formulasi kaolin facial wash dengan variasi...

108
i UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI KONSENTRASI SODIUM LAURILETER SULFAT (SLES) DAN UJI DAYA BERSIHNYA TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT (Propionibacterium acnes) SKRIPSI ELSA MELIAN 11141020000024 FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA AGUSTUS/2018

Upload: lelien

Post on 21-Mar-2019

269 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN

VARIASI KONSENTRASI SODIUM LAURILETER

SULFAT (SLES) DAN UJI DAYA BERSIHNYA

TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

(Propionibacterium acnes)

SKRIPSI

ELSA MELIAN

11141020000024

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS/2018

Page 2: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN

VARIASI KONSENTRASI SODIUM LAURILETER

SULFAT (SLES) DAN UJI DAYA BERSIHNYA

TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT

(Propionibacterium acnes)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ELSA MELIAN

11141020000024

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS /2018

Page 3: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil kan,a saya sendiri,

dan semua sumber baik I'ang dikutip atau \.atrg dirujuk telah saya nl,atakan

dengan benar

)

Nama

NIM

: Eisa Melian

:11141020000024

Tanda Tangan :

Tanggal

lll

Agustus 2018

rachm
Highlight
rachm
Highlight
rachm
Highlight
Page 4: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,
Page 5: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,
Page 6: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Elsa Melian

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulasi Kaolin Facial Wash dengan Variasi

Konsentrasi Sodium Laurileter Sulfat (SLES) dan Uji

Daya Bersihnya terhadap Bakteri Penyebab Jerawat

(Propionibacterium acnes)

Kaolin memiliki kemampuan yang menjanjikan untuk dijadikan sebagai bahan

utama dalam pembuatan facial wash, mulai dari daya adsorbennya terhadap bakteri,

virus, partikel kecil (debu, kotoran), serta minyak di kulit, hingga nilai estetika yang

tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasi kaolin facial wash

dengan memvariasikan konsentrasi sodium laurileter sulfat (SLES) (7,5%, 10%,

dan 15%) dan untuk mengetahui daya bersihnya terhadap bakteri

Propionibacterium acnes. Pada penelitian ini, formulasi dilakukan dengan

membuat 3 formula yang memvariasikan konsentrasi SLES, yang di setiap formula

mengandung 15% kaolin. Formula tersebut diantaranya, F1 (SLES 7,5%), F2

(SLES 10%), dan F3 (SLES 15%). Formula yang menunjukkan karateristik terbaik

dari hasil evaluasi fisik (organoleptis, pH, viskositas, tinggi dan stabilitas busa,

homogenitas, daya bersih terhadap noda lipstik, hedonik, dan stabilitas fisik) akan

dilanjutkan ke tahap pengujian daya bersihnya terhadap Propionibacterium acnes

di kulit. Hasil kaolin facial wash variasi konsentrasi SLES menunjukkan bahwa

variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH, viskositas, tinggi

dan stabilitas busa, daya bersih terhadap noda lipstik, dan stabilitas fisik.

Berdasarkan penelitian, F2 memberikan karakteristik facial wash terbaik karena

hasil parameter pengujian yang dilakukan telah memenuhi standar dan tidak

menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan sediaan. Oleh sebab itu, F2 dipilih untuk

dilakukan pengujian daya bersihnya terhadap Propionibacterium acnes

menggunakan uji swab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kaolin facial wash

konsentrasi SLES 10% efektif untuk membilas sebagian besar bakteri

Propionibacterium acnes yang terbalur di permukaan kulit karena hasil uji swab

terhadap sampel (F2) memiliki hasil dengan jumlah koloni ≤ 20 CFU/cm2 dan

sangat mendekati dengan hasil kontrol positif (pond’s facial wash antibacterial

with herbal clay) dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest).

Kata kunci: Kaolin, Kaolin facial wash, SLES, uji swab, Propionibacterium acnes

Page 7: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Nama : Elsa Melian

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Formulation of Kaolin Facial Wash by Various Kind of

Sodium Laurylether Sulfate (SLES) Concentration and

Cleanliness Test of Bacterial Causes of Acnes

(Propionibacterium acnes)

Kaolin has a promising ability to serve as a key ingredient in the facial wash

manufacturing, ranging from the adsorbent of bacteria, viruses, small particles

(dust, dirt), and oils in the skin, to the aesthetic value of the main content in making

facial wash. The purpose of this research is to formulate kaolin facial wash by

varying the concentration of sodium laurylether sulfate (SLES) (7.5%, 10%, and

15%) and to determine cleanliness test of Propionibacterium acnes bacteria. In this

study, the formulation was performed by making 3 formulas that varying the

concentration of SLES, which in each formula contains 15% kaolin. These formulas

include, F1 (SLES 7.5%), F2 (SLES 10%), and F3 (SLES 15%). The formulas

showing the best characteristics of the results of physical evaluation (organoleptic,

pH, viscosity, height and foam stability, homogeneity, cleanliness of lipstick test,

hedonic test, and physical stability) will proceed to the stage of testing its

cleanliness of Propionibacterium acnes in the skin. The results of kaolin facial wash

variation of SLES concentration showed that variation of SLES concentration

significantly influenced pH, viscosity, height and foam stability, cleanliness of

lipstick test, and physical stability. Based on the research, F2 gives the best facial

wash characteristics because the result of the test parameters done has met the

standard and showed no signs of the instability of the preparation. Therefore, F2

was chosen to test its cleanliness of Propionibacterium acnes using swabbing

methode. The results showed that kaolin facial wash concentration of SLES 10%

was effective to rinse most of the Propionibacterium acnes bacteria on the surface

of skin because the result of swabbing test to sample (F2) had the number of

colonies ≤ 20 CFU/cm2 and very close to positive control result (Pond's facial wash

antibacterial with herbal clay) compared with the negative control (aquadest).

Keywords: Kaolin, Kaolin facial wash, SLES, swabbing test, Propionibacterium

acnes

Page 8: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Alah SWT, dzat pemilik hukum sebab-

akibat, atas segala karunia yang diberikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi

ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Syarif Hidayatullah Jakarta. Tentunya saya menyadari bahwa skripsi ini tidak akan

bisa selesai dengan sempurna tanpa adanya orang-orang yang memberikan saya

support, bimbingan serta doa. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Ibu Yuni Anggraein, M.Farm., Apt. selaku dosen pembimbing akadeimis yang

telah menjadi orang tua saya di kampus sekaligus dosen pembimbing skripsi

dan Bapak Saiful Bahri, M.Si. selaku dosen pembimbing yang sudah sangat

baik dan sabar di dalam membimbing saya dalam penyusunan skripsi.

2. Dosen penguji, yang telah banyak memberikan masukan terhadap skripsi ini.

3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Nurmeilis, M.Farm., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak

memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis.

6. Orang tua (terutama papa), adik (Devita Ariandi) dan seluruh keluarga atas

segala doa dan bantuannya.

7. Kakak yang selalu ada untuk memberikan support, doa sekaligus bantuan dalam

menyelesaikan skripsi ini, Andi Reza F, S.Psi., MBA.

8. Teman-teman sesama penelitian serta teman-teman Farmasi A dan B 2014

untuk segala kehangatan dan keceriaan, serta bantuan yang telah diberikan

untuk menyelesaikan skripsi ini. Special Thanks To Muti, Inez, Ica, Jaki.

Saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Jika ada

yang ingin didiskusikan, bisa menghubungi melalui [email protected].

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan pengembangan ilmu

pengetahuan.

Jakarta, Agustus 2018

Penulis

Page 9: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademik Universitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Elsa Melian

NIM : 11141020000024

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi karya ilmiah saya

dengan judul:

FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DEGAN VARIASI KONSENTRASI

SODIUM LAURILETER SULFAT (SLES) DAN UJI DAYA BERSIHNYA

TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT (Propionibacterium acnes)

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain, yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademis sebatas, sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : Agustus 2018

Yang menyatakan,

(Elsa Melian)

Page 10: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. ............................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... v

ABSTRAK ............................................................................................. vi

ABSTRACT ........................................................................................... vii

UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................... xi

DAFTAR ISI .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 5

2.1 Acne vulgaris (Jerawat) ............................................................... 5

2.1.1 Patogenesis Acne ............................................................... 5

2.1.2 Propionibacterium acnes .................................................. 6

2.1.3 Pencegahan dan Pengobatan Acne .................................... 7

2.2 Antibakteri ................................................................................... 7

2.3 Clay .. ........................................................................................... 7

2.3.1 Kaolin . ............................................................................... 8

2.4 Sabun ........................................................................................... 9

Page 11: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.1 Klasifikasi Sabun ............................................................... 10

2.4.2 Metode Pembuatan Sabun ................................................. 11

2.4.3 Prinsip Kerja Sabun ........................................................... 12

2.4.4 Komponen Pembentuk Sabun ........................................... 13

2.5 Sabun Pembersih wajah ............................................................... 18

2.6 Sifat Fisika & Kimia Sabun Cair ................................................. 19

2.6.1 Organoleptis. ...................................................................... 19

2.6.2 pH.............. ......................................................................... 19

2.6.3 Daya Busa. ......................................................................... 20

2.6.4 Daya Bersih. ....................................................................... 20

2.6.5 Viskositas dan Rheologi (Sifat Alir). ................................. 21

2.7 Uji Hedonik ................................................................... ............. 21

2.8 Uji Stabilitas ................................................................... ............ 22

2.9 Isolasi Bakteri .............................................................................. 25

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 30

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 30

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 30

3.2.1 Alat Penelitian ................................................................... 30

3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................. 30

3.3 Prosedur Kerja ............................................................................. 30

3.3.1 Formulasi Kaolin Facial Wash .......................................... 30

3.3.2 Pembuatan Kaolin Facial Wash ........................................ 31

3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika & Kimia Kaolin Facial Wash........... 32

3.3.4 Sterilisasi Alat ................................................................... 34

3.3.5 Uji Daya Bersih Kaolin Facial Wash Terhadap

Bakteri Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes ........ 35

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 36

4.1 Formulasi Kaolin Facial Wash ..................................................... 36

4.2 Evaluasi Formula Kaolin Facial Wash Variasi Konsentrasi SLES 38

4.2.1 Pengamatan Organoleptik .................................................. 39

4.2.2 Pengujian pH ...................................................................... 39

Page 12: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.3 Pengujian Homogenitas ...................................................... 41

4.2.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa ................................. 41

4.2.5 Pengujian Daya Bersih terhadap Noda Bersih ................... 42

4.2.6 Pengujian Viskositas dan Rheologi .................................... 43

4.2.7 Pengujian Stabilitas Fisik (Cycling Test dan Uji Mekanik) 46

4.2.8 Pengujian Hedonik ............................................................. 50

4.3 Uji Daya Bersih Kaolin Facial Wash terhadap Bakteri

Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes ............................... 51

4.3.1 Perhitungan Jumlah Total Bakteri Propionibacterium

acnes .................................................................................. 51

4.3.2 Uji Swab Kaolin Facial Wash Terhadap Bakteri

Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes ..................... 51

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 57

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 57

5.2 Saran ........................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 58

LAMPIRAN ........................................................................................... 65

Page 13: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kelarutan KOH ................................................................ 16

Tabel 2.2 Perbedaan dan Keuntungan Metode Isolasi Bakteri ........ 29

Tabel 3.1 Formula Kaolin Facial Wash .......................................... 31

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Kaolin Faial Wash Variasi Konsentrasi

SLES ................................................................................ 38

Tabel 4.2 Hasil Pengujian pH Kaolin Facial Wash Sebelum dan

Sesudah Di-adjust ............................................................ 39

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tinggi Busa dan Stabilitas Busa Kaolin

Facial Wash ..................................................................... 41

Tabel 4.4 Hasil Pengujian pH Formula Kaolin Facial Wash Sebelum

dan Sesudah Cycling Test ................................................ 47

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Viskositas Formula Kaolin Facial

Wash Sebelum dan Sesudah Cycling Test ....................... 48

Tabel 4.6 Hasil Rata-Rata Data Pengujian Hedonik Kaolin Facial

Wash ................................................................................ 50

Tabel 4.7 Hasil Total Plate Count Suspensi Bakteri Penyebab

Jerawat Propionibacterium acnes ................................... 53

Page 14: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Saponifikasi Trigliserida ................................................. 11

Gambar 2.2 Splitting Lemak (Gliserol Sebagai Hasil Samping) dan

Reaksi Netralisasi Asam Lemak ...................................... 12

Gambar 2.3 Pembuatan Lapisan Tipis di Atas Permukaan Air ........... 12

Gambar 2.4 Asam Laurat .................................................................... 13

Gambar 2.5 Asam Miristat .................................................................. 14

Gambar 2.6 Asam Oleat ...................................................................... 14

Gambar 2.7 Propilen Glikol ................................................................ 17

Gambar 2.8 Asam Laktat..................................................................... 18

Gambar 4.1 Kurva Viskositas Ketiga Formula Kaolin Facial Wash di

Semua Rpm ..................................................................... 44

Gambar 4.2 Kurva Sifat Alir ............................................................... 44

Gambar 4.3 Kurva Viskositas Ketiga Formula Kaolin Facial Wash di

Semua Rpm Setelah Cycling Test.................................... 48

Gambar 4.4 Kurva Sifat Alir Sebelum dan Sesudah Cycling Test ...... 49

Page 15: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Sertifikat Analisa Bahan Kaolin ...................................... 66

Lampiran 2. Sertifikat Analisa Asam Miristat ..................................... 67

Lampiran 3. Sertifikat Analisa Asam Laurat ....................................... 68

Lampiran 4. Sertifikat Analisa Sodium Laurileter Sulfat .................... 69

Lampiran 5. Sertifikat Analisa Propilen Glikol ................................... 70

Lampiran 6. Sertifikat Analisa Asam Laktat ....................................... 71

Lampiran 7. Sertifikat Analisa Nutrien Agar ....................................... 72

Lampiran 8. Sertifikat Analisa Propionibacterium acnes (ATCC) ..... 73

Lampiran 9. Alur Penelitian ................................................................. 74

Lampiran 10. Data Pengujian pH ........................................................... 75

Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES) .......................................................... 75

Lampiran 12. Hasil Uji Homogenitas Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES) .......................................................... 78

Lampiran 13. Data dan Cara Perhitungan Tinggi Busa dan Stabilitas

Busa Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES) .. 79

Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa dan Stabilitas Busa

Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES) ........... 79

Lampiran 15. Hasil Uji Daya Bersih terhadap Noda Lipstik Kaolin

Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES) ....................... 81

Lampiran 16. Data Viskositas dan Rheologi Formula I, II, III Kaolin

Facial Wash ..................................................................... 82

Lampiran 17. Hasil Uji Mekanik ........................................................... 84

Lampiran 18. Hasil Cycling Test ........................................................... 84

Lampiran 19. Hasil Pengolahan Data Statistik Uji Hedonik ................. 85

Lampiran 20. Isolat Propionibacterium acnes ....................................... 85

Lampiran 21. Identifikasi Bakteri Hasil Peremajaan dengan Pewarnaan 86

Lampiran 22. Data Uji Swab .................................................................. 87

Lampiran 23. Hasil Uji Statistik Uji Swab Kaolin Facial Wash

Konsentrasi SLES 10% terhadap Bakteri Penyebab

Jerawat Propionibacterium acnes ................................... 88

Lampiran 24. Formula Pond’s Facial Wash Antibacterial with Herbal

Clay (Kaolin) (Kontrol Positif) ....................................... 91

Page 16: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 25. Gambar Hasil Uji Swab (Sampel 200 mg) ...................... 92

Lampiran 26. Gambar Hasil Uji Swab (Sampel 500 mg) ...................... 92

Page 17: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit wajah rentan terhadap gangguan kesehatan yang disebabkan

oleh produksi minyak berlebih dari kelenjar minyak, faktor hormonal, atau

aktivitas sehari-hari di dalam dan di luar rumah (Widiawati, 2014). Gangguan

yang sering muncul pada kulit wajah adalah jerawat. Jerawat yang juga dikenal

dengan nama Acne vulgaris, merupakan kondisi kulit abnormal yang

disebabkan oleh gangguan produksi minyak berlebih dari kelenjar minyak

(Widiawati, 2014; Movita, 2013). Menurut Farida, kelebihan produksi minyak

dari kelenjar minyak atau sebaceous gland akan menyebabkan penyumbatan

pada saluran folikel rambut dan pori-pori kulit (Widiawati, 2014). Penyakit

kulit obstruktif dan inflamatif kronik pada unit polisebasea ini sering terjadi

pada masa remaja (Movita, 2013) serta dianggap sebagai siklus fisiologis

karena dapat terjadi akibat perubahan hormonal yang umumnya diderita oleh

orang yang mempunyai jenis kulit berminyak (Widiawati, 2014).

Propionibacterium acnes (P.acnes) merupakan bakteri anaerobik

yang berperan penting dalam patogenesis timbulnya jerawat di kulit, terutama

di kulit wajah. Bakteri ini menggunakan gliserol dalam sebum sebagai sumber

nutrisi, kemudian membentuk asam lemak bebas dari sebum yang

menyebabkan sel-sel neutrofil memberikan respons berupa enzim yang dapat

merusak dinding folikel rambut sehingga terjadi inflamasi (Lucyani, 2014).

Pada dasarnya, reaksi tersebut terjadi apabila terdapat penumpukan kotoran

dan sel kulit mati pada saluran kandung rambut yang terpapar oleh bakteri

Propionibacterium acnes (Tanghetti, 2013; Widiawati, 2014).

Pembersihan wajah menggunakan sabun wajah merupakan langkah

awal untuk mencegah terjadinya acne (Movita, 2013). Sabun merupakan tipe

surfaktan yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan tegangan

antarmuka, serta memiliki sifat penyabunan, dispersibilitas, emulsifikasi, dan

pembersih (Mitsui, 1997). Kemampuan sabun tersebut dapat dimanfaatkan

Page 18: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk membersihkan wajah dari paparan debu, polusi, kotoran, serta minyak di

wajah yang dapat menginisiasi timbulnya jerawat.

Menurut Carretero dan Pozo (2010), clay atau mineral dapat

digunakan sebagai bahan aktif dalam kebutuhan pharmaceuticals dan

cosmetics. Pada kebutuhan pharmaceuticals, mineral dapat digunakan sebagai

agen terapeutik secara oral maupun topikal, sedangkan pada kebutuhan

kosmetik, mineral dapat digunakan untuk mengatasi masalah kecantikan secara

topikal. Salah satu jenis mineral yang memiliki sifat antimikroba dengan cara

mengadsorbsi bakteri dan virus adalah kaolin (WHO, 2005). Chung (1987)

menyatakan bahwa kaolin dapat mengadsorbsi S. aureus dan S. lutea (gram

positif). Unuabonah et al (2017) juga menyatakan bahwa kaolin dapat

digunakan sebagai desinfektan air dengan mengadsorbsi bakteri yang terdapat

di dalam air, yang dibuktikan dengan mengujikannya pada bakteri

Escherichiacoli (ATCC 25922), Vibro cholerae (ATCC 25837), dan

Salmonella typhimurium (ATCC 13311). Disamping itu, Eriatna (2017)

membuktikan sabun yang mengandung kaolin dengan konsentrasi 15% dapat

membilas bakteri air liur anjing dalam satu kali bilasan aquadest dengan

menggunakan uji swab. Rizka (2017) juga menegaskan bahwa mekanisme

kerja sabun padat kaolin terhadap bakteri air liur anjing adalah tidak dengan

cara membunuh bakteri melainkan dengan membilas (mengadsorbsi) bakteri

tersebut bersama dengan air. Keempat penelitian tersebut membuktikan bahwa

kaolin memiliki sifat antibakteri dengan cara mengadsorbsi bakteri uji. Sebagai

nilai tambah, kaolin tidak hanya mengadsorbsi bakteri dan virus, tetapi juga

dapat mengadsorbsi partikel kecil (debu, kotoran) dan minyak di kulit (WHO,

2005; Carretero dan Pozo, 2010)

Tidak hanya sebagai adsorben bakteri yang baik, kaolin juga memiliki

nilai estetika yang tinggi. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Angkatavanich

et al (2009) yang membandingkan empat jenis tanah (kaolin, bentonit, veegum,

dan marl) pada sediaan clay liquid detergent untuk aplikasi cuci tangan dan

cuci piring, dimana sediaan dengan tanah kaolin memiliki penampilan

organoleptis yang paling baik. Selain itu, menurut Primadiati (2001) dalam

Widiawati (2014), kaolin dapat memberikan efek astringensia ringan yang

Page 19: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cocok untuk memperbaiki kulit berpori terbuka dan mengencangkan kulit.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa kaolin berpotensi menjadi bahan dasar

facial wash yang menjanjikan.

