fungsi hadis terhadap al-quran

26
Berikut ini sdalah fungsi al-Hadits sebagi sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an, diantaranya adalah : 1. Bayan Taqrir Bayan taqrir adalah posisi al-Hadits sebagai penguat (taqrir) hukum yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an. Seperti larangan berdusta, Allah SWT. Berfirman : ور ز ل ول ا ق وا ب ن ت ج وا ن ث و الأ ن م س ج ز ل وا ا ب ن ت ج ا فMaka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta (QS Al- Hajj : 30) Kemudian Rosulullah SAW dalam sabdanya menguatkan ketetapan hukum yang termaktub dalam firman Allah tersebut. Beliau bersabda : ل!ه و ال ا راك;pma& ب ش لل ا ا له, ف ال ول س ا ر- ى ب ل0 ب وا ل ا ا ف لأب ب ر ئ ا ب لك ر ا كب ا م ب ك ب ب ن ص م : الأ? ا- ى ب لبل ا ا ال : ف ه ف ن ع له ال- ى ض ه ر- ن0 ب ا ن ع رة ك ب ى ب ا ن ث ن م ح ز ل د ا ب ع ن ع)رى خ ب لروة ا( ور ز ل ول ا ق الأ? و ال ق ف ا ب ك ب م س وكان ل ج و ن- ث والد ل ا وق ق عDari Abdurrohman Bin Abi Bakroh dari ayahnya ra. Dia berkata : Nabi SAW Bersabda : “maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa yang paling besar?” (Rosulullah mengulanginya sampai tiga kali). Para sahabat menjawab : “mau wahai Rosulullah”. Rosulullah SAW bersabda :”menyekutukan Allah dan durhaka kepada dua orang tuanya, saat itu Rosulullah sedang bersandar lalu beliau bersabda : “awas, jauhilah perkataan dusta” (HR. al-Bukhori) 2. Bayan Tafsir Bayan tafsir adalah posisi al-Hadits sebagai penjelas terhadap ayat al- Qur’an yang masih bersifat global. Pada umumnya, fungsi inilah yang banyak dipakai dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an. Ada tiga macam dalam memberikan penjelasan terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai berikut : a. Tafsir al-Mujmal Dalam posisinya, yaitu hadits memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (tafsir al-Mujmal = memperinci yang global), baik menyengkut masalah ibadah maupun hukum. Jadi, disini al- Hadits berfungsi sebagai penjelas ulang ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya perintah sholat dalam al-Qur’an yang tanpa disertai petunjuk bagaimana cara untuk mendirikan sholat, berapa rakaat dalam sehari, kapan harus dilaksanakan, rukun dan syaratnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, bisa dicontohkan dengan salah satu al-Hadits Nabi, misalnya saja yang disebutkan dalam sabdanya :

Upload: yoga-dwi-saputra

Post on 10-Feb-2016

113 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

hadis, Al-Quran

TRANSCRIPT

Page 1: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Berikut ini sdalah fungsi al-Hadits sebagi sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an, diantaranya adalah :

1.      Bayan TaqrirBayan taqrir adalah posisi al-Hadits sebagai penguat (taqrir) hukum yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an. Seperti larangan berdusta, Allah SWT. Berfirman :

                                                                  فا جتنبوا الرجس من األوثن واجتنبوا قول الزور

Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta (QS Al-Hajj : 30)

Kemudian Rosulullah SAW dalam sabdanya menguatkan ketetapan hukum yang termaktub dalam firman Allah tersebut. Beliau bersabda :

عن عبد الرحمن بن ابى بكرة عن ابيه رضي الله عنه قال : قال النبي ص م : اآل انبئكم بأكبر الكبائر ثالثا قالوا بلى يارسول الله, قال الشراك با الله و عقوق الوالدين و جلس وكان متكئا فقال اآل وقول الزور (روه البخرى)

Dari Abdurrohman Bin Abi Bakroh dari ayahnya ra. Dia berkata : Nabi SAW Bersabda : “maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa yang paling besar?” (Rosulullah mengulanginya sampai tiga kali). Para sahabat menjawab : “mau wahai Rosulullah”. Rosulullah SAW bersabda :”menyekutukan Allah dan durhaka kepada dua orang tuanya, saat itu Rosulullah sedang bersandar lalu beliau bersabda : “awas, jauhilah perkataan dusta” (HR. al-Bukhori)

2.      Bayan Tafsir      Bayan tafsir adalah posisi al-Hadits sebagai penjelas terhadap ayat al-Qur’an yang masih bersifat global. Pada umumnya, fungsi inilah yang banyak dipakai dalam menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an. Ada  tiga macam dalam memberikan penjelasan terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai berikut :

a.       Tafsir al-Mujmal      Dalam posisinya, yaitu hadits memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (tafsir al-Mujmal = memperinci yang global), baik menyengkut masalah ibadah maupun hukum. Jadi, disini al-Hadits berfungsi sebagai penjelas ulang ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya perintah sholat dalam al-Qur’an yang tanpa disertai petunjuk bagaimana cara untuk mendirikan sholat, berapa rakaat dalam sehari, kapan harus dilaksanakan, rukun dan syaratnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, bisa dicontohkan dengan salah satu al-Hadits Nabi, misalnya saja yang disebutkan dalam sabdanya :                                                                                                                                                                                                                                          صلوا كما رأيتمونى أصلي

Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat (HR. Al-Bukhori)

Page 2: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

b.      Takhshihsh al-‘Amm      Disini al-Hadits berfungsi sebagai mengkhusukan ayat-ayat al-Qur’an yang umum. Misalanya saja ayat yang menerangkan tentang waris :

للذكر مثل حظ األنثيين صلى يو صيكم الله في أولدكم                                                   

Allah mensyariatkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan (QS. An-Nisa’ : 11)

Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta terhadap para ahli waris, baik anak lelaki, perempuan dan lain sebagainya. Ayat di atas masih bersifat umum, kemudian dikhusukan dengan hadits Nabi yang melarang mewarisi harta peningglan para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh. Yaitu sebagaimana dalam sabda-Nya :

                                                                                                ال يرث القاتل

Pembunuh tidak dapat mewarisi harta pusaka. (HR. At-Tirmidzi)

c.       Taqyid al-Muthlaq      Yaitu fungsi hadits yang membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam artian bahwa keterangan yang ada dalam al-Qur’an yang bersifat mutlak, kemudian ditakhsish dengan keterangan al-Hadits yang khusus. Misalnya saja yang tercantum dalam firman Allah dalam surah al-Maidah (5):38

Artinya: “ laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ayat di atas menjelaskan tentang hukum kishas, yaitu pemotongan tangan bagi pencuri tanpa adanya penjelasan yang lebih lanjut batas tangan yang harus dipotong. Kemudian pembatasan itu baru diketahui dan dijelaskan ketika ada seorang pencuri yang datang ke hadapan Nabi, kemudian diputuskan hukuman dengan memotong tangan yaitu dipotong bagian pergelangan tangan.

3.      Bayan Naskhi      Yaitu fungsi al-Hadits untuk menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam al-Qur’an. Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surah al-Baqarah (2): 180

Artinya: diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.

4.      Bayan Tasyri’

Page 3: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Yaitu fungsi hadits sebagai penetapan hukum yang baru yang belum ada dalam al-Qur’an. Contoh tentang larangan memadu istri dengan saudaranya. Firman Allah SWT dalam surah al-An Nisa’ ayat 23, dalam ayat tersebut hanya dijelaskan larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri. Sedangkan dalam hadits Nabi juga dijelaskan yaitu larangan seorang seorang suami memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah. Sebagaimana dalam sabda Rosulullah :

                                            ال تنكح المرأة على عمتها وال خالتها وال ابنة أختها وال ابنته أخيها

Seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri). (HR. Muslim)

Semua ulama sepakat dan mengakui adanya hubungan bayan sunnah terhadap al-Qur’an. Lebih jelasnya bahwa antara al-Qur’an dan as-Sunnah tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama wahyu yang datang dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk disampaikan kepada ummatnya. Hanya psoses penyampaian dan periwayatannya yang berbeda.

Page 4: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Oleh karena itu, fungsi hadits Rosul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam . Berikut pembahasannya satu-persatu

1.      Bayan  at-TaqrirDi sebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat Yang dimaksud dengan bayan ini , ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan di dalam Al-Qur’an.Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.

Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;فصوموا ل الهال رأيتم مسلم ( )  فإذا رواه فأفطروا رأيتموه وإذا

”Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, mka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;

فليصمه الشهر منكم شهد فمنMaka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa...(QS. AL-Baqarah(2): 185)[16]

2.      Bayan al-TafsirAdalah kehadiran hadits yang berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-

ayat Al-qur-an yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum.

Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebb-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasululloh SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut. berikut contoh haditsnya;

أصلي رأيتموني كما )  صلوا البخارى( رواه‘Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat . Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan

secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:الراكعين مع واركعو الزكاة واتو Dan kerjakanlah sholat, tunaikan“ وأقيمواالصالة

zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.   ( QS.Al-Baqarah (2): 43)                                   

Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak seperti:

Page 5: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

مفصل من يده فقطع بسارق وسلم عليه الله صلى الله رسول أوتيالكهف

Rasululloh SAW. di datangi seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong   tangan pencuri dari pergelangan tangan”

Hadits tersebut  men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38 yang berbunyi:والله الله من نكاال كسبا بما جزاء أيديهما قطعوا فا والسارقة والسارق

حكيم عزيز“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian)

pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Alloh........[17]

3.      Bayan Tasyri’Yang di maksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran

yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadits-hadits Rasululloh yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua orang wanita bersaudara , hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.[18]

Page 6: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR`ANPosted on 26 September 2012 by saifuddinE. Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`anFungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân, sebagaimana ditandaskan dalam ayat: 

keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,. (Qs.16:44) 

Ayat ini menunjukkan bahwa Rasul SAW bertugas memberikan penjelasan tentang kitab Allah. Penjelasan Rasul itulah yang dikategorikan kepada al-hadîts. Umat manusia tidak akan bisa memahami al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts tersebut. Al-Qur`ân bersifat kullydan ‘am, maka yang juz’iy dan rinci adalah al-hadîts.Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak mungkin bisa memahami al-Qur`ân secara keseluruhan tanpa melalui al-hadîts. Imam Al-Syatibi berpendapat bahwa kita tidak akan bisa mengistinbath atau mengambil kesimpulan dari hukum al-Qur`ân tanpa melalui al-hadîts. Dengan demikian jelaslah bahwa fungsi al-hadîts terhadap al-Qur`ân itu cukup penting, yaitu sebagai bayân atau penjelas.

