gambaran hematologi anjing pelacak ... mereka dalam mencari obat-obatan terlarang dan substansi...
TRANSCRIPT
GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT
SATWA POLRI-DEPOK
GITA WIDARTI ANGGAYASTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
RINGKASAN
GITA WIDARTI ANGGAYASTI. Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok. Dibimbing oleh Aryani Sismin Satyaningtijas dan Hera Maheshwari. Dewasa ini, anjing telah banyak digunakan oleh polisi di seluruh dunia dalam pekerjaan kepolisian, termasuk di Indonesia. Sehubungan dengan hal ini pihak kepolisian RI (POLRI) mendirikan Subdirektorat Satwa (Subdit Satwa) yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing pelacak. Anjing keturunan, seperti Labrador Retriever memiliki nilai lebih dari kepolisian untuk kemampuan penciuman mereka dalam mencari obat-obatan terlarang dan substansi lainnya yang diselundupkan. Berbagai analisis gambaran darah pada anjing dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan lokal terhadap faktor fisiologi. Sampai saat ini, belum banyak ditemukan data mengenai nilai hematologi anjing ras Labrador Retriever. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah pada Labrador Retriever sebagai anjing pelacak khusus narkoba di Subdit Satwa POLRI-Depok. Penelitian dilakukan bulan Februari-Maret 2006 dengan menggunakan tujuh ekor Labrador Retriever yang masih aktif beroperasi sebagai anjing pelacak di Subdit Satwa POLRI-Depok. Pengambilan darah dilakukan pada vena cephalica antibrachii lateralis pada pagi hari (sebelum jam 8.00 WIB) sebelum Labrador Retriever melakukan aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak tetapi setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan secara klinis. Hasil penelitian gambaran hematologi pada anjing pelacak operasional ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok memiliki kisaran nilai eritrosit (4.7 ± 0.85)x 106/mm3, hemoglobin (9.1 ± 1.25) g%, hematokrit/PCV (28.0 ± 6.27)%, MCV (61.1 ± 9.23) fl, MCH (21.9 ± 5.91) pg, MCHC (30.5 ± 2.09) g%, leukosit/BDP (10.0 ± 2.78)x103/mm3, dan diferensiasi leukosit (limfosit (5.11 ± 1.39)x103/mm3, neutrofil (4.73 ± 2.39)x103/mm3, monosit (0.05 ± 0.05)x103/mm3, eosinofil (0.22 ± 0.20)x103/mm3, basofil (0)x103/mm3). Secara umum nilai darah pada anjing pelacak ras Labrador Retriever berada dibawah kisaran normal, namun ±55% Labrador Retriever memiliki jumlah limfosit yang berada diatas kisaran normal (limfositosis). Anjing pelacak operasional ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok yang mempunyai gambaran darah diluar kisaran normal diduga karena exercise (latihan) yang berlebihan dan adanya infestasi caplak. Kata kunci: Anjing pelacak, POLRI, Subdit Satwa, Labrador Retriever,
Gambaran darah.
GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT
SATWA POLRI-DEPOK
GITA WIDARTI ANGGAYASTI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
Judul Skripsi : Gambaran Hematologi Anjing Pelacak Operasional Ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok
Nama : Gita Widarti Anggayasti NRP : B04103180
Disetujui,
Dr. Drh. Aryani Sismin S, MSc. Dr. Drh. Hera Maheshwari, MSc Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Diketahui,
Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Kedokteran Hewan. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr.Drh.Aryani Sismin
Satyaningtijas, MSc selaku pembimbing I dan Dr.Drh.Hera Maheshwari, MSc
selaku pembimbing II atas segala waktu, perhatian, bimbingan, arahan, bantuan
dan kesabaran selama penyusunan skripsi, serta ucapan terima kasih kepada
Dr.Drh.Anita Esfandiari, MSi sebagai dosen penguji atas kesediaan dan saran
yang diberikan.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ayah dan Ibuku tersayang serta keluargaku tercinta.
2. Giffar Rahman Ajji untuk kasih sayang dan kesetiaannya.
3. AKP. Drh. Chaindra Prasto Saleh dan Bripda Wahyu atas bantuan,
kerja sama dan kesabarannya selama kami berada disana.
4. Staf Subdit Satwa POLRI-Kelapa Dua Depok dan pelatih/pawang
anjing pelacak yang telah bersedia membantu dan bekerjasama.
5. Staf Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor atas semua bantuannya.
6. Rekan penelitian Ame dan Galuh atas kebersamaan dalam suka dan
duka yang telah kita lewati.
7. Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah
di Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
8. Teman-teman dekat selama menjalani masa kuliah (Beboy, Nola
Maya, Dince, Cici Tan, Syer-lay, Lono,dan Adith).
9. Teman-teman angkatan Gymnolaemata 40.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, kiranya penelitian dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Desember 1982 di Jakarta dari
pasangan Adhi Sutjahjo dan Enay Widyaharti. Penulis adalah putri kedua dari tiga
bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Cipinang 01 Pagi
Rawamangun pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 74
Rawamangun dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis telah
menyelesaikan pendidikan di SMU PB Sudirman Bekasi dan pada tahun 2003
masuk Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjalani masa perkuliahan penulis pernah menjadi anggota
Divisi Infokom Himpro Satwa Liar (Satli), anggota Himpro Hewan Kesayangan
(HKSA) dan menjadi anggota Gita Klinika.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xi PENDAHULUAN Latar Belakang......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian..................................................................................... 3 Manfaat Penelitian................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ANJING.................................................................................................. 4 Hubungan dengan Manusia............................................................... 7 Neoteni dalam Evolusi Berbagai Ras Anjing.................................... 8 Ciri fisik............................................................................................. 14 Indera Penglihatan............................................................................. 14 Indera Pendengaran............................................................................ 15 Indera Penciuman.............................................................................. 15
Kecerdasan........................................................................................ 16
LABRADOR RETRIEVER.................................................................... 17 Sejarah............................................................................................... 18
Perkembangan Warna dan Standarisasi............................................. 18
Keunggulan-keunggulan................................................................... 20
Jangka Waktu Hidup......................................................................... 21
Ukuran............................................................................................... 21 Bulu................................................................................................... 21 Karakter............................................................................................. 21 Latihan yang Diperlukan................................................................... 22 Klasifikasi.......................................................................................... 22 Penampilan Umum............................................................................ 23
DARAH................................................................................................... 25 Plasma Darah..................................................................................... 26 Eritrosit.............................................................................................. 26 Hemoglobin....................................................................................... 28 Hematokrit......................................................................................... 29 Indeks Eritrosit................................................................................... 29
MCV ........................................................................................ 29 MCH......................................................................................... 30 MCHC....................................................................................... 30
Leukosit............................................................................................. 30 Granulosit................................................................................. 30
Neutrofil........................................................................ 30 Eosinofil........................................................................ 31 Basofil........................................................................... 32
Agranulosit............................................................................... 32 Limfosit......................................................................... 32 Monosit......................................................................... 33
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................ 34 Bahan dan Alat............................................................................................... 34 Metode Penelitian.......................................................................................... 35
Pengambilan Sampel Darah............................................................... 35 Penghitungan Jumlah Eritrosit........................................................... 35 Penghitungan Jumlah Leukosit.......................................................... 36 Penghitungan Diferensiasi Leukosit.................................................. 37 Penghitungan Nilai Hematokrit......................................................... 37 Penghitungan Kadar Hemoglobin...................................................... 38 Penghitungan Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)…………….. 39
HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit.......................................................................................................... 40 Hemoglobin................................................................................................... 42 Hematokrit (PCV).......................................................................................... 43 Mean Corpuscular Volume (MCV)............................................................... 44 Mean Corpuscular Hemogobin (MCH)……................................................. 45 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)………………….. 46 Leukosit……………………………………………………………………. 47
Limfosit.......………………………………………………………... 48 Neutrofil....................…......………………………………………... 48 Monosit.........……………..………………………………………... 49 Eosinofil.........……………..……………………………………….. 49 Basofil................................................................................................ 49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan.................................................................................................... 52 Saran.............................................................................................................. 52 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 53 LAMPIRAN................................................................................................. 57
DAFTAR TABEL
Halaman 1. The FCI Grouping of Dog Breeds.........................................................................................................
7
2. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal.................................. 25 3. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia...................... 27 4. Data rata-rata jumlah eritrosit, kadar Hb dan PCV pada anjing pelacak ras Labrador Retriever................................................................................
40
5. Data rata-rata indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever...................................................................
44
6. Data rata-rata jumlah total leukosit/Butir Darah Putih(BDP) dan diferensiasi leukosit pada anjing pelacak ras Labrador Retriever......................................................................................................
47
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Basset Hound............................................................................................ 10 2. Whippet..................................................................................................... 10 3. Pudelpointer.............................................................................................. 11 4. Anatomi rongga hidung anjing................................................................. 16 5. Tampilan umum Labrador Retriever......................................................... 19 6. Labrador Retriever dewasa....................................................................... 23 7. Kurva ilustrasi dari oxyhemoglobin.......................................................... 27 8. Eritrosit pada anjing normal, menggunakan pewarnaan giemsa 10% dengan pembesaran 100x10......................................................................
28
9. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10..........................................
31
10. Basofil, monosit dan dua neutrofil dalam darah anjing, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10..................
32
11. Limfosit pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10...................................................................................
33
12. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii.................................... 35 13. Alat sentrifuse, mikrokapiler hematokrit.................................................. 38 14. Mikrohematokrit reader............................................................................ 38 15. Grafik rata-rata jumlah eritrosit (BDM) pada anjing pelacak ras
Labrador Retriever.................................................................................... 41
16. Grafik rata-rata kadar hemoglobin (Hb) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever...................................................................................
42
17. Grafik rata-rata nilai hematokrit (PCV) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever.....................................................
43
18. Grafik rata-rata nilai MCV pada anjing pelacak ras Labrador Retriever....................................................................................................
45
19. Grafik rata-rata nilai MCH pada anjing pelacak ras Labrador Retriever....................................................................................................
45
20. Grafik rata-rata nilai MCHC pada anjing pelacak ras Labrador Retriever....................................................................................................
46
21. Grafik kisaran nilai leukosit/Butir Darah Putih(BDP) dan diferensiasi leukosit pada anjing pelacak ras Labrador Retriever......
50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pengambilan darah pada anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok...................................
57
2. Pelatihan halang rintang anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok...................................
57
3. Stambum (akte kelahiran) salah satu anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman depan dan belakang)....................................................................
58
4. Stambum (akte kelahiran) anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman isi/utama)....................................................................................
59
Bab I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama berabad-abad, anjing -canis familiaris dan manusia -homo sapiens
telah berbagi hubungan yang unik di alam, dan kebenaran tersebut telah dijelaskan
secara ilmiah dan arkeologi. Hubungan yang kuat ini telah dibuktikan dengan
adanya fosil yang ditemukan di Israel 12.000 tahun yang lalu, yaitu sebuah
tengkorak dari seorang manusia dengan tangannya memeluk kepala anjing yang
bersebelahan dengannya seperti sedang melindunginya. Satu teori yang nampak
logis adalah manusia mengakui kekuatan superior yang dimiliki anjing dalam
kecepatan, penglihatan, dan pendengarannya, serta kepatuhan dan kesetiaannya
terhadap orang terdekat (Grossman 1993).
Dewasa ini, anjing telah banyak digunakan oleh polisi di seluruh dunia
dalam pekerjaan kepolisian, termasuk di Indonesia, karena anjing mempunyai
pendengaran yang tajam, penglihatan yang bagus, dan insting yang kuat.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh seekor anjing ini dapat dimanfaatkan oleh
pihak kepolisian dalam melacak zat-zat terlarang seperti narkoba dan bahan
peledak. Anjing tersebut harus memiliki tingkat intelegensi yang tinggi dengan
temperamen yang dapat diatur, dan dapat menyerang tetapi tidak agresif. Selain
itu, anjing juga harus kelihatan impresif dengan penampilan kekuatannya yang
dapat dikontrol. Anjing yang dipilih oleh kepolisian telah melalui tes penyaringan
pendengaran, fisik dan temperamen sebelum dilakukan pelatihan (Mugford 1994).
Sehubungan dengan hal ini pihak kepolisian RI (POLRI) mendirikan
Subdirektorat Satwa (Subdit Satwa) yang khusus memfasilitasi pelatihan anjing
pelacak. Ras-ras anjing yang biasa dilatih sebagai anjing pelacak di Subdit Satwa
POLRI adalah Rotweiller, Golden Retriever, Labrador Retriever, German
Shepherd dan Doberman.
Untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga penciuman ekstra tajam
dibutuhkan sejenis Labrador Retriever yang telah terbukti memiliki kesempurnaan
dalam mendeteksi keberadaan narkoba dan bahan peledak. Anjing keturunan,
seperti Labrador Retriever memiliki nilai lebih bagi kepolisian untuk kemampuan
penciuman mereka dalam mencari obat-obatan terlarang dan substansi lainnya
yang diselundupkan. Anjing sejenis itu dipekerjakan oleh kepolisian di beberapa
negara untuk berpatroli pada tempat-tempat tertentu di darmaga dan bandara.
Setiap anjing narkoba dilatih untuk mendeteksi suatu substansi tertentu, sehingga
efisien dalam pekerjaannya. Anjing tersebut dapat mendeteksi kehadiran suatu
substansi dan memberikan petunjuk kepada pelatihnya bahkan dalam kondisi
yang tersulit, seperti di area bandara yang ramai, ketika substansi tersebut ditutup
dengan rapat dan dibungkus didalam tas yang penuh dengan pakaian (Sianipar
dkk 2004).
Untuk menjaga stamina anjing supaya tetap dalam kondisi prima harus ada
pemeriksaan kesehatan yang rutin. Salah satu indikator untuk mengetahui kondisi
kesehatan melalui pemeriksaan darahnya. Namun diperlukan parameter acuan
dalam interpretasi hasil pemeriksaan. Parameter acuan yang digunakan harus
bersumber dari hasil pengukuran nilai darah normal hewan sejenis dengan kondisi
lingkungan yang sama, karena menurut Coles (1986), kondisi lingkungan sangat
mempengaruhi gambaran nilai darah. Berbagai analisis gambaran darah pada
anjing dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh lingkungan lokal terhadap
faktor fisiologi. Darah adalah cairan yang tedapat pada semua hewan tingkat
tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga
sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Martini et al. 1992). Oleh
karena itu darah merupakan indikator penting untuk mengetahui perubahan
fisiologi dan patologi pada hewan. Karena sampai saat ini, belum banyak
ditemukan data mengenai nilai hematologi anjing ras seperti Labrador Retriever.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran darah pada Labrador
Retriever sebagai anjing pelacak khusus narkoba di Subdit Satwa POLRI-Depok,
karena darah adalah komponen tubuh yang dapat cepat berubah bila tubuh
mendapatkan gangguan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai hematologi anjing ras
Labrador Retriever, yaitu eritrosit (jt/mm3), Hb (gr%), PCV rata-rata (%), MCV
(fl), MCH (pg), MCHC (g%), leukosit (rb/mm3), dan persentase limfosit,
neutrofil, monosit, eosinofil, serta basofil ras Labrador Retriever di Sub Direktorat
Satwa Kepolisian Republik Indonesia, Depok.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai suatu acuan
dan langkah awal dalam pengembangan ilmu kedokteran yang erat kaitannya
dengan nilai hematologi khususnya pada anjing ras Labrador Retriever, serta
gambaran darah ini dapat dijadikan sebagai suatu indikator adanya penyakit-
penyakit tertentu.