Sodium Laurylether Sulfate (SLES) merupakan surfaktan anionik

yang paling banyak digunakan untuk kosmetik atau produk-produk perawatan

diri. SLES berbentuk gel, mudah mengental dalam garam, menunjukkan

kelarutan yang baik dalam air, serta mudah menimbulkan busa dan risiko iritasi

rendah dibandingkan dengan Sodium Laurylsulfate (SLS) (Spiess, 1996; EMA,

2015). Sifat-sifat SLES tersebut dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan pada

formulasi kaolin facial wash untuk menghasilkan sediaan dengan karakteristik

yang baik.

Melihat kemampuan SLES tersebut, serta belum diujikannya daya

antibakteri kaolin terhadap Propionibacterium acnes, peneliti ingin

memformulasikan sabun pembersih wajah berbahan dasar kaolin (15%)

dengan variasi konsentrasi SLES (7,5%, 10%, 15%), kemudian mengujikan

daya bersihnya terhadap Propionibacterium acnes di kulit.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, antara lain:

1. Berapakah konsentrasi Sodium Laurylether Sulfate yang dapat

memberikan karakteristik kaolin facial wash yang baik?

2. Bagaimanakah daya bersih kaolin facial wash terhadap bakteri

Propionibacterium acnes di kulit?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi kaolin facial wash dan

untuk mengetahui daya bersihnya terhadap bakteri Propionibacterium acnes.

Page 20: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan konsentrasi Sodium Laurylether Sulfate yang dapat

memberikan karakteristik kaolin facial wash yang baik.

2. Mengetahui daya bersih kaolin facial wash terhadap bakteri

Propionibacterium acnes.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, antara lain:

1. Memberikan informasi konsentrasi Sodium Laurylether Sulfate yang baik

dalam memberikan stabilitas dan kekentalan terhadap formula kaolin facial

wash.

2. Memberikan informasi bagaimanakah daya bersih kaolin facial wash

terhadap bakteri Propionibacterium acnes.

3. Memberikan peluang pada produsen produk kosmetik untuk menciptakan

produk facial wash yang inovatif dengan formula yang sederhana.

Page 21: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acne vulgaris (Jerawat)

Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamatif

kronik pada unit polisebasea yang sering terjadi pada masa remaja. Acne sering

menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum menarkhe

atau haid pertama. Onset acne pada perempuan lebih awal daripada laki-laki

karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki (Movita,

2013).

Acne memiliki gambaran klinis yang beragam, mulai dari komedo, papul,

pustul, hingga nodus dan jaringan parut sehingga disebut dermatosis polimorfik

dan memiliki peranan poligenetik. Pola penurunannya tidak mengikuti hukum

Mendel, tetapi bila kedua orangtua pernah menderita acne berat pada masa

remajanya, anak keturunannya akan memiliki kecenderungan serupa pada masa

pubertas. Meskipun tidak mengancam jiwa, acne memengaruhi kualitas hidup dan

memberi dampak sosioekonomi pada penderitanya (Movita, 2013).

2.1.1 Patogenesis Acne

Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu hiperpoliferasi epidermis

folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi,

dan aktivitas Propionibacterium acnes (P. acnes). Sekresi kelenjar sebasea dipicu

oleh pembentukan hormon androgen yang berlebih sehingga pada usia pubertas

akan banyak jerawat timbul pada wajah, dada, punggung. Androgen akan

meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi sebum. Selain

itu, androgen juga merangsang poliferasi keratinosit pada duktus sebaglandularis

dan akroinfundibulum. Epitel folikel rambut bagian atas, yaitu infundibulum,

menjadi hiperkeratotik dan kohesi keratinosit bertambah sehingga terjadi

sumbatan pada muara folikel rambut yang menyebabkan akumulasi keratin,

sebum, bakteri, dan menimbulkan dilatasi folikel rambut bagian atas sehingga

membentuk mikrokomedo (Movita, 2013).

Page 22: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Propionibacterium acnes (P.acnes) merupakan suatu bakteri anaerob

yang berperan penting dalam patogenensis timbulnya jerawat di kulit, terutama di

kulit wajah. Propionibacterium acnes juga merupakan flora normal kelenjar

polisebasea. Remaja dengan acne memiliki konsentrasi Propionibacterium acnes

lebih tinggi dibandingkan remaja tanpa acne, tetapi tidak terdapat korelasi antara

jumlah Propionibacterium acnes dengan kondisi berat acne (Movita, 2013).

Jerawat dapat disebabkan oleh berkembangnya komedo menjadi inflamasi apabila

terinfeksi oleh Propionibacterium acnes, bakteri ini menggunakan gliserol dalam

sebum sebagai sumber nutrisi, kemudian Propionibacterium acnes akan

membentuk asam lemak bebas dari sebum yang menyebabkan sel-sel neutrofil

menunjukkan respons untuk mengeluarkan enzim yang dapat merusak dinding

folikel rambut sehingga dapat menyebabkan inflamasi (Lucyani et al., 2014). Pada

dasarnya, reaksi tersebut terjadi apabila terdapat penumpukan kotoran dan sel

kulit mati pada saluran kandung rambut, yang kemudian terpapar oleh bakteri

Propionibacterium acnes (Tanghetti, 2013; Widiawati, 2014).

2.1.2 Propionibacterium acnes

Klasifikasi Propionibacterium acnes : (Dwidjoseputro, 2010)

Kerajaan : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Ordo : Actinomicetales

Keluarga : Propionibacteriaceae

Marga : Propionibacterium

Jenis : acnes

Propionibacterium acnes merupakan bakteri Gram positif, tidak membentuk

spora, berbentuk batang yang tersusun dalam rantai pendek atau berkoloni

membentuk Y atau V dengan panjang 1 – 5 µm dan lebar 0,4 – 0,7 µm, bersifat

anaerob hingga aerotoleran, pleomorfik dan nonmotil, serta tumbuh dengan

sangat pesat pada suhu 30°C – 37°C (Smith et al., 1996; Jawetz et al., 2001;

Mcdowell et al., 2016). Propionibacterium acnes adalah bakteri yang umumnya

berperan terhadap terjadinya jerawat. Bakteri ini menghasilkan asam lemak bebas

melalui hidrolisis trigliserida kelenjar sebasea oleh lipasenya. Asam lemak ini

Page 23: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

juga menyebabkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun

dan mendukung terjadinya jerawat (Jawetz and Adelberg,’s, 2013).

2.1.3 Pencegahan dan Pengobatan Acne

Terapi dan pencegahan acne dimulai dari pembersihan wajah

menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah mengandung antibakteri, misalnya

triclosan yang menghambat kokus Gram positif. Selain itu, juga banyak sabun

mengandung benzoil peroksida atau asam salisilat (Movita, 2013).

Menurut Wasitaatmadja (1997) pengobatan topikal pada jerawat

merupakan pencegahan awal pembentukkan komedo dengan tujuan untuk

menekan peradangan dan kolonisasi bakteri agar tidak berkembang menjadi acne

serta penyembuhan lesi jerawat. Bahan topikal untuk pengobatan acne sangat

beragam seperti, sulfur, sodium sulfasetamid, resorsinol, dan asam salisilat, sering

ditemukan sebagai obat bebas. Benzoil peroksida merupakan antimikroba kuat,

tetapi bukan antibiotik sehingga tidak menimbulkan resistensi (Movita, 2013).

2.2 Antibakteri

Antibakteri merupakan agen pembasmi atau penghambat pertumbuhan

bakteri, khususnya bakteri yang merugikan bagi manusia. Antibakteri yang

digunakan harus bersifat sangat toksik bagi bakteri, tetapi relatif tidak toksik bagi

hospes (Jain and Basal, 2003). Menurut Brooks (2005), antibakteri dibedakan

berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antibakteri yang menghambat

pertumbuhan dinding sel bakteri, antibakteri yang mengakibatkan perubahan

permeabilitas membran sel bakteri atau menghambat pengangkutan aktif melalui

membran sel bakteri, antibakteri yang menghambat sintesis protein bakteri, dan

antibakteri yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri, sedangkan,

aktivitas antibakteri dibagi menjadi dua macam, antara lain aktivitas bakteriostatik

(menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi tidak membunuhnya) dan aktivitas

bakterisidal (membunuh bakteri dalam kisaran yang luas).

2.3 Clay

Clay merupakan sumber mineral terbesar dan tersebar luas, yang banyak

digunakan untuk kepentingan industri secara komersial. Umumnya dalam teori

Page 24: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

geologi, istilah “clay” memiliki beberapa arti, di antaranya, butiran halus mineral,

tanah liat mineral dengan ukuran partikel lebih kecil dari lanau (lumpur), sedimen

butiran halus yang sebagian besar mengandung mineral tanah liat. Dalam definisi

terakhir, clay diartikan juga sebagai butiran halus serpihan non-aluminosilicates

dan tanah argillaceous (WHO, 2005).

Menurut Nesse (2012), clay didefinisikan sebagai partikel yang berukuran

kurang dari 1/265 mm (0,004 mm) atau kurang dari 0,002 mm. Beberapa

kegunaan dari clay dalam dunia industri antara lain, pelapis dan pengisi kertas,

bahan pembuat keramik, kosmetik, produk tahan api, produk bangunan, semen

porttland, adsorben, sebagai aditif makanan, dan obat-obatan (Nesse, 2012).

Clay atau mineral dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam kebutuhan

pharmaceuticals dan cosmetics. Pada kebutuhan pharmaceuticals, mineral dapat

digunakan sebagai agen terapeutik secara oral maupun topikal, sedangkan, pada

kebutuhan kosmetik, mineral dapat digunakan untuk mengatasi masalah

kecantikan secara topikal. Clay atau mineral digunakan dalam produk kosmetik

berupa solar protector, pasta gigi, krim, bedak dan emulsi, bathroom salts dan

deodorant. Mineral berwarna opaque (kaolinite, smectites, dan talc) dengan

kapasitas adsorbsi yang tinggi biasanya digunakan dalam formula kosmetik

sebagai krim, bedak, emulsi untuk memberikan penampilan opacity dan menutupi

cela. Selain dapat melekat dan membentuk lapisan pelindung di kulit, opaque

minerals juga dapat menyerap minyak dan kotoran (toxin) (Carretero dan Pozo,

2009).

2.3.1 Kaolin

Kaolin merupakan tanah liat Cina yang mengandung 10 – 95 % mineral

kaolinit, biasanya mineral kaolinit yang terkandung dalam kaolin sebesar 85 – 95

%. Selain mengandung mineral kaolinit, kaolin juga mengandung quartz dan

mika, serta mengandung sebagian kecil feldspar, illite, montmorillonite, ilmenite,

anastase, haematite, bauxite, zircon, rutile, kyanite, silliminate, graphite,

attapulgite, dan, halloysite (WHO, 2005).

Kaolin terbentuk akibat pelapukan batu granit. Kaolin berwarna putih,

putih keabu-abuan, atau sedikit berwarna. Kaolin terbuat dari lembaran kristal

triklinik yang tipis, pseudoheksagonal, dan fleksibel dengan diameter 0,2 – 12

Page 25: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

µm, serta memiliki kerapatan 2,1 – 2,6 g/cm3. Kaolinit dapat mengadsorbsi

molekul kecil seperti substansi lechitin, quinolin, paraquat dan diquat, protein,

poliakrilonitril, bakteria, dan virus (WHO, 2005). Oleh karena itu, kaolin dapat

berfungsi sebagai adsorben (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009). Mekanisme

adsorbsi kaolin adalah dengan pertukaran kation karena kaolin memiliki muatan

negatif yang memungkinkan pertukaran ion bermuatan positif di permukaannya

(Otto dan Haydel, 2013). Dalam pertukuran kation tersebut, terdapat istilah

kapasitas tukar kation yang merupakan suatu kemampuan kapasitas mineral untuk

mengadsorbsi suatu molekul melalui pertukaran kation. Kapasitas pertukaran

kation kaolinit jauh lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas pertukaran kation

monmorilonit (mineral yang banyak terdapat dalam bentonit), yaitu sebesar 2 –

10 meq / 100 g tergantung pada ukuran partikel. Namun, laju reaksi pertukarannya

cepat, hampir seketika (WHO, 2005). Kapasitas adsorbsi tanah kaolin meningkat

dalam keadaan asam dibandingkan dalam keadaan basa (Rahman., Nayuki Ki.,

and Take o, 2015).

Menurut Departemen Kesehatan RI (1979), kaolin adalah alumunium

silikat hidrat alam yang telah dimurnikan dengan pencucian dan pengeringan,

mengandung bahan pendispersi dengan rumus kimia Al2O3.2SiO2.2H2O (Rowe.,

Paul J., dan Marian E, 2009). Kaolin berbentuk serbuk ringan, putih, bebas dari

butiran kasar, tidak berbau, dan tidak berasa, serta licin (Departemen Kesehatan

RI, 1979). Ketika kaolin terbasahi oleh air, kaolin akan tampak keruh dan

menimbulkan bau seperti tanah. Kaolin digunakan sebagai diluen dalam formulasi

tablet dan kapsul, juga digunakan sebagai pembawa suspensi. Kaolin praktis tidak

larut dalam dietileter, etanol 95%, air, pelarut organik lainnya, asam encer dingin,

dan larutan alkali hidroksida. Kaolin merupakan bahan atau material yang stabil

dan tidak beracun, serta tidak toksik (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

2.4 Sabun

Sabun merupakan surfaktan atau campuran surfaktan yang memiliki

struktur kimia dengan panjang rantai karbon C12 hingga C16 atau C18 dan memiliki

sifat mengurangi tegangan permukaan serta tegangan antarmuka sehingga jika

digunakan dengan air dapat membersihkan lemak (kotoran) (Aufa, 2010; Mitsui,

1997). Pada umumnya, sabun yang memiliki panjang rantai karbon kurang dari

Page 26: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

C12 dihindari penggunaannya karena dapat menimbulkan iritasi kulit, sedangkan

sabun yang memiliki panjang rantai karbon lebih dari C18, akan membentuk sabun

yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa (Maripa dkk (2015) dalam Mauliana,

2016).

Sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan

sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau tanpa

penambahan zat lain serta tidak menyebabkan iritasi (Standar Nasional Indonesia,

1994). Menurut Paye., Andre O., dan Maibach (2006), ketika asam lemak

disaponifikasi oleh logam alkali (natrium atau kalium), akan terbentuk garam

yang disebut dengan sabun dan gliserol sebagai produk sampingnya. Molekul

sabun memiliki bagian kepala dan ekor yang tersusun dari rantai karbon, hidrogen,

dan oksigen. Bagian kepala merupakan gugus hidrofil (rantai karboksil) yang

berfungsi untuk mengikat air dan bagian ekor merupakan gugus hidrofob (rantai

hidrokarbon) yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan minyak (Purnamawati,

2016).

Sabun memiliki dua tipe, yaitu sabun berbasis sapo (asam lemak dan alkali)

dan berbasis surfaktan. Sabun berbasis sapo menghasilkan busa yang sangat

banyak dan daya detergensinya (daya bersih) sangat baik, serta dapat

mengencangkan kulit (skin tightness effect), sedangkan, sabun berbasis surfaktan

menghasilkan busa yang relatif lebih sedikit sehigga memperkecil timbulnya

iritasi kulit, serta memiliki daya bersih yang baik. Sabun berbasis kombinasi sapo

dan surfakan dapat meningkatkan skin tightness effect yang ditimbulkan,

memberikan kelembutan yang lebih baik pada kulit, dan mengurangi iritasi kulit

(Paye., Andre O., dan Maibach, 2006).

2.4.1 Klasifikasi Sabun

Berdasarkan fisiknya, sabun dibagi menjadi dua jenis, di antaranya:

(Ophardt, 2003)

1) Sabun Padat (Hard Soap)

Sabun padat merupakan sabun yang terbuat dari alkali natrium dan asam lemak

rantai panjang (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Berdasarkan tingkat

transparannya, sabun padat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Sabun opaque, sabun yang memiliki tampilan tidak tembus cahaya,

Page 27: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Sabun translucent, sabun yang memiliki tampilan agak tembus cahaya,

c. Sabun transparan, sabun yang memiliki tampilan tembus cahaya.

2) Sabun Cair (Soft Soap)

Sabun cair (Soft Soap), sabun yang terbuat dari alkali potasium dan asam

lemak rantai panjang (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Menurut Standar

Nasional Indonesia (1996), sabun cair adalah sediaan pembersih kulit

berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun atau deterjen dengan

penambahan bahan lain yang diizinkan dan digunakan tanpa menimbulkan

iritasi kulit.

2.4.2 Metode Pembuatan Sabun

Gambar 2.1 Saponifikasi Trigliserida

[Sumber: Paye., Andre O., dan Maibach, 2006]

Teknis pembuatan sabun di industri dimulai dari penerimaan bahan-bahan

utama pembuat sabun (seperti lemak dan minyak) dan diakhiri dengan proses

pencetakkan sabun ke dalam bentuk yang diinginkan, serta dikemas untuk dijual.

Pada umumnya, terdapat dua proses yang mendasar dalam pembuatan sabun, yaitu

saponifikasi dan netralisai (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Saponifikasi

atau reaksi penyabunan adalah reaksi antara minyak atau lemak dengan alkali

menghasilkan gliserol dan garam (sabun) (Parasuram, 1995), sedangkan, reaksi

netralisasi adalah minyak atau lemak diubah menjadi asam lemak terlebih dahulu

melalui proses splitting (hidrolisis) sehingga menghasilkan asam lemak yang

kemudian direaksikan dengan soda kausatik (alkali) dan menghasilkan sabun serta

air (Parasuram, 1995).

Page 28: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2 Splitting Lemak (Gliserol Sebagai Hasil Samping) dan Reaksi

Netralisasi Asam Lemak

[Sumber: Paye., Andre O., dan Maibach, 2006]

2.4.3 Prinsip Kerja Sabun

Menurut Wasitaatmadja (1997), kotoran berupa minyak tidak cukup

dibersihkan hanya dengan air, tetapi juga memerlukan zat lain seperti sabun yang

memiliki sifat surfaktan untuk menurunkan tegangan antar muka antara minyak

dan air. Prinsip kerja sabun mirip seperti prinsip kerja surfaktan karena sabun

terdiri atas molekul hidrokarbon nonpolar (hidrofobik) dan ion karboksilat

(hidrofilik). Jika sabun dilarutkan ke dalam air, ujung hidrofilik sabun akan

tertarik ke dalam air dan melarutkannya, tetapi bagian hidrofobik sabun ditolak

oleh air sehingga membetuk lapisan di atas pemukaan air dan menurunkan

tegangan permukaan air. Bila sabun mengenai sesuatu yang berlemak atau

beminyak (sebagian besar kotoran), bagian hidrofobik sabun akan membalut

kotoran tersebut sehingga kotoran teremulsikan dan larut (Ashar, 2006).

Gambar 2.3 Pembuatan Lapisan Tipis di Atas Permukaan Air [Sumber: Purnamawati, 2016]

Page 29: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.4 Komponen Pembentuk Sabun

Pada umumnya, bahan dasar pembentuk sabun terdiri atas lemak atau

minyak dan alkali kausatik seperti NaOH atau KOH. Selain itu, terdapat pula

bahan tambahan yang ditujukan untuk memperbaiki penampilan dan cara kerja

sabun, seperti surfaktan, humektan, antioksidan, fragrance, pewarna,

preservative, serta bahan tambahan khusus seperti fillers, exfoliants, antiacne, dan

antiirritants (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006).

Berikut merupakan uraian bahan yang digunakan dalam formulasi kaolin

facial wash:

1. Asam Laurat

Gambar 2.4 Asam Laurat

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

Asam laurat atau asam dodekanoat merupakan suatu asam lemak

karboksilat yang diisolasi dari sayuran dan lemak hewan atau minyak, seperti

misalnya minyak kelapa dan minyak biji sawit (palm kernel oil) mengandung

asam laurat dengan konsentrasi tinggi. Asam laurat memiliki rumus kimia

C12H24O2 dengan berat molekul 200,32 g/mol, berbentuk serbuk kristal putih

dengan bau khas minyak yang lemah. Asam laurat memiliki titik didih 298,9°C,

kerapatan 0,883 g/cm3 (pada suhu 20°C); 0,8679 g/cm3 (pada suhu 50°C), titik

leleh 44°C – 48°C, dan viskositas 7,3 mPa s (dinamik); 8,41 mPa s (kinetik) pada

suhu 50°C. Selain itu, asam laurat memiliki kelarutan dalam air 4,81 mg/ml (suhu

25°C); sangat mudah larut dalam eter, etanol 95%, dan metanol; larut dalam

aseton; sukar larut dalam chloroform; serta miscible dalam benzena (Rowe., Paul

J., dan Marian E, 2009).

