fungsi dan makna simbolik tingkuluak koto nan …
TRANSCRIPT
http://dx.doi.org/10.21776/ub.sbn.2020.004.01.02
© 2020 Jurnal Studi Budaya Nusantara - SBN All rights reserved
FUNGSI DAN MAKNA SIMBOLIK TINGKULUAK
KOTO NAN GADANG PAYAKUMBUH
Desra Imelda Prodi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain
Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang
Info Artikel Abstrak
Sejarah Artikel: Diterima Juni 2020 Disetujui Juni 2020 Dipublikasikan Juni 2020
Koto Nan Gadang merupakan salah satu nagari di Payakumbuh Utara yang masih melestarikan pakaian adat Minangkabau, ini bisa dilihat pada waktu melaksanakan upacara-upacara adat seperti acara pernikahan, batagak penghulu, dan lain-lain masyarakar masih menjunjung tinggi adat budaya daerahnya dengan masih memakai pakaian adat selama proses acara berlangsung. Penelitian ini tentang Tingkuluak Koto Nan Gadang yang dikhususkan pada fungsi dan makna simbol yang terkandung pada masing-masing tingkuluak. Diperoleh kesimpulan bahwa Tingkuluak Koto Nan Gadang memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai pakaian adat mamanggia, pakaian untuk maanta, dan pakaian untuk menanti tamu. Tingkuluak Koto Nan Gadang juga merupakan simbol dan tanda bagi si pemakainya, orang lain akan bisa mengetahui status si pemakai dari pakaian yang dia pakai. Kata Kunci: Tingkuluak Koto Nan Gadang, Fungsi, dan symbol
Abstract
Koto Nan Gadang is one of the nagari in North Payakumbuh that still preserves Minangkabau traditional clothes, this can be seen when carrying out traditional ceremonies such as weddings, batagak pengulu, and others. The community still respects the local cultural customs by still wearing traditional clothing during the event process.This research is about Tingkuluak Koto Nan Gadang which is devoted to the function and meaning of the symbols contained in each tingkuluak. It was concluded that Tingkuluak Koto Nan Gadang has several functions, namely as mamanggia traditional clothes, clothes for maanta, and clothes to await guests. Tingkuluak Koto Nan Gadang is also a symbol and sign for the wearer, others will be able to know the status of the wearer from the clothes he wears. Keywords: Tingkuluak Koto Nan Gadang, Function, dan symbol
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
18
PENDAHULUAN
Dalam lingkup sebuah kebudayaan, pakaian adalah bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari peristiwa budaya seperti upacara adat yang berlangsung dalam kehidupan
masyarakat. Ibenzani Usman (1991:21) menjelaskan bahwa pakaian tradisional berfungsi
sebagai pakaian untuk melaksanakan upacara baik upacara keagamaan maupun upacara
adat, disamping itu pakaian tradisional secara adat berfungsi sebagai cerminan kepribadian
atau prestise bagi pemiliknya. Berbicara mengenai pakaian adat, masyarakat Koto Nan
Gadang sampai saat ini masih melestarikan dan menjaga cara berpakaian yang anggun dan
bermartabat sebagai perempuan Minangkabau, yang bisa dilihat di waktu proses pesta
pernikahan. Selama proses upacara pernikahan, masyarakat Koto Nan Gadang
melaksanakan dengan khidmad dan menaati aturan adat yang telah disepakati dan
dilaksanakan sampai saat ini salah satunya cara berpakaian perempuan dalam adat
Minangkabau yaitu: berbaju kurung dengan bawahannya kodek, penutup kepala disebut
tingkuluak, memakai selendang, dilengkapi assesoris berupa kalung, gelang dan sandal.
Dari riset awal yang dilakukan, ditemukan bahwa tingkuluak yang dipakai di nagari
Koto Nan Gadang digunakan pada upacara adat, pernikahan, pergi mengundang, baralek
pangulu, dan lain-lain. Tingkuluak ini adalah bagian dari pakaian adat Minangkabau yang
merupakan kain penutup kepala. Menurut Gouzali (2004:394)tingkuluak adalah kain
penutup kepala wanita yang berpakaian adat di Minangkabau. Sedangkan menurut Ernatip
(2009:23) tingkuluak adalah suatu benda yang digunakan untuk menutupi kepala sekaligus
hiasan kepala.
