documentg

48
Skenario B Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk- batuk serta sedikit sesak napas,disertai mimisan. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36 x/menit, T: 36,2 o C, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+) Keadaan spesifik: Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-) Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).

Upload: syarif-a

Post on 12-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

Skenario B

Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan

tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus,

tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek,

buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas,

namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun

dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas,disertai mimisan. Sejak 6 jam yang

lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.

Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36 x/menit, T:

36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)

Keadaan spesifik:

Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)

Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama

derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal

Extremitas: akral dingin, “capillary refill time 4”.

Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm3

Klarifikasi istilah

1. akral dingin :terjadi karena jaringan jaringan perifer kekurangan oksigen.

2. demam tinggi terus menerus : peningkatan temperature tubuh diatas normal biasanya 39,4oc

sampai 41,1c

3.sesak napas : (dyspnea) adalah kesulitan bernapas yang disebabkan karena suplai oksigen yang

masuk ke dalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.

4.mimisan :pendarahan hidung biasanya diakibatkan karena pecahnya pembuluh darah kecil

yang terletak di bagian anterior septum nasal cartilaginosa.

5.filliformis :perabaan halus pada nadi seperti benang.

6.delirium gangguan kesadaran yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan

menfokuskan,mempertahankan dan mengalihkan perhatian.

7.rumple leede test :suatu permeriksaan yang digunakan untuk mengetahui permeabilitas

pembuluh darah yang ditandai dengan timbunya ptekie.Pemeriksaanni bertujuan untuk

menentukan seorang menderita demam berdarah atau tidak.

8.irama derap :bunyi jantung rangkap tiga (gallop) yang disebabkan adanya satu atau lebih bunyi

ekstra.

9. capillary refill time : waktu pengisian pembuluh kapiler yang digunakan untuk memonitor

dehidrasi dan untuk menilai aliran darah ke jaringan

Identifikasi masalah

1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan

tangannya teraba dingin seperti es.

2. . Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala,

pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti

biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik

lagi.

3. .Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak

napas,disertai mimisan.

4. .Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin

seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

5. Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36 x/menit, T: 36,2oC,

BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)

Keadaan spesifik:

Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)

Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama

derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+) normal

Extremitas: akral dingin, “capillary refill time 4”.

6.Pemeriksaan Penunjang:

Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm3

Analisis masalah

1. Anto, seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan

tangannya teraba dingin seperti es.

a.apa etiologi akral dingin ?

Etiologi: kegagalan sirkulasi (syok)

Mekanisme: infeksi virus dengue akan menyebabkan kebocoran plasma yang mengakibatkan

cairan intravaskular menurun. Hal ini akan menyebabkan pembuluh darah di perifer konstriksi

untuk membantu jantung yang berusaha lebih keras untuk memenuhi pasokan darah ke seluruh

tubuh. Konstriksi pembuluh darah perifer akan menyebabkan kulit terasa dingin.

b.bagaimana patofisiologi akral teraba dingin ?

Pada infeksi dengue, permeabilitas pembuluh darah akan meningkat dan terjadi kebocoran

plasma yang berujung pada syok hipovolemia. Pada syok hipovolemia, volume intarvaskuler

akan menurun sehingga volume intravertikel kiri pada diastol ikut menurun dan terjadi

penurunan curah jantung. Hal ini akan menurunkan pengiriman oksigen dan zat nutrisi lain ke

jaringan, karena tubuh mengutamakan perfusi ke organ vital seperti otak dan jantung.

Berkurangnya alirah darah ke perifer inilah yang menyebabkan akral dingin.

2. Empat hari yang lalu Anto demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala,

pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti

biasa. Anto sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik

lagi

a. tipe tipe demam? Dan tipe demam pada kasus.

1. Demam Septik Dan Demam Hektik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada

malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai

keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang

normal dinamakan juga demam hektik.

Contoh : Tuberkulosis & Abses Piogenik

.

2. Demam Remiten

Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai

suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan

tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.

Contoh : demam tifoid, infeksi virus & mikoplasma.

3. Demam Intermitten

Pada demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam

dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan

bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

Contoh : Malaria.

4. Demam kontinyu

Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.

Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

Contoh : Pneumonia.

5. Demam siklik

Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti

periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh

seperti semula.

Contoh : limfoma hodgkin's.

6. Undulant fever

Menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa

hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

7. Demam lama (prolonged fever)

Menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk

penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

8. Demam rekuren

Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan

organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

9. Demam bifasik

Menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever

pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini.

Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, colorado

tick fever, spirillary rat-bite fever (spirillum minus), dan african hemorrhagic fever

(marburg, ebola, dan demam lassa).

10. Relapsing fever dan demam periodik:

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau

irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa

bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila

demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan

brucellosis.

11. Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori

ini Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena

pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui

anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti

pemeriksaan foto rontgen dada.

12. Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing

signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama

beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah

menyingkirkan infeksi saluran kemih dan bakteremia.

13. Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu

dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya.

Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin

(FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak

ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

Demam yang terjadi pada kasus DBD merupakan demam bifasik. Onset demam biasanya

muncul setelah 1 minggu masa inkubasi sejak virus menginfeksi pasien. Demam dapat mencapai

suhu 40oC. Pada hari ke 3 - 5, demam dapat turun mencapai suhu normal bahkan lebih rendah.

Fase ini adalah fase kritis karena pada fase ini dapat terjadi plasma leakage yang akan

menyebabkan syok hipovolemik bila tidak diatasi dengan segera. Manifestasi dari syok dapat

kita lihat pada Anto saat ini, yaitu anuria, akral dingin, peningkatan capillary refill time,

penurunan kesadaran, nadi filiformis dan hipotensi.

b.etiologi dan mekanisme dari gejala :

- demam tinggi terus menerus

Substansi penyebab demam disebut sebagai pirogen. Pirogen terdiri atas 2 macam yaitu pirogen

endogen dan pirogen eksogen. Pirogen endogen berasal dari luar tubuh (bakteri, virus, parasit)

sedangkan pirogen eksogen berasal dari dalam tubuh (sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α). Pada kasus ini

pirogen eksogen berupa virus dengue akan merangsang sel makrofag/monosit, limfosit, dan

endothel untuk melepaskan pyrogenic sitokin(IL-1,IL-6,TNF, INF). Pirogen eksogen dan

pyrogenic sitokin ini selanjutnya akan berikatan dengan reseptornya di endothelium

hypothalamus sehingga mengaktivasi fosfolipase A2 untuk melepaskan asam arakhidonat

kemudian oleh enzim COX2, asam arachidonat diubah menjadi PGE2 sehingga terjadi

peningkatan set point pada hypothalamus.

-tidak menggigil

Menggigil merupakan respon tubuh untuk mendapatkan panas akibat berubahnya

set point thermostat di hipotalamus. Pada kasus DBD demam bisa disertai dengan

menggigil, bisa juga tidak. Akan tetapi, demam yang disertai menggigil lebih sering

terjadi pada kasus malaria, dimana terdapatnya fase menggigil. Oleh sebab itu, hal ini

kemungkinan dilakukan untuk menyingkirkan penyebab demam bukan karena

malaria.Saat demam, menggigilmerupakan kompensasi tubuh untuk meningkatkan panas

dengan dengan sangat cepat sehingga saat tubuh akan melakukan kompensasi, akibat

virulensi dengue yang begitu tinggi, tubuh belum sempat beradaptasi dengan respon

menggigil.

-sakit kepala

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada

jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan

bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri.

Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot

merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke

jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan

langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah

kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang

timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi,

iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan ± jaringan dalam tubuh akan

mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin,

histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang

diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan

sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang

nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai

penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion

kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas

nyeri yang dirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih

permeabel terhadap ion.

-pegal-pegal

Infeksi virus dengue kompleks antibody-virus Histamin dilepaskan oleh C3a dan C5a

Peningkatan permeabilitas PO (plasma leakage) Plasma ke ekstravaskuler Volume plasma

menurun Hematokrit meningkat Aliran darah ke jantung ↓ Hipoksia jaringan Terjadi

metabolisme Metabolisme anaerob Penimbunan asam laktat Pegal-pegal (myalgia)

-sakit perut

Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam berdarah dengue. Gejala ini tampak

jelas pada anak besar atau dewasa oleh karena mereka telah dapat merasakan. Nyeri perut dapat

dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di bawah lengkung iga sebelah kanan. Nyeri perut di

bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah pada penyakit demam berdarah dengue

dibandingkan nyeri perut pada ulu hati. Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah

kanan ini adalah pembesaran hati (liver) sehingga terjadi peregangan selaput yang membungkus

hati. Pada gejala selanjutnya dapat diikuti dengan perdarahan pembuluh darah kecil pada selaput

tersebut. Sedangkan nyeri perut di daerah ulu hati yang menyerupai gejala sakit lambung (sakit

maag) dapat juga disebabkan oleh rangsangan obat penurun panas khususnya obat golongan

aspirin atau asetosal. Untuk memastikan adanya nyeri perut ini dapat dilakukan penekanan

