frak tur

32
Laporan Kasus Malunion Fraktur cruris dextra 1/3 medial Disusun oleh: Veresa Chintya 11.2013.215 Pembimbing : dr. Dhevariza Sp.OT Rumah Sakit Umum daerah ciawi Periode 15 september – 22 November 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Upload: zulubamba

Post on 17-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

just for study

TRANSCRIPT

Laporan KasusMalunion Fraktur cruris dextra1/3 medial

Disusun oleh:Veresa Chintya11.2013.215

Pembimbing :dr. Dhevariza Sp.OT

Rumah Sakit Umum daerah ciawiPeriode 15 september 22 November 2014

Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaJakarta

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVER SITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Nama:Veresa ChintyaTanda TanganNim: 11-2013-215Dr.Pembimbing/Penguji: dr. Dhevariza Sp.OT......................

I. IDENTITAS PASIENNama : Ny. Y Jenis kelamin : Perempuan Usia : 26 tahunPekerjaan : Ibu Rumah TanggaAlamat: Ciawi

II. ANAMNESISDiambil dari: autoanamnesis, Tanggal: 24 september 2014

Keluhan Utama:Nyeri pada kaki kanan sejak beberapa minggu terakhir

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke RSUD Ciawi mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak beberapa minggu terakhir. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien berjalan.Pasien mengatakan sekitar 1 tahun lalu, pasien pernah mengalami kecelakaan motor, menabrak motor. Saat itu pasien merasakan nyeri pada kaki, bengkak dan kemerahan pada kaki kanannya, namun pasien tidak menemui dokter untuk diobati. Pasien berobat ke tukang urut selama beberapa bulan. Selama beberapa bulan tersebut pasien jalan menggunakan tongkat hingga akhirnya pasien dapat berjalan sendiri tanpa menggunakan tongkat. Hingga beberapa minggu terakhir, pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanannya dan kaki kanan pasien terlihat bengkok sehingga pasien ke RSUD Ciawi untuk berobat.Riwayat Penyakit Dahulu :a. Penyakit terdahulu: Kencing manis (-), Darah tinggi (-) Asma (-) Alergi (-)b. Operasi: tidak ada

III. STATUS PASIEN1. Status UmumKeadaan umum: tampak sakit sedangKesadaran: compos mentisTekanan darah: 120/80 mmHgPernafasan: 20 x/menitNadi: 88x/menitSuhu:36.5oCKepala: normocephaliMata: sklera ikterik -/- , konjungtiva anemis +/+Hidung: normosepta, sekret -Mulut/gigi: Tenggorokan: T1-T1, dinding faring tidak hiperemis Gilut: oral higiene baikLeher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesarParu-paru: Inspeksi: kedua paru simetris pada keadaan statis dan dinamis Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-Jantung: Auskultasi: BJ I, II reguler, gallop (-), murmur (-)Abdomen: Inspeksi: datar, tidak terlihat benjolan Auskultasi: bising usus (+) normal Palpasi: Nyeri tekan (-) Perkusi: timpaniHati: Tidak teraba pembesaranLimpa: Tidak teraba pembesaranGinjal: ballotement (-), nyeri ketok CVA (-)Ekstremitas: Kekuatan motorik : 5+ 5+ 5+ 5+Edema: -- -

Akral hangat : ++++

Status Lokalis :Regio Cruris D :Look: Deformitas + , oedem -, hiperemis -, scar Feel: Nyeri + , Deformitas + , krepitasi Move: Nyeri saat bergerak + , Range Of Movement normal

IV. RESUMESeorang wanita usia 26 tahun datang ke RSUD Ciawi mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak beberapa minggu terakhir. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien berjalan. Pasien memiliki riwayat kecelakaan motor sekitar 1 tahun lalu yang menyebabkan kaki kanannya nyeri, bengkak dan kemerahan serta kesulitan untuk berjalan karena nyerinya. Pasien berobat ke tukang urut. Hingga beberapa minggu terakhir, pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanannya dan kaki kanan pasien terlihat bengkok sehingga pasien ke RSUD Ciawi untuk berobat.Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah : 120/80 mmHg, pernafasan: 20 x/menit, nadi : 88x/menit, suhu:36.5oC. Pada status lokalis regio cruris dextra, pada pemeriksaan look didapatkan adanya deformitas tanpa adanya oedem, maupun scar. Pada pemeriksaan feel didapatkan adanya nyeri dan deformitas serta pada pemeriksaan move didapatkan adanya nyeri saat pergerakan dan range of movementnya yang normal.