Ada beberapa jenis tingkuluak Koto Nan Gadang yang disesuaikan dengan usia si
pemakai dan kesempatan pemakainya, yaitu: (1) Tingkuluak baikek, tingkuluak ini
menyerupai tanduk kerbau yang pada ujuang tanduknya tumpul. Tingkuluak baikek ada
beberapa jenis diantaranya tingkuluak cawek, tingkuluak gobah, tingkuluak cukia kuniang,
tingkuluak batiak baikek, dan tingkuluak ikek putiah. (2) Tingkuluak kompong, bahannya dari
kain batik dan bisa juga dari kain tenun. (3) Tingkuluak bugih, terbuat dari kain sarung bugis
dengan motif kotak-kotak. (4) Tingkuluak talakuang putiah, kain yang digunakan adalah kain
katun putih menyerupai mukena. Setiap jenis tingkuluak tersebut memiliki fungsi dan makna
simbol tersendiri yang memiliki muatan khusus dan berkaitan dengan tatanan kehidupan
masyarakatnya. Dibalik keberagaman bahan yang digunakan dan warna yang berbeda
memiliki banyak warna tersirat dan nilai-nilai luhur yang perlu diungkap dan digali untuk
pelestarian budaya.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginfentarisasi jenis tingkuluak di
Koto Nan Gadang sesuai dengan sistem upacara. Artikel ini juga bertujuan untuk
menginterpretasikan fungsi dan makna simbolik tingkuluak Koto Nan Gadang serta
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
19
implementasinya dalam sistem kemasyarakatan Minangkabau, khususnya di Koto Nan
Gadang.
METODE
Prosedur analisa data menggunakan interpretasi yang dideskripsikan. Teknik analisis
deskripsi lebih utama karena sasaran penelitian adalah masalah benda budaya yaitu
pakaian adat. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data dengan tahapan sebagai
berikut: Pertama, melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan data. Setya Yumana
(2001:83) menjelaskan bahwa untuk memeriksa keabsahan data perlu melakukan
triangulasi sumber data, pengumpul data, metode pengumpul data, dan triangulasi teori
yang dilakukan dengan mengkaji berbagai teori yang relevan. Dalam penelitian ini sumber
data terdiri atas (1) informan kunci (ahli) yaitu pemuka masyarakat yang memiliki
pengetahuan tentang seluk beluk budaya Minangkabau; (2) informan biasa, yaitu
masyarakat adat Minangkabau khususnya masyarakat Koto Nan Gadang; (3) melakukan
pengamatan langsung tingkuluak Koto Nan Gadang dalam upacara-upacara adat. Kedua,
setelah diperoleh data, selanjutnya dianalisis dengan tahapan seperti yang dikemukakan
oleh Setya Yumana (2001:80) tentang tahapan-tahapan dalam menganalisis data
kebudayaan : (1) open coding, proses merinci ( breaking down), memeriksa (examming),
membandingkan (comparing), mengkonseptualisasikan (conceptualizing), dan
mengkategorikan (categorizing) data. (2) axial coding, menganalisis hubungan antar
kategori. (3) selective coding, proses pemeriksaan kategori inti dengan kategori lainnya,
data yang absah akan dimasukkan ke dalam tahapan pengolahan sesuai tujuan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Temuan Penelitian
Ada beberapa penelitian dan buku yang bisa dijadikan acuan dalam
penelitian ini walaupun tidak membahas secara khusus masalah tingkuluak namun
tingkuluak merupakan bagian dari pakaian adat kaum perempuan Minangkabau,
diantaranya:
1. Fungsi dan makna simbol/pakaian adat kaum perempuan serta implementasinya,
oleh Zubaidah (2010). Menjelaskan bahwa kaum perempuan masyarakat Solok
masih menggunakan pakaian adat dalam melaksanakan berbagai ritual adat, dan
umumnya kaum ibu menggunakan pakaian dengan beragam jenis sesuai dengan
peran kaum perempuan.