(perabaan disertai penekanan) pada daerah ulu hati dan di bawah lengkung iga sebelah kanan,

terutama pada anak yang belum dapat mengeluh. Perlu diperhatikan bahwa nyeri perut dapat

menyerupai gejala

radang usus buntu. Letak usus buntu pada daerah perut sebelah kanan bawah dekat pangkal paha

kanan. Jadi bila terdapat peradangan usus buntu akan terasa sakit bila ditekan di daerah perut

sebelah kanan bawah, tetapi pada anak-anak perasaan nyeri perut dapat menjalar dan dirasakan

pada daerah pusar sehingga kadangkala sulit dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah

dengue. Apalagi gejala radang usus buntu juga disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut.

Pada pengalaman kami sekitar 2/3 penderita demam berdarah dengue pada anak besar dan

dewasa mengeluh nyeri perut, oleh karena itu bila terdapat nyeri perut disertai demam tinggi

harus waspada.

c. mengapa panas tinggi tetapi tidak menggigil ?

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan. Fase

pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan

vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk

memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu

fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik

patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase

penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang

berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal &

Zhukovsky, 2006).

Tidak menggigil

Makna klinis dari Budi tidak menggigil karena demam Budi telah memasuki fase

kritis. Pada fase kedua demam berdarah ini yaitu fase kritis

terjadi pada hari ke 4 - 5. Fase ini demam sudah tidak ada lagi, akan tetapi

mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.

- Substansi penyebab demam adalah pirogen, terdiri dari:

Pirogen eksogen → berasal dari luar tubuh → bakteri, virus, parasit.

Pirogen endogen → berasal dari dalam tubuh → sitokin, IL-1, IL-6, TNF-α.

- Pemicu reaksi demam → infeksi dan produk-produk infeksi yang akan merangsang sel-sel

makrofag, monosit, limfosit dan endotel → IL-1, IL-6, TNF-α.

Berikatan dengan reseptornya di hipotalamus → aktivasi fosfolipase A2 melepaskan asam

arakhidonat, kemudian oleh enzim COX2 diubah menjadi PGE2 → suhu ↑

d.mengapa setelah diberi obat panas hanya turun sebentar dan naik kembali ?

Sebagian besar obat penurun panas bekerja dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase.

Dengan dihambatnya enzim tersebut, maka pembentukan prostaglandin dihambat dan demam

akan turun. Akan tetapi, pemberian obat penurun panas tidak akan menghilangkan kausa

(penyebab) dari demam itu sendiri, yang dalam kasus ini adalah virus dengue, sehingga sitokin

proinflamasi akan kembali memicu peningkatan produksi prostaglandin setelah efek obat

menghilang. Karena itulah, panas akan naik kembali meskipun telah diberikan obat penurun

panas.

3. Satu hari yang lalu panas mulai turun dan Anto mulai batuk-batuk serta sedikit sesak napas,

disertai mimisan.

a. bagaimna patofisiologi penurunan panas tubuh pada satu hari yang lalu

Demam pada infeksi virus Dengue memiliki pola yang khas. Demam tinggi pada hari ke-1

hingga hari ke-3, kemudian turun pada hari ke-4 dan ke-5, namun kembali naik pada hari ke-6

hingga infeksi virus selesai. Namun saat panas mulai turun sebenarnya adalah saat kritis bagi

penderita. Pada waktu itulah biasanya terjadi komplikasi perdarahan ataupun pengeluaran

komponen cairan darah ke jaringan.

Pada tiga hari pertama, bila penderita diberi obat penurun panas maka demam akan turun untuk

sesaat, tetapi kemudian akan naik kembali. Oleh karena itu, bila terdapat demam 3 hari tanpa

perbaikan meski sudah diberi obat, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah.

Karakteristik sakit kepala juga cukup khas yaitu sakit di daerah belakang bola mata. Beberapa

penderita mengeluhkan sensasi pegal pada bola mata. Gejala mual, muntah, dan nyeri ulu hati

pada infeksi virus Dengue biasanya ringan. Ini salah satu yang membedakan infeksi virus

Dengue dengan demam tifus di mana pada tifus keluhan mual, muntah, dan nyeri ulu hati lebih

berat.

Pada kasus DBD ini biasanya demam terjadi selama 2-7 hari dengan 2-3 hari ada masa kritis.