V. DIAGNOSIS KERJAFraktur Malunion Os Cruris Dextra 1/3 medial

VI. PEMERIKSAAN ANJURAN Foto thorax PA Foto cruris D AP/Lateral

VII. TATA LAKSANA Refrakturisasi Rencana ORIF IVFD RL 20 tpm makro Injeksi ketorolac 30mg/8 jam Injeksi Ceftriaxone 1gr/12 jam

VIII. PROGNOSISad vitam: bonamad sanationam:bonamad functionam:bonam

FRAKTURDefinisi FrakturFraktur ialah pecahnya permukaan tulang, baik melewati korteksnya atau bahkan melewati permukaan artikularnya. 1

Klasifikasi Fraktur Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka an fraktur yang terjadi.

DerajatLukaFraktur

I

II

IIILaserasi < 1 cm Kerusakan jaringan tidak berartiRelatif BersihLaserasi > 1 cmTidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsiAda kontaminasiLuka hebat dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan disekitarnyaKontaminasi hebatSederhatna, dislokasi fragmen minimal

Dislokasi fragmen jelas

Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Gambar 12Jenis patah tulangA. Fisura tulang disebabkan oleh cidera tunggal hebat atau cidera terus menerus yang cukup lama, seperti juga ditemukan pada retak stress pada struktur logamB. Patah tulang serong/oblikC. Patah tulang lintang/transversaD. Patah tulang kominutif akibat cidera hebatE. Patah tulang segmental akibat cidera hebatF. Patah tulang kupu kupuG. Green stick Fracture. Periosteum tetap utuhH. Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang pendek atau epifisis tulang pipaI. Patah tulang impaksi ; kadang juga disebut inklavasiJ. Patah tulang impresiK. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplet atau inkomplet (termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simpel, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).

Menurut lokasi patahan di tulang, fraktur dibagi menjadi fraktur epifisis, metafisis dan diafisis.

Gambar 22Klasifikasi fraktur menurut lokasiA. Fraktur diafisisB. Fraktur metafisisC. Fraktur epifisis

Sedangkan dislokasi atau berpindahnya ujung patah tulang disebabkan oleh berbagai kekuatam seperti cedera, tonus atau kontraksi otot, dan tarikan.

Gambar 32Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter-Harris untuk patah tulang yangmengenai lempeng epifisis distal tibiaI. Epifisis dan cakram epifisis lepas dari metafisis, tetapi periosteumnya masih utuhII. Periosteum robek di satu sisi sehingga epifisis dan cakram epifisis lepas sama sekali dari metafisisIII. Fraktur cakram epifisis yang melalui sendiIV. Terdapat fragmen patahan tulang yang garis patahnya tegak lurus cakram epifisisV. Terdapat kompresi pada sebagian cakram epifisis yang menyebabkan kematian dari sebagian cakram tersebut

