formulasi, karakterisasi, dan … biologi tingkat kota bogor (2006), finalis lct kelautan nasional...

109
FORMULASI, KARAKTERISASI, DAN DIVERSIFIKASI RASA MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUNYIT ASAM SERTA KAJIAN TOKSISITAS DAN STABILITASNYA SELAMA PENYIMPANAN RESI SINDHU NUR ZAIN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: ngomien

Post on 25-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FORMULASI, KARAKTERISASI, DAN DIVERSIFIKASI RASA

MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUNYIT ASAM

SERTA KAJIAN TOKSISITAS DAN STABILITASNYA

SELAMA PENYIMPANAN

RESI SINDHU NUR ZAIN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

FORMULATION, CHARACTHERIZATION, AND TASTE DIVERSIFICATION

OF TURMERIC AND THAMARIND BASED FUNCTIONAL DRINK WITH

TOXICITY AND STABILITY ANALYSIS DURING STORAGE

Resi Sindhu Nur Zain and Sedarnawati Yasni

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor

Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone 62 857 18087488, email: [email protected]

ABSTRACT People believe that the mixture of turmeric and tamarind extracts used in jamu drink had a

specific function for human health. This research was purposed to improve sensory characteristic and

antioxidant capacities of turmeric and tamarind based functional drink. This research was done in pre-

research and main research. In pre-research formulation of turmeric and tamarind based functional drink

was done by mix of 5, 10, 15, 20, and 25 % v/v turmeric with 5 % tamarind extract with analysis of

antioxidant, pH, and total phenol components. In main research sensory characteristic diversification

formulation were done by addition of 0.5, 1.0, and 2.0 % v/v cinnamon, nutmeg, and lime extract and

followed by antioxidant capacity and sensory characteristic analysis. The chosen formula was followed by

acute toxicity analysis to decide LD 50 and Arhennius accelerated method to decide stability of the chosen

formula. The pre-research result showed that mixture of 10 % v/v turmeric and 5 % tamarind based

functional drink with addition of 2% v/v lime extract was the chosen formula with 99.594 ppm AAE

antioxidant capacity and 97.451 ppm total phenol components. The main research showed that turmeric

and tamarind based functional drink diversification with addition of 2 % v/v lime extract was the chosen

formula with 103.761 ppm AAE antioxidant capacity and stable in 59 days at room temperature (300C) and

178 days at chiller temperature (50C). Acute toxicity analysis of the chosen formula showed that this chosen

formula had an unclassified zone of LD50 which means the chosen formula had very low acute toxicity

level.

Keywords: turmeric, tamarind, lime, antioxidant, the chosen formula, stability, toxicity

RESI SINDHU NUR ZAIN. F24070057. Formulasi, Karakterisasi, dan Diversifikasi Rasa

Minuman Fungsional Berbasis Kunyit Asam serta Kajian Toksisitas dan Stabilitasnya Selama

Penyimpanan. Di bawah bimbingan Sedarnawati Yasni. 2012

RINGKASAN

Penggunaan campuran kunyit asam sebagai jamu sangat populer di masyarakat Indonesia,

karena diyakini memiliki fungsi spesifik bagi kesehatan, antara lain fungsi analgetika, antiinflamasi,

dan antipiretik. Umumnya jamu, termasuk kunyit asam memiliki rasa yang pahit, bau tidak enak, dan

khasiatnya masih belum teruji secara ilmiah. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk

meningkatkan citarasa minuman fungsional berbasis kunyit asam yang memiliki kapasitas antioksidan

tinggi dengan menambahkan ekstrak kayu manis, jeruk nipis, dan pala serta uji toksisitas dan stabilitas

formula minuman fungsional kunyit asam dengan citarasa terpilih.

Penelitian dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formula kunyit asam yang memiliki kapasitas

antioksidan tinggi melalui pencampuran ekstrak air kunyit pada konsentrasi 5, 10, 15, 20, dan 25%

(v/v) dengan 5% (v/v) ekstrak asam jawa menggunakan metode DPPH. Selain itu dilakukan

pengukuran kadar total fenol, nilai pH dan analisa proksimat minuman fungsional kunyit asam

terpilih. Pada penelitian utama dilakukan diversifikasi citarasa dengan menambahkan 0.5, 1.0, dan 2.0

% v/v ekstrak air kayumanis, pala, dan jeruk nipis guna meningkatkan penerimaan panelis terhadap

citarasa minuman fungsional kunyit asam melalui uji rating dan ranking hedonik. Pada masing-masing

formula citarasa kunyit asam terpilih dilakukan uji pembandingan berpasangan untuk menentukan

penerimaan minuman fungsional kunyit asam dengan citarasa terpilih jika dibandingkan dengan

produk sejenis yang sudah beredar di pasaran. Setelah didapatkan formula citarasa terpilih dilakukan

uji toksisitas akut menggunakan tikus galur Sprague dowley untuk menentukan nilai LD 50 (Lethal

Dose 50%) serta uji stabilitas minuman kunyit asam dengan citarasa terpilih menggunakan metode

akselerasi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa formula minuman fungsional campuran kunyit 10 %

dan asam jawa 5% (v/v) merupakan minuman kunyit asam terpilih yang memiliki kapasitas

antioksidan 99.594 ppm AAE dan kadar total fenol 97.451 ppm. Hasil diversifikasi rasa minuman

fungsional kunyit asam menunjukkan bahwa minuman kunyit asam dengan citarasa jeruk nipis 2 %

merupakan formula terpilih dengan kapasitas antioksidan sebesar 103.761 ppm AAE dan karakteristik

sensori yang disukai. Hasil uji paired preference test menunjukkan bahwa formula kunyit asam

citarasa jeruk nipis secara nyata lebih disukai dibandingkan produk komersial sejenis yang sudah ada

dan aman dikonsumsi yang ditunjukkan nilai LD 50 pada zona unclassified atau tingkat keakutan

toksik sangat rendah. Formula kunyit asam citarasa jeruk nipis 2 % tersebut stabil selama 59 hari pada

suhu ruang (300C) dan 178 hari pada suhu refrigerator (5

0C).

FORMULASI, KARAKTERISASI, DAN DIVERSIFIKASI RASA

MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS KUNYIT ASAM

SERTA KAJIAN TOKSISITAS DAN STABILITASNYA

SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RESI SINDHU NUR ZAIN

F24070057

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Judul Skripsi : Formulasi, Karakterisasi, dan Diversifikasi Rasa Minuman Fungsional Berbasis

Kunyit Asam serta Kajian Toksisitas dan Stabilitasnya Selama Penyimpanan

Nama : Resi Sindhu Nur Zain

NIM : F24070057

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr.)

NIP 19581024 198303 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar)

NIP 19680526 199303 1 004

Tanggal Lulus : 13 Juli 2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi,

Karakterisasi, dan Diversifikasi Rasa Minuman Fungsional Berbasis Kunyit Asam serta Kajian

Toksisitas dan Stabilitasnya Selama Penyimpanan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi.

Bogor, Februari 2013

Yang membuat pernyataaan

Resi Sindhu Nur Zain

F 24070057

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,

fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

viii

BIODATA PENULIS

Resi Sindhu Nur Zain lahir di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1989

dari pasangan Ari Pratomo (Ayah) dan Nina Suharti (Ibu), sebagai putra

pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD

Negeri Gunung Batu 02 Bogor (2001), pendidikan menengah pertama di

SMP Negeri 4 Bogor (2003), dan pendidikan lanjutan atas di SMA Negeri 1

Bogor (2007), serta pendidikan strata 1 di Institut Pertanian Bogor (2012)

dengan Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan serta Minor beragam Supporting

Course.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai

kegiatan kemahasiswaan, antara lain UKM Chess University of Agriculture (2008-2011) dan penulis

juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan, yaitu sebagai staff guide Wisuda FATETA (2008), staff

guide FATETA Night (2009), kepala Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi Masa Perkenalan

Fakultas Teknologi Pertanian “Techno-F” (2009), staff Divisi Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi

Masa Perkenalan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan “Baur” (2009), staff Divisi Publikasi,

Dekorasi, dan Dokumentasi National Student Paper Competition (2009). Beberapa seminar dan

pelatihan yang pernah diikuti penulis adalah Seminar Wirausaha Carreer Development and Alumni

Affair (CDA) IPB tahun 2009, Pelatihan Good Laboratory Practices (GLP) tahun 2009, Food

Processing and Ingredients Factory Training (2011), Hygiene and Sanitation for Food Industry

Factory Training (2011), HACCP Factory Training (2011), ISO Food Safety System Certificate

Factory Training (2012), International Symphosium and Business Meeting of JAMU Brands

Globalisation (2011), dan Thermal Process Factory Training (2012).

Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah Semifinalis Lomba Cepat Tepat (LCT)

Biologi Pesta Sains Nasional (2005), Juara III Biology Pascal‟s Competition (2006), Juara I

Olimpiade Biologi Tingkat Kota Bogor (2006), Finalis LCT Kelautan Nasional Sea World

Departemen Perikanan dan Kelautan RI (2007), Wakil Jawa Barat sekaligus Finalis Olimpiade

Biologi Nasional (2007), Juara II LCT Agribisnis Universitas Juanda (2007). Penulis juga sudah aktif

bekerja sebagai Staff QC Mikrobiologi sejak Juli 2011 dan dipercaya menjadi Kepala Laboratorium

Mikrobiologi sejak November 2011 di PT. Futami Food and Beverages.

Tulisan – tulisan yang pernah penulis hasilkan bersama dengan rekan – rekan di ITP adalah

“Pemanfaatan Ekstrak Buah Delima dalam Pembuatan Minuman Fungsional Kaya Antioksidan”,

“Pemanfaatan Ekstrak Kulit Buah Manggis sebagai Zat Warna sekaligus Sumber Anthosianin dalam

Pembuatan Minuman Fungsional Kaya Antioksidan”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

penelitian yang berjudul “Formulasi, Karakterisasi, dan Diversifikasi Rasa Minuman Fungsional

Berbasis Kunyit Asam serta Kajian Toksisitas dan Stabilitasnya Selama Penyimpanan”.

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya penulis berhasil

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi. Penelitian dengan judul Formulasi, Karakterisasi,

dan Diversifikasi Rasa Minuman Fungsional Berbasis Kunyit Asam Serta Kajian Toksisitas dan

Stabilitasnya Selama Penyimpanan telah dilaksanakan di laboratorium biokimia pangan sejak bulan

Februari sampai Juli 2011. Berbagai pihak telah terlibat dalam pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.

Berkaitan dengan hal tersebut penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih

yang sebesar – besarnya kepada :

1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan materi dalam pelaksanaan

penelitian.

2. Prof. Dr.Ir. Sedarnawati Yasni, M.Agr. sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan

banyak masukan dan saran dalam pelaksanaan penelitian.

3. Dr. Nur Wulandari, S.TP, M.Si dan Siti Nurjannah, S.TP, M.Si selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan terhadap penulisan skripsi.

4. Bapak Wahid, Bapak Adi, Bapak Suganda, Mas Aldi, Mas Eddy, Bapak Yahya, Bapak Sobirin,

Ibu Antin, Mbak Yane, Ibu Rubiyah, Mbak Ani, Ibu Novi, Ibu Sri, dan Bapak Rozak atas saran

yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian.

5. Hilda Utami Anwar, Kenny, Eddy, Ricky, dan teman-teman ITP 44 yang telah memberikan

dukungan moril selama penulis melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya namun

penulis tetap berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukannya dan memberikan

kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu dan teknologi pangan.

Bogor, Februari 2013

Resi Sindhu Nur Zain

x

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................. 3

A. KUNYIT ................................................................................................................................ 3

B. MINUMAN KUNYIT ASAM ............................................................................................... 3

C. PALA, KAYUMANIS, DAN JERUK NIPIS ........................................................................ 4

D. ANTIOKSIDAN .................................................................................................................... 5

E. TOKSISITAS ......................................................................................................................... 6

F. PENDUGAAN UMUR SIMPAN .......................................................................................... 7

III. METODE PENELITIAN ......................................................................................................... 10

A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................................................... 10

B. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 10

1. Penelitian Pendahuluan ................................................................................................... 10

2. Penelitian Utama ............................................................................................................. 14

IV. PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 20

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ....................................................................................... 20

1. Pembuatan Larutan Stok Bahan Penyusun Minuman Fungsional Kunyit Asam ............. 20

2. Formulasi Minuman Fungsional Kunyit Asam ............................................................... 22

B. PENELITIAN UTAMA ....................................................................................................... 26

1. Formulasi Citarasa Minuman Fungsional Kunyit Asam ................................................. 26

2. Uji Toksisitas Formula Kunyit Asam Citarasa Jeruk Nipis ............................................ 30

3. Uji Stabilitas Minuman Fungsional Kunyit Asam Citarasa Jeruk Nipis ......................... 37

V. PENUTUP ................................................................................................................................. 48

A. KESIMPULAN ................................................................................................................... 48

B. SARAN ................................................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 49

LAMPIRAN ................................................................................................................................... 53

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pembuatan larutan stok bahan baku ..................................................... 13

Gambar 2. Kurva hubungan total fenol dengan konsentrasi sampel ........................................... 24

Gambar 3. Kurva perubahan kadar glukosa, total kolesterol, dan trigliserida ............................ 34

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Formulasi awal ekstrak minuman kunyit dan asam jawa.......................................... 13

Tabel 2. Diversifikasi citarasa minuman kunyit asam formula terpilih .................................. 14

Tabel 3. Rendemen ekstrak kunyit dengan metode penyeduhan dan perebusan .................... 20

Tabel 4. Evaluasi sensori ekstrak kunyit metode penyeduhan dan perebusan ........................ 20

Tabel 5. Perhitungan rendemen ekstrak larutan stok .............................................................. 21

Tabel 6. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan, total fenol, dan pH formula terpilih ......... 22

Tabel 7. Respon panelis pada uji rating hedonik dan ranking hedonik ................................... 27

Tabel 8. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan pada penambahan ekstrak rempah ............ 28

Tabel 9. Rataan berat badan tikus selama perlakuan .............................................................. 32

Tabel 10. Rata-rata berat organ tikus setelah perlakuan ........................................................... 33

Tabel 11. Hasil analisa sampel darah tikus ............................................................................... 34

Tabel 12. Stabilitas pH selama penyimpanan ........................................................................... 37

Tabel 13. Jumlah mikroba minuman kunyit asam selama penyimpanan (cfu/ml) .................... 38

Tabel 14. Pengukuran nilai L selama penyimpanan ................................................................. 39

Tabel 15. Hasil nilai a selama penyimpanan............................................................................. 39

Tabel 16. Hasil pengukuran nilai b selama penyimpanan......................................................... 40

Tabel 17. Perubahan nilai kesukaan konsumen selama penyimpanan ...................................... 41

Tabel 18. Persamaan reaksi hubungan antara perubahan mutu dan perlakuan penyimpanan

pada Ordo Nol dan Ordo Satu................................................................................... 42

Tabel 19. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 4 titik suhu penyimpanan minuman fungsional kunyit

asam citarasa jeruk nipis ........................................................................................... 43

Tabel 20. Nilai konstanta perubahan dan umur simpan minuman fungsional kunyit asam

citarasa jeruk nipis .................................................................................................... 45

Tabel 21. Nilai k, umur simpan, dan waktu kadaluarsa minuman fungsional kunyit asam

citarasa jeruk nipis pada suhu 50C dan 30

0C ............................................................ 46

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan baku minuman fungsional kunyit asam ................................................................ 53

Lampiran 2. Kurva standar asam askorbat dan asam galat................................................................... 57

Lampiran 3. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik formula citarasa kayumanis ...................... 58

Lampiran 4. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik formula citarasa pala ................................ 61

Lampiran 5. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik formula citarasa jeruk nipis ...................... 64

Lampiran 6. Tabulasi data paired preferences test .............................................................................. 67

Lampiran 7. Hasil percobaan pada tikus betina ................................................................................... 68

Lampiran 8. Hasil percobaan pada tikus jantan ................................................................................... 73

Lampiran 9. Kurva laju reaksi ordo nol terhadap parameter yang diamati .......................................... 77

Lampiran 10. Kurva laju kerusakan ordo satu terhadap parameter yang diamati .................................. 80

Lampiran 11. Grafik plot Arrhenius hubungan nilai k dan (1/T) ordo nol dan ordo satu ...................... 83

Lampiran 12. Metode analisis proksimat minuman kunyit asam formula terpilih……………………...86

Lampiran 13. Hasil uji statistik serum darah tikus ............................................................................... 88

Lampiran 14. Perhitungan pemekatan larutan uji toksisitas akut .......................................................... 92

Lampiran 15. Diagram alir penentuan LD 50 berdasarkan OECD 2001 ................................................ 94

Lampiran 16. Diagram alir penentuan LD 50 minuman kunyit asam formula terpilih ......................... 95

1

I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati terbesar kedua setelah Brazil dengan lebih dari

30.000 spesies tanaman, walaupun baru sekitar 300 spesies tanaman yang terdaftar pada Badan

Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk bahan obat tradisional dan jamu oleh industri obat

tradisional (Depkes RI 2007). Pemanfaatan rempah-rempah dalam ramuan tradisional didasarkan pada

kandungan senyawa fitokimia yang diyakini memiliki sifat fungsional bagi tubuh, diantaranya

senyawa antioksidan dan komponen fenolik. Industri jamu dan kosmetika dapat berkontribusi

memberikan nilai ekonomi sebesar lima trilyun rupiah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2006

kepada negara (Deptan 2007).

Penggunaan kunyit sebagai tanaman obat sudah popular di Indonesia, karena berbagai fungsinya

pada kesehatan seperti analgetika, antiinflamasi, dan antipiretik (Navarro et al. 2002), walaupun

rasanya pahit. Dalam pembuatan jamu umumnya kunyit dicampur dengan asam jawa dan dikenal

dengan sebutan kunyit asam. Jamu merupakan minuman tradisional khas Indonesia yang disebut juga

obat tradisional. Umumnya jamu memiliki rasa yang pahit, bau tidak enak, dan khasiatnya masih

belum teruji secara ilmiah.

Rimpang kunyit memiliki ciri khas, yaitu berwarna kuning oranye dan akan menjadi kuning

cerah pada pH asam. Kunyit mengandung komponen fenolik yang berperan sebagai antioksidan dan

senyawa anti kanker. Kunyit memiliki indeks aktivitas antioksidan yang cukup tinggi dengan faktor

protektif sebesar 5,27 atau 0,88 kali faktor protektif BHT. Pada umumnya ekstrak pigmen kunyit

terdiri dari berbagai senyawa, dan pigmen kurkumin merupakan pigmen terbanyak (Chattopadhyay et

al. 2004). Kurkumin merupakan molekul dengan kadar polifenol yang rendah namun memiliki

aktivitas biologis yang tinggi, antara lain memiliki potensi sebagai antioksidan (Jayaprakasha et al.

2005 dan Jayaprakasha et al. 2006). Menurut Jovanovic et al. (2001) aktivitas antioksidan kurkumin

disebabkan oleh kemampuan donor atom hidrogen oleh β-diketon untuk menetralkan radikal bebas.

Asam jawa bermanfaat sebagai senyawa antiinflamasi dan antipiretika, karena mengandung

anthocyanin yang mampu menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX) dan mampu menghambat

dilepaskannya prostaglandin (Susilo 2011). Penambahan asam jawa berfungsi mengasamkan pH

minuman, sehingga kurkumin terdegradasi dan berwarna kuning lebih cerah pada pH asam. Rempah-

rempah memiliki senyawa aromatik yang tinggi dan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan

tubuh, seperti kayumanis, pala, dan jeruk nipis, dan penambahan rempah-rempah dapat memperbaiki

karakterisitik citarasa minuman kunyit asam yang tidak disukai.

Dalam proses produksi minuman banyak faktor mutu yang harus diperhatikan, diantaranya

warna, aroma, rasa, terbentuknya endapan, masa simpan, dan teknik pengemasan. Citra jamu yang

memiliki rasa pahit, bau yang tidak enak, dan warna yang tidak menarik dapat diperbaiki karakteristik

sensorinya dan dipertahankan khasiatnya dengan menambahkan kayumanis, pala, dan jeruk nipis.

Selama ini perkembangan kunyit sebagai minuman kesehatan masih terbatas pada kemampuan

antiinflamasi untuk mengatasi nyeri haid pada wanita (Limananti dan Triratnawati 2003). Kandungan

senyawa bioaktif kunyit dan efek sinergisme senyawa bioaktif bahan baku minuman kunyit asam

dengan rempah-rempah lain perlu dikaji melalui suatu penelitian agar diperoleh formula minuman

fungsional yang disukai dan khasiatnya diketahui secara pasti.

Hipotesis dari penelitian ini adalah peningkatan konsentrasi ekstrak kunyit yang digunakan tidak

selalu akan meningkatkan nilai kapasitas antioksidan minuman kunyit asam. Kapasitas antioksidan

dipengaruhi oleh kemampuan sinergisme antara ekstrak kunyit dengan ekstrak asam jawa yang

digunakan. Selain itu, penambahan ekstrak pala, kayu manis, dan jeruk nipis yang juga memiliki

2

sumber antioksidan yang cukup tinggi diharapkan akan mampu meningkatkan kapasitas antioksidan

produk dan sekaligus menutupi rasa, aroma, dan warna dari minuman kunyit asam yang terkesan

seperti jamu dan kurang menarik. Rasa, warna, dan aroma minuman kunyit asam yang dikembangkan

perlu mendapat penanganan khusus selama penyimpanan agar mutu produk dapat dipertahankan dan

tidak mengandung bahaya toksik, serta aman dikonsumsi.

Berkaitan dengan hal tersebut, kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula

terbaik minuman kesehatan berbasis campuran kunyit asam dan diversifikasi rasanya dengan

penambahan kayu manis, pala, dan jeruk nipis agar memiliki kapasitas antioksidan tinggi dengan

karakteristik sensori yang disukai konsumen, aman dikonsumsi, dan stabil selama penyimpanan di

suhu ruang (300C) dan suhu dingin (5

0C).

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kunyit

Tanaman kunyit termasuk ke dalam famili Zingibericeae yang banyak sekali ditemukan di

negara tropis seperti Indonesia. Dalam memilih kunyit, dianjurkan memilih kunyit yang

rimpangnya sudah tua dan bila disimpan lebih lama akan memiliki warna yang lebih baik

daripada rimpang kunyit muda serta memiliki daya tahan yang lebih tinggi. Kunyit mengandung

komponen fenolik yang tinggi dan berperan sebagai antioksidan. Senyawa fenolik pada kurkumin

dapat berperan sebagai senyawa anti kanker. Kunyit memiliki indeks aktivitas antioksidan dengan

faktor protektif sebesar 5,27 atau bernilai 0,88 kali faktor protektif BHT (Chattopadhyay et al.

2004).

Rimpang kunyit mengandung minyak esensial (5.8%) yang diperoleh melalui distilasi uap

dan komponen minyak atsirinya terdiri dari phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol (1%),

borneol (0.5%), zingiberene (25%), sesquiterpenes (53%), dan Curcumin (3–4%). Kurkumin

pada kunyit memiliki berat molekul 368.37 dengan titik lebur 1830

C. Kurkumin memiliki sifat

hidrofobik sehingga tidak dapat larut dalam air dan eter tetapi larut dalam alkohol maupun asam

asetat glasial. Sifat ini dapat diformulasikan agar larut dalam air yaitu dengan membuat kurkumin

menjadi garam kurkuminat seperti natrium kurkuminat, atau dengan menggunakan stabilizer dan

pelarut. Warna pada kurkumin akan bersifat stabil terhadap panas namun cepat berubah menjadi

pucat jika terpapar cahaya dan akan berubah menjadi warna coklat atau merah pada kondisi alkali

atau menjadi kuning muda pada kondisi asam.

Kurkumin merupakan molekul dengan kadar polifenol yang rendah namun memiliki

aktivitas biologi yang tinggi, antara lain memiliki potensi sebagai antioksidan (Jayaprakasha et al.

2005; Jayaprakasha 2006). Jayaprakasha et al. (2005) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan

metoksil pada cincin fenil dan substituen 1,3 diketon memiliki peran yang sangat signifikan

dalam kemampuan kurkumin sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan meningkat dengan

meningkatnya gugus hidroksil pada cincin fenil pada posisi orto dengan gugus metoksi. Menurut

Jovanovic et al. (2001) aktivitas antioksidan kurkumin disebabkan oleh kemampuan donor atom

hidrogen oleh β-diketon untuk menetralkan radikal bebas. Kemanjuran curcuminoid (curcumin)

dari kunyit dalam menghambat respon inflamasi mikrovaskular hepatik dari lipopolisakarida

ditunjukkan melalui penelitian in vivo menggunakan agen antiinflamasi alternatif alami (Lukita-

Atmadja et al. 2002).

B. Minuman Kunyit Asam

Minuman kunyit asam adalah suatu minuman yang diolah dengan bahan utama kunyit dan

asam. Perbandingan konsentrasi yang digunakan pada pembuatan minuman kunyit asam

komersial adalah 10 - 20% ekstrak kunyit dan 3 - 7% ekstrak asam jawa (Limananti dan

Triratnawati, 2003). Secara alamiah kunyit dipercaya memiliki kandungan bahan aktif yang dapat

berfungsi sebagai analgetika, antipiretika, dan antiinflamasi (Navarro et al. 2002). Asam jawa

juga memiliki bahan aktif sebagai antiinflamasi, antipiretika, dan penenang (Susilo 2011).