Masa kritis ini di mana demam tidak tampak lagi atau demam turun namun bukan dikarenakan

pasien tersebut telah sembuh tapi saat pasien tidak mendapatkan penanangan yang adekuat, pada

masa inilah disebut masa kritis.Turun panas pada demam dengue menandakan bahwa telah

berada pada keadaan syok. Mimisan merupakan demam dengue derajat II dan pada kasus ini

menandakan bahwa budi telah melewati derajat II dan masuk pada demam dengue derajat III.

b.etiologi dan patofisiologi terjadinya mimisan dan hubungannya dengan kasus ?

Infeksi virus dengue memudahkan timbulnya replikasi virus di dalam tubuh dan mengaktivasi

respon antibody sehingga terjadi kompleks virus-antibody menyebabkan gangguan pada

agregasi platelet, aktivasi koagulasi, dan merangsang aktivasi komplemen. Gagalnya fungsi

platelet menghambat produksi faktor pembekuan yang memudahkan terjadinya perdarahan.

Lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil akan disertai

luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan pada mukosa hidung epistaksi

(mimisan).

c.makna batuk dan sesak pada kasus pada satu hari yang lalu ?

Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik bila kita merawat anak yang dicurigai menderita

demam berdarah, atau anak yang telah demam tinggi selama 3 hari atau lebih. Anak tampak

gelisah atau bila syok berat anak menjadi tidak sadarkan diri, nafas cepat seolah-olah sesak

nafas.

4. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin

seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

a. apa makna klinis tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin ?

Tidak buang air kecil menandakan sudah terjadi syok. Pada DBD terjadi proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya

virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a

dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma

merembes ke ruang ekstravaskular, Volume plasma intravaskular menurun hingga

menyebabkan hipovolemia hingga syok mengakibatkan terjadi efusi cairan serosa ke rongga

pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang

mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah

jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Penurunan perfusi

perifer menyebabkan terjadinya akral dingin. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan pelepasan

renin, angiotensin II, aldosteron dan arginine vasopressin (AVP) sehingga terjadi retensi air dan

sodium serta peningkatan volume intravaskular. Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan

oliguria atau anuria. Syok pada DBD biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7

5. pem fisik

Gelisah/ delirium

Kesadaran yang normal adalah compos mentis, terjadi penurunan kesadaran akibat terjadi

kegagalan perfusi oksigen ke otak yang mengakibatkan terjadinya kondisi hipoksia pada

otak.

TD 70/50 mmHg

Permeabilitas vaskular ↑ kebocoran plasma (plasma leakage) menurunnya volume

intravaskuler penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir diastol  curah

jantung↓ tekanan darah ↓

Nadi : Filiformis

Abnormal, syok hipovolemik kompensasi pada tubuh dengan dilakukannya

vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan kekuatan nadi pada perifer.

RR : 36x/menit

Merupakan usaha kompensasi memperoleh O2 lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan

O2 di organ vital (otak, jantung)

Temperature : 36,2°C, Normalnya : 36,5oC – 37,2oC.

Suhu berada dibawah nilai normal. Suhu yang turun dibawah normal ini menandakan

bahwa pasien ini sedang berada pada fase syok. Kurangnya volume intravaskuler

berkurangnya aliran darah panas yang dibawa darah ↓ suhu menjadi rendah.

Rumple leede test : (+), menandakan positif DBD dimana terjadi kebocoran plasma dan

timbul tanda-tanda perdarahan berupa ptechiae.

Pemeriksaan Spesifik

Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-) = Normal

Thorak : simetris, dypsnea (-), jantung : bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-),

irama derap (-), paru : suara napas vesicular, kiri = kanan, wheezing (-) = Normal

Abdomen : datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal

Hepatomegali pada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi

trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel Kupffer

mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue.

Ekstermitas : akral dingin, capillary refill time 4”

Akral dingin: Abnormal dikarenakan penurunan aliran darah perifer untuk meningkatkan

kebutuhan organ vital seperti otak dan jantung

Capillary refill time: penurunan perfusi/aliran darah ke perifer, tanda dehidrasi berat,

akan menyebabkan defisit cairan intravascular (normal < 2 detik)

terpretasi dan mekanisme abnormal ?

b. bagaimana pemeriksaan rumple leede test?

= nampak titik merah kecil pada permukaan kulit yang disebut dengan petechiae.

Rumple leede testadalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan

pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostik kerapuhanpermeabilitas vaskuler

dan fungsi trombosit.