Karena pada anak-anak, masih ada lempeng pertumbuhan (lempeng epifisis), dapat terjadi fraktur pada lempeng epifisis yang oleh salter-harris dibagi menjadi lima tipe. Pada tipe I, terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya patah tulang. Sel sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terjadi akibat adanya gaya dorong (shearing force) pada bayi baru lahir atau anak anak kecil. Fraktur ini cukup diatasi dengan reduksi tertutup karena masih ada perlekatan periosteum yang intak. Prognosis biasanya baik bila direposisi cepat.Fraktur epifisis tipe II merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Pada tipe ini, garis fraktur berjalan di sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis sehingga membentuk suatu fragmen metafisis seperti segitiga yang disebut tanda Thurston-Holland. Sel sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat. Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya adalah trauma bergaya potong dan bengkok pada anak anak yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi tetap utuh pada daerah konkaf. Reposisi secepatnya tidak begitu sulit dilakukan. Bila reposisi terlambat, harus dilakukan pembedahan. Prognosis fraktur epifisis tipe II baik, kecuali jika terjadi kerusakan pembuluh darah.Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur berjalan dari permukaan sendi menerobos lempeng epifisis lalu memotong sepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur intraartrikuler ini biasanya ditemukan pada epifisis os tibia bagian disatal. Karena intra-artrikuler, fraktur ini harus direduksi secara akurat. Sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan pin.Fraktur lempeng epifisis tipe IV juga merupakan fraktur intra-artrikuler yang garis frakturnya menerobos permukaan sendi ke epifisis, ke lapisan lempeng epifisis, hingga ke sebagian metafisis. Contoh tersering fraktur jenis ini adalah fraktur kondilus lateralis humeri pada anak anak. Pengobatannya ialah reduksi terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosisnya jelek bila reduksi tidak dilakukan dengan baik.Fraktur lempeng epifisis tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan ke lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan, yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis fraktur jenis ini sulit karena secara radiologik tidak tampak kelainan. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.Karena anak anak masih mengalami pertumbuhan, penyembuhan fraktur pada anak masih memungkinkan terjadinya remodeling yang dapat memperbaiki angulasi dan diskrepansi, tetapi tidak ada perbaikan deformitas rotasi. Pada anak dapat terjadi fraktur inkomplet yang menimbulkan pembengkokan disebut greenstick fracture.2