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA
ANJING
Menurut Evans (1993), anjing dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Order : Carnivora
Family : Canidae
Genus : Canis
Species : Canis lupus
Subspecies : Canis lupus familiaris
Ordo karnivora dibahas sangat baik oleh beberapa pengarang dalam
Gittleman (1989) tentang perilaku dan sejarah yang dialami. Karnivora
merupakan mamalia cerdas, kebanyakan makan daging dengan gigi yang sesuai
untuk menghancurkan makanan, memotong dalam waktu yang relatif
pendek/singkat. Anggota dari ordo ini merupakan hewan berkuku tajam dan
mempunyai tingkah laku sebagai predator tetapi tetap melindungi hewan yang
masih muda. Spesies ini sudah banyak yang mengalami domestikasi. Bukti baru
mengungkap bahwa anjing pertama kali didomestikasi di Asia Timur,
kemungkinan di Tiongkok. Manusia pertama yang menginjakkan kaki di Amerika
Utara membawa serta anjing dari Asia. Penelitian genetika telah berhasil
mengidentifikasi 14 ras anjing kuno. Di antaranya, Chow Chow, Sharpei, Akita,
Shiba dan Basenji merupakan ras anjing yang tertua. Teori yang mengatakan
anjing berasal dari Asia mungkin bisa dipercaya karena sebagian besar dari 14 ras
anjing kuno berasal dari China dan Jepang.
Istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus-
familiaris. Anjing pernah diklasifikasikan sebagai Canis familiaris oleh Linnaeus
di tahun 1758. Tapi di tahun 1993, Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli
Mamalia Amerika anjing ditetapkan sebagai subspesies serigala abu-abu Canis
lupus. Di Indonesia, anjing hutan yang asli pulau Sumatra dan Jawa disebut Ajag.
Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini menunjukkan domestikasi hewan atau
ciri-ciri domestikasi pada hewan bisa berlangsung dalam waktu yang lebih singkat
dari waktu yang pernah diperkirakan dulu (Anonima 2007). Domestikasi anjing
liar dapat berlangsung dalam satu atau dua generasi manusia bila dilakukan
pembiakan selektif yang disengaja. Domestikasi anjing awalnya didorong motif
saling menguntungkan oleh kedua belah pihak. Anjing liar yang memungut sisa-
sisa makanan di sekeliling permukiman manusia mendapat lebih banyak makanan
dibandingkan rekan-rekan satu kawanan yang masih liar dan takut pada manusia.
Anjing liar yang menyerang manusia purba atau anak-anaknya kemungkinan
diusir atau dibunuh, sedangkan anjing liar yang bersahabat dengan manusia
selamat. Manusia purba memanfaatkan anjing untuk mengusir hewan liar
pengganggu manusia. Indera anjing yang tajam menjadikan anjing bertugas
sebagai penjaga manusia dari kedatangan hewan pemangsa yang selalu
mengincar.
Anjing adalah mamalia karnivora yang telah mengalami domestikasi dari
serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin sudah sejak 100.000 tahun
yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA
(Anonima 2007). Penelitian lain mengungkap sejarah domestikasi anjing yang
belum begitu lama. Analisis DNA yang dilakukan selama ini menunjukkan hasil
yang berbeda-beda. Vilà (1997) menyimpulkan bahwa anjing merupakan
percabangan dari serigala yang terjadi sekitar 75.000 sampai 135.000 tahun yang
lalu. Analisis lanjut yang dilakukan Savolainen (2002) menunjukkan "semua
populasi anjing berasal dari sumber gen (gene pool) tunggal" bersama-sama
dengan serigala.
Verginelli (2005) meneliti bukti-bukti DNA dari 5 fosil prasejarah
Canidae yang menurut metode pengukuran karbon berasal dari 15.000 sampai
3.000 tahun yang lalu, 341 ekor serigala dari beberapa populasi di seluruh dunia,
dan 547 anjing ras murni. Hasil penelitian menunjukkan leluhur anjing berasal
dari berbagai kawanan yang terpisah, dan atau interbreed (saling kawin) dengan
anjing purba dan serigala di berbagai tempat yang tersebar di seluruh dunia.
Sejarah anjing yang lebih dalam belum selesai diteliti, dan sampai tersedianya
bukti-bukti yang bisa dipercaya, sejarah nenek moyang serigala berikut ini hanya
bersifat perkiraan saja.
Anjing telah berkembang menjadi ratusan ras dengan berbagai macam
variasi, mulai dari anjing dengan tinggi badan beberapa puluh sentimeter seperti
Chihuahua hingga Irish Wolfhound yang tingginya lebih dari satu meter. Warna
bulu anjing bisa beraneka ragam, mulai dari putih sampai hitam, abu-abu, dan
coklat. Selain itu, anjing memiliki berbagai jenis bulu, mulai dari yang sangat
pendek hingga yang panjangnya bisa mencapai beberapa sentimeter. Bulu anjing
bisa lurus atau keriting, dan bertekstur kasar hingga lembut seperti benang wol.
Karnivora ada di seluruh dunia dengan distribusi yang merata (Nowak
1991) dan yang sudah dikembangkan sejak zaman kuda (Eophippus/Hipparion)
di Eocene yaitu kurang lebih 35 juta tahun yang lalu. Klasifikasi karnivora ini
mengalami pembaharuan. Wozencraft (1989), menggolongkan karnivora
berdasarkan pengembangan dari Honacki (1982) `Mammals Species of The
World` (Association of Systematic Collection, Lawrence, Kansas) yang
menjelaskan beberapa perbedaan pada literatur. Penggolongan anjing adalah hal
yang penting karena pada saat ini telah dikenal tidak kurang dari 400 jenis anjing.
Standar penggolongan mereka kini sudah dibuat oleh FCI (Federation
Cynologique Internationale) yang bermarkas besar di Brussels (Untung 1999).
Tabel 1. The FCI Grouping of Dog Breeds 1. Sheepdogs/Cattledogs (selain Swiss
cattledogs) • Sheepdogs • Cattledogs
2. Pinschers, Schnauzers, Mastiffs (Molossians) and Swiss mountain & cattledogs
• Pinscher & Schnauzer • Mastiffs (Molossians) • Swiss Mountian & Cattle
Dogs 3. Terriers
• Large Terries • Small Terriers • Bull Terriers • Toy Terriers
4. Dachshunds (Teckels) • Miniature • Standard
5. Primitive type dogs and Spitzes • Nordic Sled Dogs • Nordic Hunting Dogs • Nordic Watchdogs and
Herders • European Spitz • Asian Spitz & Related Breeds • Primitive types (Caanan dog,
Basenji, hairless breeds) • Primitive type hunting dogs
(podengos) • Primitive type hunting dogs
with ridged backs (Thai Ridgeback)
6. Scent hounds/related breeds • Scent Hounds • Scent Hounds hunted on
leash • Related Breeds (Dalmatian,
Rhodesian Ridgeback) 7. Pointers
• Continental Pointing Dogs • United Kingdom Pointing
Dogs 8. Retrievers, Water Dogs and Flushing
Dogs • Retrievers • Flushing Dogs • Water Dogs
9. Companions and Toys • Bichons & Related breeds • Poodles • Small Belgian Dogs • Small Hairless Dogs • Tibetan Breeds • Chihuahua • English Toy Spaniels • Japanese Chin & Pekinese • Continential Toy Spaniels • Kromfohrländer • Toy Bull breeds
10. Sighthounds (Windhounds) • Longhaired and Fringed
Windhounds • Wire Coated Windhounds • Short Haired Windhounds
(Sumber: Anonimb 2007).
Hubungan dengan Manusia
Anjing merupakan hewan sosial sama seperti halnya manusia. Kedekatan
pola perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak
bermain, tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialiasi dengan manusia dan
anjing yang lain. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antar spesies.
Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep
manusia tentang cinta dan persahabatan. Walaupun sudah merupakan naluri alami
anjing sebagai hewan kelompok, pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan dan
pengabdian anjing dan menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri. Anjing
kesayangan bahkan sering sampai diberi nama keluarga yang sama seperti nama
pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia sebagai anggota
kelompoknya. Anjing hanya sedikit membedakan kedudukan sang pemilik dengan
rekan anjing yang masih satu kelompok, dan bahkan sering tidak membedakannya
sama sekali. (Anonima 2007). Anjing memiliki banyak peran dalam
masyarakat manusia dan sering dilatih sebagai anjing pekerja. Berbagai anjing
pekerja dari segala jenis banyak bekerja sebagai anjing penggembala dan
pekerjaan baru seperti anjing pelacak dan anjing penuntun tuna netra atau anjing
pelayanan. Untuk anjing yang tidak bekerja, ada banyak olah raga anjing untuk
memamerkan kemampuan alami mereka. Di banyak negara, peran anjing yang
paling umum dan paling penting adalah sebagai hewan peliharaan. Anjing telah
bekerja dan tinggal bersama manusia dengan banyak peran yang membuat mereka
digelari "teman terbaik manusia". Sebaliknya, anjing dianggap hewan yang tidak
bersih (najis) di beberapa tempat di dunia. Di beberapa negara, anjing diternakkan
sebagai hewan ternak untuk menghasilkan daging anjing. Di sebagian besar
kebudayaan di dunia, konsumsi daging anjing dianggap tabu (Anonima 2007).
Neoteni dalam Evolusi Berbagai Ras Anjing
Neoteni adalah evolusi secara cepat yang terjadi akibat pengaruh dari
reproduksi secara seksual. Serigala menjadi anjing adalah contoh neoteni atau
pedomorfosis. Seperti spesies lainnya, anak serigala lebih bersifat sosial dan
kurang dominan dibandingkan serigala dewasa. Baik secara sengaja maupun
tidak, sifat anak serigala yang disenangi manusia lebih cenderung berakibat pada
sifat kekanak-kanakan yang terus terbawa sampai menjadi serigala dewasa.
Seleksi pedomorfosis secara alami juga berakibat pada bertahannya ciri fisik
serigala muda. Dibandingkan dengan serigala, sebagian besar anjing ras dewasa
tetap mempertahankan ciri fisik anak-anak, seperti bulu yang lembut, tubuh
montok, kepala dan mata yang besar, daun telinga yang jatuh dan bukan tegak,
serta berbagai karakteristik lain yang dimiliki mamalia muda. Semuanya demi
mendapatkan semacam perlindungan dan pengasuhan dari mamalia dewasa,
termasuk manusia dengan alasan "lucu" atau "menggemaskan" (Anonima 2007).
Masih terdapat banyak lagi contoh neoteni pada anjing, masing-masing ras
mendapat perlakuan neoteni yang berbeda-beda bergantung pada sifat-sifat anjing
yang diingini.
Anjing gembala penjaga hewan ternak menunjukkan sifat-sifat anjing
pemburu, namun secara terkendali. Anggota kelompok ini seperti Border
Collies, Belgian Malinois dan German Shepherd menggunakan taktik
pemburu terhadap hewan buruan untuk menakut-nakuti agar kawanan
ternak bisa dikendalikan. Naluri alami untuk membunuh hewan buruan
ditekan melalui latihan. Anjing ras lain yang termasuk ke dalam kelompok
ini, seperti Welsh Corgi, Canaan, dan Australian Cattle bertindak lebih
agresif sewaktu menggembalakan ternak. Sekaligus memanfaatkan bentuk
tubuh yang lebih kecil untuk mengelak dari hewan yang melawan
(Anonima 2007)..
Anjing pemburu (gun dog atau bird dog) merupakan teman manusia
sewaktu berburu. Anjing pointing breed (penunjuk lokasi buruan), setter
(pencari hewan buruan), spaniel dan retriever (pemungut buruan)
mengalami pedomorfosis tingkat menengah. Ikut berburu bersama
"kawanan" tapi hanya berperan sebagai "pemburu" yunior yang tidak ikut
ambil bagian dalam penyerangan yang sesungguhnya. Anjing jenis ini
menemukan hewan target yang potensial dan membuatnya tidak bisa
melarikan diri, tapi menahan diri dan tidak menyerang buruan.
Kesempatan menyerang justru diberikan kepada pemangsa yang lebih
dewasa. Hasilnya adalah anjing ras dengan tingkah laku "penunjuk" lokasi
hewan buruan. Sama halnya dengan tingkah laku anjing "pemungut" yang
tidak membunuh sendiri hewan buruannya. Mereka hanya bertugas
memungut hewan buruan yang sudah mati atau terluka dan membawanya
untuk rekan-rekan sesama "kawanan." Ciri fisik anjing pemburu lebih
dekat dengan anjing dewasa dibandingkan dengan anjing penggembala,
tapi biasanya tidak memiliki daun telinga yang tegak (Anonima 2007).
Anjing pelacak (Scenthound) tetap mempunyai ukuran tubuh sedang dan
pola tingkah laku mengawasi mangsa dengan cara mengikuti jejak baunya.
Anjing yang termasuk ke dalam kelompok ini tetap menahan diri untuk
tidak menyerang mangsa sendirian, dan perlu memanggil pimpinan
kawanan (dalam hal ini, manusia) untuk menyelesaikan tugasnya. Beagle,
Bloodhound, Basset Hound, Coonhound, Dachshund, Fox Hound, Otter
Hound, dan Harrier termasuk ke dalam kelompok ini (Anonima 2007).
Gambar 1. Basset Hound (Anonima 2007).
Sighthound merupakan anjing yang mengejar dan menyerang segala
mangsa yang terlihat. Anjing yang termasuk ke dalam kelompok ini tetap
mempertahankan bentuk fisik anjing dewasa, dengan ciri fisik khas seperti
dada sempit dan tubuh yang langsing. Tapi anjing jenis ini sudah tidak lagi
memiliki daun telinga tegak dan bulu dua lapis mirip mantel seperti yang
dimiliki serigala. Afghan, Borzoi, Saluki, Sloughi, Pharaoh Hound,
Azawakh, Whippet, dan Greyhound termasuk ke dalam kelompok ini
(Anonima 2007).
