinya?

(yakinkan pd anak bhw benda ini

ingin menyampaikan sesuatu pd org

lain dan anak tdk perlu khawatir utk menyampaikannya)

4. Apa makanan favorit ‘benda’ ini?

5. Apa hal2 yg disukai ‘benda’ ini? Apa yang tidak disukai?

6. Apa yg ingin orang lain tahu

mengenai “benda” ini?

20 menit Memeriksa kemampuan anak dalam mengenal huruf dan angka.

Dicatat huruf dan angka apa saja yang sudah dikuasai dan yang

belum dikuasai.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 2 (11 Februari 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit “Meronce Gelang”

Minta anak untuk membuat beberapa

gelang dari bahan yang tersedia.

Gelang 1 : utk dirinya sendiri

Gelang 2 : untuk ibunya

Gelang 3 : utk bapaknya

Gelang 4 : untuk mbak-nya

Gelang 5 : untuk ….. (minta si anak untuk menentukan sendiri siapa yang

akan dia kasih gelang itu)

Lalu tanyakan:

1. Masing-masing gelang ini apakah

punya nama?

2. (kalau misalnya masing-masing

gelang memiliki warna khas yg berbeda) mengapa gelang yang ini

warnanya begini? Dst.

3. Apa yang akan dikatakan masing-masing penerima gelang kalau

diberi gelang ini?

Bahan: tali karet plastik untuk gelang, manik-manik aneka

warna dan bentuk, gunting.

Catat hasilnya.

20 menit Memeriksa kemampuan anak dalam

mengenal huruf

Dicatat huruf apa saja yang sudah

dikuasai dan yang belum dikuasai

Jangan terlalu banyak

memberikan soal. Karena khawatir menurunkan motivasi

tiap kali masuk sesi ‘belajar’.

Jumlah soal bertahap ditambah.

Misalnya di awal diberi 5 soal (hitungan atau membaca atau

menulis atau dikte)

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 3 (13 Februari 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

15 - 20 menit “Colored Candy Go Around”

Beri anak secara acak 15 permen

chacha/M&M (permen kecil warna-warni)

1. Minta anak untuk mengelompokkan

berdasarkan warna 2. Minta anak untuk deskripsikan

berdasarkan jumlah permen tiap

warna 3. Mis: hijau utk deskripsikan diri

Ungu cara anak utk bersenang-

senang Oranye hal-hal yang ingin anak

ubah/perbaiki pada

dirinya sendiri/keluarga

Merah hal-hal yang anak cemaskan

Kuning hal-hal baik tentang

keluarga

Bahan: permen warna-warni

25 menit Ajak anak untuk membaca buku cerita yang

menarik

Mis: tema ttg sopan santun, keluarga, dll

1 buku saja pada 1 pertemuan

ini.

Kalau anak belum bisa

membaca, bacakan dengan

intonasi yang menarik dan

perlahan-lahan.

Setelah terapis selesai

membacakan cerita, minta anak

untuk mengulangi cerita itu.

Kalau anak tidak bisa mengulangi per-halaman, minta

ia untuk bercerita secara garis

besar saja.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 4 (16 Februari 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit “Emotion Draw Faces”

Minta anak untuk menggambar emosi pada

setiap wajah : sedih, marah, takut, senang,

jijik, dan terkejut.

Setelah itu, gambar wajah dapat ditempel pada kertas HVS kosong, kemudian

tanyakan bbrp hal berikut ini dan catat

jawabannya:

1. Saya sangat merasa sedih

ketika saya……..

(sambil tunjukkan gambar wajah sedih)

2. Saya sangat merasa senang

ketika saya…..

3. Saya sangat merasa marah ketika saya…

4. Saya sangat merasa takut ketika

saya… 5. Saya sangat merasa jijik ketika

saya…

6. Saya sangat merasa terkejut ketika saya…

7. Menurut saya, ini adalah

Bahan: gambar wajah yang masih kosong (blank faces), alat

tulis, kertas HVS kosong, dan

lem.

gambar wajah ayah saya (minta

anak menunjuk gambar wajah mana yang paling

mencerminkan ayahnya)

8. Menurut saya, ini adalah

gambar wajah ibu saya (minta anak menunjuk gambar wajah

mana yang paling

mencerminkan ibunya) 9. Menurut saya, ini adalah

gambar wajah saya (minta anak

menunjuk gambar wajah mana

yang paling mencerminkan dirinya)

10. Menurut saya, ini adalah

gambar wajah…… (biarkan anak memilih sendiri wajah

selanjutnya yang akan dipilih)

20 menit Memeriksa kemampuan anak untuk

mengenali huruf dengan menuliskan huruf pada kertas origami kemudian menggunting

huruf tersebut.