Page 7: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Contoh-contoh di bawah ini memberikan gambaran tentang bagaimana al-hadîts menjelaskan isi al-Qur`ân: 

1.  Al-Qur`ân telah menghalalkan makanan yang baik-baik (Qs.5:1), dan megharamkan yang kotor-kotor (Qs.7:156); tetapi di antara keduanya (di antara yang baik-baik dan yang kotor-kotor) itu ada terdapat beberapa hal yang tidak jelas atau syuhbat, yang samar-samar (tidak nyata baik dan tidak nyata buruknya). Ukuran baik dan buruk pun menurut pandangan manusia akan berbeda. Oleh sebab itu, Rasul SAW yang menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk itu, dengan istilah halal dan haramnya. Beliau mengharamkan segala hewan-hewan (binatang-binatang) buas, yang mempunyai taring, dan burung-burung yang mempunyai kuku yang mencakar dan yang menyambar, demikian juga beliau mengharamkan keledai jinak (bukan keledai hutan), karena semua itu termasuk binatang yang kotor-kotor dan yang keji-keji.[1]. 

2. Al-Qur`ân telah menghalalkan segala minuman yang tidak memabukan, dan mengharamkan segala mi-numan yang memabukkan. Di antara yang tidak memabukkan dan yang memabukkan ada beberapa macam minuman, yang sebenarnya tidak memabukkan, tetapi dikuatirkan kalau-kalau memabukkan juga, seperti tuak dari ubi, tuak kedelai, tuak labu, atau tuak yang ditaruh dalam bejana yang dicat dengan ter dari dalamnya (Al- Muzaffat), juga yang ditaruh di dalam batang kayu yang dilobangi (Al- Naqir), dan yang serupa dengan minuman yang memabukkan dan membawa kebinasaan.[2] Kemudian Rasulullah SAW kembali menghalalkan segala sesuatu yang tidak memabukan.[3] 

3. Al Qur’an telah membolehkan daging hewan-hewan yang ditangkap oleh hewan-hewan pemburu yang sudah diajar dengan patuh dan mengerti. Jelas, apabila hewan pemburu itu belum terlatih, maka haramlah memakan hewan dari hasil buruan (yang ditangkapnya), karena dikuatirtkan bahwa hewan yang ditangkapnya itu buat dirinya sendiri. Kemudian timbul pertanyaan yang beredar antara dua masalah yaitu: apabila hewan pemburu itu sudah terlatih,

Page 8: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

tetapi buruan itu ditangkapnya untuk dirinya sendiri, tidak untuk tuan yang menyuruh-nya, denga tanda-tanda bahwa buruannya itu telah dimakannya sendiri sekalipun sedikit,  maka bagaimanakah hukumnya?.

Sunnah Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa jika buruan itu dimakan oleh anjing pemburu, maka kaum muslimin dilarang memakannya, karena dikuatirkan hewan yang ditangkapnya itu untuk dirinya sendiri. [4] 

4. Al-Qur`ân melarang orang yang sedang ihram mem-buru buruan dengan muthlaq, artinya tidak me-makai syarat, apabila larangan itu diabaikannya, maka diwajibkan jaza (balasan) atas orang yang melanggarnya (membunuhnya). Tetapi larangan memburu itu dikecualikan bagi orang yang halal, artinya bagi yang tidak mengerjakan ihram. Pengecualian itu dengan muthlaq juga. Kemudian timbul pertanyaan: Bagaimana hukumnya orang yang sedang ihram itu memburu dengan tidak disengaja?, Oleh Rasul SAW dijelaskan bahwa memburu buruan bagi orang yang sedang ihram itu, sama saja, hukumnya antara yang sengaja dengan yang tidak disengaja, dalam kewajibannya menunaikan denda atau dam.Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`ân sebagai bayân itu difahami oleh ulama dengan berbagai pemahaman, antara lain sebagai berikut:Kelompok pertama berpendirian bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân itu adalah sebagai:

 a. Bayân TaqrirBayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan, memantapkan, dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan al-Qur`ân, sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ayat yang ditaqrir oleh al-Hadits tentu saja yang sudah jelas maknanya hanya memerlukan penegasan supaya jangan sampai kaum muslimin salah menyim-pulkan.  Contoh: Firman Allah SWT:

فليصمه هر الش منكم شهد فمن

Page 9: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadlan maka hendaklah shaum. (Qs.2:185)Ditegaskan oleh Rasulullah SAW:

