full-fenomena perubahan iklim dan karakteristik curah hujan ekstrim di dki jakarta

Upload: nugraha-pratama

Post on 21-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    1/6

    Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010 13

    hal. 13-18

    ISSN 0853 - 0823

    FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJANEKSTRIM DI DKI JAKARTA

    Rahmat Gernowo, Tony Yulianto*)

    *) Lab. Geofisika bidang kajian Saint Atmosfer Jurusan Fisika

    FMIPA Universitas Diponegoro Semarang

    Email: [email protected]

    INTISARI

    Perubahan fisik atmosfer bumi dari variabilitas komponen cuaca normal menuju kondisi ekstrim dalam kurun waktu yangpanjang dan membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia, merupakan indikasi terjadinya perubahan

    iklim. Studi perubahan iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim saat ini, dan estimasi kemungkinan iklim di masa

    yang akan datang.

    Hasil analisis karakteristik curah hujan ekstrim di wilayah DKI Jakarta, untuk kejadian banjir periode 2002 dan

    2007menunjukkan banjir Jakarta pada tahun 2002 dan 2007 terdapat kesamaan pola pada hadirnya seruak dingin (cold surge) dansirkulasi vektor angin (vortex). Berdasarkan analisis ada tiga faktor dominan yang menyebabkan banjir Jakarta 2002 dan 2007,

    yaitu kehadiran vortex, fase aktif osilasi gelombang MJO dan kondisi lokal adanya konvergensi penyebab pertumbuhan awan

    konvektif. Sebagai analisis global dinamika atmosfer kejadian curah hujan ekstrim, dimungkinkan ada pengaruh pola sunspotbaik sebagai hipotesa fisis maupun dibuktikan adanya korelasi antara sinar kosmis dan tutupan awan.

    Kata Kunci: Perubahan Iklim, curah hujan ekstrim, banjir

    I. PENDAHULUAN

    I.1. Perubahan Iklim

    Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusicurah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Perubahan fisikini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikanperubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah

    tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayahbumi secara keseluruhan pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya

    yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Selain itujuga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuataneksternal, atau ulah manusia yang terus menerus mengubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan(Murdiyarso, 2003).

    Studi perubahan iklim melibatkan analisis iklim masa lalu, kondisi iklim saat ini, dan estimasi

    kemungkinan iklim di masa yang akan datang (beberapa dekade atau abad ke depan). Dengandemikian, dalam studi-studi mengenai perubahan iklim dibutuhkan penilaian yang terintegrasi terhadapsistem iklim atau sistem bumi. Konsekuensi masa depan terhadap perubahan iklim juga diprediksi akanlebih dramatis lagi dan menggangu kehidupan umat manusia, seperti terancamanya distribusi vegetasialami dan keanekaragaman hayati, erosi dan badai. Ketika menyadari sepenuhnya akan dampak burukperubahan iklim bagi negara-negara dunia dan khususnya Indonesia, maka sudah seyogyanya diambil

    langkah-langkah penting dan strategis dengan cara mitigasi dan adaptasi guna mencegah kerusakanyang lebih besar (Susandi, 2006).

    I.2. Curah Hujan Ekstr im

    Bebarapa kasus terburuk dari kejadian banjir di DKI Jakarta, yaitu tahun 2002 dan 2007. Kejadianbencana alam banjir, yang melanda hampir 70% seluruh wilayah di DKI Jakarta berlangsung mulaitanggal 29 Januari 2002 sampai 10 Februari 2002 dengan tinggi genangan berkisar antara 10-250 cm(Zulkaidi, 2005). Hal tersebut terjadi kembali pada 2 Februari 2007 dimana banjir besar terulang, yangdiakibatkan oleh besarnya curah hujan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.(Sasmito et al., 2007). Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran

    aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi dataran, rawa pantai dan sungai, hinggagenangan laguna. Berdasarkan hal tersebut di atas maka Jakarta dianggap daerah langganan banjir.Historis banjir Jakarta dari catatan sejarah perkembangan kota, banjir besar dimulai tahun 1621, 1654,1918, 1976, 1996, 2002 dan 2007.