Dicatat huruf dan apa saja yang

sudah dikuasai dan yang belum dikuasai.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 5 (23 Februari 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit ”My School”

Minta anak untuk menggambar dengan

tema sekolah.

Tanyakan beberapa pertanyaan dan jawab

pertanyaannya :

1. Bisakah kamu ceritakan apa yang

kamu gambar?

-siapa saja yang terdapat pada gambar tersebut

- Aktivitas apa yang sedang mereka

lakukan 2. Bagian mana yang paling kamu

sukai dari gambarmu tersebut?

3. Bagian mana yang paling tidak

kamu sukai dari gambarmu tersebut?

4. Apa judul yang tepat untuk

gambarmu tersebut? 5. Jika kamu mempunya waktu lebih,

gambar apa lagi yang akan kamu

tambahkan pada gambar mu tersebut?

Bahan: kertas HVS atau buku gambar, alat tulis, alat mewarnai

20 menit Memeriksa kemampuan anak dalam

mengeja dan membaca

Ajak anak untuk mengeja dan

membaca dimulai dari 2 suku kata. Jika anak sudah mampu

dapat diberikan lebih dari 2 suku

kata.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 6 (27 feb 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit ”My Home”

Minta anak untuk menggambar dengan

tema “rumahku”.

Tanyakan beberapa pertanyaan dan jawab

pertanyaannya :

1. Bisakah kamu ceritakan apa yang kamu

gambar?

2. siapa saja yang terdapat pada gambar tersebut?

3. Aktivitas apa yang sedang mereka

lakukan? 4. Bagian mana yang paling kamu sukai

dari gambarmu tersebut?

5. Bagian mana yang paling tidak kamu

sukai dari gambarmu tersebut? 6. Apa judul yang tepat untuk gambarmu

tersebut?

7. Jika kamu mempunya waktu lebih, gambar apa lagi yang akan kamu

tambahkan pada gambar mu tersebut?

Bahan: kertas HVS atau buku gambar, alat tulis, alat mewarnai

20 menit Memeriksa kemampuan anak dalam

mengeja dan membaca

Ajak anak untuk mengeja dan

membaca dimulai dari 2 suku

kata. Jika anak sudah mampu

dapat diberikan lebih dari 2 suku kata.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 7 (11 Maret 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit “Expression Emotion”

Terapis mengajak anak untuk

menggambarkan ekspresi emosi pada

piring kertas kue, kemudian terapis

membantu anak untuk menirukan ekpresi

tersebut serta mencatat dan mengarahkan

anak akan hal-hal yang baik untuk

dilakukan pada saat menghadapi suatu

emosi tertentu.

NB : pada treatment ini, anak dibebaskan

untuk menggambar emosi apa saja yang ia

tahu dan anak bebas menggunakan alat

mewarnai yang ia inginkan.

Bahan: piring kertas kue dan alat

mewarnai (crayon, spidol, pensil

warna atau cat air)

20 menit Memeriksa kemampuan anak dalam

mengeja.

Periksa dan catat sampai mana

kemampuan anak dalam

mengeja. Berikan anak 1-2 suku

kata.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 8 (14 Maret 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

30 menit “SMILE”

Ajak anak untuk menggambar orang

dengan ekspresi wajah senang.

Kemudian tanyakan dan catat beberapa hal

berikut ini :

1. Siapa nama orang yang terdapat

digambar

2. Apa hubungan orang tersebut dengan anak

3. Dilihat dari gambar wajahnya,

perasaan apa yang sedang dirasakan oleh orang tersebut

4. Mengapa orang tersebut merasakan

perasaan itu

5. Apa saja yang akan dilakukan ketika orang tersebut merasakan

perasaan itu

Bahan: kertas gambar/kertas HVS, alat tulis dan cat warna

20 menit Menempel payet pada sterofoam.

1. Mengajak anak untuk memasang

payet dengan menusuknya pada

sterofoam.

Bahan : Sterofoam berbentuk kupu-kupu/bebek atau yang

lainnya, payet dan mote kecil

beraneka warna, jarum kecil.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 9 (23 Maret 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

50 menit “POMPOM”

Ajak anak untuk membuat pompom, yang

dimana pompom ini dapat digunakan

sebagai asesoris atau gantungan kunci.

Dengan bentuknya yang lucu dan mudah untuk dibuat, dapat menarik minat anak dan

anak dapat membuatnya sendiri.

Bahan: benang wol warna-warni, asesoris mata, manik-manik, lem

dan gunting

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 10 (25 Maret 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

50 menit “Kartu Ucapan”

Ajak anak untuk membuat kartu ucapan

dengan desain bebas, sesuai dengan

keinginan dan kreativitas anak.