Penyembuhan fraktur Tulang adalah jaringan yang unik karena sembuh dengan pembentukan tulang yang normal, tanpa bekas luka. Bahkan, itu dianggap nonunion ketika tulang sembuh dengan respon fibroblastik bukan oleh pembentukan tulang. Apapun bagian dari kerangka itu berasal dari, tulang memiliki struktur fibroid baik. Hal ini berlaku untuk tulang kortikal dan cancellous dari diaphysis, epiphysis, atau metafisis. Tulang akan, oleh karena itu, sembuh dengan mekanisme yang sama di mana pun tulang tersebut patah. Penyembuhan fraktur dapat dibagi menjadi penyembuhan primer dan sekunder. Dalam penyembuhan primer, korteks berusaha sendiri untuk membentuk kembali tanpa pembentukan kalus (penyembuhan osteonal atau haversian). Hal ini terjadi ketika fraktur tersebut secara anatomis berkurang, suplai darah yang tersedia, dan kekauan fraktur distabilkan dengan fiksasi internal. Penyembuhan fraktur secara sekunder merupakan hasil dari pembentukan kalus dan melibatkan partisipasi periosteum dan jaringan lunak eksternal. Respon penyembuhan fraktur ini ditingkatkan oleh gerakan dan dihambat oleh fiksasi kaku. Penyembuhan fraktur dapat dibagi, berdasarkan peristiwa biologis yang terjadi, ke dalam empat tahapan sebagai berikut :1. Pembentukan hematoma (peradangan) dan angiogenesisPada awalnya, terdapat proses inflamasi yang ditandai dengan akumulasi sel sel mesenkim di sekitar lokasi fraktur. Hematoma yang terbentuk ialah sumber dari growth factors . Transformasi growth factor beta (TGF-) dan platelet derived-growth Factor (PDGF) dilepaskan oleh trombosit pada lokasi fraktur. TGF- mendinduksi sel sel mesenkim dan osteoblas untuk memproduksi kolagen tipe II dan proteoglycans. PDGF merekut sel sel inflamasi pada lokasi fraktur. Bone morphogenetic protein (BMPs) merupakan mediator yang mendinduksi metaplasia dari sel mesenkim menjadi osteoblas. IL-1 (interleukin-1) dan IL-6 merekut sel inflamasi ke lokasi fraktur. Pada fraktur dimana periosteum masih utuh, sel sel ini mungkin berasal dari kambium. Dalam fraktur dengan energi yang lebih besar dimana periosteum telah terganggu, munculnya sel berbentuk gelondongan yang mampu berdiferensiasi menjadi sel osteogenik telah ditemukan bertepatan dengan munculnya tunas kapiler. Sel ini mungkin berasal dari pericytes yang ditemukan disekitar kapiler, arteriol, venule.Sel sel ini menyelubung fraktur dan berdiferensiasi menjadi kondrosit atau osteoblas. Tekanan oksigen yang rendah, pH rendah dan pergerakan mendukung diferensiasi menjadi kondrosit. Tekanan oksigen yang tinggi, pH tinggi, dan stabilitas merupakan predisposisi menjadi osteoblast. Bone morphogenetic proteins (BMPs) dan sitokin (IL-1, IL-6) hadir selama pembentukan tulang eawan. Kalus awal ini bertindak sebagai bidai internal terhadap pembengkokan dan deformitas rotasi dan terhadap pergerseran dan deformitas aksial. Oleh karena ini, distribusi kalus ini sangat penting, distribusi perifer menambah kekakuannya. Secara klinis, fraktur menjadi lengket walaupun beberapa gerakan masih dapat terdeteksi, fraktur menjadi stabil. 2. Pembentukan kartilago dan kalsifikasiBukti radiologis dari pembentukan mineral merupakan tanda awal fase ini. Kartilago dalam kalus digantikan oleh anyaman tulang dengan proses analog dengan osifikasi endochondral yang terlihat di fetus. Mekanisme mineralisasi masihkurang dipahami namun diduga melibatkan transport aktif dari mineral dan pengendapannya dari cairan solusi jenuh. Mineralisasi menyebabkan kondrosit berdegenerasi dan mati. Tunas kapiler kemudian menyerang tulang rawan mineral tersebut, membawa osteoblas, yang menyerap bagian tulang rawan yang telah terklasifikasi dan mendeposit tulang fibroid kasar pada residunya. Proliferasi lapisan kambium dari periosteum juga meletakkan tulang baru pada permukaan yang terkena tulang, jika kondisi memungkinkanFase kalus bermineral mengarahkan ke keadaan dimana lokasi fraktur diselimuti massa polimorf dari jaringan bermineral yang terdiri dari tulang rawan terkalsifikasi, anyaman tulang yang terbentuk dari tulang rawan dan anyaman tulang yang terbentuk secara langsung. 3. Penghilangan kartilago dan pembentukan tulangAnyaman tulang kalus bermineral telah diganti oleh tulang pipih yang diatur dalam sistem osteonal untuk memungkinkan tulang melanjutkan fungsi normal. Sebelum tahapan remodeling ini dapat dimulai, perlu mengkonsolidasi daerah yang fraktur. Konsep konsolidasi tidak dapat dijelaskan dengan baik namun termasuk pengisian jarak yang ditinggalkan oleh fase fase sebelumnya diantara ujung tulang (gap-healing bone). Tulang ini memiliki tiga karakteristik utama Terbentuk hanya pada kondisi stabil secara mekanis Memiliki kempuan untuk menggantikan jaringan fibrosa atau otot Terbentuk diantara defect tulangGap-Healing Bone pada dasarnya adalah tulang fibroid kasar dan karena itu, bukan merupakan tulang pipih normal4. RemodelingTahap akhir ini melibatkan penggantian tulang dari anyaman tulang oleh tulang lamelar dalam berbagai bentuk dan pengaturan dan penting untuk memulihkan fungsi yang optimal. Proses ini melibatkan penghilangan tulang secara terkoordinasi dan simultan dari satu sisi dan pengendapan pada sisi lainnya.Dua baris sel, sel osteoklas dan osteoblas, bertanggung jawab untuk proses ini. Osteoklas berasal dari monosit dan sel berinti besar yang menghilangkan tulang. Mereka berada pada permukaan resorpsi tulang. Osteoblas adalah mononuklear dan bertanggung jawab atas pertambahan tulang.