Asam laurat sangat luas digunakan dalam preparasi kosmetik, sebagai zat

tambahan dalam industri makanan, dan dalam formulasi farmasetikal, serta dapat

digunakan sebagai enhancer pada sediaan topikal (Rowe., Paul J., dan Marian E,

2009). Dalam dunia kosmetik, asam laurat biasanya digunakan sebagai bahan

baku pembuatan sabun (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Penggunaan asam

laurat dalam produk kosmetik termasuk dalam pembuatan sabun berkisar 0,1% -

Page 30: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25% (Anonim, 1987). Asam laurat stabil dalam suhu ruang dan harus disimpan

dalam tempat yang sejuk dan kering (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

2. Asam Miristat

Gambar 2.5 Asam Miristat

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

Asam miristat atau asam tetradekanoat secara alami terdapat dalam

minyak biji pala dan banyak terdapat dalam lemak hewan serta sayuran. Asam

miristat memiliki rumus kimia C14H28O2 dengan berat molekul 228,37 g/mol,

berbentuk serbuk kristal putih yang berminyak dengan bau khas yang lemah.

Asam miristat memiliki titik leleh 44°C – 48°C. Asam ini larut dalam eter, etanol

95%, aseton, chloroform, aromatik, dan pelarut chlorinated; praktis tidak larut

dalam air (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

Asam miristat digunakan dalam formulasi farmasetikal oral dan topikal,

yang berfungsi sebagai penetration enhancer (Rowe., Paul J., dan Marian E,

2009). Dalam dunia kosmetik, asam miristat biasanya digunakan sebagai bahan

baku pembuatan sabun (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Penggunaan asam

miristat dalam produk kosmetik termasuk dalam pembuatan sabun berkisar 0,1%

- 25% (Anonim, 1987).Asam miristat harus disimpan dalam tempat yang tertutup

baik, sejuk, dan kering (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

3. Asam Oleat

Gambar 2.6 Asam Oleat

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

Asam oleat atau asam (Z)-9-oktadekenoat merupakan suatu asam lemak

karboksilat yang dihasilkan dari hidrolisis minyak sayur dan lemak hewan, seperti

olive oil, hasil hidrolisis minyak atau lemak tersebut berupa asam lemak cair.

Asam oleat memiliki rumus kimia C18H34O2 dengan berat molekul 282,47 g/mol,

berbentuk cairan berminyak, berbau dan berasa seperti lemak, berwarna

kekuningan hingga cokelat pucat. Asam oleat memiliki titik didih 286°C,

kerapatan 0,895 g/cm3, titik leleh 13°C – 14°C, dan viskositas 26 mPa s (dinamik).

Page 31: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selain itu, asam oleat memiliki kelarutan yang miscible dalam eter, etanol 95%,

chloroform, heksan, serta fixed dan volatile oil; larut dalam aseton; praktis tidak

larut dalam air (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

Asam oleat digunakan sebagai agen pengemulsi dalam formulasi makanan

dan farmasetikal topikal. Asam ini juga dapat digunakan sebagai penetration

enhancer dalam formulasi transdermal. Asam oleat mudah teroksidasi, jika

terpapar udara, asam ini akan menghitam dan berbau khas yang sangat menyengat.

Asam oleat harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

serta di tempat yang sejuk dan kering (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

Penggunaan asam oleat dalam produk kosmetik termasuk dalam pembuatan sabun

berkisar 0,1% - 25% (Anonim, 1987).

4. Sodium Lauryl Eter Sulfat (SLES)

Sodium Lauril Eter Sulfat (SLES) memiliki rumus kimia R-(OCH2CH2)n-

OSO3-Na+ dengan R adalah rantai alkil (C12 atau lauril) dan kebanyakan derajat

etoksilat (n) adalah 2 atau 3 (Shipp, 1996). SLES merupakan surfaktan anionik

yang paling banyak digunakan untuk kosmetik atau produk-produk perawatan diri

(Spiess, 1996). SLES berbentuk gel sehingga konsentrasi yang tinggi dapat

menyebabkannya sukar larut dalam air dan berwarna transparan hingga

kekuningan (Shipp, 1996). Surfaktan ini memiliki pH 7 – 9, mudah mengental

dengan garam dan menunjukkan kelarutan yang baik dalam air. Berdasarkan

sifatnya tersebut, SLES merupakan deterjen (agen pembersih) sekaligus agen

pengemulsi, pembasah, dan pembusa yang baik (Spiess, 1996).

Di Eropa, Lauril Eter Sulfat (apalagi dalam bentuk garam sodium) paling

banyak digunakan sebagai surfaktan primer, sedangkan, Lauril Sulfat menjadi

pilihan kedua setelah Lauril Eter Sulfat. Berdasarkan sifat deterjensinya, Lauril

Sulfat lebih baik jika dibandingkan dengan Lauril Eter Sulfat. Akan tetapi, Lauril

Sulfat mudah menyebabkan iritasi, serta memiliki kelarutan dan pembentukan

busa yang kurang baik dibandingkan dengan Lauril Eter Sulfat. European

Medicines Agency (2015) yang membahas review SLS sebagai eksipien

menyebutkan bahwa SLES efektif pada rentang pH yang luas, baik dalam larutan

asam maupun basa dan dalam air sadah yang akan menyebabkan SLES lebih

menimbulkan busa yang ekstra dibandingkan dengan SLS. Lauril Sulfat dan

Page 32: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lauril Eter Sulfat terdapat dalam sediaan pada konsentrasi antara 25% - 30% (high

active concentration), biasanya dalam rentang 6% - 70% bahan aktif (Shipp,

1996).

5. KOH

KOH atau kalium hidroksida (potassium hydroxida atau causatic

potassium) merupakan suatu agen pembasa yang dibuat dengan mengelektrolisis

KCl. Dalam keadaan yang belum dimurnikan, KOH kemungkinan masih

mengandung Cl. KOH tersedia dalam bentuk pelet, flake, atau dalam bentuk lain,

berwarna hampir putih hingga putih, merupakan padatan keras dan menunjukkan

struktur kristalin, serta sangat higroskopis dan mudah menyerap air. KOH

memiliki berat molekul 56,11 g/mol, pH 13,5 dalam 0,1 M larutan air, dan titik

leleh 360°C – 380°C (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009). KOH memiliki

kelarutan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kelarutan KOH

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

KOH sangat luas digunakan dalam formulasi farmasetikal untuk meng-

adjust pH. Substansi ini dapat juga direaksikan dengan asam lemah untuk

membentuk garam (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009), kebanyakan dialikasikan

dalam pembuatan sabun (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). KOH harus

disimpan dengan baik dan benar, dalam wadah tertutup rapat yang tidak terdapat

unsur logam, serta diletakkan di tempat yang sejuk dan kering (Rowe., Paul J.,

dan Marian E, 2009).

Page 33: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Propilen Glikol

Gambar 2.7 Propilen Glikol

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

Propilen gikol merupakan hasil konversi dari 1,2-propilen oxide, yang

merupakan hasil hidrolisis klorohidin dengan chlorine water. Propilen gikol

memiliki rumus kimia C3H8O2 dengan berat molekul 76,09 g/mol, berbentuk

cairan jernih, agak kental, tidak berbau dan berasa manis. Propilen gikol memiliki

titik didih 188°C, kerapatan 1,038 g/cm3 pada suhu 20°C, titik leleh -59°C, dan

viskositas 58,1 mPa s pada suhu 20°C. Selain itu, propilen gikol memiliki

kelarutan yang miscible dalam etanol 95%, chloroform, gliserin, dan air; larut

dalam eter (1:6); tidak mudah larut dalam light mineral oil atau fixed oil, tetapi

larut dalam essential oil (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

Dalam industri kosmetik, propilen glikol sering digunakan sebagai pelarut

dan humektan. Konsentrasi propilen glikol yang digunakan sebagai humektan

berkisar ≈ 15%. Dalam rentang konsentrasi 15% - 30%, propilen glikol dapat

bertindak sebagai preservative. Propilen glikol stabil dalam wadah tertutup baik

pada suhu ruang dan suhu sejuk , tetapi tidak stabil dalam penyimpanan suhu

panas dengan wadah terbuka (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

7. Aqua Destilata

Aqua destilata (aquadest) atau air suling merupakan air yang dimurnikan

dengan beberapa proses, yaitu koagulasi, settling, penyaringan, aerasi, klorinasi,

pendidihan hingga 15-20 menit, dan penyaringan dengan penambahan karbon

aktif (charcoal filtration) yang kemudian melalui beberapa proses akhir (destilasi,

deionisasi, reverse osmosis, dan filtrasi membran). Aq dest memiliki rumus kimia

H2O dengan berat molekul 18,02 g/mol, berbentuk larutan steril yang jernih, tidak

berbau dan berasa, serta aman untuk dikonsumsi. Aquadest memiliki titik didih

100°C, kerapatan 1 g/cm3, titik leleh 0°C, dan viskositas 0,89 mPa s pada suhu

25°C. Selain itu, aquadest kompatibel dengan banyak material. Aquadest dalam

Page 34: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

industri farmasetikal, makanan, dan kosmetik sangat dibutuhkan sebagai pelarut

dan pembawa (vehicle) (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

8. Asam Laktat

Gambar 2.8 Asam Laktat

[Sumber: Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009]

Asam laktat terdiri atas campuran dari asam 2-hidroksipropionat, asam

laktoillaktat dan asam polilaktat lainnya, serta air. Asam laktat praktis tidak

berbau, tidak berwarna atau agak kekuningan, cairan kental, higroskopis, dan

nonvolatil. Oleh karena sifatnya yang higroskopis, asam laktat harus di simpan

dalam tempat tertutup baik pada suhu sejuk dan kering. Eksipien ini banyak

digunakan dalam industri makanan, kosmetik, dan farmasetikal sebagai acidifying

agent, acidulant (rentang konsentrasi dalam sediaan topikal 0,015% – 6,6%).

Dalam sediaan topikal seperti sediaan kosmetik, asam laktat dapat memberikan

softening dan conditioning effect pada kulit(Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

9. Parfum

Parfum merupakan bahan tambahan pada produk kosmetik yang dapat

memengaruhi penerimaan konsumen. Umumnya, penggunaan parfum untuk

menutupi bau dari asam lemak pada formulasi sabun padat. Parfum yang

digunakan tidak boleh menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan produk

akhir (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006).

2.5 Sabun Pembersih Wajah

Sabun pembersih wajah merupakan salah satu pembersih yang tidak hanya

digunakan untuk membersihkan sel kulit mati, kotoran, minyak, dan kosmetik,

tetapi juga merupakan langkah awal dalam perawatan kulit sehari-hari, serta

membantu mempersiapkan kulit saat pemberian pelembab atau perawatan lainnya

terhadap kulit wajah. Karateristik yang diharapkan dari sediaan sabun pembersih

wajah adalah mampu membersihkan kulit wajah baik dari kotoran yang ada di

Page 35: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

permukaan kulit wajah atau make up, membantu membersihkan sel-sel kulit mati,

membersihkan mikroorganisme (bakteri), meminimalisir kerusakan pada

epidermis dan stratum korneum (Draelos, 2010).

Menurut Draelos (2010), mekanisme pembersihan pada sediaan sabun

pebersih wajah terbagi menjadi 3, yaitu secara kimia, fisika, dan gabungan dari

keduanya. Mekanisme secara kimia merupakan mekanisme yang paling sering

dan umum terjadi, yang disebabkan oleh adanya surfaktan dan pelarut.

Berdasarkan tipenya, facial wash atau facial foam termasuk tipe lathering

cleanser karena mampu menghasilkan busa pada saat penggunaannya. Disamping

itu, surfaktan yang terdapat dalam facial wash atau facial foam tipe lathering

cleanser ini merupakan surfaktan dengan rantai hidrofobik yang lebih pendek

karena dapat menghasilkan busa yang lebih banyak dan lebih cepat. Mekanisme

pembersihan yang terjadi pada lathering cleanser termasuk ke dalam mekanisme

kimia, yaitu melalui proses emulsifikasi, yang surfaktannya akan mengemulsikan

kotoran dan minyak, kemudian membersihkannya dari kulit pada saat pembilasan

dengan air (Draelos, 2010).

2.6 Sifat Fisika dan Kimia Sabun Cair

2.6.1 Organoleptis

Penilaian organoleptis sabun cair dapat dilihat dari segi bentuk, bau, dan

warna. Organoleptis suatu produk harus sangat diperhatikan karena organoleptis

produk dapat memengaruhi minat konsumen. Berikut merupakan persyaratan

organoleptis sabun cair: (SNI 06-4085-1996)

a) Bentuk : Sabun harus terdapat dalam bentuk cair atau lunak.

b) Bau : Bau sabun harus sesuai dengan fragrance yang

ditambahkan.

c) Warna : Warna sabun dapat diatur dengan zat pewarna sesuai

keinginan produsen.

2.6.2 pH

pH sabun cair yang dipersyarakat oleh SNI adalah dalam rentang 6 – 8

(Wasitaadmadja, 1997). Sedangkan, pH untuk facial wash perlu disesuaikan

dengan pH kulit wajah yang berkisar 4,5 – 6,5 (Noor dan Desy, 2009). Nilai pH

Page 36: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

suatu bahan dapat memengaruhi daya absorpsi bahan tersebut melalui kulit yang

dapat mengakibatkan iritasi kulit ataupun membuat kulit kering. Sabun dengan

pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit karena daya absorbsi bahan melalui

kulit meningkat, sedangkan sabun dengan pH yang terlalu basa dapat membuat

kulit kering (Ayu et al., 2010; Buchmann, 2001). Nilai pH juga merupakan

indikator daya busa suatu sabun.

2.6.3 Daya Busa

Menurut Schramn (2005), busa merupakan dispersi koloid, yaitu gas

yang terdispersi dalam fase kontinyu yang berupa cairan. Daya pembusaan suatu

sabun merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan mutu suatu

sabun. Dalam penggunaannya, busa berperan dalam proses pembersihan dan

pelimpahan wangi sabun pada kulit (Gromophone (1983) dalam Hernani.,

Bunasor., dan Fitriati 2010). Daya pembusaan sabun yang meliputi kualitas,

kuantitas, dan kecepatan pembentukkan busa dinilai dari stabilitas busa yang

dibuat dalam skala angka (Piyali et al (1999) dalam Harris., Yudhomenggolo.,

dan Putut, 2016).

% 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑠𝑎 = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100%

Menurut Deragon et al (1968), kriteria stabilitas busa yang baik, yaitu apabila dalam

5 menit diperoleh kisaran stabilitas busa antara 60% - 70% (Rozi, 2013).

2.6.4 Daya Bersih

Daya bersih (daya deterjensi) adalah proses pembersihan permukaan

padat dari benda asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan

pencuci berupa larutan surfaktan. Sabun berbasis deterjen merupakan bahan

yang digunakan untuk meningkatkan daya pembersihan oleh air. Proses

deterjensi terjadi melalui pembentukkan misel oleh surfaktan yang membentuk

globul zat pengotor. Pelepasan globul zat pengotor ini terjadi melalui penurunan

tegangan antar muka dan dibantu dengan adanya interaksi elektrostatik antar

muatan (Hanson, 1992).

Page 37: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.5 Viskositas dan Rheologi (Sifat Alir)

Menurut Shmitt (1996) dalam Nurhadi (2012), viskositas merupakan salah

satu parameter penting yang menunjukkan stabiltas produk baik produk kosmetik

maupun toiletries selama distribusi produk. Viskositas adalah tahanan dari suatu

cairan untuk mengalir, semakin besar viskositas akan semakin besar pula tahanan

alirnya. Adanya viskositas yang tinggi dalam sediaan akan mengurangi frekuensi

tumbukan antarpartikel sehingga sediaan menjadi lebih stabil. Disamping itu,

temperatur dapat memengaruhi viskositas, semakin tinggi temperatur akan

menyebabkan viskositas menurun (Shinko, 2011).

Istilah rheologi digunakan untuk menggambarkan aliran-aliran cairan dan

deformasi dari padatan. Rheologi atau sifat alir terlibat dalam pencampuran dan

aliran bahan-bahan, pengemasan sediaan ke dalam wadah, dan pemindahan

sebelum penggunaannya (apakah dicapai dengan penuangan dari botol,

pengeluaran dari tube, atau pelewatan melalui jarum suntik). Rheologi suatu

produk tertentu yang konsistensinya berupa cairan, semi padat, hingga padat dapat

memengaruhi penerimaan konsumen, stabilitas fisik, dan bahkan ketersediaan

hayati (Shinko, 2011).

2.7 Uji Hedonik

Uji hedonik merupakan salah satu teknik dari metode afektif pada uji

sensori (uji organoleptik). Metode afektif merupakan uji sensori yang didasarkan

pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan) atau pengukuran tingkat kesukaan

relatif. Metode afektif menguji kesukaan dan atau penerimaan terhadap suatu

produk dan membutuhkan jumlah panelis tidak terlatih dalam jumlah banyak yang

sering dianggap untuk mewakili kelompok konsumen tertentu (Anonim, 2006).

Uji hedonik merupakan teknik pengujian yang paling banyak digunakan

untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut

skala hedonik, misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka,

sangat tidak suka dan lain-lain. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan

menurut rentangan skala yang dikehendaki (Ayustaningwarno, 2014). Dalam

analisis datanya, skala hedonik ditransformasikan ke dalam skala angka dengan

angka menaik menurut tingkat kesukaan (dapat 5, 7 atau 9 tingkat kesukaan).

Dengan data ini dapat dilakukan analisa statistik (Anonim, 2006).

Page 38: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Biasanya, pengujian ini menggunakan seorang panelis tidak terlatih.

Panelis tidak terlatih merupakan kelompok orang berkemampuan rata-rata yang

tidak terlatih secara formal, tetapi memiliki kemampuan untuk memebedakan dan

mengomunikasikan reaksi dari penilaian kesukaan (penerimaan) yang diujikan.

Jumlah anggota panel terlatih berkisar 15 – 20 orang atau 5 – 10 orang dengan

seleksi (Soekarto (2006) dalam Ayustaningwarno, 2014).

2.8 Uji Stabilitas

Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk

bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas, dan kemurnian produk

(Djajadisastra, 2004). Tujuan dari pengujian stabilitas produk kosmetik menurut

Guideline on stability testing of cosmetic products (2004) adalah untuk

memastikan bahwa produk obat atau kosmetik baik produk baru maupun

modifikasi memenuhi standar kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologis dalam segi

fungsionalitas dan estetika saat disimpan pada keadaan yang sesuai. Suatu produk

kosmetik dikatakan stabil ketika fungsionalitas dan estetika produk masih berada

dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan

penggunaan (Djajadisastra, 2004).

Pada umumnya, emulsi dianggap tidak stabil secara fisik, jika fase

terdispersi pada penyimpanan cenderung membentuk agregat; jika agregat naik ke

permukaan atau turun ke dasar, emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan

pekat; dan jika semua atau sebagian cairan dari fase terdispersi tidak teremulsi

dengan baik, juga akan membentuk lapisan yang berbeda pada permukaan atau

dasar emulsi. Selain itu, suatu emulsi mungkin sangat dipengaruhi oleh

kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan fisik dan kimia lainnya

(Ansel, 1989). Adapun beberapa gejala yang menjadi indikator terjadinya

kerusakan emulsi di antaranya: (Soetopo., dkk, 2004)

a. Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yang salah satu

lapisannya mengandung fase dispersi lebih banyak daripada lapisan lainya.

Creaming bersifat reversible (jika dikocok perlahan, lapisan yang terpisah

akan terdispersi kembali).

Page 39: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Flokulasi merupakan penggabungan globul yang bergantung pada gaya tolak-

menolak elektrostatis (zeta potensial) (Djajadisastra, 2004).

c. Koalesen dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena film yang

meliputi partikel rusak dan butiran minyak akan menyatu (koalesen).

Koalesen dan cracking bersifat irreversible (tidak dapat diperbaiki). Hal ini

dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan

CaO / CaCl2 exicatus.

2. Peristiwa fisika, seperti pemenasan, penyaringan, pendinginan,

pengadukan.

d. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi w/o menjadi o/w atau

sebaliknya secara mendadak yang bersifat irreversible.

Faktor-faktor yang memengaruhi stabilitas sediaan dapat diklasifikasikan

ke dalam tiga kategori, yaitu stabilitas fisika, stabilitas kimia, dan stabilitas biologi

(Carstensen and Rhodes, 2000).

a) Stabilitas Fisika, meliputi:

1) Suhu: Paparan suhu yang ekstrim dapat menyebabkan reaksi oksidasi,

reduksi, dan hidrolisis, yang menginisasi degradasi pada kebanyakan obat.

2) pH: Perubahan pH dapat menyebabkan dekomposisi kebanyakan obat.

3) Kelembaban: Adanya air (kondisi lembab) dapat mengatalisis reaksi

oksidasi, hidrolisis, dan oksidasi dan emungkinkan tumbuhnya mikroba.

4) Cahaya: Paparan cahaya dapat mengganggu kstabilan obat dengan

menginisiasi terjadinnya oksidasi.

5) Bentuk sediaan: Bentuk sediaan padat lebih stabil jika dibandingkan dengan

bentuk sediaan cair.

6) Oksigen: Paparan oksigen pada sediaan dapat menganggu stabilitas sediaan.

b) Stabilias Kimia, meliputi: Inkompatibilitas, reaksi antara komponen dalam

formula dengan komponen lainnya, reaksi antara komponen formula dengan

wadah.

c) Stabilitas Biologi, meliputi: Cemaran mikroba yang bersal dari air, udara,

wadah, personel, dan instrumen.