Beri kesempatan pada anak untuk berekspresi atau menunjukkan emosi atau

keinginan-keinginan yang disampaikan

melalui tulisan

Bahan: kertas origami warna-warni, lem, alat tulis, gunting dan

asesoris sebagai hiasan seperti

mote, mata, kawat bludru,

kancing dll.

5 menit Closing Memuji anak karena sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 11 (1 April 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

50 menit “TABUNGAN SEMANGAT”

Mengajak anak untuk membuat celengan

yang dimana nanti, setiap pertemuan, anak

diminta untuk menuliskan kata-kata

penyemangat dan apapun yang sedang dirasakan atau yang ingin anak tuliskan

kemudian tulisan tersebut disimpan didalam

celengan.

Bahan: tabung (dibuat dari karton/pipa bekas), karton, kertas

(bebas) warna-warni, lem,

gunting.

5 menit Closing Memuji anak karena sudah

bekerja sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau

datang pada pertemuan berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 12 (24 April 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

50 menit “PAPER FLOWERS”

Mengajak anak untuk membuat paper

flowers sebagai hiasan pada pensil.

Bahan: cup cupcake ukuran besar dan kecil, pensil yang berisi

penghapus, paku payung/pin,

hiasan daun, kertas origami, lem

dan gunting.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau datang pada pertemuan

berikutnya.

ART THERAPY

Nama : LN

Usia : 12 thn

Diagnosis : Gangguan Emosi dan Perilaku

TAHAP I Engagement & Assessment Interventions

TUJUAN Menggali informasi lebih dalam, menambah data, mengetahui potensi-

kelebihan-kelemahan LN.

WAKTU 50 – 60 menit

Pertemuan 13 (11 Mei 2015)

Waktu Kegiatan Keterangan

5 - 8 menit Membangun rapport:

- Menanyakan kegiatan pada hari itu

di sekolah & di rumah

50 menit “Mozaik”

Ajak anak untuk membuat gambar (bebas)

dengan menggunakan potongan-potongan

kertas warna-warni. Minta anak untuk

menceritakan apa yang telah ia buat.

Bahan: cup cupcake ukuran besar dan kecil, pensil yang berisi

penghapus, paku payung/pin,

hiasan daun, kertas origami, lem

dan gunting.

5 menit Closing Memuji anak krn sdh bekerja

sama pada hari ini dan

meyakinkan dia untuk mau datang pada pertemuan

berikutnya.

Guideline Wawancara

GUIDELINE WAWANCARA

UNTUK ORANG TUA SUBJEK

1. Pertanyaan-pertanyaan mengenai latar belakang subjek terkait dengan gangguan emosi

dan perilaku

a. Bagaimana riwayat kehamilan ketika ibu mengandung subjek?

b. Apakah terjadi hambatan/gangguan perkembangan (fisik, kognitif, emosi atau

sosial) ketika subjek berusia 1-5 tahun?

c. Bagaimana awalnya ibu/bapak menyadari hambatan baik dari segi emosi maupun

perilaku pada diri subjek?

d. Tindakan apa saja yang pernah ibu/bapak berikan terkait dengan hambatan

perkembangan yang dialami subjek?

2. Pertanyaan-pertanyaan terkait hubungan sosial subjek di rumah

a. Bagaimana hubungan subjek dengan ibu?

b. Bagaimana hubungan subjek dengan bapak?

c. Bagaimana hubungan subjek dengan saudara kandung?

d. Bagaimana hubungan subjek dengan tetangga sekitar rumah?

e. Apakah subjek memiliki teman bermain di rumah? Bagaimana hubungan subjek

dengan temannya tersebut?

f. Apakah subjek pernah menunjukkan perilaku atau emosi tertentu yang

menimbulkan masalah bagi lingkungan atau orang sekitar?

3. Pertanyaan-pertanyaan terkait dengan sekolah subjek

a. Bagaimana hubungan subjek dengan teman-temannya?

b. Bagaimana kemampuan akademis subjek di sekolah?

c. Apakah subjek pernah menunjukkan perilaku atau emosi tertentu yang

menimbulkan masalah bagi lingkungan sekolah?

GUIDELINE WAWANCARA

UNTUK GURU SEKOLAH

1. Pertanyaan-pertanyaan terkait kemampuan akademis subjek di sekolah

a. Bagaimana gambaran kemampuan akademis subjek di sekolah?

2. Pertanyaan terkait hubungan sosial subjek di sekolah

a. Apakah subjek memiliki teman di sekolah?

b. Bagaimana hubungan subjek dengan teman-teman dan guru di sekolah?

c. Apakah subjek pernah menunjukkan perilaku atau emosi tertentu yang

menimbulkan masalah di sekolah?