Prinsip: Diberikan pembebanan pada kapiler selama waktu tertentu sehingga tekanan darah di

dalam kapiler meningkat. Dinding kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan

merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga

Cara pemeriksaan:

1. Buat lingkaran dengan diameter 5 cm di lengan bawah bagian volar 4 cm distal dari

fossa cubiti

2. Pasang manset sfigmomanometer di lengan atas 2 jari dari fossa cubiti

3. Periksa tekanan darah (sistolik/diastolik)

4. Pertahankan tekanan di tengah nilai sistolik dan diastolik selama 10 menit

5. Turunkan tekanan, lepas manset, tunggu 5 menit sampai warna kulit kembali

6. Amati ada atau tidaknya petekie

Penilaian:

1. Hasil negatif bila dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari

fossa kubiti terdapat < 10 ptechiae.

2. Hasil positif bila dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari

fossa kubiti terdapat >10 ptechiae.

c. bagaimana pemeriksaan capillary refill time ?

Capillary refill time (CRT) adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku untuk

memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).Tes ini dilakukan dengan

memegang tangan pasien lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks vena), lalu tekan lembut

kuku jari tangan atau jari kaki sampai putih, kemudian dilepaskan. Catatlah waktu yang

dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal (memerah) setelah tekanan dilepaskan.

Penilaian tes CRT: Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku akan kembali normal

kurang dari 2 detik.

CRT memanjang (> 2 detik) pada keadaan: Dehidrasi (hipovolemia); Syok; Peripheral

vascular disease; Hipotermia.

6. pem.penunjang

a. intepretasi dan mekanisme abnormal

Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi Mekanisme

Hemoglobin 12 g/dl 11-14 g/dl Normal

Hematokrit 45% 31-40% Meningkat Terjadi

hemokonsentrasi

akibat

kebocoran

plasma sehingga

kadar Ht seolah-

olah meningkat

didalam plasma.

Leukosit 2800/mm3 > 5000/mm3 Leukopenia Infeksi virus

dengue

menyebabkan

banyak leukosit

mati

Trombosit 45000/mm3 Trombositopenia

berat

Trombositopenia

terjadi akibat

pemendekan

umur trombosit

akibat destruksi

berlebihan oleh

virus dengue dan

sistem

komplemen

(pengikatan

fragmen C3g);

depresi fungsi

megakariosit,

serta supresi

sumsum tulang.

Template

a. How To Diagnose

Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (1997).

Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut:

1) Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari.

b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan uji tourniquet positif, petekie,

ekimosis, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan

melena.

c. Pembesaran hati

d. Shock ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

2) Laboratorium

a. Trombositopenia (< 100.000/mm3)

b. Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)

WHO (1997) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat yaitu:

Derajat I : Demam dengan uji bendung positif.

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain.

Derajat III : Ditemui kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekan nadi

menurun (< 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang lembab dan

pasien menjadi gelisah.

Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak

dapat diukur.

Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis,

antara lain:

a. Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45%

dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total

leukosit) yang pada fase syok meningkat.

b. Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl) pada hari ke 3-

8.

c. Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20%

dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

d. Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT),

thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan

atau kelainan pembekuan darah

e. Protein/albumin

Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah

3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003).

f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut

Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih

rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level

enzim hati yang normal saat didiagnosis.

g. Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum

adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.

h. Golongan darah dan cross match

Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.

i. Imunoserologi

Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke

3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi

primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi

pada hari ke-2.

2. Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi

apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

b. Working Diagnosis

Anto, usia 5 tahun dengan gejala tangan dan kaki terasa dingin dan sebelumnya

mengalami demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal

dan sakit perut didagnosis menderita Dengue Shock Syndrome

c. Diff. Diagnosis

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis

dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindrom Syok Dengue (SSD) . Seluruh criteria di atas untuk DBD disertai

kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah

turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan

lembab serta gelisah.

Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

chikungunya, leptospirosis, dan malaria

Demam chikungunya (DC)

Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir

selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering dijumpai

nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga dan penularannya

mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan gastrointestinal dan syok.

Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis

meningokokus.

Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun, ditemukan

tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel polimormonuklear. Pada

meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsang meningeal dan kelainan

pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

ITP dengan DBD derajat II

Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada

leucopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada

hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke

normal daripada ITP.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.

Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat

anemis, dan apus darah tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast.

Pada anemia aplastik anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi

sekunder, dan pansitopenia

Diagnosis Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia,

artralgia

Leukopenia

Trombositopenia, tidak

ditemukan bukti

kebocoran plasma

Serologi dengue positif.