Page 40: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk memperoleh nilai kestabilan suatu sediaan farmasetik (kosmetik)

dalam waktu yang singkat, dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat. Menururt

Djajadisastra (2004), uji stabilitas dipercepat dutujukan untuk memperoleh

informasi yang diinginkan pada waktu sesingkat mungkin, dengan cara

menyimpan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya

perubahan baik fisik maupun kimia pada sampel yang biasanya terjadi pada

kondisi normal. Apabila hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat selama

3 bulan memperoleh hasil yang stabil, hal tersebut menunjukkan bahwa sediaan

tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama 1 tahun (Djajadisastra,

2004). Terdapat beberapa pengujian stabilitas dipercepat, antara lain:

a. Elevated temprature

Setiap kenaikan suhu 10°C akan mempercepat reaksi 2 – 3 kalinya, tetapi

secara praktis cara ini agak terbatas karena pada kenyataannya suhu yang jauh

di atas normal akan menyebabkan perubahan yag tidak pernah terjadi pada

suhu normal. Uji ini digunakan sebagai indikator kestabilan (Djajadisastra,

2004).

b. Elevated humidities

Umumnya, uji ini dilakukan untuk menguji kemasan produk. Jika terjadi

perubahan pada produk dalam kemasan karena pengaruh kelembaban, hal ini

menandakan bahwa kemasannya tidak memberikan perlindungan yang cukup

terhadap atmosfer (Djajadisastra, 2004).

c. Cycling test

Cycling test merupakan pengujian menggunakan perubahan suhu dan atau

kelembaban pada interval waktu tertentu sehingga produk dan kemasannya

mengalami tekanan (stress) yang bervariasi daripada tekanan konstan yang

kadangkala lebih parah daripada penyimpanan dalam suatu kondisi saja.

Tujuan dari pengujian ini adalah sebagai simulasi perubahan suhu dan atau

kelembaban setiap tahun bahkan setiap harinya. Uji ini dilakukan untuk

menguji produk kosmetik terhadap kemungkinan mengalami kristalisasi atau

berawan dan untuk menguji kestabilan emulsi (Djajadisastra. 2004).

Page 41: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Uji Mekanik (Centrifugation test)

Prinsip dasar uji sentrifugasi terletak pada penggunaan gaya sentrifugal untuk

memisahkan dua atau lebih zat, seperti dua cairan yang berbeda atau cairan

dan padatan, serta merupakan uji yang berguna untuk menilai dan

memprediksi umur simpan emulsi (Smaoi et al., 2012). Uji sentrifugasi dapat

dilakukan dengan dua cara, yaitu sampel disentrifugasi dengan kecepatan

3750 rpm selama 5 jam (Wade, A & Weller P.J, 1994) dan sampel yang

disimpan dalam berbagai kondisi disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm

selama 20 menit (Mahmood dan Naveed, 2013).

2.9 Isolasi Bakteri

Isolasi bakteri dari permukaan suatu benda (solid) mati atau hidup (bagian

tubuh seberti kulit dan mukosa) terdapat dua metode, yaitu isolasi bakteri non-

destruktif (Non-destructive recovery method) dan isolasi bakteri destruktif

(Destructive recovery method). Isolasi bakteri non-destruktif (Non-destructive

recovery method) adalah isolasi bakteri dari permukaan suatu benda mati atau

hidup tanpa merusak permukaan benda tersebut, sedangkan, isolasi bakteri

destruktif (Destructive recovery method) adalah isolasi bakteri dengan merusak

permukaan benda yang menjadi objek analisis. Isolasi bakteri non-destruktif

(Non-destructive recovery method) meliputi Swabbing method, friction

(scrubbing) method, dan printing method. Di sisi lain, isolasi bakteri destruktif

(Destructive recovery method) meliputi rinsing and immersion method, sonication

method, dan scraping and grinding procedure (Ismail et all., 2013).

1) Isolasi Bakteri Non-Destruktif (Non-Destructive Recovery Method)

a. Swabbing Method

Prosedur konvensional swabbing method yaitu dengan

menggunakan cotton swab disertai dengan stick aplikator untuk mengambil

bakteri dari permukaan benda mati atau hidup. Cotton swab diusapkan ke

permukaan benda mati atau hidup untuk mengisolasi bakteri atau spora fungi

dan mengekstraksi bakteri atau spora fungi tersebut menggunakan media cair

(pepton water) atau cairan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan menyelupkan

cotton swab tersebut ke dalam media cair atau cairan fisiologis, yang

kemudian larutan tersebut divortex. Setelah itu, bakteri atau spora fungi yang

Page 42: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

telah diekstraksi dari cotton swab ditumbuhkan ke dalam media tumbuh

secara pour plate atau spread.

Di sisi lain, dalam prosedur modern swabbing method, cotton swab

yang digunakan adalah cotton swab kalsium alginat. Setelah bakteri atau

spora fungi diisolasi menggunakan cotton swab kalsium alginat, bakteri atau

spora fungi yang terisolasi dapat langsung ditanam ke dalam media tumbuh,

tidak perlu diekstraksi menggunakan pepton water atau NaCl 0,9%.

b. Friction (Scrubbing) Method

Friction (Scrubbing) method digunakan untuk mengambil

mikroorganisme uji pada sampel dengan luas permukaan >100 cm2.

Prosedur friction (scrubbing) method sama seperti prosedur swabbing

method, bedanya hanya pada alat yang digunakan untuk mengisolasi

mikroorganisme dari permukaan sampel uji. Alat yang digunakan untuk

mengisolasi mikroorganisme dalam friction (scrubbing) method biasanya

sponge steril, kain tenun (wool), sikat gigi. Dalam friction (scrubbing)

method, pengisolasian mikroorganisme pada permukaan sampel uji harus

menggunakan tekanan ketika mengusapkan alat pengisolasi agar tercipta

gesekan antara alat pengisolasi dan permukaan sampel sehingga

mikroorganisme pada permukaan sampel terisolasi dengan baik.

c. Printing Method

Printing method merupakan metode pilihan kedua yang

direkomendasikan ISO 18593:2004 untuk mengisolasi bakteri dari

permukaan sampel uji setelah swabbing method. Isolasi bakteri pada

permukaan benda solid (sampel uji) menggunakan printing method

dilakukan dengan cara menempelkan media Agar pada permukaan sampel

uji (Agar contact). Setelah itu, media Agar dalam cawan petri yang telah

mengandung mikroorganisme pada permukaan sampel uji diinkubasi pada

masa tertentu sesuai jenis mikroorganisme yang diisolasi (bakteri 37°C

selama 24 jam; jamur 15°-30°C selama 7 hari). Metode ini lebih singkat

pengerjaannya dibandingkan swabbing method dan friction (scrubbing)

method karena tidak perlu melakukan ekstraksi mikroorganisme dari alat

pengisolasi dan melakukan penanaman mikroorganisme hasil isolasi pada

Page 43: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

media tumbuh. Akan tetapi, metode ini memiliki kekurangan, yaitu harus

dijaga kesterilan perlakuan dan permukaan sampel uji untuk meminimalkan

koloni yang tumbuh.

Disinfeksi dan prosedur pencucian dapat merusak

mikroorganisme dan menyebabkan peningkatan waktu inkubasi sampai 14

hari. Biasanya, Agar contact dilakukan dengan media Agar berdiameter 55

atau 65 mm dan media Agar tersebut ditempelkan pada lima bagian berbeda

dari permukaan sampel uji yang besar.

Oleh karena keterbasan, swabbing method atau scrubbing method menjadi pilihan

utama yang digunakan untuk isolasi bakeri di permukaan benda solid yang sulit

untuk dijangkau dibandingkan dengan printing method.

2) Isolasi Bakteri Destruktif (Destructive Recovery Method)

a. Rinsing and Immersion Method

Umumnya rinsing and immersion method dilakukan dengan cara

memasukkan sampel uji atau alat pengisolasi (cotton swab, sponge) yang

telah mengandung mikroorganisme hasil isolasi dari sampel uji ke dalam

sebuah kantung plastik yang bersamaan kedalamnya dimasukkan buffer steril

(sodium sitrat 1%) atau aqua dest. Kemudian, kantung plastik tersebut

diguncangkan dengan kuat dalam waktu yang singkat atau lama. Pada tahap

ini, dapat merusak permukaan sampel uji. Setelah itu, larutan bilas dipisahkan

ke dalam wadah lain dalam keadaan steril untuk keperluan analisis

mikrobiologikal. Metode ini, hanya dapat dilakukan pada sampel uji yang

memiliki luas permukaan yang sempit.

b. Sonication Method

Sonication method menggunakan gelombang ultrasonik untuk

merusak membran sel atau agregat molekular dengan memasukkan seluruh

permukaan benda padat ke dalam wadah ultrasonik (sonikator). Penggunaan

sonication method digabungkan dengan metode perendaman dan agatasi

(immersion and agitation methods) untuk mengisolasi mikroorganisme dari

permukaan benda padat. Biasanya benda padat yang dijadikan sebagai sampel

uji untuk isolasi bakteri adalah benda padat yang terbuat dari logam atau

stainless steel. Berdasarkan penelitian isolasi bakteri yang telah dilakukan

Page 44: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan sonication method, frekuensi dan waktu yang diatur pada

sonikato untuk melakukan isolasi bakteri adalah 28 kHz selama 4 menit (luas

permukaan sampel uji 10 cm2) dan 38 kHz selama 5 menit (luas permukaan

sampel uji 25 cm2). Jika menggunakan sonikator portable, frekwensi dan

waktu yang digunakan adalah 40 kHz selama 10 detik (luas permukaan

sampel uji 10 cm2).

c. Scraping and Grinding Procedure

Metode destruktif merupakan pilihan metode isolasi bakteri terbaik

untuk sampel uji dengan permukaan yang tidak beraturan atau berpori. Selain

itu, mikroorganisme berpenetrasi melalui permukaan dengan kedalaman 2 –

3 mm untuk mengisolasi mikroorganisme tersebut, metode destruktif dapat

menjadi pilihan sebagai metode isolasi mikroorganisme tersebut.

Grinding procedure merupakan metode destruktif yang jarang

digunakan karena harus merusak sampel dan sampel harus tipis agar mudah

untuk digiling. Oleh karena kedua alasan tersebut, grinding procedure

digunakan sebagai metode preparasi sampel isolasi bakteri. Scraping and

grinding procedure hanya digunakan untuk sampel uji yang mudah

dihancurkan, tidak dapat digunakan pada sampel uji seperti stainless steel

atau permukaan plastik yang keras.

Page 45: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 2.2 Perbedaan dan Keuntungan Metode Isolasi Bakteri

Metode Destruktif

Tipe

Permukaan yang Dapat

Diaplikasikan

Ukuran Sampel

Keuntungan Kekurangan

Swabbing

Friction

Printing

Rinsing,

Imersion

Sonication

Scraping,

Grinding

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Halus

Halus atau

kasar

Halus

Halus dan

kasar

Halus dan

kasar

Halus dan

kasar

Sempit

(terbatas)

Luas (>

100 cm2)

Luas (>

100 cm2)

Sempit

dan luas

Sempit dan

luas

Sempit

- Terstandar

- Dapat

digunakan

dalam proses

pabrik

- Variable

contamination(a)

- Dapat

digunakan

dalam proses

pabrik

- Terstandar

- Dapat

digunakan

dalam proses

pabrik

- Variable

contamination(a)

- Dapat

digunakan

dalam proses

pabrik

- Variable

contamination(a)

- Dapat

digunakan

dalam proses

pabrik

- In-depth

extraction(a)

- In-depth

extraction

- Membutuhkan

aplikator

-Reproduktivitas

buruk

- Tingkat

pengambilan

bakteri rendah

- Membutuhkan

aplikator

- Reproduktivitas

buruk

- Tingkat

pengambilan

bakteri rendah

- Membutuhkan

aplikator

- Reproduktivitas

buruk

- Tingkat

pengambilan

bakteri rendah

(a)Variable contamination Banyak / sedikitnya konsentrasi mikroorganisme pada permukaan yang sama

[Sumber: Ismail et all., 2013]

Page 46: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta serta Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada

waktu November 2017 hingga Mei 2018.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan meliputi timbangan analitik (GH-202, AND,

Jepang), thermometer, penjepit kayu, batang pengaduk, pipet tetes, kaca arloji,

spatula, beaker glass (Iwaki) , overhead stirrer (RW 20 Digital, IKA),

sentrifugator (sentrifuge 5417R, eppendorf), sentrifuge tube (eppendorf),

inkubator (France Etuves), autoklaf (ALP Ogawa Seiki), jarum ose, api bunsen,

mikropipet (Thermoscientific), gelas ukur (Iwaki), alumunium foil, cotton swab

steril, cawan petri, viskometer (6R Haake, Jerman), pH meter (F – 52 Horiba).

3.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan meliputi kaolin (Kamin), asam laurat (Indonesia),

asam miristat (Indonesia), asam oleat, sodium laurileter sulfat (SLES) (Ecosol),

propilen glikol (Arrow Chemical Group, China), KOH, aquadest, parvum, media

plate count agar (PCA), NaCl fisiologis (Ecosol), asam laktat (Purac, Thailand),

biakan Propionibacterium acnes ATCC 11827, media NA (Oxoid Limited,

England).

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Formulasi Kaolin Facial Wash

Formula sabun yang digunakan dalam formulasi kaolin facial wash adalah

sabun berbasis kombinasi sapo (asam lemak dan alkali) dan surfakan yang

bertujuan untuk meningkatkan skin tightness effect, memberikan kelembutan yang

Page 47: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lebih baik pada kulit, dan mengurangi iritasi kulit. Berikut merupakan Formula

kaolin facial wash dengan variasi SLES.

Tabel 3.1 Formula Kaolin Facial Wash

Bahan Formula

Fungsi F1 F2 F3

Asam Laurat

Asam Miristinat

Asam Oleat

Sodium

Laurileter Sulfat

(SLES)

KOH

Kaolin

Propylen glikol

Aquadest ad

Parfum

Asam Laktat

3,5%

1,25%

1,5%

7,5%

1,8%

15%

8%

100 %

qs

qs

3,5%

1,25%

1,5%

10%

1,8%

15%

8%

100 %

qs

qs

3,5%

1,25%

1,5%

15%

1,8%

15%

8%

100 %

qs

qs

Basis sabun

(saponifikasi)

Surfaktan

(Pengental)

Agen

pembasa

Adsorben

Humektan

Vehicle

Pewangi

Pengatur

keasaman

[Sumber: Paye., Andre O., dan Maibach, 2006 dengan modifikasi]

3.3.2 Pembuatan Kaolin Facial Wash

Bahan yang digunakan ditimbang sesuai dengan kebutuhan. Asam laurat,

asam miristat, dan asam oleat (fase 1) dipanaskan di dalam cawan penguap di atas

penangas air hingga mencapai suhu 80°C - 85°C dan diaduk selama 5 menit. Pada

saat yang sama, ke dalam beaker glass dimasukkan KOH yang telah dilarutkan

dengan sebagian air dan propilen glikol (fase 2) untuk dipanaskan hingga

mencapai suhu 80°C - 85°C dan diaduk menggunakan stirrer hingga jernih serta

Page 48: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dilakukan pula pelarutan SLES dalam sisa air dengan pemanasan pada suhu 70°C

dan pengadukan menggunakan stirrer dengan kecepatan 200 rpm (fase 3). Setelah

fase 1 dan fase 2 telah mencapai suhu 80°C - 85°C, fase 2 dimasukan ke dalam

fase 1. Campuran diaduk selama 30 menit (suhu dijaga 80°C - 85°C)

menggunakan stirrer hingga terbentuk sistem sabun (garam) yang homogen.

Sistem sabun yang telah terbentuk dan homogen ditambahkan fase 3 dan diaduk

menggunakan stirrer hingga terbentuk masa kental. Kemudian, kaolin

dimasukkan sedikit demi sedikit disertai dengan pengadukan perlahan

menggunakan stirrer hingga terbentuk campuran yang kalis dan homogen.

Selanjutnya, parfum dimasukkan ke dalam campuran secukupnya dan diaduk

hingga homogen (Akzonobel, 2013 dengan modifikasi).

3.3.3 Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Kaolin Facial Wash

1) Organoleptik

Penampilan sediaan diamati menggunakan pancaindera, meliputi

warna, bentuk, dan bau (SNI 06-4085-1996).

2) pH

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter.

Pemeriksaan pH diawali dengan kalibrasi alat pH meter menggunakan larutan

dapar pH 7 dan pH 4. Kemudian, elektroda dicelupkan kedalam sediaan, catat

nilai pH yang tertera pada layar. Jika pH terlalu asam atau terlalu basa, pH di-

adjust dengan agen pengasam atau pembasa hingga (mendekati) range pH

balance kulit wajah (4,5 – 6,5) (Noor dan Desy, 2009). Pengukuran dilakukan

pada suhu ruang.

3) Homogenitas

Sediaan ditimbang sebanyak 0,1 gram. Kemudian, diletakkan

diantara dua kaca object, lalu diperhatikan apakah terdapat partikel kasar atau

ketidakhomogenan di bawah cahaya (Depkes RI, 1979).

4) Viskositas dan Rheologi

Viskositas diukur menggunakan viskometer 6R haake dengan

mengamati angka pada display angka viskometer dengan kecepatan tertentu

Page 49: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada suhu ruang. Sediaan sebanyak 200 g dimasukkan ke dalam wadah

berupa beaker glass 100 cc, kemudian spindel yang sesuai dicelupkan ke

dalam sediaan sampai batas yang ditentukan, lalu diputar pada beberapa

kecepatan geser tertentu sampai display angka viskometer menunjukkan nilai

yang konstan, sedangkan, rheologi diukur dengan mengubah kecepatan

viskometer sehingga didapat viskositas dan tegangan geser (% Torque) pada

berbagai kecepatan geser (rpm) (Noor dan Desy, 2009).

Kurva viskositas dibuat dengan memplotkan nilai kecepatan geser

(rpm) sebagai sumbu X dan viskositas (cPs) sebagai sumbu Y, sedangkan,

kurva rheologi dibuat dengan memplotkan nilai kecepatan geser (rpm)

sebagai sumbu X dan tegangan geser (% Torque) sebagai sumbu Y ( Islam et

al (2004) dalam Rukmana, 2016).

5) Tinggi Busa dan Stabilitas Busa

Sebanyak 1 gram sabun dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang

berisi 9 mL aquadest, kemudian dikocok dengan vortex selama 1 menit. Busa

yang terbentuk diukur tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal).

Tinggi busa diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir), kemudian

stabilitas busa dihitung dengan rumus (Piyali et al (1999) dalam Harris.,

Yudhomenggolo., dan Putut, 2016):

% 𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐵𝑢𝑠𝑎 = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑢𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑥 100%

6) Daya Bersih

Pengujian daya bersih kaolin facial wash dilakukan secara

kualtitatif. Sebanyak 0.5 gram kaolin facial wash (F1, F2, dan F3) dibalurkan

pada punggung tangan yang terdapat noda lipstick sepanjang 4 cm dan

diusapkan hingga berbusa selama 1 menit. Kemudian, noda lipstick dibilas

dengan aquadest sebanyak 100 ml. Hasil pencucian noda dibandingkan

dengan indikator bersih dalam rentang 1 – 5 (Wilkinson dan Moore, 1982).

Page 50: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7) Uji Hedonik

Pengujian dilakukan terhadap kekentalan sabun dan banyaknya busa

yang ditimbulkan dari sabun. Skala penilaian yang diberikan yaitu (1) tidak

suka, (2) agak tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka. Responden yang

digunakan adalah responden terlatih dari kalangan mahasiswa farmasi UIN

Syarif Hidayatullah sebanyak 25 responden. Hasil uji hedonik dianalisis

dengan uji Kruskal Wallis menggunakan SPSS (Harris., Yudhomenggolo.,

dan Putut, 2016).

8) Stabilitas Fisik

a. Cycling Test

Sebanyak 200 gram sampel sabun disimpan pada suhu 4°C

selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven yang bersuhu

40°±2°C selama 24 jam (satu siklus) (Carstensen and Rhodes, 2000). Uji

dilakukan sebanyak 6 siklus, lalu dievaluasi pH, viskositas, dan

sentrifugasi.

b. Uji Mekanik (Sentrifugasi)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge,

kemudian dimasukkan ke dalam sentrifugator. Setelah itu, sentrifugator

dijalankan dengan kecepatan 5000 rpm selama 20 menit. Lalu diamati

apakah terjadi pemisahan fase (Mahmood dan Naveed, 2013).

3.3.4 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang terbuat dari besi dan kaca, swab serta media kultur

disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Alat-alat yang

terbuat dari kaca atau gelas diutamakan sterilisasi menggunakan oven pada suhu

160°-170°C selama 2 jam, sedangkan alat-alat seperti spatula besi dan loops

disterilkan dengan dipanaskan diatas bunsen (Sarles et al., 1956; Harley, 2005;

Ryan and Ray, 2004 dalam Eriatna, 2017).