لرؤيته وأفطروا لرؤيته *صومواShaumlah kalian karena melihat tanda awal bulan ramadlan dan berbukalah kalian karena melihat tanda awal bulan syawal. Hr. Muslim.[5]Hadits di atas dikatakan bayân taqrîr terhadap ayat al-Qur`ân, karena maknanya sama dengan al-Qur`ân, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya. 

b. Bayân TafsîrBayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Sunnah yang berfungsi bayân tafsir tersebut terdiri dari (1) tafshîl- al-mujmal, (2) tabyîn al-musytarak, (3) takhshish al-’âm. 1.  tafshîl- al-mujmal,Hadits yang berfungsi tafshîl- al-mujmal, ialah yang merinci ayat al-Qur`ân yang maknanya masih global.Contoh:

a) Tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-Qur`ân yang langsung memerintah shalat, tapi tidak dirinci bagaimana operasionalnya, berapa raka’at yang harus dilakukan, serta apa yang harus dibaca pada setiap gerakan. Rasulullah SAW dengan sunnahnya memperagakan shalat secara rinci, hingga beliau bersabda:

. الجماعة رواه أصلى رأيتمونى كما وا صلShalatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang shalat. Hr. Jamaah[6] 

Page 10: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

b) Ayat-ayat tentang zakat, shaum, haji pun demikian memerlukan rincian pelaksanaannya.

Ayat haji umpamanya menandaskan:

والعمرة لله الحج وأتمواSempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah. (Qs.2:196)Rinciannya ialah pelaksanaan Rasulullah dalam ibadah haji wada’ dan beliau bersabda:

مناسككم ى عن .خذوا

Ambilah dariku manasik hajimu. Hr. Ahmad, al-Nasa`I, dan al-Bayhaqi.[7] 2. Tabyîn al-MusytarakTabyîn al-Musytarak ialah menjelaskan ayat al-Qur`ân yang mengandung kata bermakna ganda.Contoh:  Firman Allah SWT:

قروء ثالثة بأنفسهن صن يترب قات والمطلWanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah selama tiga quru. (Qs.2:228)Perkataan   Quru adalah bentuk jama dari قروء Qar’in. Dalam bahasa Arab  قرءantara satu suku bangsa dengan yang lain ada perbedaan pengertian Qar’in. Ada yang mengartikan suci ada pula yang mengarti-kan masa haidl. Mana yang paling tepat perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:

حيضتان وعدتها تطلقتان األمة .طالقThalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali haidl. Hr. Abu dawud, al-Turmudzi, dan al-Daruquthni.[8]

Page 11: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Dalam ketentuan hukum, hamba sahaya itu berlaku setengah dari orang merdeka. Jika hadits ini menetap-kan dua kali haidl, maka menurut sebagian pendapat, perkataan حيضتان haidlatâni itu merupakan penjelas dari Qar`in yang musytarak, sehingga kesimpulannya bahwa wanita yang dicerai itu iddahnya tiga kali haidl. 

c. Takhshîsh al-’âmTakhshîsh al-’âm ialah sunnah yang mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang bermakna umum.Contoh:

1) Firman Allah SWT:

الخنزير ولحم والدم الميتة عليكم مت حرDiharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi. (Qs.5:3) 

Dalam ayat ini tidak ada kecuali, semua bangkai dan darah diharamkan untuk dimakan. Sunnah Rasulullah SAW mentakhshish atau mengecualikan darah dan bangkai tertentu. Sabda Rasululah saw:

الحوت الميتـتان فأما ودمان ميتتان لنا ت أحلوالطحال فالكبد الدمان وأما .والجراد

Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang dimaksud dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang. sedangkan yang dimaksud dua macam darah adalah ati dan limpa.  (Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-Bayhaqi.[9] 2) Firman Allah SWT:

Page 12: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

حض مثل للذكر أوالدكم فى الله يوصيكم*األنثيين

 Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu yang perempuan. Qs.4:11 Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak mendapat warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan sabdanya:

المسلم الكافر وال الكافر المسلم .اليرث Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi seorang muslim.Hr. al-Bukhari dan Muslim[10] c. Bayân TabdîlBayân Tabdîl ialah mengganti hukum yang telah lewat keberlakuannya.Dalam istilah lain dikenal dengan nama nâsih wa al- mansûh. Banyak ulama yang berbeda pendapat tentang keberadaan hadits atau sunnah men-tabdil al-Qur`ân. Namun pada dasarnya bukan berbeda dalam menyimpulkan hukum, melainkan hanya terletak pada penetapan istilahnya saja.Contoh sunnah yang dianggap Bayân Tabdîl oleh pendapat yang mengakuinya ialah dalam bab zakat pertanian. Dalam ayat al-Qur`ân tidak diterangkan batasan nisab zakat melainkan segala penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan dalam sunnah Rasul ditandaskan:

صدقة أوسق خمسة دون فيما ليسTidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak .Hr. al-Bukhari dan Muslim[11] 