2. Implementasi makna simbol pakaian adat wanita terhadap sistem
kemasyarakatan Minangkabau, kajian rupa pada struktur, warna, motif hias
pakaian adat Koto Nan Gadang oleh Zubaidah (2009). Bahwa fungsi dan makna
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
20
struktur, warna, motif hias pakaian adat kaum perempuan Koto Nan Gadang
adalah simbol bahwa kaum perempuan bertanggung jawab atas kelangsungan
hidup baik dalam rumah tangga sebagai ibu, maupun pemimpin dalam
masyarakat sebagai bundo kanduang.
3. Tingkuluak di nagari Koto Nan Gadang Payakumbuh Sumbar, oleh Indah Mifta
Hurahmi (2005). Menyebutkan bahwa tekhnik pembuatan tingkuluak berbeda
pada setiap jenisnya, dan makna tingkuluak terdapat dari segi bentuk dan jenis
bahan yang digunakan.
B. Pendekatan Teoritis
1. Pendekatan Antropologis
Kebudayaan merupakan keseluruhan proses kehidupan manusia yang
bertujuan untuk mempertahankan eksistensi manusia sebagai pencipta sekaligus
pengguna sistem tersebut. Semua komponen budaya merupakan bagian-bagian
yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya yaitu sistem kepercayaan,
organisasi sosial, sistem pengetahuan dan kesenian seperti yang dikatakan
Koentjaraningrat (1993:83) bahwa kebudayaan sebagai sebuah sistem dalam
masyarakat memiliki sub-sistem yang mencakup bahasa, teknologi, ekonomi,
organisasi sosial, pengetahuan, religi, dan kesenian. Semua unsur tersebut
terdapat dalam kehidupan masyarakat baik kecil, terisolasi, komplek, dan
masyarakat maju.
Pakaian adat khususnya tingkuluak yang ditemukan pada daerah-daerah
di Indonesia merupakan refleksi dari sistem yang memiliki keterkaitan dengan
pandangan hidup sosial sebagai wujud benda (material culture). Ahli antropologi
menjelaskan bahwa minimal ada delapan benda peralatan tradisional yang
dilahirkan oleh kebudayaan fisik manusia, salah satunya adalah pakaian dan
perhiasan, Koentjaraningrat (1980:375).
2. Pendekatan Semiotik
Semiotik merupakan alat untuk mengetahui permasalahan tanda yang
melekat dalam karya manusia. Tanda mempunyai dua entitas yaitu signifier dan
signified atau wahana tanda, penanda, dan petanda. (Saussure dalam Zubaidah.
2010: 12). Tanda dikelompokkan menjadi tiga yaitu (1) ikon, merupakan tanda
yang memiliki bentuk menyerupai benda yang ditandai (2) indeks, adalah sebuah
tanda yang dapat kita lihat dari indikasi-indikasi yang diakibatkan oleh tanda itu
sendiri (3) symbol, yaitu tanda konvensional yang diciptakan melalui kesepakatan
bersama (Pierce dalam Zubaidah. 2010:12).
Penjelasan teori di atas bahwa karya merupakan tanda yang memiliki
konsep khusus yang berhubungan dengan sistem dan proses yang berlaku bagi
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
21
si pengguna tanda, secara individual memiliki indikasi dan secara konvensional
tanda sebagai simbol dalam masyarakat pengguna budaya tanda tersebut. Sub-
sub sistem yang terdapat dalam sebuah kebudayaan dapat dipandang sebagai
bagian dari tanda, keberadaan tanda-tanda tersebut merupakan simbol yang
memiliki arti dan makna tertentu bagi suatu kelompok masyarakat pengguna,
kemampuan membaca tanda bagi masyarakat merupakan usaha terus menerus
yang harus dilakukan untuk mempertahankan hidup. Makna yang terkandung
dalam sebuah simbol merupakan sebuah kompleksitas yang terjadi akibat
hubungan antar sub-sistem yang dimiliki sebuah kelompok masyarakat. Semua
unsur budaya (bahasa, kepercayaan, ekonomi, teknologi, upacara, dan
kesenian) melebur menjadi sebuah petanda atau makna yang kemudian
berfungsi sebagai pemberi arah bagi kelangsungan dinamika sebuah kelompok
masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Batas Wilayah Koto Nan Gadang
Koto Nan Gadang adalah salah satu nagari yang berada di wilayah Kecamatan
Payakumbuh Utara Kota Payakumbuh Sumatera Barat, yang terdiri dari 25 kelurahan
yaitu: Balai Baru, Balai Betung, Balai Cacang, Balai Gadang, Balai Gurun, Balai Jariang,
Balai Kaliki, Bunian, Cubadak Air, Kaning Bukit, Koto Baru Janggo, Kubu Gadang,
Labuh Baru, Muaro, Nan Kodok, Napar, Padang Kaduduk, Pasir, Payolinyam,
Payonibung, Talawi, Tanjung Anau, dan Timbago. Batas nagari Koto Nan Gadang yaitu:
sebelah Barat berbatasan dengan Koto Nan Ampek, sebelah Utara berbatasan dengan
nagari Simalanggang, sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Pati, dan sebelah
Selatan berbatasan dengan nagari Payobasung/Tiaka.