Page 51: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.5 Uji Daya Bersih Kaolin Facial Wash terhadap Bakteri Penyebab

Jerawat Propionibacterium acnes

A. Pembuatan Suspensi Bakteri

Propionibacterium acnes yang telah diremajakan pada media Nutrient

Agar diambil satu ose, kemudian dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis

sebanyak 10 ml. Selanjutnya, suspensi dihomogenkan dengan vortex. Suspensi

tersebut dibandingkan dengan larutan Mc Farland 3 (9 x 10⁸ cfu/ml). Setelah

itu, suspensi bakteri yang terbentuk dibuat pengenceran 108 – 106.

Sebanyak 1 ml suspensi bakteri 9 x 10⁸ cfu/ml dicuplik dan dilakukan

pengenceran 107 dengan penambahan NaCl fisiologis 9 ml. Kemudian,

dilakukan pengenceran dengan cara yang sama hingga pengenceran 106.

Sebanyak 0,1 ml pengenceran 106 suspensi bakteri dikultur pada media PCA

yang kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam untuk mengetahui

jumlah koloni yang tumbuh. Penghitungan jumlah koloni bakteri dilakukan

duplo.

B. Uji Swab Kaolin Facial Wash terhadap Bakteri Penyebab Jerawat

Propionibacterium acnes

Sebelum melakukan uji swab, punggung tangan disterilkan terlebih

dahulu. Sebanyak 0,1 ml suspensi bakteri P. acnes dibalurkan ke punggung

tangan kemudian diratakan penyebarannya menggunakan ujung spatula dengan

luas penyebaran 3 cm x 4 cm. Punggung tangan dicuci menggunakan kaolin

facial wash (konsentrasi SLES 10%) seberat 200 mg sebanyak 1 kali yang

kemudian dibilas dengan aquadest steril dan di-swab menggunakan cotton swab,

lalu uji dilakukan kembali dengan menggunakan kaolin facial wash (konsentrasi

SLES 10%) seberat 500 mg. Cotton swab dimasukkan ke dalam tabung reaksi

yang telah berisi 10 ml larutan NaCl fisiologis 0,9 % dan dihomogenkan

menggunakan vortex. Setelah itu, sebanyak 0,1 ml dilakukan spread pada media

PCA hingga suspensi mengering dan diinkubasi selama 48 jam (37°C),

kemudian dihitung jumlah bakteri yang bertahan (Eriatna, 2017 dengan

modifikasi).

Page 52: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi Kaolin Facial Wash

Pembuatan kaolin facial wash pada penelitian ini dilakukan dengan

memvariasikan konsentrasi sodium laurileter sulfat (SLES). Variasi

konsentrasi SLES bertujuan untuk memperoleh konsentrasi SLES yang dapat

memberikan karakteristik facial wash yang baik. Formula sabun yang

digunakan dalam formulasi kaolin facial wash adalah formula sabun berbasis

kombinasi sapo (asam lemak dan alkali) dan surfakan. Sabun berbasis

kombinasi sapo dan surfakan ini dapat meningkatkan skin tightness effect yang

ditimbulkan, memberikan kelembutan yang lebih baik pada kulit, dan

mengurangi iritasi kulit (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa kaolin merupakan salah satu

jenis mineral yang dapat membilas (mengadsorbsi) bakteri bersamaan dengan

air, yang sangat terbukti pada Staphylococcus aureus (Chung and Gye-Ju

Rhee, 1987) serta memiliki nilai estetika yang paling baik dibandingkan jenis

mineral lainnya (bentonit, veegum, marl). Di samping itu, sabun dengan

kandungan kaolin berkonsentrasi 15% terbukti dapat membilas bakteri yang

terdapat pada air liur anjing dalam satu kali bilasan (Eriatna, 2017). Oleh

karena itu, pembuatan facial wash pada penelitian ini menggunakan kaolin

dengan konsentrasi 15%.

Sodium Laurileter Sulfat (SLES) merupakan surfaktan anionik yang

paling banyak digunakan untuk kosmetik atau produk-produk perawatan diri

(Spiess, 1996). SLES memiliki kelarutan yang baik dalam air, pembentuk busa

yang baik, mudah mengental dalam garam, serta memiliki risiko iritasi yang

rendah dibandingkan dengan sodium lauril sulfat (SLS) (Spiess, 1996; EMA,

2015). Selain itu, SLES efektif pada rentang pH yang luas, baik dalam larutan

asam maupun basa, serta dalam air sadah sehingga memungkinkan SLES

menimbulkan busa lebih banyak dibandingkan dengan SLS (EMA,2015).

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kaolin facial wash

meliputi asam laurat, asam oleat, asam miristat, sodium laurileter sulfat

Page 53: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(SLES), propilen glikol, KOH, aqua destilata, dan parfum. Pada proses

pembuatan facial wash, terdapat tiga fase, yaitu fase minyak, fase air, dan

surfaktan. Pada fase minyak, asam laurat, asam miristat, dan asam oleat dilebur

di atas penangas air hingga suhu 80°C-85°C dan diaduk selama 5 menit sampai

melebur sempurna. Ketiga asam tersebut berfungsi sebagai basis pembentuk

sabun (Paye., Andre O., dan Maibach, 2006). Asam laurat dan asam miristat

memiliki titik leleh 44°C-48°C, sedangkan, asam oleat memiliki titik leleh

13°C-14°C (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009) sehingga asam laurat dan

asam miristat dipanaskan terlebih dahulu hingga melebur, kemudian diikuti

dengan asam oleat agar asam oleat tidak terlalu lama dipanaskan (tidak

teroksidasi). Jenis alkali yang cocok untuk digunakan dalam formula facial

wash yang termasuk soap soft adalah kalium hidroksida (Paye., Andre O., dan

Maibach, 2006). Pada fase air, terdapat KOH yang terlebih dahulu dilarutkan

dalam sebagian aqua desilata yang diikuti dengan penambahan propilen glikol,

yang juga dipanaskan di dalam beaker glass hingga suhu 80°C-85°C dan

diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga jernih. Propilen glikol digunakan

sebagai humektan, yaitu skin conditioning agent yang dapat meningkatkan

kelembaban kulit (Rowe., Paul J., dan Marian E, 2009).

Setelah kedua fase mencapai suhu 80°C-85°C, fase minyak

dimasukkan ke dalam fase air dan dilakukan pengadukan selama 30 menit

hingga terjadi reaksi saponifikasi dan sistem sabun (garam) terbentuk.

Mengingat sifat SLES yang mengental dalam garam (Spiess, 1996), SLES

yang telah dilarutkan dalam sisa aquadest (dengan pemanasan pada suhu 70°

C dengan kecepatan pengadukkan 200 rpm) dimasukkan ke dalam sistem

sabun yang telah terbentuk dan dilakukan pengadukkan hingga terbentuk

campuran homogen yang kental. Selanjutnya, kaolin ditambahkan ke dalam

campuran tersebut dan diaduk hingga terdispersi dalam sistem emulsi sabun

dan terbentuk campuran yang kalis, yang kemudian diikuti dengan

penambahan parfum, serta dilakukan peng-adjust-an pH menggunakan asam

laktat sebanyak 11 ml. Kaolin facial wash yang telah terbentuk di-adjust

hingga pH 6,1 – 6,8 (6,5 ± 0,4). Adjust pH dilakukan agar pH facial wash

berada dalam (atau mendekati) range pH kulit wajah (± 4,5 – 6,5) karena terlalu

Page 54: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

asam atau basa suatu pH sediaan dapat meningkatkan daya absorbsi bahan

melalui kulit, jika pH sabun terlalu asam dapat meneyababkan iritasi kulit dan

jika pH sabun terlalu basa dapat menyebabkan keringnya kulit (Ayu et al.,

2010; Buchmann, 2001; Wasitaatmadja, 1997; Tranggono, 2007). Setelah itu,

dilakukan evaluasi sifat fisika kimia sabun.

Terdapat tiga formula dengan komposisi SLES yang berbeda sebagai

berikut: formula I dengan konsentrasi SLES 7,5%, formula II dengan

konsentrasi SLES 10%, dan formula III dengan konsentrasi SLES 15%.

Evaluasi seputar organoleptik, pH, homogenitas, tinggi dan stabilitas busa,

daya bersih terhadap noda lipstik, viskositas dan rheologi, hingga stabilitas

fisik (cycling test dan uji mekanik), dan hedonik dilakukan pada ketiga formula

tersebut. Formula yang memiliki karakteristik terbaik, yang ditunjukan dari

hasil evaluasi (stabilitas fisik, kekentalan dan daya busa (uji hedonik), dan daya

bersih terhadap noda lipstik) akan dilanjutkan untuk diuji daya bersihnya

terhadap bakteri Propionibacterium acnes.

4.2 Evaluasi Formula Kaolin Facial Wash Variasi Konsentrasi SLES

Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Kaolin Faial Wash Variasi Konsentrasi SLES

Formula Organoleptik

Nilai pH Viskositas Stabilitas

Busa (%) Bentuk Warna Bau

I

II

III

Agak

kental

Kental

Terlalu

kental

Putih-

keabuan

Putih-

keabuan

Putih-

keabuan

Khas

sabun

Khas

sabun

Khas

sabun

6,14 ±

0,01

6,61 ±

0,06

6,83 ±

0,04

1370 cPs

5050 cPs

17500 cPs

63,43 ±

3,34

73,16 ±

3,28

81,53 ±

6,97

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Tabel 4.1 merupakan hasil evaluasi dan pengamatan fisik setelah 24

jam sediaan dibuat. Setelah hasil sediaan diamati, sediaan dimasukkan ke

dalam refrigator pada suhu 4°C dengan tujuan untuk diakukannya cycling test

selama 12 hari (6 siklus).

Page 55: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.1 Pengamatan Organoleptik

Hasil pengamatan organoleptik kaolin facial wash setelah 1x24 jam

diperoleh hasil yang baik. Dari pengamatan organoleptik, tidak terdapat

perbedaan dari segi warna dan bau pada setiap formula facial wash. Akan

tetapi, dari segi bentuk, ketiga formula kaolin facial wash menghasilkan

peningkatan kekentalan yang cukup signifikan seiring dengan penambahan

konsentrasi SLES. Mengingat sifat SLES sebagai agen pengemulsi yang baik,

mudah mengental dalam garam, serta bentuk SLES yang kental seperti gel

(Spiess, 1996; Shipp, 1996), peningkatan kekentalan pada ketiga formula

dengan variasi konsentrasi SLES yang meningkat merupakan suatu hasil yang

jelas akan terjadi. Selain itu, warna putih-keabuan yang timbul pada ketiga

formula merupakan warna yang ditimbulkan dari kaolin selaku zat aktif dalam

formula.

4.2.2 Pengujian pH

Tabel 4.2 Hasil Pengujian pH Kaolin Facial Wash Sebelum dan Sesudah Di-

adjust

Formula pH Sebelum Di-adjust pH Setelah Di-

adjust

I

II

III

8,94 ± 0,01

8,99 ± 0,02

9,68 ± 0,04

6,14 ± 0,01

6,61 ± 0,06

6,83 ± 0,04

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Derajat keasaman atau pH merupakan parameter kimia untuk

mengetahui suatu sediaan bersifat asam atau basa. Jumlah alkali dan suatu

surfaktan yang bersifat basa dalam sabun memengaruhi besarnya nilai pH

(Widiyanti, 2009; Barel et al., 2001). pH sabun umumnya memiliki nilai di

sekitar nilai 10 (Mitsui, 1997). Akan tetapi, facial wash (sediaan opikal) secara

umum memiliki pH yang berada dalam (atau mendekati) rentang pH balance

kulit, yaitu 4,5 – 6,5 (Tranggono, 2007). Berdasarkan hasil evaluasi pH kaolin

facial wash variasi konsentrasi SLES menunjukkan nilai pH yang relatif basa

(8,93 – 9,68). pH sabun yang relatif basa dapat membantu kulit untuk membuka

pori-porinya kemudian busa dari sabun mengikat sebum dan kotoran lain yang

menempel di kulit (Setyoningrum, 2010).

Page 56: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Akan tetapi, kisaran pH yang didapat terlalu basa untuk ukuran pH

pada facial wash, yang memungkinkan busa yang terbentuk akan mengikat

sebum terlalu banyak sehingga menyebabkan kulit wajah menjadi kering. Di

samping itu, penggunaan facial wash dengan pH terlalu basa akan menaikkan

pH kulit wajah secara signifikan yang dapat meningkatkan potensi tumbuhnya

bakteri (misalnya, propionibacterium), serta jika facial wash dengan pH terlalu

basa digunakan pada kulit wajah yang rentan berjerawat, akan menimbulkan

reaksi peradangan dan iritasi pada kulit wajah (Barel., Paye, M., dan Maibach,

2009). Namun, facial wash dengan pH yang terlalu asam, jika digunakan

dalam jangka panjang dapat menurunkan pH kulit wajah sebanyak 0,3 unit,

sedangkan facial wash dengan pH sedikit asam sampai netral akan

meningkatkan sedikit pH kulit wajah, tetapi hanya bersifat sementara (Barel.,

Paye, M., dan Maibach, 2009). Oleh karena itu, pada akhir pembuatan kaolin

facial wash, dilakukan pengaturan pH facial wash dengan kisaran pH 6,5 ± 0,4

yang masih mendekati range pH balance kulit. Jika pH semua formula kaolin

facial wash variasi konsentrasi SLES setelah di-adjust dibandingkan dengan

pH sabun komersil (pond’s facial wash antibacterial with herbal clay (kaolin)),

pH semua formula kaolin facial wash variasi konsentrasi SLES setelah di-

adjust memiliki nilai pH yang ideal, yaitu mendekati range pH balance kulit

(6,18 – 6,83), untuk ukuran sediaan topikal (facial wash) dibandingkan dengan

pH sabun komersil yang terdapat di luar range dan tidak mendekati range pH

balance kulit (9,53).

Hasil analisis statistik pH pada semua formula kaolin facial wash

variasi konsentrasi SLES sebelum dan sesudah di-adjust menunjukkan data

terdistribusi normal dan homogen sehingga dilanjutkan dengan uji One way

ANOVA (uji parametrik) yang menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti

perbedaan konsentrasi SLES berpengaruh nyata terhadap pH kaolin facial

wash. Berdasarkan hasil uji One way ANOVA terhadap pH formula kaolin

facial wash variasi konsentrasi SLES sesudah di-adjust dengan sabun komersil

menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti bahwa terdapat perbedaan pH yang

bermakna antara pH formula kaolin facial wash variasi konsentrasi SLES

Page 57: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sesudah di-adjust dengan sabun komersil (pond’s facial wash antibacterial

with herbal clay (kaolin).

4.2.3 Pengujian Homogenitas

Sediaan kaolin facial wash diuji homogenitasnya dengan diletakkan

pada dua kaca objek dan diperoleh hasil yang homogen berupa cairan kental

berwarna putih-keabuan. Hasil pengujian homogenitas ini dapat dilihat pada

Lampiran 12. Berdasarkan hasil pengujian ini, ketiga formula kaolin facial

wash dikatakan homogen karena memiliki hasil dengan warna putih-keabuan

yang merata dan tidak terdapat butiran partikel kasar (Depkes RI, 1979).

4.2.4 Pengujian Tinggi dan Stabilitas Busa

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tinggi Busa dan Stabilitas Busa Kaolin Facial

Wash Formula Tinggi Busa (cm) Stabilitas Busa (%)

I

II

III

1,00 ± 0,10

2,37 ± 0,12

4,37 ± 0,87

63,43 ± 3,34

73,16 ± 3,28

81,53 ± 6,97

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Busa merupakan dispersi gas dalam cairan yang distabilkan oleh suatu

zat pembusa. Struktur busa yang relatif stabil dan terdiri atas kantong-kantong

udara yang terbungkus oleh lapisan tipis (Ayu, et al., 2010). Pemeriksaan tinggi

busa merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu deterjen atau

surfaktan dapat menghasilkan sediaan yang memiliki kemampuan dalam

menimbulkan busa (Saputri dkk, 2014). Tidak ada syarat tinggi busa minimum

atau maksimum untuk sediaan sabun atau facial wash. Daya busa yang

dihasilkan lebih dikaitkan pada nilai estetika yang disukai oleh konsumen,

yaitu umumnya konsumen beranggapan bahwa sabun yang baik adalah sabun

yang menghasilkan banyak busa, padahal banyaknya busa tidak selalu

sebanding dengan kemampuan sabun tersebut untuk membersihkan kotoran

(Purnama, 2006). Menurut Suryani, dkk (2007), pembusaan sabun dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu adanya bahan aktif sabun atau surfaktan, penstabil

busa, dan bahan penyususn sabun yang lain.

Hasil evaluasi tinggi busa dan stabilitas busa pada semua kaolin facial

wash berurut-turut diperoleh dengan kisaran 1,00 cm – 4,37 cm dan 63,43% -

Page 58: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

81,53%. Dari hasil pengujian tinggi dan stabilitas busa kaolin facial wash,

didapat tinggi dan stabilitas busa yang meningkat seiring dengan menigkatnya

konsentrasi SLES sebagai surfaktan pembentuk busa. Sejalan dengan teori,

konsentrasi SLES yang meningkat dapat meningkatan tinggi dan stabilitas busa

karena adanya surfaktan yang merupakan salah satu faktor pembusaan sabun.

Akan tetapi, nilai stabilitas busa yang diperoleh tidak terlalu besar hanya

sekitar 63, 43% - 81,53%. Namun, nilai stabilitas busa tersebut masih

memenuhi kriteria stabilitas busa yang baik, yang jika dalam waktu 5 menit

diperoleh kisaran stabilitas busa antara 60% – 70% (Deragon et al, dalam Rozi,

2013).

Hasil uji statistik One way ANOVA terhadap semua formula kaolin

facial wash variasi konsentrasi SLES menunjukkan nilai sig < 0,05 yang berarti

perbedaan konsentrasi SLES berpengaruh nyata terhadap tinggi dan stabilitas

busa kaolin facial wash.

4.2.5 Pengujian Daya Bersih terhadap Noda Lipstik

Daya bersih (daya deterjensi) adalah proses pembersihan permukaan

padat dari benda asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan

pencuci berupa larutan surfaktan (Hanson, 1992). Daya bersih juga merupakan

karakteristik suatu sabun yang menunjukkan kemampuan sabun untuk

mengangkat kotoran. Pengukuran daya bersih dilakukan dengan

membersihkan noda lipstik yang terdapat di punggung tangan dengan

menggunakan formula kaolin facial wash variasi konsentrasi SLES F I (7,5%),

F II (10%), dan F III (15%) selama 1 menit, yang kemudian hasilnya

dibandingkan dengan indikator bersih 1 – 6. Uji ini biasa digunakan untuk

pengujian daya bersih agen pembersih wajah, seperti milk cleanser, facial wash

(Wilkinson and Moore, 1982).

Hasil pengujian daya bersih terhadap noda lipstik ini dapat dilihat

pada Lampiran 15. Berdasarkan hasil pengujian ini, ketiga formula kaolin

facial wash variasi SLES menunjukkan indikator bersih yang meningkat, yaitu

F I (SLES 7,5%) menunjukkan nilai indikator 5, F II (SLES 10%), dan F III

(SLES 15%) menunjukkan nilai indikator 6. Hal ini menyatakan bahwa

meningkatnya konsentrasi SLES memberikan daya bersih yang meningkat

Page 59: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pula. Berdasarkan penelitian Sujianti (2010) mengatakan bahwa, semakin

tinggi konsentrasi SLES dalam sabun cair semakin tinggi pula daya bersih dari

sabun cair yang dihasilkan.

4.2.6 Pengujian Viskositas dan Rheologi

Viskositas dan sifat alir merupakan dua parameter yang menjadi

perhatian dalam sediaan sabun cair (facial wash). Pengujian viskositas

bertujuan untuk mengetahui konsistensi sediaan, yang akan berpengaruh

terhadap pengaplikasian sediaan, seperti mudah dituang dari wadah, tetapi

tidak mudah mengalir dari tangan. Oleh karena itu, viskositas merupakan

salah satu parameter yang dapat berpengaruh terhadap tingkat penerimaan

suatu produk oleh konsumen (Karsheva et al., 2007; Christiani, 2015).

Sementara itu, pengaplikasian sifat alir terlibat dalam proses pencampuran

dan aliran bahan-bahan, pegemasan bahan ke dalam wadah, dan pemindahan

sebelum penggunaan. Karakteristik ini mampu memengruhi penerimaan

konsumen, stabilitas fisik, dan bahkan ketersediaan hayati (Sinko, 2006;

Karsheva et al., 2007).