Gambar 2.Whippet
(Anonima 2007).
• Jenis Mastiff yang bertubuh besar dan tinggi, memiliki bagian dada yang
besar seperti drum, tulang yang besar dan tengkorak yang tebal. Kelompok
anjing ini secara tradisional dibiakkan untuk perang dan anjing penjaga
(Anonima 2007).
Jenis Bulldog yang berukuran tubuh sedang, dibiakkan untuk berkelahi
melawan hewan peliharaan lain atau hewan liar. Anjing jenis ini memiliki
tengkorak persegi, tulang yang besar, bahu yang lebar, dan berotot kuat
(Anonima 2007).
Jenis Terrier memiliki sifat agresif dan kurang tunduk pada anggota
kawanan yang lebih senior. Kelompok ini memiliki ciri fisik anjing
dewasa seperti telinga tegak, walaupun jenis yang disenangi kebanyakan
berukuran tubuh kecil dan memiliki kaki yang pendek, sehingga anjing
jenis ini bisa mengejar mangsa yang berada di dalam lubang (Anonima
2007).
Gambar 3. Pudelpointer
(Anonima 2007).
Selain pola tingkah laku menurut kelompok di atas, anjing secara umum
sudah tentu bisa mengubah tingkah laku sesuai pengalaman, termasuk belajar dari
tingkah laku "pimpinan kawanan" (manusia). Kapasitas anjing untuk belajar
memungkinkan anjing dilatih sedemikian rupa sehingga tidak menyerupai sifat
alami yang dimiliki ras anjing tersebut. Walaupun demikian, latihan sering tidak
dapat mengubah pola perilaku alami anjing ras tertentu. Whippet misalnya,
mungkin tidak bisa diajar menggembala kawanan domba. Anjing adalah hewan
sosial, tapi kepribadian dan tingkah laku anjing bisa berbeda-beda bergantung
pada masing-masing ras. Selain itu, kepribadian dan tingkah laku anjing
bergantung pada perlakuan yang diterima dari pemilik anjing dan orang-orang
yang berkomunikasi dengan anjing tersebut. Anjing yang menerima kekerasan
dari pemilik atau dengan sengaja dibuat kelaparan bisa menjadi anjing cepat
marah dan berbahaya. Pemilik yang gagal mendidik anjing bisa menyebabkan
tingkah laku anjing menjadi tidak normal. Tidak jarang, anjing yang kurang
perhatian dari pemilik dan kurang pendidikan menjadi suka mengigit orang atau
menyerang hewan-hewan lain (Anonima 2007).
Di seluruh dunia terdapat lebih dari 800 jenis anjing ras yang diakui oleh
kennel club di berbagai negara. Istilah "anjing ras murni" sebenarnya hanya
berlaku untuk beberapa generasi tertentu anjing, soalnya semua anjing ras berasal
dari anjing campuran. Sebagian kecil jenis anjing ras yang utama merupakan hasil
evolusi lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan sama tuanya dengan sejarah
domestikasi anjing. Tapi sebagian besar anjing ras justru merupakan produk dari
seleksi buatan yang disengaja. Berbagai anjing ras yang dihasilkan seleksi buatan
benar-benar memiliki ciri-ciri tersendiri yang hanya khas untuk ras tersebut.
Akibatnya, dua ekor anjing dari ras yang berbeda bisa terlihat sangat berbeda,
walaupun keduanya merupakan hewan yang sama. Walaupun sama-sama anjing
dan penampilannya terlihat sangat berbeda, anjing masih bisa mengenali rekan
sesama anjing di antara hewan-hewan lain (Anonima 2007).
Definisi anjing ras sangat mengundang kontroversi, pengembangbiakan
dengan menggunakan gene pool tertutup yang mengakibatkan terjadinya
perkawinan sekerabat. Pembiak anjing (kennel) sudah semakin sadar akan
pentingnya populasi gen dan mempertahankan keanekaragaman dalam gene pool.
Pemeriksaan kesehatan dan tes DNA yang dilakukan pembiak anjing dapat
menghindarkan terlahirnya anak-anak anjing dengan masalah kesehatan dan
tingkah laku yang serius. Sebagian organisasi anjing ras sudah menetapkan
standar untuk suatu ras secara lebih longgar. Seekor anjing sudah bisa dimasukkan
sebagai anggota ras bila memiliki 75% dari karakteristik yang harus ada pada ras
tersebut. Pertimbangan yang sama tentang standar anjing ras juga diberlakukan
dalam pameran anjing. Walaupun demikian, masalah ini tidak hanya terbatas pada
anjing ras murni saja dan bisa juga berlaku pada populasi anjing campuran.
Keuntungan memelihara anjing ras adalah tingkah laku dan bentuk fisik yang
dikenal lebih akurat. Anjing Labrador Retriever umumnya senang bermain air,
sedangkan Beagle pastinya sangat tertarik dengan berbagai bau-bauan.
Sebaliknya, bentuk fisik dan tingkah laku anjing campuran sulit diduga dan
kadang-kadang sangat unik (Anonima 2007).
Di bulan Februari 2004, Canine Studies Institute di Aurora, Ohio
mengelompokkan anjing menjadi 10 kategori. Anjing campuran adalah anjing
yang tidak tergolong ke dalam ras tertentu, dan merupakan campuran dari 2 ras
atau lebih dalam berbagai persentase. Anjing campuran (anjing kampung), atau
anjing tanpa asal-usul ras murni sama sekali tidak lebih bagus atau lebih jelek
dibandingkan anjing ras untuk digunakan sebagai sahabat, hewan peliharaan,
anjing pekerja, atau bertanding dalam olahraga anjing. Anjing campuran malah
kadang-kadang sengaja dibuat, misalnya anjing Cockapoo yang merupakan
campuran Cocker Spaniel dengan Pudel mini. Persilangan yang disengaja seperti
ini diharapkan menghasilkan anak anjing yang lebih superior sebagai akibat dari
heterosis. Selain itu, anak anjing bisa memiliki ciri-ciri lain yang diinginkan, tapi
kehilangan satu atau lebih ciri-ciri yang dimiliki oleh induk jantan dan betina,
seperti temperamen atau warna bulu. Walaupun demikian, persilangan tanpa tes
genetika kadang-kadang bisa menurunkan kerusakan genetika yang dimiliki induk
jantan dan betina. Perkawinan silang yang disengaja antara dua atau lebih anjing
ras juga bisa menghasilkan anjing ras baru (Anonima 2007).
Harapan hidup anjing bergantung pada jenis rasnya. Anjing ras berukuran
besar rata-rata hanya bisa hidup sampai 7-8 tahun, sedangkan anjing ras Terrier
ukuran kecil bisa hidup sampai 20 tahun. Harapan hidup rata-rata anjing
berukuran sedang dan anjing kampung adalah sekitar 13-14 tahun. Menurut
catatan yang bisa dipercaya, anjing yang memiliki usia paling panjang adalah
anjing yang berumur 29 tahun (akhirnya meninggal di tahun 1939). Anjing bisa
memiliki umur yang panjang jika diberi makanan yang memiliki gizi cukup baik,
exercise rutin, dan pemeriksaan kesehatan secara teratur dengan dokter hewan.
Pemilik anjing juga harus memberikan perhatian terhadap semua kebutuhan
anjing dan mencintai anjing tersebut sepenuh hati (Anonima 2007).
Ciri Fisik
Anjing ras sangat bervariasi dalam ukuran, penampilan dan tingkah laku
dibandingkan dengan hewan peliharaan yang lain. Sebagian besar anjing masih
mempunyai ciri-ciri fisik yang diturunkan dari serigala. Anjing adalah hewan
pemangsa dan hewan pemakan bangkai, memiliki gigi tajam dan rahang yang kuat
untuk menyerang, menggigit, dan mencabik-cabik makanan. Ciri-ciri khas dari
nenek moyang serigala masih bertahan pada anjing, walaupun penangkaran secara
selektif telah berhasil mengubah bentuk fisik berbagai jenis anjing ras. Anjing
memiliki otot yang kuat, tulang pergelangan kaki yang bersatu, sistem
kardiovaskuler yang mendukung ketahanan fisik serta kecepatan berlari, dan gigi
untuk menangkap dan mencabik mangsa. Bila dibandingkan dengan struktur
tulang kaki manusia, secara teknis anjing berjalan berjingkat dengan jari-jari kaki
(Anonima 2007).
Indera Penglihatan
Anjing dulunya disangka dikromatis, sehingga bisa disebut buta warna
menurut standar manusia. Tapi penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini justru
menunjukkan anjing bisa melihat beberapa warna, walaupun tidak seperti yang
bisa dilihat manusia. Bagi anjing, warna merupakan sinyal subliminal yang
ditangkap untuk membedakan bentuk dari objek yang saling tumpang-tindih, dan
bukan warna pada benda yang bisa langsung dibedakan anjing. Menurut
penelitian, anjing bisa melihat berbagai nuansa warna kuning, ungu atau violet.
Lensa mata anjing lebih datar dibandingkan dengan lensa mata manusia, sehingga
anjing kurang bisa melihat secara jelas dibandingkan manusia. Sebaliknya, mata
anjing lebih sensitif terhadap cahaya dan gerakan dibandingkan mata manusia.
Beberapa anjing ras, memiliki bidang pandangan sampai 270°. Sebagai
perbandingan, manusia hanya mempunyai bidang pandangan 180°. Bidang
pandangan anjing ras dengan kepala lebar dan kedua mata di depan sebenarnya
hampir sama dengan manusia, hanya sekitar 180o (Anonima 2007).
Indera Pendengaran
Anjing bisa mendengar suara frekuensi rendah 16-20 Hz (manusia hanya
mendengar frekuensi 20-70 Hz), dan suara frekuensi tinggi dari 70 kHz-100 kHz
(manusia hanya mendengar frekuensi 13-20 kHz). Selain itu, anjing bisa
menggerak-gerakkan daun telinga agar cepat bisa menentukan lokasi sumber
suara yang sebenarnya. Lebih dari delapan belas otot pada daun telinga
memungkinkan anjing memiringkan, memutar, menidurkan, atau menegakkan
daun telinga. Anjing mampu menentukan sumber suara lebih cepat dari manusia,
sekaligus bisa mendengar suara yang sumbernya empat kali lebih jauh yang dapat
didengar manusia. Anjing dengan daun telinga berbentuk alami (tegak seperti
daun telinga serigala) biasanya memiliki pendengaran yang lebih baik daripada
anjing berdaun telinga jatuh seperti terdapat pada banyak spesies hasil
domestikasi (Anonima 2007).
Indera Penciuman
Anjing memiliki hampir 220 juta sel penciuman yang sensitif terhadap
bau. Luasnya kira-kira selebar sapu tangan, sangat luas bila dibandingkan sel
penciuman yang dimiliki manusia. Sebagai pembanding, manusia hanya memiliki
lima juta sel penciuman yang menempati luas selebar perangko. Beberapa jenis
anjing ras bahkan sengaja dibiakkan agar lahir anak anjing dengan indera
penciuman yang lebih bagus. Mekanisme pengumpulan informasi di otak anjing
berdasarkan partikel-partikel bau yang berhasil diendus belum diketahui secara
jelas. Menurut hasil penelitian, anjing dapat membedakan dua jenis bau yaitu
partikel bau di udara yang menyebar dari orang atau benda, dan partikel bau di
tanah yang masih bisa dideteksi setelah beberapa lama. Karakteristik dua jenis
partikel bau kelihatannya cukup berbeda. Partikel bau yang ada di udara mudah
hilang, tapi mungkin begitu jelas dan tidak bercampur bau-bauan yang lain,
sedangkan partikel bau di tanah relatif lebih permanen. Anjing pelacak harus
diajak melakukannya secara berulang-ulang dan berhati-hati, karena bau yang
melekat di tanah mudah tercemar dengan bau-bauan yang lain (Anonima 2007).
Gambar 4. Anatomi rongga hidung anjing (Evans 1993)
Pelatih anjing pelacak sudah mengerti bahwa anjing tidak mungkin lagi
diajar untuk melacak bau-bauan di atas kemampuan alami yang dimiliki sejak
lahir. Anjing hanya dapat dimotivasi sebaik-baiknya dan diajar agar bisa
berkonsentrasi pada jejak bau yang utama. Anjing pelacak yang terlatih harus bisa
mengabaikan berbagai jejak bau yang lain. Anjing yang tidak terlatih biasanya
senang sekali mengendus berbagai macam bau selain jejak bau yang
diperintahkan. Sewaktu melakukan pekerjaan yang meletihkan bagi anjing
pelacak (misalnya mencari barang selundupan di atas kapal), anjing harus
dimotivasi agar mau bekerja keras dalam jangka waktu yang lama (Anonima
2007).
Kecerdasan
Orang senang memelihara anjing karena anjing hewan yang pintar. Anjing
dianggap mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi menurut penelitian ilmiah
dan bukti-bukti lapangan. Tingkat kecerdasan anjing bergantung pada ras dan
masing-masing anjing secara individu. Anjing ras Border Collie terkenal dapat
mematuhi dan menjalankan berbagai macam perintah. Anjing ras lain mungkin
tidak tertarik untuk menuruti perintah manusia, tapi lebih suka menunjukkan
kepintaran dalam soal mencuri makanan atau kabur dari halaman berpagar. Asal-
usul anjing sebagai keturunan serigala yang hidup berkelompok membuat anjing
jadi lebih mudah dilatih dibandingkan hewan lain. Sebagai anggota kelompok,
anjing mempunyai naluri untuk patuh. Sebagian besar anjing memang sering tidak
perlu berurusan dengan tugas yang rumit-rumit, sehingga tidak ada kesempatan
belajar hal-hal yang sulit seperti membuka pintu tanpa bantuan manusia. Anjing
yang sudah dilatih sebagai anjing penuntun bagi tuna netra dapat mengenali
berbagai macam keadaan bahaya dan cara menghindar dari keadaan tersebut
(Anonima 2007).
LABRADOR RETRIEVER
Labrador Retriever adalah anjing yang terpopuler dan terbanyak dalam
registrasi-nya di Amerika pada saat ini. Labrador dan Golden bisa disamakan atau
dimiripkan dalam satu dan lain hal, namun kedua jenis ini adalah berbeda. Ini bisa
dilihat dari standarisasinya. Adapun kemiripan kedua jenis ini termasuk kedalam
jenis Retriever dan sangat suka terhadap air. Dan juga mereka adalah anjing
keluarga yang sangat handal, mempunyai temperamen yang sangat bagus.