Page 13: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

Imam Malik berpendirian bahwa fungsi sunnah terhadap alqur’an adalah sebagai (1) bayân taqrir, (2) bayân tawdlîh, (3) bayân tafshîl, (4) bayân tabsîth, (5) bayân tasyrî’.Bayân taqrîr telah dijelaskan pada uraian di atas. Bayân taudlîh, bayân tafshîl telah tercakup pembahasannya pada bayân tafsîr. Yang perlu dijelskan adalah bayân tabsîthdan bayân tasyrî.Sunnah yang berfungsi sebagai bayân tabsith ter-hadap al-Qur`ân adalah sunnah yang menguraikan ayat al-Qur`ân yang ringkas yang memerlukan pen-jelasan secara terurai. Contohnya kisah-kisah dalam al-Qur`ân yang ringkas diuraikan oleh sunnah rasul secara gamblang dan terurai seperti isra mi’raj.Imam Syafi’i berpendirian bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân itu adalah sebagai (1) bayân tafshil atau perinci ayat yang mujmal, (2) bayân takhshish atau pengkhusus yang yang bersifat umum, (3) bayân ta’yien yaitu menetapkan makna yang dimaksud dari suatu ayat yang memungkinkan memiliki beberapa makna seperti menjelaskan yangmusytarak, (4) bayân tasyri’ yaitu sunnah yang berfungsi tambahan hukum yang tidak tercantum dalam al-Qur`ân. Contohnya: dalam al-Qur`ân telah ditetapkan bahwa yang haram dimakan itu hanyalah bangkai, darah, daging babi dan yang disembelih bukan karena Allah (Qs.6:145). Sedangkan dalam beberapa riwayat sunnah diterangkan bahwa Rasul melarang memakan binatang buas, yang berbelalai, burung menyambar, dan yang hidup di air dan di darat, (5) bayân nasakh, yaitu mengganti hukum yang tidak berlaku lagi seperti diuraikan pada bayân tabdil.Ibnul-Qayim berpendapat bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân adalah sebagai (1)bayân ta’kid atau penguat seperti bayân taqrir yang telah dijelaskan di atas (2) bayân tafsir, (3) bayân tasyri’, (4) bayân takhshish, dan (5) bayân taqyied, yaitu menentukan sesuatu yang dalam ayat bisa bermakna mutlak, seperti seruan Allah tentang kewajiban shalat secara mutlak berlaku pada siapa pun. Sedangkan sunnah mentaqyid wanita yang sedang haidl dari yang mutlak tersebut. Wanita yang haidl tidak diwajibkan shalat dan tidak diwajibkan mengganti.Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, tampaklah betapa pentingnya sunnah terhadap al-Qur`ân, terutama memberikan kemudahan bagi kaum muslimin untuk memahami isi al-Qur`ân. Jika Rasulullah SAW tidak memberikan penjelasan tentang ayat al-Qur`ân, tentu saja akan menimbulkan berbagai kendala dan kesulitan dalam melaksanakan al-Qur`ân. Itulah mungkin

Page 14: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

salah satu makna dari fungsi Rasul sebagai rahmat bagi mu’minin bahkan bagi alam semesta.

Oleh karena itu, bukan Allah yang membutuhkan Rasul, tapi justru manusialah yang membutuhkannya. Setiap mu’min harus berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW yang paling mengetahui makna al-Qur`ân, karena beliaulah yang menerima langsung dari Allah SWT. Tak sepatutnya seorang mu’min menyalahi apa yang dijelaskan dalam as-Sunnah tentang makna dan maksud ayat al-Qur`ân.

Contoh lainnya dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

UNGSI HADIS TERHADAP AL - QUR' AN         Al - Quran dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat di pisahkan. Keduanya merupakan satu - kesatuan, Al - sebagai sumber  utama  dan  utama  banyak memuat ajaran - ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua untuk tampil menjelaskan ( bayan ) keumuman isi Al - qur'an tersebut.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:

 Artinya :            Dan kami menurunkan kepadamu Al - Qur'an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang di turunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir.  ( Qs. Al - Nahl ( 16 ) : ( 44 ).

Allah SWT  menurunkan Al - Qur'an bagi umat manusia, agar Al - qur'an ini dapat di

Page 15: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

pahami oleh manusia, Maka rasul Muhammad SAW di perintahkan untuk menjelaskan kandungan  dan cara - cara melaksanakan ajaranya kepada mereka melalui hadis - hadisnya.Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul Muhammad SAW  sebagai penjelasan ( bayan ) Al - Qur'an itu bermacam - macam.              Iman Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi yaitu, bayan at taqrir, bayan Al- tafsir, bayan Al - tasyri' dan bayan Al- nasakh. Agar masalah ini lebih jelas , maka di bawah ini  akan di uraikan satu persatu.