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    2/6

    14 Rahmat Gernowo , dkk/ Fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim di DKI Jakarta

    ISSN 0853 - 0823

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    180

    200

    21-Jan 22-Jan 23-Jan 24-Jan 25-Jan 26-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan 31-Jan 1-Feb 2-Feb 3-Feb 4-Feb 5-Feb 6-Feb 7-Feb 8-Feb 9-Feb

    Harian

    CurahHujan(mm)

    2002 2007 2003 2004

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    0-20 20-40 40-60 60-80 80-100 100-120 120-140 140>

    Curah Hujan (mm/hari)

    Probabilitas(%

    )

    II. METODOLOGI.

    Kajian dinamika atmosfer curah hujan ekstrim di DKI Jakarta dalam penelitian ini dilakukanmelalui analisis exploratifdata pengamatan cuaca dan iklim, baik data dari efek global, regional danlokal. Hal tersebut dilakukan untuk mengkaji dan menentukan faktor-faktor iklim dan cuaca yangmerupakan prekursor fenomena curah hujan ekstrim di DKI Jakarta (sumber dara BMKG) maupunregional dan global yang diperoleh dari http://www.ngdc.noaa.gov/STP/SOLAR\DATA/

    III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    Fluktuasi curah hujan di daerah monsunmerupakan parameter penting dalam penentuan perubahaniklim disamping parameter-parameter yang lain. Dengan demikian maka daerah ekuatorial mempunyaidistribusi pola curah hujan maksimum ganda (dalam satu tahun). Hujan lebat yang berlangsung berjam-jam untuk daerah yang cukup luas dan ditambah dengan banjir kiriman yang dibawa oleh sungai di

    DKI Jakarta merupakan faktor penyebab banjir. Faktor pendukung lain adalah kerusakan infrastrukturakibat perubahan topografi yang terus bertambah (Liong et al., 2004).

    Gambar .1, menunjukkan grafik kejadian curah hujan pada saat banjir tahun 2002, 2003, 2004 dantahun 2007 di DKI Jakarta. Curah hujan rata-rata harian di DKI-Jakarta tertingi pada saat banjir tahun2002 mencapai 143 mm untuk tanggal 29 Januari 2002, sementara untuk tahun 2007 curah hujan rata-rata tertinggi mencapai 180 mm tanggal 1 Februari 2007. Curah hujan penyebab banjir tersebut

    termasuk curah hujan ekstrim, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2 dengan probabilitas di bawah15% untuk periodisitas curah hujan 20 tahunan (tahun 1988-2008).

    Gambar 1. Curah Hujan harian rata-rata 11 stasiun pengamatan daerah DKI-Jakarta tanggal 21 Januari 9 Januari Tahun 2002, 2003, 2004 dan 2007.

    Gambar 2. Histogram Curah Hujan harian rata-rata 11 stasiun pengamatan daerah DKI-Jakarta tahun1988-2008

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    3/6

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    4/6

    16 Rahmat Gernowo , dkk/ Fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim di DKI Jakarta

    ISSN 0853 - 0823

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    1.4

    1.6

    1.8

    2

    1910 1915 1920 1925 1930 1935 1940 1945 1950 1955 1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

    Tahun

    SunspotIndex(x100)

    .ANFIS DATA

    2007. Pola vortex pada periode tersebut di atas, mengindikasikan penyebab terjadinya curah hujanekstrim. Hal ini terlihat dari pergerakan sirkulasi vektor angin, yang arahnya tegak lurus daerah Jakarta.Tanpa melihat faktor penyebab karena ditarik oleh vortexatau terdorong oleh kejadian cold surge, arah

    vektor angin tersebut mengakibatkan kejadian updraft yang dapat menimbulkan pertumbuhan awankonvektif.