Labrador Retriever lebih dipilih mungkin karena perawatan bulunya yang jauh
lebih mudah. Pemeliharaannya juga termasuk cukup gampang. Labrador Retriever
termasuk ke dalam kategori double coated breed atau memiliki dua lapisan bulu.
Lapisan bulu dalamnya (undercoat) yang menjadi pelindung memungkinkan
Labrador Retriever untuk terjun ke air dingin tanpa merasa kedinginan (Anonimc
2007).
Labrador Retriever dipakai oleh pemburu dalam berburu burung dan
hewan-hewan kecil lainnya. Biasanya pemburu di Eropa memakai dua jenis
anjing dalam berburu, yaitu Cocker Spaniel dan Labrador. Cocker berfungsi untuk
flushing (menyerbu tempat berkumpulnya burung atau hewan lainnya sehingga
mereka terbang dan lari dari tempat persembunyiannya). Sehingga
memungkinkan pemburu untuk memulai aksinya. Labrador Retriever dipakai
untuk mengambil hasil buruan yang sudah ditembak, baik di semak-semak
ataupun di air dan mengembalikannya kepada sang pemburu (retrieving).
Labrador Retriever lebih dipakai dalam retrieving karena mempunyai keunggulan
yang lebih baik di bandingkan dengan jenis lainnya, yaitu mempunyai soft mouth.
Maksudnya adalah dalam mengambil buruannya, mulut Labrador Retriever
demikian lembutnya sehingga tidak akan meninggalkan bekas gigitan pada hewan
yang diambil dengan mulutnya (Anonimc 2007).
Sejarah
Berbeda dengan namanya, Labrador Retriever bukan berasal dari daerah
Labrador di Canada, namun berasal dari daerah Newfoundland yang juga terletak
di Canada sekitar tahun 1820-an. Pada tahun 1822, Earl Of Malmesbury II yang
pertama kali melihat seekor anjing hitam (black water dog) di Poole Harbour.
Karena kekagumannya terhadap anjing ini, kemudian ia membawanya ke Inggris.
Ia menyebut mereka Little Newfoundlanders. Karena menganggap namanya yang
terlalu panjang, Earl Of Malmesburry III, seorang duda yang dengan serius mulai
membiakkan jenis ini, mengganti namanya menjadi Labrador. Lord Malmesburry
kemudian memberikan beberapa anjingnya kepada Duke of Buccleuch dan
kemudian Labrador Retriever ini mulai menyebar ke kalangan bangsawan Inggris
pada mulanya dan kemudian ke seluruh Inggris dan bahkan ke seluruh dunia. Para
bangsawan yang terlibat dalam pelestarian Labrador Retriever ini selain yang
disebutkan diatas antara lain: Lady Jacqueline Barlow, Viscount Knutsford III,
Lorna Countess Howe, bahkan Her Majesty Queen Elizabeth II. Sang Ratu
Inggris ini sangat menyukai jenis Labrador Retriever ini bahkan sampai
mempunyai kennel untuk Labrador Retriever dengan nama Sandringham. Kennel
Sang Ratu Inggris ini cukup disegani dalam Field Trial, dimana biakan Sang Ratu
ini sangat handal dan beberapa diantaranya telah menyandang gelar FT.Ch. (Field
Trial Champions). Fondasi Kennel Sang Ratu ini berasal dari biakan Countess
Howe (Banchory Labrador) yang diberikan kepada Alm. King George VI
(Anonimc 2007).
Perkembangan Warna dan Standarisasi
Pada mulanya Labrador yang dikenal hanya Labrador yang berwarna
hitam saja. Apabila dalam proses breeding muncul warna kuning, maka sang
breeder tidak akan berani mengakuinya. Bahkan Lorna, Countess Howe pernah
mengatakan kepada seorang temannya yang menanyakan mengenai Labrador
Kuning , lalu beliau menjawab Labrador adalah anjing hitam.Walaupun pada
akhir hayatnya ia berfoto juga dengan Labrador Kuning diantara Tim Labrador
Hitamnya. Pada awal abad ke-20, beberapa breeder seperti Keluarga Rasclyffes
dan Mrs. Wormald mulai menyukai warna kuning pada Labrador ini dan dengan
sengaja membiakkannya. Ini terjadi sebelum Perang Dunia, walaupun mereka
tidak diakui untuk beberapa tahun lamanya. Bahkan dalam Crufts Dog Show (Dog
Show paling bergengsi di Inggris), seorang asisten juri pernah mencoba untuk
menyuruh Mrs. Wormald dengan salah satu dari Knight Labradors menuju ke ring
Golden Retriever, namun ditolak dengan keras olehnya. Labrador kuning pertama
yang diregistrasi oleh The Kennel Club (Inggris) adalah Ben Of Hyde pada tahun
1899. Ben adalah cikal-bakal Labrador kuning yang ada sekarang (Anonimc
2007).
Gambar 5. Tampilan umum Labrador Retriever (Anonimc 2007).
Kemudian disekitar tahun 1930-an, Lady Ward dari Chiltonfoliat
Labradors, berusaha membiakkan dan membangun warna Liver (Coklat), namun
tidak semudah diakui seperti halnya warna kuning. Dan walaupun beberapa
breeder membiakkannya dengan sengaja diantara dan setelah Perang Dunia
kedua, mereka baru mulai dikenal. Dan hanya pada Standar Labrador yang
direvisi pada tahun 1950 kemudian warna Liver (Coklat) mulai diakui. Mrs. Mary
Roslin Williams adalah juri pertama yang memberikan CC (Chocolate Champion)
kepada Labrador coklat betina milik Mrs. Pauling, Ch. Cookridge Tango,
Champion Labrador coklat yang pertama. Labrador Retriever di Inggris pernah
hampir terpecah menjadi 2 varietas,hitam dan kuning pada tahun 1925, warna
coklat sudah ada waktu itu namun belum diakui. Labrador kuning sempat
memiliki standarisasi tersendiri dan klub sendiri pula. Kedua warna ini tidak jadi
terpisah dan standarisasi untuk warna hitam yang dipergunakan dan kemudian
disempurnakan kembali pada tahun 1950, dimana pada revisi ini warna coklat
sudah diakui. Standarisasi Labrador Retriever ini sudah beberapa kali mengalami
perubahan. Revisi atau perubahan yang terakhir dilakukan pada tanggal 24 Juni
1987 di Jerusalem. Standarisasi inilah yang dipakai dan dikenal oleh FCI dan
berlaku di negara-negara anggotanya di seluruh dunia, kecuali bila ditentukan lain
oleh Breed Club di negara bersangkutan (Anonimc 2007).
Walaupun dalam rating-nya Labrador Retriever (sama seperti Golden
Retriever) adalah termasuk kedalam kategori Excellent Watch Dog, namun ia
bukanlah Guard Dog. Maksudnya disini adalah walaupun ia bisa menyalak jika
ada orang asing, tetapi kita tidak bisa mengharapkannya untuk menyerang orang.
Apabila ingin anjing yang bisa menjaga properti, maka Labrador bukanlah anjing
yang cocok. Walaupun pernah ada kabar yang mengatakan bahwa Labrador
menyerang orang untuk melindungi jiwa tuannya yang dalam keadaan bahaya
(Anonimc 2007).
Keunggulan-keunggulan
- Tempramennya yang sangat luar biasa baik
- Gundog yang istimewa
- Anjing keluarga yang sangat baik
- Sangat baik dan dapat dipercaya terhadap anak-anak kecil.
- Retriever yang istimewa
- Lebih disenangi sebagai guide dog (anjing penuntun) untuk orang-orang
cacat.
- Gampang / mudah untuk dilatih
- Bila disosialisasikan dari awal, akan bisa digabung bersama dengan hewan
peliharaan lainnya, seperti: kucing dan bahkan hamster
- Perawatan bulu yang relatif lebih mudah
- Punya insting natural yang kuat untuk menyenangkan hati majikannya
- Sangat mencintai majikannya dan juga keluarga majikannya
Jangka Waktu Hidup
Diperkirakan dapat hidup sampai 15 tahun.
Ukuran
Ukuran ideal bagi dari withers (bagian tertinggi dari punggung) ke kaki:
- anjing jantan adalah: 56-57 cm (22-22 ½in)
- anjing betina adalah: 54½ -56 cm (21 ½- 22 in)
Bulu
Memiliki bulu yang sangat tebal dan lebat, tidak berombak ataupun
feathering dengan undercoat yang tahan terhadap segala cuaca. Warna Labrador
yang diakui sampai saat ini adalah: hitam, kuning dan coklat. Sedikit spot putih
pada dada diijinkan (Anonimc 2007).
Karakter
Sangat pintar dan memiliki insting bekerja secara natural membuat
Labrador Retriever ini hampir sempurna sebagai gundog. Walaupun sangat
periang dan sangat aktif pada masa kecilnya, anjing jenis ini adalah anjing yang
sangat bersahabat, ingin bekerja untuk menyenangkan tuannya, patuh, gampang
bersosialisasi, penuh kasih sayang, mudah menyesuaikan diri, bijaksana,
pengertian, setia, sangat mudah untuk dilatih, mempunyai hubungan yang sangat
dekat dengan pemiliknya, suka bermain, dapat menjadi teman yang baik untuk
anak-anak kecil, memiliki hidung yang sangat baik dalam melacak (Anonimc
2007).
Yang harus lebih diperhatikan dari Labrador Retriever ini adalah dalam
masalah makan. Labrador Retriever mempunyai kecenderungan untuk makan
terus, apabila tidak dikontrol, akan menyebabkan kegemukan dan dalam jangka
panjang akan merusak strukturnya. Pernah dilaporkan bahwa seekor Labrador
Retriever sanggup menghabiskan Dog Food sebanyak 15 kg dalam waktu satu
hari. Oleh sebab itu penting sekali bagi pemilik Labrador Retriever untuk
memberikan takaran makanan yang sepantasnya. Labrador matang dalam waktu
yang cukup lambat, baik secara mental maupun secara fisik (Anonimc 2007).
Latihan yang Diperlukan
Labrador adalah anjing yang sangat pintar, oleh sebab itu tidak sulit untuk
melatihnya, karena ia belajar dengan cepat dan suka untuk bekerja untuk pelatih /
majikannya. Walaupun memiliki tubuh yang cukup besar, seekor Labrador
Retriever hanya membutuhkan latihan dalam taraf sedang-sedang saja. Minimal
satu jam sehari lari bebas di lapangan terbuka. Oleh karena sifat alamiahnya
sebagai anjing Retriever, kita bisa memanfaatkan sifatnya ini dalam latihan,
dengan cara mengajaknya bermain lempar bola. Apabila ia sudah terlatih, ia akan
dengan cepat bisa mengembalikan bola yang sudah dilemparkan kepada anda.
Labrador sangat tergila-gila dengan air dan retrieving (Anonimc 2007).
Klasifikasi
Sporting Group / Retrievers / GunDog (FCI Group 8) Diakui oleh: AKC
(Amerika), FCI (Badan Kinologi Dunia), ANKC (Australia), CKC (Kanada), KC
(The Kennel Club Inggris), KUSA. Labrador Retriever memiliki dua tipe utama,
yaitu tipe Eropa/Inggris (British/European Type) dan Tipe Amerika (American
Type). Perbedaan kedua tipe ini tidaklah terlalu banyak. Secara sekilas, tipe
Amerika lebih tinggi sedikit (satu atau dua inch), lebih ramping dibanding tipe
Eropa, namun memiliki langkah yang lebih bagus dibandingkan dengan tipe
Eropa. Tipe Eropa lebih pendek, lebih kekar dan kokoh, lebih lebar, dan memiliki
kepala yang lebih bagus dan besar. Pendek kata, lebih kelihatan sangar
dibandingkan dengan tipe Amerika. Yang akan dibahas disini adalah Tipe
Eropa/Inggris, sebab Indonesia memakai sistem standarisasi menurut FCI, dan
FCI memakai standarisasi versi Eropa (Anonimc 2007).
Standarisasi Labrador Retriever menurut FCI
(FCI Standart No. 122/29.01.1999/GB)
Tgl. 24.06.1987 di Jerusalem
Penampilan Umum
Bertubuh kuat dan kekar; proporsional; sangat aktif; tengkorak yang lebar;
dada yang lebar dan dalam; rusuk yang lebar; bagian pinggang lebar dan kuat
sampai pada bagian belakang (Anonimc 2007).
Temperamen:
Mempunyai temperamen yang bagus, sangat tangkas/cekatan, mempunyai
daya penciuman yang istimewa, mempunyai gigitan yang sangat lembut, sangat
menyukai air. Gampang beradaptasi, teman yang sangat setia. Pintar, mudah
untuk dilatih, dengan keinginan yang kuat untuk menyenangkan majikannya.
Mempunyai sifat alamiah yang sangat baik, dengan tidak ada sedikitpun sifat
agresif dan sifat pemalu yang tidak semestinya (Anonimc 2007).
Gambar 6. Labrador Retriever dewasa
(Anonimc 2007).
Kepala:
- Tengkorak: lebar, bersih dengan kedua pipi yang tidak kelihatan tembem
fleshy cheeks.
- Hidung: lebar dan cuping hidung terbentuk dengan baik.
- Moncong: kuat / kokoh, tidak lancip / runcing.
- Rahang/Gigi: Rahang dengan panjang yang medium, rahang dan gigi kuat,
dengan gigitan menggunting yang sempurna, teratur dan lengkap, yaitu
gigi atas menangkup rapat didepan gigi bawah/tertanam di kedua rahang.
- Mata: berukuran medium, menyiratkan kecerdasan & tempramen yang
bagus. Berwarna coklat atau hazel.
- Telinga: tidak besar/berat, tergantung dekat dengan kepala.
Leher:
Bersih, kuat dan berotot, ditopang oleh bahu yang baik.
Badan:
Punggung : Topline lurus.
Pinggang : Lebar, pendek dan kuat
Dada : mempunyai lebar dan kedalaman yang baik, dengan rusuk yang
mengembang dengan baik.
Ekor:
Ciri khas istimewa pada Labrador Retriever ini adalah memiliki Otter Tail,
sangat tebal pada pangkalnya, secara perlahan mengecil pada ujungnya, dengan
panjang yang medium, bebas dari bulu-bulu halus (feathering), tetapi tertutup
dengan padat/tebal seluruhnya dengan bulu yang pendek, tebal dan padat sehingga
memberikan kesan bulat, itulah yang dimaksud dengan Otter tail. Ekor bisa
terangkat lebih tinggi dari topline, namun tidak boleh melengkung di belakangnya
(Anonimc 2007).