Gambar 1. Peta Perbatasan Nagari Koto Nan Gadang
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
22
2. Jenis Tingkuluak dan Kelengkapannya
2.1. Tingkuluak Baikek
Tingkuluak baikek adalah tingkuluak yang strukturnya menyerupai tanduk
kerbau. Tingkuluak ini ada beberapa jenis diantaranya:
a. Cawek
Gambar 2. Cawek
Tingkuluak ini dipakai oleh anak gadis yang belum menikah pada saat
maanta dan menanti tamu. Kelengkapannya adalah tingkuluak yang dibuat dari
cawek dengan bahan tenun berumbai-umbai, selendang songket yang dilingkarkan
dari bahu sebelah kanan ke bawah ketiak, baju kuruang basiba bahan beludru,
bawahan kain tenun berminsia empat tingkat. Di bagian belakang terdapat sungkuik
mato dari kain beludru yang ditaburi manik-manik pipih, di bawah sungkuik mato
terdapat kain talakuang siti kawek. Cawek dilengkapi dengan perhiasan yaitu
kaluang koban jo pinyaram. Selain itu, pakaian ini juga dilengkapi dengan dua
macam gelang, yaitu galang tangan yang berfungsi untuk pengikat lengan baju dan
galang gadang.
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
23
b. Gobo
Gambar 3. Gobo
Gobo dan kelengkapannya dipakai pada saat mamanggia dan maanta marapulai
oleh perempuan yang sudah menikah tetapi belum berminantu. Kelengkapannya tingkuluak
gobo yang terbuat dari kain tenun, sandang gobo dipasang dari bawah ketiak kiri dan di
buhul di puncak bahu sebelah kanan, baju kuruang basiba bahan tenun, bawahan lambak
tenun. Pada bagian belakang terdapat sungkuik mato berbahan beludru berhias manik pipih
dan di bawahnya terdapat kain yang disebut talokuang hitam. Gobo dihiasi kaluang koban jo
pinyaram serta gelang tangan untuk pengikat lengan baju dan galang gadang.
c. Cukia Kuniang Lambak Bintang
Gambar 4. Cukia Kuniang Lambak Bintang
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
24
Tingkuluak ini dipakai oleh ibu anak daro / marapulai pada waktu mamanggia dan
maanta. Kelengkapannya yaitu selendang cukia kuniang yang dibuhul di bahu sebelah
kanan, baju kuruang basiba ba minsia dengan bawahan lambak bintang berbahan tenun. Di
bagian belakang terdapat sungkuik mato dari bahan songket pada bagian bawahnya
terdapat kain talakuang itam. Perhiasannya terdiri dari kaluang koban jo kaluang lain dan
galang gadang jo galang tangan biasa yang dipakai untuk pengikat lengan baju.
d. Cukia Kuniang
Gambar 5. Cukia Kuniang
Cukia kuniang dipakai pada saat mamanggia dan maanta oleh perempuan yang
sudah berminantu boleh juga dipakai oleh ibu anakdaro/ marapulai yang berminantu kedua
kalinya.