Khasiat minuman kunyit asam dilaporkan sebagai pengurang rasa nyeri pada dismenorea primer,

4

memiliki efek samping minimal, dan tidak ada bahaya jika dikonsumsi sebagai suatu kebiasaan

(Limananti dan Triratnawati 2003).

Senyawa aktif asam jawa yang bermanfaat sebagai antiinflamasi dan antipiretika adalah

antosianin. Antosianin mampu menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX) sehingga mampu

menghambat pelepasan prostaglandin (Susilo 2011). Penambahan asam memungkinkan kurkumin

terdegradasi menjadi turunannya yang lebih stabil, seperti vanilin, asam ferulat dan kurkumin

dimer. Struktur kimia dan aktivitas antioksidan dari senyawa turunannya berbeda dari kurkumin

(Jovanovic et al. 2001).

Minuman kunyit asam akan mengalami pemudaran warna kuning selama penyimpanan

akibat degradasi pigmen kurkumin. Degradasi kurkumin dapat terjadi karena teknik pengemasan,

distribusi, maupun kondisi dan cara penyimpanan kurang memenuhi persyaratan kondisi.

Menurut Ulfa (2004) minuman kunyit asam yang dikemas dalam kemasan plastik transparan akan

mengalami penurunan stabilitas.

C. Pala, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis

Minyak biji pala dan kembang pala digunakan sebagai penambah citarasa pada produk-

produk berbasis daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak

menyenangkan dari rebusan kubis (Lewis dalam Librianto 2004). Minyak biji pala banyak

digunakan dalam industri obat-obatan sebagai obat sakit perut, diare dan bronchitis. Biji pala

berguna untuk mengurangi flatulensi, meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual.

Selain itu biji pala sangat baik untuk mengobati desentri, maag, menghentikan muntah, mulas,

perut kembung serta obat rematik. Senyawa aromatik biji dan bunga pala, diantaranya myristicin,

elimicin, dan safrole sebesar 2-18%. Konsumsi sebanyak 5 gram bubuk atau minyak pala dapat

mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering

(Samiran 2006).

Menurut Jukic et al. (2006), komponen myristisin dan elimisin mempunyai efek intoksikasi.

Biji pala yang bermutu baik mengandung minimum 25% ekstrak eter tidak mudah menguap,

maksimum 10% serat kasar dan maksimum 5% kadar abu. Pada fuli dipersyaratkan maksimum

0.5% kadar abu tidak larut dalam asam dan kandungan eter tidak mudah menguap berkisar antara

20 – 30% (Lewis dalam Librianto 2004). Menurut Dorman et al. dalam Jukic et al. (2006)

komponen utama minyak biji pala adalah terpen, terpen alkohol dan fenolik eter. Komponen

monoterpen hidrokarbon yang merupakan komponen utama minyak biji pala terdiri atas β-pinene

(23.9%), α-pinene (17.2%), dan limonene (7.5%), sedangkan komponen fenolik eter terutama

adalah myristicin (16.2%), safrole (3.9%) dan metil eugenol (1.8%). Selanjutnya Dorman et al.,

(2004) menyatakan terdapat 25 komponen yang teridentifikasi dalam minyak biji pala (sejumlah

92.1% dari total minyak) yang diperoleh dengan cara penyulingan (hydrodistillation)

menggunakan sebuah alat penyuling minyak. Pada prinsipnya komponen minyak tersebut

teridentifikasi sebagai α-pinen (22.0%) dan β–pinen (21.5%), sabinen (15.4%), myristicin (9.4%),

dan terpinen–4-ol(5.7%). Minyak fuli mengandung lebih banyak myristicin daripada minyak pala.

Kayu manis memiliki aktivitas antioksidan yang setara dengan senyawa BHT (Jayaprakasha

et al. 2006) dan memiliki citarasa khas yang dapat digunakan untuk penambah citarasa atau

menghilangkan bau tidak disukai dari minuman kunyit asam. Selain itu kayu manis (Cinnamonum

sp) dapat menghambat semua jenis strain bakteri sebesar 99.4%, kecuali Salmonella para typhi B

dan dapat menghambat dengan kuat pertumbuhan miselia Aspergillus niger, A. flavus, dan A.

fumigatus selama 14 hari.

5

Jeruk nipis merupakan salah satu dari kerabat jeruk yang tidak cocok sebagai buah meja.

Menurut Kordial (2009), jeruk nipis merupakan salah satu jenis jeruk asam. Jenis jeruk asam lain

adalah jeruk limau, jeruk purut, jeruk peras, dan jeruk lemon. Tumbuhan jeruk nipis memiliki

ukuran yang relatif kecil dengan tinggi hanya mencapai kurang lebih 3.5 meter. Namun pada

umumnya berkisar antara 1.5 sampai dua meter. Batangnya memiliki duri yang tajam dan

bercabang cukup lebat. Daun jeruk nipis berbentuk bulat telur, agak kaku, dan memiliki lekukan

pada bagian tepi daunnya yang berukuran kurang lebih lima sentimeter. Bunganya berwarna putih

dan berbau harum. Buah jeruk nipis berbentuk agak bulat, pada ujungnya terlihat sedikit

menguncup. Buah muda berwarna hijau, semakin tua warnanya semakin memuda dan pada saat

matang umumnya berwarna kuning dengan rasa asam segar (Kordial 2009). Pemanenan jeruk

nipis dilakukan pada saat buah jeruk nipis telah cukup matang. Buah jeruk nipis yang dipanen

umumnya berwarna hijau kekuningan. Pemanenan dapat dilakukan secara periodik sepanjang

tahun. Seperti halnya dengan keluarga jeruk lain, setelah jeruk nipis dipanen, perlu dilakukan

proses pengumpulan, sortasi, pewadahan, penyimpanan dan pengolahan pasca panen.

Jeruk nipis adalah sejenis buah jeruk yang memiliki kandungan air dan vitamin serta

mineral yang cukup tinggi. Kandungan asam sitrat dapat mencapai tujuh persen yang

mengandung minyak atsiri limonin, sehingga jeruk nipis memiliki aroma yang disukai dan kuat

serta rasa yang sangat masam (Kordial 2009). Hal inilah yang menjadi ciri khas jeruk nipis yang

sangat digemari oleh konsumennya. Buah jeruk nipis dapat digunakan sebagai penyedap

masakan, minuman penyegar, bahan pembuat asam sitrat, membersihkan karat logam, atau kulit

yang kotor. Air jeruk nipis juga dapat digunakan sebagai obat tradisional maupun campuran jamu.

Pemanfaatan jeruk nipis dapat dilakukan pada bagian mulai dari sari buah, kulit, maupun

bijinya. Pada beberapa daerah di Indonesia, kulit jeruk nipis telah dimanfaatkan sebagai bahan

sambal dan manisan, sedangkan sari buahnya biasa digunakan sebagai bahan pembuatan sirup

maupun minuman sari jeruk nipis. Biji jeruk nipis belum dimanfaatkan sebagai bahan pangan,

tetapi dapat digunakan sebagai bibit baru untuk memperoleh pohon jeruk nipis.

D. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menahan terjadinya reaksi oksidasi makromolekul

seperti lipid, protein, karbohirat, dan DNA (Cahyadi 2006). Senyawa antioksidan pada

konsentrasi yang lebih rendah daripada substrat atau makromolekul dapat menahan terjadinya

oksidasi pada makromolekul. Untuk melawan kerusakan akibat radikal bebas, manusia dan

makhluk hidup lain memiliki sistem antioksidan yang kompleks dan tangguh. Dalam sistem ini

terdapat berbagai macam komponen antioksidan yang melindungi materi biologis dari kerusakan

oksidatif. Komponen–komponen tersebut beraksi dengan cara menghilangkan dan menginaktifasi

senyawa kimia antara (intermediet) yang menghasilkan radikal bebas. Antioksidan dapat

dihasilkan oleh tubuh manusia maupun berasal dari makanan. Suatu antioksidan dalam

melakukan fungsinya tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai suatu sistem yang saling ketergantungan

dan saling bersinergi.

Kapasitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam

menghambat paparan radikal bebas. Kapasitas antioksidan dapat diartikan sebagai kemampuan

suatu bahan pangan untuk menahan reaksi oksidasi tergantung dari banyaknya komponen

antioksidan dan komponen prooksidan yang dikandungnya. Kapasitas antioksidan bahan pangan

dipengaruhi oleh keberadaan komponen antioksidan, absorpsi dan bioavailabilitas antioksidan,

6

pengolahan serta proses penyimpanan pangan, bahan tambahan pangan dan suplemen zat gizi,

serta struktur kimia bahan tambahan dan suplemen.

Keberadaan komponen antioksidan tentunya sangat mempengaruhi kapasitas antioksidan

karena dengan semakin banyaknya komponen antioksidan akan semakin banyak radikal yang

dapat ditahan oleh komponen antioksidan tersebut dan kemungkinan diserapnya antioksidan

tersebut ke dalam sel tubuh akan semakin tinggi, sehingga reaksi oksidasi seluler pun dapat

dihambat. Absorpsi dan bioavailabilitas antioksidan mempengaruhi kapasitas antioksidan, karena

dengan semakin tinggi absorpsi antioksidan maka bioavailabilitas antioksidan akan semakin

tinggi pula dan ketersediaan antioksidan untuk menghambat reaksi oksidasi semakin banyak,

pada akhirnya meningkatkan kapasitas antioksidan bahan pangan. Proses pengolahan dan

penyimpanan bahan pangan perlu diperhatikan, karena senyawa antioksidan memiliki sensitivitas

terhadap panas, cahaya, paparan oksigen, pH, waktu, gesekan, katalis, benturan serta inhibitor.

Oleh karena itu proses pengolahan dan penyimpanan perlu dilakukan dengan cermat untuk

mengurangi kerusakan sumber antioksidan akibat hal tersebut. Penggunaan antioksidan pangan

sebagai bahan tambahan pangan berpengaruh besar pada status antioksidan dalam saluran

pencernaan. Sebagian dapat diserap dalam saluran pencernaan, dan memiliki efek antioksidan

dalam tubuh (Cahyadi 2006). Antioksidan sintetik dan metabolitnya juga diserap dan memiliki

efek pada beberapa jaringan, diantaranya, kandungan antioksidan dalam pangan telah

berkontribusi dalam menurunkan kejadian kanker lambung selama lebih dari setengah abad.

Pengukuran kapasitas antioksidan secara in vitro dapat dilakukan dengan metode DPPH

(2,2-diphenyl-1-picrylhidrazil atau 1,1-diphenyl-2-pcirylhidrazil). Senyawa DPPH merupakan

suatu radikal stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk suatu senyawa yang stabil

atau atom hidrogen yang berasal dari antioksidan. Larutan DPPH berwarna ungu namun apabila

tereduksi oleh suatu senyawa antioksidan akan mengakibatkan penurunan intensitas warna ungu

(memudar). Semakin besar selisih absorbansi dibandingkan kontrol (tanpa penambahan

antioksidan) menunjukkan semakin tingginya aktivitas antioksidan senyawa uji. Selanjutnya nilai

kapasitas antioksidan yang terukur biasanya dinyatakan dalam bentuk perbandingannya dengan

vitamin C atau asam askorbat dalam bentuk AAE (Ascorbic Acid Equivalent).

Asam askorbat atau vitamin C sebagai antioksidan berperan sebagai agen pengkelat logam,

yaitu memelihara logam transisi dalam bentuk tereduksi karena logam adalah kofaktor dalam

beberapa jalur biokimia terutama reaksi oksidasi (Cahyadi 2006). Askorbat termasuk dalam

bagian mekanisme antioksidan pertahanan karena kemampuannya menangkap radikal peroksil

yang akueus, dan radikal tokoferoksil (radikal tokoferol yang terbentuk).

E. Toksisitas

Pada awal mulanya toksikologi didefinisikan sebagai ilmu tentang racun, namun saat ini

toksikologi diartikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan

zat-zat kimia (racun), tidak hanya sifat zat kimia yang dipelajari tetapi juga pengaruh zat kimia

tersebut di dalam tubuh (Ramadhani 2009). Dalam toksikologi, dilakukan uji toksistas untuk

mendapatkan nilai yang menyebabkan efek toksik. Uji toksisitas merupakan uji keamanan pra-

klinis yang biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah suatu senyawa kimia yang dapat

menyebabkan efek toksik. Uji toksisitas dilakukan terhadap hewan rodent atau hewan non-rodent

(Sjabana 2006). Uji toksisitas terdiri atas tiga kategori, yaitu: toksisitas akut, toksisitas sub-akut,

dan toksisitas kronis.

7

1. Uji Toksisitas Akut

Uji ini dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi

dalam masa pemejanan dengan waktu yang singkat atau pemberiannya dengan takaran

tertentu. Uji ini dilakukan dengan cara pemberian konsentrasi tunggal senyawa uji pada

hewan uji. Takaran konsentrasi yang dianjurkan paling tidak empat peringkat konsentrasi,

berkisar dari konsentrasi terndah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji

sampai dengan konsentrasi tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh

hewan uji. Biasanya pengamatan dilakukan selama 24 jam, kecuali pada kasus tertentu

selama 7-14 hari.

2. Uji Toksisitas Subkronis atau Subakut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji secara berulang-

ulang terhadap hewan uji selama kurang dari 3 bulan. Uji ini ditujukan untuk

mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, dan takaran konsentrasi.

3. Uji Toksisitas Kronis

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia secara berulang-ulang pada hewan uji

selama lebih dari 3 bulan atau sebagian besar dari hidupnya. Meskipun pada penelitian

digunakan waktu lebih pendek, tetapi tetap lebih lambat dibandingkan Uji Toksisitas Akut

maupun Uji Toksisitas Sub Akut.

F. Pendugaan Umur Simpan

Suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bila kualitas produk secara

umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan

pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah 2001). Oleh karena

itu, dalam menentukan umur simpan suatu produk perlu dilakukan pengukuran terhadap atribut

mutu produk tersebut. Faktor yang mempengaruhi umur simpan dapat dikategorikan menjadi

faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik produk akhir, misalnya

aktivitas air (aw), pH, nilai gizi, penggunaan bahan pengawet dan biokimia alami produk (enzim

dan komponen kimia). Faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi produk selama

pengiriman hingga diterima konsumen. Faktor eksternal diantaranya adalah suhu penyimpanan,

RH penyimpanan, RH proses, RH pengiriman, komposisi udara dalam kemasan dan penanganan

selama di konsumen (Astawan 2007). Sistem penentuan umur simpan membutuhkan waktu yang

lama untuk menentukan batas penyimpanan akhir suatu produk pada kondisi normal. Umur

simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan

menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu Extended Storage Studies

(ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT).

1. Metode ESS (Konvensional)

Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama

karena penetapan kadaluarsa pangan dengan metode ESS (Extended Storage Studies)

dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil

dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya agar tercapai mutu kadaluarsa (Arpah

2001).

8

2. Metode ASLT (Akselerasi)

Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan digunakan metode ASLT

(Accelerated Shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi

penyimpanan diatur diluar kondisi normal agar produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan

umur simpan dapat ditentukan (Arpah dan Syarief 2000). Penggunaan metode akselerasi

harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang

bersangkutan. Umur simpan suatu produk yang dikemas dapat diterapkan dengan metode

ASLT. Salah satu metode ASLT adalah metode Arrhenius.

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu produk pangan.

Dalam menduga kecepatan penurunan mutu produk pangan selama penyimpanan, faktor

suhu dapat diperhitungkan. Pendugaan umur simpan dengan pendekatan model Arrhenius

menggunakan perubahan suhu kondisi penyimpanan produk. Kenaikan suhu dapat

mempercepat berbagai macam kerusakan yang memperpendek umur simpan dari bahan

pangan (Syarief dan Halid 1993).

a. Ordo reaksi nol

Tipe kerusakan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol adalah kerusakan

enzimatis, pencoklatan enzimatis, dan oksidasi. Penurunan mutu orde reaksi nol artinya

penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap

pada suhu konstan dan digambarkan dengan persamaan berikut:

-dA/dT = k ... (persamaan 1)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap

persamaan:

∫ dA = ∫ kdt ... (persamaan 2)

Diperoleh persamaan sebagai berikut:

At-Ao = -kt ... (persamaan 3)

At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A

b. Ordo reaksi satu

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu adalah

ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavor oleh mikroba pada daging, ikan,

unggas, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu protein. Penurunan mutu orde reaksi

satu artinya kecepatan penurunan mutu yang tidak konstan dan digambarkan dengan

persamaan berikut:

-dA/dT = kA . (persamaan 4)

Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap

persamaan:

∫ dA/A = - ∫ kdt (persamaan 5)

At

A0 0

t

At

A0 0

t

9

Selanjutnya diperoleh persamaan sebagai berikut:

ln At - ln Ao = -kt (persamaan 6)

At = jumlah A pada waktu t; A0 = jumlah awal A

10

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah bubuk rimpang kunyit kering cap semar,

asam jawa cap cabe, jeruk nipis, bubuk kayumanis, bubuk pala, gula pasir, dan air yang diperoleh

dari Pasar Anyar Bogor.

Bahan kimia yang digunakan adalah buffer standar pH 4 dan pH 7, glukosa standar 0,2

mg/ml, Natrium bikabonat 5% (b/v), asam galat standar, DPPH, PCA, buffer KH2PO4, Folin

Ciocalteau 50%, CMC, asam askorbat standar, etanol, akuades, dan metanol (pro analisis).

Peralatan yang diperlukan terdiri dari alat-alat gelas, botol gelap bertutup 150mL, pH meter,

neraca analitik, neraca digital, alat vortex, waterbath, sentrifuse, termometer, chromameter

minolta, refrigerator, blender, kain saring, hot plate, stirrer, panci, pengaduk, magnetik stirrer,

spektrometer uv-vis (spectronic 21D, Milton Roy), kuvet, dan inkubator.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian

utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan larutan stok bahan penyusun minuman

fungsional kunyit asam, formulasi minuman fungsional kunyit asam yang kaya antioksidan, dan

analisisformula kunyit asam terpilih. Pada penelitian utama dilakukan diversifikasi citarasa

minuman fungsional kunyit asam terpilih dengan ekstrak air kayu manis, pala dan jeruk nipis

pada tiga taraf konsentrasi yaitu 0.5, 1.0, dan 2.0 % (v/v). Formula terbaik ditentukan berdasarkan

besarnya kapasitas antioksidan, kandungan total fenol, pH, dan uji sensori terhadap parameter

warna, rasa, aroma, dan overall. Selanjutnya pada formula citarasa kunyit asam terpilih dilakukan

uji toksisitas dan kestabilan selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin dengan

metode akselerasi.

1. Penelitian Pendahuluan

a. Pembuatan larutan stok bahan penyusun minuman fungsional kunyit asam

Pembuatan larutan stok bahan penyusun minuman kunyit asam dilakukan dengan

penyeduhan bubuk rimpang kunyit, asam jawa, jeruk nipis, kayumanis, pala, gula,

karboksimetil selulosa, natrium benzoate dalam panci dengan air sebagai media pada

perbandingan tertentu (Gambar 1). Uraian secara rinci dari pembuatan masing-masing

larutan stok dapat disimak sebagai berikut :

(1) Pembuatan larutan stok kunyit

Pembuatan larutan stok ekstrak kunyit dilakukan dengan pelarutan bubuk

kunyit dalam air mendidih dengan perbandingan 1 : 10 dan diaduk selama 5 menit

untuk aktivasi senyawa kurkumin pada kunyit, dilanjutkan dengan proses

penyaringan menggunakan kain sifon empat lapis sampai diperoleh larutan ekstrak

kunyit. Ekstrak kunyit dimasukkan ke dalam botol gelap yang steril, dipasteurisasi

pada suhu 70-750C selama 30 menit, didekantasi selama satu malam dalam

refrigerator, kemudian disaring kembali dengan menggunakan kain sifon empat

11

lapis.Hasil penyaringan selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok

kunyit.

(2) Pembuatan larutan stok asam jawa

Pembuatan larutan stok ekstrak asam jawa dilakukan dengan pelarutan asam

jawa dalam air mendidih dengan perbandingan 1 : 3 dan diaduk selama 5 menit

untuk aktivasi senyawa antioksidan pada asam jawa, dilanjutkan dengan proses

penyaringan menggunakan kain sifon empat lapis sampai diperoleh larutan ekstrak

asam jawa. Ekstrak asam jawa dimasukkan ke dalam botol gelap yang steril,

dipasteurisasi pada suhu 70-750C selama 30 menit, didekantasi selama satu malam

dalam refrigerator, kemudian disaring kembali dengan menggunakan kain sifon

empat lapis. Hasil penyaringan selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebagai

larutan stok asam jawa.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan larutan stok bahan baku

(3) Pembuatan larutan stok pala

Pembuatan larutan stok ekstrak pala dilakukan dengan pelarutan pala dalam

air mendidih dengan perbandingan 1 : 5 dan diaduk selama 5 menit untuk aktivasi

senyawa antioksidan pada pala, dilanjutkan dengan proses penyaringan

menggunakan kain sifon empat lapis sampai diperoleh larutan ekstrak pala. Ekstrak

pala dimasukkan ke dalam botol gelap yang steril, dipasteurisasi pada suhu 70-750C

selama 30 menit, didekantasi selama satu malam dalam refrigerator, kemudian

Bahan baku rempah

Air mendidih

Pencampuran disertai pengadukan selama 5

menit

Pasteurisasi pada suhu 70-750C selama 30 menit

Penyaringan

Dekantasi 1 malam dalam refrigerator

Penyimpanan dalam botol gelap

Larutan stok ekstrak bahan baku

Penyaringan

12

disaring kembali dengan menggunakan kain sifon empat lapis. Hasil penyaringan

selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok pala.

(4) Pembuatan larutan stok kayu manis

Pembuatan larutan stok ekstrak kayu manis dilakukan dengan pelarutan kayu

manis dalam air mendidih dengan perbandingan 1 : 10 dan diaduk selama 5 menit

untuk aktivasi senyawa antioksidan pada kayu manis, dilanjutkan dengan proses

penyaringan menggunakan kain sifon empat lapis sampai diperoleh larutan ekstrak

kayu manis. Ekstrak kayu manis dimasukkan ke dalam botol gelap yang steril,

dipasteurisasi pada suhu 70-750C selama 30 menit, didekantasi selama satu malam

dalam refrigerator, kemudian disaring kembali dengan menggunakan kain sifon

empat lapis. Hasil penyaringan selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebagai

larutan stok kayu manis.

(5) Pembuatan larutan stok jeruk nipis

Pembuatan larutan stok ekstrak jeruk nipis dilakukan dengan pelarutan jeruk

nipis dalam air mendidih dengan perbandingan 1 : 1 dan diaduk selama 5 menit

untuk aktivasi senyawa antioksidan pada jeruk nipis, dilanjutkan dengan proses

penyaringan menggunakan kain sifon empat lapis sampai diperoleh larutan ekstrak

jeruk nipis. Ekstrak jeruk nipis dimasukkan ke dalam botol gelap yang steril,

dipasteurisasi pada suhu 70-750C selama 30 menit, didekantasi selama satu malam

dalam refrigerator, kemudian disaring kembali dengan menggunakan kain sifon

empat lapis. Hasil penyaringan selanjutnya disimpan dalam refrigerator sebagai

larutan stok jeruk nipis.

(6) Pembuatan larutan stok gula

Dalam proses pembuatan larutan stok, gula ditambahkan dengan air panas

70-800C dengan perbandingan 1:2 untuk selanjutnya dipanaskan sambil diaduk

sampai mendidih selama 5 menit. Setelah itu gula disaring dengan kain sifon kering

satu lapis, dan didapat larutan gula dengan TPT 69 – 720 brix. Larutan gula tersebut

kemudian ditempatkan dalam botol gelap steril bertutup dan dipasteurisasi dengan

uap 70-750 C selama 30 menit kemudian disimpan di refrigerator sampai akan

digunakan.

b. Formulasi minuman fungsional kunyit asam

Formulasi tahap awal yaitu penentuan padanan antara kunyit dan asam jawa untuk

membentuk formula terbaik dimana akan menghasilkan kapasitas antioksidan paling

tinggi dengan metode DPPH dan penentuan kadar fenol. Pengujian ini dilakukan

terhadap semua formula yang tertera pada Tabel 1. Pada Tabel 1, formula disusun

dengan kandungan ekstrak asam jawa 5% dan gula 20% untuk semua formula uji, tetapi

kandungan ekstrak kunyit bervariasi dari 5% sampai 25% (v/v).

13

Tabel 1. Formulasi awal ekstrak minuman kunyit asam

(1) Pengukuran pH formula minuman kunyit asam

Pengukuran nilai pH dilakukan terhadap formula terpilih dengan

menggunakan pH meter yang sebelumnya telah distandardisasi dengan buffer pH

standar.