- Bagian Depan:
Kaki bagian depan mempunyai tulang yang cukup baik dan lurus dari siku
sampai ke tanah bila dilihat dari depan ataupun samping. Bahu panjang
dan sloping (menurun).
- Bagian Belakang:
Terbentuk dengan baik, tidak menurun (sloping) ke ekor. Stifle / lekukan
sisi depan paha terbentuk dengan baik. Kaki bulat dan kompak, jari kaki
melengkung dengan baik dan telapak kaki terbentuk dengan baik. Siku
belakang (hock) menumpu dengan baik, lurus bila dilihat dari belakang,
tidak bengkok ke dalam maupun ke luar. Siku yang bengkok ke dalam
(cow hock) sangat tidak disukai.
Gait / gerakan:
- Langkah bebas. Lurus dan benar jika dilihat dari depan dan belakang.
- Bulu & Warna:
Bulu merupakan ciri khas istimewa dari jenis ini yang: pendek,
padat/tebal/lebat tanpa gelombang/ombak (wavy) ataupun berbulu halus
(feathering), memberikan rasa sedikit kasar ketika disentuh, dan undercoat
yang tahan segala cuaca.
Warna hitam pekat, kuning dan coklat. Warna kuning dimulai dari krem
muda (light cream) sampai ke warna red fox (warna keemasan sepeti pada
rubah).
- Size / Ukuran:
Ukuran ideal bagi dari withers (bagian tertinggi dari punggung) ke kaki:
anjing jantan adalah: 56-57 cm (22-22½ ins)
anjing betina adalah: 54 -56 cm (21½ - 22 ins)
DARAH
Darah dianggap sebagai jaringan ikat khusus yang terdiri dari sel-sel bebas
dan cairan interseluler atau plasma (Copenhaver et al. 1978). Warna merah pada
darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit. Cairan plasma
berwarna kuning sampai tidak berwarna tergantung kuantitas, spesies dan
makanan. Beberapa spesies seperti anjing, kucing, kambing dan domba cairan
plasmanya tidak berwarna. Sementara sapi dan kuda biasanya lebih kuning. Hal
ini terutama akibat variasi konsentrasi pigmen bilirubin, walaupun juga bisa
dipengaruhi oleh karoten dan pigmen-pigmen lain (Swenson 1984)
Kandungan benda-benda darah pada anjing normal adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah kandungan benda darah pada anjing normal
No Benda darah Kandungan dalam darah
1. Eritrosit 6.2 juta/mm3
2. Trombosit 150-300 ribu/mm3
3. Leukosit: 8-18 ribu/mm3
Neutrofil 65-70 % dari jumlah total leukosit
Eosinofil 2-5 % dari jumlah total leukosit
Basofil 0-1 % dari jumlah total leukosit
Limfosit 20-25 % dari jumlah total leukosit
Monosit 0-5 % dari jumlah total leukosit
(Sumber: Swenson 1984)
Plasma Darah
Plasma secara histologi merupakan cairan homogen sedikit basa
mengandung globulin, albumin, garam anorganik, klorida, bikarbonat dan sodium
fosfat (Copenhaver et al 1978). Protein plasma yang telah diidentifikasi adalah
albumin, globulin dan fibrinogen (Swenson 1984). Jumlah plasma darah yaitu
antara 55-70% total darah. Hati mensintesa dan melepaskan lebih dari 90%
protein plasma (Martini et al 1992). Protein plasma tidak ditujukan untuk
kebutuhan nutrisi tapi tetap dipertahankan keberadaannya dalam plasma. Secara
eksperimental kandungan protein bisa diturunkan tapi beberapa hari akan normal
kembali (Copenhaver et al 1978). Selain terdapat protein, dalam plasma juga
terdapat air. Interaksi antara protein yang ada dalam plasma dan molekul air yang
mengelilinginya membuat plasma relatif lengket, kohesif dan tetap mengalir. Sifat
ini menentukan viskositas cairan (Martini et al 1992). Selain itu, plasma darah
berfungsi memelihara darah normal dengan mempengaruhi kestabilan eritrosit,
keseimbangan asam basa darah, kelarutan karbohidrat, lipid dan substansi yang
ada dalam plasma (Swenson 1984).
Eritrosit
Eritrosit pada mamalia tidak berinti, berbentuk cawan bikonkaf serta tidak
memiliki apparatus golgi, sentriol dan sebagian besar mitokondria karena lenyap
selama proses pematangan yang berlangsung sebelum memasuki aliran darah.
Ukuran eritrosit anjing adalah 7,0 μm (Dellmann dan Brown 1987)Status nutrisi
dan spesies membuat adanya perbedaan tersebut (Swenson 1984). Eritrosit muda
yang baru saja dilepaskan ke dalam sirkulasi (memiliki sisa RNA) disebut
retikulosit karena masih mengandung jaringan retikular poliribosom. Setelah
kehilangan jaringan retikular poliribosom disebut eritrosit dewasa (McLay 2005).
Tabel 3. Kisaran jumlah eritrosit pada berbagai hewan dan manusia
Hewan Juta/mm3 atau juta/μl
Kucing 6-8
Sapi 6-8
Ayam 2.5-3.2
Anjing 6-8
Kambing 13-14
Kuda ( kecil/berdarah panas) 9-12
Kuda (besar/berdarah dingin) 7-10
Babi 6-8
Merpati 3.5-4.5
Kelinci 5.5-6.5
Domba 10-13
Manusia; Lelaki
Perempuan
5-6 4-5
(Sumber: Swenson 1984)
Eritrosit berfungsi dalam pengangkutan oksigen dan karbondioksida
(CO2). Tekanan oksigen yang tinggi, temperatur yang lebih rendah dan pH yang
lebih tinggi dalam kapiler paru-paru menyebabkan pembentukan oxyhemoglobin.
Sebaliknya pada kondisi tekanan oksigen yang rendah, temperatur yang tinggi dan
pH yang lebih rendah di jaringan menyebabkan pelepasan oksigen dari
oxyhemoglobin (Ganong 1995).
Gambar 7. Kurva ilustrasi dari oxyhemoglobin
Sedangkan pengangkutan CO2 terjadi melalui kombinasi antara air (H2O)
dan CO2 membentuk asam karbonat yang akan terurai menjadi ion hidrogen dan
ion bikarbonat. Ion bikarbonat kemudian berdifusi keluar dari eritrosit dan dibawa
dalam darah menuju paru-paru. Reaksi pembentukan asam karbonat dengan
bantuan enzim carbonic anhidrase akan kembali terjadi di dalam paru-paru yang
selanjutnya terurai menjadi air dan CO2 (Swenson 1984). Umur eritrosit anjing
sehat sekitar 124 hari (Swenson 1984). Eritrosit akan dikeluarkan dari peredaran
darah setelah melewati limpa, sumsum tulang dan hati oleh retikulo endothelial
system (RES) (Dellmann dan Brown 1987).
Gambar 8. Eritrosit pada anjing normal , menggunakan pewarnaan giemsa 10% dengan pembesaran 100x10. (Anonim 2004)
Hemoglobin
Hemoglobin merupakan komponen penting dalam eritrosit yang
menyebabkan warna merah (Swenson 1984). Heme disintesis melalui tahapan
yang kompleks dengan melibatkan enzim mitokondria dan sitosol. Tahap awal
dalam sintesis heme berlangsung di dalam mitokondria dengan terjadinya
kondensasi antara Succinil CoA dan Glycerine oleh ALA synthase untuk
membentuk 5-aminolevulic Coproporphyrinogen III. Molekul ini kembali ke
dalam mitokondria dan mengalami reaksi tambahan menghasilkan
Protoporphyrine IX. Ion besi di dalam mitokondria akan dimasukkan ke dalam
struktur Protoporphyrine IX dengan bantuan enzim ferrochelatase, menghasilkan
molekul heme (Bunn dan Forget 2002).
Kombinasi antara dua rantai alfa dan dua rantai non alfa globin dengan
empat molekul heme menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap.
Kombinasi antara dua rantai alfa dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin
F. Sedangkan kombinasi antara dua rantai alfa dan dua rantai beta membentuk
hemoglobin dewasa (hemoglobin A) (Bunn dan Forget 2002).
Hematokrit
Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran
yane mewakili volume eritrosit di dalam 100 ml darah, sehingga dilaporkan dalam
bentuk persentase. Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu eritrosit di bagian dasar, leukosit dan trombosit yang merupakan
lapisan berwarna putih sampai abu-abu (Buffy coat) serta plasma darah pada
bagian paling atas (Schalm 1975). Pada saat perdarahan jumlah eritrosit yang
hilang berbanding lurus dengan plasma darah sehingga nilai hematokrit tidak
berubah. Namun nilai hematokrit yang rendah dapat menyebabkan anemia
(Duncan dan Prase 1977).
Indeks Eritrosit
Indeks sel darah merah digunakan untuk mendefinisikan ukuran dan
kandungan dari sel darah merah yang terdiri dari Mean Corpuscular Volume
(MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin
Concentration (MCHC) (Nordenson 2002). Indeks tersebut berguna dalam
menentukan tipe anemia (berdasarkan morfologi) yang diderita oleh hewan
(Brown 1980).
Mean Corpuscular Volume (MCV)
Nilai MCV mengindikasikan volume rata-rata sel darah merah. Bila nilai
MCV berada di bawah kisaran normal disebut mikrositik. Bila nilai MCV berada
di atas kisaran normal disebut makrositik. Sementara, bila nilai MCV masih
berada dalam kisaran normal disebut normositik (Brown 1980).
MCV (fl) = (PCV/RBC) x 10
Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
Nilai MCH menunjukkan nilai rata-rata berat hemoglobin yang terdapat di
dalam satu sel darah merah (Brown 1980).
MCV (pg) = (Hb/PCV) x 10
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC merupakan nilai rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam 100cc
eritrosit. MCHC menunjukkan perbandingan antara berat hemoglobin terhadap
volume sel darah merah (Brown 1980). Bila nilai MCHC berada dibawah kisaran
normal disebut hipokromik. Bila nilai MCHC berada dalam kisaran normal
disebut normokromik. Sedangkan hiperkromik tidak terjadi karena struktur fisik
eritrosit yang terbatas terhadap hemoglobin (Nordenson 2002).
MCHC (g%) = (Hb/PCV) x 100
Leukosit
Leukosit dibagi kedalam dua kelompok yaitu granulosit yang memiliki
butir spesifik dan agranulosit yang tidak memiliki butir spesifik dalam sitoplasma
(Dellmann dan Brown 1987)Dalam tubuh, leukosit terdapat di dalam pool
sirkulasi dan pool marginal yaitu dengan menggelinding sepanjang dinding
pembuluh-pembuluh darah kecil organ seperti limpa dan paru-paru (Jain 1993).
Granulosit
Neutrofil
Neutrofil dewasa memiliki nukleus yang bersegmen. Sedangkan neutrofil
muda disebut juga band cell memiliki nukleus yang menggulung atau seperti
batang tanpa segmentasi (Swenson 1984). Diameter neutrofil (10-12 μm),
memiliki butir halus yang tidak bersifat asidofil maupun basofil (Dellmann dan
Brown 1987). Butir-butir spesifik tersebut mengandung lisozim, suatu bakterisida
karena mampu menghidrolisis glikosida yang terdapat pada dinding bakteri.
Komponen penting lainnya adalah laktoferrin, suatu protein yang berikatan
dengan ion besi dan bersifat bakterisida terhadap bakteri yang memerlukan ion
besi. Sedangkan butir azurofil mengandung enzim hidrolitik, lisozim dan
mieloperoksidase yang menjadi bakterisida bila kompleks dengan hidrogen
peroksida (H2O2) melepas oksigen aktif (Dellmann dan Brown 1987).
Neutrofil merupakan sel leukosit dengan mobilitas tinggi sehingga
menjadi sel pertama yang sampai ke jaringan penghasil substansi kimia yang
bersifat kemotaksis (Martini et al 1992). Substansi kimia tersebut mampu
merangsang neutrofil keluar dari pembuluh darah melalui proses diapedesis atau
gerakan amuboid (Swenson 1984l). Neutrofil yang berhasil migrasi ke jaringan
tidak akan kembali ke dalam sirkulasi darah (Jubb et al 1993).
Eosinofil
Eosinofil memiliki nukleus bergelambir dua, dikitari butir-butir asidofil
yang cukup besar berukuran 0,5-1,0 μm. Diameter eosinofil 10-15 μm dan jangka
hidup didalam sirkulasi darah antara 3-5 hari (Dellmann dan Brown 1987).
Eosinofil berperan sebagai sel fagosit tapi bukan terhadap bakteri atau runtuhan-
runtuhan sel, melainkan terhadap komponen asing yang telah bereaksi dengan
antibodi (Martini et al 1992). Eosinofil ditarik ke lokasi terjadinya reaksi antigen-
antibodi kemudian memakan kompleks antigen-antibodi tersebut (Swenson 1984).
Eosinofil membunuh parasit dengan beberapa cara, yaitu pertama, melepaskan
enzim hidrofilik dari granulnya yang dimodifikasi lisosim. Kedua, dengan
melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif dan bersifat mematikan cacing.
Ketiga, dengan melepaskan polipeptida yang sangat larvasidal (Guyton 1997).
Eosinofil mampu membunuh bakteri tapi kurang efisien dibandingkan dengan
neutrofil (Jubb et al 1993). Mobilisasi eosinofil ke dalam jaringan terjadi karena
adanya substansi yang bersifat kemotaktik terhadap eosinofil seperti kompleks
antigen-antibodi, histamin, interleukin, fibrinogen dan fibrin. Sel eosinofil yang
sudah bermigrasi ke jaringan tidak dapat masuk kembali kedalam sirkulasi darah
(Jain 1993).
Gambar 9. Eosinofil dengan granul besar pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10. (Anonima 2006)
Basofil
Basofil berdiameter 10-12 μm dengan inti dua gelambir atau tidak teratur.
Butirnya berukuran 0.5-1.5 μm berwarna biru tua sampai ungu sering menutupi
inti yang berwarna agak cerah. Butir-butir tersebut mengandung heparin,
histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor
kemotaktik (Dellmann dan Brown 1987). Basofil secara histologi mirip dengan
sel mast serta memiliki reseptor terhadap Immunoglobulin E yang diproduksi
dalam reaksi alergi (Swenson 1984). Basofil memiliki fungsi utama dalam
membangun reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang bersifat vasoaktif
(Dellmann dan Brown 1987)
Gambar 10. Basofil (tengah), monosit (bawah kanan) dan dua neutrofil (atas dan bawah kiri) dalam darah anjing, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10. (Anonima 2006)
Agranulosit
Limfosit
Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan
bentuk belum dewasa, berdiameter 12-15 μm, memiliki lebih banyak sitoplasma,
nukleus lebih besar dan sedikit pucat dibandingkan limfosit kecil. Sementara
limfosit kecil merupakan bentuk dewasa berdiameter 6-9 μm, nukleus besar dan
kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma berwarna biru pucat.