Cukia kuniang dibuat dari kain tenun berumbai, selendang cukia kuniang dipasang
dari bawah ketiak kiri ke puncak bahu sebelah kanan dengan cara dibuhul, baju kuruang
basiba, bawahannya lambak tenun pada bagian dalam terdapat lambak minsia. Di bagian
belakang terdapat sungkuik mato berbahan beludru dihiasi manik pipih dibagian bawahnya
terdapat talakuang itam. Perhiasannya terdiri dari kaluang koban jo pinyaram dan galang
bulek jo galang gadang dengan cara pasangnya gelang di atas lengan baju sebagai
pengikat.
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
25
e. Batiak Baikek/Kalipik Lokuang Itam
Gambar 6. Kalipik Lokuang Itam
Tingkuluak ini terbuat dari kain batik panjang, dipakai oleh kakak perempuan dari ibu
anak daro/marapulai pada saat mamanggia dan maanta. Dilengkapi selendang kuriak bahan
tenun yang dipasang dari ketiak sebelah kiri dan dibuhul di bahu sebelah kanan, baju
kuruang basiba ba minsia, bawahan sarung bugih yang dibagian dalam terdapat lambak
bingkai. Di bagian belakang terdapat lokuang itam, perhiasannya terdiri dari kaluang piah jo
kaluang merah dan galang bulek jo galang gadang yang berfungsi untuk mengikat lengan
baju.
f. Talakuang Putiah Baikek
Gambar 7. Talakuang Putiah Baikek
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
26
Tingkuluak ini dipakai oleh ibu anakdaro / marapulai pada saat mamanggia maupun
maanta dikarenakan salah satu anggota keluarganya meninggal dunia.
Selendangnya boleh pakai selendang cukia kuniang maupun selendang gobo
dengan pemasangannya dibuhul di bahu sebelah kanan, baju kuruang basiba, bawahannya
lambak tenun. Pada bagian belakang dipakai kain penutup sanggul yang disebut juga
sanggua batutuik.
2.2. Tingkuluak Talokuang Putiah Basipek
Yaitu tingkuluak yang dibuat dari kain berbentuk mukena berwarna putih.
Tingkuluak ini ada dua macam dilihat dari segi kelengkapan dan umur pemakainya.
a. Talokuang Putiah Basipek untuk perempuan yang sudah menikah dan
belum berminantu dipakai pada saat mamanggia dan maanta.
Gambar 8. Talokuang Putiah Basipek
Kelengkapannya selendang cukia ayam yang dipasang dibuhul di bahu sebelah
kanan, baju kuruang basiba, bawahannya lambak tenun baminsia. Perhiasannya kaluang
koban ketek dan galang biaso.
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
27
b. Talokuang Putiah Basipek untuk perempuan yang sudah berminantu sampai lanjut
usia, dipakai saat mamanggia dan maanta.
Gambar 9. Talokuang Putiah Basipek
Kelengkapannya selendang kuriak itam dipasang dibuhul di bahu sebelah
kanan, baju kuruang basiba, bawahannya saruang bugih di bagian dalamnya
terdapat lambak bingkai. Perhiasannya yaitu kaluang merah dan kaluang piah serta
galang bulek.
2.3. Tingkuluak Kompong
Gambar 10. Tingkuluak Kompong
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
28
Tingkuluak ini dipakai oleh perempuan semua umur baik puti bungsu (belum
menikah) maupun bundo kanduang (sudah menikah). Tingkuluak ini berfungsi hanya
untuk menanti tamu. Terbuat dari kain songket maupun batik, dilengkapi selendang
batik yang disandang biasa, baju kuruang basiba, dan saruang batiak.
2.4. Tingkuluak Bugih
Gambar 11. Tingkuluak Bugih
Tingkuluak ini dibuat dari kain sarung bugis, dipakai oleh ibu anak
daro/marapulai atau saudara ibu pada saat menanti tamu. Kelengkapannya
selendang batik yang disandang biasa, baju kuruang basiba, bawahannya saruang
bugih.
3. Tahap dan Proses Pelaksanaan Alek Pernikahan di Negeri Koto Nan Gadang
Ada beberapa langkah yang dilalui dalam proses melaksanakan alek pernikahan di
Koto Nan Gadang, yaitu:
1. Mufakat Saparuik
Pada tahap ini keluarga terdekat anak daro bermufakat untuk mendapatkan satu
kesepakatan tentang hal-hal yang diperlukan pada proses perencanaan alek
pernikahan.