(2) Pengukuran kapasitas antioksidan metode reduksi DPPH (Leong dan Shui

2002)

Pengukuran kapasitas antioksidan diawali dengan pengenceran sampel

sebanyak 10, 15, 20, dan 25 kali dengan akuades. Selanjutnya diambil sebanyak 1

ml sampel yang telah diencerkan dan ditambahkan 7 ml metanol. Selain itu dibuat

larutan blanko yaitu 8 ml metanol. Pada masing – masing larutan sampel dan

blanko ditambahkan 2 ml larutan DPPH lalu divortex. Larutan didiamkan selama 30

menit dalam suhu ruang untuk membiarkan terjadinya reaksi antara antioksidan

sampel dengan DPPH, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang

517 nm. Nilai kapasitas antioksidan dinyatakan dalam rumusan berikut:

Kapasitas antioksidan (%) = [ A blanko-A sampel] x 100% / A blanko

(3) Pengukuran total fenol (Shetty et al. 1995)

Sebanyak 0.1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 5 ml etanol 95% kemudian di vortex dalam tabung tertutup. Tabung

berisi campuran tersebut disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Supernatan

sampel maupun larutan standar diambil sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang bersih. Larutan supernatan ditambahkan 0.5 etanol 95%, 2.5 ml

akuades, dan 2.5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan selama 5

menit lalu ditambahkan 0.5 ml Na2CO3 5% dan divortex, disimpan di ruang gelap

selama 1 jam dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang 725 nm untuk kemudian diplotkan nilai absorbansi yang terukur

pada kurva standar asam galat yang dibuat dalam konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan

250 ppm untuk mendapatkan kadar total fenol sampel.

(4) Penentuan formula kunyit asam terpilih

Formula minuman kunyit asam terpilih didasarkan pada tingkat kapasitas

antioksidan yang tinggi, evaluasi sensori yang disukai, dan nilai pH yang rendah

kemudian disesuaikan dengan kadar total fenol formula kunyit asam terpilih.

Formula Larutan Ekstrak (%v/v)

Kunyit Asam jawa Gula Air

1 5 5 20 70

2 10 5 20 65

3 15 5 20 60

4 20 5 20 55

5 25 5 20 50

14

(5) Analisis proximat produk akhir

Pada formula minuman fungsional kunyit asam terpilih dilakukan analisis

proksimat dengan metode pada Lampiran 12.

2. Penelitian Utama

a. Formulasi citarasa minuman fungsional kunyit asam

Pada tahapan ini formula kunyit asam terpilih diformulasikan kembali dengan

ekstrak kayu manis, pala, dan jeruk nipis untuk memperbaiki cita rasa produk, dan

penetapan formula cita rasa terpilih dilakukan melalui evaluasi sensori, analisa mutu

kimia, fisik, dan mikrobiologi.

(1) Penentuan formula citarasa minuman fungsional kunyit asam

Penentuan formula citarasa dilakukan dengan menambahkan ekstrak air

kayumanis, jeruk nipis, dan pala ke dalam formula kunyit asam terpilih pada

konsentrasi 0.5, 1, dan 2 %. Selanjutnya ke dalam masing-masing

formuladitambahkan larutan gula 20%, CMC 1% sebanyak 10%, dan penambahan

air sampai volume mencapai 100% (v/v). Dengan demikian terdapat sembilan

formula citarasa kunyit asam. Untuk menentukan formula citarasa terpilih dilakukan

evaluasi sensori yang meliputi uji ranking hedonik, uji rating hedonik, dan uji

pembandingan berpasangan. Rincian formulasi citarasa kunyit asam tertera pada

Tabel 2.

Tabel 2. Diversifikasi citarasa minuman kunyit asam formula terpilih

Formula Larutan Ekstak (%v/v)

Kunyit Asam jawa Kayu manis Pala Jeruk nipis Gula CMC 1%

A X 5 0.5 - - 20 10

B X 5 1 - - 20 10

C X 5 2 - - 20 10

D X 5 - 0.5 - 20 10

E X 5 - 1 - 20 10

F X 5 - 2 - 20 10

G X 5 - - 0.5 20 10

H X 5 - - 1 20 10

I X 5 - - 2 20 10

Ket : Nilai X pada konsentrasi kunyit merupakan nilai konsentrasi larutan ekstrak kunyit terpilih dari

formulasi awal minuman kunyit asam

(2) Evaluasi sensori formula citarasa minuman fungsional kunyit asam

Evaluasi sensori formula citarasa minuman fungsional kunyit asam

dilakukan melalui uji rating hedonik terhadap atribut warna, rasa, aroma, dan

parameter overall minuman dengan skala 1-7. Skala 1 menunjukkan persepsi dan

skala 7 sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasi dengan analisis ANOVA dan uji

lanjut Duncan. Selain itu dilakukan uji rangking hedonik dengan cara panelis

diminta untuk mengurutkan formulasi menjadi perangkingan berurut dari satu

15

sampai lima berdasarkan tingkat kesukaan panelis yang berjumlah 70 orang panelis

tidak terlatih dengan usia 19 sampai 22 tahun. Penentuan formula terbaik dilakukan

dengan tiga tahap pengujian. Setiap pengujian dilakukan dengan mengelompokkan

formula berdasarkan kesamaan ekstrak rempah yang ditambahkan dan memilih satu

formula terbaik dari setiap kelompok uji. Formula terbaik dari setiap kelompok uji

selanjutnya dibandingkan satu sama lain untuk mendapatkan formula terpilih.

(a) Uji rating hedonik (Adawiyah dan Waysima 2009)

Uji rating hedonik merupakan bagian dari evaluasi sensori yang

dilakukan dengan cara meminta panelis menilai sampel sesuai skala yang

diberikan tanpa mengurutkannya berdasarkan kesukaan panelis. Uji rating

hedonik dilakukan terhadap 70 orang panelis tidak terlatih dari beragam usia.

Analisis data dilakukan dengan metode analysis of variance (ANOVA)

menggunakan taraf signifikansi 5% yang dilanjutkan dengan uji Duncan untuk

melihat perbedaan atau pengaruh nyata dari hasil uji. Uji rating hedonik ini

dimaksudkan untuk menentukan formula yang disukai panelis terhadap masing-

masing atribut citarasa yang dipersiapkan.

(b) Uji ranking hedonik (Adawiyah dan Waysima 2009)

Uji ranking hedonik merupakan uji sensori dimana panelis diminta

mengurutkan sampel menurut kesukaan panelis sesuai dengan skala yang

diberikan. Uji ranking hedonik dilakukan terhadap 70 orang panelis tidak

terlatih dari beragam usia. Analisis data dilakukan dengan metode analysis of

variance (ANOVA) menggunakan taraf signifikansi 5% yang dilanjutkan

dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan atau pengaruh nyata dari hasil uji.

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkatan atau urutan kesukaan panelis

terhadap masing-masing citarasa yang disukai.

(3) Kapasitas antioksidan formula citarasa minuman fungsional kunyit asam

Pada tahapan ini dilakukan kembali pengukuran kapasitas antioksidan

metode reduksi DPPH untuk melihat efektivitas sinergisme antara minuman formula

kunyit asam dengan penambahan citarasa kayumanis, pala dan jeruk nipis.

Pengukuran kapasitas antioksidan diawali dengan melakukan pengenceran sebanyak

10, 15, 20, dan 25 kali dengan akuades. Sampel yang telah diencerkan diambil

sebanyak 1 ml lalu ditambahkan 7 ml metanol. Sebagai blanko digunakan larutan 8

ml metanol. Pada masing – masing tabung sampel dan blanko ditambahkan 2 ml

larutan DPPH kemudian divortex. Selanjutnya larutan didiamkan selama 30 menit

dalam suhu ruang untuk membiarkan reaksi antara antioksidan sampel dengan

DPPH untuk kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri pada

panjang gelombang 517 nm. Nilai kapasitas antioksidan dihitung dengan rumus

berikut:

Kapasitas antioksidan (%) = [ A blanko-A sampel] x 100% / A blanko

16

(4) Uji pembandingan berpasangan minuman fungsional kunyit asam citarasa

terpilih dengan minuman kunyit asam komersial (Adawiyah dan Waysima

2009)

Uji pembandingan berpasangan dilakukan terhadap formula cita rasa

terpilih dengan produk “K” yang sudah terkenal sebagai produk minuman kunyit

asam komersial. Uji pembandingan berpasangan dilakukan terhadap 70 orang

panelis tidak terlatih dari segala tingkatan usia dengan taraf signifikansi 5 %. Uji

pembandingan berpasangan bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan

minuman kunyit asam citarasa terpilih oleh konsumen serta kemampuan daya saing

terhadap minuman sejenis agar hasil penelitian ini diharapkan mampu

dikembangkan sebagai industri minuman kesehatan.

b. Uji toksisitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih (OECD 2001)

Uji toksisitas akut dilakukan terhadap tikus Sprague dawley yang diberi

perlakuan minuman formula terpilih secara oral dengan dosis 1g/kg BB, 2g/kg BB, dan

5g/kgBB pada masing-masing 5 ekor tikus jantan dan 5 ekor tikus betina untuk setiap

parameternya. Sebagai kelompok kontrol, masing-masing 5 ekor tikus betina dan 5 ekor

tikus jantan diberi perlakuan akuades. Metode toksisitas akut dipilih sebagai metode

yang digunakan untuk mengetahui nilai LD 50 formula terpilih selama masa perlakuan

oral. Selama masa perlakuan tikus ditimbang dan diamati gejala toksisitas visualnya

pada beberapa organ. Setelah satu minggu masa perlakuan berat badan, tikus ditimbang

kemudian dilakukan terminasi oleh tenaga ahli. Setelah diterminasi diambil tujuh jenis

organ tikus yaitu jantung, ginjal, hati, paru-paru, limfa, sekum, dan lemak tikus untuk

ditimbang beratnya untuk selanjutnya diamati apakah ada gejala kerusakan pada organ

tikus tersebut. Selain organ, juga dilakukan pengambilan sampel darah langsung dari

jantung tikus untuk dilakukan analisis komposisi lipida darah (glukosa, kolesterol, dan

trigliserida) di Laboratorium Dinas Kesehatan Kotamadya Bogor. Seluruh hasil analisis

di atas diolah sesuai panduan OECD guidelines tahun 2001 untuk menentukan nilai LD

50 toksisitas akut sampel minuman formula terpilih.

(1) Pembuatan larutan uji sesuai dengan tingkatan dosis pengujian

Pembuatan larutan baku formula kunyit asam citarasa terpilih untuk uji

toksisitas akut dibuat dengan cara pemekatan konsentrasi agar dosis yang akan

diujikan dengan cara dosis 1, 2, dan 5 g/kg BB dapat tersedia. Larutan baku formula

terdiri dari ekstrak kunyit, asam jawa, dan rempah terpilih mengikuti perbandingan

konsentrasi formula minuman kunyit asam citarasa terpilih. Berdasarkan konsentrasi

tersebut maka dilakukan pemekatan untuk mencapai nilai dosis yang diinginkan

dengan mempertimbangkan jumlah volume yang diberikan oral melalui hewan uji

maksimal 2 ml.

(2) Pemeliharaan tikus

Tikus galur Sprague dawley jantan dan betina diperoleh dari Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta. Sebelum digunakan pada

penelitian, hewan uji diberi perlakuan aklimasi, pengelompokan, dan pemberian

sampel minuman uji secara oral. Tahap aklimasi merupakan tahapan adaptasi tikus

percobaan sebelum diberikan perlakuan uji. Selama proses aklimasi diberikan pakan

17

ransum standar secara ad libitum. Selama proses aklimasi (satu minggu), dilakukan

penimbangan berat badan awal dan berat badan akhir. Pengelompokan tikus

berdasarkan berat badan yang diatur sedemikian rupa sehingga rataan antar

kelompok tidak berbeda nyata.

(3) Pemberian larutan uji secara oral

Perlakuan pemberian minuman fungsional uji secara oral pada tikus

dilakukan untuk memastikan pengaruh konsumsi minuman fungsional terhadap

dosis yang telah ditetapkan. Perlakuan ini diberikan kepada empat kelompok

perlakuan di mana setiap kelompok perlakuan tikus yang masing-masing terdiri dari

5 ekor tikus jantan dan 5 ekor tikus betina dan diberi perlakuan secara terpisah

selama satu minggu. Selama perlakuan, tikus diberi ransum standard dan air minum

secara ad libitum, serta pertambahan berat badan dan jumlah ransum yang

dikonsumsi dicatat. Selanjutnya tikus uji diterminasi dan dibedah untuk diamati

gejala toksisitasnya pada beberapa organ, yaitu jantung, ginjal, hati, limfa, paru-

paru, sekum, dan kelenjar lemak badan dan darah tikus. Proses terminasi dilakukan

dengan penarikan tulang belakang tikus hingga pingsan. Setelah proses terminasi,

organ tubuh ditimbang dan sampel darah tikus disentrifuse sampai didapatkan

serum, dan dilakukan analisa komposisi lipida. Nilai LD 50 dari minuman

fungsional kunyit asam citarasa terpilih mengikuti pedoman OECD 2001.

(4) Pengamatan gejala toksisitas secara visual selama proses penyondehan

Perlakuan pemberian larutan uji secara oral dilakukan satu kali sehari

untuk menyamakan tingkat stress yang dialami oleh semua tikus, dan dilakukan

selalu pada waktu yang sama kemudian diamati gejala toksik yang ditimbulkan

selama 30 menit pertama setelah perlakuan. Gejala toksik yang diamati berupa

gejala kelainan pada mata, saliva, nafsu makan, pola tidur, tingkah laku, kerontokan

bulu, tingkat diare, dan tingkat kematian tikus uji.

c. Uji stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

Penentuan stabilitas formula minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

dilakukan dengan metode akselerasi pada suhu 50, 30

0, 45

0, dan 55

0C. Sebelum

dilakukan pengujian stabilitas pada beberapa suhu penyimpanan dilakukan proses

pembotolan. Selanjutnya selama penyimpanan dilakukan pengamatan terhadap

parameter berikut : pH, total mikroba (TPC), dan evaluasi sensori terhadap atribut rasa,

warna, aroma, dan overall. Di samping itu dilakukan pula pengukuran warna

menggunakan chromameter. Secara rinci, rangkaian kegiatan uji stabilitas formula

minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Proses pembotolan

Pada uji stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih,

produk dikemas dalam botol kaca gelap berukuran 150 ml. Proses pengemasan

produk dilakukan dengan proses pasteurisasi dengan memasukkan produk pada

kondisi panas ke dalam botol kaca gelap steril. Produk yang telah dimasukkan ke

dalam botol direbus kembali dalam air mendidih sampai suhu di dalam produk

mencapai 700C dan dibiarkan selama 30 menit atau sampai terjadi peningkatan

18

volume produk yang telah dikemas, kemudian botol ditutup, dan diberi heat shock

dengan pendinginan melalui media air.

(2) Proses penyimpanan

Proses penyimpanan produk dilakukan untuk mengetahui stabilitas

minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih dalam empat suhu penyimpanan

yaitu 50, 30

0, 45

0, dan 55

0 C. Proses penyimpanan dilakukan secara terkontrol

dengan interval pengamatan setiap satu minggu. Proses penyimpanan dilakukan

dengan metode akselerasi selama satu bulan. Data-data pengamatan selama

penyimpanan diolah dengan menggunakan persamaan Arhennius ordo ke-nol dan

ke-satu untuk mengetahui stabilitas setiap parameter yang diuji. Parameter yang

diuji meliputi: pH, total mikroba, derajat warna, dan evaluasi sensori produk.

(a) Pengukuran pH minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih selama

penyimpanan

Pengukuran nilai pH dilakukan terhadap formula terpilih dengan

menggunakan pH meter yang sebelumnya telah distandardisasi dengan buffer

pH standar. Pengukuran pH dilakukan setiap satu minggu pada keempat

parameter suhu penyimpanan.

(b) Pengamatan mikrobiologi minuman fungsional kunyit asam citarasa

terpilih selama penyimpanan

Pengamatan mikrobiologi dilakukan dengan cara melakukan analisis

Total Plate Count (TPC) pada pengenceran 100, 10

1, dan 10

2 yang dilakukan

secara duplo dengan dua kali ulangan perlakuan setiap minggu pada keempat

parameter suhu penyimpanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

pertumbuhan mikroba kontaminan selama proses penyimpanan.

(c) Pengukuran derajat warna minuman fungsional kunyit asam citarasa

terpilih selama penyimpanan

Warna sampel dianalisis menggunakan Chromameter Minolta yang telah

distandardisasi dengan white plate sebanyak tiga ulangan untuk memperoleh

nilai kecerahan, kemerahan, dan nilai kekuningan sampel uji. Pengukuran

parameter warna dilakukan setiap minggu terhadap empat suhu penyimpanan

yang berbeda.

(d) Evaluasi sensori minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih selama

penyimpanan

Evaluasi sensori minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

dilakukan berdasarkan uji rating hedonik untuk melihat perubahan nilai

kesukaan panelis terhadap minuman fungsional formula terpilih pada keempat

kondisi suhu penyimpanan selama satu bulan dengan interval waktu satu

minggu. Evaluasi sensori dilakukan terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan

overall produk minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih.

19

(3) Penentuan stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

berdasarkan parameter pengamatan

Penentuan stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

dilakukan terhadap hasil pengamatan parameter pH, total mikroba, warna, dan

evaluasi sensori pada suhu penyimpanan yaitu 50, 30

0, 45

0, dan 55

0C. Penentuan

stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih ditentukan dengan

menggunakan metode akselerasi berdasarkan persamaan Arhennius pada ordo reaksi

nol dan ordo reaksi satu. Setelah didapatkan nilai stabilitas dari setiap parameter

pada ordo nol dan ordo satu, ditarik garis lurus yang mewakili nilai stabilitas ordo

terpilih dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dari setiap parameter uji,

maka dapat dinyatakan sebagai nilai stabilitas produk. Nilai stabilitas produk

selanjutnya dikonversi menjadi umur simpan produk dengan melihat nilai stabilitas

pada suhu 50C dan 30

0C. Pemilihan kedua suhu di atas dilakukan dengan asumsi

selama distribusi dan penyimpanan minuman kunyit asam formula citarasa terpilih

akan disimpan di lemari es dan suhu ruang.

20

IV. PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

1. Pembuatan Larutan Stok Bahan Penyusun Minuman Fungsional Kunyit

Asam

Metode ekstraksi kunyit yang digunakan adalah maserasi dengan cara pencampuran

yang berbeda, yaitu: (1) pencampuran sampel dengan air mendidih (penyeduhan) dan

dilakukan pengadukan selama lima menit; dan (2) perebusan sampel dalam air sampai

mendidih dan dibiarkan lima menit sambil diaduk. Pemilihan kedua metode ini dilakukan

mengikuti metode pembuatan jamu secara tradisional yang biasa dilakukan oleh pedagang

jamu gendong di Indonesia. Proses pengadukan dilakukan untuk meningkatkan kelarutan agar

diperoleh ekstrak jamu yang larut sempurna. Pada masing - masing cara digunakan sampel

sebanyak 25 gram dengan penambahan 225 ml air, dan dilakukan perhitungan rendemen

(Tabel 3).

Tabel 3. Rendemen ekstrak kunyit dengan metode penyeduhan dan perebusan

Metode Sampel (g) Air (ml) Ekstrak (g) Rendemen (%)

Penyeduhan 25.0511 225 170 67.99

Perebusan 25.0137 225 95 38.00

Rendemen tertinggi diperoleh dari cara ekstraksi dengan penyeduhan, tetapi penentuan

cara ekstraksi terpilih memperhatikan parameter lain, yaitu: (a) kelarutan sampel yang

berimplikasi pada kekentalan dan adanya perbedaan fasa ; dan (b) evaluasi sensori.

Tabel 4. Evaluasi sensori ekstrak kunyit metode penyeduhan dan perebusan

No Parameter Penyeduhan Perebusan

1. Aroma Kunyit segar Tidak segar

2. Warna Kuning cerah Kuning kecoklatan

3. Rasa Pahit Pahit

4. Kekentalan Encer Kental

Berdasarkan data pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa metode penyeduhan

menghasilkan rendemen lebih besar (67.99 %) dibandingkan dengan metode perebusan

(38%). Pada ekstraksi dengan metode penyeduhan tidak terjadi kehilangan air melalui proses

penguapan sehingga rendemen lebih banyak dibanding metode perebusan. Menurut Sembiring

et. al (2006), ekstraksi kurkumin dengan pelarut air akan menghasilkan ekstrak dengan kadar

kurkumin sebesar 0.02% - 1% dengan kandungan minyak atsiri kurang dari 5%. Ekstraksi

kurkumin dengan pelarut alkohol 70% akan menghasilkan ekstrak dengan kadar kurkumin

sebesar 1.34% - 2.88% dan kandungan minyak atsiri sebesar 6.48% (Sembiring et al. 2006).

Selain penggunaan pelarut, efisiensi dan kemudahan ekstraksi ditentukan pula oleh

komponen - komponen lain yang terkandung dalam bahan yang diekstrak. Berdasarkan data

21

pada Lampiran 1b, kunyit diketahui mengandung 64.9 % karbohidrat atau pati, sehingga

proses ekstraksi dengan penyeduhan disertai pengadukan akan lebih efektif dibandingkan

dengan perebusan. Hal ini disebabkan oleh pemanasan bertahap pada proses perebusan akan

membuat komponen pati tergelatinisasi sehingga menghasilkan larutan yang kental dan sulit

diekstrak.

Pada Tabel 4, kekentalan ekstrak dapat mempengaruhi kemudahan proses penyaringan

yang secara tidak langsung juga mempengaruhi nilai rendemen yang dihasilkan. Ekstrak hasil

penyeduhan lebih bersifat encer dan memiliki dua fasa, sehingga antara filtrat dengan ekstrak

lebih mudah disaring dibandingkan ekstrak hasil perebusan yang memiliki satu fase dengan

ekstrak yang sangat kental sehingga sulit disaring dan mengurangi rendemen ekstrak sampel.

Jika dilihat dari parameter rasa, metode perebusan dan metode penyeduhan menghasilkan rasa

yang sama, yaitu pahit, sedangkan jika diamati pada parameter warna, metode penyeduhan

memiliki warna yang lebih menarik (kuning muda) dibandingkan dengan metode perebusan

(kuning kecoklatan). Hal ini disebabkan karena pemanasan yang terlalu lama pada perebusan

akan menyebabkan zat warna kurkumin yang terkandung pada ekstrak rusak. Pada parameter

aroma, proses ekstraksi kedua metode yang diujikan menghasilkan ekstrak yang memiliki

aroma khas kunyit yang segar. Perbedaan aroma di antara kedua sampel hasil ekstrak dapat

terlihat setelah proses dekantasi pada suhu 50

C selama satu malam. Ekstrak hasil perebusan

menghasilkan aroma yang agak menyimpang dan tidak segar dibandingkan dengan ekstrak

hasil penyeduhan bubuk kunyit.

Berdasarkan hasil pengamatan yang tertera pada Tabel 3 dan 4, metode penyeduhan

lebih unggul, lebih ekonomis, lebih hemat waktu, dan menghasilkan ekstrak dengan rendemen

dan karakteristik sensori yang lebih baik dibandingkan dengan metode perebusan. Iswadisar

(2011) menyatakan bahwa penambahan air pada bubur kunyit putih dengan perbandingan 1:2

dengan lama pengendapan 16 jam merupakan metode ekstraksi dengan kualitas ekstrak

terbaik berdasarkan karakter rasa netral, aroma kurang disukai, dan warna agak disukai.

Berdasarkan literatur di atas, metode penyeduhan bubuk kunyit disertai lama pengendapan 12

jam ditentukan sebagai metode ekstraksi terpilih karena memiliki karakteristik sensori yang

lebih baik dan kemudahan proses ekstraksi.

Pembuatan larutan stok dilakukan dengan metode penyeduhan untuk sampel kunyit,

asam jawa, kayu manis, jeruk nipis, pala, dan gula dengan perbandingan air secara berturut –

turut 1:9, 1:3, 1:10, 1:1, 1:5, dan 1:2. Perbandingan ini didasarkan kepada terendamnya

sampel sebanyak dua kali lipat oleh air yang ditambahkan agar proses pelarutan sampel dapat

berlangsung optimal (Safithri dan Fahma 2008). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data

seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Perhitungan rendemen ekstrak larutan stok

Bahan Baku Jumlah Bahan (g) Jumlah Air (ml) Jumlah Ekstrak (ml) Rendemen (%v/v)

Kunyit 200 1800 1360 68.00

Asam Jawa 500 1500 1120 56.00

Gula 500 1000 1240 82.67

Air Perasan Jeruk Nipis 150 150 300 100.00

Pala 50 250 250 83.33

Kayu Manis 50 500 500 90.91

22

Pada Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dalam pembuatan larutan stok bahan

penyusun minuman fungsional kunyit asam, semua bahan mudah larut dalam air, sehingga

rendemen yang dihasilkan cukup tinggi. Rendemen pada asam jawa termasuk rendah karena

bobot biji dan serat asam jawa yang harus dibuang terlebih dahulu agar menurunkan rendemen

ekstraksi asam jawa. Pada proses ekstraksi jeruk nipis, satu kilogram jeruk nipis diperas

hingga menghasilkan 150 ml air perasan jeruk nipis, dan pada untuk pemanfaatan selanjutnya

ditambahkan 150 ml air dengan demikian perbandingan air dan jeruk nipis menjadi 1:1.