Berdasarkan hasil viskositas yang diperoleh pada tabel 4.1, dapat

dilihat viskositas ketiga formula memiliki viskositas yang meningkat seiring

dengan meningkatnya konsentrasi SLES, yaitu F I (SLES 7,5%) berkisar

1370 cPs, F II (SLES 10%) berkisar 5050 cPs, dan F III (SES 15%) berkisar

17500 cPs. Data viskositas diambil dari titik yang mulai melandai (Martin.,

Swarbick J., dan Cammarata A, 2008), yaitu pada titik 50 rpm. Sebagian besar

facial wash yang beredar di pasaran memiliki bentuk setengah padat yang

masih dapat mengalir sehingga persyaratan keketalannya mengikuti batas

persyaratan viskositas sediaan setengah padat yang baik, yaitu 4000 cPs –

40.000 cPs (Wasitaatmadja, 1997). Berdasarkan hasil pengukuran viskositas

ketiga formula, yang masuk dalam kisaran viskositas sediaan setengah padat

yang baik adalah formula II dan formula III. Data viskositas formula kaolin

facial wash variasi konsentrasi SLES dapat dilihat pada lampiran 16.

Page 60: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.1 Kurva Viskositas Ketiga Formula Kaolin Facial Wash di

Semua Rpm.

Berdasarkan hasil penelitian, semakin tinggi konsentrasi SLES yang

bertindak sebagai surfaktan sekaligus pengental, viskositas kaolin facial wash

yang dihasilkan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh bentuk dasar dari

SLES yang berupa gel dan kemampuan SLES yang dapat mengentalkan masa

ketika dipadukan ke dalam suatu garam (hasil saponifikasi) (Shipp, 1996;

Spiess, 1996).

Gambar 4.2 Kurva Sifat Alir (a) F II Konsentrasi SLES 10 %, (b) F I

Konsentrasi SLES 7,5%, (c) F III Konsentrasi SLES 15%.

0

200000

400000

600000

800000

1000000

0 50 100 150 200 250

Vis

kosi

tas

(cP

s)

Laju geser (rpm)

Viskositas F I

Viskositas F II

Viskositas F III

Page 61: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kurva sifat alir dibuat dengan memplot data usaha untuk memutar

spindel (tegangan geser / % Torque) pada sumbu Y dan kecepatan spindel

(laju geser / rpm) pada sumbu X ( Islam et al (2004) dalam Rukmana, 2016).

Hasil rheogram semua formula kaolin facial wash menunjukkan aliran

nonnewton yang bergantung waktu dengan tipe sifat alir pseudoplastis

tiksotropik karena memperlihatkan titik asal mendekati titik (0,0) (titik laju

geser yang paling redah) sehingga tidak terdapat yield value (titik potong)

yang memotong sumbu tegangan geser dan terdapat sedikit celah “hysteresis

loop” yang terbentuk dari kurva aliran menurun yang melewati sebelah kiri

(atas) kurva aliran menaik (Sinko, 2006; Kuncari dkk, 2014). Daerah loop

yang terbentuk menandakan seberapa cepat (waktu yang dibutuhkan untuk)

suatu struktur kembali seperti semula setelah gaya dihilangkan (Herh et al,

1998).

Viskositas suatu bahan pseudoplastis tidak dapat dinyatakan dengan

suatu nilai tunggal karena viskositasnya berkurang dengan menigkatnya laju

geser (Sinko, 2006). Oleh karena itu, sistem pseodoplastis disebut pula

sebagai sistem geser encer (Kuncari dkk, 2014).

Sistem pseudoplastis tiksotropik biasanya mengandung partikel-

partikel asimetri dengan berbagai titik kontak yang menyusun suatu jaringan

tiga dimensi di seluruh sampel. Oleh karena itu, pada keadaan diam, struktur

ini memberikan bentuk yang rigid pada sampel (menyerupai suatu gel),

sedangkan ketika sampel dituang atau ditekan keluar dari wadah (diberikan

gaya), aliran mulai terjadi karena struktur tiga dimensi yang rigid tersebut

mulai pecah (titik kontak terganggu) dan partikel-partikel mulai berbaris,

yang tidak terbentuk kembali (membentuk struktur tiga dimensi) dengan

segera jika gaya dihilangkan (Sinko, 2006). Oleh karena loop yang terbentuk

sempit atau hampir berhimpit, diduga waktu yang dibutuhkan oleh ketiga

sampel untuk membentuk kembali struktur tiga dimensi tidak membutuhkan

waktu yang lama. Sifat aliran pseudoplastis tiksotropik memiliki konsistensi

yang cukup tinggi dalam wadah, tetapi dapat dituang (ditekan keluar tube)

dan disebar dengan mudah (Martin., Swarbick J., dan Cammarata A, 2008).

Page 62: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2.7 Pengujian Stabilitas Fisik (Cycling Test dan Uji Mekanik)

Untuk meminimalisir waktu dan biaya, pengujian stabilitas fisik

terhadap sediaan hanya dilakukan dengan perubahan suhu dan atau

kelembaban yang ekstrim, yaitu cycling test. Cycling test merupakan

pengujian menggunakan perubahan suhu dan atau kelembaban pada interval

waktu tertentu sehingga produk dan kemasannya mengalami tekanan (stress)

yang bervariasi daripada tekanan konstan, yang dapat dijadikan sebagai

simulasi perubahan suhu dan atau kelembaban setiap tahun bahkan setiap

harinya (Djajadisastra, 2004). Uji ini bertujuan untuk menguji kestabilan

sistem emulsi pada formula kaolin facial wash. Uji cycling test dilakukan

pada suhu rendah 4°C selama 24 jam dan kemudian suhu tinggi 40°C ± 2°C

selama 24 jam (satu siklus), yang dilakukan sebanyak 6 siklus (12 hari).

Dari hasil pengamatan secara organoleptis, satu di antara tiga

formula kaolin facilal wash terjadi pemisahan fase, yaitu formula I dengan

konsentrasi SLES 7,5%. Fase yang terpisah diduga merupakan fase cair dan

fase terdispersi dari kaolin facilal wash karena kurangnya konsentrasi SLES

untuk mengentalkan dan menjaga kestabilan sediaan. Dalam formula sabun

lain (seperti formula sabun dalam formulation guide ajinomoto 2016), SLES

dengan konsentrasi 7,5% sudah dapat mengentalkan sistem sabun, tetapi

dalam formula tersebut juga ditambahkan surfaktan sekunder dan suatu

thickening agent yang dapat membuat formula menjadi lebih stabil. Menurut

Sinko (2006) kekentalan sangat menentukan kestabilan suatu sistem, semakin

kental suatu sistem emulsi atau suspensi, semakin tinggi pula kestabilan

sistem tersebut. Dua formula lainnya, yaitu formula II (konsetrasi SLES 10%)

dan formula III (konsentrasi SLES 15%) secara organoleptis terlihat stabil,

tidak terjadi pemisahan fase. Adapun parameter lain yang dapat dijadikan

sebagai penentu kestabilan post cycling test, antara lain uji mekanik

(sentrifugasi), viskositas dan sifat alir, serta pH.

1. Uji Mekanik (Sentrifugasi)

Uji mekanik atau senrifugasi bertujuan untuk megetahui

kestabilan sistem emulsi setelah dilakukan pemusingan yang sangat kuat.

Uji mekanik dilakukan dengan memasukkan 1 g sampel ke dalam

Page 63: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

centrifuge tube kemudian diputar dengan kecepatan 5000 rpm selama 20

menit (Mahmood dan Naveed, 2013). Hasil dari uji mekanik sesudah dan

sebelum cycling test menunjukkan penampakan yang sama yang dapat

dilihat pada Lampiran 17. Pada formula I (konsentrasi SLES 7,5%), hasil

menunjukkan pemisahan, yang berarti formula tidak stabil, sedangkan

pada formula II (konsentrasi 10%) dan formula III (konsentrasi SLES

15%), hasil menunjukkan tidak terdapat pemisahan, yang berarti formula

stabil.

2. Pengujian pH

Tabel 4.4 Hasil Pengujian pH Formula Kaolin Facial Wash Sebelum

dan Sesudah Cycling Test

Formula pH Sebelum Cycling

Test

pH Sesudah Cycling

Test

I

II

III

6,14 ± 0,01

6,61 ± 0,06

6,83 ± 0,04

5,82 ± 0,02

6,32 ± 0,01

6,59 ± 0,02

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Nilai pH dari suatu sediaan topikal setidaknya berada dalam

atau mendekati kisaran pH balance yang sesuai dengan pH kulit, yaitu

4,5 – 6,5. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan

iritasi kulit dan juga tidak boleh terlalu basa karena dapat

menyebabakan kulit bersisik (Kuncari dkk, 2014). Hasil pegujian pH

setelah cycling test pada semua formula masih berada dalam kisaran pH

balance kulit dengan perubahan sebesar 0,3 unit. Walaupun terjadi

perubahan pH, hasil pengujian pH setelah cycling test pada semua

formula masih terdapat dalam range pH produk, yaitu 4,5 – 6,5 (range

pH balance kulit). Berdasarkan ICH suatu produk dikatakan stabil jika

tidak melewati batas pH-nya setelah dilakukan uji stabilitas

(Carstensen dan Rhodes, 2000) sehingga hasil pengujian pH setelah

cycling test pada semua formula masih dapat dikatakan stabil.

Page 64: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Pengujian Viskositas dan Sifat alir

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Viskositas Formula Kaolin Facial Wash Sebelum

dan Sesudah Cycling Test

Formula Viskositas Sebelum

Cycling test (cPs)

Viskositas Sesudah

Cycling test (cPs)

I

II

III

1370

5050

17500

740

5070

10400

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Gambar 4.3 Kurva Viskositas Ketiga Formula Kaolin Facial Wash di

Semua Rpm Setelah Cycling Test

Hasil pengukuran viskositas ketiga formula kaolin facial wash

variasi konsentrasi SLES setelah cycling test menunjukkan hasil yang

berbeda dari pengukuran viskositas sebelum cycling test. Hal ini terjadi

karena sediaan diberikan stress berupa perubahan suhu yang ekstrim.

Menurut Sinko (2006) kekentalan suatu sediaan dipengaruhi oleh suhu,

semakin tinggi suhu, kekentalan akan menurun, sedangkan semakin rendah

suhu, kekentalan akan meningkat.

Hasil viskositas formula kaolin facial wash variasi konsentrasi SLES

setelah cycling test yang mendekati hasil pengukuran viskositas sebelum

Page 65: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cycling test hanya pada formula II (konsentrasi SLES 10%). Walaupun

formula III (konsentrasi SLES 15%) menghasilkan viskositas yang masih

memberikan penampakan fisik yang sama dengan facial wash sebelum

cycling test, nilai viskositas sebelum dan sesudah cycling test sangat berbeda

signifikan sehingga dari segi nilai viskositas formula III dikatakan tidak

stabil. Berbeda dengan formula I (konsentrasi SLES 7,5%), hasil pengukuran

viskositas setelah cycling test menunjukkan kisaran viskositas yang

memberikan penampakan fisik yang berbeda secara bermakna (sangat cair),

yang sesuai dengan perbedaan nilai viskositas sesudah dan sebelum cycling

test. Suatu sediaan dikatakan stabil, apabila tidak terjadi perubahan yang

bermakna pada sediaan setelah uji stabilitas dilakukan (Carstensen dan

Rhodes, 2000). Di samping itu, viskositas formula II dan III, baik sebelum

maupun setelah cycling test, masuk dalam kisaran viskositas sediaan setengah

padat yang baik, yaitu 4000 cPs – 40.000 cPs (Wasitaatmadja, 1997).

Gambar 4.4 Kurva Sifat Alir Sebelum dan Sesudah Cycling Test (a) F I

Konsentrasi SLES 7,5%, (b) F II Konsentrasi SLES 10%, (c) F III Konsentrasi

SLES 15%.

Hasil rheogram menunjukkan sifat alir ketiga formula setelah

cycling test, tidak menunjukkan perubahan sifat alir, yang berarti, ketiga

Page 66: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

formula setelah dilakukan cycling test tetap memiliki sifat alir pseudoplastis

tiksotropik.

Dari seluruh hasil pengamatan parameter uji cycling test, dapat

disimpulkan bahwa formula II (konsentrasi SLES 10%) merupakan formula

yang paling stabil dari ketiga formula.

4.2.8 Pengujian Hedonik

Tabel 4.6 Hasil Rata-Rata Data Pengujian Hedonik Kaolin Facial Wash

No. Parameter Formula

F I F II F III

1.

2.

Kekentalan

Daya Busa

2,20 ± 1,04

2,04 ± 1,10

3,88 ± 1,33

4,28 ± 0,79

3,40 ± 1,41

4,24 ± 1,09

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Uji hedonik merupakan uji sensori yang didasarkan pada pengukuran

kesukaan (penerimaan) atau tingkat kesukaan relatif. Menurut

Ayustaningwarno (2010), uji hedonik merupakan teknik pengujian yang paling

banyak untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tujuan

dilakukannya uji hedonik (kesukaan) dalam penelitian ini adalah untuk

memilih formula mana yang paling disukai oleh responden yang kemudian

akan dilanjutkan ke uji daya bersih terhadap Propionibacterium acnes.

Berdasarkan hasil uji hedonik, formula yang paling disukai

(kekentalan dan daya busa) oleh para responden adalah formula II dengan

konsentrasi SLES 10%. Hal ini ditunjukkan oleh hasil rata-rata data uji

hedonik, yaitu kekentalan dengan skala 3,88 ± 1,33 dan daya busa dengan

skala 4,28 ± 0,79. Hasil uji kruskal wallis (Lampiran 19) menunjukkan nilai sig

< 0,05, yang berarti, terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil uji hedonik

baik dari segi kekentalan dan daya bersih. Hasil uji statistik ini juga dipertegas

dengan perolehan rank means yang paling besar pada data hasil uji hedonik

formula II, yaitu kekentalan dengan rank 48,76 dan daya busa dengan rank

48,72. Diduga, formula II paling disukai karena dari segi kekentalan tidak

terlalu kental dan lebih mudah menyebar, sedangkan dari segi daya busa, busa

Page 67: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang ditimbulkan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit jika

dibandingkan dengan formula I dan III.

4.3 Uji Daya Bersih Kaolin Facial Wash terhadap Bakteri Penyebab

Jerawat Propionibacterium acnes

4.3.1 Perhitungan Jumlah Total Bakteri Propionibacterium acnes

Sebelum melakukan uji daya bersih kaolin facial wash terhadap

bakteri penyebab jerawat Propionibacterium acnes menggunakan uji swab,

peneliti melakukan perhitungan jumlah bakteri Propionibacterium acnes yang

dicuplik sebanyak 100 μl dari suspensi bakteri (setara dengan Mcfarland III (3

x 108 CFU/ml)) yang telah dilakukan pengenceran hingga 106. Tujuan

dilakukannya pengenceran adalah untuk memperkecil atau mengurangi jumlah

mikroba yang tersuspensi dalam cairan (Wasteson dan Homes, 2009). Selain

itu, jumlah minimum populasi bakteri yang diperlukan untuk pengujian adalah

sebesar 106 CFU/ml karena menurut Buckle et al (1987), bakteri dengan

jumlah sel tersebut dapat menyebabkan penyakit atau bersifat patogen pada

tubuh manusia.

Hasil perhitungan koloni bakteri yang tumbuh pada media, yaitu

sebesar > 300 x 106 CFU/ml. Jumlah koloni bakteri yang dicuplik tidak dapat

dihitung karena perhitungan bakteri hanya dapat dilakukan pada plate dengan

jumlah koloni berkisar 25 – 250 atau 30 – 300 (Pratiwi, 2008). Akan tetapi

jumlah koloni bakteri yang tercuplik ini sangat cukup untuk digunakan pada

pengujian daya bersih kaolin facial wash konsentrasi SLES 10% dengan

metode swab karena bakteri yang terbasuh di permukaan kulit tidak dapat

seluruhnya terambil.

4.3.2 Uji Swab Kaolin Facial Wash terhadap Bakteri Penyebab Jerawat

Propionibacterium acnes

Dari hasil uji swab, bakteri Propionibacterium acnes yang telah

dibalur di punggung tangan dibersihkan dengan aquadest (konrol negatif),

kaolin facial wash konsentrasi SLES 10%, dan pond’s facial wash

antibacterial with herbal clay (kaolin) (kontrol positif) yang kemudian dibilas

dengan 100 ml aquadest steril sebanyak 1 kali selama 1 menit menghasilkan

data sebagai berikut:

Page 68: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.7 Hasil Total Plate Count Suspensi Bakteri Penyebab Jerawat

Propionibacterium acnes

Perlakuan Jumlah Bakteri

(cfu/cm2)

Suspensi bakteri yang diswab di punggung tangan (kontrol

bakteri)

Pembilasan dengan aqua dest (kontrol negatif)

Pembilasan dengan kaolin facial wash 200 mg (swab basah)

Pembilasan dengan kaolin facial wash 200 mg (swab kering)

Pembilasan dengan kaolin facial wash 500 mg (swab basah)

Pembilasan dengan kaolin facial wash 500 mg (swab kering)

Pembilasan dengan kontrol positif 200 mg (swab basah)

Pembilasan dengan kontrol positif 200 mg (swab kering)

Pembilasan dengan kontrol positif 500 mg (swab basah)

Pembilasan dengan kontrol positif 500 mg (swab kering)

328,00 ± 45,96

72,00 ± 4,74

4,00 ± 0,85

2,00 ± 2,12

2,00 ± 0,71

1,00 ± 0,71

1,00 ± 0,71

1,00 ± 0,71

1,00 ± 0,71

1,00 ± 0,71

Keterangan: Data merupakan nilai rata-rata ± SD; Kontrol positif : Pond’s facial wash antibacterial with

herbal clay (kaolin).

Berdasarkan tabel tersebut jumlah bakteri Propionibacterium acnes

yang terbalur pada punggung tangan (3 x 4 cm) berkurang seiring dilakukannya

pembilasan dengan aquadest steril (kontrol negatif), kaolin facial wash

konsentrasi SLES 10% (sampel), dan pond’s facial wash antibacterial with

herbal clay (kaolin) (kontrol positif). Bakteri uji yang digunakan berasal dari

suspensi bakteri Propionibacterium acnes dengan pengenceran 106. Penelitian

ini dilakukan dengan melihat berkurangnya jumlah bakteri yang tumbuh pada

media untuk menentukan keefektivan daya bersih kaolin facial wash

konsentrasi SLES 10% terhadap bakteri penyebab jerawat Propionibacterium

acnes yang dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest) dan kontrol positif

(pond’s facial wash antibacterial with herbal clay).

Berdasarkan Hygenic standard of desinfection, hasil total plate count

dikategorikan baik apabila jumlah cemaran sebanyak ≤ 20 cfu/cm2 (Diez et al,

2007). Hasil uji swab kaolin facial wash konsentrasi SLES 10% (sebanyak 200

mg dan 500 mg) dan pond’s facial wash antibacterial with herbal clay (kaolin)

(kontrol positif) (sebanyak 200 mg dan 500 mg) dapat menghilangkan sebagian

besar bakteri penyebab jerawat Propionibacterium acnes yang terbalur pada

punggung tangan baik dalam keadaan basah maupun kering. Kaolin facial

Page 69: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

wash konsentrasi SLES 10% dan pond’s facial wash antibacterial with herbal

clay (kaolin) (kontrol positif) dikategorikan baik karena hasil total plate count

menunjukkan jumlah bakteri Propionibacterium acnes yang tumbuh ≤ 20

cfu/cm2, sedangkan hasil total plate count pada pembilasan hanya

menggunakan aquadest steril selaku kontrol negatif menunjukkan jumlah

bakteri Propionibacterium acnes yang tumbuh > 20 cfu/cm2, yang

menunjukkan bahwa pembilasan hanya menggunakan aquadest steril tidak

bisa menghilangkan sebagian besar bakteri (dalam artian, memiliki hasil total

plate count dengan kategori buruk).

Pembilasan hanya menggunakan aquadest steril tidak dapat membilas

sebagian besar bakteri karena tidak terdapat zat pembersih yang dapat

mengemulsikan atau melarutkan bakteri, seperti halnya sabun. Molekul sabun

dalam kaolin facial wash berperan dalam melarutkan bakteri

Propionibacterium acnes yang terdapat di permukaan kulit. Molekul sabun ini

memiliki bagian kepala yang merupakan gugus hidrofil (rantai karboksil) dan

bagian ekornya merupakan gugus hidrofob (rantai hidrokarbon) (Purnamawati,

2016) sehingga, apabila molekul sabun dilarutkan ke dalam air, ujung

hidrofilik (bagian kepala) sabun akan tertarik ke dalam air dan melarutkannya,

tetapi bagian hidrofobik (bagian ekor) sabun ditolak oleh air sehingga

membetuk lapisan di atas pemukaan air dan menurunkan tegangan permukaan

air (Ashar, 2006). Dengan demikian, ketika molekul sabun dalam kaolin facial

wash kontak dengan bakteri yang terdapat pada permukaan kulit (sebagian

besar kotoran), bagian hidrofobik molekul sabun akan membalut bakteri

(kotoran) tersebut sehingga bakteri (kotoran) terlarut dan terbilas bersamaan

dengan aqua dest steril.