2. Mufakat dengan keluarga besar dan ninik mamak
Setelah mendapatkan satu kesepakatan sewaktu mufakat saparuik, maka
selanjutnya diberitahukan ke ninik mamak dan keluarga besar untuk mengadakan
mufakat lagi guna merapungkan perencanaan alek.
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
29
3. Setelah mendapatkan kesepakatan dengan keluarga besar, maka pihak anak daro
datang ke rumah calon marapulai untuk marosok atau manatak hari kapan akan
diadakan alek pernikahan.
4. Setelah diperoleh kesepakatan hari apa akan diadakan alek, maka selajutnya
dilaksanakan proses mamanggia ninik mamak dan bako. Pihak anak daro harus
mamanggia ninik mamak dan bako di pihak dia sendiri dan di pihak marapulai, begitu
juga sebaliknya pihak marapulai harus mamanggia ninik mamak di pihak dia sendiri
dan di pihak anak daro.
5. Selanjutnya diadakan proses baadok-adok antara pihak anak daro dan pihak
marapulai yang diadakan di rumah anak daro pada hari senin untuk membahas
kesiapan alek yang akan dilaksanakan.
6. Pada hari rabu pihak anak daro datang ke rumah marapulai untuk menetapkan
hari dilaksanakannya alek pernikahan.
7. Hari kamis diadakan proses manggulai di rumah anak daro, maka pihak marapulai
datang ke rumah anak daro.
8. Pada hari jumat diadakan alek bagi-bagi bareh di rumah anak daro, pada alek
bagi-bagi bareh tidak ada aktifitas makan-minum, tamu yang datang hanya sekedar
mengantar beras dan pulang kembali.
9. Hari sabtu adalah hari pelaksanaan alek pernikahan, tamu yang datang akan
disuguhi makanan dan minuman.
10. Seminggu setelah selesai alek pernikahan, dilanjutkan dengan acara manjapuik
bamalam. Anak daro dan marapulai akan dibawa ke rumah pihak marapulai untuk
bermalam sehari semalam.
11. Sehari setelah itu anak daro dan marapulai akan diantar kembali ke rumah anak
daro.
Itulah deretan prosesi acara alek pernikahan di Nagari Koto Nan Gadang
Payakumbuh. Selama proses rangkaian acara demi acara tersebut, maka tingkuluak
dan kelengkapannya akan dipakaikan sesuai fungsi dan aturannya.
4. Fungsi dan Makna Simbol Tingkuluak Koto Nan Gadang
4.1. Fungsi
Tingkuluak dan kelengkapannya di Koto Nan Gadang memiliki fungsi sebagai
berikut 1) sebagai pakaian untuk mamanggia ninik mamak dan sumandan sebelum
alek pernikahan, jenis pakaiannya yaitu cukia kuniang lambak bintang, cukia
kuniang, gobo, kalipik lokuang itam (batiak baikek), dan talokuang putiah basipek. 2)
sebagai pakaian untuk maanta marapulai pakaiannya antara lain cawek, cukia
kuniang lambak bintang, cukia kuniang, gobo, kalipik lokuang itam, dan talokuang
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
30
putiah basipek. 3) sebagai pakaian untuk mamanggia dan maanta jika ada
kemalangan di pihak yang akan baralek maka dipakailah tingkuluak talokuang putiah
baikek. 4) sebagai akaian penanti tamu yaitu cawek, tingkuluak bugih dan tingkuluak
kompong.
4.2. Makna Simbol
Simbol adalah tanda yang mewakili objeknya melalui kesepakatan atau
persetujuan dalam konteks spesifik, makna-makna dalam suatu symbol dibangun
melalui kesepakatan sosial atau melalui beberapa tradisi historis (Danesi, 2004: 38,
44). Sedangkan menurut Budiman (2004: 32) simbol merupakan jenis tanda yang
bersifat konvensional.