2. Formulasi Minuman Fungsional Kunyit Asam

Ekstrak air kunyit atau sari kunyit banyak digunakan pada produk minuman komersial,

seperti minuman kunyit asam. Sari kunyit tidak saja berfungsi sebagai bahan dasar dengan

komposisi 15-20% (Sejati 2002) tetapi juga seringkali dicampurkan dengan ekstrak asam jawa

untuk meningkatkan cita rasa dan fungsinya bagi kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian

Sejati (2002), sinergisme maksimum antara ekstrak kunyit dan ekstrak asam jawa diperoleh

pada konsentrasi kunyit sebesar 13% dan ekstrak asam jawa sebesar 5%. Pada penelitian ini,

formulasi dilakukan dengan tahapan trial and error dan mengacu pada hasil penelitian yang

telah dilakukan Sejati (2002). Oleh karena itu, konsentrasi asam jawa ditetapkan 5%,

sedangkan konsentrasi kunyit dibuat dengan variasi 3, 5, 7, 9, 10, 13, 15, 17, 20, 23, 25, 27,

dan 30%. Dari hasil trial and error tersebut dilakukan penilaian secara subyektif dengan

menghilangkan formula yang tidak menunjukkan perberbedaan nyata dan rasa yang masih

dapat diterima. Dari hasil tersebut diperoleh lima formulasi awal dengan konsentrasi ekstrak

kunyit 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% (Tabel 1). Selanjutnya pada lima formula tersebut

dilakukan pengukuran kapasitas antioksidan dan total fenol. Pemilihan formula terbaik

didasarkan pada kapasitas antioksidan dan total fenol yang tinggi, lalu dilakukan pengukuran

pH. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan, total fenol, dan nilai pH tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengukuran Kapasitas Antioksidan, Total Fenol, dan pH Minuman Kunyit Asam

Formula

Kapasitas Antioksidan (mgAAE/L) Total Fenol (ppm) pH rata-rata

Formula 1

99.289 ± 0.0393a 63.141 ± 0.0000a 3.355± 0.0071a

Formula 2

99.594 ± 0.0000a 97.451 ± 0.0004b 3.615± 0.0071b

Formula 3

99.456 ± 0.0392a 115.422 ± 0.0007b 3.725± 0.0035b

Formula 4

99.428 ± 0.0000a 180.773 ± 0.0007c 3.888± 0.0018b,c

Formula 5

99.039 ± 0.4714a 190.576 ± 0.0000c 4.038 ± 0.0053c

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

nyata (p<0.05; n=2)

Keterangan :

Formula 1 : Formula minuman dengan konsentrasi kunyit 5% (v/v) dan asam jawa 5% (v/v)

Formula 2 : Formula minuman dengan konsentrasi kunyit 10% (v/v) dan asam jawa 5% (v/v)

Formula 3 : Formula minuman dengan konsentrasi kunyit 15% (v/v) dan asam jawa 5% (v/v)

Formula 4 : Formula minuman dengan konsentrasi kunyit 20% (v/v) dan asam jawa 5% (v/v)

Formula 5 : Formula minuman dengan konsentrasi kunyit 25% (v/v) dan asam jawa 5% (v/v)

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menahan terjadinya reaksi oksidasi

makromolekul seperti lipid, protein, karbohirat, dan DNA. Senyawa antioksidan pada

konsentrasi yang lebih rendah daripada substrat atau makromolekul tersebut dapat menahan

terjadinya oksidasi pada makromolekul. Kapasitas antioksidan merupakan kemampuan suatu

senyawa antioksidan dalam menghambat paparan radikal bebas. Kapasitas antioksidan juga

23

dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan pangan untuk menahan reaksi oksidasi

tergantung dari banyaknya komponen antioksidan dan komponen prooksidan yang

dikandungnya. Pada tahap ini telah dilakukan pengukuran kapasitas antioksidan dan total

komponen fenolik untuk memperoleh formula terpilih dari kelima formula yang ada.

Pengukuran kapasitas antioksidan dilakukan dengan metode reduksi DPPH yang memiliki

prinsip reduksi senyawa radikal bebas oleh antioksidan sehingga DPPH yang awalnya

berwarna ungu akan tereduksi menjadi pudar sehingga semakin pudar warna yang dihasilkan

maka akan semakin tinggi pula kapasitas antioksidan yang didapatkan.

a. Pengukuran kapasitas antioksidan

Penentuan kapasitas antioksidan diawali dengan menentukan persamaan kurva

standar asam askorbat. Penentuan persamaan kurva standar asam askorbat dilakukan

dengan kurva yang menghubungkan absorbansi larutan asam askorbat terukur (A blanko -

A sampel) sebagai y dan konsentrasi asam askorbat (ppm) sebagai x seperti yang tertera

pada Lampiran 2.a. Persamaan kurva standar asam askorbat yang didapat adalah y =

0.018x - 0.4897. Kapasitas antioksidan minuman kunyit asam ditentukan dengan

mengukur absorbansi sampel dan memasukkannya dalam persamaan kurva standar asam

askorbat. Contoh perhitungan kapasitas antioksidan adalah sebagai berikut :

Absorbansi sampel U1 = 0.3430; Absorbansi sampel U2 = 0.3420

Absorbansi blanko = 1.640

Absorbansi blanko – Absorbansi sampel U1 = 1.6400 - 0.3430 = 1.2970

Absorbansi blanko – Absorbansi sampel U2 = 1.6400 - 0.3420 = 1.2980

(1) Y1 = 0.018x – 0.4897 (2) Y = 0.018x – 0.4897

1.297 = 0.018x – 0.4897 1.298 = 0.018x – 0.4897

x1 = 99.26 ppm AAE x1 = 99.32 ppm AAE

Kapasitas antioksidan Formula 1 = (x1 + x2) /2 = 99.289 ppm AAE

Dengan cara yang sama dapat dihitung kapasitas antioksidan keempat formula

lainnya. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan dengan metode reduksi DPPH yang

dilakukan pada konsentrasi sampel 100 ppm dapat dilihat pada Tabel 6. Kapasitas

antioksidan pada konsentrasi sampel 100 ppm dari formula pertama, kedua, ketiga,

keempat, dan kelima berturut – turut sebesar 99.289, 99.594, 99.456, 99.428, dan 99.039

ppm AAE. Nilai kapasitas antioksidan kelima formula hampir sama, nilai tertinggi

diperoleh pada formula kedua dengan konsentrasi ekstrak kunyit 10% (v/v)

Data - data tersebut menunjukkan adanya korelasi yang sesuai antara nilai

absorbansi dengan kapasitas antioksidan sampel. Semakin pudar warna ungu pada larutan

yang telah ditambahkan DPPH, maka absorbansinya akan semakin menurun dan nilai

kapasitas antioksidan yang dihasilkan semakin tinggi. Penambahan konsentrasi kunyit

belum tentu meningkatkan kapasitas antioksidan sampel. Banyak faktor yang

memperngaruhi kapasitas antioksidan antara lain : jumlah komponen, sinergisme,

bioavailabilitas, absorpsi antioksidan, ukuran molekul, dan ada atau tidaknya penambahan

zat lain (Leong dan Shui 2002). Kunyit memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi

dan senyawa kurkumin merupakan komponen utama yang menyebabkan aktivitas

antioksidan tersebut. Asam jawa banyak mengandung asam tartarat, asam malat, asam

24

oksalat, dan asam askorbat. Aktivitas antioksidan asam jawa diduga berasal dari asam

askorbat. Sebagian besar kandungan asam pada asam jawa adalah asam tartarat.

Sebaliknya, kandungan asam askorbat pada asam jawa sangat rendah sehingga kapasitas

antioksidan asam jawa rendah (Nagy dan Shaw 1980 dalam Susilo 2011). Peningkatan

kapasitas antioksidan pada formula kedua disebabkan oleh adanya efek sinergisme positif

antara ekstrak kunyit dan ekstrak asam jawa.

b. Pengukuran total fenol

Pengukuran kadar total fenolik suatu bahan, terutama yang berasal dari tanaman,

merupakan salah satu parameter untuk mendapatkan perkiraan besarnya kapasitas

antioksidan pada bahan tersebut. Hasil pengukuran total komponen fenolik yang

dilakukan dengan metode spektrofotometri tertera pada Tabel 6 dan Gambar 2. Data yang

ditampilkan adalah hasil perhitungan absorbansi pada kurva standar asam galat.

Gambar 2. Kurva hubungan total fenol dengan konsentrasi sampel

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total komponen fenolik pada formula pertama

(penambahan konsentrasi kunyit sebesar 5%) sebesar 63.141 ppm; formula kedua

(penambahan konsentrasi kunyit sebesar 10%) sebesar 97.451 ppm; formula ketiga

(penambahan konsentrasi kunyit sebesar 15%) sebesar 115.422 ppm; formula keempat

(penambahan kunyit sebesar 20%) sebesar 180.773 ppm; dan formula kelima

(penambahan kunyit sebesar 25%) sebesar 190.576 ppm. Kunyit banyak mengandung

senyawa fenolik volatile, seperti kurkumin yang berperan sebagai senyawa antioksidan

(Dulimartha 2000). Semakin tinggi kandungan ekstrak kunyit pada formula, maka

semakin tinggi kadar total fenolnya. Hal ini membuktikan hasil penelitian telah sesuai

dengan teori.

c. Pengukuran nilai pH

Pengukuran nilai pH yang dilakukan pada formula minuman kunyit asam bertujuan

untuk mengetahui tingkat keasaman minuman kunyit asam yang akan mempengaruhi

warna, umur simpan, dan efek sinergis antara keasaman dengan beberapa senyawa

tertentu. Data hasil pengukuran nilai pH dari kelima formula minuman kunyit asam yang

tertera pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kunyit yang

digunakan, pH larutan akan semakin meningkat. Perubahan pH akan berpengaruh

terhadap perubahan warna minuman kunyit asam karena kurkumin akan berwarna kuning

cerah pada pH yang asam dan menjadi orange jika nilai pH minuman kunyit asam

tersebut meningkat atau keasamannya berkurang (Stankovic 2004).

To

tal

fen

ol

(pp

m)

25

Hasil penelitian Sejati (2002) menunjukkan formulasi minuman kunyit asam dengan

13% (v/v) kunyit dan 5% (v/v) asam jawa merupakan formula terbaik. Limananti dan

Triatnawati (2003) menyatakan bahwa perbandingan konsentrasi yang digunakan pada

pembuatan minuman kunyit asam komersial adalah 10-20% ekstrak kunyit dan 3-7%

ekstrak asam jawa. Pemilihan formula kedua sebagai formula terpilih dilakukan

berdasarkan formula dengan nilai kapasitas antioksidan yang paling tinggi dengan target

pH minuman mendekati pH 3.5. Penetapan target nilai pH 3.5 dilakukan untuk menjaga

nilai pH minuman kunyit asam selama penyimpanan tetap berada dalam range pH 3.0 -

4.0 yang akan mempengaruhi intensitas rasa asam dan warna minuman kunyit asam yang

disebabkan oleh sensitifitas pigmen kurkumin terhadap perubahan nilai pH. Pengukuran

total fenol tidak dijadikan parameter kritis dalam pemilihan formula terpilih karena uji

total fenol biasanya hanya dilakukan sebagai uji penduga awal sebelum pengukuran

kapasitas antioksidan. Berdasarkan pengukuran nilai kapasitas antioksidan, total fenol,

dan nilai pH, formula kedua ditentukan sebagai formula terpilih dengan kapasitas

antioksidan tertinggi (99.594 ppm AAE) yang tidak berbeda nyata dengan formula lain,

kadar total fenol yang tinggi (97.451 ppm), dan nilai pH yang cukup asam (pH 3.615).

d. Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui

kandungan lima komponen utama dalam suatu bahan pangan, yaitu analisis kadar air,

kadar abu (mineral), kadar lemak, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat yang

hasilnya dapat dicantumkan pada label produk.

Hasil analisis proksimat pada minuman kunyit asam formula terpilih memiliki kadar

air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat sebesar 92.88, 0.06, 0.11, 0.26, dan 6.69%.

Tepung kunyit memiliki kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat sebesar 9.62,

8.55, 1.77, 2.13, dan 77.93%. Hasil ini menunjukkan bahwa minuman kunyit asam

formula terpilih memiliki kadar mineral, lemak, protein, dan karbohidrat yang lebih

rendah dibandingkan dengan tepung kunyit. Tepung kunyit memiliki kadar karbohidrat

yang tinggi dengan kadar air yang rendah, sedangkan minuman kunyit asam formula

terpilih memiliki kadar air tinggi dengan kadar karbohidrat rendah yang disebabkan oleh

pengenceran yang dilakukan saat persiapan larutan dan pembuatan minuman kunyit asam.

Nilai kadar abu, lemak, dan protein pada hasil analisa proksimat pada minuman kunyit

asam formula terpilih memiliki nilai yang sangat rendah, sehingga kurang mempengaruhi

karakteristik produk. Hasil analisa proksimat pada minuman kunyit asam formula terpilih

menunjukkan nilai kadar karbohidrat yang rendah, yaitu 6.69%. Minuman dengan kadar

karbohidrat yang rendah akan lebih aman dari kerusakan akibat terbentuknya endapan dan

suspensi terlarut yang akan mengganggu karakter sensori produk (Ulfa 2004).

Karakterisasi kimia formula minuman kunyit asam yang terdiri dari kunyit 10%

(v/v) dan asam jawa 5% (v/v) merupakan minuman kunyit asam formula terpilih dengan

kapasitas antioksidan 99.594 ppm AAE dan kadar total fenol 97.451 ppm. Formula

minuman fungsional kunyit asam terpilih memiliki kadar air, abu, lemak, protein, dan

karbohidrat sebesar 92.88, 0.06, 0.11, 0.26, dan 6.69%, serta nilai pH sebesar 3.615 dan

minuman berwarna kuning jingga cerah.

26

B. PENELITIAN UTAMA

1. Formulasi Citarasa Minuman Fungsional Kunyit Asam

Pada formula dasar terpilih yang merupakan campuran kunyit 10% (v/v) dan asam jawa

5% (v/v) ditambahkan rempah-rempah sebagai pencitarasa minuman, dengan tujuan untuk

mendapatkan warna yang menarik, rasa dan aroma khas yang disukai. Pada penelitian ini

dipilih kayu manis, pala, dan jeruk nipis karena ketiga rempah-rempah tersebut mampu

menutupi aroma dan rasa khas dari kunyit yang kurang disukai. Penambahan larutan gula

bertujuan untuk memperbaiki citarasa formula dasar terpilih agar memiliki citarasa manis

yang lebih disukai. Pada Lampiran 1b dapat dilihat bahwa kunyit, asam jawa, kayu manis,

pala, dan jeruk nipis memiliki kadar karbohidrat sebesar 64.9, 62.5, 70.8, 49.3, dan 10 persen.

Kandungan karbohidrat atau pati yang cukup tinggi pada bahan baku akan menurunkan

kelarutan dan kejernihan minuman yang memungkinkan timbulnya endapan ataupun suspensi.

Penggunaan carboxy methyl cellulose (CMC) sebagai stabilizer akan mengikat komponen dari

pati tersebut, sehingga larut sempurna (Ulfa 2004). Berdasarkan hal tersebut, penambahan

rempah-rempah pada formula dasar terpilih juga disertai dengan penambahan larutan CMC

1% sebanyak 10% (v/v) dan larutan gula sebanyak 20% (v/v). Pemilihan formula citarasa

yang disukai ditentukan dengan uji rating hedonik terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan

overall dilanjutkan dengan uji ranking hedonik dan uji kapasitas antioksidan. Formula citarasa

terpilih selanjutnya dilihat daya saingnya terhadap produk komersial serupa dengan uji

pembandingan berpasangan. Formula terpilih dari formula dasar yang ditambahkan ekstrak

kayu manis, pala, dan jeruk nipis pada konsentrasi tertentu dapat disimak pada Tabel 2.

a. Penerimaan konsumen terhadap formula citarasa minuman fungsional kunyit asam

Respon panelis pada uji rating dan ranking hedonik dapat dilihat pada tabel 8.

Konsentrasi penambahan ekstrak rempah yang memberikan tingkat kesukaan tertinggi

minuman fungsional kunyit asam dalam atribut rasa, aroma, warna, dan overall adalah

penambahan ekstrak rempah pada konsentrasi 2%. Parameter warna pada formula citarasa

kayu manis, pala, dan jeruk nipis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap

pengaruh konsentrasi menurut uji statistik (Lampiran 3c, 4c, dan 5c). Parameter rasa

menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada formula citarasa jeruk nipis (Lampiran

5a) dan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada formula citarasa kayu manis dan pala

(Lampiran 3a dan 4a). Parameter aroma menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata

pada formula citarasa kayu manis dan jeruk nipis (Lampiran 3b dan 5b) dan tidak terdapat

perbedaan yang nyata pada formula citarasa pala (Lampiran 4b). Parameter overall pada

formula citarasa kayu manis, pala, dan jeruk nipis menunjukkan perbedaan yang nyata

terhadap pengaruh konsentrasi menurut uji statistik (Lampiran 3d, 4d, dan 5d). Hasil uji

ranking hedonik menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata terhadap urutan kesukaan

akibat pengaruh konsentrasi pada formula citarasa kayu manis, pala, dan jeruk nipis

(Lampiran 3e, 4e, dan 5e). Berdasarkan hasil evaluasi sensori dapat dikatakan bahwa

konsistensi panelis cukup baik dalam memberikan respon kesukaan.

Komponen utama citarasa pada kayu manis adalah sinamaldehid (berkisar 70-75%)

dengan komponen minor citarasa berupa eugenol, safrol, aceteugenol, dan kumarin yang

mengandung gugus fenol sebagai cita rasa khas citarasa alami kayu manis (Edria 2010).

Komponen citarasa dari kayu manis tersebut mampu menutupi aroma dan citarasa kunyit

27

yang kurang disukai. Kayumanis mengandung kadar pati dan memiliki warna dasar coklat

sehingga meningkatkan tingkat kekentalan dan mengubah warna minuman kunyit asam

menjadi kuning tua kecoklatan. Hal ini menyebabkan karakter aroma pada minuman

kunyit asam citarasa kayu manis paling disukai namun warna dan citarasa produk cukup

disukai. Minyak biji buah pala sering digunakan dalam industri citarasa (flavor). Minyak

biji buah pala diketahui mengandung komponen citarasa miristisin, pinen, eugenol,

isoeugenol, metoksieugenol, dan safrol (Morita 2003).

Tabel 7. Respon panelis pada uji rating hedonik dan ranking hedonik

Jenis

Ekstrak

Penambahan

(%v/v) Rasa Aroma Warna Overall Peringkat

Kayu

Manis

0.5 5.0±0.80a 4.8±0.70a 5.5±0.50a 5.1±0.70a 2.6±0.65a

1 5.0±0.70a 5.0±0.81a 5.4±0.50a,b 5.2±0.65a 2.1±0.34b

2 5.0±0.78a 5.5±0.74b 5.2±0.55b 5.5±0.68b 1.3±0.60c

Pala

0.5 4.6±1.15a 4.5±1.02a 5.3±1.15a 4.6±0.97a 2.5±0.78a

1 4.5±1.16a 4.5±1.15a 5.5±0.91a 4.6±1.11a 2.1±0.41b

2 4.7±1.27a 4.7±1.25a 5.5±0.97a 4.9±1.23b 1.4±0.78c

Jeruk

Nipis

0.5 4.9±0.97a 4.7±0.70a 5.4±0.43a 4.9±0.74a 2.6±0.56a

1 5.4±0.74b 4.9±0.72a 5.4±0.43a 5.3±0.65b 2.1±0.46b

2 5.7±0.93c 5.1±0.96b 5.5±0.47a 5.6±0.81c 1.2±0.34c

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05; n=70)

Komponen citarasa pada pala mampu menutupi aroma dan citarasa kunyit yang

kurang disukai namun memberikan aroma dan citarasa khas pala yang kuat. Hal ini

menyebabkan tingkat kesukaan panelis terhadap minuman kunyit asam citarasa pala dari

atribut rasa dan aroma cukup disukai sedangkan dari atribut warna disukai. Penambahan

ekstrak pala kurang berpengaruh terhadap warna minuman kunyit asam sehingga warna

minuman kunyit asam terpilih masih tetap stabil. Jeruk nipis merupakan salah satu jenis

buah yang biasa digunakan untuk memperbaiki karakter sensori pada bahan pangan. Jeruk

nipis diketahui memiliki kandungan asam sitrat dan asam askorbat yang cukup tinggi

sehingga dapat mengubah citarasa menjadi lebih asam dan menurunkan nilai pH.

Kandungan kurkumin yang bersifat sensitif terhadap perubahan nilai pH akan berubah

menjadi berwarna kuning cerah karena penambahan ekstrak jeruk nipis. Hal ini

menyebabkan penilaian panelis terhadap atribut warna minuman kunyit asam citarasa

jeruk nipis disukai. Kandungan limonin yang terdapat pada jeruk nipis juga memiliki

flavor khas yang disukai sehingga mampu menutupi flavor khas kunyit yang kurang

disukai (Prihantini 2003) serta aroma dan rasa minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis

disukai panelis. Formula citarasa terpilih berdasarkan hasil respon penerimaan konsumen

adalah formula minuman fungsional kunyit asam dengan penambahan citarasa ekstrak

jeruk nipis sebanyak 2% (v/v) dan respon penerimaan pada tingkat rasa, aroma, warna,

dan overall yang disukai oleh 70 panelis uji.

b. Kapasitas antioksidan formula terpilih dengan penambahan ekstrak rempah

Karakterisasi formula citarasa minuman fungsional kunyit asam dilakukan dengan

penambahan rempah-rempah bersifat menutupi dan memperbaiki citarasa serta diketahui

mengandung kadar antioksidan yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, formulasi

28

citarasa minuman fungsional kunyit asam diharapkan meningkatkan karakter sensori

produk dan kapasitas antioksidan dari minuman fungsional kunyit asam formula terpilih.

Hasil pengukuran kapasitas antioksidan dengan metode reduksi DPPH yang diperoleh

tertera pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengukuran kapasitas antioksidan pada penambahan ekstrak rempah

Jenis Ekstrak Penambahan Ekstrak (%v/v) Kapasitas Antioksidan (ppmAAE)

Kayu

Manis

0.5 99.914 ± 0.0197a

1 100.678 ± 0.0000a

2 101.386 ± 0.0590a

Pala

0.5 100.042 ± 0.0197a

1 103.083 ± 0.0786b

2 106.083 ± 0.0000c

Jeruk

Nipis

0.5 102.581 ± 0.0589b

1 103.053 ± 0.0589b

2 103.761 ± 0.1178b

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

(p<0.05; n=2)

Hasil pengukuran kapasitas antioksidan setelah penambahan ekstrak kayu manis

menunjukkan adanya peningkatan. Menurut King (2000), kayu manis mampu berperan

sebagai antioksidan karena mengandung senyawa tannin dan eugenol. Kayu manis juga

diketahui memiliki sinergisme yang positif dalam meningkatkan kapasitas antioksidan

bersamaan dengan campuran rempah-rempah lain. Hal ini telah diungkapkan oleh

Jayaprakasha (2006) yang menyatakan bahwa kayu manis memiliki aktivitas antioksidan

yang setara dengan BHT dan memiliki sinergisme antioksidan yang cukup baik.

Kandungan kurkumin, tannin, dan eugenol berperan penting pada peningkatan kapasitas

antioksidan minuman kunyit asam citarasa kayu manis. Kapasitas antioksidan formula

kunyit asam sebesar 99.594 ppm AAE, akan meningkat pada formula citarasa kayu manis

0.5%, 1%, dan 2% menjadi 99.314 ppm AAE, 100.678 ppm AAE, dan 101.386 ppm

AAE.

Hasil pengukuran kapasitas antioksidan setelah penambahan ekstrak pala

menunjukkan terjadi peningkatan. Menurut Morita (2003), kandungan eugenol

merupakan komponen utama antioksidan pada pala. Eugenol memiliki mekanisme

antioksidan dengan menghambat peroksidasi lemak dan meningkatkan aktivitas enzim

dismutase superoksidase, katalase, glutation peroksidase, glutamin transferase, dan

glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Penggunaan pala dalam pembuatan minuman fungsional

kaya antioksidan seperti bir pletok diketahui memiliki efek sinergisme dengan

antioksidan dari rempah-rempah lainnya (Dulimartha 2000). Kapasitas antioksidan

formula kunyit asam sebesar 99.594 ppm AAE, akan meningkat pada formula citarasa

pala 0.5%, 1%, dan 2% menjadi 100.042 ppm AAE, 103.083 ppm AAE, dan 106.083

ppm AAE.

Hasil pengukuran kapasitas antioksidan setelah penambahan ekstrak jeruk nipis

menunjukkan adanya peningkatan. Pada Lampiran 1b. dapat diketahui bahwa jeruk nipis

memiliki kandungan asam askorbat sebesar 19.70%. Asam askorbat merupakan senyawa

antioksidan yang memiliki banyak sinergisme dengan senyawa antioksidan lain.

29

Penambahan ekstrak jeruk nipis pada minuman kunyit asam menyebabkan sinergisme

positif antara senyawa antioksidan asam askorbat dan kurkumin yang meningkatkan

kapasitas antioksidan pada minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis. Kapasitas

antioksidan formula kunyit asam sebesar 99.594 ppm AAE, akan meningkat pada formula

citarasa jeruk nipis 0.5%, 1%, dan 2% menjadi 102.581 ppm AAE, 103.053 ppm AAE,

dan 103.761 ppm AAE.