1. Bayan At- Taqrir         Bayan at - Taqrir di sebut juga sebagai bayan al - ta' kid  dan bayan Al - itsbat. yang di maksud dengan bayan ini, adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam Al - Qur'an . Fungsi hadis ini hanya memperkokoh  isi kandungan Al - Qur'an. Suatu contoh hadis yang di riwayatkan Muslim dan Ibnu Umar, yang berbunyi sbb :

 "Apabila kalian melihat ( ru'yah ) maka perpuasala ,juga apabila melihat ( ru'yah ) itu maka berbukalah". ( HR. Muslim )        Hadis imi datang mentaqrir ayat Al - Qur,an di bawah ini :

 Maka  barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendklah ia perpuasa....( Os. Al- Baqarah ( 2 ) : ( 185 )

2. Bayan al - Tafsir            Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat - ayat Al - quran yang masih bersifat global ( mujmal ) memberikan persyaratan / batasan  ( Taqyid ) ayat - ayat Al - Qur'an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan  ( taksish ) terhadap ayat - ayat Al - Qur'an yang masih mujmal adalah perintah mengerjakan  shalat, zakat, puasa,  di syariatkan jual belih, nikah, qhisas, hudud dan sebagainya. ayat - ayat al -qur'an tentang masalah ini yang bersifat mujmal, baik yang mengenai cara mengerjakan,

Page 16: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

sebab - sebabnya, syarat - syaratnya atau halangan - halanganya. Oleh karena itu rasullulah SAW melalui hadisnya menafsirkan dan menjelaskan masalah - masalah tersebut . sebagai contoh di bawah ini akan di kemukakan hadis yang berfungsi sebagai bayan  al -tafsir.

  " Shalatlah sebagai mana engkau melihat aku shalat". ( HR. Bukhari )              Hadis ini menjelaskan sebagai mana mendirikan shalat. sebab dalam al - qur'an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan shalat dalah :

  "Dan kerjakanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukulah beserta orang - orang yang ruku".    ( Qs. Al - Baqarah ( 2 ) : ( 43 ).

3. Bayan at - Tasyri           Yang  di maksud dengan bayan al - tasyri adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran - ajaran yang tidak di dapati dalam al - qur'an atau dalam al - qur'an hanya terdapat pokok - pokoknya ( ashl ) saja. Abbas Mutawali juga menyebut bayan ini dengan ;Za'id'ala al - Karim". Hadis rasullulah SAW dalam segala bentuknya  ( baik yang quail, fi,li maupun taqriri ) Berusaha untuk menunjuk kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul,  yang tidak terdapat dalam Al - Qur'an.

        Hadis - hadis rasul SAW yang termasuk dalam kelompok ini, di antaranya hadis yang menetapkan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara ( antara istri dan bibinya ) , hukum syf'ah hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, hukum tentang hak waris bagi seorang anak. suatu contoh, hadis tentang zakat fitrah, sebagai berikut :  

 " Bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada bulan  ramadan satu sukat ( sha ) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau  hamba laki - laki atau perempuan Muslim". ( HR. Muslim )

Page 17: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

4. Bayan al - Nasakh

        Ketiga bayan yang pertama yang telah di uraikan di atas telah di sepakati para ulama meskipun untuk bayan yang ketiga adalah sedikit perbedaan terutama yang menyangkut devisi ( pengertiannya ) saja.

     Untuk bayan yang keempat ini, terjadi perbedaan yang sangat tajam, ada yang mengakui dan menerima funsi hadis sebagai nasakh terhadap sebagian hukum al - qur'an ada juga yang menolak.

     Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal  ( membatalkan ), izalah ( menghilangkan ) tahwil ( memindahkan ) dan  taghyir  ( mengubah ).  para ulama memberikan pengertian bayan  al - nasakh ini banyak melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta' rifkanya. 

       Jadi, intinya  ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang terdahulu, karena yang terakhir di pandang lebih lu as dan lebih cocok nuansanya.

 Ibnu Hazm memandang bahwa nasakh termasuk bagian dari bayan al - quran

 " tidak ada wasiat bagi ahli waris "hadis ini mereka menasakh isi firman Allah SWT :

 

 Di wajibkan atas kamu, apabila di antara kamu kedatangan  ( tanda - tanda ) maut, jika ia ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara maruf ( ini adalah ) kewajiban orang - orang yang bertakwa. ( Qs. Baqarah ( 2 ) : ( 180 )

Page 18: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

       Sementara yang menolak  nasakh ini adalah imam Syafei dan sebagian pengikutnya, meskipun nasakh tersebut dengan hadis mutawatir. kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhap Zhahiriyah dan kelompok Khawarij.