Tingkuluak dan kelengkapannya di Koto Nan Gadang mengatur dengan
sedemikian rupa siapa dan berapa umur pemakainya sehingga orang yang melihat
akan mengetahui dengan sendirinya dengan tidak perlu bertanya manakah ibu anak
daro, karena disaat seseorang memakai tingkuluak cukia kuniang dengan bawahan
lambak bintang maka dialah ibu anak daro / marapulai. Jadi cukia kuniang lambak
bintang merupakan simbol yang sudah disepakati bersama di koto Nan Gadang
bahwa ibu pengantenlah yang memakai pakaian tersebut.
Tingkuluak menciptakan persamaan sehingga kaya dan miskin tidak terlihat
perbedaan karena pakaian yang dipakai sama bentuknya, sehingga tercipta iklim
damai dengan tidak mengelompokkan masyarakatnya dalam strata sosial.
Pengelompokan berasal dari sisi usia sehingga yang muda bisa menghormati yang
tua dan yang tua menyayangi yang muda. Hal ini seperti tercantum dalam pepatah
Minang tau jo kato mandaki, malereng jo manurun yang merupakan adat
bersosialisasi dengan orang lain.
Adat berpakaian di Koto Nan Gadang mengatur bahwa pakaian yang paling
meriah dan banyak assesoris adalah pakaian anak muda yang belum menikah sepeti
cawek yang dilengkapi kalung koban besar jo pinyaram dan galang gadang jo galang
tangan. Sedangkan kalung koban ketek dan galang tangan saja menandakan ibu-
ibu muda yang belum berminantu, sementara yang memakai kalung piah jo kalung
merah dan gelang bulek tandanya yang memakai adalah ibu yang sudah lanjut usia.
5. Implementasi Makna Simbol Pakaian Pada Sistem Kemasyarakatan di Koto
Nan Gadang
Pakaian adat memuat simbol-simbol yang bermakna sebagai ajaran yang berisi
aturan, norma dalam berperilaku dan menjalankan tanggung jawab yang ditujukan
terhadap kaum ibu. Kaum ibu dalam sistem adat Minangkabau memiliki peran yang
sentral sesuai dengan sistem kekerabatan yang matrilineal artinya berbagai hal
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
31
menyangkut kelangsungan hidup mulai dari rumah tangga sampai ke lingkungan
masyarakat adat, ibu memiliki peran penting dalam mengambil berbagai keputusan.
Dalam mengemban tugasnya sebagai ibu dalam sistem kekerabatan di Minangkabau
dikenal ibu berperan sebagai bundo kanduang, induak bako dan sumandan. Ketiga
peran tersebut merupakan gambaran dari tanggung jawab ibu dalam melaksanakan
tugas kepemimpinannya dalam masyarakat.
Bundo kanduang merupakan simbol panggilan wanita menurut adat Minangkabau.
Idrus (1994:69) menjelaskan bundo artinya ibu, kanduang adalah sejati, jadi bundo
kanduang adalah ibu sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan. Jadi
panggilan bundo kanduang bermaksud bahwa ibu merupakan perantara keturunan
mempunyai peran utama dalam membentuk watak keturunan sejak dari dalam
kandungan sampai dewasa. Ibu juga sebagai bako (saudara perempuan ayah). Bako
perempuan disebut juga induak bako, jadi saudara perempuan ayah menjadi ibu bagi
keturunan ayah. Induak bako bertanggung jawab terhadap anak-anak saudara laki-
lakinya ketika terjadi sesuatu yang baik maupun buruk. Ibu juga merupakan seorang
sumandan yaitu seorang perempuan yang merupakan istri dari paman atau istri dari
saudara laki-laki ibu. Sumandan juga mempunyai peranan yang harus diembannya
dalam keluarga suaminya pada saat terjadi kemalangan maupun acara pesta.
Dalam adat Minangkabau Tingkuluak Tanduak merupakan salah satu tingkuluak
bundo kanduang. Pada masyarakat Koto Nan Gadang Tingkuluak Tanduak disebut juga
tingkuluak baikek yang memiliki makna tersendiri. Simbol dua buah tanduk pada
tingkuluak baikek melambangkan bahwa dalam memecahkan setiap permasalahan kita
memerlukan seseorang sebagai pendengar tentang masalah yang kita hadapi. Kita tidak
akan bisa memecahkan persoalan jika kita tidak mendiskusikannya dengan orang lain,
jadi dalam adat Minangkabau orang lain sebagai tempat mengadu atau ba iyo (Nurmani,
92th).