Gambar 44

Epidemiologi Insiden fraktur secara keseluruhan adalah 11,3 dalam 1.000 per tahun. Insiden fraktur pada laki-laki adalah 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan pada perempuan 10,65 dalam 1.000 per tahun. Insiden di beberapa belahan dunia akan berbeda. Hal ini mungkin disebabkan salah satunya karena adanya perbedaan status sosioekonomi dan metodologi yang digunakan di area penelitian.5

Etiologi Fraktur dapat terjadi akibat dari :61. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat itu2. Trauma tidak langsung: bilamana titik benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan3. Proses penyakit: misalnya pada penyakit kanker dan riketsia4. Compresion force: pasien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang5. Muscle (otot): akibat cidera terjadinya regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)

Gejala KlinisSimptoms dari fraktur biasanya meliputi :7,8,9 Bengkak, kemerahan dan Lebam Deformitas Nyeri pada daerah yang cidera yang memburuk ketika digerakkan atau ditekan Hilangnya fungsi pada daerah yang cidera Pada fraktur terbuka, adanya tulang yang keluar dari kulit. Adanya pendarahan.

DiagnosisAnamnesisTulang dapat rusak dengan berbagai cara, termasuk kecelakaan sederhana (yang paling umum), kecelakaan transportasi dengan kecepatan tinggi. Pertanyaan pertanyaan berikut ini harus ditanyakan dan di jawab.4 Apa yang terjadi?Setelah dirawat di rumah sakit, sebagian besar fraktur terlihat sama apapun mekanisme cideranya. Namun, ada perbedaan besar antara fraktur yang disebabkan oleh tergelincir dan patah tulang yang disebabkan oleh tabrakan dengan mobil ; yang pertama melibatkan adanya perpindahan energi yang kecil ke bagian tubuh yang terkena, sementara yang kedua banyak energi yang diserap oleh bagian yang sakit. Jumlah energi yang diserap ke tubuh dalam kecelakaan menentukan tidak hanya cidera tulang tetapi juga kerusakan jaringan lunaknya dan sejauh mana suplai darah terganggu. Oleh karena itu penting untuk mengetahui dari korban dan saksi apa yang terjadi sebenarnya

Bagaimana dapat terjadi? Bagaimana hal itu terjadi juga dapat membantu karena cidera cenderung tidak terjadi secara acak tetapi dalam beberapa macam pola. Misalnya, pejalan kaki ditabrak mobil cenderung untuk menerima cidera kaki dari bumper, cidera panggul dan perut, dan cidera kepala. Mengetahui pola seperti ini dapat membantu pemeriksa untuk memprediksi potensi cidera. Kapan dan dimana hal itu terjadi?Hal ini juga berguna untuk mengetahui dimana dan kapan itu terjadi karena penundaan yang cukup lama antara waktu cidera dengan waktu penanganan dapat membatasi pilihan terapi yang diberikan. Seperti apa pasien sebelum terjadinya kecelakaan?Setelah keadaan cidera telah ditangani, maka riwayat medis lengkap pasien mesti diambil. Hal ini penting untuk mengetahui sebanyak mungkin kondisi medis pasien sebelumnya. Beberapa kondisi medis mungkin terkait dengan cidera. Misalnya, pasien mungkin jatuh karena hipoglikemia. Pada orang tua, patah tulang yang terjadi mungkin sekunder terhadap adanya infark miokard atau karena masalah serebrovaskuler. Banyak pasien dengan fraktur akan membutuhkan obat bius sehingga keadaan sistem kardiovaskular dan respirasi mesti diketahui. Waktu makan dan minum terakhir pasien juga mesti dikonfirmasi sehingga operasi dapat ditunda, jika mungkin, ssampai perut kosong untuk mengurangi resiko muntah. Siapakah dirinya? Sejarah sosial sangat penting. Hal ini dapat diperoleh langsung setelah pengobatan fraktur telah dilakukan atau mungkin diperoleh dari seorang kerabat. Status pasien sebelum cidera mesti diketahui. Dimana mereka tinggal dan dengan siapa? Apakah mereka memiliki tangga untuk naik ke dalam rumah atau flat atau di dalam rumah? Dapatkah pasien yang lebih tua pergi ke kerabatnya setelah tinggal di rumah sakit setelah rehabilitasi?