Akan tetapi, berdasarkan penelitian terdahulu (Rizka dan Eriatna,

2017), telah dibuktikan bahwa sabun tanpa adanya komposisi tanah (kaolin)

dengan konsentrasi yang sesuai belum dapat mengangkat seluruh bakteri yang

terbalur (terdapat) di permukaan kulit. Hal ini terjadi karena kaolin dapat

mengadsorbsi molekul kecil seperti substansi bakteria dan virus (WHO, 2005).

Mekanisme adsorbsi kaolin ini adalah dengan pertukaran kation karena kaolin

memiliki muatan negatif yang memunginkan terjadinya pertukaran ion

Page 70: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bermuatan positif di permukaannya (Otto dan Haydel, 2013). Dalam

pertukaran kation tersebut, terdapat istilah kapasitas tukar kation yang

merupakan suatu kemampuan kapasitas mineral untuk mengadsorbsi suatu

molekul melalui pertukaran kation. Kapasitas pertukaran kation kaolinit hanya

sebesar 2 – 10 meq / 100 g tergantung pada ukuran partikel, tetapi laju reaksi

pertukarannya cepat, hampir seketika (WHO, 2005). Atas dasar pertukaran

kation ini, kaolin dapat membantu kerja sabun dalam mengangkat dan

membilas bakteri yang terdapat di permukaan kulit bersamaan dengan

aquadest steril.

Hasil total plate count pada sampel berkurang seiring dengan

banyaknya sabun yang digunakan untuk pembilasan, seperti yang tertera pada

Tabel 4.7. Di samping itu, hasil total plate count yang diperoleh dari sampel

(kaolin facial wash variasi SLES 10%) sebanyak 500 mg dalam keadaan basah

(2,00 ± 0,71 cfu/cm2) dan keadaan kering (1,00 ± 0,71 cfu/cm2) menunjukkan

hasil yang lebih mendekati kepada hasil kontrol positif (pond’s facial wash

antibacterial with herbal clay (kaolin)), baik dalam keadaan basah (1,00 ± 0,71

cfu/cm2) maupun dalam keadaan kering (1,00 ± 0,71 cfu/cm2). Hal ini semakin

menegaskan bahwa, semakin banyak sabun yang digunakan semakin banyak

pula bakteri yang terbilas.

Hasil total plate count pada sampel dalam keadaan basah dan kering,

baik dalam banyaknya sampel sebanyak 200 mg maupun 500 mg, terdapat

perbedaan jumlah koloni bakteri (Tabel 4.7), walaupun perbedaan jumlah

koloni bakteri secara statistik tidak signifikan, tetapi perbedaan tersebut tidak

terjadi pada hasil total plate count kontrol positif. Diduga, hal ini disebabkan

oleh perbedaan dari segi komposisi bahan formula sampel dengan bahan

formula kontrol positif, yang pada kontrol positif mengandung bahan pengawet

berupa sodium benzoat, metilparaben, DMDM hidantoin, potasium sorbat, dan

iodopropinil butilkarbamat serta antibakteri lain, seperti ekstrak daun mimba

(Neem / Azadirachta Indica) dan ekstrak herba selasih (Ocimum Basilicum),

sedangkan pada formula sampel tidak terdapat bahan pengawet (seperti

antimikroba) dan bahan aktif lain yang memiliki sifat antibakteri selain

daripada kaolin. Terdapatnya bahan pengawet, yang bersifat antimikroba untuk

Page 71: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghambat tumbuhnya mikroba pada sediaan (Mitsui, 1997), dapat

membunuh bakteri (mikroba) yang terdapat di permukaan kulit (Movita, 2013)

dengan menghambat metabolisme mikroba, dengan cara mengganggu

biosintesis protein mikroba (Garner., Ingo., dan Antje, 2014) sehingga mikroba

akan mengalami kerusakan sel dan pertumbuhan mikroba akan terhambat.

Adanya zat antibakteri lain selain kaolin yang telah disebutkan,

semakin memperkuat dugaan bahwa terjadinya perbedaan hasil total plate

count pada sampel dan kontrol positif baik dalam keadaan basah maupun

kering karena adanya perbedaan komposisi bahan aktif lain sebagai antibakteri.

Pada beberapa penelitian menegaskan bahwa, ekstrak daun mimba (Neem /

Azadirachta Indica) dan ekstrak herba selasih (Ocimum Basilicum) memiliki

aktivitas antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

negatif dan Gram positif dengan menghambat reaksi nitrifikasi pada sel bakteri

(ekstrak daun mimba (Neem / Azadirachta Indica)) dan mengganggu susunan

serta fungsi membran sel bakteri yang dapat menyebabkan hilangnya material

sitoplasma sel bakteri (ekstrak herba selasih (Ocimum Basilicum)) (Khair-ul-

Bariyah et al, 2012; Ravva dan Anna, 2015; A. Silva et al, 2015). Nitrit

merupakan sumber energi bagi bakteri, apabila proses nitrifikasi dihambat,

bakteri tidak mendapatkan nitrit yang cukup untuk kelangsungan hidupnya

(Dwijoseputro 2010). Dari penjelasan di atas, adanya bahan pengawet dan zat

antibakteri lain yang terdapat dalam komposisi sabun dapat menyebabkan

perbedaan jumlah koloni bakteri yang tumbuh, baik dalam keadaan basah

maupun kering pada sampel dan kontrol positif.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data yang diperoleh

terdistribusi normal dan homogen sehingga digunakan metode uji One way

ANOVA (uji parametrik). Hasil uji One way ANOVA menunjukkan nilai sig

< 0,05 yang berarti, terdapat pebedaan yang signifikan antara kelompok sampel

dan kelompok kontrol sehingga perlu dilanjutkan uji lanjutan (uji Post Hoc)

menggunakan uji LSD untuk melihat perbedaan mean antar variabel. Hasil uji

LSD antar data kelompok sampel dengan kontrol positif menunjukkan sig >

0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri yang

signifikan antara hasil pembilasan menggunakan sampel dan kontrol positif

Page 72: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(pond’s facial wash antibacterial with herbal clay (kaolin)), baik dalam

keadaan basah maupun kering. Di sisi lain, hasil uji LSD antara data sampel

dengan kontrol negatif menunjukkan sig < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan

jumlah koloni bakteri yang signifikan antara hasil pembilasan menggunakan

sampel dan kontrol negatif (aquadest), baik dalam keadaan basah maupun

kering. Hal ini menegaskan bahwa kaolin facial wash variasi SLES 10% efektif

untuk membilas sebagian besar bakteri Propionibacterium acnes yang terdapat

di permukaan kulit karena hasil uji swab terhadap sampel memiliki hasil yang

sangat mendekati dengan hasil kontrol positif dibandingkan dengan kontrol

negatif.

Page 73: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Karakteristik kaolin facial wash yang paling baik di antara ketiga formula

kaolin facial wash dengan variasi konsentrasi Sodium Laurylether Sulfate

(SLES) yang diujikan (7,5% (Formula I), 10% (Formula II), dan 15%

(Formula III)) terdapat pada formula II dengan konsentrasi SLES 10%.

2. Kaolin facial wash dengan konsentrasi Sodium Laurylether Sulfate 10%

terbukti efektif membersihkan bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium

acnes) di kulit.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan uji cemaran mikroorganisme terhadap facial wash untuk

mengetahui apakah formula facial wash tanpa pengawet dapat bertahan

setelah jangka waktu pemakaian.

2. Perlu dilakukan uji pembanding daya bersih formula facial wash tanpa

pengawet dan dengan tambahan pengawet, untuk mengetahui apakah hasil

daya bersihnya mengalami perbedaan yang signifikan atau tidak.

3. Perlu dilakukan uji stabilitas penyimpanan.

Page 74: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

A, Silva V., et al. 2015. Antibacterian Activity of Ocimum basilicum Essential Oil

and Linalool on Bacterial Isolates of Clinical Importance. International

Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research. Vol. 7, No. 6, page:

1066-1071.

Akzonobel. 2013. Soap Based Facial Wash Paste. KM130701-1.b.

Angkatavanich, J., et al. 2009. Development of Clay Liquid Deterent For Islamic

Clenasing And The Stability Study. Internationa Journal of Cosmetic Science

2009, 31, 131-141. The Halal Science Center, Chulalongkon University,

Bangkok.

Anonim, 1987. Final Report on The Safety Assessment of Oleic Acid, Lauric Acid,

Palmitic acid, Myristic Acid, and Stearic Acid. Journal of The American

College of Toxicology. No 3, Vol 6. Mary Ann Liebert, Inc., Publisher.

Anonim, 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) Dalam Industri

Pangan. ebookpangan.com.

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Terjemahan : F. Iprahim.

Jakarta: UI Press.

Ashar, TT. 2006. Various Techniques of Soap Making. Journal a Day. 33801.

Aufa, D. A. 2010. Surfaktan Untuk Detergent. (Makalah: Universitas Diponegoro).

Ayu, Dewi Fortuna., et al. 2010. Evaluasi Mutu Sabun Padat Dari Minyak Goreng

Bekas Makanan Jajanan Di Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dengan

Penambahan Natriul Hidroksida dan Lama Waktu Penyabunan. Prosiding

SEMNAS 2010: Fakultas Pertanian Universitas Riau.

Badan Standar Nasional Indonesia. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi: SNI 06-

3532-1994. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Badan Standar Nasional Indonesia. 1996. Standar Mutu Sabun Mandi: SNI 06-

4085-1996. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. 2009. Handbook of Cosmetic Science and

Technology, 3rd Edition. Ney York: Informa Healthcare USA, Inc.

Brooks, G. F., J. S. Butel dan S. A. Morse 2005. Medical Microbiology. Ney York:

Mc Graw Hill.

Buchmann, S., 2001. Main Cosmetics Vehicle, in Barel, O. A., Marc Paye.,

Howard., Imaibach. 2009. Handbook of Cosmetic Science and Technology,

3rd ed. New York: Informa Healtcare USA Inc. Pp. 165.

Buckle, F A., R A Edwards., G H Fleet., dan M Wotton. 1987. Ilmu Pangan.

Jakarta: UI Press.

Page 75: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Carretero, M. Isabel and Manuel Pozo. 2010. Clay and Non-Clay Minerals in The

Pharmaceutical and Cosmetic Industries Part II. Active Ingredient. Review

Article Elsevier, 47, 171-181.

Carstensen, Jens T and C. T Rhodes. 2000. Drug Stability – Principles and

Practices, 3rd Edition. New York: Marcel Dekker. Ink.

Christiani, Maria Verita Vita. 2015. Formulasi Sabun Cair Transaran Ekstrak

Rimpang Lengkuas (Alpina galanga): Pengaruh Cocoamiopropyl Betaine dan

Gelatin Terhadap Sifat Fisik Sediaan. Skripsi: Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

Chung, Kyeong – Soo and Gye – Ju Rhee. 1987. Studies on The Adsorption

Properties of Korean Kaolin IV The Adsorption of Bacteria by Activated

Halloysiste. Vol 10, No 4, 228 – 231. College of Pharmacy, Chung-Nam

National University, Korea.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan.

Diez, Berta et al. 2017. Antimicrobal Organic-Inorganic Composite Mmbranes

Including Sepiolite-Supported Nanomeals. FSC Advances. 7, page: 2323-

2332.

Djajadisastra, J. 2004. Seminar Setenga Hari HIKI: Cosmetic Stability. Depok:

Departemen Farmassi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Universitas Indonesia.

Draelos, Z. D. 2010. Cosmetic Dermatology: Products and Procedures, Chapter 12.

USA: Wiley-Blackwell.

Dwidjoseputro, D. 2010. Dasar-DasarMikrobiologi. Jakarta: Djambatan

European Medicines Agency (EMA). 2015. Background Review for Sodium

Laurilsulfate Used As An Excipient. London: Committee for Human

Medicinal Products (CHMP).

Eriatna, Aulia Wardahani. 2017. Aktivitas Antibakteri Sabun Clay Bentonit Dan

Kaolin Terhadap Bakteri Air Liur Anjing. Skripsi: Progran Studi Farmasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Garner, Nicole., Ingo Eilks., and Anjte Siol. 2014. Parabens as Preservatives in

Personal Care Products. Reaserchgate. No. 103, page: 38-43.

Hanson, A. L. 1992. Encyclopedia of Science and Technology Vol-5 7th Edition.

London: Mc Graw-Hill, Inc.

Harris, May Valdi., Yudhomenggolo Sastro Darmanto., dan Putut Har Riyadi.

2016. Pengaruh Kolagen Ikan Air Tawar Yang Berbeda Terhadap

Karakteristik Fisik Dan Kimia Sabun Mandi Padat. Jurnal Peng. & Biotek

Hasil Penelitian. Vol 5, No. 2, ISSN: 2442 – 4145.

Page 76: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Herh, Peter., et al. 1998. The Rheology of Pharmaceutical and Cosmetic

Semisolids. Aplication Note American Laboratory, page: 12-14.

Hernani, Tati K., Bunasor., dan Fitriati. 2010. Formulasi Sabun Transparan

Antijamur dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpina galanga L.

Swartz.), Bul Littro. Vol 21, No. 2, 192 – 205. Bogor: Balitro Litbang

Penelitian.

Ismail, Rached., et al. 2013. Methods for Recovering Microorganisms from Solid

Surfaces Used in The Food Industry: A Review of The Literature.

International Journal of Environmental Research And Public Health. Vol 10,

ISSN 1660 – 4601.

Jain, A, Basal E. 2003. Inhibition of Propionibacterium acnes – Induced Mediators

of Inflamation by Indian Herbs. Phytomedicine. Vol 10, 34 – 38.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran Edisi

XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga. Jakarta: Salemba Medika.

Jawetz, Melnick and Adelberg,’s. 2013. Medical Microbiology 26th Edition, E-

book, International Edition ISBN 978-0-07-181292-4. New Delhi: Tata

McGraw Hill Publishing Company Limited.

Karsheva, M., Georgiva, S., dan Handjiva, S. 2007. The Choice of The Thickener

A Way to Iprove The Cosmetic Sensory Proerties. Journal of The University

of Chemical Technology and Metallurgy, vol. 42, No. 2 (187-194).

Khair-ul-Bariyah, S., D. Ahmed., and M. Ikram. 2012. Ocimum Basilicum: A

Review on Phytochemical and Pharmacological Studies. Pakistan Journal of

Chemistry. ISSN (online): 2222-307X

Kuncari, Ema Sri., Iskandarsyah., dan Praptiwi. 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik

dan Sineresis Sediaan Gel Yang Mengandung Minoksidil, Apigenin dan

Perasan Herba Seledri (Apium graveolens L.). Bul. Penelitian. Kesehatan,

vol. 42, No. 4 (213-222).

Lucyani, Neny. 2014. Uji Efektivitas Antibakteri Sediaan Krim Tipe M/A Dari

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Pontianak (Citrus nobilis Lour. Var.

Microcarpa) Terhadap Isolat Propionibacterium acnes Secara In Vitro.

Naskah Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjugpura.

Maripa, Baiq Risni., Yeti Kurniasih., dan Ahmad. 2015. Pengaruh Konsentrasi

NaOH Terhadap Kualitas Sabun Padat dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera)

yang Ditambahkan Sari Bunga Mawar (Rosa L). Naskah Publikasi: Pendidian

Kimia, FMIPA IKIP.

Martin, A., Swarbick J., dan Cammarata J. 2008. Farmasi Fisik:Dasar-Dasar

Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Page 77: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mauliana. 2016. Formulasi Sabun Padat Bentonit dengan Variasi Konsentrasi Asam

Stearat dan Natrium Lauril Sufat. Skripsi: Progran Studi Farmasi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mahmood, Tariq and Naveed Akhtar. 2013. Stability of A Cosmetic Multiple

Emultion Loaded with Green Tea Extract. The Scientific World Journal.

Departement of Pharmacy, Faculty of Pharmacy and Alternative Medicine,

The Islamia University of Bahawalpur, Pakistan.

McDowell, Andrew., et al. 2016. Proposal to Reclassify Propionibacterium acnes

Type I as Propionibacterium acnes subsp. Acnes subsp. nov. and

Propionibacterium acnes Type II as Propionibacterium acnes subsp.

defendens subsp. nov. International Journal of Systematic and Evaluationary

Microbiology (2016), 66, 5358-5365.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlad: Elsevier Science

B.V.

Movita, Theresia. 2013. Acne Vulgaris. Artikel Ilmiah Continuing Medical

Education, CDK-203/ Vol 40, No. 4.

Nesse, Willim D. 2012. Introduction to Mineralogy, Second Edition. New York:

Oxford University Press, Inc.

Noor, Siti Umrah dan Desy Nurdyastuti. 2009. Lauret-7-Sitrat Sebagai Detergensia

dan Peningkat Busa pada Sabun Cair Wajah Glysine soja (Sieb.) Zucc. Jurnal

Ilmu Kefermasian Indonesia. Vol 7, No. 1.

Nugroho, Yusuf Adi. 2014. Cemaran Bakteri dan Koliform pada Layar Telepon

Genggam Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Bogor. Skripsi: Institut Pertanian Bogor Fakultas Kedokteran Hewan.

Nurhadi, Siely Cicilia. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan

Aktif Mikroalga Chlorella pyerenoidosa Beyerinckk dan Minyak Atsiri.

Skripsi: Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Ma Chung.

Ophardt, C. E. 2003. Soap. http://elmhurst.edu/chm/vchembook/554soap.html.

Diakses pada tanggal 7 Januari 2018.

Otto. C. C and S. E. Haydel. 2013. Microbicidal Clays: Composition, Activity,

Mechanism of Action, and Therapeutic Aplications. Formatex. 1169 – 1180.

Parasuram, K. S. 1995. Soaps and Detergents. New Delhi: Tata McGraw Hill

Publishing Company Limited.

Paye, Marc; Andre O. Barel, and H. I. Maibach. 2006. Handbook of Cosmetic

Science and Tecjnology, 2nd Edition. New York: CRC Press.

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Page 78: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Purnamawari, Debbi 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat

Terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi: Fakultas Tekhnologi Pertanian

IPB.

Rahman, Ari., Nayuki Ki shimoto., and Take o Urabe. 2015. Adsorption

Characteristics of Clay Adsorbents – Sepiolite, Kaolin and Synthetic Talc –

fo Reoval of Reactive Yellow 138:1. Water and Environtment Journal. Vol

29, 375 – 382. Faculty of Science and Technology, Ryukoku University,

Japan.

Ravva, Subbarao V and Anna Korn. 2015. Effect of Neem (Azadirachata indica)

on The Survival of Escherichia coli O157:H7 in Dairy Manure. International

Journal of Environmental Research and Public Health. 12, page: 7794-7803.

Rizka, Ramaza. 2017. Formulasi Sabun Padat Kaolin Penyuci Najis Mughalladzah

Dengan Variasi Konsentrasi Minyak Kelapa Dan Asam Stearat. Skripsi:

Progran Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey and Marian E quinn. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition. London: Pharmaceutical Press.

Rozi, Muhammad. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Transparan Minyak

Atsiri Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dengan Cocoamid DEA Sebagai

Surfaktan. Naskah Publikasi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Rukmana, Nurul Fitri. 2016. Identifikasi Pengaruh pH Terhadap Sifat Reologi

Polimer (Karbopol 940, Xanthan Gum, Na CMC, Na Alginat, dan Tragakan)

Tunggal dan Kombinasi. Skripsi: Progran Studi Farmasi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah.

Saputri, Wiradika., Naniek Setiadi Radjab., dan Kori Yati. 2014. Perbandingan

Optimasi Natrium Lauril Sulfat Fisik Sabun Mandi Cair Ekstrak Air Kelopak

Bunga Rosela (Hisbiscus sabdariffa L). Jakarta: Fakultas Farmasi dan Sains

Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.

Schramn, Laurier L. 2005. Emulsion, Foams, and Suspensions. Germany: Wiley

VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim.

Setyoningrum, Elisabeth Nita Maharani. 2010. Optimasi Formula Sabun

Transparan dengan Fase Minyak Virgin coconut Oil dan Surfaktan

Cocoamidopropil Betaine : Aplikasi Desain Faktorial. Skripsi: Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Shipp, J. J. 1996. Hair-care Products, Dalam Chemistry and Technology of The

Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. London: Blackie

Academic & Professional.

Sinko, P. J. 2006. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmastika Edisi 5,

diterjmahkan oleh Tim Ahli Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Page 79: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Smaoui, Slim., et al. 2012. Cosmetic Emulsion From Virgin Olive Oil: Formulation

and Bio-physical Evaluation. African Journal of Biotechnology. Vol 11, No.

40.

Smith, MA., Alperstein P., France KE., Vellozzi EM., dan Isenberg HD. 1996.

Susceptibility Testing of Propionibacterium acnes ComparingvAgar Dilution

with E test. Journal of Clinical Microbiology, 34 (4), 1024-1026. The Long

Island Campus for teh Albert Einstein College of Medicine, New Hyde Park,

New York.