Tingkuluak lokuang putiah basipek yang dibuat dari mukena sholat kaum
perempuan, memiliki simbol ketaatan perempuan Minang dalam beribadah dan
menjalankan perintah Allah. Jika dalam suatu acara datang waktu sholat maka
tingkuluak bisa dijadikan mukena sehingga kaum ibu tidak kehilangan waktu sholat
walaupun dalam melaksanakan acara pesta.
Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis dan makna simbol tingkuluak Koto Nan
Gadang Payakumbuh, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masyarakat Koto Nan
Gadang masih memakaikan dan melestarikan macam-macam tingkuluak sampai saat ini
yang dipakai pada berbagai macam upacara adat di Koto Nan Gadang. Tingkuluak Koto
Nan Gadang menjadi penanda bagi pemakainya, orang bisa mengetahui dengan
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
32
sendirinya tanpa bertanya siapakah yang memakai tingkuluak tersebut, karena tiap jenis
tingkuluak mempunyai aturan tersendiri bagi yang memakainya.
Penulis berharap kedepannya adat Koto Nan Gadang tidak pernah ditinggalkan
seperti beberapa daerah di Minangkabau yang sudah melupakan pakaian adatnya
sehingga ciri khas adat daerah tersebut tidak ada lagi, tidak bisa dibayangkan beberapa
tahun ke depan generasi muda tidak akan tahu lagi dengan adat daerah asalnya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis dan makna simbol tingkuluak Koto Nan
Gadang Payakumbuh, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa masyarakat Koto Nan
Gadang masih memakaikan dan melestarikan macam-macam tingkuluak sampai saat ini
yang dipakai pada berbagai macam upacara adat di Koto Nan Gadang. Tingkuluak Koto
Nan Gadang menjadi penanda bagi pemakainya, orang bisa mengetahui dengan sendirinya
tanpa bertanya siapakah yang memakai tingkuluak tersebut, karena tiap jenis tingkuluak
mempunyai aturan tersendiri bagi yang memakainya. Penulis berharap kedepannya adat
Koto Nan Gadang tidak pernah ditinggalkan seperti beberapa daerah di Minangkabau yang
sudah melupakan pakaian adatnya sehingga ciri khas adat daerah tersebut tidak ada lagi,
tidak bisa dibayangkan beberapa tahun ke depan generasi muda tidak akan tahu lagi
dengan adat daerah asalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anita K. 1976. Sebuah Pengantar KMEenSuIju Logika Kebudayaan. Terjemahan dari
Umberto Eco. Introduction Toward a Logic of culture a Theory of Semiotics.
Bloomington. London: Indiana University Press.
Budiman, Kris. 2004. Semiotik Visual. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.
Danesi, Marcel. 2004. Pesan, Tanda, dan Makna :Buku Teks Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.
Ernatip, Jumhari. 2009. Eksistensi Pakaian Bundo Kanduang Dalam Upacara Adat di Kota
Payakumbuh. Padang: BPSNT Padang Press.
Idrus, Hakimi. 1994. Pegangan Penghulu Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan
Adat Minangkabau. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Koentjaraningrat. 1993. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Desra Imelda/ Fungsi dan Makna Simbolik.... – Vol.4 No.1 (2020) 17-33
33
Mifta Hurahmi, Indah. 2015. Tingkuluak di Nagari Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh
Provinsi Sumatera Barat ( Artikel). Padang : F Teknik UNP.
Sudikan, Setya Yumana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Citra Wacana.
Sachari, Agus. 2001. Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonedia dan wacana Transformasi
Budaya. Bandung: ITB.
Saydan, Gouzali. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Minang. Pusat Pengkajian Islam dan
Minangkabau (PPIM) Sumatera Barat.
Zubaidah. 2009. Implementasi makna Simbol Pakaian Adat Wanita Terhadap Sistem
Kemasyarakatan Minangkabau; Kajian Rupa pada Struktur, Warna, Motif Hias
Pakaian Adat Kaum Perempuan Minangkabau Sumatera Barat (Laporan
Penelitian). Padang: FBSS UNP.