    Gambar 4. Indeks Sunspot tanda tahun banjir Jakarta dan . curah hujan maksimum hasilreanalisis daerah Jakarta.

    Beberapa penelitian membuktikan adanya keterkaitan antara aktivitas matahari dan sejumlah unsuriklim di bumi, dengan korelasi yang kuat. Korelasi yang terjadi misalnya, kaitan antara panjang siklussunspot dengan suhu permukaan dalam selang 130 tahun terakhir (Friis et al., 1991). Kemudian

    diperkuat penelitian lain dengan pembuktian secara empirik keterkaitan aktivitas matahari dengan suhuglobal, ketinggian atmosfer bertekanan 30 mb dan rata-rata tahunan suhu permukaan di BBU (BelahanBumi Utara) (Djamaludin, 2008).

    Gambar 5. Hipotesis Fenomena fisis kondisi sun spot dan sinar kosmis terhadap perubahan iklim

    (Svensmark dan Christensen, 1997).

    Pola indeks sunspot saat kejadian banjir DKI-Jakarta tahun 1918, 1942, 1976, 1996, 2002 dan2007 (Caljouw et al., 2004) sebagaimana dalam Gambar 4, terjadi pada saat kondisi indeks sunspot

    maksimum dan minimum. Banjir DKI-Jakarta tahun 1942, 1976, 1996 dan 2007 terjadi pada indekssunspot minimum. Adapun banjir tahun 1918 dan 2002 terjadi pada saat nilai indeks sunspotmaksimum.

    Perbedaan antara kejadian banjir 2002 dan 2007 disebabkan oleh pola sunspot maksimum dan

    minimum sebagaimana pada Gambar 5. Aktivitas matahari yang diwakili oleh ledakan maksimum(Eruption Maximum) EM, bintik surya minimum (Sunspot Minimum) SM akan berpengaruh pada

    perubahan iklim. Secara fisis kejadian banjir tahun 2002 diakibatkan ketika aktivitas mataharimaksimum (EM), akan mengakibatkan intensitas sinar kosmik yang sampai ke atmosfer bawah

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    5/6

    Rahmat Gernowo , dkk/ Fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim di DKI Jakarta 17

    ISSN 0853 - 0823

    menjadi minimum. Adapun akibat energi tambahan dari flareketika terjadi EM maka iradiansi energisurya yang sampai ke permukaan bumi menjadi maksimum, mengakibatkan timbulnya tutupan awanmaksimum Adapun fenomena banjir tahun 2007 terjadi ketika aktivitas matahari rendah atau bintik

    surya minimum (SM), akan mengakibatkan intensitas sinar kosmik maksimum sehingga tutupan awanmenjadi maksimum. Hal ini berarti iradiansi energi surya yang sampai ke bumi menjadi minimum.(Marsh and Svensmark, 2003; Svensmark dan Christensen, 1997; Bard and Frank, 2006; Kristjansson

    et al., 2002; Shaviv, 2002).

    IV. KESIMPULAN

    Fenomena pergerakan sirkulasi angin (vortex) dan cold surge yang menyebabkan updraft diJakarta mengakibatkan terjadinya pertumbuhan aktif awan konvektif sebagai prekursor lokal kejadiancurah hujan ekstrim. IOD menjadi faktor dominan terhadap curah hujan ekstrim, karena secaradinamika atmosfer mempengaruhi daerah Indonesia bagian barat termasuk DKI Jakarta. Keterkaitanaktivitas matahari dan fluks sinar kosmik sebagai prekursor global kejadian curah hujan ekstrim. Haltersebut menghasilkan analisis perbedaan antara kejadian banjir 2002 disebabkan aktivitas matahari

    maksimum dan 2007 disebabkan oleh fluks sinar kosmik maksimum.