A.                  Fungsi Hadits Dalam Ajaran Islam     Mentaati Rasulullah SAW. merupakan suatu kewajiban bagi setiap kaum muslimin. Mereka diwajibkan menerima sunnah nabi sebagaimana wajibnya menerima Al qur’an. Hal ini disebabkan karena Rasulullah mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai orang yang menyampaikan risalah Tuhan dengan dan sekaligus sebagai penjelas terhadap risalah tersebut baik yang berkaitan dengan hukum maupun yang lainnya.     Al qur’an dan hadits sebagai sumber hukum dan ajaran dalam islam tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Al qur’an sebagai sumber hukum yang utama dan hanya memuat dasar-dasar yang bersifat umum bagi syari’at islam, tanpa perincian secara detail, kecuali yang sesuai dengan pokok-pokok yang bersifat umum itu, yang tidak pernah berubah karena adanya perubahan zaman dan tidak pula berkembang karena keragaman pengetahuan dan lingkungan. Al qur’an akan tetap kekal dan kebatilan tidak akan pernah masuk didalamnya. Ia akan tetap menjadi penuntun bagi kebaikan masyarakat, meski bagaimanapun keadaan ligkungan dan tradisinya. Di sisi lain, di dalamnya kita juga dapat menemukan ajaran-ajaran baik yang terkait dengan akidah, ibadah, syari’at, adab, sejarah umat terdahulu, etika umum dan akhlak.     Karena keadaan Al qur’an yang demikian itu, maka hadits sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al qur’an, tampil sebagai penjelas (bayan) terhadap ayat-ayat Al qur’an yang bersifat global, menafsirkan yang masih mubham, menjelaskan yang masih mujmal, membatasi yang masih mutlak (muqayyad), menghususkan yang umum (‘amm), dan menjelaskan hukum-hukum serta tujuan-tujuannya, demikian juga membawa hukum-hukum yang secara eksplisit tidak dijelaskan oleh Al qur’an. Hal ini sejalan denga firman Allah :

ولعلهم و إليهم مانزل للناس لتبين الذكر إليك أنزلنايتفكرون

“……. Dan Kami turunkan kepadamu Al qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir.” (Q.S. al Nahl/16:44).     Atas dari inilah, maka Allah SWT. menjadian ketaatan kepada Rasulullah, sebagai ketaatan kepada Allah SWT.[2] dan mewajibkan bagi kaum muslimin untuk mengikuti apa yang di perintahkan dan menjauhi apa yang dilarang oleh Rasulullah SAW..[3] Karena Rasulullah ketika menjelaskan ayat-ayat Al qur’an kepada para umatnya tidak mendasarkan diri pada kehendak hawa nafsunya, melainkan beliau mengikuti kehendak wahyu yang telah dianugrahkan Allah kepadanya. Hal ini sebagaimana firman Allah :

Page 19: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

“Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (Q.S. al An’am/6:50).[4]

B.                   Fungsi-fungsi Hadits dan Contoh-contoh Kasus serta Dalil PendukungnyaAdapun fungsi hadits sebagai penjelas (bayan) terhadap Al Qur’an itu bermacam-macam.

1.      Bayan TaqrirBayan al Taqrir sering disebut juga dengan bayan al Ta’qid atau bayan al Ishbat, yaitu

apabila sunnah sesuai dengan dan atau menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan dalam Al qur’an. Artinya, sunnah dalam hal ini lebih berfungsi sebagai pengokoh dan memperkuat isi kandungan Al qur’an yang telah ada. Sebagai contoh adalah firman Allah SWT.“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki”. (Q.s Al maidah/5:6)Ayat diatas menjelaskan bahwa barang siapa yang berhadas kecil kemudian hendak melakukan sholat, maka janganlah ia sholat sebelum ia membasuh anggota wudlu, yaitu membasuh muka, tangan, sampai dengan siku, mengusap kepala dan juga membasuh kedua kaki. Hal ini juga disinyalir dalam sunnah Nabi SAW sebagaimana hadits riwayat Al Bukhari dengan sanadnya sendiri dari Ibn Munabbih, sebagai berikut :“Tidak ada diterima sholat orang yang berhadas, sehingga ia berwudlu.” (HR. Bukhori dari Abu Hurairoh.)Hadits diatas sesuai dan sekaligus menguatkan apa yang terdapat dalam ayat-ayat Al qur’an, seperti Q.S. Al Baqoroh/2:83, dan 183; Q.S Al Imron/3:97, dan yang senada dengannya.

2.      Bayan Al TafsirYang dimaksud dengan bayan al tafsir adalah menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat

yang terdapat dalam Al qur’an. Tipe ini adalah yang paling umum dan paling banyak jumlahnya. Diantara bentuk penjelasan sunnah tehadap Al qur’an itu adalah :Pertama: Bayan Mujamal, yaitu menjelaskan dan memerinci ayat-ayat Al qur’an yang masih belum jelas pengertiannya. Bentuk ini menyajikan kemujmalan dari nash, kemudian penjelasannya dikemukakan oleh sunnah. sebagaimana beberapa hadits Nabi SAW yang menjelaskan tentang masalah ibadah dan tata cara pelaksanaanya. Seperti ayat yang menjelaskan tentang wudlu sebagaimana yang telah disinggung dalam bayan taqrir diatas. Ayat ini juga bisa dijadikan contoh tipe yang kedua ini. Kemujmalan ayat itu terjadi karena adanya dua arti bagi kataila dalam firman Allah wa aidiyakum ila al marofiqi dan wa arjulikum ilalka’bain. dimana ila dalam bahasa arab, disamping memiliki arti ghoyah(sampai/mengikuti), juga mempunyai arti ma’a (beserta).           Suatu kata yang memiliki dua arti tidak bisa ditarik kepada salah satu artinya, kecuali ada dalil yang melakukannya bekaitan dengan masalah ini, sunnah mengemukakan dalil yang menjelaskan maksud Allah tersebut, bahwa yang dimaksud adalah membasuh kedua tangan beserta sikutnya, dan kedua kakibeserta mata kakinya.           Hal diatas ditunjukan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shohihnya dari Abu Hurairoh, bahwa ia membasuh tangan kanannya, kemudian membasuh lengannya dan kemudian membasuh tangan kirinya, seperti tangan kanannya. Kemudian ia