Penentuan formula citarasa terpilih dilakukan berdasarkan karakteristik sensori

formula yang lebih disukai serta formula dengan tingkat kapasitas antioksidan yang

tinggi. Hasil pada Tabel 8 dan Tabel 9 menentukan formula citarasa I atau formula

minuman fungsional dengan citarasa jeruk nipis 2 % merupakan formula terpilih dengan

kapasitas antioksidan sebesar 103.7611 ppm AAE. Formula citarasa jeruk nipis juga

memiliki karakteristik sensori yang disukai pada parameter rasa dan overall, yaitu sebesar

5.7 dan 5.6, serta agak disukai pada parameter aroma dan warna yaitu sebesar 5.1 dan 5.5.

c. Uji pembandingan berpasangan formula kunyit asam citarasa jeruk nipis dengan

minuman kunyit asam komersial

Uji pembandingan berpasangan atau lebih dikenal dengan nama paired preference

test merupakan uji yang dilakukan untuk membandingkan suatu produk dengan produk

lain yang sejenis untuk menentukan produk yang dipilih atau disukai konsumen. Pada

penelitian kali uji paired preference test dilakukan dengan menggunakan 70 orang panelis

dengan taraf signifikansi pengujian sebesar 5%. Pada uji ini dibandingkan dua jenis

sampel, yaitu sampel A yang merupakan formula dengan penambahan ekstrak jeruk nipis

sebanyak 2% dan formula B yaitu salah satu minuman kunyit asam yang sudah terkemuka

di Indonesia. Hasil uji paired preference test menunjukkan bahwa 64 orang panelis lebih

menyukai formula citarasa jeruk nipis terpilih, sedangkan 6 orang panelis lebih menyukai

produk komersial serupa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa antara sampel A

dan sampel B terdapat perbedaan yang nyata menurut uji statistik (Lampiran 6).

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa formula dengan penambahan ekstrak

jeruk nipis sebanyak 2% layak untuk digunakan sebagai formula minuman komersial baru

karena dari segi kesukaan mampu mengalahkan minuman kunyit asam komersial yang

sudah cukup terkenal di pasaran Indonesia.

2. Uji Toksisitas Formula Kunyit Asam Citarasa Jeruk Nipis

Uji toksisitas formula kunyit asam citarasa jeruk nipis dilakukan dengan cara oral

administration atau pencekokan sesuai dengan OECD (2001), yaitu memakai hewan

percobaan tikus putih galur Sprague-dawley sebanyak 40 ekor tikus putih dewasa (20 ekor

jantan dan 20 ekor betina) berumur 2 bulan yang diperoleh dari BPOM Jakarta. Hewan uji

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol yang diberi akuades (5 ekor jantan dan 5

ekor betina), kelompok 2, 3, dan 4 yang diberi minuman kunyit formula terpilih dengan dosis

masing-masing kelompok adalah 1, 2, dan 5 g/kg BB dan jumlah tikus masing-masing

kelompok adalah 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Hewan percobaan pada tiap kelompok

dicekok setiap hari selama 7 hari. Semua individu diamati nafsu makannya, mata, keadaan

bulu, saliva, tingkah laku, respirasi, tidur, kejang, diare, dan tingkat kematiannya. Setiap hari

hewan percobaan ditimbang berat badannya dan dianalisis secara statistik dengan ANOVA.

Setelah 7 hari, hewan diterminasi untuk melihat kelainan organ hati, pankreas, ginjal, limfa,

30

paru-paru, jantung, jaringan lemak, dan berat sekum tikus. Selain itu, diamati pula kadar

glukosa, trigliserida, dan total kolesterol dalam darah tikus untuk dibandingkan satu sama lain.

a. Pembuatan minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis sesuai dengan

tingkatan dosis pengujian

Larutan uji dari minuman citarasa terpilih dibuat menggunakan minuman fungsional

kunyit asam citarasa jeruk nipis yang dipekatkan konsentrasinya, sehingga mencapai

dosis yang akan diujikan, yaitu dosis 1, 2, dan 5 gram minuman kunyit asam formula

citarasa terpilih untuk setiap kilogram berat badan tikus (1, 2, dan 5 g/kg BB). Larutan uji

dibuat dari larutan stok ekstrak kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis mengikuti formula

minuman kunyit asam jeruk nipis dengan konsentrasi kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis

sebesar 10, 5, dan 2 persen. Berdasarkan konsentrasi tersebut, maka dibuatlah pemekatan

untuk mencapai nilai dosis yang diinginkan namun jumlah maksimal volume yang

diberikan ke hewan uji adalah 2 ml. Berdasarkan perhitungan (Lampiran 14), dapat

diketahui bahwa pemekatan yang masih dapat dilakukan, yaitu pemekatan 5.6, 5.7, dan

5.8 kali. Pemekatan sebesar 5.6 kali dari konsentrasi awal dilakukan dengan alasan

pemekatan 5.7 dan 5.8 kali menghasilkan larutan dengan tingkat kekentalan yang tinggi,

sehingga tidak dapat dipipet dan dikhawatirkan tidak dapat diberikan secara oral terhadap

hewan uji.

(1) Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 1 g/Kg BB

Berdasarkan perhitungan hasil pemekatan (Lampiran 14), untuk membuat

larutan uji dosis 1g/kg BB diperoleh nilai persamaan Vuji = 5.4945 ml x (BB /1000 g).

Pemberian larutan uji secara oral selama satu minggu mengikuti volume uji yang

disesuaikan dengan perubahan berat badan hewan uji, sehingga dipastikan dosis

perlakuan telah tercapai.

(2) Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 2 g/Kg BB

Berdasarkan perhitungan hasil pemekatan (Lampiran 14), untuk membuat

larutan uji dosis 2g/kg BB diperoleh nilai persamaan Vuji = 10.9890 ml x (BB /1000

g). Pemberian larutan uji secara oral selama satu minggu mengikuti volume uji yang

disesuaikan dengan perubahan berat badan hewan uji, sehingga dipastikan dosis

perlakuan telah tercapai.

(3) Pembuatan formula citarasa terpilih dosis 5 g/Kg BB

Pembuatan larutan uji pada dosis ini sedikit berbeda dengan dua dosis

sebelumnya, yaitu pada dosis ini dilakukan pemekatan terhadap larutan stok

sebanyak 3 kali lipat, sehingga total pemekatan pada dosis 5g/kg BB menjadi 16.8

kali. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut (Lampiran 14) diperoleh persamaan Vuji

= 13.7363 ml x (BB /1000 g).

b. Pemeliharaan tikus

Pemeliharaan tikus terdiri dari dua tahap, yaitu tahap aklimasi dan pengelompokan

tikus. Tahap aklimasi merupakan tahapan adaptasi tikus percobaan sebelum diberikan

perlakuan uji. Selama proses aklimasi, tikus uji diberikan ransum standar secara ad

31

libitum, yaitu 20 gram. Pada akhir proses aklimasi, dilakukan penimbangan berat badan

tikus untuk dilakukan pengelompokkan. Tahap pengelompokan tikus dilakukan

berdasarkan berat badan yang diacak agar rataan antar kelompok tidak berbeda nyata.

c. Perlakuan formula citarasa terpilih secara oral

Larutan uji pada tikus diberikan secara oral dengan tujuan untuk memastikan

konsumsi tikus terhadap minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis sesuai

dengan dosis uji yang telah dibuat sebelumnya. Perlakuan diberikan pada empat

kelompok tikus uji yang masing – masing terdiri dari 5 ekor tikus jantan dan 5 ekor tikus

betina secara terpisah selama satu minggu. Setelah perlakuan secara oral tikus uji

diterminasi dan dibedah untuk diamati gejala toksisitasnya pada organ tubuh (jantung,

ginjal, hati, limfa, paru-paru, sekum, dan kelenjar lemak) dan darah tikus yang diambil

untuk selanjutnya dilakukan analisa terhadap komposisi lipida. Proses terminasi

dilakukan dengan membius tikus secara manual, yaitu penarikan rangka belakang.

Proses penarikan ini ditujukan untuk membuat tikus lumpuh dan tidak merasa sakit

karena sistem syaraf tulang belakangnya telah ditarik. Kelebihan proses pembiusan

dengan cara ini adalah mengurangi pemakaian senyawa kimia untuk membius sehingga

organ dan darah yang diamati tidak terpengaruh oleh zat kimia yang dipakai untuk

membius tikus. Setelah proses terminasi, organ dan darah tikus dianalisa untuk

menentukan nilai LD 50 dari minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis

mengikuti pedoman OECD (2001).

(1) Pengamatan gejala toksisitas secara visual selama proses penyondehan

Proses pemberian larutan uji secara oral (pencekokan) dilakukan satu kali setiap

harinya pada semua tikus uji. Pada waktu yang sama setiap harinya, kemudian

diamati gejala toksik yang timbul 30 menit pertama setelah perlakuan selesai

dilakukan. Kedua hal di atas dilakukan dengan tujuan meminimalisir tingkat stress

pada tikus uji. Berdasarkan hasil pengamatan selama satu minggu, pemberian larutan

uji secara oral tidak menunjukkan gejala toksik dari parameter yang dapat diamati

secara visual. Seluruh tikus menunjukkan pola nafsu makan, penampakan mata,

saliva, tingkah laku, respirasi, dan pola tidur yang normal, serta tidak ditemukannya

tikus yang mengalami kejang, diare, maupun kematian pada dosis uji 1, 2, dan 5

g/kgBB maupun pada kontrol yang diberi akudes secara oral. Berdasarkan hasil ini

dapat disimpulkan bahwa secara visual, konsumsi minuman formula citarasa jeruk

nipis sebanyak 1, 2, dan 5 g/kg BB perhari tidak menimbulkan gejala keracunan akut

pada hewan uji. Hal ini sesuai dengan penelitian Kohli et al. (2004) yang

menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala toksisitas pada pemberian ekstrak rimpang

kunyit dosis uji 1 g/kg BB dan 2 g/kg BB.

(2) Pengamatan perubahan berat badan tikus selama perlakuan

Berat badan tikus merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan

dosis konsumsi, karena setiap dosis yang masuk ke dalam hewan uji akan dikonversi

terlebih dahulu ke dalam berat badan setiap tikus. Oleh karena itu, pengamatan

perubahan berat badan setiap harinya dilakukan selain untuk mengamati pengaruh

konsumsi minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis, juga untuk menentukan dosis

32

setiap harinya. Perubahan berat badan tikus selama perlakuan dapat dilihat pada

Tabel 10.

Pengaruh dari pemberian dosis minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis

terhadap berat badan tikus dapat dilakukan dengan melihat selisih rataan berat badan

pada awal dan akhir perlakuan, analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan. Data

pada Tabel 9 menunjukkan peningkatan standar deviasi berat badan tikus jantan dan

betina pada akhir perlakuan. Hal ini disebabkan aktivitas tikus yang sering

menumpahkan sebagian ransum pellet tikus ke dalam wadah kotoran sehingga total

ransum terkonsumsi tidak dapat diketahui dan terjadi perubahan berat badan tikus

yang fluktuatif selama perlakuan. Data pada Tabel 9 menunjukkan peningkatan berat

badan tikus jantan pada perlakuan dosis kontrol, 1g/kg BB, 2g/kg BB, dan 5g/kg BB

sebesar 34.8, 36.4, 38.2, dan 37.2 gram.

Tabel 9. Rataan berat badan tikus selama perlakuan

Dosis Berat badan tikus jantan (gr) Berat badan tikus betina (gr)

(gr/kg BB) awal akhir pertambahan awal akhir pertambahan

kontrol 215.40±8.98a 250.20±17.67a 34.8±9.45a 197.00±4.90a 212.40±9.34a 15.4±2.52a

1 236.60±10.53c 273.00±16.17c 36.4±4.51a,b 167.60±6.11b 189.40±5.37b 21.8±4.32b

2 224.20±6.76b 262.40±16.89b 38.2±10.02c 187.80±11.71a 208.40±19.03a 20.6±5.13b

5 217.40±14.99a 254.60±36.05a 37.2±6.35b,c 190.00±8.34a 206.20±21.09a 16.2±2.08a Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05; n=5)

Hasil ANOVA pada Lampiran 8.h menunjukkan nilai signifikansi sampel uji

dosis lebih rendah dari taraf signifikansi 5% atau terdapat pengaruh nyata dari

pemberian dosis yang berbeda terhadap berat badan tikus jantan. Hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan adanya tiga subset, yaitu subset pertama berisi tikus jantan

dengan perlakuan dosis kontrol memiliki rataan berat badan selama satu minggu

perlakuan sebesar 223.4 gram. Pada subset kedua, tikus jantan dengan perlakuan

dosis minuman 2 dan 5 g/kg BB memiliki rataan berat badan selama perlakuan

sebesar 236.5 dan 234.0 gram. Pada subset ketiga terdapat rataan berat badan tikus

jantan perlakuan dosis 1g/kg BB sebesar 246.3 gram.

Berdasarkan data pada Tabel 9, berat badan tikus betina perlakuan dosis kontrol,

1, 2, dan 5 g/kg BB meningkat sebesar 15.4, 21.8, 20.6, dan 16.2 gram. Hasil

ANOVA pada Lampiran 7.h menunjukkan nilai signifikansi sampel uji dosis lebih

rendah dari taraf signifikansi yang digunakan atau terdapat pengaruh nyata dari

pemberian dosis yang berbeda terhadap berat badan tikus betina. Hasil uji lanjut

Duncan menunjukkan terdapat dua subset yang berbeda, yaitu subset pertama berisi

tikus betina dengan perlakuan dosis 1g/kg BB memiliki rataan berat badan sebesar

183.7 gram. Pada subset kedua dapat dilihat bahwa tikus betina dengan perlakuan

dosis kontrol, 2, dan 5 g/kg BB memiliki rataan berat badan sebesar 205.2, 202.2, dan

202.2 gram.

Hasil pengamatan juga menunjukkan peningkatan berat badan pada tikus jantan

maupun tikus betina pada perlakuan uji 1, 2, dan 5 g/kg BB selalu lebih besar dari

peningkatan berat badan pada perlakuan kontrol. Berdasarkan hasil pengamatan di

atas, dapat diketahui bahwa peningkatan berat badan pada tikus jantan dan betina

menunjukkan peningkatan nafsu makan dan peningkatan penyerapan nutrisi tikus

akibat perlakuan yang disebabkan oleh kandungan kurkumin. Kurkumin memiliki

33

kemampuan untuk menjaga dan memperbaiki kesehatan kantung empedu (Aggarwal

et al. 2005), pankreas (Gukovsky et al. 2003), kolon (Devasena et al. 2002), dan hati

(Nanji et al. 2003). Kesehatan hati dan kantung empedu akan mempengaruhi

produksi cairan empedu yang membantu meningkatkan nafsu makan sedangkan

kesehatan pankreas dan kolon akan mempengaruhi produksi enzim pencernaan dan

tingkat penyerapan nutrisi dalam tubuh.

d. Pengamatan berat organ dan hasil analisa darah tikus setelah perlakuan terminasi

Tabel 10. Rata-rata berat organ tikus setelah perlakuan

Kelompok

Dosis

Berat Organ (g/100g BB)

Jantung Lemak Paru-paru Ginjal Hati Limfa Sekum

Tikus

Jantan

Kontrol 0.323±0.0428a 0.847±0.5296a,b 0.644±0.1142a 0.771±0.0679a 3.902±0.2733a 0.236±0.0301a 3.274±0.3832a

1g/kg BB 0.339±0.0098a 1.326±0.6538b 0.605±0.0507a 0.814±0.0227a 4.282±0.1483a 0.199±0.0175a 2.945±0.2729b

2g/kg BB 0.329±0.0557a 1.050±0.2702a,b 0.535±0.1180a 0.787±0.0642a 4.251±0.8216a 0.207±0.0185a 3.482±0.9842a

5g/kg BB 0.313±0.0573a 0.680±0.2852a 0.653±0.0997a 0.760±0.0855a 4.099±0.5132a 0.229±0.0388a 2.991±0.4037b

Tikus

Betina

Kontrol 0.322±0.0374a 2.410±0.5296a 0.508±0.0364a 0.741±0.0908a 3.417±0.4043a 0.200±0.0359a 2.260±0.4062a

1g/kg BB 0.287±0.0330a 1.804±0.7809a 0.545±0.0774a,b 0.767±0.0921a 3.857±0.3613a 0.260±0.0524a 2.265±0.5075a

2g/kg BB 0.304±0.0341a 2.375±0.7536a 0.603±0.0537b 0.758±0.0476a 3.633±0.2372a 0.280±0.0401a 2.285±0.3806a

5g/kg BB 0.307±0.0157a 2.385±0.4894a 0.508±0.0411a 0.761±0.0244a 3.836±0.2594a 0.294±0.0130a 2.283±0.3750a

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05; n=5)

Rata-rata berat organ jantung, lemak, paru-paru, ginjal, hati, limfa, dan sekum tikus

jantan maupun betina pada tiga dosis perlakuan yang berbeda tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata dengan tikus perlakuan kontrol (Tabel 10) menurut uji statistik

(Lampiran 7 dan Lampiran 8). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa organ tersebut tidak

mengalami kelainan akibat pengaruh dosis perlakuan. Aggarwal et al. (2005)

menyatakan bahwa kurkumin pada rimpang kunyit dapat mencegah gangguan sistem

kardiovaskuler dan keracunan obat-obatan non-spesifik pada jantung. Kurkumin juga

dapat menurunkan berat jaringan lemak melalui mekanisme penghambatan sistem

metabolisme lemak (Asai dan Miyazawa 2001). Manfaat lain kurkumin dinyatakan

Punithavathi et al. (2003) bahwa kurkumin melindungi paru - paru dengan mekanisme

senyawa anti-inflamatori dan anti-fibrosis. Shahed et al. (2001) menyatakan bahwa

kurkumin mampu meningkatkan ekspresi gen mRNA enzim antioksidan yang

meningkatkan produksi enzim antioksidan pada jaringan ginjal tikus. Hasil penelitian

Nanji et al. (2003) menunjukkan kurkumin memiliki potensi antioksidan yang tinggi serta

mampu mencegah kerusakan hati akibat endotoksin dan konsumsi alkohol. GLOBOCAN

(2001) menunjukkan bahwa kanker dan gangguan kelenjar limfa lebih banyak diderita

oleh masyarakat yang tidak mengkonsumsi kurkumin. Selain itu, kurkumin juga mampu

menjaga kesehatan kolon dan sekum (Gukovsky et al. 2003). Mekanisme kurkumin

dalam melakukan seluruh fungsi tersebut sebagian besar berasal dari potensi antioksidan

dan anti-inflamasi dari kurkumin yang menyatu dengan baik terhadap mekanisme lain

dalam tubuh. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui target molekuler dan gen -

gen yang diregulasi oleh kurkumin dalam melakukan berbagai mekanisme tersebut.

34

Pada analisa darah hewan uji, sampel darah yang langsung diambil dari jantung saat

terminasi disentrifuse setelah beku untuk diambil serum, dan dianalisa kadar glukosa,

total kolesterol, dan kadar trigliserida darah untuk mengetahui pengaruh dari minuman

kunyit asam citarasa jeruk nipis. Hasil analisis yang dilakukan oleh UPTD Laboratorium

Kesehatan Daerah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil analisa kadar glukosa, total kolesterol, dan trigliserida serum darah tikus

Dosis Glukosa (mg/dL) Total Kolesterol (mg/dL) Trigliserida (mg/dL)

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

0 g/kgBB 136.5±32.46a 170.6±37.62a 46.6±14.11a 57.6±10.24a 22.0±11.51b 17.2±4.09a

1 g/kgBB 143.8±21.39a 163.0±42.36a 38.2±12.21a 65.8±5.63a 14.2±6.53a,b 17.0±4.39a

2 g/kgBB 150.4±26.04a 136.2±44.09a 30.4±10.14a 65.0±5.70a 9.6±5.94a 17.0±6.92a

5 g/kgBB 151.3±12.89a 131.0±26.02a 40.6±2.75a 58.8±9.14a 6.8±2.75a 18.6±5.89a

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05; n=5)

Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat ditentukan pengaruh dosis terhadap nilai

kadar glukosa, total kolesterol, dan trigliserida. Pengaruh tersebut dapat terlihat setelah

diketahui linieritas dari persamaan garis yang dihitung pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva perubahan kadar glukosa, total kolesterol, dan trigliserida

Berdasarkan Gambar 3 diketahui kadar glukosa darah tikus jantan memiliki

kemiringan garis (slope) sebesar 2.6390, yang berarti peningkatan dosis akan

meningkatkan kadar glukosa tikus jantan. Pada tikus betina diperoleh nilai slope sebesar

-7.9420, yang berarti peningkatan dosis justru menurunkan kadar glukosa tikus.

Peningkatan kadar glukosa pada tikus jantan kurang terlihat jika dibandingkan dengan

penurunan kadar glukosa pada tikus betina (lihat Tabel 11) sehingga untuk menentukan

pengaruh dosis terhadap kadar glukosa tikus dilakukan uji ANOVA yang dilanjutkan

dengan uji Duncan untuk mengetahui signifikansi antara dosis uji dengan perubahan

kadar glukosa darah pada tikus. Berdasarkan hasil uji statistik (Lampiran 13a),

peningkatan dosis uji meningkatkan kadar glukosa darah pada tikus jantan secara tidak

berbeda nyata atau tidak signifikan. Hasil uji statistik pada tikus betina menunjukkan

bahwa peningkatan dosis uji menurunkan kadar glukosa darah pada tikus betina secara

35

tidak berbeda nyata atau tidak signifikan. Arun dan Nalini (2002) menyatakan bahwa

peningkatan konsumsi kunyit atau kurkumin mampu menurunkan kadar glukosa darah.

Mekanisme ini terjadi karena kurkumin mampu menurunkan sebagian besar glukosa yang

masuk ke jalur metabolisme polyol pathway serta menurunkan aktivitas enzim sorbitol

dehidrogenase.

Pada hasil perhitungan kadar total kolesterol tikus jantan (nilai slope sebesar -

0.6850) maupun betina (nilai slope sebesar -0.3390) terlihat penurunan kadar kolesterol

akibat peningkatan dosis konsumsi minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis.

Penentuan pengaruh dosis terhadap kadar kolesterol tikus ditentukan dengan melakukan

uji ANOVA dan uji lanjut Duncan. Hasil uji statistik kadar kolesterol darah tikus

(Lampiran 13b) menunjukkan bahwa peningkatan dosis uji menurunkan kadar kolesterol

darah tikus secara tidak berbeda nyata atau tidak signifikan. Kempaiah dan Srinivasan

(2004) menyatakan bahwa kurkumin pada kunyit mampu mengurangi kadar kolesterol

dalam darah pada tikus dengan perlakuan hypercholesterolemic. Kurkumin mampu

menurunkan jumlah lipid peroksida dan kadar kolesterol dalam darah sebesar 33% dan

12%.

Kadar trigliserida tikus betina mengalami peningkatan yang kurang signifikan

dengan nilai slope sebesar 0.3140, sedangkan pada tikus jantan terlihat penurunan kadar

trigliserida yang cukup besar dengan slope sebesar -2.7100. Penentuan pengaruh dosis

terhadap kadar trigliserida tikus ditentukan dengan melakukan uji ANOVA dan uji lanjut

Duncan. Hasil uji statistik kadar trigliserida darah tikus (Lampiran 13c) menunjukkan

bahwa pemberian dosis 2 g/kg BB dan 5 g/kg BB mampu menurunkan kadar trigliserida

darah tikus jantan secara signifikan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hasil uji

pada tikus betina menunjukkan bahwa peningkatan dosis uji menurunkan kadar

trigliserida darah tikus secara tidak berbeda nyata atau tidak signifikan. Yasni et al.

(1994) diacu dalam Aggarwal et al. (2005) menunjukkan bahwa senyawa alpha-

curcumene dan kurkuminoid pada temulawak mampu menurunkan kadar trigliserida

dalam darah dan hati tikus. Kurkumin yang berasal dari kunyit juga memiliki kemampuan

menurunkan kadar trigliserida dalam darah tikus perlakuan high-fat diet (Kempaiah dan

Srinivasan 2004).

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penelitian sebelumnya dapat diketahui

bahwa konsumsi minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis terpilih memiliki

kecenderungan menurunkan kadar glukosa, total kolesterol, dan kadar trigliserida darah

pada tikus uji.

e. Penentuan nilai LD 50 hasil uji toksisitas akut minuman kunyit formula terpilih

Berdasarkan seluruh hasil analisis toksisitas akut di atas dibuat sebuah diagram alir

untuk penentuan nilai LD 50 dari sampel yang diujikan pada Lampiran 16. Pembuatan

diagram ini dilakukan dengan dosis awal, yaitu dosis 1g/kg BB, 2g/kg BB dan 5g/kg BB.

Dosis 1g/kg BB ditetapkan sebagai dosis awal pembuatan diagram alir. Berdasarkan

panduan uji toksisitas akut metode oral menurut OECD tahun 2001 pada Lampiran 15,

dosis maksimum yang digunakan adalah 5g/kg BB guna menghormati animal welfare.