Lazimnya inti memiliki sedikit lekuk pada satu sisi (Dellmann dan Brown 1987).
Limfosit memainkan peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh dengan
menghasilkan antibodi (Swenson 1984). Pada umumnya limfosit memasuki aliran
darah melalui limfe lebih dari satu kali atau disebut juga resirkulasi (Ganong
1995). Masa hidup limfosit berbeda tergantung kebutuhan tubuh mulai dari
beberapa hari sampai bertahun-tahun (Kelly 1984).
Gambar 11. Limfosit pada anjing sehat, menggunakan pewarnaan giemsa 10%, pembesaran 100x10. (Anonim 2004).
Monosit
Monosit adalah leukosit besar berdiameter 15-20 μm. Sitoplasma lebih
banyak daripada sitoplasma sel limfosit. Nukleus seperti ginjal atau mirip tapal
kuda. Monosit darah tidak pernah mencapai dewasa penuh sampai bermigrasi ke
dalam jaringan menjadi makrofag tetap pada sinusoid hati, sumsum tulang, alveoli
paru-paru dan jaringan limfoid (Dellmann dan Brown 1987).
Fungsi sel monosit adalah mengawasi daerah infeksi dan memfagositosis
bakteri, benda asing dan sel-sel mati. Selain itu, monosit mengikuti neutrofil
masuk ke daerah infeksi membentuk garis pertahanan kedua yang secara
kuantitatif lebih penting (Ganong 1995). Makrofag atau monosit sering memakan
partikel yang sama atau lebih besar dari ukurannya sendiri. Saat benda asing
terlalu besar untuk dicerna, beberapa makrofag bergabung menjadi satu yang
dikenal sebagai phagocytic giant cell sampai cukup besar untuk melakukan
tugasnya (Martini et ell 1992). Monosit penting dalam immunologi, sebab kontak
antara permukaan limfosit dan monosit dapat menimbulkan respon immunologis
yang maksimal (Dellmann dan Brown 1987).
Bab III
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama delapan minggu di Laboratorium Fisiologi
Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan-
IPB dan Kennel Subdit Satwa POLRI-Depok. Pengambilan sampel darah
dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 8 Februari 2006 (H-1) dan pada
tanggal 20 Februari 2006 (H-2) di Kennel Subdit Satwa POLRI-Depok dengan
didampingi oleh dokter hewan setempat dan pawang dari anjing pelacak ras
Labrador Retriever yang akan diambil sampel darahnya.
Bahan dan Alat
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anjing pelacak
operasional ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI sebanyak tujuh ekor
(lima ekor jantan-dua ekor betina yang berumur lebih dari tiga tahun dan
merupakan anjing impor yang sudah didomestikasi) tanpa diberikan perlakuan
apapun dan sebelum melakukan aktivitas rutin pelatihan anjing pelacak.
Bahan-bahan hematologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
larutan fisiologis NaCl 0.9%, alkohol 70%, heparin, creatoseal, larutan HCl 0.1N,
larutan pengencer Hayem, larutan pengencer Turk, aquabidest dan pewarna
Giemsa.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spoit, kapas, venoject,
tabung reaksi, gelas objek dan cover glass (kaca penutup), mikroskop, pipet
eritrosit dan aspirator, pipet leukosit, kamar hitung hemositometer, mikro
hematokrit, alat baca hematokrit (Hematocrite reader), kertas atau kain yang
lembut, tabung sahli, hemoglobinometer, wadah pewarnaan giemsa, dan termos
es.
Metode Penelitian
Pengambilan Sampel Darah
Pengambilan darah pada anjing dapat diambil melalui vena cephalica
antibrachii lateralis sebanyak + 2 ml setelah dilakukan pemeriksaan klinis
terhadap anjing tersebut terlebih dahulu. Darah yang keluar dari vena terlebih
dahulu diteteskan ke atas gelas objek untuk membuat preparat ulas darah untuk
dilakukan pengamatan diferensiasi leukosit, setelah itu darah yang ada dalam
spoit segera dimasukkan ke dalam tabung venoject yang telah berisi antikoagulan
(heparin) untuk dilakukan pemeriksaan aspek hematologis lainnya (jumlah
eritrosit, jumlah total leukosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin). Sampel
darah yang telah diperoleh kemudian dibawa ke Laboratorium Fisiologi FKH IPB
dengan menggunakan termos es untuk selanjutnya diamati.
Gambar 12. Pengambilan darah di vena cephalica antibrachii
(Anonimd 2007).
Penghitungan Jumlah Eritrosit
Darah yang digunakan dalam penghitungan jumlah eritrosit adalah darah
yang telah diberi antikoagulan heparin. Sampel darah dihisap menggunakan pipet
eritrosit hingga tanda tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan
menggunakan tissu, lalu pengencer hayem dihisap hingga tanda 101. Dua
karakteristik penting dari larutan pengencer RBC/eritrosit adalah larutan bersifat
isotonik dengan sel darah merah; jika tidak keseimbangan osmotik eritrosit akan
terganggu dan bentuk dari eritrosit menjadi abnormal dan pada kasus yang parah
adalah eritrosit hancur/lisis. Larutan pengencer haruslah dapat melindungi eritrosit
agar tidak menyusut dan tersuspensi secara sempurna. Larutan pengencer Hayem
memenuhi karakteristik-karakteristik tersebut (Haen 1995). Pipet digerakkan
memutar dengan membentuk angka delapan selama tiga menit. Setelah homogen,
cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung
pipet ke kertas tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer,
usahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah itu dibiarkan selama
beberapa saat sehingga cairan mengendap, lalu penghitungan dapat dimulai. Agar
tidak terjadi penghitungan dobel maka sebaiknya menggunakan hand counter di
bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10. Untuk menghitung eritrosit dalam
hemositometer, digunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan
mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok
kiri atas, satu kotak ditengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok
kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat
berpatokan pada tiga garis pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah butir
eritrosit didapatkan maka jumlahnya dikalikan dengan 104 untuk mengetahui
jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Anonim 2001).
Keterangan :
a) Jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemositometer
Penghitungan Jumlah Leukosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga tanda
tera 0,5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissu,
lalu larutan pengencer Turk dihisap sampai tanda 11. Kemudian pipet diputar
dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan yang tidak
terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas
tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam hemositometer, diusahakan jangan
sampai ada udara yang masuk, dibiarkan selama beberapa saat hingga cairan
mengendap lalu penghitungan dapat dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan
yang dobel maka sebaiknya menggunakan alat bantu hand counter di bawah
mikroskop dengan pembesaran 45x10.
Jumlah Total Eritrosit = a x 104
mm3
Untuk menghitung leukosit dalam hemositometer, digunakan kotak
leukosit. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk
mengetahui jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah (Anonim 2001).
Jumlah Total Leukosit = b x 50 mm3
Keterangan:
b) Jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemositometer
Penghitungan Diferensiasi Leukosit
Darah yang telah disiapkan diteteskan ke atas gelas objek, kemudian
ditempelkan ujung gelas objek yang lain dengan membentuk sudut kurang lebih
450, kemudian gelas objek didorong dengan kecepatan konstan sehingga
didapatkan ulasan yang cukup tipis. Setelah itu, ulasan yang didapat dikeringkan
di udara selama beberapa menit. Lalu dilakukan fiksasi ulasan dalam methanol
selama 5-10 menit. Ulasan kemudian dicelupkan ke dalam pewarna giemsa 10%
selama kurang lebih 30 menit. Setelah 30 menit ulasan diangkat dan dicuci
menggunakan air yang mengalir sampai air bilasan tidak membawa warna giemsa.
Kemudian dikeringkan dengan menggunakan tissu. Penghitungan dilakukan
dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x10 menggunakan minyak emersi.
Diferensiasi leukosit dihitung dari satu lapang pandang ke lapang pandang yang
lain hingga diperoleh sejumlah 100 sel leukosit. Untuk menghindari kesalahan
dalam menghitung dapat digunakan alat bantu hand counter (Anonim 2001).
Setelah diketahui persentase masing-masing jenis leukosit, maka dihitung nilai
absolutnya dengan cara dikali dengan jumlah total leukosit untuk mendapatkan
jumlah absolut masing-masing jenis leukosit tersebut.
Penghitungan Nilai Hematokrit
Pengisian pipa mikrokapiler hematokrit dilakukan dengan memiringkan
tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang
bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 2/3 bagian kemudian ujung pipa
disumbat dengan creatoseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut ditempatkan
dalam alat pemusing (mikrosentrifuse) dan bagian yang tersumbat ditempatkan
menjauhi mikrosentrifuse kemudian disentrifuse selama 15 menit dengan
kecepatan putaran 2500 rpm.
Gambar 13. Alat sentrifuse (kiri), mikrokapiler hematokrit (kanan)
(Anonime 2007).
Setelah selesai disentrifuse, terbentuk lapisan-lapisan terdiri atas plasma
jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih abu-abu (trombosit dan leukosit)
disebut buffy coat, dan lapisan merah yang terdiri atas eritrosit. Nilai hematokrit
atau yang disebut juga dengan Packed Cell Volume (PCV) dapat dibaca
menggunakan hematokrit reader.
Gambar 14. Mikrohematokrit reader. (Anonimf 2007).
Penghitungan Kadar Hemoglobin.
Metode yang digunakan untuk menentukan kadar hemoglobin adalah
metode Sahli. Larutan HCL 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera
10 atau garis bawah. Kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli
sehingga mencapai tanda tera atas (2.0 cmm). Sampel darah dimasukkan ke dalam
tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat
kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam
hematin. Setelah itu larutan ditambah dengan aquadest, teteskan sedikit demi
sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambahkan hingga warna larutan sama
dengan warna pada standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom
gram% yang tertera pada tabung hemoglobin (Anonim 2001).
Menghitung MCV, MCH dan MCHC
MCV menunjukkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit dalam femtoliter
(fL), fL = 10-15/L. Dihitung dengan membagi volume eritrosit per liter oleh jumlah
butir eritrosit per liter, menggunakan rumus:
MCV dalam μm3 atau fl (femtoliter)
= PCV X 10 Jumlah eritrosit per μl darah X (10-6)
dimana faktor 10 adalah untuk mengkonversi pembacaan hematokrit (dalam %)
dari volume PCV per desiliter ke volume per liter (= 1,000 mL).
MCH didasarkan pada perkiraan kuantitas/berat hemoglobin dalam rata-
rata eritrosit. MCH dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
MCH dalam μμg atau pg (pikoliter)
= hemoglobin dalam g/dl X 10 Jumlah eritrosit per μl darah X (10-6)
Sedangkan MCHC menunjukkan rata-rata konsenterasi hemoglobin per
unit volume PCV, dengan satuan gram per desiliter. Dapat dihitung dari
hemoglobin dan nilai hematokrit dengan menggunakan rumus berikut:
MCHC dalam g/dl atau g %
= hemoglobin dalam g/dl X 100 PCV dalam ml/dl (Swenson 1984).
Bab IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Darah dibagi kedalam tiga bagian yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit
(sel darah putih) dan trombosit (platelet). Warna merah dapat disebabkan oleh
hemoglobin yang terkandung di dalam eritrosit. Semua sel-sel ini bercampur
dalam sebuah cairan yang disebut plasma (Swenson 1984). Hasil pengamatan
dapat dilihat pada tabel dan grafik pada setiap pembahasan.
Tabel 4. Data rata-rata jumlah eritrosit (BDM), kadar hemoglobin (Hb) dan nilai hematokrit (PCV) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever No Nama BDM
(juta/mm3) Hb (g%) PCV (%)
1. Danger (L1)/♂ 6.3 ± 4.02 10.5 ± 1.83 35.6 ± 6.08
2. Lala (L2)/♀ 4.5 ± 1.69 9.6 ± 0.28 32.7 ± 4.52
3. Lui (L3)/♂ 5.1 ± 0.14 10.3± 0.42 30.2 ± 5.15
4. Vero (L4)/♂ 3.7 ± 1.20 7.1 ± 0.42 22.2 ± 0.22
5. Lady (L5)/♀ 4.8 ± 0.22 9.7 ± 0.14 32.2 ± 1.34
6. Hunter (L6)/♂ 4.0 ± 0.14 8.1 ± 0.70 28.2 ± 3.11
7. Dunkin (L7)/♂ 4.4 ± 1.34 8.5 ± 0.98 29.9 ± 7.911
X 4.7 ± 0.85 9.1 ± 1.25 28.0 ± 6.27
Kisaran normal pada anjing secara umum
(a) 5.6-8.7
(b) 12.0-18.0
(c) 37.0-55.0
Keterangan: X = rata-rata ± standar deviasi; L1-7 = Labrador 1-7 (Sumber (a): Foster 2007, (b): Swenson 1984, (c): Swenson 1984) Eritrosit
Eritrosit atau butir darah merah (RBC) berfungsi untuk mengangkut
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan terlibat dalam transpor (isohidrik)
metabolisme CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru (Clarenburg 1992). Secara
fungsional eritrosit juga berpartisipasi dalam sistem buffer pada darah dan secara
minor berpartisipasi dalam proses koagulasi darah. Masa hidup eritrosit pada
mamalia kira-kira hanya berumur 125 hari pada sirkulasi (Pflanzer 1995). Jumlah
eritrosit dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan jenis kelamin,
partutisi dan laktasi, tekanan udara dan peranan limpa (Jain 1993).
0
2
4
6
8
10
(jt/m
m3)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
BDM
Berdasarkan pada Tabel 4 didapatkan rata-rata jumlah eritrosit pada
Labrador Retriever sangat rendah/jauh di bawah kisaran normal (nilai normal
eritrosit pada anjing: 5.6-8.7 jt/mm3, Foster et al. 2007). Hampir semua anjing ras
Labrador Retriever tersebut memiliki nilai eritrosit di bawah kisaran normal
anjing pada umumnya dan hanya satu anjing yang memiliki nilai eritrosit masih
dalam kisaran normal. Penurunan jumlah eritrosit hingga di bawah kisaran normal
merupakan eritrositopenia, biasanya terlihat pada kebanyakan tipe anemia
(Pflanzer 1995). Rendahnya jumlah eritrosit yang mengakibatkan anemia, pada
anjing dapat disebabkan oleh hilangnya darah secara berlebihan (hemorhagi) atau
penghancuran eritrosit (hemolisis) ataupun rendahnya produksi eritrosit (Meyer et
al. 1992). Faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah eritrosit adalah faktor
nutrisi. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan kegagalan
pematangan eritrosit dalam proses eritropoiesis, hal tersebut mengakibatkan
rendahnya jumlah eritrosit dalam darah (Guyton dan Hall 1997).