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ortopedi meliputi inspeksi, palpasi, Range of movement, kekuatan, stabilitas. Pendekatan sistematis meliputi perbandingan kesisi yang tidak terpengaruh dan evaluasi tulang lengkap untuk pasien dengan cidera multipel. Inspeksi ekstremitas untuk adanya memar, bengkak, laserasi, abrasi, deformitas dan asimetris. Palpasi secara sistematis seluruh ekstremitas, untuk menilai kelembutan, krepitasi, dan deformitas dari tulang di bawahnya. Nilai berbagai gerak sendi, berikan tekanan pada sendi dalam keadaan tergantung tidak bergerak untuk menentukan stabilitas. Kaji status vaskuler ekstremitas dengan memeriksa pulsasi, capillary refill, suhu dan warna dan bandingkan dengan sisi yang berlawanan.Evaluasi sensorimotor. Evaluasi kekuatan otot dalam pengaturan cidera tulang belakang akut atau cidera nervus perifer sangat penting, dan pemeriksaan serial sering diperlukan. Pemeriksaan sensorik termasuk sentuhan ringan dalam distribusi dermatom dan saraf perifer. Cidera yang terkait. Cidera parah atau multipel dapat menutupi cidera lainnya. Terutama penting dalam pengaturan ini adalah evaluasi primer yang lengkap dan kemudian survei sekunder. 10

Pemeriksaan Penunjang laboratorium Ketika seorang pasien yang sebelumnya sehat mengalami fraktur tibia yang di tangani secara nonoperative, tidak diperlukan adanya pemeriksaan laboratoriumNamun jika pasien akan ditangani secara pembedahan, perlu untuk diperiksakan Complete Blood Cell Count, Kimia darah, Tipe darah dan Cross match mesti dilakukan, bersama dengan test lainnya dalam protokol rumah sakit.Jika tibia rusak dengan trauma minimal, dokter harus memberikan perhatian khusu terhadap kadar kalsium dan fosfat serum; penyebab metabolik atau endokrin dapat menjelaskan kepadatan tulang yang menurun terkait dengan fraktur studi pencitraanBersama dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, radiografi sangat berharga dalam membuat diagnosis dan menentukan pengobatan. Protokol standar ialah untuk mendapatkan radiografi anteroposterior dan lateral pada kaki yang cidera. Radiografi lutut dan ankle ipsilateral sering diambil karena cidera bersamaan dengan sendi tersebut cukup umum.Jika pencitraan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan pola fraktur atau berhubungan dengan cidera jaringan lunak, dapat dipergunakan CT scan dan MRIBone Scan dapat memberikan bukti dari adanya stress fraktur apabila dari pemeriksaan fisik dan radiografi tidak jelas. Arteriogram dapat dipergunakan jika dicurigai terjadinya cidera pada sistem vaskuler.2,6

Penatalaksanaan Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi),Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar)Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi. Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja. Misalnya dengan menggunakan mitela atau sling.

Gambar 52A. A 1-2 Mitela atau penyangga umum berbagai cidera anggota gerak atas; perhatikan fiksasi sudut di siku dan letak tangan yang tampak dan lebih tinggi daripada sikuB. B 1-3 Letak tinggi tangan dibahu bila cidera tangan C. Penyangga yang digunakan pada patah tulang humerus; siku tergantung bebasD. Cara memasang pembalut plester dan gantungan lengan bawahE. Penyangga yang kurang memuaskan karena terlalu kecil dan terlalu sempit sehingga menimbulkan nyeri dileher dan udem tangan, lebih lebih jika letak tangan salah

Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada patah tulang radius distal.Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips, biasanya pada fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah tulang femur.Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator eksterna.