Berdasarkan OECD (2001) dapat ditentukan dosis 1 g/kg BB dari 10 tikus yang diamati

tidak menunjukkan adanya kematian dan gejala toksisitas menunjukkan bahwa toksisitas

minuman formula terpilih tidak berada pada skala kategori 3. Hal ini menyebabkan

diagram dialirkan ke dosis selanjutnya yang lebih tinggi yaitu 2g/kg BB yang merupakan

36

skala kategori 4. Pada pemberian minuman kunyit dengan dosis 2g/kg BB dari 10 tikus

yang diamati juga tidak menunjukkan adanya angka kematian dan gejala toksisitas. Hal

ini berarti tingkat keakutan toksik minuman kunyit formula terpilih tidak berada pada

skala kategori 4. Hal ini menyebabkan aliran diagram mengalir ke kategori low acute

toxicity category yaitu skala kategori 5 pada dosis 5g/kg BB. Pada pemberian minuman

formula terpilih dengan dosis 5 g/kg BB tidak ditemukan adanya kematian dari 10 ekor

tikus yang diuji. Hal ini berarti minuman kunyit formula terpilih memiliki nilai keakutan

toksik yang sangat rendah dan berada pada skala unclassified. Berdasarkan hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa minuman kunyit formula terpilih memiliki nilai LD 50 > 5 g/kg

BB yang berarti minuman kunyit formula terpilih memiliki tingkat keakutan toksik yang

sangat rendah sehingga aman untuk dikonsumsi walaupun dalam skala besar. Hal ini

sesuai dengan penelitian Kohli et al. (2004) yang memperoleh nilai LD 50 pada ekstrak

rimpang kunyit > 2 g/kg BB. Arora et al. (1971) menyatakan bahwa ekstrak rimpang

kunyit memiliki nilai LD 50 sebesar 12.20 g/kg BB.

Berdasarkan uji toksisitas akut dapat disimpulkan bahwa formula kunyit asam

citarasa jeruk nipis aman dikonsumsi pada dosis 1, 2, dan 5 g/kg BB, atau dengan kata

lain minuman formula kunyit asam citarasa jeruk nipis aman dikonsumsi.

3. Uji Stabilitas Minuman Fungsional Kunyit Asam Citarasa Jeruk Nipis

a. Proses pengemasan

Minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis memiliki rasa dan aroma khas rempah

alami Indonesia, oleh karena itu diperlukan kemasan yang mampu menjaga rasa dan

aroma tersebut selama penyimpanan. Kurkumin merupakan senyawa yang sensitif

terhadap cahaya, sehingga pengemasan dengan botol kaca gelap perlu menjadi

pertimbangan untuk menjaga stabilitas dan kapasitas antioksidan dari produk. Kemasan

gelas merupakan kemasan yang memiliki banyak sifat menguntungkan, seperti inert

(tidak bereaksi), kuat, tahan terhadap kerusakan, dan sangat baik sebagai perlindungan

terhadap benda padat, cair, dan gas (Kardial 2009). Wiguna (2011) menyatakan stabilitas

kapasitas antioksidan dan umur simpan produk yang disimpan dalam botol kaca berwarna

gelap akan lebih tinggi dibandingkan kemasan berwarna bening. Oleh karena itu, pada uji

stabilitas minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis dikemas dalam botol kaca

gelap berukuran 150 ml.

Proses pengemasan produk dilakukan dengan memasukkan produk ke dalam botol

kaca gelap steril kemudian merebus kembali produk yang telah dimasukkan ke dalam

botol dalam air mendidih sampai suhu produk bagian dalam mencapai 700C dan dibiarkan

selama 30 menit atau sampai terjadi peningkatan volume produk yang telah dikemas

sampai mencapai head space, ditutup, dan diberi heat shock dengan pendinginan melalui

media air. Proses pengemasan ini dikenal dengan istilah pasteurisasi. Pasteurisasi

merupakan proses thermal yang dilakukan pada produk dengan suhu dan waktu tertentu

untuk membunuh semua mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi manusia.

Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang sensitif dan mudah rusak pada suhu

tinggi, sehingga tidak dapat disterilisasi secara komersial. Pasteurisasi mampu membunuh

mikroba psikrofilik, mesofilik, dan sebagian mikroba termofilik. Pasteurisasi biasanya

dikombinasikan dengan proses lain agar dapat membunuh mikroba termofil yang masih

tersisa. Perlakuan asam, heat shock, dan penambahan bahan pengawet biasanya

37

dikombinasikan dengan proses pasteurisasi (Kardial 2009). Pasteurisasi dilakukan pada

minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis dengan tujuan untuk mengurangi kerusakan

antioksidan dan komponen volatil pada produk yang terjadi pada proses dengan suhu

tinggi. Perlakuan pasteurisasi dengan perlakuan tambahan heat shock sesuai untuk

minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis yang memiliki pH rendah serta kandungan

senyawa antibakteri yang terdapat pada kunyit.

b. Proses penyimpanan

Proses penyimpanan dilakukan untuk mengetahui stabilitas minuman fungsional

kunyit asam citarasa jeruk dalam empat suhu penyimpanan, yaitu suhu 5, 30, 45, dan 550

C. Proses penyimpanan dilakukan secara terkontrol dan pengamatan dilakukan pada hari

yang sama setiap minggunya. Proses penyimpanan dilakukan dengan metode akselerasi

dan pengamatan dilakukan pada tanda-tanda kerusakan yang terjadi selama satu bulan

penyimpanan, serta data pengamatan diolah dengan menggunakan persamaan Arhennius.

(1) Pengukuran parameter pH minuman fungsional kunyit asam citarasa terpilih

selama penyimpanan

Nilai pH merupakan parameter penting dari stabilitas minuman kunyit asam

citarasa jeruk nipis. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap perubahan warna karena

senyawa kurkumin yang sensitif terhadap pH. Penurunan nilai pH tersebut juga dapat

mempengaruhi jumlah mikroba, warna, dan karakter sensori dari minuman kunyit

asam citarasa jeruk nipis. Secara umum, nilai pH minuman kunyit asam formula

citarasa terpilih selama penyimpanan menurun seiring dengan lamanya waktu

simpan. Minuman kunyit asam formula citarasa terpilih pada penyimpanan suhu 50C

terlihat cukup stabil ditunjukkan dari nilai slope kurva sebesar 0.003, sedangkan pada

suhu 300, 45

0, dan 55

0 C kurang stabil dengan slope sebesar 0.009, 0.010, dan 0.010.

Penurunan nilai pH berbanding lurus dengan peningkatan suhu penyimpanan.

Penurunan nilai pH menjadi lebih cepat pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi.

Tabel 12. Stabilitas pH selama penyimpanan

Pengamatan Suhu Penyimpanan (0C)

(hari) 5 30 45 55

0 3.560±0.0141a 3.560±0.0141

a 3.560±0.0141

a 3.560±0.0141

a

7 3.470±0.0141a,b

3.385±0.0071b 3.505±0.0071

a,b 3.470±0.0000

a,b

14 3.460±0.0141a,b

3.355±0.0071b,c

3.445±0.0071b 3.405±0.0071

b

21 3.450±0.0000a,b

3.315±0.0071c 3.280±0.0000

c 3.415±0.0071

b

28 3.435±0.0071b 3.265±0.0071

c 3.305±0.0071

c 3.220±0.0141

c

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

(p<0.05; n=2)

(2) Pengukuran parameter mikrobiologi minuman fungsional kunyit asam citarasa

terpilih selama penyimpanan

Secara umum, pertumbuhan jumlah mikroba pada minuman fungsional kunyit

asam formula citarasa terpilih semakin meningkat sesuai dengan lamanya waktu

simpan. Pada suhu 50C tidak terjadi pertumbuhan mikroba, sedangkan pada suhu 30

0,

450, dan 55

0 C terjadi pertumbuhan jumlah mikroba dalam jumlah kecil yang masih

38

di bawah standar, yaitu 100 cfu/ml. Pertumbuhan jumlah mikroba berbanding lurus

dengan suhu penyimpanan yang dilakukan. Pertumbuhan jumlah mikroba akan lebih

cepat dengan suhu penyimpanan yang lebih tinggi namun masih di bawah standar,

sehingga dapat dikatakan stabil. Minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis dapat

stabil selama penyimpanan karena telah dilakukan perlakuan pasteurisasi dan

pengemasan secara hermetis. Proses pasteurisasi, kandungan asam yang tinggi, dan

aktivitas antibakteri pada kunyit diketahui memiliki sinergisme positif dalam

mengurangi pertumbuhan mikroba selama penyimpanan.

Minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis memiliki nilai pH yang asam, karena

kandungan senyawa asam tartarat dan asam sitrat yang berasal dari asam jawa dan

jeruk nipis. Hal ini sesuai dengan penelitian Kardial (2009) yang menyatakan tingkat

keasaman memiliki pengaruh antimikroorganisme pada bahan pangan. Kandungan

senyawa kurkuminoid pada kunyit (kurkumin, demetoksi kurkumin, dan

bisdemetoksi kurkumin) memiliki aktivitas antibakteri dengan mekanisme mengubah

permeabilitas membran sitoplasma sel bakteri yang menyebabkan kebocoran nutrisi

dari sel sehingga sel mati atau terhambat pertumbuhannya (Sunanti 2007).

Tabel 13. Jumlah mikroba minuman kunyit asam selama penyimpanan (cfu/ml)

Pengamatan Suhu penyimpanan (0C)

(hari) 5 30 45 55

0 <2.5 x 101

(0)a <2.5 x 10

1 (0)

a <2.5 x 10

1 (0)

a <2.5 x 10

1 (0)

a

7 <2.5 x 101

(0) a <2.5 x 10

1 (0)

a <2.5 x 10

1 (0)

a <2.5 x 10

1 (0)

a

14 <2.5 x 101

(0) a <2.5 x 10

1 (0)

a <2.5 x 10

1 (1)

a <2.5 x 10

1 (2)

a

21 <2.5 x 101

(0) a <2.5 x 10

1 (1)

a <2.5 x 10

1 (2)

a <2.5 x 10

1 (2)

a

28 <2.5 x 101

(0) a <2.5 x 10

1 (2)

a <2.5 x 10

1 (3)

a <2.5 x 10

1 (3)

a

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

nyata (p<0.05; n=2)

(3) Pengukuran Parameter Warna Minuman Fungsional Kunyit Asam Citarasa

Terpilih selama Penyimpanan

Sebuah chromameter digunakan untuk mengukur intensitas warna dengan nilai

tingkat kecerahan (L), kemerahan (a), dan kekuningan (b) yang sebelumnya telah

distandardisasi dengan white plate yang memiliki nilai L = 97.30, nilai a = -0.52, dan

nilai b = 2.43 (Buta and Abbott 2000; Loaiza-Velarde and Slatveit 2001).

(a) Nilai L

Salah satu model warna yang umum digunakan dalam pengukuran warna

pada penelitian produk pangan adalah menggunakan model L*a*b, yaitu nilai L

adalah komponen luminance atau lightness yang berkisar dari 0 yang

intensitasnya tidak cerah sampai 100 yang intensitasnya sangat cerah (Papadakis

et al. 2000).

Pengukuran nilai L selama penyimpanan menunjukkan nilai L yang

semakin meningkat selama penyimpanan yang disebabkan oleh penurunan nilai

pH, sehingga warna kuning jingga dari minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis

berubah menjadi kuning cerah. Kandungan asam sitrat dan asam tartarat yang

berasal dari jeruk nipis dan asam jawa menurunkan nilai pH minuman kunyit

asam citarasa jeruk nipis. Kandungan senyawa kurkumin pada minuman kunyit

39

asam citarasa jeruk nipis diketahui sensitif terhadap perubahan pH. Warna jingga

pada kurkumin akan berubah menjadi kuning cerah pada pH asam dan berubah

menjadi merah pada pH basa (Sejati 2002). Interaksi antara asam sitrat dan asam

tartarat yang menurunkan nilai pH dan kurkumin meningkatkan nilai kecerahan

minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis selama penyimpanan.

Stabilitas tingkat kecerahan minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengukuran nilai L selama penyimpanan

Pengamatan Suhu Penyimpanan (0C)

(hari) 5 30 45 55

0 58.577 ± 0.0153a 58.577 ± 0.0153b 58.577 ± 0.0153b 58.577 ± 0.0153a

7 53.980 ± 0.0200c 53.103 ± 0.0058a 55.550 ± 0.0200a 57.290 ± 0.0100a

14 56.913 ± 0.1201a,b 57.386 ± 0.0755b 55.493 ± 0.0493a 58.027 ± 0.1102a

21 53.733 ± 0.0153c 57.860 ± 0.0000b 56.230 ± 0.0954a 58.620 ± 0.1054a

28 55.380 ± 0.0000b,c 62.537 ± 0.0153c 60.917 ± 0.0289b 63.737 ± 0.0351b

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

(p<0.05; n=2)

(b) Nilai a

Nilai a atau nilai kemerahan merupakan salah satu dari dua komponen

kromatis yang memiliki kisaran nilai dari -120 yang berwarna hijau sampai +120

yang berwarna merah. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai a

minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis mengalami peningkatan,

nilai a yang semula -4.48 (mendekati hijau) sampai 4.79, 1.11, 2.61, dan 1.09

(mendekati merah) pada suhu 5, 30, 45, dan 550C. Peningkatan pada nilai a yang

semula berada pada warna kuning tua mendekati hijau, berubah menjadi kuning

jingga cerah yang mendekati warna merah. Perubahan ini tidak terlepas dari

interaksi antara senyawa asam sitrat dan asam tartarat yang menurunkan pH

dengan senyawa kurkumin yang akan berubah menjadi lebih berwarna kuning

jingga cerah pada pH asam.

Tabel 15. Hasil nilai a selama penyimpanan

Pengamatan Suhu Penyimpanan (0C)

(hari) 5 30 45 55

0 -4.480 ± 0.0529a -4.480 ± 0.0529a -4.480 ± 0.0529a -4.480 ± 0.0529a

7 3.207 ± 0.0153c 2.190 ± 0.0173d 0.597 ± 0.0208b -0.530 ± 0.0173b

14 1.283 ± 0.0702b -0.013 ± 0.0651b 2.240 ± 0.0755c 0.193 ± 0.1050b

21 3.947 ± 0.0058c -0.540 ± 0.0100b 1.870 ± 0.0557c -0.407 ± 0.0709b

28 4.790 ± 0.0000c 1.113 ± 0.0058c 2.610 ± 0.0458c 1.087 ± 0.0115c

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

nyata (p<0.05; n=2)

40

(c) Nilai b

Nilai b atau nilai kekuningan merupakan salah satu dari dua komponen

kromatis yang memiliki kisaran nilai dari -120 yang berwarna biru sampai +120

yang berwarna kuning. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa nilai b

minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis mengalami peningkatan

nilai b yang semula bernilai 46.01 (mendekati kuning) sampai bernilai 53.04,

56.29, 52.78, dan 55.54 (mendekati kuning) pada suhu 5, 30, 45, dan 550C.

Peningkatan nilai b menjadi lebih mendekati kuning selama penyimpanan

diakibatkan oleh penurunan nilai pH sehingga minuman kunyit asam citarasa

jeruk nipis yang berwarna kuning jingga berubah menjadi lebih kuning.

Kandungan asam sitrat dan asam tartarat yang berasal dari jeruk nipis dan asam

jawa menurunkan nilai pH minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis.

Kandungan senyawa kurkumin pada minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis

diketahui sensitif terhadap perubahan pH. Warna jingga pada kurkumin akan

berubah menjadi kuning cerah pada pH asam dan berubah menjadi merah pada

pH basa (Sejati 2002). Interaksi antara senyawa asam sitrat dan asam tartarat

yang menurunkan nilai pH dan kurkumin diketahui meningkatkan nilai b

menjadi semakin mendekati warna kuning.

Tabel 16. Hasil pengukuran nilai b selama penyimpanan

Pengamatan Suhu Penyimpanan (0C)

(hari) 5 30 45 55

0 46.013 ± 0.0643a 46.013 ± 0.0643a 46.013 ± 0.0643a 46.013 ± 0.0643a

7 49.917 ± 0.0306b 45.037 ± 0.0252a 48.760 ± 0.0300b 49.963 ± 0.0321b

14 52.823 ± 0.961c 51.353 ± 0.0208b 48.323 ± 0.0058a,b 49.810 ± 0.0755b

21 50.147 ± 0.0231b 52.510 ± 0.0100b 49.387 ± 0.1601b 51.943 ± 0.0551b

28 53.043 ± 0.0814c 56.290 ± 0.0361c 52.783 ± 0.0115c 55.543 ± 0.0508c

Nilai adalah mean ± standar deviasi. Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata

(p<0.05; n=2)

(4) Pengukuran parameter sensori minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk

nipis selama penyimpanan

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa perubahan nilai kesukaan konsumen

terhadap parameter rasa, aroma, warna, dan overall minuman fungsional kunyit asam

citarasa jeruk nipis berbanding lurus dengan suhu dan waktu penyimpanan. Nilai

kesukaan dari seluruh parameter selama penyimpanan masih berada pada tingkat

kesukaan agak suka sampai suka. Berdasarkan hal ini disimpulkan bahwa

karakteristik sensori minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis cukup stabil terhadap

parameter suhu dan waktu penyimpanan.

41

Tabel 17. Perubahan nilai kesukaan konsumen selama penyimpanan

Parameter Pengamatan Suhu Penyimpanan (

0C)

(hari) 5 30 45 55

Rasa 0 6.2±1.32a 6.2±1.32a 6.2±1.32a 6.2±1.32 a

7 5.9±0.59a 5.5±1.06a 5.2±0.86b 5.4±0.51b

14 5.9±0.59a 5.5±0.74a 5.3±0.62b 5.3±0.82b

21 5.9±0.52a 5.5±0.74a 5.9±0.92a 4.9±0.80c

28 5.5±0.52a 5.1±0.35b 5.1±0.35b 4.4±0.74d

Aroma 0 5.3±1.22a 5.3±1.22a 5.3±1.22a 5.3±1.22b

7 5.4±0.51a 5.1±0.92a 5.4±0.63a 5.3±0.72b

14 5.8±0.68b 5.3±0.72a 5.5±0.64a 5.5±0.99a,b

21 5.7±0.46b 5.9±1.13b 5.3±0.88a 5.4±1.35a,b

28 5.4±0.51a 5.2±0.68a 4.8±0.94b 4.5±1.13c

Warna 0 6.1±0.26a 6.1±0.26a 6.1±0.26a 6.1±0.26a

7 6.1±0.35a 6.1±0.26a 5.7±0.46b 5.7±0.46b

14 6.2±0.41a 5.8±0.56a 5.5±0.52b 5.7±0.70b

21 6.3±0.49a 6.0±0.00a 6.1±0.64a 5.9±0.35a

28 6.1±0.46a 5.8±0.41a 5.6±0.63b 5.7±0.49b

Overall 0 6.1±1.22a 6.1±1.22a 6.1±1.22a 6.1±1.22a

7 5.9±0.59a 5.5±0.64a.b 5.4±0.51b 5.4±0.51b

14 6.2±0.56a 5.7±0.62a 5.5±0.52b 5.7±0.59b

21 6.1±0.52a 5.7±0.72a 4.9±1.13c 5.6±0.63b

28 5.4±0.51b 5.3±0.46b 4.3±0.72d 4.7±0.80c Nilai adalah mean ± standar deviasi; n = 15

c. Penentuan umur simpan dan waktu kadaluarsa minuman fungsional kunyit asam

citarasa jeruk nipis berdasarkan parameter pengamatan

(1) Penentuan Ordo Reaksi

Berdasarkan data perubahan nilai pH, jumlah mikroba, warna, dan evaluasi

sensori minuman kunyit asam citarasa terpilih selama penyimpanan, dapat diplotkan

dalam bentuk kurva dan disajikan dalam bentuk kurva linier dan eksponensial. Kurva

linier menunjukkan Ordo Nol dan kurva eksponensial menunjukkan data Ordo

Satu.Penetapan ordo reaksi berkaitan dengan laju perubahan mutu. Ordo Nol

menunjukkan laju kerusakan konstan, sedangkan Ordo Satu menunjukkan laju

kerusakan yang bersifat logaritmik.

Pemilihan ordo reaksi dilakukan dengan memplotkan data perubahan nilai pH,

jumlah mikroba, warna, dan evaluasi sensori mengikuti Ordo Nol dan Ordo Satu.

Masing – masing ordo dibuat persamaan regresinya. Ordo yang terpilih adalah ordo

reaksi dengan nilai R2 terbesar dan mendekati 1. Hasil perhitungan R

2 pada penelitian

kali ini tidak berbeda, oleh karena itu dilakukan penghitungan umur simpan pada

kedua ordo reaksi. Kurva dari masing-masing ordo reaksi dapat dilihat pada

Lampiran 9 (Ordo Nol) dan Lampiran 10 (Ordo Satu). Nilai persamaan dan nilai R2

masing – masing perlakuan terdapat pada Tabel 18.

42

Tabel 18. Persamaan reaksi hubungan antara perubahan mutu dan perlakuan penyimpanan

minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis pada Ordo Nol dan Ordo Satu

Parameter Suhu Ordo Nol Ordo Satu

Persamaan reaksi R2 Persamaan reaksi R2

Ph 5 y = -0.003x + 3.529 0.7510 y = -0.001x + 1.261 0.7540

30 y = -0.009x + 3.508 0.8630 y = -0.002x + 1.255 0.8720

45 y = -0.010x + 3.566 0.8960 y =-0.003x + 1.271 0.8920

55 y = -0.010x + 3.561 0.8680 y = -0.003x + 1.270 0.8620

Jumlah 5 y = 0 1.0000 y = 0 1.0000

Mikroba 30 y = 0.071x - 0.4 0.7810 y = 0.019x - 0.138 0.5000

45 y = 0.114x - 0.4 0.9410 y = 0.041x - 0.219 0.7990

55 y = 0.114x - 0.2 0.8880 y = 0.041x - 0.081 0.8950

Nilai L 5 y = -0.095x + 57.04 0.2640 y = -0.001x + 4.043 0.2570

30 y = 0.181x + 55.35 0.3540 y = 0.003x + 4.013 0.3440

45 y = 0.076x + 56.28 0.1290 y = 0.001x + 4.030 0.1240

55 y = 0.166x + 56.94 0.5200 y = 0.002x + 4.043 0.5200

Nilai a 5 y = 0.275x - 2.106 0.6720 y = 0.042x + 1.770 0.6240

30 y = 0.120x - 2.036 0.2760 y = 0.023x + 1.807 0.3040

45 y = 0.220x - 2.522 0.6990 y = 0.040x + 1.717 0.7040

55 y = 0.160x - 3.08 0.6920 y = 0.028x + 1.694 0.6100

Nilai b 5 y = 0.204x + 47.53 0.6300 y = 0.004x + 3.860 0.6310

30 y = 0.400x + 44.63 0.8930 y = 0.008x + 3.802 0.8860

45 y = 0.202x + 46.21 0.8400 y = 0.004x + 3.834 0.8450

55 y = 0.300x + 46.44 0.9160 y = 0.005x + 3.84 0.9170

Rasa 5 y = -0.02x + 6.173 0.8610 y = -0.003x + 1.820 0.8560

30 y = -0.030x + 6.013 0.7710 y = -0.005x + 1.794 0.7800

45 y = -0.021x + 5.84 0.2480 y = -0.003x + 1.761 0.2420

55 y = -0.058x + 6.066 0.9420 y = -0.011x + 1.807 0.9470

Aroma 5 y = 0.008x + 5.4 0.1660 y = 0.001x + 1.685 0.1710

30 y = 0.008x + 5.24 0.1040 y = 0.001x + 1.656 0.1030

45 y = -0.015x + 5.453 0.4180 y = -0.003x + 1.697 0.4240

55 y = -0.02x + 5.48 0.3390 y = -0.004x + 1.703 0.3510

Warna 5 y = 0.002x + 6.12 0.0800 y = 0.000x + 1.811 0.0790

30 y = -0.008x + 6.066 0.4820 y = -0.001x + 1.802 0.4790

45 y = -0.007x + 5.906 0.0840 y = -0.001x + 1.775 0.0850

55 y = -0.009x + 5.946 0.4380 y = -0.001x + 1.782 0.4370

Overall 5 y = -0.016x + 6.173 0.3110 y = -0.002x + 1.821 0.3210

30 y = -0.021x + 5.933 0.6430 y = -0.003x + 1.780 0.6440

45 y = -0.057x + 6.026 0.9290 y = -0.011x + 1.802 0.9240

55 y = -0.035x + 6 0.6180 y = -0.006x + 1.794 0.6130

(2) Penghitungan umur simpan dengan metode Arrhenius

Penentuan umur simpan minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis dilakukan

dengan model Arrhenius yang tertera pada Tabel 19. Berdasarkan data yang

diperoleh dilakukan penghitungan lanjut terhadap nilai k dari setiap perlakuan

berdasarkan kedua ordo reaksi pada Tabel 19. Nilai k pada Ordo Nol dapat

ditentukan dari nilai slope grafik. Nilai k Ordo Satu diperoleh dengan cara

menghitung dengan rumus :

ln At = ln Ao – k.t

Keterangan :

At = Mutu sampel pada akhir penyimpanan

Ao = Mutu awal sampel

t = waktu akhir penyimpanan

43

Tabel 19. Nilai T, (1/T), k, dan ln k pada 4 titik suhu penyimpanan minuman fungsional

kunyit asam citarasa jeruk nipis

Parameter Suhu

(0C)

Suhu

(K) (1/T)

Ordo Nol Ordo Satu

Slope (k) ln k Slope (k) ln k

pH 5 278 0.0036 0.0030 -5.8091 0.0010 -6.9078

30 303 0.0033 0.0090 -4.7105 0.0020 -6.2146

45 318 0.0031 0.0100 -4.6052 0.0030 -5.8091

55 328 0.0030 0.0100 -4.6052 0.0030 -5.8091

Jumlah 5 278 0.0036 - - - -

Mikroba 30 303 0.0033 0.0710 -2.6451 0.0190 -3.9633

45 318 0.0031 0.1140 -2.1716 0.0410 -3.1942

55 328 0.0030 0.1140 -2.1716 0.0410 -3.1942

Nilai L 5 278 0.0036 0.0950 -2.3539 0.0010 -6.9078

30 303 0.0033 0.1810 -1.7093 0.0030 -5.8091

45 318 0.0031 0.0760 -2.5770 0.0010 -6.9078

55 328 0.0030 0.1660 -1.7958 0.0020 -6.2146

Nilai a 5 278 0.0036 0.2750 -1.2910 0.0420 -3.1701

30 303 0.0033 0.1200 -2.1203 0.0230 -3.7723

45 318 0.0031 0.2200 -1.5141 0.0400 -3.2189

55 328 0.0030 0.1600 -1.8326 0.0280 -3.5756

Nilai b 5 278 0.0036 0.2040 -1.5896 0.0040 -5.5215

30 303 0.0033 0.4000 -0.9163 0.0080 -4.8283

45 318 0.0031 0.2020 -1.5995 0.0040 -5.5215

55 328 0.0030 0.3000 -1.2040 0.0050 -5.2983

Rasa 5 278 0.0036 0.0200 -3.9120 0.0030 -5.8091

30 303 0.0033 0.0300 -3.5066 0.0050 -5.2983

45 318 0.0031 0.0210 -3.8632 0.0030 -5.8091

55 328 0.0030 0.0580 -2.8473 0.0110 -4.5099

Aroma 5 278 0.0036 0.0080 -4.8283 0.0010 -6.9078

30 303 0.0033 0.0080 -4.8283 0.0010 -6.9078

45 318 0.0031 0.0150 -4.1997 0.0030 -5.8091

55 328 0.0030 0.0200 -3.9120 0.0040 -5.5215

Warna 5 278 0.0036 0.0020 -6.2146 0.0000 -

30 303 0.0033 0.0080 -4.8283 0.0010 -6.9078

45 318 0.0031 0.0070 -4.9618 0.0010 -6.9078

55 328 0.0030 0.0090 -4.7105 0.0010 -6.9078

Overall 5 278 0.0036 0.0160 -4.1352 0.0020 -6.2146

30 303 0.0033 0.0210 -3.8632 0.0030 -5.8091

45 318 0.0031 0.0570 -2.8647 0.0110 -4.5099

55 328 0.0030 0.0350 -3.3524 0.0060 -5.1160

44

Nilai k merupakan konstanta penurunan mutu. Nilai k berkaitan dengan waktu

umur simpan minuman kunyit asam formula citarasa terpilih. Semakin tinggi nilai k,

semakin besar penurunan mutu yang terjadi, sehingga akan mempersingkat umur

simpan minuman kunyit asam. Perhitungan umur simpan dapat diperluas pada

berbagai suhu dengan menggunakan hubungan nilai k dan suhu penghitungan

sebelumnya. Nilai k yang diperoleh dalam perhitungan dihubungkan dengan suhu

menggunakan persamaan Arrhenius:

k = ko.e(Ea/RT)

atau ln k = ln ko – [(Ea/RT).(1/T)]

Grafik dari hubungan ln k (sebagai ordinat y) dan (1/T) sebagai absis x, akan

memberikan persamaan garis lurus y = a + bx. Nilai suhu pada persamaan Arrhenius

adalah dalam skala Kelvin. Hal ini terlihat pada Tabel 20 dan Lampiran 11.