Tidak ada satupun Labrador Retriever yang memiliki jumlah eritrosit
sangat tinggi. Dalam keadaan tertentu, apabila jumlah eritrosit mengalami
peningkatan di atas kisaran normal anjing pada umumnya, hal ini dapat dikatakan
polisitemia. Terdapat tiga tipe polisitemia, yaitu pseudopolisitemia, erithremia,
dan eritrositosis (Pflanzer 1995).
Gambar 15. Grafik rata-rata jumlah eritrosit (BDM) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
0
5
10
15
20
(g%
)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
Hb
Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) merupakan pigmen eritrosit yang terdiri dari protein
kompleks terkonjugasi yang mengandung besi. Protein hemoglobin adalah globin,
sedangkan warna merah disebabkan oleh warna heme (Guyton 1997).
Hemoglobin bisa melakukan transpor oksigen dan karbondioksida secara
simultan. Ketika hemoglobin penuh/jenuh dengan oksigen, akan memberikan
warna merah pada darah. Dan ketika hemoglobin melepaskan oksigen
(hemoglobin direduksi), warna darah berubah menjadi keungu-unguan (pucat).
Fungsi utama dari hemoglobin adalah memungkinkan eritrosit untuk mengirim
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, dan mengirim karbondioksida dari
jaringan tubuh menuju paru-paru. Hemoglobin juga memiliki peranan penting
sebagai buffer kimia dalam pertahanan tubuh terhadap perubahan pH (Pflanzer
1995).
Berdasarkan data Tabel 4 diketahui bahwa semua Labrador Retriever
memiliki nilai hemoglobin berada di bawah kisaran normal (kisaran normal nilai
Hb pada anjing: 12.0-18.0 gr/mm3, Swenson 1984). Nilai hemoglobin yang
rendah atau berada di bawah kisaran normal dapat menandakan bahwa tubuh
mengalami anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami
defisiensi jumlah eritrosit dan atau jumlah hemoglobin (Reece 2006). Selain dapat
dilihat dari jumlah eritrosit dan jumlah hemoglobin yang rendah, pada gejala
anemia dapat dilakukan diagnosa melalui pemeriksaan fisik seperti warna pink
pucat pada ginggiva dan konjungtiva, serta anjing memiliki stamina yang kurang
baik atau lemah (Lienden 2007).
Gambar 16. Grafik rata-rata kadar hemoglobin (Hb) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
0
10
20
30
40
(%)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
PCV
Hematokrit (PCV)
Proporsi hubungan sel dengan plasma yang menjadi ukuran secara klinis
dapat ditentukan dengan hematokrit (Reece 2006). Hematokrit adalah suatu
ukuran yang mewakili volume eritrosit di dalam 100 ml darah, sehingga
dilaporkan dalam bentuk persentase (Schalm 1975). PCV merupakan gambaran
darah yang paling berguna untuk mencirikan kondisi tubuh yang abnormal (Reece
2006). Jumlah PCV meningkat pada berbagai tipe polisitemia, pada beberapa
kasus mendekati 70%, sedangkan pada beberapa tipe anemia, dapat turun sampai
25% (Pflanzer 1995).
Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa semua Labrador Retriever memiliki nilai
PCV yang rendah atau di bawah kisaran normal (kisaran normal nilai PCV pada
anjing: 37.0-55.0%, Swenson 1984). Rendahnya nilai hematokrit dapat
menggambarkan kondisi anemia (Duncan dan Prase 1977).
PCV dapat meningkat karena adanya rasa senang pada anjing. Rasa
senang pada anjing dapat meningkatkan 9-10% PCV dengan nilai berubah dari
42% sampai 53%. Dalam rasa senang, epinefrin menyebabkan kontraksi limpa.
PCV mendekati tiga kali lipat konsentrasi hemoglobin dalam g/dl (Swenson
1984).
Gambar 17. Grafik rata-rata nilai hematokrit (PCV) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
Tabel 5. Data rata-rata indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
No Nama MCV (fl) MCH (pg) MCHC (g%)
1. Danger (L1)/♂ 56.7 ± 1.76 16.7 ± 0.42 29.5 ± 0.14
2. Lala (L2)/♀ 76.2 ± 4.66 21.6 ± 7.21 29.7 ± 4.94
3. Lui (L3)/♂ 55.9 ± 18.73 20.2 ± 0.28 34.6 ± 4.87
4. Vero (L4)/♂ 54.8 ± 7.73 20.8 ± 7.99 32.1 ± 2.19
5. Lady (L5)/♀ 49.9 ± 19.72 20.5 ± 1.20 30.1 ± 0.84
6. Hunter (L6)/♂ 66.9 ± 6.57 20.3 ± 2.54 28.8 ± 0.64
7. Dunkin (L7)/♂ 67.4 ± 0.70 20.2 ± 3.88 29.0 ± 4.38
X 61.1 ± 9.23 21.9 ± 5.91 30.5 ± 2.09
Kisaran normal pada anjing secara umum 59-69 20-24 30-35
Keterangan: X = rata-rata ± standar deviasi; L1-7 = Labrador 1-7 Kisaran normal pada anjing secara umum menurut Swenson (1984)
Mean Corpuscular Volume (MCV)
MCV, MCH, MCHC biasa digunakan untuk mendeteksi abnormalitas
ukuran, bentuk, dan warna. Dengan melihat secara morfologi dapat digambarkan
beberapa kondisi tertentu. Normositik (normal bentuk dan ukuran), normokromik
(normal pada warna), mikrositik (lebih kecil dari normal), makrositik (lebih besar
dari normal), hipokromik (lebih pucat dari normal), hiperkromik (lebih terang dari
normal), anisositosis (variasi dalam ukuran), poikilositosis (variasi dalam bentuk).
Kondisi yang paling baik adalah normositik dan normokromik (Pflanzer 1995).
MCV mengacu pada ukuran sel dan MCV hanya merepresentasikan
ukuran rata-rata eritrosit (Nordenson 2006). Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui
bahwa sebanyak ±40% Labrador Retriever memilki nilai MCV lebih rendah dari
kisaran normal dan ±15% Labrador Retriever memiliki nilai MCV yang sangat
tinggi (kisaran normal nilai MCV pada anjing: 59-69 fl, Swenson 1984). Kondisi
yang dapat menyebabkan nilai MCV rendah adalah defisiensi zat besi (anemia
tipe mikrositik) (Swenson 1984). Adapun kondisi yang menyebabkan nilai MCV
meningkat, diantaranya adalah defisiensi asam folat yang dapat terjadi karena diet
yang buruk dan kebuntingan, serta defisiensi vitamin B12 (Nordenson 2006).
0
2
4
6
8
1 0
(jt/m
m3)
L 1 L 2 L 3 L 4 L 5 L 6 L 7
B D M
0
20
40
60
80
(fl)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
MCV
0
5
1015
20
25
30
(pg)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
M C H
Gambar 18. Grafik rata-rata nilai MCV pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
MCH berdasarkan pada perhitungan dari jumlah berat hemoglobin di
dalam nilai rata-rata dari eritrosit (Ravel 1984). Dari data pada Tabel 5 diatas
diketahui bahwa hanya satu anjing (±15%) Labrador Retriever memiliki nilai
MCH yang lebih rendah dari kisaran normal (kisaran normal MCH pada anjing:
20-24 pg, Swenson 1984) dan ±85% Labrador Retriever memiliki nilai MCH
yang masih berada di kisaran normal. MCH dipengaruhi oleh ukuran eritrosit,
sebuah eritrosit besar dengan isi hemoglobin normal akan mengandung berat
hemoglobin yang lebih besar dibandingkan eritrosit yang berukuran lebih kecil
dengan isi hemoglobin normal (Ravel1984). MCH bergantung pada jumlah
hemoglobin dalam hubungannya dengan ukuran sel, sebuah sel hipokromik
memiliki berat hemoglobin yang lebih kecil dibandingkan dengan sel
normokromik dari ukuran yang sama. Secara umum, MCH meningkat dalam
keadaan makrositosis dan menurun dalam keadaan mikrositosis dan hipokromia,
namun dapat terjadi adanya variasi karena dua faktor, yaitu ukuran sel dan
konsentrasi hemoglobin yang saling mempengaruhi (Nordenson 2006).
Gambar 19. Grafik rata-rata nilai MCH pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
05
101520253035
(g%
)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
MCHC
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Menurut Anonimg (2007), MCHC merupakan ukuran konsentrasi Hb
dalam volume 100 cc sel darah merah. MCHC bergantung pada jumlah
hemoglobin pada volume dari eritrosit (Swenson 1984). Dari data pada Tabel 5
diketahui bahwa sebanyak ±55% Labrador Retriever memiliki nilai MCHC di
bawah kisaran normal dan ±45% yang memiliki nilai MCHC masih berada di
kisaran normal (kisaran normal nilai MCHC pada anjing: 30-35 g%, Swenson
1984). Nilai MCHC yang rendah menunjukkan bahwa darah anjing tersebut
mengalami keadaan hipokromik. Adapun kondisi yang dapat menyebabkan
rendahnya nilai MCHC adalah defisiensi zat besi kronis, sideroblastik anemia dan
anemia dari penyakit kronis (Nordenson 2006). Tidak ditemukan anjing yang
memiliki nilai MCHC di atas kisaran normal. Beberapa kondisi yang dapat
mempengaruhi nilai MCHC menjadi meningkat adalah merokok berat dan
intravascular hemolisis (Ravel 1984).
Gambar 20. Grafik rata-rata nilai MCHC pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
No Nama BDP (rb/mm3) Diferensiasi leukosit/BDP (rb/mm3)
Tabel 6. Data rata-rata jumlah total leukosit/Butir Darah Putih (BDP) dan diferensiasi leukosit pada anjing pelacak ras Labrador Retriever
Keterangan: X = rata-rata ± standar deviasi; L1-7 = Labrador 1-7 (Sumber (a),(b),(c),(e): Foster 2007, (d): Jain 1993, (f): Swenson 1984) Leukosit
Jumlah leukosit pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah neutrofil ataupun
limfosit dalam sirkulasi darah, karena dua tipe leukosit tersebut jumlahnya lebih
banyak dibandingkan dengan leukosit tipe lain (Kelly 1984). Leukosit sebenarnya
tidak berwarna putih, terlihat translusent atau tidak berwarna karena tidak
memiliki pigmen warna seperti eritrosit. Leukosit dibagi menjadi dua yaitu
granulosit yang terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, yang diproduksi di
sumsum tulang. Serta agranulosit yang tediri dari limfosit dan monosit, beberapa
diproduksi di jaringan limfatik dan beberapa di sumsum tulang. Leukosit
memerangi substansi asing yang masuk ke dalam tubuh. Dalam melakukan fungsi
utama ini mereka dapat berfagositosis, mengeluarkan racun, melepaskan enzim
dan substansi penting lainnya serta memproduksi antibodi (Pflanzer 1995).
Berdasarkan data pada Tabel 6 diketahui bahwa semua Labrador Retriever
memiliki jumlah leukosit yang berada dalam kisaran normal (kisaran normal
jumlah leukosit pada anjing: 6.0-17 x103/mm3, Foster et al. 2007). Bila jumlah
leukosit rendah atau dapat juga disebut leukopenia pada anjing dapat disebabkan
oleh penyakit-penyakit infeksius seperti canine para influenza, canine kennel
cough, dan canine distemper (Anonimb 2006). Leukopenia juga dapat ditemukan
bersamaan dengan endotoksin bakterial, keadaan septisemia dan toksemia
(Swenson 1984). Pada beberapa laporan terbaru, alkohol juga dapat
mengakibatkan leukopenia (Pflanzer 1995). Sebaliknya leukosit dapat meningkat
L N M E B
1 Danger (L1)/♂ 11.2 ± 1.27 5.88 ± 0.36 4.87 ± 1.74 0.11 ± 0.14 0.36 ± 0.11 0
2 Lala (L2)/♀ 12.0 ± 2.47 8.28 ± 1.71 3.00 ± 0.05 0.0 ± 0.0 0.12 ± 0.14 0
3 Lui (L3)/♂ 6.10 ± 1.76 2.89 ± 2.25 3.01 ± 0.36 0.0 ± 0.0 0.18 ± 0.17 0
4 Vero (L4)/♂ 8.0 ± 3.67 2.92 ± 0.19 4.68 ± 3.67 0.0 ± 0.0 0.40 ± 0.37 0
5 Lady (L5)/♀ 14.2 ± 0.84 8.73 ± 2.78 6.67 ± 5.41 0.0 ± 0.0 0.35 ± 0.52 0
6 Hunter (L6)/♂ 10.4 ± 2.33 5.56 ± 1.60 4.78 ± 3.86 0.0 ± 0.0 0.05 ± 0.08 0
7 Dunkin (L7)/♂ 8.0 ± 0.56 1.56 ± 0.84 6.16 ± 1.68 0.24 ± 0.21 0.08 ± 0.01 0
X 10.0 ± 2.78 5.11 ± 1.39 4.73 ± 2.39 0.05 ± 0.05 0.22 ± 0.2 0
Kisaran normal pada anjing secara umum
(a) 6.0-17.0
(b) 0.53-4.8
(c) 3-12
(d) 0-0.85
(e) 0-1.9
(f) <0.01
disebabkan oleh latihan fisik yang keras, keadaan stres akut, dan rasa sakit
(Anonima 2006).
Limfosit
Limfosit memiliki peranan penting dalam pertahanan tubuh dengan
menghasilkan antibodi (Swenson 1984). Limfosit adalah sel motil yang aktif
tetapi jarang memperlihatkan fagositosis. Beberapa fungsi limfosit dalam sistem
pertahanan tubuh adalah mensintesis dan melepaskan molekul antibodi (Pflanzer
1995).
Dari data pada Tabel 6 diketahui bahwa sebanyak empat ekor (±55%)
Labrador Retriever memiliki jumlah limfosit yang berada di atas kisaran normal
dan tiga ekor masih berada dalam kisaran normal (kisaran normal jumlah limfosit
pada anjing: 0.53-4.8 x103/mm3, Foster et al. 2007). Tingginya jumlah limfosit
dalam darah dapat juga disebut dengan limfositosis (Anonima 2006). Selain
infeksi viral, limfositosis dapat disebabkan oleh fisiologis (epinefrin), dan
limfositik leukimia (Anonima 2006).