Page 20: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

membasuh kaki kanannya sampai betis, lalu membasuh kaki kirinya seperti kaki kanannya. Kemudian ia berkata “ Begitulah saya melihat Rasulullah SAW. berwudlu”.Penjelasan sunnah terhadap ayat-ayat Al qur’an yang mujmal ini dapat juga dijumpai pada masalah-masalah yang terkait dengan kewajiban sholat, zakat, puasa, haji, dan juga ibadah-ibadah lainnya.[5]Kedua            : Bayan Taqyid yaitu menjelaskan ayat-ayat Al qur’an yang bersifat mutlak. Sedangkan contoh hadits yang membatasi (Taqyid) ayat-ayat Al qur’an yang bersifat mutlak, antara lain seperti sabda Rasulullah SAW.“Rasulullah SAW di datangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan .”Hadits ini men-taqyid Q.S Al Maidah :38 yang berbunyi :

من Sنكاال كسبا بما Sجزاء يهما أيد فاقطعوا ارقة والس ارق والسحكيم عزيز والله الله

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah”

Ketiga: Bayan Takhsish yaitu hadits yang menghususkan terhadap ayat-ayat Al qur’an yang masih bersifat umum.Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk men-takhsish keumuman ayat-

ayat Al qur’an adalah: لنورثماتركناه نبياء األ شر معا نحن “Kami para Nabi tidak meninggalkan harta warisan”                       

الكافروال المسلم اليرث وسلم عليه الله صلى النبي قالالمسل       الكافر

“Nabi SAW bersabda : “ Tidaklah orang muslim mewarisi dari oaring kafir, begitu juga, kafir tidak mewarisi orang muslim”. (H.R. Bukhori)Kedua hadits diatas men-takhsishkan keumuman ayat :

األنثين حظا مثل للذكر أوالدكم في الله يوصيكم“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembgian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak perempuan”.  ( An Nisa : 11)

3.      Bayan Al Tasyri’Yang dimaksud dengan bayan al tasyri’, adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-

ajaran yang tidak didapati dalam Al qur’an, atau dalam Al qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Abbas Mutawalli Hammadah juga menyebutkan bayan ini dengan : Za’id ala al kitab al karim[6] hadits Rasulullah SAW. dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li, maupun taqriri) berusaha menunjukan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak tedapat dalam Al qur’an. Ia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukan bimbingan dan menjelaskan persoalannya.

Hadits Rasulullah yang termasuk dalam kelompok ini, diantaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua wanita bersaudara (antara istri dengan bibinya) hukum shuf’ah, hukum pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.[7]

Page 21: Fungsi Hadis Terhadap Al-quran

    زكاة فرض وسلم عليه الله صلى الله سول ر أنمن صاعSا أو تمر من صاعا الناس على رمضان الفطرمن

( رواه المسلمين من عبدذكرأوأنثى أو حر كل على شعيرمسلم(

“Bahwasannya Rasulullah SAW. telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam kepada bulan ramadhan satu sukat (sha’) kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan muslim.” (HR. Muslim).

Hadits Rasulullah SAW. yang termasuk bayan al tasyri’ ini wajib diamalkan, sebagaimana kewajiban mengamalkan hadits-hadits yang lainnya. Ibnu Al qoyyim berkata, bahwa hadits-hadits Rasulullah SAW. yang berupa tambahan terhadap Al Qur’an merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau menyinggung karirnya, dan ini bukanlah sikap Rasulullah mendahului Al qur’an melainkan semata-mata karena perintahNya.[8]

4.      Bayan Al NasakhKetiga bayan yang pertama yang telah diuraikan diatas disepakati oleh para ulama,

meskipun untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan definisinya saja. Untuk bayan jenis keempat ini terdapat perbedaan yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadits sebagai nasikh terhadap berbagai hukum Al qur’an dan ada juga yang menolaknya.

Kata nasakh secara bahasa berarti ibthal (membatalkan), izalah(menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan taghyir (mengubah). Banyak yang mengatakan bayan al nasakh ini banyak melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifkannya. Salah satu contoh yang biasa diajukan oleh ulama ialah hadits yang berbunyi :

    لوارث وصية ال“ Tidak ada wasiat bagi ahli waris”Hadits diatas menurut mereka menasakh isi firman Allah STW:

    ترك إن الموت احدكم إذاحضر عليكم كتبعلى ا حق بالمعروف واألقربين خيراالوصية للوالدين

المتقين“ Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf  (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqoroh/2:180)

Sementara yang menolak nasakh ini adalah Imam Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, meskipun nasakh tersebut dengan hadits yang mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab zahiliyah dan kelompok khawarij.