Selanjutnya perhitungan umur simpan minuman kunyit asam formula citarasa terpilih

ditentukan berdasarkan ordo reaksi terpilih.

Penetapan batas kritis setiap parameter akan berbeda satu sama lain tergantung

tingkat kerusakan setiap parameter. Penetapan batas kritis pada parameter pH

didasarkan pada 85% usable quality yaitu sebesar 3.03 dengan nilai pH awal 3.56.

Batas kritis parameter mikrobiologi mengacu pada batas maksimum jumlah mikroba

pada minuman berdasarkan SNI yaitu 100 cfu/ml. Batas kritis parameter nilai L

minuman kunyit asam citarasa terpilih, yaitu 70% usable quality sebesar 41.0060

dengan nilai awal 58.5800. Batas kritis parameter nilai a, yaitu 9.2700 yang diperoleh

dari selisih perubahan nilai a terbesar selama penyimpanan. Batas kritis parameter

nilai b yaitu 70% usable quality sebesar 32.2070 dengan nilai awal 46.01. Batas kritis

pada parameter sensori (rasa, aroma, warna, dan overall) yaitu 4.0000 yang

merupakan nilai kesukaan dengan persepsi biasa.

Setelah penetapan batas kritis, maka didapatkan nilai mutu awal (Ao) dan nilai

mutu akhir (At) sehingga umur simpan minuman kunyit asam citarasa terpilih dapat

dihitung dengan menggunakan nilai k pada Tabel 19.

Perhitungan umur simpan parameter pH pada suhu penyimpanan 50C Ordo Nol:

t = (Ao-At)/k = (3.5600 - 3.0260) / 0.003 = 178 hari

Perhitungan umur simpan parameter pH pada suhu penyimpanan 50C Ordo Satu:

ts = (ln Ao – ln At) / k = (ln 3.5600 – ln 3.0260) / 0.001 = 162.5 hari

Dengan cara yang sama diperoleh nilai k dan umur simpan pada suhu

penyimpanan seperti pada Tabel 20. Nilai k yang lebih besar didapatkan dari

penyimpangan dengan suhu yang lebih tinggi. Nilai k yang lebih tinggi menghasilkan

umur simpan yang lebih rendah. Data perhitungan nilai k dan umur simpan juga

menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap umur simpan

minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis. Semakin tinggi suhu

penyimpanan, menyebabkan nilai k semakin meningkat dan umur simpan minuman

fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis semakin menurun.

45

Tabel 20. Nilai konstanta perubahan dan umur simpan minuman fungsional kunyit asam

citarasa jeruk nipis

Parameter Suhu Nilai k Umur simpan (hari)

Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu

pH 5 0.0030 0.0010 178.0000 162.5000

30 0.0090 0.0020 59.3333 81.2500

45 0.0100 0.0030 53.4000 54.1667

55 0.0100 0.0030 53.4000 54.1667

Jumlah 30 0.0710 0.0190 1408.4507 242.3684

Mikroba 45 0.1140 0.0410 877.1930 112.3171

55 0.1140 0.0410 877.1930 112.3171

Nilai L 5 0.0950 0.0010 184.9895 356.7000

30 0.1810 0.0030 97.0939 118.9000

45 0.0760 0.0010 231.2368 356.7000

55 0.1660 0.0020 105.8675 178.3500

Nilai a 5 0.2750 0.0420 33.70909 53.01905

30 0.1200 0.0230 77.25000 96.81739

45 0.2200 0.0400 42.13636 55.67000

55 0.1600 0.0280 57.93750 79.52857

Nilai b 5 0.2040 0.0040 67.6618 89.1500

30 0.4000 0.0080 34.5075 44.5750

45 0.2020 0.0040 68.3317 89.1500

55 0.3000 0.0050 46.0100 71.3200

Rasa 5 0.0200 0.0030 160.0000 241.9667

30 0.0300 0.0050 106.6667 145.1800

45 0.0210 0.0030 152.3810 241.9667

55 0.0580 0.0110 55.1724 65.9909

Aroma 5 0.0080 0.0010 283.7500 563.4000

30 0.0080 0.0010 283.7500 563.4000

45 0.0150 0.0030 151.3333 187.8000

55 0.0200 0.0040 113.5000 140.8500

Warna 5 0.0020 0.0000 1535.0000 -

30 0.0080 0.0010 383.7500 704.8000

45 0.0070 0.0010 438.5714 704.8000

55 0.0090 0.0010 341.1111 704.8000

Overall 5 0.0160 0.0020 191.8750 352.4000

30 0.0210 0.0030 146.1905 234.9333

45 0.0570 0.0110 53.8596 64.0727

55 0.0350 0.0060 87.7143 117.4667

46

(3) Transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa

Transformasi umur simpan dapat dilakukan pada penyimpanan yang dipercepat

atau ASLT. Minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk nipis setelah diproduksi

akan mengalami kerusakan penyimpanan di gudang, kondisi distribusi, serta

penyimpanan di retail sebelum sampai ke konsumen, sehingga diperlukan

transformasi umur simpan menjadi waktu kadaluarsa dengan memperhitungkan

kondisi penyimpanan pada suhu 50C dan 30

0C. Suhu 5

0C merupakan suhu

penyimpanan pada lemari es dan proses distribusi dengan suhu terkontrol, sedangkan

suhu 300C merupakan suhu penyimpanan pada suhu ruang dan proses distribusi

secara manual.

Tabel 21. Nilai k, umur simpan, dan waktu kadaluarsa minuman fungsional kunyit

asam citarasa jeruk nipis pada suhu 50C dan 30

0C

Parameter Suhu Nilai k Umur simpan (hari) Waktu

Ordo nol Ordo satu Ordo nol Ordo satu

Kadaluarsa

(hari)

pH 5 0.0030 0.0010 178.0000 162.5000 178

30 0.0090 0.0020 59.3333 81.2500 59

Jumlah

Mikroba 30 0.0710 0.0190 1408.4507 242.3684 242

Nilai L

5 0.0950 0.0010 184.9895 356.7000 184

30 0.1810 0.0030 97.0939 118.9000 97

Nilai a 5 0.2750 0.0420 33.7091 53.0191 33

30 0.1200 0.0230 77.2500 96.8174 77

Nilai b 5 0.2040 0.0040 67.6618 89.1500 67

30 0.4000 0.0080 34.5075 44.5750 34

Rasa 5 0.0200 0.0030 160.0000 241.9667 160

30 0.0300 0.0050 106.6667 145.1800 106

Aroma 5 0.0080 0.0010 283.7500 563.4000 283

30 0.0080 0.0010 283.7500 563.4000 283

Warna 5 0.0020 0.0000 1535.0000 - 1535

30 0.0080 0.0010 383.7500 704.8000 383

Overall 5 0.0160 0.0020 191.8750 352.4000 191

30 0.0210 0.0030 146.1905 234.9333 146

Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan umur simpan

maupun waktu kadaluarsa antara perhitungan Ordo Nol dan Ordo Satu. Untuk

menentukan waktu kadaluarsa minuman fungsional kunyit asam formula terpilih,

maka untuk setiap parameter dipilih Ordo reaksi yang sesuai terhadap jenis

kerusakan yang mungkin terjadi. Untuk parameter pH, nilai L, nilai a, nilai b, rasa,

aroma, warna dan overall mengikuti laju kerusakan Ordo Nol, sedangkan untuk

kerusakan mikroba mengikuti waktu kadaluarsa pada Ordo Satu dengan pembulatan

kebawah. Penetapan waktu kadaluarsa produk harus didasarkan pada waktu

kadaluarsa beberapa parameter yang dianggap sebagai parameter kritis kerusakan

produk. Berdasarkan hal ini parameter pH produk dipilih sebagai parameter kritis

karena nilai pH mempengaruhi karakteristik sensori produk, warna produk, serta

pertumbuhan jumlah mikroba. Hal ini disebabkan oleh minuman kunyit asam citarasa

jeruk nipis mengandung pigmen kurkumin yang sensitif terhadap perubahan

47

keasaman yang dinyatakan dalam nilai pH minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis.

Berdasarkan cara tersebut dapat diperoleh waktu kadaluarsa minuman kunyit asam

citarasa jeruk nipis adalah 178 hari pada suhu refrigerator (50C) dan 59 hari pada

suhu ruang (300C).

48

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Proses pembuatan minuman kunyit asam yang dilakukan dengan metode penyeduhan yang

memiliki nilai rendemen dan mutu sensori yang lebih baik. Formula minuman fungsional

campuran kunyit 10 % dan asam jawa 5% merupakan minuman kunyit asam formula terpilih

dengan kapasitas antioksidan 99.594 ppm AAE dan kadar total fenol 97.451 ppm, serta memiliki

kadar air sebesar 92.88 %, kadar abu 0.057 %, kadar lemak 0.11 %, kadar protein 0.26 %, kadar

karbohidrat 6.693 %, dan nilai pH sebesar 3.62 yang berwarna kuning jingga cerah. Penambahan

ekstrak pala, kayumanis, dan jeruk nipis mampu meningkatkan kapasitas antioksidan produk

minuman kunyit asam, dan formula terpilih adalah minuman formulasi kunyit asam jeruk nipis

dengan perbandingan 10 : 5 : 2 (% v/v) yang memiliki kapasitas antioksidan sebesar 103.761 ppm

AAE dan tingkat kesukaan terhadap rasa, aroma, warna, dan overall yang seluruhnya berada dalam

tingkat kesukaan suka. Hasil uji toksisitas akut pada formula terpilih menunjukkan nilai LD 50

sebesar lebih dari 5000 mg/kg BB tikus yang berarti minuman formula terpilih berada pada

kategori lima yaitu unclassified zone atau very low acute toxicity. Minuman formula terpilih

memiliki kemampuan untuk mempertahankan kadar gula darah dan kolesterol pada tikus jantan

maupun tikus betina, menurunkan kadar trigliserida darah pada tikus jantan secara signifikan, serta

stabil selama 59 hari pada suhu ruang (300C) dan 178 hari pada suhu refrigerator (5

0C).

B. SARAN

Berdasarkan hasil-hasil pengamatan yang diperoleh, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terutama tentang kajian toksisitas subakut dengan uji in vivo dan uji khasiat minuman kunyit asam

citarasa jeruk nipis pada hewan uji.

49

DAFTAR PUSTAKA

ACCU CHECK. 2008. ACCU CHECK and AccuData systems evaluation protocoler: Roche

diagnostic. http://www.poc.roche.com [22 Februari 2012]

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan Edisi ke-1. Bogor:

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Aggarwal BB, Kumar A, Aggarwal MS, Shisodia S. 2005. Curcumin Derived from Turmeric

(Curcuma long): a Spice for All Seasons. Dalam: Phytopharmaceuticals in Cancer

Chemoprevention. New York: CRC Press, Ltd, pp 349-387.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.

Washington: AOAC Int.

AOAC. 1999. Official Methods of Analysis 925.45. http://www.aoac.org [25 September 2011].

Arora A, Siddiqui IA, Shukla Y. 2004. Modulation of p53 in 7,12-dimethylbenz[a] anthraceneinduced

skin tumors by diallyl sulfide in Swiss albino mice. Mol Cancer Ther, 3, pp 1459–1466.

Arpah, M. 2001. Buku & Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Bogor: IPN Pasca

Sarjana IPB.

Arpah, M. dan Syarief, R. 2000. Evaluasi Model-Model Pendugaan Umur Simpan Pangan dari Difusi

Hukum Fick Unidireksional. Bul. Teknol. dan Industri Pangan, XI, pp 1-11.

Arun N and Nalini N. 2002. Efficacy of turmeric on blood sugar and polyol pathway in diabetic albino

rats, Plant Foods Hum. J Nutr, 57 (1), pp 41–52.

Asai A. and Miyazawa T. 2001. Dietary curcuminoids prevent high-fat diet-induced lipid

accumulation in rat liver and epididymal adipose tissue, J Nutr, 131 (11), pp 2932–2935.

Astawan M. 2007. Awas, Bencana dalam Makan Kedaluarsa. http://www.depkes.go.id. [19 Juni

2011].

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman.

Jakarta: Badan Standardisasi Nasional

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2897-1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. Jakarta:

Badan Standardisasi Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 01-3550-1994. Minuman Beras Kencur, Mutu dan

Cara Uji. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Buta JG and Abbott JA. 2000. Browning Inhibition of Fresh-cut „Anjou‟, „Bartlett‟, and „Bosc‟ Pears.

HortScience, 35(6), pp 1111-1113.

Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U and Banerjee RK. 2004. Turmeric and curcumin:

Biological actions and medicinal applications. Current Science. 87, pp 44-53.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2007. Kajian Obat Tradisional Nasional. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia. No 381/Menkes/SK/III/2007. Jakarta: Departemen Kesehatan

RI.

50

[Deptan RI] Departemen Pertanian RI. 2007. Road Map Tanaman Biofarmaka. Jakarta: Departemen

Pertanian RI.

Devasena T, Rajasekaran KN and Menon VP. 2002. Bis-1,7-(2-hydroxyphenyl)-hepta-1,6-diene-3,5-

dione (a curcumin analog) ameliorates DMH-induced hepatic oxidative stress during colon

carcinogenesis. Pharmacol Res, 46 (1), pp 39–45.

Dorman HJ, Damien D, and Stanley G. 2004. Chemical composition, antimicrobial and in vitro

antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans, Oreganum

vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of Essential Oil Research,

pp 188-189.

Dulimarta HS. 2000. Kajian Stabilitas Beberapa Formulasi Bir Pletok (Minuman Khas Betawi) dan

Pengaruhnya Selama Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Edria D. 2010. Penentuan Umur Simpan Minuman Fungsional CINNA-ALE Instan dengan Metode

Arrhenius [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

GLOBOCAN. 2001. Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Worldwide, Ver 1.0, pp 54-57.

Gukovsky I, Reyes CN, Vaquero EC, Gukovskaya AS, and Pandol SJ. 2003. Curcumin ameliorates

ethanol and nonethanol experimental pancreatitis. Am. J. Physiol. Gastrointest. Liver Physiol.,

284 (1), pp 85-95.

IARC. Cancer Base No. 5. Lyon: IARC Press.

Iswadisar A. 2011. Pengaruh Rasio Penambahan Air Saat Ekstraksi dan Lama Pengendapan

terhadap Kualitas Sirup Kunyit Putih. [tesis]. Malang: Universitas Brawijaya.

Jayaprakasha GK Jaganmohan L, dan Sakariah KK. 2006. Antioxidant activities of curcumin,

demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry 98, pp 720-724.

Jayaprakasha GK, Jagan MR, dan Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of C. longa.

Trends in Food Science and Technology 16, pp 533-548.

Jovanovic SV, Boone, CW, Steenken S, Trinoga M, dan Kasley RB. 2001. How curcumin works

prefentially with water soluble antioxidants. J Am Chem Soc 123, pp 3064-3068.

Jukic MO, Politeo and Milos M. 2006. Chemical composition and antioxidant effect of free volatile

aglycones from nutmeg (Myristica fragrans Houtt.) compared to its essential oil. Croatia

Chemica Acta CCACAA, 79(2), pp 209-214.

Kempaiah RK and Srinivasan K. 2002. Integrity of erythrocytes of hypercholesterolemic rats during

spices treatment. Mol Cell Biochem, 236, pp 155–161.

King RA. 2000. The role of polyphenol in human health. Dalam: Brooker (ed). Tannin in Livestock

and Human Nutrition. ACIAR Proceedings No. 92. pp 202-234.

Kohli K, Ali J, Ansari MJ, Raheman Z. 2005. Curcumin : A Natural Antiinflammatory Agent. Indian

J Pharmacol, 37 (3), pp 141-147.

Kordial N. 2009. Perpanjangan Umur Simpan Dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional

Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus Bi. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai

Varietas Jeruk. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Labuza TP dan Schmild. 1985. Peramalan Umur Simpan. http://www. panganplus.com [15 Januari

2012]

51

Labuza TP. 1982. Shelflife Dating of Foods. Westport, Connecticut: Food and Nutrition Press Inc.

Leong LP, Shui G. 2002. An investigation of antioxidant capacity of fruits in Singapore markets. J

Food Chem, 76, pp 69-75.

Librianto, B.Y. 2004. Ekstraksi oleoresin pala (Myristica fragrans Houtt) dari ampas penyulingan

minyak pala menggunakan pelarut organik [skripsi]. Fateta. IPB.

Limananti A.I. and Triratnawati A. 2003. Ramuan Jamu Cekok Sebagai Penyembuhan Kurang Nafsu

Makan Pada Anak: Suatu Kejadian Etnomedisin. Makara Kesehatan, 7, pp 11-20.

Lukita-Atmadja W., Ito Y., Baker G.L., and McCuskey R.S. 2002. Effect of curcuminoids as anti-

inflammatory agents on the hepatic microvascular response to endotoxin. SHOCK, 17 (5), pp

399–403.

Morita TK, Jinno H, Kawagishi Y, Arimoto H, Suganuma T, Inakuma and K Sigiyama. 2003.

Hepatoprotective effect of myristicin from nutmeg (Myristica fragrans) on lipopolisaccaride/d-

galactosamine-induced liver injury. J Agric Food Chem, 15(6), pp 1560−1565.

Nanji AA, Jokelainen K, Tipoe GL, Rahemtulla A, Thomas P, and Dannenberg AJ. 2003. Curcumin

prevents alcohol-induced liver disease in rats by inhibiting the expression of NF-kappa B-

dependent genes, Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol, 284 (2), pp 321–327.

Navarro DF, de Souza MM, Neto RA, Golin V, Niero R, Yunes RA, Delle MF and Cechinel FV.

2002. Phytochemical analysis and analgesic properties of Curcuma zedoaria grown in Brazil.

Phytomedicine. 9 (5), pp 427-32.

OECD. 2001. OECD Guideline for The Testing of Chemical, pp 1-10.

Papadakis SE, Malek SA, Kamdem RE and Yam KL. 2000. A versatile and inexpensive technique for

measuring color of foods. Food Technology, 54 (12), pp 48-51.

Prihantini, S. 2003. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman

Fungsional Tradisional dari Sari Jahe (Zingiber officinale R.), Sari Sereh (Cymbopogon

flexuosus) dan Campurannya. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Punithavathi D, Venkatesan N and Babu M. 2003. Protective effects of curcumin against

amiodaroneinduced pulmonary fibrosis in rats, Br. J Pharmacol, 139 (7), pp 1342–1350.

Ramadhani AN. 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis) Terhadap

Larva Artemia Salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bst) [skripsi].

Semarang: Universitas Diponegoro.

RANDOX. 2009. Lipid profile : automated assayfor clinical analysers. RANDOX clinical diagnostics

solution. www.randox.com [12 Februari 2012]

Safithri M dan Fahma F. 2008. Potency of Piper crocatum decoction as an antihiperglycemia in rat

strain Sprague Dawley. Hayati Journal of Bioscience, 15 (1).

Samiran. 2006. Cara alami mengundang kantuk. Majalah Intisari. Edisi No.517; XLIII.

http://www.intisari-online.com [12 Februari 2012]

Sejati NIP. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman

Fungsional Tradisional Berbasis Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Asam Jawa

(Tamarindus indica Linn.) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

52

Sembiring BB, Ma‟mun, Ginting EI. 2006. Pengaruh Kehalusan Bahan Dan Lama Ekstraksi Terhadap

Mutu Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb). Bul Litro, 17 (2), pp 53-58.

Shahed AR, Jones E, and Shoskes D. 2001. Quercetin and curcumin up-regulate antioxidant gene

expression in rat kidney after ureteral obstruction or ischemia/reperfusion injury. Transplant

Proc,33 (6), pp 2988.

Shetty, K., Curtis, O.F., Levin, R.E., Witkowsky, R. and Ang, W. (1995). Prevention of vitrification

associated with in vitro shoot culture of oregano (Origanum vulgare) by Pseudomonas spp. J

Plant Physiol, 147, pp 447-451.

Sjabana D. 2006. Uji Toksisitas Akut. Surabaya: Universitas Airlangga.

Stankovic I. 2004. CURCUMIN. Chemical and Technical Assesment 61st JECFA. FAO.

Sugiyono. 2001. Proses produksi sari buah pala instan. Buletin Teknol dan Industri Pangan, Vol. 9

No. 2 , pp 47-48.

Sunanti. 2007. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tunggal Bawang Putih (Allium Sativum Linn.) Dan

Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val.) Terhadap Salmonella Typhimurium [skripsi].

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Susilo E. 2011. Optimasi Formula Minuman Fungsional Berbasis Kunyit (Curcuma Domestica Val.),

Asam Jawa (Tamarindus Indica Linn.), Dan Jahe (Zingiber Officinale Var. Amarum) Dengan

Metode Desain Campuran (Mixture Design) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Syarief R dan Halid Y. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bandung: Penerbit Arcan.

Ulfa M. 2004. Pengaruh Penggunaan CMC dan Modified Starch pada Minuman Kunyit Asam dalam

Kemasan Plastik serta Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan [skripsi]. Fateta, IPB, Bogor

Wiguna D. 2011. Pengaruh Suhu Dan Transparansi Kemasan Terhadap Stabilitas Kapasitas

Antioksidan Sebagai Parameter Umur Simpan Bir Pletok [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Yasni S, Imaizumi K, Sin K., Sugano M, Nonaka G, and Sidik. 1994. Identification of an active

principle in essential oils and hexane-soluble fractions of Curcuma xanthorrhiza Roxb. Showing

triglyceride-lowering action in rats. Food Chem. Toxicol, 32 (3), pp 273–278.