Neutrofil
Neutrofil merupakan sel leukosit dengan mobilitas tinggi sehingga
menjadi sel pertama yang sampai ke jaringan penghasil substansi kimia yang
bersifat kemotaksis (Martini et al.1992). Neutrofil bersifat sangat motil dan sel
yang aktif berfagositosis, memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh
melawan invasi bakteri (Pflanzer 1995).
Semua Labrador Retriever memiliki jumlah neutrofil yang berada dalam
kisaran normal (kisaran normal jumlah neutrofil pada anjing: 3-12 x103/mm3,
Foster et al. 2007). Apabila didapatkan keadaan dengan jumlah neutrofil yang
rendah (neutropenia), dapat disebabkan oleh infeksi baik oleh bakteri (septisemia)
maupun beberapa jenis virus, obat-obatan penginduksi neutropenia, dan kondisi
yang berkaitan dengan pansitopenia (anemia aplastik dan anemia megaoblastik).
Sedangkan tingginya jumlah neutrofil (neutrofilia) dapat terjadi karena infeksi
bakteri dan kondisi yang berkaitan dengan nekrosis jaringan ekstensif seperti luka
bakar, trauma, pembedahan dan neoplasia (Anonima 2006).
Monosit
Fungsi monosit adalah mengawasi daerah infeksi dan memfagositosis
bakteri, benda asing dan sel-sel mati. Selain itu, monosit mengikuti neutrofil
masuk ke daerah infeksi membentuk garis pertahanan kedua yang secara
kuantitatif lebih penting (Ganong 1995). Monosit aktif dalam bergerak dan
fagositosis dan memegang peranan dalam menghancurkan bakteri serta
membersihkan sel debris pada area jaringan yang rusak (Pflanzer 1995).
Diketahui dari data pada Tabel 6 bahwa semua anjing pelacak ras
Labrador Retriever memiliki jumlah monosit yang masih berada dalam kisaran
normal, kisaran normal nilai monosit pada anjing secara umum: 0-0.85 x103/mm3
(Jain 1993). Jumlah monosit pada tubuh anjing dapat menjadi tinggi (monositosis)
akibat infeksi bakteri (Anonima 2006).
Eosinofil
Eosinofil berperan sebagai sel fagosit tapi bukan terhadap bakteri atau
runtuhan-runtuhan sel, namun terhadap komponen asing yang telah beraksi
dengan antibodi (Martini et al.1992). Eosinofil kurang bersifat motil
dibandingkan neutrofil dan tidak begitu aktif dalam melakukan fagositosis.
Sitoplasma granul pada eosinofil memiliki enzim oksidase, peroksidase dan
fosfatase, mengindikasikan bahwa fungsi utama dari eosinofil adalah detoksifikasi
protein asing dan substansi lainnya (Pflanzer 1995).
Pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa semua Labrador Retriever memiliki
jumlah eosinofil dalam kisaran normal, kisaran normal nilai eosinofil pada anjing:
0-1.9 x103/mm3 (Foster et al. 2007). Eosinofil dalam tubuh dapat berjumlah
tinggi, keadaan ini disebut juga eosinofilia yang dapat diakibatkan oleh infestasi
parasit maupun kondisi alergi (Anonima 2006). Sebaliknya jumlah eosinofil yang
rendah (keadaan ini disebut juga sebagai eosinopenia) yang dapat disebabkan oleh
stres yang dipicu oleh pemberian kortikosteroid (Anonima 2006).
Basofil
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa semua anjing dalam kelompok
anjing pelacak ras Labrador Retriever memiliki jumlah basofil sebanyak 0%. Hal
ini normal pada anjing karena memang basofil hanya berada dalam peredaran
darah tepi dalam jumlah yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali
(Swenson 1984). Dalam peredaran darah tepi basofil dikenal sebagai sel mast.
02468
10121416
(rib
u/m
m3)
L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7
BDPLNMEB
Fungsi utama basofil adalah untuk melepaskan histamin pada area jaringan yang
rusak untuk meningkatkan aliran darah dan memfasilitasi perbaikan jaringan
(Pflanzer 1995).
Gambar 21. Grafik rata-rata jumlah total leukosit/Butir Darah Putih(BDP) dan
diferensiasi leukosit anjing pelacak ras Labrador Retriever (ribu/mm3)
Berdasarkan data yang diperoleh, secara umum nilai gambaran darah pada
anjing pelacak ras Labrador Retriever berada dibawah kisaran normal anjing
(umum), mungkin hal ini terjadi karena infestasi caplak yang mempengaruhi nilai
darah, dimana caplak dapat merupakan vektor suatu penyakit. Nilai MCV yang
cukup jauh diatas kisaran normal dan nilai MCHC yang berada cukup jauh di
bawah kisaran normal, terdapat pada anjing (L2) atau Lala yang menandakan
bahwa anjing tersebut mengalami keadaan anemia makrositik hipokromik yang
dapat disebabkan karena defisiensi vitamin B12 ataupun asam folat dan defisiensi
zat besi. Hal ini dapat disebabkan karena asupan jumlah nutrisi yang dikandung
pada pakan kurang mencukupi dan kondisi lingkungan yang kurang kondusif.
Nilai MCV pada anjing (L5) atau Lady yang berada jauh di bawah kisaran normal
yang menandakan bahwa anjing tersebut mengalami anemia mikrositik, yang
dapat disebabkan karena defisiensi zat besi. Anjing (L1) atau Danger memiliki
nilai MCH rendah karena hal ini terjadi mengikuti nilai MCHC-nya yang juga
rendah (nilai MCHC rendah dapat terjadi seperti dijelaskan diatas).
Beberapa kendala yang ditemukan adalah kurangnya data riwayat status
kesehatan anjing, mobilisasi anjing, waktu/jarak menuju ke laboratorium, dan
kondisi lingkungan serta kondisi fisik/kesehatan anjing ras Labrador Retriever
maupun keadaan stres yang dihadapi anjing pada Subdit Satwa POLRI ketika
pengambilan darah berlangsung.
Kepentingan pemeriksaan darah anjing pada umumnya juga sangat
berkaitan dengan kasus penyakit tertentu. Salah satu contohnya hipotiroidisme,
yang sangat sering terjadi pada anjing. Hipotiroidisme pada anjing
diklasifikasikan sebagai hipotiroidisme primer, sekunder, atau tertier, tergantung
dari penyebabnya yang terjadi misalnya di kelenjar thiroid, kelenjar pituitari atau
hipothalamus. Peranan kelenjar pituitari dan hipothalamus yang memiliki kontrol
terhadap tingkatan hormon tiroid melalui sekresi dari TSH dan TRH (Anonimh
2007). Tiroid penting untuk pematangan sel, termasuk eritrosit, bila terganggu
maka eritropoiesis akan terganggu dan mengakibatkan anemia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
• Dari hasil penelitian terhadap kelompok anjing pelacak operasional ras
Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok dapat diketahui bahwa
pada anjing pelacak operasional ras Labrador Retriever memiliki kisaran
nilai eritrosit (4.7 ± 0.85)x 106/mm3, hemoglobin (9.1 ± 1.25) g%,
hematokrit/PCV (28.0 ± 6.27)%, MCV (61.1 ± 9.23) fl, MCH (21.9 ±
5.91) pg, MCHC (30.5 ± 2.09) g%, leukosit/BDP (10.0 ± 2.78)x103/mm3,
dan Diferensiasi leukosit (limfosit (5.11 ± 1.39)x103/mm3, neutrofil (4.73
± 2.39)x103/mm3, monosit (0.05 ± 0.05)x103/mm3, eosinofil (0.22 ±
0.20)x103/mm3, basofil (0)x 103/mm3).
• Anjing pelacak operasional ras Labrador Retriever di Subdit Satwa
POLRI-Depok yang mempunyai gambaran darah diluar kisaran normal
diduga karena exercise (latihan) yang berlebihan dan adanya infestasi
caplak.
Saran
1. Perlu adanya peningkatan manajemen pemeliharaan maupun manajemen
kesehatan anjing-anjing pelacak di Subdit Satwa POLRI, terutama kontrol
terhadap parasit dan cacing.
2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hematologi anjing pelacak ras
Labrador Retriever yang sehat di Subdit Satwa POLRI, agar dapat dijadikan
sebagai acuan bagi penelitian yang berhubungan dengan hematologi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Penuntun Praktikum Fisiologi Eksperimental. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor Anonim. 2004. Canine Hematology: Blood Cell Identification.
Http//www.medaille.edu.vmacer. [27 juli 2007] Anonima. 2006. The Merck Veterinary Manual. Http//merck.co.inc. [17 Juli 2007]
Anonimb. 2006. Canine Disease. Http//anicare.inc. [20 Juli 2006]
Anonima. 2007. Anjing. Http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing. [19 Mei 2007] Anonimb. 2007. FCI Dog Breed Groups. www.breeds-of-dogs.com/html/dog_
groups.html. [ 11 Juli 2007 ] Anonimc. 2007. Labrador Retriever. Http://www.anjingkita.com. [ 11 Juli 2007 ] Anonimd. 2007. Canine Hematology. petcenter.com. [ 11 Juli 2007] Anonime. 2007. Lab Tools. webanatomy net. [ 11 Juli 2007] Anonimf. 2007. Microhematocrite. biologi/clc/uc/edu. [11 Juli 2007] Anonimg. 2007. Mean Corpusclar Hemoglobin Concentration.
Http//wikipedia.org. [27 Juli 2007] Anonimh. 2007. Hipothyroid. (Http://www.newmanveterinary.com/Hypothyroid.
html). [27 Juli 2007] Brown BA. 1980. Hematology : Principles and Procedure. 3rd edition.
Philadelphia : Lea & Febiger. Bunn and Forget. 2002. Hemoglobin Synthesis. Http://single.bwh.harvard.edu/
hbsynthesis.html. [23 Agustus 2006]. Coles EH. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4th edition. Philadelphia, London,
Toronto, Mexico City, Rio de Janeiro, Sydney, Tokyo, Hongkong : W.B. Saunders Company.
Copenhaver WM, Douglas EK and Richard LW. 1978. Biley’s Textbook of
Histology. 17th edition. Baltimore. USA : Waverly press, Inc. Clarenburg R.1992. Physiological Chemistry of Domestic Animals. Missouri.
USA: Mosby-Year Book, Inc
Dellmann HD and Brown EM. 1987. Text Book of Veterinary Histology. 3rd
edition. Lea and Febiger. Philadelphia. USA. Duncan JR and Prase KW. 1977. Veterinary Laboratory Medicine. Ame. Iowa
Clinical Pathology. The Iowa State University Press. USA. Evans HE. 1993. Miller’s Anatomy of the Dog. 3rd edition. WB Saunders
Company. Ithaca, New York. USA. Foster R, Smith M and Nash H. 2007. Complete Blood Count.
Http//peteducation.com. [28 Juli 2007] Ganong WF. 1995. Review of Medical Physiology. (Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran). Ed ke- 4. Diterjemahkan oleh P. Andianto. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Gittleman, J. L. 1989. Carnivore Behavior, Ecology and Evolution, Ithaca. N. Y.,
Cornell University Press. USA. Guyton AC and Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. (Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran). Ed ke-7. Diterjemahkan oleh Irawati Setiawan, Ken Ariata Tengadi dan Alex Sentoso. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Grossman L. 1993. The Dog’s Tale. BBC Books. London Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Edited by Linda Harris and Young.
Loyola Marymont University. Wm. C. Brown Publishers. Chicago. USA. Honacki.1982. Mammals Species of The World. Lawrence. Kansas. Association of
Systematic Collection. USA. Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia : Lea & Febiger.
USA. Jubb KVF, Kennedy PC dan Palmer N. 1993. Pathology of Domestic Animals. 4th
edition. USA : Academic Press, Inc. Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. 3rd edition . London : Bailiere
Tindall. Lienden RV. 2007. Anemia in Dogs. Http//www.sniksnak.com/doghealthy/
anemia. [28 Juli 2007] Martini FH, Ober WC, Garrison C & Weleh K. 1992. Fundamentals of Anatomy
and Physiology. 2nd edition . New Jersey : Prentice Hall, Englewood Cliffs. USA
McLay R. 2005. Erythropoeisis. Http://www.MclTulane.Edu/classware/pathology /krause/Blood/EP.html. [19 Juli 2005].
Meyer DJ, Coles EH and Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Medicine
Interpretation and Diagnosis. W. B Saunders Company. Philadelphia. USA.
Mugford R. 1994. Dog Training the Mugford Way. Stanley Paul Publishing.
London. Nordenson NJ. 2002. Red Blood Cell Indices. Http://www.Healthatoz.com/
healthatoz/atoz/ency/redbloodedcell indices.jsp. [17 Juli 2006]. Nordenson Nancy J. 2006. Red Blood Cell Indices. Http//healthatoz.com. [28 Juli
2007] Nowak, R. M.1991. Walkers Mammals of The World, 5th edition. 2 Vols.
Baltimore, Johns Hopkins University Press. USA. 249 pp. Pflanzer R G. 1995. Experimental and Applied Physiology. 5th edition. USA :
Wm. C. Brown Communications, Inc. Ravel R. 1984. Clinical Laboratory Medicine. 4th edition. Chicago, London : Year
Book Medical Publishers, Inc. Reece W O. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals. 3rd
edition. Australia: Blackwell Publishing. Savolainen, P. (2002). Genetic Evidence for an East Asian Origin of Domestic
Dogs. Science 298. 5598: 1610–1613.
Schalm OW. 1975. Veterinary Hematology. 2nd edition. Philadelphia : Lea & Febiger. USA.
Sianipar ND, Wiryanta, Bernard TW dan Murdiana MD. 2004. Merawat dan
Melatih Anjing Penjaga. Agromedia Pustaka. Depok. Swenson MJ. 1984. Dukes Physiology of Domestic Animals. 10th edition. Itacha
and London : Cornell University Press. Untung, O. 1999. Merawat dan Melatih Anjing. Penebar Swadaya. Jakarta Verginelli, F. 2005. Mitochondrial DNA from Prehistoric Canids Highlights
Relationships Between Dogs and South-East European Wolves. Mol. Biol. Evol. 22: 2541–2551.
Vilà, C. 1997. Multiple and Ancient Origins of The Domestic Dog. Science.
276:1687–1689.
Wozencraft, N. C. 1989. Classification of The Recent Carnivora. In. J. L.
Gittleman (Ed.). Carnivore Behavior, Ecology, and Evolution. Ithaca, N. Y., Cornell University Press, pp. 569-593.
LAMPIRAN
1. Pengambilan darah pada anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok.
2. Pelatihan halang rintang anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok.
3. Stambum (akte kelahiran) salah satu anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman depan dan belakang).
4. Stambum (akte kelahiran) anjing pelacak ras Labrador Retriever di Subdit Satwa POLRI-Depok (halaman isi/utama).