Soetopo, Seno., dkk. 2004. Ilmu Resep Teori Jilid II (Cetakan Kedua). Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Spiess, E. 1996. Raw Materials, Dalam Chemistry and Technology of The

Cosmetics and Toiletries Industry Second Edition. London: Blackie

Academic & Professional.

Suryani, A., S. Windarwati dan E. Hambali. 2007. Pemanfaatan Gliserin Hasil

Samping Produksi Biodiesel dari Berbagai Bahan Baku (sawit, jarak, kelapa)

Untuk Sabun Transparan. Bogor: Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi.

Jakarta LPPM IPB.

Tanghetti, Emil A. 2013. The Role of Inflamation in The Pathology of Acne.

Literature Review, Clinical Aesthetic, 6 (9).

The European Cosmetic Toiletry And Perfumery Association. 2004. Guidelines On

Stability Testing of Cosmetic Products. London: CTFA.

Tranggono, R.I., Latifah, F, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Unuabonah, Emanuel L., et al. 2017. Desinfetion of Water with New Chitosan –

Moified Hybrid Clay Composite Adsorbent. Heliyon. Vol 3.

Wade, A., H. W., and P. J. Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients

Second Edition. London: Pharmaceutical Press.

Wasitaatmadja; S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.

Wasteson, Y., dan Hornes, E. 2009. Pathogenic escherichia coli found in food.

International Journal of Food Microbiology. 12 (103-114).

WHO Geneva. 2005. Environental Health Criteria 231, Bentonite, Kaolin, And

Selected Clay Minerals. Swiss: WHO Geneva.

Widiawati, Wahyu dan Dewi Lutfiati. 2014. Perbedaan Hasil Penyembuhan Kulit

Wajah Berjerawat Antara Masker Lidah Buaya Dengan Masker Non Lidah

Buaya. e-Journal Edisi Yudisium Februari 2014, 03 (01), 217-225.

Widiyanti, Yunita.2009. Kajian Pengaruh Jenis Minyak Terhadap Mutu Sabun

Transparan. Skripi: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Page 80: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wilkinson J. B and Moore R. J. 1982. Harry’s Cosmeticology, 7th Edition. London:

George Godwin.

Page 81: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 82: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Sertifikat Analisa Bahan Kaolin

Page 83: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Sertifikat Analisa Asam Miristat

Page 84: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Sertifikat Analisa Asam Laurat

Page 85: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Sertifikat Analisa Sodium Laurileter Sulfat

Page 86: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Sertifikat Analisa Propilen Glikol

Page 87: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Sertifikat Analisa Asam Laktat

Page 88: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Sertifikat Analisa Nutrien Agar

Page 89: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Sertifikat Analisa Propionibacterium acnes (ATCC)

Page 90: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Alur Penelitian

Uji daya bersih kaolin facial wash

terhadap bakteri penyebab jerawat

(Propionibacterium acnes) (Uji Swab)

Analisa data dengan uji

statistik

Formulasi kaolin facial

wash dengan variasi

SLES

Evaluasi formulasi

kaolin facial wash

dengan variasi SLES

Formula kaolin facial

wash dengan hasil

evaluasi terbaik (memiliki

karekteristik terbaik)

Stabilitas,

Daya busa & kekentalan

(uji hedonik),

Daya bersih terhadap

noda lipstik.

Page 91: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Data Pengujian pH

Keterangan: Sabun Komersil: pond’s facial wash antibacterial with herbal clay

(kaolin)

Lampiran 11. Hasil Uji Statistik pH Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES)

Uji Normalitas dan Homogenitas Data pH Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES)

Keterangan: CT Cycling test; Sabun Komersil pond’s facial wash antibacterial with

herbal clay (kaolin)

Uji One way ANOVA Data pH Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Sebelum adjust

Formula pH Rata-Rata Formula pH Rata-Rata pH Rata-Rata

8,93 6,16

8,95 6,14

8,93 6,13

9,01 6,67

8,97 6,57

8,99 6,59

9,73 6,87

9,67 6,82

9,65 6,79

Pengulangan

1.

2.

3. 9,5

9,48

9,61F1

F2

F3

Sebelum di-adjust Setelah di-adjust

F1 8,94 ± 0,01

F2 8,99 ± 0,02

F3 9,68 ± 0,04

Sabun Komersial

9,53 ± 0,07

6,14 ± 0,01

6,61 ± 0,06

6,83 ± 0,04

Data Nilai Sig. Keterangan

pH kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) Sebelum adjust terdistribusi normal (H0)

pH Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES) Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Sebelum CT ) Setelah adjust x Sabun Komersial terdistribusi normal (H0)

pH Kaolin Facial Wash(Variasi Konsentrasi Sig > 0,05 → Populasi nilai

SLES) Setelah Cycling Test terdistribusi normal (H0)

Data Nilai Sig. Keterangan

pH kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) Sebelum adjust terdistribusi homogen (H0)

pH Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES) Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Sebelum CT ) Setelah adjust x Sabun Komersial terdistribusi homogen (H0)

pH Kaolin Facial Wash(Variasi Konsentrasi Sig > 0,05 → Populasi nilai

SLES) Setelah Cycling Test terdistribusi homogen (H0)

Keterangan:

H0 : Populasi nilai variabel x berdistribusi normal/homogen

H1 : Populasi nilai variabel x tidak berdistribusi normal/homogen

Penarikan Kesimpulan :

Jika sig < α (0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima.

Jika sig > α (0,05) maka H0 diterima, H1 ditolak.

Hasil Uji Normalitas

Hasil Uji Homogenitas

0,331

0,389

0,355

0,167

0,081

0,644

Page 92: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Lanjutan

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Uji One way ANOVA Data pH Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Setelah adjust (Sebelum Cycling Test) x Sabun Komersil ( pond’s facial wash

antibacterial with herbal clay (kaolin))

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Page 93: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Lanjutan

Uji One way ANOVA Data pH Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Setelah Cycling Test

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Page 94: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Uji Homogenitas Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES)

Page 95: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Data dan Cara Perhitungan Tinggi Busa dan Stabilitas

Busa Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Keterangan: Data rerata merupakan nilai rata-rata ± SD

Contoh Perhitungan Stabilitas Busa Formula Kaolin Facial Wash

% Stabilitas Busa Selama 1 Jam = Tinggi busa setelah 1 jam (t1)

Tinggi busa awal (t0) x 100%

= 0,63

1 x 100%

= 63,43%

Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Tinggi Busa dan Stabilitas Busa Kaolin

Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Uji Normalitas dan Homogenitas Data Tinggi Busa Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES)

Formula Tinggi Busa t0 (cm) Rerata Tinggi Busa t1 (cm) Rerata Stabilitas Busa (%) Rerata

1 0,6 60

0,9 0,6 66,67

1,1 0,7 63,64

2,3 1,7 73,91

2,5 1,9 76

2,3 1,6 69,57

3,4 2,5 73,53

4,6 3,9 84,78

5,1 4,4 86,27

63,43 ± 3,34

73,16 ± 3,28

81,53 ± 6,97F3 4,37 ± 0,87

0,63 ± 0,58

1,73 ± 0,15

3,6 ± 0,98

F1 1 ± 0,10

F2 2,37 ± 0,12

Data Nilai Sig. Keterangan

Tinggi Busa Kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) terdistribusi normal (H0)

Data Nilai Sig. Keterangan

Tinggi Busa Kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) terdistribusi homogen (H0)

Data Nilai Sig. Keterangan

Stabilitas Busa Kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) terdistribusi normal (H0)

Data Nilai Sig. Keterangan

Stabilitas Busa Kaolin Facial Wash Sig > 0,05 → Populasi nilai

(Variasi Konsentrasi SLES) terdistribusi homogen (H0)

Keterangan:

H0 : Populasi nilai variabel x berdistribusi normal/homogen

H1 : Populasi nilai variabel x tidak berdistribusi normal/homogen

Penarikan Kesimpulan :

Jika sig < α (0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima.

Jika sig > α (0,05) maka H0 diterima, H1 ditolak.

Hasil Uji Normalitas

Hasil Uji Homogenitas

Hasil Uji Normalitas

Hasil Uji Homogenitas

Hasil Uji Statistik Tinggi Busa

Hasil Uji Statistik Stabilitas Busa

0,912

0,012

0,997

0,524

Page 96: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Lanjutan

Uji One way ANOVA Data Tinggi Busa Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi

SLES)

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Uji One way ANOVA Data Stabilitas Busa Kaolin Facial Wash (Variasi

Konsentrasi SLES)

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Page 97: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Hasil Uji Daya Bersih terhadap Noda Lipstik Kaolin Facial

Wash (Variasi Konsentrasi SLES)

Page 98: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Data Viskositas dan Rheologi Formula I, II, III Kaolin

Facial Wash

cPs I cPs II cPs I cPs II cPs I cPs II cPs I cPs II cPs I cPs II cPs I cPs II

0,3 42310 49640 30240 12480 215470 2E+05 161350 239890 848200 600200 309200 322000

0,5 33830 32980 20190 8240 134770 1E+05 99900 174000 511000 577100 244900 304100

0,6 29890 31810 16010 7200 115430 98630 83710 156350 442300 542500 213200 302200

1 19930 19530 10390 4690 77580 85170 58540 106510 356000 455000 169800 259900

1,5 14280 13770 7200 2350 56340 55760 42810 77580 268200 337700 129100 210000

2 11370 10700 6160 2310 44990 41380 36190 62250 243800 267000 103500 176700

2,5 9540 9540 5150 2390 38670 38160 31480 53340 213700 220100 - -

3 8530 8340 4190 1950 34490 33390 28020 46220 - - 75000 137400

4 6890 6770 3210 1630 28120 28710 23230 36380 146300 147100 61900 110300

5 5570 5650 2770 2780 24320 24190 20150 30280 116500 119600 54600 90100

6 5050 5200 2540 2440 21200 20130 17870 26030 97000 99900 48800 78200

10 3490 3490 1800 1700 14690 15590 13000 17400 66800 56200 33900 50500

12 3060 3120 1610 1460 13390 10350 11410 15060 57300 53100 29600 44300

20 2290 2250 1150 1090 9270 9210 7900 10380 39100 37000 19900 28800

30 1800 1800 950 1010 6320 6830 6660 7900 27400 27500 14500 19900

50 1370 1350 740 810 5050 5380 5070 5510 17500 17800 10400 12900

60 1230 1230 610 760 3850 3060 4460 4930 15300 15300 9300 11400

100 880 940 450 470 2620 2370 3360 3360 ERROR ERROR 6700 6800

200 600 600 260 260 1530 1530 ERROR ERROR ERROR ERROR 4400 4400

Data Viskositas FII (SLES 10%)

Sebelum

Cycling Test

Setelah Cycling

Test

Sebelum

Cycling Test

Setelah Cycling

TestRpm

Data Viskositas FI (SLES 7,5%) Data Viskositas FIII (SLES 15%)

Sebelum Cycling

Test

Setelah Cycling

Test

Page 99: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Lanjutan

Keterangan: % Tq Awal % Torque sebelum cycling test; CT Cycling test.

% Tq

Awal

% Tq

Post CT

% Tq

Awal

% Tq Post

CT% Tq Awal

% Tq Post

CT

0,3 3,1 2,2 10,9 12,1 25,4 9,2

0,5 4,2 2,5 12,1 12,4 25,5 12,2

0,6 4,4 2,4 12,7 12,5 26,5 12,7

1 4,9 2,5 13,7 14,6 35,6 16,9

1,5 5,3 2,7 14,8 26 40,2 19,3

2 5,6 3 15,8 28 48,7 20,7

2,5 5,9 3,2 16,4 29,6 53,4 22,5

3 6,3 3,1 17,1 31 - 24,7

4 6,8 3,2 18,8 33,2 58,5 27,3

5 6,9 3,4 20,7 35,1 59,7 29,3

6 7,5 3,8 21,3 36,8 63,8 33,9

10 8,7 4,5 26,7 42,5 66,8 35,5

12 9,1 4,8 26,5 44,2 68,8 39,9

20 11,4 5,7 31,7 - 74 43,5

30 13,5 7,1 37,5 55,9 83,3 52,2

50 17,1 9,2 44 63,3 87,5 55,9

60 18,4 - 46,5 66,9 91,8 67

100 22 11,2 59 84 - 89

200 30 13 95,5 - - -

100 23,5 11,7 59,2 84 - 89

60 18,4 - 45,9 66,9 91,8 68

50 16,8 10,1 45,2 63,8 89,2 55,8

30 13,5 7,5 40,3 59,2 84,5 54,5

20 11,2 5,4 34,1 - 78,8 49,7

12 9,3 4,3 27,6 45,1 68,7 47,7

10 8,7 4,2 25,8 43,5 66,2 43,2

6 7,8 3,6 23,3 39 63,9 40,5

5 7 3,4 22 37,8 59,8 36,9

4 6,7 3,2 20,1 36,3 58,8 35

3 6,2 2,9 18,1 34,6 - 34,1

2,5 5,9 2,9 17,9 33,3 53 31,2

2 5,3 2,9 16,6 31,1 48,4 25,3

1,5 5,1 2,3 15,5 29 40,6 21,5

1 4,8 2,3 13,9 26,6 35,5 25,9

0,6 4,7 2,1 12,7 23,4 24,6 19,3

0,5 4,1 2 12,3 21,7 25,4 15,1

0,3 3,7 1,8 11,6 17,9 25,3 10,2

FI FII

Data Hasil Rata-Rata Rheologi FI,FII, dan FIII

Rpm

FIII

Page 100: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Hasil Uji Mekanik

Lampiran 18. Hasil Cycling Test

SLES 15 SLES 10

SLES 7,5

SLES 15 SLES 10 SLES 7,5

Page 101: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Hasil Pengolahan Data Statistik Uji Hedonik

Lampiran 20. Isolat Propionibacterium acnes

Keterangan:

KK: Kekentalan DB: Daya Busa

;;;

KK DB KK DB KK DB

2 2 5 5 2 5

1 2 5 5 3 5

2 1 5 5 2 5

3 3 4 5 2 5

5 1 3 5 1 2

2 2 3 4 4 3

3 3 5 4 4 5

2 3 5 4 4 5

2 1 5 3 4 4

1 5 1 4 5 4

2 2 4 4 5 3

2 1 5 4 4 5

4 3 1 5 5 4

3 1 1 4 4 4

1 1 4 2 5 5

3 3 3 4 5 5

1 2 3 5 5 5

1 1 5 5 1 1

1 1 4 4 1 3

1 1 5 3 2 5

3 4 4 5 3 5

3 3 5 5 3 4

3 1 5 5 2 5

2 2 3 4 4 4

2 2 4 4 5 5

2,20 ± 1,04 2,04 ± 1,01 3,88 ± 1,33 4,28 ± 0,79 3,4 ± 1,41 4,24 ± 1,09

Data Hasil Uji Hedonik

FI FII FIII

Data merupakan nilai rata-rata ± SD

Page 102: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 21. Identifikasi Bakteri Hasil Peremajaan dengan Pewarnaan

Pembuatan preparat kering (Eriatna, 2017)

Pewarnaan Gram (Eriatna, 2017)

Hasil pewarnaan isolat hasil peremajaan Propionibacterium acnes (basil ungu)

Satu tetes NaCl dilekkan di

atas kaca objek steril,

Tambahkan 1 ose hasil peremajaan

bakteri Propionibacterium acnes,

Keringkan hingga terbentuk preparat kering dengan melakukan

fiksasi di atas nyala api bunsen sebanyak 3x.

Pada preparat kering bakteri Propionibacterium acnes

ditambahkan 1 tetes zat pewarna gentian violet / kristal

violet,

Diamkan 2 menit,

kemudian bilas dengan

aqua dest steril,

Tambahkan 1 tetes lugol,

diamkan 1 menit, kemudian

bilas dengan aqua dest steril,

Tambahkan 1 tetes lugol,

diamkan 1 menit, kemudian

bilas dengan aqua dest steril,

Bilas dengan

alkohol 96%,

Diamkan selama 30 menit

hingga zat warna melarut,

Bilas dengan aq dest steril,

kemudian tambahkan zat

warna safranin,

Diaman selama 1

menit, bilas dengan

aq dest steril,

Keringkan dengan

tissue, kemudian

tambahkan minyak

imersi,

Amati dengan

mikroskop

perbesaran 100 x

Jika sel yang terwarnai berwarna

merah bakteri gram negatif; Jika

sel yang terwarnai berwarna ungu

bakteri gram positif.

Page 103: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 22. Data Uji Swab

Data hasil uji swab sebelum diolah (Hasil Perhitungan Plate Counter)

Keterangan:

SB: Swab Bakteri; SBA: Swab Bakteri Air (kontrol negatif); SSB: Swab Sabun

Basah; SSK: Swab Sabun Kering; SKB: Swab Kontrol Basah; SKK: Swab

Kontrol Kering.

Perhitungan jumlah bakteri (CFU/cm2) (Nugroho, 2014):

Jumlah Bakteri (CFU/cm2) = Jumlah Bakteri (𝐶𝐹𝑈

𝑚𝑙⁄ )

Jml Isolat (ml)xLuas Permukaan Kulit (𝑐𝑚2)

Jumlah Bakteri (CFU/ml) = Jumlah koloni x Faktor pengenceran

Faktor Pengenceran = 1

Tingkat Pengenceran

Contoh perhitungan jumlah bakteri hasil uji swab:

Jumlah Bakteri (CFU/ml) = 432 x 1

100 = 432 x 1 = 432 CFU/ml

Jumlah Bakteri (CFU/cm2) = 432 𝐶𝐹𝑈

𝑚𝑙⁄

10−1(ml) x 12 (𝑐𝑚2)

= 360 CFU/cm2

SB SBA SSB 200 SSK 200 SSB 500 SSK 500 SKB 200 SKK 200 SKB 500 SKK 500

432 90 3 3 2 1 1 1 1 1

354 82 5 0 1 0 0 0 0 0

Jumlah koloni bakteri CFU

SB SBA SSB 200 SSK 200 SSB 500 SSK 500 SKB 200 SKK 200 SKB 500 SKK 500

360 75 3 3 2 1 1 1 1 1

295 68,3 4,2 0 1 0 0 0 0 0Jumlah koloni bakteri CFU/cm

Page 104: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Hasil Uji Statistik Uji Swab Kaolin Facial Wash

Konsentrasi SLES 10% terhadap Bakteri Penyebab

Jerawat Propionibacterium acnes

Uji Normalitas Data Uji Swab Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES

10%) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes

Uji Homogenitas Data Uji Swab Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi SLES

10%) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat Propionibacterium acnes

Uji One way ANOVA Data Uji Swab Kaolin Facial Wash (Variasi Konsentrasi

SLES 10%)

Page 105: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Lanjutan

Post Hoc Test

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Page 106: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Lanjutan

Post Hoc Test

Keterangan : Sig < 0,05 Berbeda bermakna; Sig > 0,05 Tidak berbeda

bermakna.

Page 107: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 24. Formula Pond’s Facial Wash Antibacterial with Herbal Clay

(Kaolin) (Kontrol Positif)

Bahan

Kontrol Positif

Asam Miristat Basis sabun

Asam Stearat (saponifikasi)

Asam Laurat

KOH Agen pembasa

Asam Salisilat Antikomedogenik

Ekstrak Daun

Azadirachta indica

Ekstrak Daun/Bunga

Ocimum basilicum

Agen pembersih

(surfaktan)

Agen pengemulsi

(softening agent)

Silika Hidrat Abrasived

Parvum Pewangi

Gliserin Humektan

Poliquaternium-7 -

Disodium EDTA Antikelat

Butilen Glikol

Glikol Distearat

Aquadest Vehicle

pH adjuster

(Humektan)

Kaolin Adsorben

Sodium Klorida

Sodium Sulfat

Potasium Sorbat

Sodium Benzoat

Metilparaben Agen antimikrobial

DMDM Hidantoin (preservativ)

Iodopropinil

Butilkarbamat

Thickening agent

Gliseril Stearat

Agen pengental

Asam Laktat

Fungsi

Dekil Glukosida

Antibakteri

Page 108: FORMULASI KAOLIN FACIAL WASH DENGAN VARIASI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42363/1/Elsa... · variasi konsentrasi SLES berpengaruh secara nyata terhadap pH,

92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 25. Gambar Hasil Uji Swab (Sampel 200 mg)

Keterangan: a. Jumlah bakteri dalam 0,1 ml; b. Kontrol (Agar kosong); c. Kontrol

bakteri; d. SBA (Kontrol negatif); e. SKB/SKK (Kontrol positif); f.

SSK; g. SSB.

Lampiran 26. Gambar Hasil Uji Swab (Sampel 500 mg)

Keterangan: a. Jumlah bakteri dalam 0,1 ml; b. Kontrol (Agar kosong); c. Kontrol

bakteri; d. SBA (Kontrol negatif); e. SKB/SKK (Kontrol positif); f.

SSK; g. SSB.