LAMPIRAN

53

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan baku minuman fungsional kunyit asam

Lampiran 1a. Gambar bahan baku minuman fungsional kunyit asam

Lampiran 1b. Komposisi kimia bahan baku minuman fungsional kunyit asam

Komposisi kimia rimpang kunyit

Komposisi Jumlah

Energi (kal) 1480.0

Air (g) 11.4

Karbohidrat (g) 64.9

Protein (g) 7.8

Lemak (g) 9.9

Serat (g) 6.7

Abu (g) 6.0

Kalsium (mg) 182.0

Fosfor (mg) 268.0

Besi (mg) 41.0

Vitamin B (mg) 5.0

Vitamin C (mg) 26.0

Minyak atsiri (%) 3.0

Kurkumin (%) 3.0

Sumber : Farrel (1990) dalam Susilo (2011)

Kayumanis

Kunyit

Pala Jeruk Nipis

Asam Jawa

54

Komposisi kimia asam jawa

Komposisi Jumlah

Energi (kal) 239.00

Air (g) 31.34

Karbohidrat (g) 62.50

Protein (g) 2.80

Lemak (g) 0.60

Serat (g) 3.00

Abu (g) 2.10

Kalsium (mg) 74.00

Fosfor (mg) 113.00

Besi (mg) 0.60

Vitamin A (SI) 30.00

Vitamin B (mg) 0.34

Vitamin C (mg) 2.00

Sumber : Depkes RI (1976) dalam Susilo (2011)

Komposisi kimia jeruk nipis

Komposisi Jumlah

Kadar air (g) 88.90

Kadar abu (g) 0.40

Kadar protein (g) 0.50

Kadar lemak (g) 0.20

Hidrat arang total (g) 10.00

Serat (g) 0.40

Energi (kkal) 44.00

Kalsium (mg) 18.00

Fosfor (mg) 22.00

Besi (mg) 0.20

Caroten (mg) 0.004

Thiamin (mg) 0.000

Riboflavin (mg) 0.010

Asam askorbat (mg) 19.70

Sumber : Depkes RI (1990) dalam Kordial (2009)

55

Komposisi kimia biji pala

Komposisi Kimia Jumlah

Air (g) 6.2

Energi (kkal) 525.0

Protein (g) 5.8

Lemak (g) 35.3

Karbohidrat (g) 49.3

Serat (g) 4.0

Abu (g) 2.3

Kalsium (mg) 184.0

Besi (mg) 3.0

Magnesium (mg) 183.0

Pospor (mg) 213.0

Natrium (mg) 16.0

Kalium (mg) 350.0

Niasin (mg) 1.0

Tiamin (mg) -

Vitamin A (IU) 260.0

Sumber : Farrel (1990) dalam Wiguna (2011)

Komposisi kimia kayu manis

Komposisi Kimia Jumlah

Air (g) 9.4

Energi (kkal) 347.0

Protein (g) 9.1

Lemak (g) 6.0

Karbohidrat (g) 70.8

Serat (g) 5.9

Abu (g) 4.8

Kalsium (mg) 116.0

Besi (mg) 12.0

Magnesium (mg) 184.0

Pospor (mg) 148.0

Natrium (mg) 1342.0

Kalium (mg) 32.0

Niasin (mg) 5.0

Tiamin (mg) 5.0

Vitamin A (IU) 147.0

Sumber : Farrel (1990) dalam Wiguna (2011)

56

Lampiran 1c. Jenis rempah, komponen mayor dan khasiat rempah sebagai bahan baku minuman

fungsional kunyit asam

No. Jenis Bahan Komponen Bioaktif Khasiat Sumber Acuan

1 Kunyit

Kurkumin

2-5 %

Antiproliferasi Aggarwal et al.(2005)

2 Asam jawa

Asam tartarat

12-24 %

Obat pencuci perut Nagy dan Shaw (1980)

dalam Susilo (2011)

3 Jeruk nipis

Asam askorbat

19-20 %

Antioksidan Depkes RI (1990)

dalam Kordial (2009)

4 Kayu Manis

Sinamaldehid

70-75%

Antioksidan King (2000)

5 Biji Pala

Trimiristisin

24-30%

Mengobati kejang

lambung, susah tidur

Sugiyono (2001)

57

Lampiran 2. Kurva standar asam askorbat dan asam galat

Lampiran 2.a. Kurva standar asam askorbat

Lampiran 2b. Kurva standar asam galat

58

Lampiran 3. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik formula citarasa

kayumanis

Lampiran 3.a. Hasil ANOVA parameter rasa formula citarasa kayumanis

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 3.b. Hasil ANOVA parameter aroma formula citarasa kayumanis

Dependent Variable Skor

Duncan

59

Lampiran 3.c. Hasil ANOVA parameter warna formula citarasa kayumanis

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 3.d. Hasil ANOVA parameter overall formula citarasa kayumanis

Dependent Variable Skor

Duncan

60

Lampiran 3.e. Hasil uji ranking hedonik dan uji lanjut friedman formula citarasa kayumanis

61

Lampiran 4. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik pada formula

citarasa pala

Lampiran 4.a. Hasil ANOVA parameter rasa formula citarasa pala

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 4.b. Hasil ANOVA parameter aroma formula citarasa pala

Dependent Variable Skor

Duncan

62

Lampiran 4.c. Hasil ANOVA parameter warna formula citarasa pala

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 4.d. Hasil ANOVA parameter overall formula citarasa pala

Dependent Variable Skor

Duncan

63

Lampiran 4.e. Hasil uji ranking hedonik dan uji lanjut friedman formula citarasa pala

64

Lampiran 5. Hasil analisis uji rating dan ranking hedonik formula citarasa

jeruk nipis

Lampiran 5.a. Hasil ANOVA parameter rasa formula citarasa jeruk nipis

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 5.b. Hasil ANOVA parameter aroma formula citarasa jeruk nipis

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 5.c. Hasil ANOVA parameter warna formula citarasa jeruk nipis

65

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 5.d. Hasil ANOVA parameter overall formula citarasa jeruk nipis

Dependent Variable Skor

Duncan

66

Lampiran 5.e. Hasil uji ranking hedonik dan uji lanjut friedman formula citarasa jeruk nipis

67

Lampiran 6. Tabulasi data paired preferences test

Tabel Tabulasi data paired preferences test

Keterangan :

1 = Suka

0 = Kurang suka

Nilai Mean ± SD sampel A yaitu 0.9 ± 0.28

Nilai Mean ± SD sampel A yaitu 0.1 ± 0.28

Panelis A B

1 1 0

2 1 0

3 0 1

4 0 1

5 0 1

6 0 1

7 1 0

8 1 0

9 1 0

10 1 0

11 1 0

12 0 1

13 1 0

14 1 0

15 1 0

16 1 0

17 1 0

18 1 0

19 1 0

20 1 0

21 1 0

22 1 0

23 1 0

24 1 0

25 1 0

26 1 0

27 1 0

28 1 0

29 1 0

30 1 0

31 1 0

32 1 0

33 1 0

34 1 0

35 0 1

Panelis A B

36 1 0

37 1 0

38 1 0

39 1 0

40 1 0

41 1 0

42 1 0

43 1 0

44 1 0

45 1 0

46 1 0

47 1 0

48 1 0

49 1 0

50 1 0

51 1 0

52 1 0

53 1 0

54 1 0

55 1 0

56 1 0

57 1 0

58 1 0

59 1 0

60 1 0

61 1 0

62 1 0

63 1 0

64 1 0

65 1 0

66 1 0

67 1 0

68 1 0

69 1 0

70 1 0

68

Lampiran 7. Hasil percobaan pada tikus betina

Lampiran 7.a. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ jantung tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 7.b. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ hati tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

69

Lampiran 7.c. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ lemak tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 7.d. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ limfa tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

70

Lampiran 7.e. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ ginjal tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

dosis N

Subset

1

4 5 .740900

2 5 .757540

1 5 .761440

3 5 .767300

Sig.

.607

Lampiran 7.f. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ paru- paru tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

71

Lampiran 7.g. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan pada organ sekum tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 7.h.Hasil Anova dan uji lanjut berat badan tikus betina

Dependent Variable Skor

Duncan

72

Lampiran 7.i. Pengamatan gejala visual toksisitas akut tikus betina selama perlakuan oral

Dosis uji Tikus

nomor

Sisa Ransum (gram)

(g/kg BB) hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5 hari ke-6 hari ke-7

5 1 0 0 0 0 0 0 0

5 2 2 0 0 0 0 0 0

5 3 2.6 2.8 4.3 0 5.2 2.3 0

5 4 3.3 0 1.9 0 5.5 0 0

5 5 6 0 4 2.8 2.7 0 2.8

2 6 0 3 5.1 2 0 2.8 5.5

2 7 0 5 5.5 2.2 0 2.1 5.2

2 8 0 0 0 0 0 0 0

2 9 0 0 0 0 0 0 0

2 10 0 0 0 0 0 0 0

1 11 0 0 2 3.4 3.6 0 3.9

1 12 0 1.2 4.6 0 7.1 4.7 0

1 13 0 4.1 5.2 5.1 8.3 0 4.6

1 14 0 0 7 0 6.6 0 5.1

1 15 8 0 0 4.3 4.9 0 4.4

kontrol 16 0 0 0 0 0 0 0

kontrol 17 0 0 5 0 0 0 2.2

kontrol 18 0 2 6.7 0 3.5 3.2 4.7

kontrol 19 0 0 0 0 0 0 0

kontrol 20 0 0 0 0 0 0 0

Selama pemberian larutan uji secara oral, tikus betina tidak menunjukkan gejala toksisitas

akut. Pengamatan yang dilakukan pada mata, bulu, saliva, tingkah laku, respirasi, tingkat kantuk,

kejang, diare, dan kematian hewan uji menunjukkan bahwa tidak terdapat kelainan ataupun gejala

visual toksisitas akut pada hewan uji. Selama satu minggu perlakuan oral, ransum tikus jantan selalu

habis. Pengamatan yang dilakukan pada mata, bulu, saliva, tingkah laku, respirasi, tingkat kantuk,

kejang, diare, dan kematian hewan uji menunjukkan bahwa tidak terdapat kelainan ataupun gejala

visual toksisitas akut pada hewan uji. Berdasarkan hasil diatas diketahui bahwa tidak terdapat gejala

toksisitas akut secara visual baik pada tikus jantan maupun tikus betina.

73

Lampiran 8. Hasil percobaan pada tikus jantan

Lampiran 8.a. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ jantung tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 8.b. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ hati tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

74

Lampiran 8.c.Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ lemak tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 8.d. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ limfa tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

75

Lampiran 8.e. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ ginjal tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 8.f. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ paru-paru tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

76

Lampiran 8.g. Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan organ sekum tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

Lampiran 8.h.Hasil ANOVA dan uji lanjut duncan berat badan tikus jantan

Dependent Variable Skor

Duncan

77

Lampiran 9. Kurva laju reaksi ordo nol terhadap parameter yang diamati

1. Nilai pH

2. Mikroba (TPC)

3. Warna (L)

78

4. Warna (a)

5. Warna (b)

6. Kesukaan (rasa)

79

7. Kesukaan (aroma)

8. Kesukaan (warna)

9. Kesukaan (overall)

80

Lampiran 10. Kurva laju kerusakan ordo satu terhadap parameter yang

diamati

1. Nilai pH

2. Mikroba (TPC)

3. Warna (nilai L)

81

4. Warna (nilai a)

5. Warna (nilai b)

6. Kesukaan (rasa)

82

7. Kesukaan (aroma)

8. Kesukaan (warna)

9. Kesukaan (overall)

83

Lampiran 11. Grafik plot Arrhenius hubungan nilai k dan (1/T) ordo nol dan

ordo satu

84

85

86

Lampiran 12. Metode analisis proximat minuman kunyit asam formula terpilih

a. Analisis kadar air metode oven vakum (AOAC 925.45, 1999)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang cawan kosong dan tutupnya yang telah

dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu cawan didinginkan di dalam desikator dan

ditimbang. Sebanyak 1-2 gram contoh dimasukkan pada cawan tersebut untuk kemudian

dikeringkan pada oven vakum dengan suhu 700C dan tekanan 25 mmHg selama 2 jam dan

didinginkan kembali di dalam desikator. Penimbangan sampel dilakukan pada interval tertentu

hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dihitung dengan rumusan berikut :

Kadar air (g/100 g bb) = W-(W1-W2)100/W

Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh +cawan sesudah dikeringkan (g)

W2 = bobot cawan kering kosong (g)

b. Analisis kadar abu (AOAC, 1995)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselin kosong dan

tutupnya dalam oven 1050C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

Setelah itu sebanyak 2 -3 gram contoh ditambahkan ke dalam cawan porselin, diuapkan di atas

penangas air sampai kering untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur 5500C sampai pengabuan

sempurna. Setelah selesai cawan contoh didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan rumus berikut :

Kadar abu (g/100 g bb) = (W1-W2) 100 / W

Keterangan: W = bobot contoh sebelum di abukan (g)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan (g)

W2 = bobot cawan kosong (g)

c. Analisis kadar protein metode kjeldahl (AOAC, 1995)

Penentuan kadar protein menggunakan metode Kjeldahl dilakukan melalui tahapan digestion,

destilasi, dan titrasi.

1. Digestion

Sebanyak 250 mg contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl., dari sebanyak 1 ± 0.1 gam

K2SO4 , 40 ± 10 mg HgO dan 2± 0.1 ml H2SO4 serta 2 – 3 butir batu didih ditambahkan ke

dalam labu. Contoh tersebut kemudian didihkan selama 1-15 jam dengan kenaikan suhu secara

bertahap sampai cairan menjadi jernih yang kemudian didinginkan.

2. Destilasi

Sejumlah kecil air destilata secara perlahan ditambahkan lewat dinding labu dan digoyang

perlahan agar kristal yang terbentuk terlarut kembali. Isi labu kemudian dipindahkan ke dalam

alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air destilata. Air cucian tersebut kemudian

dipindahkan ke labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH - 5% Na2S2O3.

Setelah itu Erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indicator

metilen red – metilen blue diletakkan di bawah kondensor dengan bagian ujung kondensor

tersebut harus terendam di bawah larutan H3BO3 untuk selanjutnya dilakukan destilasi sampai

didapatkan 15 ml destilasi.

87

3. Titrasi

Sebelum dititrasi, destilat diencerkan terlebih dahulu di dalam Erlenmeyer hingga 50 ml.

Setelah itu destilat dititrasi dengan HCl 0.02 N yang telah terstandardisasi sampai terjadi

perubahan warna menjadi abu-abu kemudian dapat diukur volume HCl 0.02 N standar yang

digunakan untuk titrasi. Dengan prosedur yang sama dilakukan analisis blanko.

d. Analisis kadar lemak metode soxhlet dengan hidrolisis (AOAC, 1995)

Metode ini dilakukan dengan tahap hidrolisis terlebih dahulu karena sampel yang akan

dianalisis mengandung kadar air yang cukup tinggi, kemudian dilanjutkan analisis kadar lemaknya.

1. Hidrolisis sampel

Sebanyak 1-2 gram contoh dimasukkan ke dalam gelas piala ditambahkan 30 ml HCl 25 %

dan 20 ml air, lalu ditutup dengan gelas arloji. Sampel dididihkan selama 15 menit di ruangan

asam kemudian disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas

hingga tidak asam lagi (cek dengan pH meter). Kertas saring dan isi tersebut kemudian

dikeringkan pada suhu 1050C dan dilipat untuk digunakan pada analisis selanjutnya.

2. Analisis kadar lemak

Kertas saring kering hasil hidrolisis contoh dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring

yang dialasi dan disumbat dengan kapas yang selanjutnya dimasukkan ke dalam alat soxhlet

yang telah dihubungkan ke dalam labu lemak. Sebanyak 150 ml pelarut hexane ditambahkan

untuk proses ekstraksi selama ± 6 jam. Hasil tersebut kemudian disuling, dikeringkan dengan

oven pada suhu 1050C dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang setelah didapat

bobot tetap. Kadar lemak dihitung dengan rumusan perhitungan berikut :

Kadar lemak (g/100g bb) = (W1-W2)100 / W

Keterangan : W = bobot contoh (g)

W1 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)

W2 = bobot labu lemak kosong (g)

e. Analisis Kadar Total Karbohidrat (by Difference)

Total karbohidrat (by difference) dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (a + b + c + d)

Keterangan:

a = kadar protein (%)

b = kadar air (%)

c = kadar lemak (%)

d = kadar abu (%)

88

Lampiran 13. Hasil uji statistik serum darah tikus

Lampiran 13.a. Hasil uji statistik kadar glukosa darah tikus

Dependent Variable:

KADAR GLUKOSA TIKUS JANTAN

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 434535.100a 8 54316.888 81.955 .000

TIKUS 1007.050 4 251.763 .380 .819

DOSIS 1201.037 3 400.346 .604 .625

Error 7953.150 12 662.762

Total 442488.250 20

a. R Squared = .982 (Adjusted R Squared = .970)

Duncan

DOSIS N

Subset

1

0 5 1.3650E2

1 5 1.4380E2

2 5 1.5040E2

5 5 1.5740E2

Sig.

.257

Dependent Variable:

KADAR GLUKOSA TIKUS BETINA

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 467849.200a 8 58481.150 56.591 .000

TIKUS 10925.200 4 2731.300 2.643 .086

DOSIS 5723.200 3 1907.733 1.846 .193

Error 12400.800 12 1033.400

Total 480250.000 20

a. R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .957)

89

Duncan

DOSIS N

Subset

1

5 5 1.3100E2

2 5 1.3620E2

1 5 1.6300E2

0 5 1.7060E2

Sig.

.096

Lampiran 13.b. Hasil uji statistik kadar kolesterol darah tikus

Dependent Variable:

KADAR KOLESTEROL TIKUS

JANTAN

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 31686.300a 8 3960.788 30.532 .000

TIKUS 669.700 4 167.425 1.291 .328

DOSIS 674.550 3 224.850 1.733 .213

Error 1556.700 12 129.725

Total 33243.000 20

a. R Squared = .953 (Adjusted R Squared = .922)

Duncan

DOSIS N

Subset

1

2 5 30.4000

1 5 38.2000

5 5 40.6000

0 5 46.6000

Sig.

.058

90

Dependent Variable:

KADAR KOLESTEROL TIKUS

BETINA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 76865.300a 8 9608.163 169.242 .000

TIKUS 245.487 4 61.372 1.081 .409

DOSIS 265.909 3 88.636 1.561 .250

Error 681.262 12 56.772

Total 77546.562 20

a. R Squared = .991 (Adjusted R Squared = .985)

Duncan

DOSIS N

Subset

1

0 5 57.6000

5 5 58.7500

2 5 65.0000

1 5 65.8000

Sig.

.136

Lampiran 13.c. Hasil uji statistik kadar trigliserida darah tikus

Dependent Variable:

KADAR TRIGLISERIDA TIKUS

JANTAN

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 4338.700a 8 542.337 10.124 .000

TIKUS 221.887 4 55.472 1.035 .429

DOSIS 664.934 3 221.645 4.137 .031

Error 642.863 12 53.572

Total 4981.562 20

a. R Squared = .871 (Adjusted R Squared = .785)

91

Duncan

DOSIS N

Subset

1 2

5 5 6.7500

2 5 9.6000

1 5 14.2000 14.2000

0 5

22.0000

Sig.

.151 .118

Dependent Variable:

KADAR TRIGLISERIDA TIKUS

BETINA

Source

Type III Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Model 6433.700a 8 804.213 79.559 .000

TIKUS 334.700 4 83.675 8.278 .002

DOSIS 8.950 3 2.983 .295 .828

Error 121.300 12 10.108

Total 6555.000 20

a. R Squared = .981 (Adjusted R Squared = .969)

Duncan

DOSIS N

Subset

1

1 5 17.0000

2 5 17.0000

0 5 17.2000

5 5 18.6000

Sig.

.475

92

Lampiran 14. Perhitungan tingkat pemekatan larutan uji toksisitas akut

Berdasarkan pedoman uji toksisitas akut OECD 2001, volume larutan uji yang akan

dioralkan pada tikus, harus sejumlah 1ml sampai 2 ml per 100 gram berat badan tikus (BB).

Pemberian larutan uji secara oral melebihi 2ml akan meningkatkan tingkat stress tikus uji, larutan

tidak masuk seluruhnya karena dimuntahkan kembali, dan dapat menyebabkan tikus tersedak hingga

mengakibatkan kematian. Pemekatan merupakan peningkatkan konsentrasi suatu senyawa sampai

batas yang diinginkan. Pemekatan diperlukan untuk memenuhi jumlah volume oral maksimum 1 – 2

ml dengan dosis 1, 2, dan 5 g/kg BB. Pemekatan minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis dilakukan

dengan cara tradisional yaitu meningkatkan persentase penggunaan bahan baku sampai mencapai

konsentrasi yang diinginkan dengan cara sebagai berikut :

Formula dasar : 10 % kunyit + 5 % asam jawa + 2 % jeruk nipis + air = 100%

Dibuat persamaan menjadi 10k + 5t + 2j + a = 100 .............................. ( persamaan 1)

Pemekatan pada kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis harus dalam perbandingan yang sama

dengan formulasi dan dilakukan semaksimal mungkin agar dapat mencapai dosis yang diinginkan.

Larutan uji yang akan dioralkan juga harus dapat diambil oleh syringe sehingga tidak boleh terlalu

kental. Hal ini berarti konsentrasi air yang diperoleh harus sekecil mungkin atau sekitar 0 - 5 %. Maka

persamaan satu dapat diubah menjadi persamaan dua yaitu :

100 - a < 10x + 5x + 2x < 100 - a

100 - 5 < 17x < 100 - 0

95 < 17x < 100 ....................................................................... ( persamaan 2 )

Setelah memperoleh persamaan dua, maka nilai x yang diperoleh adalah 5.6, 5.7, dan 5.8.

Hal ini berarti ada tiga pemekatan yang dapat dilakukan sehingga diperlukan pengukuran tingkat

kemudahan pengambilan larutan uji dengan menggunakan syringe. Berdasarkan hal tersebut,

pemekatan sebanyak 5.6 kali ditetapkan sebagai nilai pemekatan terpilih karena lebih encer dan lebih

mudah diambil menggunakan syringe. Nilai pemekatan tersebut selanjutnya kembali dimasukkan ke

dalam persamaan 1 yang merupakan formula minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis untuk

selanjutnya mencari tahu kandungan tiap bahan dalam larutan uji. Sehingga dosis larutan uji yang

diperoleh merupakan dosis larutan uji dengan basis minuman fungsional kunyit asam citarasa jeruk

nipis. Berdasarkan hal tersebut maka persamaan tiga dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut :

10kx + 5tx + 2jx = 100

56k + 28t + 11.2 j = 100 ................................................................... (persamaan 3)

Nilai kandungan air (nilai a) dapat diabaikan pada persamaan tiga karena kandungan air tidak

mengandung bahan yang toksik, sehingga tidak dihitung dalam pembuatan dosis larutan uji. Setelah

diperoleh persamaan tiga, nilai k, t, dan j dapat diperoleh dari substitusi nilai perbandingan bahan

baku kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis terhadap air. Nilai perbandingan pelarutan bahan baku

terhadap air pada kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis yaitu 1:9, 1:3, dan 1:1. Berdasarkan hal tersebut

kandungan kunyit, asam jawa, dan jeruk nipis pada total ekstrak yaitu 0.1 (nilai k), 0.25 (nilai t), dan

0.5 (nilai j). Dengan cara substitusi nilai k, t, dan j terhadap persamaan tiga, dapat diperoleh

konsentrasi rempah dalam minuman kunyit asam citarasa jeruk nipis sebesar 18.2 g/100 ml atau 182

mg/ml. Selanjutnya volume larutan dapat dihitung (sebagai contoh dosis 1000 mg/kg BB) dengan cara

sebagai berikut :

Volume uji (ml) = Dosis uji : Konsentrasi uji

Volume uji (ml) = (1000 mg / 1kg BB) : 182 mg/ml

Volume uji (ml) = 5.4945 ml x (BB/1000 g)

Rumus persamaan volume uji untuk dosis 2 g/kg BB dilakukan dengan cara yang sama

dengan rumus persamaan volume uji untuk dosis 1g/kg BB. Berdasarkan cara tersebut dapat diketahui

bahwa pada dosis 2 g/kg BB, volume uji = 10.9890 ml x (BB/1000 g). Rumus persamaan volume uji

untuk dosis 5 g/kg BB diperoleh dengan cara yang sama sampai persamaan tiga, namun dengan

pemekatan tambahan pada proses pembuatan larutan stok agar dosis 5 g /kg BB dapat tercapai hanya

93

dengan mencekok hewan uji sebanyak 1- 2 ml / 100 g BB tikus. Perbandingan konsentrasi kunyit,

asam jawa, dan jeruk nipis dengan air untuk pembuatan larutan uji dosis 5g/kg BB yaitu 3:9, 3:3, dan

3:1.Perbandingan nilai k, t, dan j untuk dosis 5 g/kg BB yaitu 0.25, 0.5, dan 0.75 yang selanjutnya

kembali disubstitusi ke dalam persamaan tiga sehingga memperoleh nilai konsentrasi rempah

terkandung sebesar 364 mg/ml, sehingga diperoleh volume larutan uji sebesar 13.7363ml x

(BB/1000g).

94

Lampiran 14. Diagram alir penentuan LD 50 berdasarkan OECD 2001

95

Lampiran 15. Diagram alir penentuan LD 50 uji toksisitas akut