DBD I Gejala diatas ditambah uji bending

positif

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti ada

kebocoran plasma.

DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan

spontan

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti ada

kebocoran plasma.

DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan

sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta

gelisah), tekanan nadi (<20mmHg)

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti ada

kebocoran plasma.

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan

darah dan nadi tidak terukur.

Trombositopenia

(<100.000/l), bukti ada

kebocoran plasma.

d. Epidemiologi

Penyebaran secara geografi dari kedua vektor nyamuk dan virus dengue menyebabkan

munculnya epidemi demam dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima tahun

terakhir, sehingga berkembang hiperendemisitas di perkotaan di negara tropis. Pada tahun 2007

di Asia Tenggara, dilaporkan peningkatan kasus dengue sekitar 18% dan peningkatan kasus

dengue yang meninggal sekitar 15% dibanding tahun 2006. Di Indonesia demam berdarah

dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi

secara endemis di Indonesia selama dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan self limiting

disease. Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi yang padat mencapai 245 juta

penduduk. Hampir 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, daerah kejadian luar biasa infeksi

dengue terjadi.

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan

Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan

pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun

1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.

e. Etiologi

Etiologi pada kasus adalah virus dengue yang dibawa oleh vektor anopheles betina.

f. Patogenesis

Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypty atau

Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang

belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit

perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.

Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel

dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.

Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus DEN terjadi

di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif

terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain

(Kurane & Francis, 1992).

Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:

a. Teori Antigen Antibodi

Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibody,

membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan mengaktifasi

komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A dan C5A yang akan

merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini

bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma

(hipovolemik syok dan perdarahan). (Soewandoyo, 1998).

b. Teori Infection Enhancing Antibody

Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang terbentuknya

antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat pada sel makrofag yang

tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini antibody nonnetralisasi berupaya melekat

pada sekeliling permukaan sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel

makrofag yang menetap di jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan

memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.

Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin yang

memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator tersebut akan

mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system hemostatik yang akan

mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan. (Wang, 1995).

c. Teori mediator

Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:

1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi virus

mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme sitokin kerja adalah

sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang

infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi

limfosit, sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator

pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).

2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat pendek.

Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis tidak ada gejala sisa.

3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada syok septic

banyak berhubungan dengan mediator.

Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih merupakan masalah

yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.

Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang

kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang

lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan

mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama

makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh

sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan

replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut,

terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang

pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi

IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks)

yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a

akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah

dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 %

dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,

peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam

rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan

menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan

syok sangat penting guna mencegah kematian (Suvatte, 1977).

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu. Virus mengadakan replikasi baik

pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik

dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan

virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus

mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte, 1977).

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan

menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi

penurunan factor pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi

trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di

sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi

aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat

mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh

trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,

dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan mempercepat syok yang

terjadi (Suvatte, 1977).

g. Komplikasi

terjadinya gagal multi organ seperti gagal ginjal akut, gagal hati akut, gagal jantung akibat

kardiomiopati, ensefalopati dan akhirnya mengakibatkan kematian. Adanya pendarahan masif

dapat memperberat syok. Infeksi sekunder yang mengakibatkan sepsis , pneumonia, atau flebitis

dapat pula mempersulit. Terapi pemberian cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan asites

dan edema paru.

h. Preventive

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes

aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode

yang tepat, yaitu :

a. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain

dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan

manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak

mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.

Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng

bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah− dan lain sebagainya.

b. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik

(ikan adu/ikan cupang).

c. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan:

Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan

cara-cara tersebut, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain

itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,

menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,

menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan

kondisi setempat.

i. Tatalaksana

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit

secarra nasal.

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat

secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20

ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian

koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan

transfusi darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer

mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga

10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6

jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.

Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu

banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

Tatalaksana komplikasi perdarahan

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak,

beri koloid dan segera rujuk.

Pemantauan untuk anak dengan syok

Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan

nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter

harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.

j. Prognosis

Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat

secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%

pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat

ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan

awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok

berkepanjangan atau perdarahan intracranial (Isselbacher, 2000).Pada kasus dubia ad

bonam.

k. SKDU

Demam Dengue, DHF : Kompetensi 4A

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan

penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

Dengue Shock Syndrome (DSS) : Kompetensi 3B

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan

dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling

tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti

sesudah kembali dari rujukan.

Hipotesis

Anto, anak laki-laki berusia 5 tahun mengalami akral dingin karena menderita dengue shock

syndrome.

Learning issue

1. DBD 1-12