Gambar 62Fiksator eksterna untuk fraktur terbukaA. (1) Dua pin di proksimal patah tulang, (2) Patah tulang segmental, (3) Dua pin di distal patah tulang, (4) alat penghubungB. Fraktur kominutif terbuka menggunakan fiksator eksterna: (1) tiga pin proksimal patah tulang, (2) patah tulang kominutif, (3) tiga pin distal patah tulang, (4) alat penghubung

Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi. Setelah direposisi, dilakukan pemasangan prostesis pada kolum femur secara operatif.Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara ini disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation, ORIF). Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang semupurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya resiko infeksi tulang. ORIF biasanya dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus, antebrachii.Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan protesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum femur. Kaput femur dibuang secara operatif lalu diganti dengan protesis. Penggunaan protesis dipilih jika fragmen kolum femur tidak dapat disambungkan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.

Gambar 72Protesis kaput femurProtesis dipasang dan difiksasi di dalam rongga sumsum tulang di diafisis menggunakan sejenis semen

Khusus untuk fraktur terbuka, perlu diperhatikan bahaya terjadinya infeksi, baik infeksi umum (bakterremia) maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan (osteomielitis). Pencegahan infeksi harus dilakukan sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu debridement yang adekuat dan pemberian antibiotik profilaksis serta imunisasi tetanus. Untuk fraktur terbuka, secara umum lebih baik dilakukan fiksasi eksterna dibanding fiksasi interna. Penutupan defek akibat kehilangan jaringan lunak dapat ditunda (delayed primary closure) sampai keadaan luka vital aman dan bebas infeksi. Yang paling sederhana adalah penjahitan sederhana, menutup dengan graft kulit setelah mengikis periosteum agar skin graft dapat hidup, hingga menutup luka dengan flap.2

KomplikasiKomplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini, dan komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan komplikasi lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing masing menjadi komplikasi lokal dan umumKomplikasi segera dan setempat merupakan kerusakan yang langsung disebabkan oleh trauma, selain patah tulang atau dislokasi. Trauma kulit dapat berupa kontusio, abrasi, laserasi atau luka tembus. Kulit yang terkontusi walaupun masih kelihatan utuh, mudah sekali mengalami infeksi dan gangguan pendarahan. Hal ini merupakan malapetaka karena dapat menjadi patah tulang terbuka disertai osteomielitis. Perawatan kontusio kulit tidak boleh menimbulkan tekanan atau tegangan. Balutan harus longgar dan pada pemasangan gips harus diberikan bantalan yang pas.

Komplikasi segeraLokal Kulit dan otot : berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll), kontusio, avulsi Vaskular : terputus, kontusio, perdarahan Organ dalam : jantung, paru paru, hepar, limpa (pada fraktur costa), buli buli (pada fraktur pelvis) Neurologis : otak, medula spnialis, kerusakan saraf perifer.Umum Trauma multipel, syok

Komplikasi diniLokal Nekrosis kulit-otot, sindroma kompartemen, trombosis, infeksi sendi, osteomielitisUmum ARDS, emboli paru, tetanus

Komplikasi lamaLokal Tulang : malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis, gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren Sendi : ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma Miositis osifikan Distrofi refleks Kerusakan sarafUmum Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia) Neurosis pascatrauma

Sindroma kompartemen harus segera ditangani dengan pembebasan pembuluh darah dengan reposisi luksasi atau fraktur atau dekompresi kompartemen dengan fasiotomi.Rusaknya pembuluh darah akibat trauma juga harus diatasi, bila perlu dengan operasi.Komplikasi lama meliputi kegagalan pertautan (non-union), salah taut (malunion), terlambat bertaut (delayed union), ankilosis, kontraktur, miosistis osifikans, dan berbagai penyakit akibat tirah baring lama karena gangguan mobilisasi. Perlu diingat dapat juga terjadi gangguan pertumbuhan pada fraktur yang mencederai lempeng epifisis. Patah tulang rekuren dapat terjadi akibat pembebanan terlalu dini. Pada fiksasi interna, pembebanan yang berlebih harus dihindari selama beberapa mingguDapat juga terjadi penulangan otot (miositis osifikans) yang sebenarnya merupakan kalsifikasi hematom yang disertai fibrosis walaupun jarang ditemukan.Penyulit yang berat sekali ilah distrofi refleks simpatik yang biasanya ditemukan pada ekstremitas atas, tetapi juga didapatkan pada tungkai. Proses yang disebut sindrom bahu-tangan atau distrofi simpatik paling sering ditemukan setelah patah tulang radius distal, tetapi juga didapatkan setelah cedera lain di lengan bawah atau pergelangan tandan dengan atau tanpa patah tulang. Tanda khasnya ialah nyeri hebat kontinu, nyeri tekan difus, bengkak, hiperemia, indurasi tangan, dan kekauan mulai dari jari yang akhirnya dapat berkembang menjadi hipotrofi otot , dan kontraktur dengan kekakuan takberpulih (ireversible).2