    V. DAFTAR PUSTAKA

    Bard E. dan Frank M. (2006): Climate change and Solar Variability: Whats new under the Sun?,Earthand Planetary Science Letters248, 1-4

    Caljouw M., Peter J.M.N.S. dan Pratiwo (2004): Flooding in Jakarta, Procceding The 1stInternational

    Conference on Urban History, Surabaya Indonesia.

    Djamaludin T. (2008): Bukti-Bukti Empirik Pengaruh Aktivitas Matahari pada Iklim, Proceeding ofthe International symposium on Climate and Weather of the Sun-Earth system, Joint BMKG-LAPAN-ITB, Jakarta.

    Friis-Cristensen E. dan Lassen K. (1991): Length of The Solar Cycle: an Indicator of Solar ActivityClosely Associated with Climate,J. sience, 254,698.

    Kristjansson J.E., Staple A., dan Kristiansen J. (2002): A new Look at possible Connections between

    solar activity, Clouds and Climate, Geophysical Research Letters, vol. 29.No.23, 22-122-4.

    LAPAN (2002):Laporan Perubahan Iklim, LAPAN Bandung

    Liong T.L., Purqon A., Tjasyono H.K.B. dan Heru W. (2004): Evaluasi Prediksi Banjir DKI denganANFIS, Prosiding Temu Ilmiah Nasional, Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN.

    Marsh N. dan Svensmark H. (2003): Solar Influence on Earths Climate, Space Science Reviews107,

    317-325

    Murdiyarso D., (2003): Protokol Kyoto: Implikasinya bagi Negara Berkembang, Penerbit BukuKompas, Jakarta

    Sasmito A., Haryoko U. dan Widiatmoko H. (2007): Weather Phenomena during Flood Event OverJABODETABEK Area, Workshop Harimau, BPPT, Jakarta.

    Shaviv N.J. (2002): Cosmic ray diffusion from the Galactic spiral arms, Iron meteorities and a possibleclimatic connection?, Physical Review Letters, 89, 051-102.

    Svensmark H. dan Friis-Christensen E. (1997): Variation of Cosmic ray flux and Global Cloudcoverage-a missing link in solar-climate relationships, Journal of Atmospheric and Solar-Terrestrial Physics, 59 (11), pp. 1225-1232

    Susandi A., Adityawarman Y., Kurniawan E., dan Juaeni I. (2006): Perubahan Iklim Wilayah DKI

    Jakarta; Studi Masa Lalu untuk Proyeksi Mendatang, Proseding PIT HAGI ke 31 Semarang.

    Zulkaidi D. (2005): Pengembangan Kawasan Banjir Kanal Timur, Sistim Manajemen Air UntukMenata Kehidupan, Penerbit ITB

  • 7/24/2019 Full-fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim Di Dki Jakarta

    6/6

    18 Rahmat Gernowo , dkk/ Fenomena Perubahan Iklim Dan Karakteristik Curah Hujan Ekstrim di DKI Jakarta

    ISSN 0853 - 0823

    TANYA JAWAB

    Hanaidi Setyawan dari IPB Bogor:? Masyarakat memerlukan tindakan nyata mengantisipasi fenomena bencana alam banjir, bagaimana

    sosialisasi dan implementasi menanggulangi dampak tersebut?

    Rahmat Gernowo@ Penelitian fenomena cuaca ekstrim DKI Jakarta dilakukan atas kerjasama ITB dan UPT HB BPPT

    dan BMKG sebagai support data cuaca dan iklim, dalam hal ini penulis sebagai anggota tahun 2004-

    2009. Sosialisasi atas prakarsa BPPT setiap akhir tahun (awal kejadian curah hujan maksimum)

    diadakan diskusi antar instansi terkait (Pemda DKI, Kimpraswil dan PU), implementasi awal untuk

    antisipasi kejadian banjir dilakukan PU dengan memasyarakatkan pembuatan sumur resapan (asumsi

    mengurangi air limpasan yang akan menjadi air genangan penyebab banjir).