Fraktur MalunionMalunion merupakan deformitas baik secara fungsi maupun kosmetik yang terjadi setelah penyembuhan fraktur. Deformitas yang terjadi dapat berupa angular, rotational, atau pun pemendekan. Angular malunionFraktur supracondilar dari humerus cukup tidak stabil dan reduksi cukup sulit untuk dipertahankan. Meskipun reduksi yang baik tapi masih tetap dapat gagal, dan tulang sembuh dengan adanya deformitas varus (gunstock deformity, bila berat). Terlepas dari bentuk nya yang tidak normal, namun fungsinya tidak menurun walaupun dengan gunstock deformity yang berat. Gunstock deformity ini dicegah dengan melakukan closed reduction and percutaneus pinning atau dengan open reduction and pinning. Rotational MalunionComplikasi ini dapat terjadi pada fraktur tulang panjang dan sangat susah untuk dikenali dengan radiografi standar. Rotational malunion biasanya terjadi pada fraktur spiral pada metacarpal kedua, ketiga atau keempat. Change in Limb LengthPemendekan ekstremitas merupakan komplikasi yang biasa terjadi dari fraktur tulang panjang, terutama jika fraktur displaced secara signifikan dan comminutif. Hilangnya struktur yang mendukung rangka memungkinkan otot untuk berkontraksi, menyebabkan tulang mengalami overlap dan terjadi pemendekan eksremitas. Pemendekan yang sedang pada ekstremitas atas tidak mempengaruhi fungsinya dan pemendekan ringan pada ekstremitas bawah dapat ditoleransi dengan baik. Apabila terjadi perbedaan lebih dari 1 inchi maka diperlukan terapi pembedahan.1Fraktur Malunion ini dapat menyebabkan terjadinya penyakit sendi degeneratif prematur. Corrective osteotomi mungkin diperlukan untuk memperbaikinya. Ketika berhubungan dengan pemendekan, beberapa tindakan koreksi dan pemanjangan tulang dapat dilakukan setelah corticotomi dan fiksasi eksternal dengan alat ilizarov, dimana memungkinkan untuk melakukan koreksi secara progresif dari deformitas tersebut.3

Daftar Pustaka1. Netter FH. Musculoskeletal System Part III Trauma, Evaluation, and Management. New Jersey. CIBA.2. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyo T, Rudiman R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta. EGC : 20103. Skinner H.B. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics. 4th ed. United State of America. McGraw-Hills. 20064. Cushieri A, Grace P.A, Darzi A, Borly N, Rowley D.I. Clinical Surgery. 2nd ed. United Kingdom, Blackwell Science : 20035. Bucholz R.W, Heckman J.D, Court-Brown C.M. Rockwood & Green's Fractures in Adults. 6th Ed. United State of america. Maryland Composition. 2006 6. Konowalchuck B.K, Tibial Shaft Fracture. Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1249984-overview#a01027. Lloyd W.C. Fracture. Diunduh dari : http://www.healthgrades.com/right-care/osteoporosis/fractures--symptoms8. Ratini M. Understanding Bone Fracture. Diunduh dari : http://www.webmd.com/a-to-z-guides/understanding-fractures-symptoms9. Broken bone: Types of Fractures, symptoms, and prevention. Diunduh dari : http://www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/bone-fractures-types-symptoms-prevention10. Klingensmith M.E, Chen L.E, Glasgow S.C, Goers T.A, Melby S.J . The Washington Manual of Surgery. 5th ed. Missouri, Lippincott Williams & Wilkins : 200811.